5
SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Informasi lebih lanjut: Rati Dewi Puspita Purba, Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media. Telp. 021 25549000 Ext. 1200, Fax. 021 57854097 Email : [email protected] Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2011 Wajar Dengan Pengecualian Jakarta, Selasa (29 Mei 2012) – Memenuhi Pasal 17 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Drs. Hadi Poernomo, Ak. menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011 kepada DPR RI dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta pada hari ini (29/5). Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011 tersebut terdiri dari: 1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksan atas LKPP Tahun 2011; 2) LHP atas LKPP Tahun 2011; 3) LHP Sistem Pengendalian Intern (SPI) LKPP Tahun 2011; 4) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan LKPP Tahun 2011; 5) Laporan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2005-2010; dan 6) Laporan Tambahan berupa Laporan Hasil Riviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Tahun 2011. Objek pemeriksaan LKPP Tahun 2011 terdiri dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2011 dan 2010, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Laporan Arus Kas, serta Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011 dan 2010. BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion) atas LKPP Tahun 2011 dengan dua permasalahan. Pertama, adanya permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas Aset Tetap, yaitu: (1) Aset Tetap pada 10 Kementerian Negara/Lembaga (KL) dengan nilai perolehan Rp4,13 triliun belum dilakukan IP; (2) Aset Tetap berupa Tanah Jalan Nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum selesai dilakukan IP dan hasil IP tidak memadai; (3) Aset Tetap hasil IP pada 3 KL senilai Rp3,88 triliun dicatat ganda; (4) Pencatatan hasil IP pada 40 KL masih selisih senilai Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil IP pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); (5) Aset Tetap pada 14 KL senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya; dan (6) Pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat Aset Tetap sehingga Pemerintah belum dapat melakukan penyusutan Aset Tetap. Nilai Aset Tetap yang dilaporkan bisa berbeda secara signifikan jika Pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil IP. Kedua, terdapat kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian terhadap Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu: (1) Pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas Aset Eks BPPN berupa Aset Kredit senilai Rp18,25 triliun; (2) Aset Eks BPPN yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) senilai Rp11,18 triliun tidak didukung oleh dokumen sumber yang valid; (3) Aset Eks BPPN berupa tagihan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) senilai Rp8,68 triliun belum didukung kesepakatan dengan Pemegang Saham; (4) Aset Eks BPPN berupa aset properti sebanyak 917 item belum dinilai; dan (5) Pemerintah belum dapat menyajikan nilai bersih yang dapat direalisasikan atas Aset Eks BPPN yang berupa piutang. Data yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran saldo Aset Eks BPPN. BPK RI juga menemukan permasalahan signifikan terkait kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) yaitu: (1) Inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil Migas; (2) Pelaksaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal; (3) Terdapat kelemahan dalam pencatatan dan penatausahaan Aset Tetap; (4) Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan IP atas Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS); (5) Pelaksanaan IP Aset Eks BPPN tidak berdasarkan dokumen yang valid; (6) Penyelesaian Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) berlarut-larut dan penetapannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) dapat berbeda dengan penyerahan awal; (7) Sistem pertanggujawaban dan pelaporan lembaga non struktural, yayasan, dan badan lainnya dalam LKPP belum diatur secara konsisten dan komprehensif; dan (8) Terdapat selisih nilai Sisa Anggaran Lebih (SAL) Tahun 2011 antara fisik dengan catatannya. Permasalahan signifikan terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yaitu: (1) Terdapat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terlambat/belum disetorkan ke kas negara, kurang/belum dipungut, digunakan langsung di luar mekanisme APBN, dan dipungut melebihi tarif PP; (2) Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas atas areal onshore tidak sesuai dengan Undang Undang PBB dan Undang Undang Migas; (3) Terdapat perbedaan realisasi pendapatan hibah antara LKPP dengan LK Bagian Anggaran (BA) pengelolaan hibah yang tidak dapat dijelaskan dan penerimaan hibah langsung KL belum dilaporkan kepada Bendahara Umum Negara (BUN) dan dikelola di luar mekanisme APBN; (4) Pemerintah belum menetapkan status pengelolaan keuangan 7 perguruan tinggi yang telah dibatalkan status Badan Hukum Pendidikan (BHP)-nya; dan (5) Penyelesaian kesepakatan antara Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Perum Jamkindo atas Risk Sharing tunggakan Kredit Usaha Tani Tahun Penyediaan (KUT TP) 1998/1999 pola channeling berlarut-larut. Berdasarkan kelemahan-kelemahan SPI dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut di atas, BPK RI merekomendasikan kepada Pemerintah antara lain agar: (a) Menindaklanjuti rekomendasi BPK yang telah disampaikan dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2010; (b) Memperbaiki kebijakan perencanaan, penganggaran, dan

