36
LI 1 MM plasmodium penyebab malaria pada manusia 1.1 jenis Memahami dan Menjelaskan 4 Spesies Plasmodium Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya: vektor nyamuk dan inang vertebra. Sekurang-kurangnya sepuluh spesies menjangkiti manusia. Spesies lain menjangkiti hewan, termasuk burung, reptilia dan hewan pengerat. Spesies Plasmodium : o Plasmodium vivax o Plasmodium falciparum o Plasmodium malariae o Plasmodium ovale Morfologi P. falciparum P.vivax P.ovale P. malariae Masa inkubasi (hari) 9-14 (12) 12-17(15) 16-18 (17) 18-40 (28) Daur Siklus - 48 jam 50 jam 72 jam Jenis Malaria - Tertian Tertian Kuartana Eritrosit Sama dengan normal Lebih besar, pucat Lebih besar Sama dengan normal Tanda khas Maurer spots Schuffner Schuffner Ziemann’s dots Bentuk stadium trofozoit Ringform, acide Ameboid, ring Pita Bentuk stadium skizon Bunga Bentuk stadium gametosit Bulan sabit, pisang Sferis Sferis Sferis Pigmen Tengguli Besar,

Ske 3 Malaria

  • Upload
    annraah

  • View
    256

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl

Citation preview

LI 1 MM plasmodium penyebab malaria pada manusia 1.1 jenis Memahami dan Menjelaskan 4 Spesies Plasmodium Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya: vektor nyamuk dan inang vertebra. Sekurang-kurangnya sepuluh spesies menjangkiti manusia. Spesies lain menjangkiti hewan, termasuk burung, reptilia dan hewan pengerat.

Spesies Plasmodium : Plasmodium vivax Plasmodium falciparum Plasmodium malariae Plasmodium ovaleMorfologiP. falciparumP.vivaxP.ovaleP. malariae

Masa inkubasi (hari)9-14 (12)12-17(15)16-18 (17)18-40 (28)

Daur Siklus -48 jam 50 jam72 jam

Jenis Malaria-TertianTertian Kuartana

Eritrosit Sama dengan normalLebih besar, pucatLebih besarSama dengan normal

Tanda khasMaurer spots SchuffnerSchuffnerZiemanns dots

Bentuk stadium trofozoitRingform, acideAmeboid, ring Pita

Bentuk stadium skizonBunga

Bentuk stadium gametositBulan sabit, pisang SferisSferisSferis

Pigmen Tengguli Besar, kasar, gelap

Kapita selekta 264

1.2 perbedaan (siklus hidup)Daur Hidup Daur hidup aseksual teridiri dari empat tahapan, yaitu tahap skizogon preeritorsitik, tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Di dalam sel-sel hati berlangsung tahap skizogoni preeritrositik dan skizogoni eksoeritrositik, sedangkan di dalam sel-sel eritrosit berlangsung tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Di dalam jaringan hati, siklus preeritrositik pada P. falciparum hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesien lainnya siklus ini dapet berulang kali (local liver cell). Local liver cell disebut skizogoni eksoeritrositik yang merupakan sumber pembentukan stadiumaseksual parasit yang menjadi penyebab terjadinya kekambuhan (relaps) pada malaria vivax,ovale dan malariae.

Skizogoni eritrositik, siklus ini terjadi di dalam sel darah merah (eritrosit) dengan waktu berlangsung bervariasi sesuai dengan spesies plasmodiumnya.Meningkatnya jumlah parasitmalaria karena multiplikasi pada tahap skizogoni eritrositik yang mengakibatkan pecahnya sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya demam yang khas pada gejala klinis malaria (overt malaria).

Skizogoni eritrositik, siklus ini terjadi di dalam sel darah merah (eritrosit) dengan waktu berlangsung bervariasi sesuai dengan spesies plasmodiumnya.Meningkatnya jumlah parasite malaria karena multiplikasi pada tahap skizogoni eritrositik yang mengakibatkan pecahnya sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya demam yang khas pada gejala klinis malaria (overt malaria).Tahap gametogoni berlangsung selama 96 jam dan hanya gametosit yang sudahmatang dapat ditemukan dalam darah tepi. Gametosit tidak menyebabkan gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat bertindak sebagai karier malaria.

