Upload
lidya-nazir
View
230
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
d
Citation preview
SKENARIO B BLOK 27
Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang
pingsan kurang lebih lima menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar
Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai
nyeri kepala hebat dan muntah.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif,
pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri,
melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif, pupil kiri
reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga orang perawat.
I. Klarifikasi Istilah
1. Visum et repertum : Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai
hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau
diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk
kepentingan holistisia
2. Pingsan : Kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak
dan biasanya sementara yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan oksigen ke
otak
3. Memar : Jenis cedera pada jaringan tubuh yang
menyebabkan aliran darah mengendap pada jaringan subkutan
4. Aniaya : Perbuatan bengis seperti penyiksaan atau
penindasan
5. Muntah : Pengeluaran isi lambung melalui mulut
6. Pupil isokor : Kesamaan ukuran pupil kedua mata
7. Pupil reaktif : Pupil merespon kepada rangsangan cahaya
8. Subkonjungtival bleeding : Perdarahan dibawah konjungtiva
9. Fraktur tulang : Rusaknya kontinuitas tulang
10. Hematom :Kumpulan darah diluar embuluh darah biasanya
pada tempat pembuluh darah mengalami trauma
11. Ngorok : (Snoring) pernafasan yang kasar dan ramai saat
tidur yang disebabkan oleh vibrasi uvula dan palatum molle
12. Anisokor : Ketidaksamaan ukuran pupil kedua mata
II. Identifikasi Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang
pingsan kurang lebih lima menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi
mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala
sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan
reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.
3. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang
nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif,
pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga orang perawat.
III. Analisis Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang
pingsan kurang lebih lima menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi
mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala
sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
1.1 Apa yang membuat Bujang pingsan kemudian sadar kembali (setelah 5 menit kemudian) dan bagaimana mekanisme?
(Qoqon, Icang)
1.2 Apa saja jenis-jenis trauma (trauma tumpul dan tajam) dan pada kasus ini tergolong trauma apa? (Vivien, febri)
1.3 Trauma dibagian mana yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran? (Vivi, Lidya)
Semua trauma kepala yang menyebabkan cedera jaringan otak hematom oedem vasodilatasi TIK meningkat
aliran darah ke otak menurun perubahan perfusi jaringan cerebri bisa membuat penurunan kesadaran.
1.4 Apa indikasi dibuat visum et repertum? (Nurfitria, Ardi)
1.5 Bagaimana hasil visum et repertum pada kasus ini? Buatkan visumnya (Dina, Intan)
1.6 Apa penyebab nyeri kepala hebat dan muntah pada kasus ini? (Ali, Nafil)
1.7 Bagaimana klasifikasi cedera kepala pada kasus ini? (Rebeka, Qoqon)
1.8 Bagaimana alur permintaan visum et repertum? (Yunike, Erna)
1.9 Apa saja KUHP yang mendasari visum et repertum? (Icang, Liana)
2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
2.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pada kasus ini? (Vivien, Lidya)
Pemeriksaan Normal Kasus Interpretasi
Vital Sign RR 16-24 x/menit 28 x/menit Takipnea
Tekanan
darah
120/80 mmHg 130/90 mmHg Meningkat
Nadi 80-100 x/menit 50 x/menit Bradikardi: efek
peningkatan TIK
GCS E4 M6 V5 E4 M6 V5 Compos mentis
(Cedera kepala ringan)
Regio Orbita Pupil Pupil isokor Pupil isokor Normal
Reflex
cahaya
Pupil kanan reaktif
Pupil kiri reaktif
Pupil kanan reaktif
Pupil kiri reaktif
Normal
Inspeksi
Regio
Orbita
Tidak ada hematom dextra et sinistra
tampak hematom
Sub-
conjungtival
bleeding
(-) (-) Normal
Regio
Temporal
Dextra
Inspeksi
Regio
Temporal
Dextra
Tidak ada luka tampak luka
ukuran 6x1 cm,
tepi tidak rata,
sudut tumpul
dengan dasar
fraktur tulang.
Ada fraktur os. Temporale berbentuk linier.
Bentuk sudut tumpul
menunjukkan luka
disebabkan oleh benda
tumpul
Regio Nasal Inspeksi
Regio Nasal
Tidak ada pendarahan tampak darah segar
mengalir dari
kedua lubang
hidung.
Ada pecahnya pembuluh darah di dalam cavum nasii.
