Upload
hoangbao
View
245
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
1
SINDROM KOMPARTEMEN
DEFINISI
Sindrom kompartemen dapat berupa kondisi akut maupun kronis yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan jaringan dalam ruang fascia. Bab ini fokus pada
sindrom kompartemen di kaki, meskipun dapat juga mempengaruhi paha atau
ekstremitas atas
Sindrom kompartemen akut
Sindrom kompartemen akut adalah kondisi serius yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan dalam ruang tertutup yang cepat. Jika tekanan cukup tinggi
dan dipertahankan cukup lama, aliran darah menurun menyebabkan nekrosis otot
dan saraf yang terlibat kompartemen. Jika fasiotomi tidak dilakukan, pasien
mungkin akan menderita kontraktur, kelumpuhan, infeksi, dan gangren pada
ekstremitas serta masalah sistemik, seperti mioglobinuria dan gagal ginjal. 1
Sindrom kompartemen akut paling sering disebabkan oleh fraktur tibia2,3
dan
dapat terjadi sebanyak 17% dari fraktur ini. 3 Kompartemen anterior paling sering
terkena, meskipun berbagai kompartemen sering terlibat. Bentuk trauma lainnya,
seperti cedera, ruptur otot, pukulan langsung ke otot dan luka bakar, juga dapat
menyebabkan sindrom kompartemen. Tekanan langsung, seperti dari gips atau
pakaian anti syok, dapat meningkatkan risiko sindrom kompartemen. 4
Penyebab non trauma sindrom kompartemen akut lebih jarang ditemukan. Hal ini
termasuk perdarahan ke dalam kompartemen, seperti dapat terjadi pada pasien
antikoagulasi dan sindrom kompartemen setelah infark otot pada diabetes. 5
Penyebab sindrom kompartemen lainnya yakni iskemik dan kemudian
hiperperfusi yang disebabkan oleh operasi yang lama dalam posisi litotomi. Hal
ini juga dikenal sebagai sindrom kompartemen-well leg dan paling sering terlihat
setelah operasi panggul dan perineum. Faktor risikonya yaitu lamanya prosedur,
besarnya elevasi kaki, banyaknya kehilangan darah perioperatif, dan adanya
penyakit pembuluh darah perifer dan obesitas. Kejadian secara keseluruhan dalam
operasi panggul kompleks mungkin sebanyak 1 dari 500.6
Sindrom kompartemen kronik
Ini dikenal juga sebagai sindrom kompartemen exertional kronis (CEES) dan
merupakan cedera berlebihan yang paling sering terlihat pada pelari7, pengendara
sepeda, dan atlet lainnya dalam olahraga yang butuh berlari, seperti basket dan
sepak bola. Pada CEES, fasia di kaki bagian bawah tidak mengakomodasi
2
peningkatan aliran darah dan perpindahan cairan yang mungkin terjadi dengan
latihan berat.2
Peningkatan tekanan kompartemen kemudian mengganggu aliran
darah, yang menyebabkan iskemia dan nyeri. 8
GEJALA
Daerah dimana gejala terjadi dan jenis keluhan tergantung pada kompartemen
yang terlibat.
Sindrom Kompartemen Akut
Pasien merasakan nyeri yang tidak sesuai dengan cedera dan pembengkakan atau
nyeri di daerah tersebut. Gejala lain termasuk nyeri hebat dengan gerakan pasif
otot dalam kompartemen, hilangnya gerakan sadar pada otot yang terlibat, dan
perubahan sensorik serta parestesia di daerah yang dipersarafi oleh saraf yang
terlibat. 2,3
Sindrom Kompartemen kronik
Pada sindrom kompartemen kronik, gejala mulai secara bertahap, biasanya
dengan peningkatan beban latihan atau latihan pada permukaan keras. Rasa sakit
digambarkan sebagai nyeri, terbakar, atau kram dan terjadi pada gerakan berulang,
paling sering berlari namun juga pada menari, bersepeda, dan hiking. Rasa sakit
biasanya terjadi pada sekitar waktu yang sama setiap kali pasien berpartisipasi
dalam kegiatan ini (misalnya, setelah 15 menit berlari) dan bertambah atau tetap
konstan jika aktivitas terus berlangsung. Rasa sakit menghilang atau berkurang
setelah beberapa menit istirahat.