Nyamuk Anopheles sebagai hospes definitif, sedikitnya dibutuhkan 12 parasit gametosit Plasmodium per militer darah.

Proses awal pematangan parasit terjadi di dalam lambung (midgut) nyamuk dengan terbentuknya 4 mikrogamet dari satu mikrogametosit, perkembangan dari satu makrogametosit menjadi satu makrogamet. Sesudahnya terjadi fusi menjadi zigot (24 jam) ookinet (menembus dinding lambung) ookista (di dalamnya terdapat ribuatn sporozoit) ookista matang akan pecah sporozoit keluar. Di dalam tubuh seekor 5 nyamuk Anopheles betina, dapat hidup lebih dari satu spesies Plasmodium secara bersamaan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi campuran (mixed infection).

1.3 morfologi

Empat spesies dari plasmodia yang dapat menginfeksi manusia antara lain: Plasmodium vivax, P. ovale, P. malariae, dan P. falciparum. Morfologi secara umum dijelaskan pada Gambar 1, dan beberapa karakteristik lainnya dijabarkan pada tabel 1, 2 dan 3.

Tabel 1. Karakteristik morfologi dari tahap pertumbuhan parasit malaria pada sel darah merah manusia. Hal yang paling khas dan perlu diperhatikan adalah titik Schffner dan perbesaran sel darah pada infeksi oleh P. vivax dan P. ovale (Jawetz, et. al., 2009)

Perbedaan

LI 2 MM Malaria2.1 DefinisiMalaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsnung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria adalah infeksi babeiosa yang menyebabkan babesiosis. (IPD, Sudoyo 2010) 2.2 Etiologi Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu (Depkes, 2005):1) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian).2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.3) Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana 4) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai.

2.3 Epidemiologi Stratifikasi Malaria Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies).Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.

API dari tahun 2008 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API nasional.

Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Dari gambar diatas angka. kesakitan malaria (API) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014 terrcapai.

Plasmodium Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran.

Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.(Kemenkes RI, 2011)

2.4 patogenesis Malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000)

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 2000)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000)

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2006). Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi, 2000) 2. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi, 2000) 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi, 2000)

2.5 manifestasi klinik Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang intermiten, anemia sekunder dan splenomegali. Gejala didahului oleh keluhan prodromal berupa, malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak ( Harijanto, 2000).

Demam periodik berkaitan dengan saat pecahnya schizon matang (sporolasi). Pada malaria tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan schizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari

Gejala klasik malaria biasanya terdiri atas 3 (tiga) stadium yang berurutan, yaitu (Depkes, 2005): 1. Stadium dingin (Cold stage) Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, sianosis, kulit kering, pucat, kadang muntah. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2. Stadium demam (Hot stage)Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40C atau lebih, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih

3. Stadium berkeringat (Sweating stage) Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini berlangsung 2-4 jam. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut tidak dapat dijadikan rujukan mutlak, karena dalam kenyataannya gejala sangat bervariasi antar manusia dan antar Plasmodium.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer, 2001).

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Pembesaran terjadi akibat timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Harijanto, 2000).

Hampir semua kematian akibat penyakit malaria disebabkan oleh P.falciparum. Pada infeksi P.falciparum dapat menimbulkan malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciprum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi (Harijanto, 2000).

2.6 diagnosis, diagnosis banding *Diagnosis Anamnesis Pada anamnesis, sangat penting diperhatikan: a. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringan dan dapat disertai sakit kepala, mual , muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria d. Riwayat sakit malaria e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir f. Riwayat mendapat transfusi darah

Selain hal di atas, pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan sebagai berikut: a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri) c. Kejang-kejang d. Mata atau tubuh kuning e. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan f. Nafas cepat dan atau sesak nafas g. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum h. Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitamani. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria) j. Telapak tangan sangat pucat

Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik, didapat kondisi pasien antara lain: a. Demam (pengukuran dengan termometer > 37,5C b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat c. Pembesaran limpa (splenomegali) d. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pada tersangka malaria berat, ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut: a. Temperatur rektal 40C b. Nadi cepat dan lemah/kecil c. Tekanan darah sistolikd. Frekuensi nafas >35 kali per menit pada dewasa atau >40 kali permenit pada balita, anak di bawah tahun >50 kali per menit. e. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS)f. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom) g. Tana dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkutang, bibir kering, produksi air seni berkurang).h. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat, dan lain-lain). i. Terlihat mata kuning/ikterik j. Adanya ronki pada kedua paru k. Pembesaran limpa dan atau hepar. l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria. m. Gejala neurologi (kaku duduk, reflek patologik).Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan: 1. ada tidaknya parasit malaria (positif negatif) 2. Spesies dan stadium plasmodium 3. Keadaan parasit: i. Semi kuantitatif (-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB) (+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB) (++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB) (+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB) (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

ii. Kuantitatif Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit) Contoh: Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8.000/uL, maka hitung parasit = 8.000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.Untuk penderita tersangka malaria berat, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 56 jam sampai 3 hari berturut-turut. 2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan tes diagnostik cepat (RDT) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.

Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung: 1. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trophozoit, skizon, dan gametosit muda P. falciparum. 2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit untuk aseksual atau seksual P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariaeKemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu: 1. Single, yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P. falciparum. 2. Combo, yang mampu mendiagnosis infeksi-infeksi P. falciparum dan non falciparum

Oleh karena teknologi baru sangat perlu untuk memperhatikan kemampuan sensitivity dan specificity dari alat ini. Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal sensitivity 95% dan specificity 95%. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.

c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat 1. Hemoglobin dan hematokrit2. Hitung jumlah leukosit & trombosit3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah)4. EKG5. Foto toraks6. Analisis cairan serebrospinalis7. Biakan darah dan uji serologi8. Urinalisis

*Diagnosis Banding Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut: a. Demam tifoid Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan empedu positif. 16 b. Demam dengueDemam tinggi terus menerus selama 2 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif. c. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi kesukaran bernafas antara lain: nafas cepat/sesak nafas, tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor. d. Leptospirosis ringan Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival injection (kemerahan pada konungtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik positif.e. Infeksi virus akut lainnya.

Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut: a. Radang otak (meningitis/ensefalitis) Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang b. Stroke (gangguan serebrovaskuler) Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain). c. Tifoid Ensefalopati Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam tifoid lainnya. d. Hepatitis Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat >5 kali.

2.7 TatalaksanaObat antimalaria terdiri dari 5 jenis, yakni:1. Skizontisid jaringan primer : membasmi parasit pra-eritrosit , (propuguanil, pirimetamin)2. Skizontisid jaringan sekunder : membasmi parasit eksoeritrosit,( primakulin) 3. Skizontisid darah : membasmi parasit fase eritrosi (kina, klorokuin, amodiakuin)4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual: (primakulin : u semua jenis plasmodium dan klorokuin, amodiakuin : tidak efektif u P.falciparum)5. Sporontosid yang mencegah gametosit dalam darah membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk: primakuin, proguanil

2.8 Komplikasi a. Malaria Serebral Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, sering disertai kejang. Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS.

Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi, gangguan ini dapat terjadi karena beberapa proses patologis.Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic rate for oxygen pada pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya.

Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi, gangguan ini dapat terjadi karena beberapa proses patologis.Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic rate for oxygen pada pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya.

b. Gagal Ginjal Akut (GGA) Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya 5-10 % disebabkan oleh nekrosis tubulus akut.Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting. Apabila berat jenis (BJ) urin 1.05, rasio urin:darah> 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan dehidrasi. Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah negative

c. Kelainan Hati (Malaria Biliosa) Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular.Ikterik karena hemolitik sering terjadi. Ikterik yang berat karena P. falsiparum sering penderita dewasa hal ini karena hemolisis, kerusakan hepatosit. Terdapat pula hepatomegali, hiperbilirubinemia, penurunan kadar serum albumin dan peningkatan ringan serum transaminase dan 5 nukleotidase. Ganggguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat, gangguan metabolisme obat.

d. Edema Paru sering disebut Insufisiensi Paru Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-. Penyebab lain gangguan pernafasan (respiratory distress): 1) Kompensasi pernafasan dalam keadaan asidosis metabolic; 2) Efek langsung dari parasit atau peningkatan 1 tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak; 3) Infeksi sekunder pada paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis antikonvulsan (phenobarbital) menekan pusat pernafasan.