Adanya rembesan
2.2 Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan diatas? (Yunike, Nurfitria)
2.3 Bagaimana mendeskripsikan bentuk luka? (beri contoh gambar) (Ardi, Ali)
3. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang
nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif,
pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga orang perawat.
3.1 Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan diatas? (Nafil, Intan)
3.2 Bagaimana mekanisme terjadinya perubahan dari pemeriksaan yang pertama dan kedua pada kasus ini (pingsan-sadar-
pingsan)? (Liana, rebeka)
Manifestasi klinis,gejala yang ditimbulkan oleh hematoma luas,disebabkan oleh perluasan hematoma,biasanya
terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cidera.diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-
lahan(interval yang jelas),ini harus dicatat walaupun interval yang nyata merupakan karakteristik dari hematoma
epidural,hal ini tidak terjadi kira-kira 15% dari pasien dengan lesi tersebut.selama interval tertentu ,kompensasi terhadap
hematoma luas terjadi melalui absorpsi cepat CSSdan penurunan volume intravascular,yang memepertahankan TIK
normal,ketika mekanisme ini tidak dapat mengkompensasi lagi,bahkan peningaktan kecil skalipun dalam volume bekuan
darah men imbulkan peningkatan TIK nyata. Kemudian, sering tiba-tiba tanda kompresi timbul(biasanya penyimpangan
kesadaran dan tanda deficit neurologic fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis ekstremitas )dan pasien
menunjukkan penurunan dengan cepat.
3.3 Bagaimana tatalaksana (TEAM) yang harus dilakukan pada kasus ini? (Erna, Dina)
3.4 Bagaimana proporsi petugas kesehatan yang ideal di UGD RSUD? (Rebeka, Yunike)
3.5 Apa tindakan yang harus dilakukan oleh dokter dan perawat pada kasus ini? (Liana, Lidya)
Intervensi Kedokteran (lihat no. 3.3)Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
NOC : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign StatusKriteria Hasil :- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
NIC : Airway Management• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan • Pasang mayo bila perlu• Lakukan fisioterapi dada jika perlu• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan• Lakukan suction pada mayo• Berikan bronkodilator bila perlu• Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Skala :1 : tidak adekuat2 : sedikit adekuat3 : sedang4 : agak adekuat5 : sangat adekuat
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.• Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen -Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea -Pertahankan jalan nafas yang paten -Atur peralatan oksigenasi -Monitor aliran oksigen -Pertahankan posisi pasien-Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi -Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring :-Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
-Catat adanya fluktuasi tekanan darah-Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri-Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan-Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas-Monitor kualitas dari nadi-Monitor frekuensi dan irama pernapasan-Monitor suara paru-Monitor pola pernapasan abnormal
-Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit-Monitor sianosis perifer-Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) -Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
NOC : Circulation status Tissue Prefusion : cerebralKriteria Hasil :
a. mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
- Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan -Tidak ada ortostatikhipertensi -Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
b. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:-berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan-menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
NIC : Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer) -Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul -Monitor adanya paretese -Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi -Gunakan sarung tangan untuk proteksi -Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung -Monitor kemampuan BAB -Kolaborasi pemberian analgetik -Monitor adanya tromboplebitis -Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
Vital sign Monitoring -Monitor TD, nadi, suhu, dan RR- Catat adanya fluktuasi tekanan darah- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
-memproses informasi membuat keputusan dengan benar
c. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
Skala :1 : tidak adekuat2 : sedikit adekuat3 : sedang4 : agak adekuat5 : sangat adekuat
-Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan -Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas -Monitor kualitas dari nadi -Monitor frekuensi dan irama pernapasan -Monitor suara paru -Monitor pola pernapasan abnormal -Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit -Monitor sianosis perifer -Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) -Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5X24jam pasien mampu untukMengontrol nyeri dengan indikator: -Mengenal factor-faktor penyebab nyeri -Mengenal onset nyeri -Melakukan tindakan pertolongan non-analgetik -Menggunakan analgetik -Melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan -Mengontrol nyeri
Keterangan:
NIC:
-Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi-Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif -Berikan analgetik sesuai dengan anjuran -Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
1 = tidak pernah dilakukan 2 = jarang dilakukan 3 =kadang-kadang dilakukan 4 =sering dilakukan 5 = selalu dilakukan pasien
Menunjukan tingkat nyeriIndikator: -Melaporkan nyeri -Melaporkan frekuensi nyeri -Melaporkan lamanya episode nyeri -Mengekspresi nyeri: wajah -Menunjukan posisi melindungi tubuh- Kegelisahan -Perubahan respirasi rate -perubahan Heart Rate -Perubahan tekanan Darah -Perubahan ukuran Pupil -Perspirasi -Kehilangan nafsu makan
Keterangan:1 : Berat2 : Agak berat3 : Sedang
-Kaji latar belakang budaya pasien -Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran -Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis -Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan -Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga -Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
-kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (seperti: temperatur ruangan, penyinaran, dll) -Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri-Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase) -Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri -Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien -Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup -Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang
4 : Sedikit5 : Tidak ada Manajemen Nyeri
pengalaman nyeri secara tepat -Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan -Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan preventif -Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri -Pemberian Analgetik -Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan sebelum pengobatan -Berikan obat dengan prinsip 5 benar -Cek riwayat alergi obat -Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan -Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik jika telah diresepkan -Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri -Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah pemberian analgetik -Monitor reaksi obat dan efeksamping obat -Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik dan efek sampingnya -Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan -Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat -Batasi pengunjung -Tentukan hal hal yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien sepeti pakaian lembab -Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih -Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman -Hindari penyinaran langsung dengan mata -Sediakan lingkungan yang tenang -Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan -Atur posisi pasien yang membuat nyaman
IV. Hipotesis
Bujang, 20 tahun, mengalami perdarahan intrakranial et causa trauma tumpul pada
kepala.