Pada gejala yang berlanjut, sakit nyeri tumpul dapat menetap. Nyeri dapat
terlokalisir pada kompartemen tertentu, meskipun beberapa kompartemen sering
dapat terlibat. Rasa baal dan kesemutan dapat terjadi pada saraf yang terdapat di
dalam kompartemen yang terlibat. Sindrom kompartemen kronik dapat dilihat
pada sindrom berlebihan lainnya (misalnya, bersamaan dengan stres pada fraktur
tibia)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fokus pada empat kompartemen di kaki. (gambar 58-1)
3
Kompartemen anterior terdiri dari tibialis anterior, dorsofleksi pergelangan
kaki; ekstensor kaki, dorsofleksi kaki; arteri tibia anterior; dan saraf peroneal
dalam, yang memberikan sensasi pada ruang pertama.
Kompartemen lateral terdiri dari peroneus longus dan brevis, eversi kaki, dan
safar peroneal superfisial, yang memberikan sensasi ke dorsum kaki.
Kompartemen posterior superfisial terdiri dari otot grastrocnemius dan soleus,
fleksi plantar kaki, dan bagian dari saraf sural, yang memberikan sensasi ke lateral
kaki dan distal betis. 1,9,10
Kompartemen posterior dalam/profunda terdiri dari tibialis posterior, plantar
fleksi dan inversi kaki; fleksor kaki, fleksi jari kaki; arteri peroneal; dan saraf
tibial, yang memberikan sensasi ke permukaan plantar kaki. Kompartemen ini
kemungkinan mengandung beberapa subkompartemen.11
Sindrom Kompartemen Akut
Pada sindrom kompartemen akut, pasien mengalami kaki bengkak dan tegang.
Mereka juga mengalami kelemahan atau paralisis pada otot yang terlibat di
kompartemen yang terkena dan rasa baal di daerah yang dipersarafi oleh saraf
yang terlibat di kompartemen yang terkena. Denyut dan pengisian kapiler
umumnya normal, karena ini hanya melibatkan tekanan yang sangat tinggi. 2,3,12,13
Gambar 58-1 Fokus pemeriksaan fisik pada sindrom kompartemen yakni
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior dalam/profunda
4
Sindrom Kompartemen Kronik
Pada sindrom kompartemen kronik, pasien mungkin mengalami nyeri pada
palpasi otot-otot yang terlibat atau mungkin tanpa gejala saat istirahat. Sekitar
40% dari kasus, herniasi otot di kompartemen dapat diraba, terutama di
kompartemen anterior dan lateral yang mana saraf peroneal superfisial menembus
fasia. 14
Dalam kasus yang berat, rasa baal dapat terjadi pada daerah yang
dipersarafi oleh saraf yang terlibat, tapi hal ini biasanya normal pada saat
istirahat.2 kelemahan mungkin dapat muncul, sesuai dengan kompartemen yang
terlibat: kelemahan dorsofleksi jika kompartemen anterior yang terlibat,
kelemahan eversi kaki jika kompartemen lateral yang terlibat, dan kelemahan
plantar fleksi jika satu dari kompartemen posterior terlibat.
Nyeri timbul akibat gerakan yang berulang, seperti mengangkat kaki, atau berlari
di tempat. Sindrom kompartemen lebih umum terjadi pada pasien yang pronasi
selama berlari; sehingga pronasi merupakan temuan umum pada pemeriksaan
fisik. 1,2,15
KETERBATASAN FUNGSIONAL
Sindrom Kompartemen Akut
Gejala sisa dari sindrom kompartemen baru yakni mungkin cedera saraf dan otot
dengan akibat kaki jatuh, kelemahan otot yang parah, dan kontraktur. Hal ini
dapat menyebabkan gaya berjalan abnormal dan segala keterbatasan yang dapat
menyebabkan kesulitan dengan naik tangga, partisipasi dalam olahraga dan
aktivitas hidup sehari-hari.
