24
FATWA ULAMA TENTANG KESENIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah KAPITA SELEKTA HUKUM ISLAM Dosen : PROF. DR. JAIH MUBAROK, M. AG. Oleh : MAHFUDZ HUDLARI NIM : 505840006 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI PERDATA ISLAM

Seni Dalam Islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seni Dalam Islam

FATWA ULAMA TENTANG KESENIAN

DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

KAPITA SELEKTA HUKUM ISLAM

Dosen :

PROF. DR. JAIH MUBAROK, M. AG.

Oleh :

MAHFUDZ HUDLARI

NIM : 505840006

PASCA SARJANAPROGRAM STUDI PERDATA ISLAM

IAIN SYEKH NURJATICIREBON

2009

Page 2: Seni Dalam Islam

FATWA ULAMA TENTANG KESENIAN

DALAM PERSPEKTIF ISLAM

PENDAHULUAN

Ketika Bung Karno mendirikan Monumen Nasional (Monas) maka terjadilah

pro dan kontra, seberapa perlukah Monas itu dibangun. Pro kontra itu sangat wajar,

karena Monas sebagai sebuah karya seni maka tidak bisa lepas dari subjektifitas dari

pembuatnya. Jiwa seni merupakan salah satu bagian dalam diri manusia yang telah

ada sejak manusia itu diciptakan. Setiap peradaban manusia selalu menghasilkan

karya yang tentu saja diciptakan dengan subjektifitas masing-masing. Sedemikian

lekatnya seni dengan kehidupan manusia, sehingga bahkan atas nama seni terkadang

seseorang atau bangsa menghabiskan biaya yang sangat besar. Tetapi mengapa

nampaknya Islam terkesan tidak mendukung. Banyaknya larangan-larangan Nabi

SAW. dalam beberapa hadits yang menolak kehadiran karya seni, mejadi bukti bahwa

Islam seolah anti terhadap seni.

Bagaimana sesungguhnya Islam memandang seni dan karya seni ? Benarkah

Islam anti terhadap seni ? Apa hukum seni dalam Islam? Bagaimana apresiasi seni

yang sesuai dengan ketentuan Islam ?

Seni merupakan salah satu kebutuhan manusia. Jika dalam klasifikasi

kebutuhan manusia yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier, maka seni

merupakan kebutuhan tersier sesungguhnya hanya merupakan pelengkap. Artinya jika

kebutuhan seni tidak terpenuhi maka eksistensi manusia tidak tergangu, namun hanya

kurang menarik, kurang indah dan kurang berkesan.

Seni diwujudkan dalam karya seni yang dinikmati oleh indera manusia, baik

beberapa indera secara bersamaan, maupun salah satu indera saja. Karya seni ada

yang diwujudkan sebagai “benda” seni secara khusus, misalnya lukisan, puisi, lagu

dan lain sebagainya. Selain itu karya seni juga bisa diwujudkan dalam benda-benda

kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak saja digunakan untuk memenuhi fungsinya

namun juga bisa mengundang atau memberikan apresiasi tersendiri, sehingga benda

tersebut memiliki nilai seni. Nasi sebagai kebutuhan pangan (kebutuhan primer) dapat

2

Page 3: Seni Dalam Islam

diberi warna kuning dan disajikan menjadi sebuah tumpeng adalah satu contoh benda

kebutuhan yang sekaligus diberi nilai seni.

Karya seni bisa dan bahkan hampir selalu dipergunakan untuk

mengekspresikan perasaan, pemikiran ataupun menggambarkan kondisi tertentu.

Bahkan dalam beberapa aspek dapat mempengaruhi opini, perasaan maupun

pemikiran penikmat karya seni itu. Hal ini sangat terasa misalnya dalam seni peran

atau film, misalnya. Pengaruh karya seni ini pula yang nantinya perlu diperhatikan

dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan hukumnya.

SENI SEBAGAI FITRAH MANUSIA

Seni adalah fitrah manusia, yang muncul bersamaan dengan penciptaan

manusia. Keberadaan fitrah itu adalah bagian dari sempurnanya manusia. Salah satu

kriteria kesempurnaan manusia menurut Allah adalah ilham yang berupa potensi

untuk kebaikan maupun kefasikan (keburukan).

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Alqur’an : Asyams 7-8).