1. DD (Vivien, febri)
2. WD (Nurfitria, Ardi)
3. Definisi (Ali, Nafil)
4. Etiologi (Intan, Dina)
5. Faktor resiko (Rebeka, Febri)
6. Patofisiologi (Yunike, Lidya)
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala
dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya
benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-
deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi
trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
pada tempat yang berlawanan dari benturan (countercoup).
Gambar 3. Coup dan countercoup
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan
apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur
tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan
setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed
fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura
tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan
permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan
segera. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila
penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura
kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang
sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko
hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang
tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat
dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.
Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera
ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural,
dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara
umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau
bahkan koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun
terakhir ini.
Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula
interna dan duramater. Paling sering terletak di regio temporal atau temporal parietal dan
sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal
arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-
kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-
oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari
keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan
diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera
otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien
sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9%
pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.
Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara
korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun
mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.
Kontusi dan hematoma intraserebral.
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan
dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal,
walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara
kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun,
terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma
intraserebral dalam beberapa hari. Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi
dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio
jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan
otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi
perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countercoup).
Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas
perdarahan.
Patofisiologi Cedera Kepala
Menurut (Sudiharto 1998) patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi
dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena
gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang
terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital
dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun
telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang
tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
a. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah
kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala,
derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang
bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer
menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan
regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
b. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari
berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang
paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan
otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran
bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau
sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi
kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus
frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan
lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan
lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang
berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada
epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala
disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan
hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya
edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang
terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya
hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan
hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui
urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif.
Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan
pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena
kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada
lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada
lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap
ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan
batang otak dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.
Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang
menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai
pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas
yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan
mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
Cedera otak sekunder tejadi setiap saat setelah terjadi benturan. Factor-
faktor yang menyebabkan cedera otak sekunder adalah:
1. Hematoma intrakranial
a. Epidural
b. Subdural
c. Intraserebral
d. Subarahnoid
2. Pembengkakan otak
Mungkin terjadi dengan atau tanpa hematoma intrakranial. Hal ini
diakibatkan timbunan cairan intra atau ekstrasekuler atau bendung vaskuler.
3. Herniasi : tentorial dan tonsiler
4. Iskhemi serebral, akibat dari:
a. Hipoksia / hiperkarbi
b. Hipotensi
c. Peninggian tekanan intrakranial
5. Infeksi : Meningitis, abses serebri.
7. Manifestasi klinis (Qoqon, icang)
8. Tatalaksana (kuratif, rehabilitatif) (Dina, Erna)
9. Komplikasi (Liana, nurfitria)
10. Prognosis (Ardi, Ali)
11. SKDI (Nafil, Intan)
V. Learning Issue
1. Trauma kapitis (perdarahan intrakranial) (Yunike, Lidya, Vivien, Nafil, Erna)
2. Anatomi kepala dan fisiologi otak (Icang, Rebeka, Ardi, Ali, Nurfitria)
3. Visum et repertum ( Intan, Dina, Qoqon, Febri, Liana)
Referensi:
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit”,Jakarta : EGC.