e. Hipoglikemia Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1) Cadangan glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya metabolisme glukosa di jaringan; 4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu glukoneogenesis; 6) Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine. Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan memperburuk prognosis malaria berat

f. Haemoglobinuria (Black Water Fever) Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal.Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat dan yang bukan disebabkan oleh karena defisiensi G6PD atau kekurangan G6PD yang biasanya karena pemberian primakuin.

g. Malaria Algid Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik 1 C, kulit tidak elastis, pucat.Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang normal. Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis.Pada kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena vasodilatasi.h. Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi.Kadang lebih berat berupa billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali), ikterik, dan gagal ginjal, malaria disentri, malaria kolera. i. Hiponatremia Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD).j. Gangguan Perdarahan Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih sering disebabkan oleh Diseminata Intravaskuler Coagulasi (DIC) (Sudoyo, 2007)2.9 Prognosis

P. vivaxBaik jika tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pengobatan , serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata rata infeksi malaria vivaks tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama, terutama karana relapsnya

P. malariaeTanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi

P.ovaleMalaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan

P. falciparumPenderita malaria falciparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria falciparum, tanpa komplikasi prognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan observasi hasil pengobatan

2.10 Pencegahan Pengendalian Malaria Pemberantasan vektor Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003)

Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempattempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)

Menurut Marwoto (1989) penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.

Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.

f. Pengendalian Vektor Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu : 1. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% 2. Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap 23 paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat. 3. Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita. 4. Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005)

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut : 1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain. 2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat. 3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawarawa daerah pantai dan air payau, dll. 4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005) 5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.Pencegahan Malaria Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles pada malam hari. Segala upaya pembuatan vaksin malaria telah dilakukan, dan perlindungan sebagian terhadap malaria telah diberikan kepada anak-anak di Afrika, namun sampai saat ini belum ada vaksin yang mampu memberikan perlindungan penuh terhadap malaria. Ketika wisatawan pergi dari daerah nonendemik ke daerah endemik, perlu diperhatikan cara-cara untuk menghindari gigitan nyamuk, misalnya dengan menggunakan lotion anti 24 nyamuk, insektisida, dan kelambu tidur. Rekomendasi dari CDC adalah dengan mengonsumsi chloroquine sebelum bepergian ke daerah endemik di Kepulauan Karibia, Amerika Tengah, Kanal Panama. CDC juga merekomendasikan mefloquine atau Malarone sebagai alternatif. Untuk daerah di mana terdapat malaria falciparum yang resisten terhadap beberapa obat, maka perlu mengonsumsi doxycycline. Pencegahan dengan cara konsumsi chemoprophylaxis secara terus-menerus merupakan tata cara pencegahan yang kurang tepat di negara berkembang, karena berpotensi menyebabkan toksisitas dalam penggunaan jangka panjang. Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan sulfadoxine-pyrimethamine, yang diberikan dalam dosis 1 kali sehari.

LI 3 MM Vektor malaria di Indonesia 3.1 Morfologi

3.2 PerindukanNyamuk anopheles dapat dikatakan sebagai vektor malaria apabila memenuhi suatu persyaratan tertentu diantaranya seperti yang di sebutkan dibawah ini: 1. Kontaknya dengan manusia cukup besar. 2. Merupakan species yang selalu dominan. 3. Anggota populasi pada umumnya berumur cukup panjang, sehinggamemungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga menjadi sporosoit 4. Ditempat lain terbukti sebagai vektor

1. Anopheles aconitus Vektor A. aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis A. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya denganlingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk. Vektor Aconims biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari dm-ah didalam rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap di daerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.

Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula di tepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar.

Distribusi dari An- Aconims, terdapat hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu.

2. Anopheles sundaicus A sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling seringantara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah.

Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari, jenis vektor A. sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang A. sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut .

Vektor A. sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai atau pun parit. Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak, adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang pantai dan lain - lain.

3. Anopheles maculatus. Vektor A. maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengiisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis ini aktif mencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00.

Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik vektor A. maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas A. maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir.

4. Anopheles barbirostris. Vektor A. barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 - 05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali. Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat ditangkap, di dalam rumah penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini adalah di alam terbuka. Paling sering hinggap pada pohon-pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah sawah dengan saluran irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi Tenggara vektor A. barbirotris ini paling tinggi jumlahnya pada bulan Juni.