Sindrom Kompartemen Kronik
Dengan sindrom kompartemen kronik, keterbatasan fungsional biasanya terjadi di
sekitar titik yang sama setiap kali selama latihan, di ambang iskemik individual.
Misalnya, gejala dapat mulai berkembang setiap kali pelari mencapai tanda
setengah mil atau setiap kali pendaki yang naik bukit besar. Hal ini secara
signifikan dapat membatasi partisipasi olahraga dan kadang-kadang bahkan
mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti berjalan yang lama.
STUDI DIAGNOSIS
Standar baku untuk diagnosis penilaian tekanan jaringan kompartemen. Alat yang
umumnya biasa digunakan untuk mengukur tekanan intrakompartemen adalah
5
kateter wick and slit secara tradisional.2 (gambar 58-2) Alat terbaru seperti probe
(gambar 58-3) transducer-tipped sekarang meningkat kepopularitasannya.16
Gambar 58-3 transducer-tipped probe A. Handheld device B. Catheter tip with
pressure sensing mechanics
Sindrom Kompartemen Akut
Secara tradisional, tekanan jaringan di atas 30 mmHg dipertimbangkan sebagai
nilai pemotongan untuk dilakukan fasiotomi.2,16
Nilai normal tekanan sebenarnya
Gambar 58-2 pengukuran tekanan jaringan kompartemen untuk diagnosis
sindrom kompartemen dengan menggunakan kateter wick and slit
6
adalah kurang dari 10 mmHg. Bagaimanapun hal ini terlihat seperti banyak
fasiotomi yang dilakukan dengan penilaian ini tanpa arti. Sekrang tekanan
kompartemen yang diukur sercara berlanjut digunakan untuk kasus-kasus berisiko
tinggi seperti trauma kaki dengan fraktur tibia. Tekanan yang berbeda
dikalkulasikan sebagai tekanan intramuskular yang tersubstraksi dari tekanan
diastolik darah, hal ini menunjukkan bahwa fasiotomi meruakan sebuah indikasi.
Beberapa penelitian menunjukkan nilai yang mencapai angka 30 bahkan dengan
tanda-tanda peningkatan tekanan jaringan, pasien-pasien memiliki luaran klinis
yang sangat baik dan fasiotomi tidak begitu penting. 17,18
Karena penilaian tekanan kompartemen natural yang invasif alat diagnostik
lainnya telah dijual. Gambaran resonansi magnetic mungkin membantu dalam
menegakkan diagnosis. Perubahann terlihat dengan sindroma kompartemen akut
termasuk kehilangan arsitektur normal otot pada gambaran-T1, edema diantara
kompartemen, dan ikatan kuat pada kompartemen yang terluka dengan agen
kontras gadolinium DTPA.19
Sindrom Kopartemen Kronik
Untuk CECS, penilaian tekanan absolut diwajibkan pada saat istirahat dan selama
juga setelah latihan yang digunakan untuk membuat diagnosis. Menariknya, tidak
ada yang terlihat seperti treshold tekanan kompartemen yangmana gejala-
gejalanya muncul, dan pasien dengan tekanan tertinggi tidak begitu penting
memiliki gejala-gejala paling buruk daripada pasien dengan tekanan yang sedikit
abnormal.8
Berikut ini satu set penilaian secara umum2,13
digunakan untuk
diagnosis sindrom kompartemen akut.
Tekanan sebelum latihan >15 mmHg.
1 menit setelah latihan > 30 mmHg.
5 menit setelah latihan >29 mmHg.
Penilaian kompartemen posterior sangat kontroversial. Tekanan istirahat normal
adalah kurang dari 10mmHg dan penilaiannya seharusnya kembali ke level
istirahat setelah 1-2 menit latihan.13
Hal ini penting mengingat bahwa pasien memiliki gejala yang berhubungan
dengan kompartemen yang mana ada peningkatan tekanan. Tekanan seharusnya
meningkat pada gejala kompartemen dengan latihan dan peningkatan remain
untuk waktu yang tidak abnormal. 5,10
7
Melihat kembali untuk menilai tekanan memiliki prosedur sebagai berikut.