Hasrat manusia untuk berkesenian tersebut tentunya tidak

akan berubah dan Allah tidak akan memasung atau mengekang,

tanpa memberikan solusi atau cara untuk menuruti, sebagaimana

dorongan nafsu (jiwa) yang lain. Sehingga dengan demikian dapat

diambil benang merah bahwa seni tidak mungkin di larang secara

total oleh Allah. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa larangan

berkesenian tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, bahkan sebaliknya

justru dijumpai konsep keindahan. Allah memberitakan bahwa salah

satu tolok ukur sempurnanya fitrah manusia adalah keinginan

manusia akan keindahan, dan kemudian menyebutkan bahwa

keindahan tertinggi adalah ketaqwaan.

3

Page 4: Seni Dalam Islam

Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Alqur’an, Ala’raaf 26).

TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA DAN KEINDAHAN

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi

(beribadah kepada Allah) dan menjadi khalifah di muka bumi,

sebagimana disebutkan dalam dua ayat berikut ini.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Alqur’an , Adzdzariyaat 56).

……..Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. …………" (Alqur’an, Albaqarah 30).

Namun secara lebih spesifik tugas kekhalifahan disebutkan

sebagai tugas untuk memakmurkan bumi. Tentu saja kemakmuran

bumi tidak meninggalkan aspek keindahannya, karena di bumi

tersedia bahan-bahan untuk dijadikan perhiasan sehingga menjadi

indah.

……. Dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, ……" (Alqur’an, Huud 61)

4

Page 5: Seni Dalam Islam

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (Alqur’an, Annahl 14)

Ternyata bahwa keindahan bukan hanya kecenderungan fitri

manusia, namun juga menjadi target yang harus dicapai oleh

manusia dalam menjalankan tugas kekhalifahan di muka bumi,

yaitu bumi menjadi makmur dan indah. Sebagaimana diungkapkan

dengan istilah “keindahan bumi yang sempurna dan mengenakan

perhiasannya” di dalam Surat Yunus berikut ini :

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya Karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu Telah Sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di

5

Page 6: Seni Dalam Islam

waktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (Alqur’an, Yunus 24).

Salah seorang manusia yang telah berhasil menjalankan tugasnya

menjadi khalifah di muka bumi adalah Sulaiman AS, yang salah satu

tolok ukur keberhasilannya memakmurkan bumi digambarkan oleh

Allah sebagai berikut :

Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (Alqur’an, Saba’ 13).

Memang Allah tidak menyebutkan bahwa Sulaiman AS telah

menciptakan keindahan, namun gambaran itu menuntun kita untuk

membayangkan betapa indahnya kota atau istana yang dihiasi

patung-patung dan piring-piring sebesar kolam yang dibangun oleh

jin-jin itu atas perintah Sulaiman AS tentunya.

Jadi sangat jelas bahwa Allah memberikan fitrah keindahan

pada manusia, sebagai modal untuk menciptakan keindahan yang

menghiasi dirinya dan bumi secara keseluruhan sebagai salah satu

indikator kemakmuran sebagai keberhasilan untuk menjadi khalifah.

Rasulullah SAW sendiri pernah memakaai pakaian yang indah,

bahkan suatu ketika beliau memperoleh hadiah berupa pakaian

bersulam benang emas, lalu beliau naik mimbar, namun beliau tidak

berkhuthbah dan kemudian turun. Sahabat-sahabat sedemikian

kagum dengan baju itu, sampai mereka memegang dan merabanya.

6

Page 7: Seni Dalam Islam

Nabi SAW bersabda : “Apakah kalian mengagumi baju ini?” Mereka

berkata, “Kami sama sekali belum pernah melihat pakaian lebih

indah dari ini”. Nabi bersabda:”Sesungguhnya saputangan Sa’ad bin

Muadz di surga jauh lebih indah dari yang kalian lihat” (M. Quraish

Shihab, 390).

Dengan kejadian tersebut berarti Rasulullah :

- membolehkan pakaian yang diperindah dengan seni

sulaman, bahkan dengan benang emas.

- boleh (bisa jadi sebagai anjuran) mempertontonkan

kepada orang lain mengekspresikan kegembiraan

memakai baju yang dianggap terindah oleh para sahabat.