Siaran Pers LKPP 2011

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Siaran Pers LKPP 2011

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Informasi lebih lanjut: Rati Dewi Puspita Purba, Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media. Telp. 021 25549000 Ext. 1200, Fax. 021 57854097 Email : [email protected]

Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2011 Wajar Dengan Pengecualian

Jakarta, Selasa (29 Mei 2012) – Memenuhi Pasal 17 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Drs. Hadi Poernomo, Ak. menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011 kepada DPR RI dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta pada hari ini (29/5).

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011 tersebut terdiri dari: 1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksan atas LKPP Tahun 2011; 2) LHP atas LKPP Tahun 2011; 3) LHP Sistem Pengendalian Intern (SPI) LKPP Tahun 2011; 4) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan LKPP Tahun 2011; 5) Laporan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2005-2010; dan 6) Laporan Tambahan berupa Laporan Hasil Riviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Tahun 2011.

Objek pemeriksaan LKPP Tahun 2011 terdiri dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2011 dan 2010, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Laporan Arus Kas, serta Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011 dan 2010.

BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion) atas LKPP Tahun 2011 dengan dua permasalahan. Pertama, adanya permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas Aset Tetap, yaitu: (1) Aset Tetap pada 10 Kementerian Negara/Lembaga (KL) dengan nilai perolehan Rp4,13 triliun belum dilakukan IP; (2) Aset Tetap berupa Tanah Jalan Nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum selesai dilakukan IP dan hasil IP tidak memadai; (3) Aset Tetap hasil IP pada 3 KL senilai Rp3,88 triliun dicatat ganda; (4) Pencatatan hasil IP pada 40 KL masih selisih senilai Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil IP pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); (5) Aset Tetap pada 14 KL senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya; dan (6) Pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat Aset Tetap sehingga Pemerintah belum dapat melakukan penyusutan Aset Tetap. Nilai Aset Tetap yang dilaporkan bisa berbeda secara signifikan jika Pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil IP.

Kedua, terdapat kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian terhadap Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu: (1) Pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas Aset Eks BPPN berupa Aset Kredit senilai Rp18,25 triliun; (2) Aset Eks BPPN yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) senilai Rp11,18 triliun tidak didukung oleh dokumen sumber yang valid; (3) Aset Eks BPPN berupa tagihan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) senilai Rp8,68 triliun belum didukung kesepakatan dengan Pemegang Saham; (4) Aset Eks BPPN berupa aset properti sebanyak 917 item belum dinilai; dan (5) Pemerintah belum dapat menyajikan nilai bersih yang dapat direalisasikan atas Aset Eks BPPN yang berupa piutang. Data yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran saldo Aset Eks BPPN.

BPK RI juga menemukan permasalahan signifikan terkait kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) yaitu: (1) Inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil Migas; (2) Pelaksaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal; (3) Terdapat kelemahan dalam pencatatan dan penatausahaan Aset Tetap; (4) Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan IP atas Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS); (5) Pelaksanaan IP Aset Eks BPPN tidak berdasarkan dokumen yang valid; (6) Penyelesaian Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) berlarut-larut dan penetapannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) dapat berbeda dengan penyerahan awal; (7) Sistem pertanggujawaban dan pelaporan lembaga non struktural, yayasan, dan badan lainnya dalam LKPP belum diatur secara konsisten dan komprehensif; dan (8) Terdapat selisih nilai Sisa Anggaran Lebih (SAL) Tahun 2011 antara fisik dengan catatannya.