Mereka termasuk invasif dan dapat menjadi berkomplikasi pada
perdarahan atau infeksi.
Karena anatomi tubuh, hal ini lebih sulit untuk mengetes kedalaman
kompartemen posterior
Tekanan yang bergantung pada posisi kaki dan penggunaan tehnik yang
digunakan begitu ketat sehingga seharusnya standarisasi yang baik perlu
diikuti.
Hal ini merupakan pengurasan waktu karena masing-masing kompartemen
harus diuji secara terpisah, dan semua kompartemen seharusnya diuji
karena area multipel sering dilibatkan.
Hal ini sering menyulitkan pasien dengan kateter untuk berlatih.15,20
Karena hal ini perlu dilihatulang, uji alternatif membenarkan diagnosa yang sering
digunakan. Gambaran resonansi magnetic dilakukan sebelumnya dan setelah
latihan dapat menunjukkan peningkatan intensitas sinyal melalui kompartemen
yang terlibat yakni setinggi T2 setelah pasien dengan gejala kompartemen
berlatih. Spectroskopi dekat infrared digunakan untuk menilai saturasi
hemoglobin dan telah menunjukkan bukti iskemik pada pasien dengan CECS.
Diagnostik ini muncul bersamaan dengan penilaian tekanan kompartemen melalui
sensitivitas dan spesifisitas.22
DIAGNOSIS BANDING
Sindrom kompartemen Akut
Arterial oclussion
Severe muscle trauma
Neuraphraxia of the common deep of superficial peroneal or tibial nerve
Deep venous thrombosis
Cellulitis
Sindrom Kompartemen Kronik
Tibial or fibular stress fractures
Shin splints
Atherosclerosis with vascular claudication
Popliteal artery compression from aberrant insertion of the medial
gastrocnemius
8
Muscle hyperdevelopment causing compression of the popliteal artery
Cystic adventitial disease
PENGOBATAN
Inisial
Sindrom Kompartemen Akut
Pengobatan inisial sindroma kompartemen akut adalah pembedahan
Sindrom Kompartemen Kronik
Untuk sindroma kompartemen kronik, pengobatan inisial terdiri dari istirahat,
terapi dingin, dan obat antiinflamasi non steroid. Kontrol pronasi dengan ortotik
juga penting. Pasien seharusnya diberikan konseling untuk menghindari berjalan
di permukaan keras dan memakai sepatu lari dengan jumlah bantal yang cukup
dan hak yang lebar. Pijatan telah ditunjukkan pada beberapa penelitian kecil yang
cukup menjanjikan, tetapi dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk dilakukan
pada tempat ini untuk melihat apakah jangka waktu yang panjang memiliki
perubahan yang cukup signifikan dapat dibuat dengan terapi manual lainnya atau
dengan pijatan.24
REHABILITASI
Sindrom Kompartemen Akut
Rehabilitasi sindrom kompartemen akut terbatas pada derajat post fasiotomi.
Rehabilitasi bergantung pada besar luka. Perawatan kulit yang tepat untuk
membuka area terbuka lainnya untuk ditutup dengan maksud sekunder atau skin
grafting yang telah diterapkan sangat penting. Suatu ortotik matakaki untuk
membenarkan kaki yang patah (footdrop) sering dibutuhkan. Terapi fisik
dibutuhkan untuk rentang latihan kelenturan untuk mencegah kontraktur dan
seharusnya dimulai sesegera mungkin setelah pembedahan memungkinkan dan
diperbolehkan untuk mengikat jaringan yang terluka. Penilaian lainnya termasuk
penguatan otot yang mungkin terluka sebagian dan memungkinkan latihan gait
dengan alat assistive. Tidak ada literatur yang mendukung protokol rehabilitasi
spesifik dan begitu pula dengan program yang seharusnya menjadi dasar
individualisasi kebutuhan pasien sendiri. Jika pasien memiki keterbatasan atau
9
gangguan aktivitas fisik sehari-hari seperti berbaju atau berjalan, terapi
okupasional mungkin dapat menolong.