3.3 Perilaku vektor a. Perilaku Mencari Darah. Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: 1. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari. 2. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan di luar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah. 3. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu. 4. Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam

b. Perilaku Istirahat. Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi 27 apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus).Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat.

c. Perilaku Berkembang Biak. Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempattempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.(hiswani, 2004)

3.4 Pemberantasan vektor Pemberantasan Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui, pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria atau pengobatan juga sangat perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti positif secara laboratorium. Dalam hal pemberantasan malaria selain dengan pengobatan langsung juga sering dilakukan dengan jalan penyemprotan rumah dan lingkungan sekeliling rumah dengan racun serangga, untuk membunuh nyamuk dewasa upaya lain juga dilakukan untuk memberantas larva nyamuk. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membunuh larva nyamuk anopheles:

1. Secara Kimiawi. Pemberantasan nyamuk anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk, yang termasuk dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen, temephos, fention, altosid dll. Selain zat-zat kimia yang disebutkan di atas dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuhtumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk. 2. Secara Hayati. Pemberantasan larva nyamuk anopheles secara hayati dilakukan dengan mengunakan beberapa agent biologis seperti predator misalnya pemakan jentik (clarviyorous fish) seperti gambusia, guppy dan panchax (ikan kepala timah). Selain secara kimiawi dan secara hayati untuk pencegahan penyakit malaria dapat juga dilakukan dengan jalan pengelolaan lingkungan hidup (environmental management), yaitu dengan pengubahan lingkungan hidup (environmental modification) sehingga larva nyamuk anopheles tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan tempat perindukan 28 nyamuk, pengeringan dan pembuatan dam, selain itu kegiatan lain mencakup pengubahan kadar garam, pembersihan tanaman air atau lumut dan lain-lain.

Diantara cara pemberantasan nyamuk seperti yang sudah diuraikan di atas, sampai saat ini di Indonesia paling sering di pakai cara yang pertama yaitu secara kimiawi. Dengan menggunakan solar dan minyak tanah yang dicampur dengan spreading agent yaitu zat kimia yang dapat mempercepat penyebaran bahan aktif yang digunakan. Pengunaan minyak solar untuk anti larva di Indonesia pertama dilakukan di Bali pada tahun 1974, yang kemudian pada tahun 1975 cara tersebut juga diterapkan didaerah Jawa Timur dan Jawa Barat

LI 4 MM Tatalaksana Malaria 4.2 Farmako Dinamik 4.1 Farmako Kinetik

LI 5 MM Gebrak Malaria Gebrak Malaria adalah gerakan nasional seluruh komponen masyarakat untuk memberantas Malaria secara intensif melalui kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan badan-badan internasional serta penyandang dana, mengingat masalah Malaria merupakan masalah yang komplek karena berhubungan dengan berbagai aspek seperti penyebab penyakit (parasit), lingkungan (fisik dan biologis) dan nyamuk sebagai vektor penular.StrategidalamPemberantasan Malariaantara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar; intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama antarsektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria atau Gebrak Malaria yang dimulai pada 2000 adalah bentuk operasional dariRoll Back Malaria(RBM). Gebrak Malaria memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit malaria.Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu: diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan(capacity building). Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.Dalamrangkamerealisasikan Gebrak Malaria ini telah disusun Rencana Kegiatan Pengendalian Malaria melalui Rencana Strategi Pembebasan (Eliminasi) Malaria di Indonesia, yang akhirnya dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia dengan sasaran wilayah Eliminasi yang dilaksanakan secara bertahap, yaitu:a.Eliminasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Kepulauan Seribu), Bali dan Batam pada tahun 2010.b.Eliminasi Jawa, Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau pada tahun 2015.c.Eliminasi Sumatera, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi pada tahun 2020.d.Eliminasi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2030KegiatanEliminasi Malaria harus dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan mitra kerja lainnya. Dari berbagai pengalaman Eliminasi Malaria pada masa lalu, telah terbukti bahwa tanpa keterlibatan dan dukungan legislatif, pemerintah daerah, masyarakat termasuk organisasi sosial, keagamaan dan pihak swasta, maka hasil yang dicapai belum optimal.