Permasalahan signifikan terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yaitu: (1) Terdapat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terlambat/belum disetorkan ke kas negara, kurang/belum dipungut, digunakan langsung di luar mekanisme APBN, dan dipungut melebihi tarif PP; (2) Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas atas areal onshore tidak sesuai dengan Undang Undang PBB dan Undang Undang Migas; (3) Terdapat perbedaan realisasi pendapatan hibah antara LKPP dengan LK Bagian Anggaran (BA) pengelolaan hibah yang tidak dapat dijelaskan dan penerimaan hibah langsung KL belum dilaporkan kepada Bendahara Umum Negara (BUN) dan dikelola di luar mekanisme APBN; (4) Pemerintah belum menetapkan status pengelolaan keuangan 7 perguruan tinggi yang telah dibatalkan status Badan Hukum Pendidikan (BHP)-nya; dan (5) Penyelesaian kesepakatan antara Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Perum Jamkindo atas Risk Sharing tunggakan Kredit Usaha Tani Tahun Penyediaan (KUT TP) 1998/1999 pola channeling berlarut-larut.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan SPI dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut di atas, BPK RI merekomendasikan kepada Pemerintah antara lain agar: (a) Menindaklanjuti rekomendasi BPK yang telah disampaikan dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2010; (b) Memperbaiki kebijakan perencanaan, penganggaran, dan

Page 2: Siaran Pers LKPP 2011

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Informasi lebih lanjut: Rati Dewi Puspita Purba, Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media. Telp. 021 25549000 Ext. 1200, Fax. 021 57854097 Email : [email protected]

penetapan BPYBDS sebagai PMN serta menetapkan perlakukan selisih nilai BPYBDS dan PMN yang ditetapkan; (c) Memperbaiki sistem pertanggungjawaban dan pelaporan lembaga non struktural, yayasan, dan badan lainnya; (d) Melakukan pendataan dan monitoring atas potensi PNBP di seluruh KL; (e) Mengatur sanksi yang tegas atas keterlambatan penyetoran dan penggunaan langsung; (f) Merevisi UU PNPB terutama yang menyangkut kewenangan penetapan jenis dan penyesuaian tarif PNBP yang memudahkan pelaksanaannya; (g) Menetapkan secara jelas objek pajak PBB Migas sesuai dengan UU PBB dan UU Migas serta memperbaiki petunjuk pengisian SPOP dan mekanisme penetapan PBB Migas; (h) Menetapkan peraturan mengenai monitoring penerimaan hibah langsung di tingkat KL, pelaporan dan sanksi bagi satuan kerja yang tidak melaporkan hibah langsung yang diterimanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (i) Segera menetapkan status hukum pengelolaan keuangan atas 7 Perguruan Tinggi eks Badan Hukum Milik Negara (BHMN); dan (j) Membahas dengan pihak BI dan Perum Jamkrindo untuk menyepakati risk sharing atas KUT TP 1998/1999 secara akuntabel dengan mempertimbangkan rasa keadilan.

Hasil reviu atas pelaksanaan transparansi fiskal yang dilakukan atas pemenuhan 45 kriteria transparansi fiskal yang dikeluarkan oleh International Monetery Fund (IMF) yang meliputi kejelasan peran dan tanggung jawab pemerintah, proses anggaran yang terbuka, ketersediaan informasi bagi publik, dan keyakinan atas integritas data yang dilaporkan, menunjukkan bahwa pemerintah sudah memenuhi sebanyak 22 kriteria, belum sepenuhnya memenuhi sebanyak 22 kriteria, dan belum memenuhi sebanyak satu kriteria.

Hasil pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan atas LKPP sebelumnya menunjukkan dari 36 temuan yang belum selesai ditindaklanjuti, pemerintah telah selesai menindaklanjuti sebanyak 16 temuan sesuai saran yang diajukan oleh BPK, dan masih memproses tindak lanjut sebanyak 20 temuan. Permasalahan yang telah ditindaklanjuti oleh Pemerintah antara lain: (1) Menetapkan seluruh sistem akuntansi sehingga lingkup pelaporan di LKPP menjadi jelas, terakhir dengan menetapkan Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah, Transaksi Khusus, dan Badan Lainnya pada Tahun 2011; (2) Menyempurnakan sistem-sistem penyusunan LKPP yaitu Sistem Akuntansi Hibah sehingga dapat memudahkan pengesahan hibah langsung, Sistem Penerimaan Negara sehingga dapat memantau transaksi reversal dan menjelaskan selisih yang terjadi, dan sistem pencatatan dan rekonsiliasi Piutang Perpajakan sehingga catatan Piutang didukung dokumen sumber; (3) Mengubah penyelesaian PPN Ditanggung Pemerintah menjadi Subsidi PPN atas penyerahan jenis BBM tertentu oleh Badan Usaha kepada Pemerintah; (4) Menetapkan peraturan atas pengelolaan Badan Milik Negara (BMN) yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan; (5) Menetapkan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengawas Pemilihan Umum, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sebagai Pengguna Anggaran di APBN Tahun 2012.