Sindrom Kompartemen Kronik
Rehabilitasi sindrom kompartemen kronik tidak sepenuhnya dieksplorasi. Karena
suatu luka yang terjadi karena tindakan berulang atau berlebihan maka
pengobatan pertama adalah istirahat menyeluruh secara relatif dan analisa tentang
penyebabnya. Sebagai contoh , pemikiran secara umum bahwa CECS lebih terjadi
pada pronasi berlebihan sehingga fokus rehabilitasi untuk panjang otot normal
melalui rantai kinetik khususnya pelebaran melalui latihan tarikan untuk
gastrocnemius dan tibial posterior dan kekuatan tibial anterior.24
Sepatu ortosis
untuk menambahkan istirahat overpronasi mungkin juga membantu. Kesalahan
latihan seperti peningkatan kecepatan pada intensitas atau durasi lari harus
dibenarkan.
Jika fasiotomi dilakukan untuk sindrom kompartemen kronik, rehabilitasi setelah
pembedahan seharusnya diikuti. Berat yang dibebankan seharusnya dapat
ditoleransikan dan rentang kelenturan dan latihan dmulai 1-2 hari selesai operasi.
Penguatan dan pengembalian secara bertahap untuk memulai aktivitas pada 1-2
minggu. Pemulihan sepenuhnya untuk beraktivitas seperti berlari biasanya
memakan waktu 8-12 minggu.23
PROSEDUR
Prosedur tidak dilakukan secara umum dalam sindrom kompartemen kecuali
dinyatakan sebelumnya untuk penilaian tekanan kompartemen sebagai prosedur
diagnostik.
PEMBEDAHAN
Sindroma Kompartemen Akut
Fasiotomi seharusnya dilakukan secepat mungkin untuk sindrom kompartemen
akut. Insisi longitudinal yang besar dibuat untuk mempengaruhi kompartemen.
Insisi ini dibiarkan terbuka agar dapat ditutup secara bertahap atau dilipat tebal
dengan aplikasi skin grafting. Hasil dari pembedahan tersedia dan bergantung
pada lamanya waktu iskemik dan luka lainnya yang terlibat.26
10
Jika pengobatan tertunda lebih dari 12 jam, hal ini diasumsikan bahwa kerusakan
permanen telah terjadi hingga ke otot dan saraf yang terlibat dalam kompartemen.
Terkadang, pasien diatasi dengan perawatan pendukung (supportive care) seperti
managemen nyeri, observasi status ginjal, dan monitoring cairan. Hal ini
dikarenakan peningkatan morbiditas khususnya infeksi dan kehilangan anggota
tubuh dan peningkatan mortalitas ditunjukkan dengan fasiotomi yang tertunda.
Prosedur rekonstruksi yang terlambat dilakukan, jika penting untuk membenarkan
kontraktur otot atau melakukan pemindahan tendon untuk footdrop.24
Sindroma Kompartemen Kronik
Fasiotomi juga diandalkan untuk pengobatan pembedahan sindrom kompartemen
kronik dan beberapa peneliti mengemukakan bahwa ada rating 100% kegagalan
pada pengobatan konservatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh populasi pasien
dengan masalah ini yang dilihat oleh spesialis baru saja mengalami kegagalan
terapi dengan menggunakan terapi konservatif yang dibuat berdasarkan diagnosis.
Waktu yang cukup dari munculnya onset gejala berdasarkan waktu diagnosis yang
dibuat selama 22 bulan lamanya.2
Sindrom kompartemen kronik memiliki tehnik fasiotomi yang berbeda. Seringnya
metode terbaru menggunakan insisi kecil pada kulit dan pengambilan fascia
sejauh linea proksimal dan distal sebagus mungkin dengan menghindari
pembedahan pada saraf dan pembuluh darah.
Hasil yang didapat dari pembedahan pada umumnya adalah baik dengan rating
yang cukup sukses yakni sekitar 80% sampai 90% seperti yang dijelaskan pada
pengurangan gejala dan kembalinya aktifitas olahraga. 25
KOMPLIKASI PENYAKIT POTENSIAL
Sindrom Kompartemen Akut
Pada sindrom kompartemen Akut, iskemik yang berlangsung lebih dari 4 jam
biasanya tidak menyebabkan kerusakan permanen. Jika iskemik berlangsung
menetap selama lebih dari 12 jam, kerusakan yang berat juga diperhitungkan.
Iskemik yang berlangsung selama 4-12 jam dapat juga menyebabkan kerusakan
yang signifikan termasuk nekrosis otot, kontraktur otot, kehilangan fungsi saraf,
infeksi, gangren, myoglobinuria, dan kegagalan ginjal. Amputasi bagian yang
terinfeksi terkadang juga penting, dan bahkan kematian dapat terjadi dari efek
sistemik akibat infeksi kronik. Kekambuhan juga dapat terjadi. Calcific
Myonekrosis dapat juga menjadi efek samping yang lambat.27
11
Sindrom Kompartemen Kronik
Sindrom kompartemen kronik mungkin menyebabkan beberapa kerusakan sampai
ke otot dan saraf, tetapi hal ini tidak dibuktikan lebih lanjut sama sekali.
KOMPLIKASI PENGOBATAN POTENSIAL
Fasiotomi untuk sindrom kompartemen akut memiliki komplikasi yang serius.
Rating mortalitas mencapai 11-15% dan morbiditas yang serius juga sering
terjadi, termasuk amputasi mencapai rating 10-20% dan hilangnya fungsi panggul
mencapai 27%. 28
Fasiotomi untuk sindrom kompartemen kronik adalah pembedahan yang kurang
ekstensif pada populasi yang lebih sehat, dan komplikasi yang terjadi biasanya
tidak umum. Hal tersebut dapat termasuk perdarahan, infeksi, dan luka pada saraf,
dan adanya gejala yang tidak dapat disembuhkan. Rating laporan kasus beragam
hingga mencapai 3-20%. Alasan yang paling umum untuk rekurensi
pembentukan skar jaringan yang meningkat menyebabkan kompartemen menjadi
utuh kembali dan ketidaksesuaian pelepasan fascial. Sebuah seri kasus yang
mengeksplorasi luaran fasiotomi berulang untuk gejala rekurensi melaporkan
bahwa sebanyak 70% pasien memiliki luaran yang baik dan sempurna.29
Satu komplikasi jangka panjang yang potensial dari fasiotomi adalah peningkatan
risiko untuk perkembangan insufisien vena yang kronik disebabkan oleh
hilangnya pompa muskulovena.30
1. Swain R. Ross D, Lower extremity
compartment syndrome. When to
suspect acute or chronic pressure
buildup. Postgrad Med 1999; 105: 159-
162, 165, 168
2. De Lee JC, Drez D, Orthopedic Sports
Medicine: Principles and Practice.
Philadelphia, WB Saunders, 2002:
1612-1619
3. Gulli B, Templeman D, Compartment
syndrome of the lower extremity,
Orthop Clin North Am 1994; 25: 677-
684
4. Horgan AF, Geddes S, Finlay IG, Lloyd
Davies position with Trendelenburg- a
disaster waiting to happen? Dis colon
rectum 1999; 42: 8916-919, discussion
919-920
5. Woolley SI, Smith DR, Acute
compartment syndrome secondary to
diabetic muscle infarction: case report
and literature review Eur J Emerg Med
2006; 13: 113-116
6. Simms MS, Terry TR. Well leg
compartmentsyndrome after pelvic and
perineal surgery in the lithotomy
position. Postgrad Med J 2005;81: 534-
536
7. Edwards PH Jr, Wright MI, Hartman
JF. A practical approach for the
differential diagnosis of chronic leg
12
pain in the athlete. Am I Sports Med
2005; 33: 1241-1249
8. Mannarino E, Sexson S. The
significance of intracompartmental
pressures in the diagnosis of chronic
exertional compartment syndrome.
Orthopedics 1989; 12: 1415-1418
9. Blackman PG. A review of chronic
exertional compartment syndrome in
the lower leg. Med Sci Sports Exerc
2000; 32 (Suppl): S4-S10
10. Styf Jr, Korner LM. Diagnosis of
chronic anterior compartment syndrome
in the lower leg. Acta Orthop Scand
1987; 58: 139-144
11. Cheney RA, Melaragno PG, Prayson
MJ. Et al. Anatomic investigation of
deep posterior compartment of the leg.