Sementara itu permasalahan yang masih dalam proses tindak lanjut antara lain: (1) Mengupayakan amandemen formulasi perhitungan sharing antara Pemerintah dengan KKKS yang disesuaikan dengan tax treaty; (2) Perbaikan sistem pengelolaan perpajakan KKKS; (3) Perbaikan peraturan penetapan objek PBB Migas; (4) Penertiban pungutan PNBP dan/atau penyetoran PNBP dan hibah langsung di KL; (5) Penertiban dan penyempurnaan sistem pencatatan transaksi-transaksi non anggaran dan transaksi lain yang mempengaruhi SAL; (6) Penyempurnaan regulasi dana pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penyusunan aturan teknis mengenai tata cara pengelolaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban potongan gaji PNS untuk iuran dana pensiun yang dititipkan Menteri Keuangan kepada PT Taspen (Persero); dan (7) Penyelesaian IP Aset tetap, Aset KKKS, dan Aset Eks BPPN serta penyempurnaan pembukuannya.

Opini atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan bagian anggaran bendahara umum negara (BA BUN) banyak mengalami peningkatan. Opini atas LKKL dan LK BA BUN yang merupakan elemen utama LKPP, menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jumlah KL/BA BUN yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 terdapat 45 KL/BA BUN yang memperoleh opini WTP, kemudian meningkat menjadi 53 KL/BA BUN pada tahun 2010 dan 67 KL/BA BUN pada tahun 2011.

Perkembangan Opini Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) Tahun 2009-2011

Opini Tahun

2009 2010 2011

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 45 53 67

Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 26 29 18

Tidak Memberikan Pendapat (TMP) 8 2 2

Tidak Wajar (TW) - - -

Jumlah Entitas Pelaporan 79 84 87

BPK RI berharap DPR RI dapat membantu tindak lanjut LHP atas LKPP oleh Pemerintah sehingga tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya dan kualitas LKPP dapat terus ditingkatkan oleh Pemerintah.

BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI

Page 3: Siaran Pers LKPP 2011

Lampiran

Rincian Opini atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

Tahun 2009, 2010 dan 2011

No. BA Kementerian Negara/Lembaga Opini BPK atas LKKL

2009 2010 2011

1. 001 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP WTP

2. 002 Dewan Perwakilan Rakyat WTP WTP WTP

3. 004 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP WTP

4. 005 Mahkamah Agung TMP WDP WDP

5. 006 Kejaksaan Agung WDP WDP WTP-DPP

6. 007 Sekretariat Negara WDP WTP WTP

7. 010 Kementerian Dalam Negeri WDP WTP-DPP WTP-DPP

8. 011 Kementerian Luar Negeri TMP WDP WTP-DPP

9. 012 Kementerian Pertahanan WDP WDP WDP

10. 013 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP-DPP WTP-DPP WTP

11. 015 Kementerian Keuangan WDP WDP WTP

12. 018 Kementerian Pertanian WDP WDP WDP

13. 019 Kementerian Perindustrian WTP WTP WTP

14. 020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

WDP WTP-DPP WTP

15. 022 Kementerian Perhubungan WDP WDP WDP

16. 023 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan WDP TMP TMP

17. 024 Kementerian Kesehatan TMP TMP WDP

18. 025 Kementerian Agama WDP WDP WTP-DPP

19. 026 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi WDP WDP WDP

20. 027 Kementerian Sosial WDP WDP WTP-DPP

21. 029 Kementerian Kehutanan WDP WDP WTP-DPP

22. 032 Kementerian Kelautan dan Perikanan WDP WTP-DPP WTP-DPP

23. 033 Kementerian Pekerjaan Umum WDP WDP WDP

24. 034 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan

WTP WTP WTP

25. 035 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

WTP WTP WTP

26. 036 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat

WTP WTP WTP

27. 040 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif WDP WDP WDP

28. 041 Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP WTP

29. 042 Kementerian Riset dan Teknologi WTP WTP WTP

30. 043 Kementerian Lingkungan Hidup TMP WDP WTP-DPP

31. 044 Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah

WDP WTP WTP

32. 047 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

WTP WTP WTP

33. 048 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

WTP WTP WTP

34. 050 Badan Intelijen Negara WTP WTP WTP

35. 051 Lembaga Sandi Negara WDP WTP-DPP WTP-DPP

36. 052 Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP WTP

37. 054 Badan Pusat Statistik WDP WDP WTP

Page 4: Siaran Pers LKPP 2011

No. BA Kementerian Negara/Lembaga Opini BPK atas LKKL

2009 2010 2011

38. 055 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

WTP WTP WTP

39. 056 Badan Pertanahan Nasional TMP WDP WDP

40. 057 Perpustakaan Nasional WDP WTP WTP

41. 059 Kementerian Komunikasi dan Informatika WDP WDP WDP

42. 060 Kepolisian RI WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP

43. 063 Badan Pengawasan Obat dan Makanan WDP WTP-DPP WTP

44. 064 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP WTP

45. 065 Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP WTP

46. 066 Badan Narkotika Nasional WTP-DPP WTP-DPP WTP

47. 067 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal

WDP WDP WDP

48. 068 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

WTP WDP WTP-DPP

49. 074 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP-DPP WTP WTP

50. 075 Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika WTP-DPP WTP WTP

51. 076 Komisi Pemilihan Umum TMP WDP WDP

52. 077 Mahkamah Konstitusi WTP WTP WTP

53. 078 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

WTP-DPP WTP-DPP WTP

54. 079 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia WDP WTP WTP

55. 080 Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP WTP WTP

56. 081 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP WTP WTP

57. 082 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

WTP WTP WTP

58. 083 Badan Informasi Geopasial (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)

WTP WDP WTP

59. 084 Badan Standarisasi Nasional WTP WTP WTP

60. 085 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP-DPP WDP

61. 086 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP WTP

62. 087 Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP WTP

63. 088 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP WTP

64. 089 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

WTP WTP WTP

65. 090 Kementerian Perdagangan WTP-DPP WTP-DPP WTP

66. 091 Kementerian Perumahan Rakyat WTP WTP WTP

67. 092 Kementerian Pemuda dan Olahraga WTP WDP WDP

68. 093 Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP WTP

69. 095 Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP WTP

70. 100 Komisi Yudisial WTP WTP WTP

71. 103 Badan Nasional Penanggulangan Bencana TMP WDP WTP

72. 104 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

WTP WTP WTP

73. 105 Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo WTP-DPP WTP-DPP WTP

74. 106 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

* WTP WTP

75. 107 Badan SAR Nasional * WDP WTP-DPP

76. 108 Komisi Pengawas Persaingan Usaha * WTP WDP

Page 5: Siaran Pers LKPP 2011

No. BA Kementerian Negara/Lembaga Opini BPK atas LKKL

2009 2010 2011

77. 109 Badan Pengembangan Wilayah Suramadu **** **** WDP

78. 110 Ombudsman RI **** **** WTP

79. 111 Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan **** **** TMP

80. 999.01 Pengelolaan Utang WTP WTP WTP

81. 999.02 Pengelolaan Hibah WDP WDP WDP

82. 999.03 Investasi Pemerintah WTP WTP-DPP WTP-DPP

83. 999.04 Penerusan Pinjaman TMP WDP WTP

84. 999.05 Transfer ke Daerah WTP-DPP WTP-DPP WTP

85. 999.06 Belanja Subsidi dan Belanja Lain- Lain WDP ** **

86. 999.07 Belanja Subsidi * WDP WTP

87. 999.08 Belanja Lain-lain * WDP WTP-DPP

88. Bendahara Umum Negara *** WDP WDP

Keterangan

WTP : Wajar Tanpa Pengecualian

WTP-DPP : Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan

WDP : Wajar Dengan Pengecualian

TMP : Tidak Menyatakan Pendapat

* : Dibentuk Tahun 2010

** : BA.999.06 pada Tahun 2010 dipecah menjadi BA 999.07 dan BA 999.08

*** : Diberikan Opini mulai Tahun 2010

**** : Dibentuk Tahun 2011