Foot ankle Int 1998; 19: 98: 101
12. Mars M, Hadley GP. Failure of pulse
oximetry in the assessment of raised
limb intracompartmental pressure.
Injury 1994; 25: 379-381
13. Mubarak SI, Hargens AR, Owen CA, et
al. The wick catheter technique for
measurement of intramuscular pressure.
A new research and clinical tool. J
Bone Joint Surg Am 1976; 58: 101 6-
1020
14. Detmer DE, Sharpe K, Sufit RL,
Girdley FM. Chronic compartment
syndrome: diagnosis, management, and
outcomes. Am I Sports Med 1985; 13:
162-170
15. Hayes AA, Bower GD, Pitstock KL.
Chronic (exertional) compartment
syndrome of the legs diagnosed with
thallous chloride scintigraphy. J Nucl
Med 1995; 36: 1618-1624
16. Elliott KG, Johnstone AJ. Diagnosing
acute compartment syndrome. J Bone
Joint Surg Br 2003; 85: 625-632
17. White TO, Howell GE, Will EM, et al.
Elevated intramuscular compartment
pressure do not influence outcome after
tibial fracture. J Trauma 2003; 55:
1133-1138
18. McQueen MM, Court-Brown CM.
Compartment monitoring in tibial
fractures. The pressure threshold for
decompression. J Bone Join Surg
Br1996; 78: 99-104
19. Rominger MB, Lukosh CI, Bachmann
GF. MR imaging of compartment
syndrome of the lower leg: a case
control study. Eur Radiol 2004; 14:
1432-1439
20. Takebayashi S, Takazawa H, Sasaki R,
et al. Chronic exertional compartment
syndrome in lower les: localization and
follow up with thallium-201 SPECT
imaging. J Nucl Med 1997; 38: 972-976
21. Lauder TD, Stuart MJ, Amrami KK,
Felmlee JP. Exertional compartment
syndrome and the role of magnetic
resonance imaging. Am J Phys Med
Rehabil 2002; 81: 315-319
22. van den Brand JG, Nelson T,
Verleisdon EJ, van der Werken C. The
diagnostic value of intracompartmental
pressure measurement, magnetic
resonance imaging, and near-infrared
spectroscopy in chronic exertional
compartment syndrome: a prospective
study in 50 patients. Am J Sports Med
2005; 33: 699-704
23. Ni Mhuircheartaigh N, Kavanagh E,
o’Donohoe M, Eustace S. Pseudo
compartment syndrome of the calf in an
athlete secondary to cystic adventitial
disease of the popliteal artery. J
SportsMed 2005; 39: e36
24. Blackman PG, Simmons LR, Crossley
KM. Treatment of chronic exertional
anterior compartment syndrome with
massage: a pilot study. Clin J Sports
Med 1998; 8: 14-17
13
25. Schepsis AA, Gill SS, Foster TA.
Fasciotomy for exertional anterior
compartment syndrome: is lateral
compartment release necessary? Am J
Sports Med 1999; 27: 430-435
26. Finkelstein JA, Hunter GA, Hu RW.
Lower limb compartment syndrome:
course after delayed fasciotomy. J
Trauma 1996; 40-342-344
27. Synder BJ, Oliva A, Buncke HJ.
Calcific myonecrosis following
compartment syndrome: report of two
cases, review of the literature and
recommendations for treatment. J
Trauma 1995; 39: 792-795
28. Heemskerk J, Kitslaar P. Acute
compartment syndrome of the lower
leg: retrospective study on prevalence,
technique and outcome of fasciotomies.
World J Surg 2003; 27: 744-747
29. Schepsis AA, Fitzgerald M, Nicoletta
R. Revision surgery for exertional
anterior compartment syndrome of the
lower leg: technique findings, and
results. Am J Sports Med 2005; 33:
1040-1047
30. Singh N, Sidawy AN, Bottoni CR, et al:
Physiological changes in venous
hemodynamics associated with elective
fasciotomy. Ann Vasc Surg 2006; 20:
301-305