Tentunya hal tersebut sebagai salah contoh ekspresi

syukur

- Rasa gembira atas keindahan dunia, tidak boleh

dibiarkan menguasai diri karena harus tetap mengingat

dimensi ukhrawi (keindahan surga).

Selanjutnya, marilah perhatikan hadits berikut :

: اليدخل (ص) قال النبي مسعودعن بن الله عبد عن رجل قال كبر من ذرة مثقال قلبه في كان من الجنة

’ حسqqنة ونعلqqه حسنا به ثو يكون أن يحب الرجل إنمسلم) (رواه الجمال يحب جميل الله قال:إن

Dari Abdillah bin Mas’ud dari Nabi Saw, ia berkata : “Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar atom sekalipun”. Seorang laki-laki bertanya :“Bagaimana kalau ada orang yang senang pakaiannya bagus dan sandal yang bagus?” Beliau bersabda :”Sesungguhnya Allah Mahaindah dan mencintai keindahan. (HR. Muslim, hadis ke 91 bab ke 26, Albukhari hadits ke 5950).

Dari hadits tersebut sangat jelas, segala sesuatu yang indah

adalah kecintaan Allah, sehingga manusia boleh berusaha untuk

mencapai keindahan, tentu saja harus karena Allah dan tetap pada

nilai fitrahnya, bukan untuk sensasi.

LARANGAN TERKAIT BENDA-BENDA SENI

7

Page 8: Seni Dalam Islam

Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat Alqur’an di atas kita

memiliki kesimpulan sementara tentang sikap Islam terhadap

keindahan beserta kaitannya dengan fitrah manusia dan tujuan

penciptaan manusia. Berikut sebagian dari dalil-dalil yang dapat

dipahami sebagai dasar atas larangan atau pembatasan-

pembatasan berkesenian di dalam Islam.

Hadits 1

(ص)وأنqqا اللqqه رسول علي : دخل ئشqةقالت عا عن تنqqqاول ثم وجهqqه فتلqqون صqqورة فيqqه متسqqترةبقرام

يوم عذابqا النqاس أشد من : إن قال ثم فهتكه السترمسلم) (رواه الله بخلق يشبهون الذين القيامة

Dari Aisyah, ia berkata :”Rasulullah saw. masuk menemui saya ketika saya sedang menggunakan tutup dengan sehelai tirai (tabir) tipis yang padanya ada gambar (surah). Maka wajah beliau berubah, kemudian mengambil tirai itu lalu menyobeknya. Kemudian bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya di hari kiamat adalah orang yang meniru-niru ciptaan Allah. (HR. Muslim ).

Hadits 2

تqqدخل : ال (ص) قqqال اللqqه رسول أن طلحة أبي عن بن زيqqد : فمqqرض بسqqر قال صورة فيه بيتا ئكة المال ، تصqqاور فيqqه بسqqتر بيتqqه في فqqإذإنحن فعqqدناه خلqqد

التصاوير؟ يحدثنافي : ألم الخوالني الله لعبيد فقالت تسمعه؟.قالت: ال. تqوب. إلم قال: إالرقي : إنqه قال

ذلك ذكر قال: بلي. قدDari Abi Thalhah diceriktakan bahwa Rasulullah saw bersabda :”Malaikat tidak mau masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat surah (patung dan lukisan makhluk bernyawa)”. Basar (salah seorang perawi dalam sanad hadits ini) berkata : Zaid Ibnu Khalid sakit, lalu kami mengunjunginya. Tiba-tiba di rumahnya kami lihat tabir yang padanya terdapat gambar-gambar. Maka aku bertanya Ubaidullah al-Khaulani : Bukankah dia pernah meriwayatkan hadits tentang gambar kepada kita? ‘Ubaidullah menjawab : Ia mengatakan, “ Kecuali lukisan pada kain”, apakah engkau tidak pernah mendengar ini? Aku menjawab” Tidak”. Ia berkata lagi, Ya, dia pernah menyebutkan ini. (HR. Muslim)

8

Page 9: Seni Dalam Islam

Hadits 3

طqqا تمثqqال فيqqه سqqتر لنqqا : كqqان ئشqqqةقالت عqqا عن رسqqول لي فقqqال اسqqتقبله، إذادخqqل الداخل ثر،وكان

ث ثوأيتqqه دخلت كلمqqا فqqإني هqqذا، (ص) : حولي الله فإنqqه عqqني : أميطي البخاري رواية (وفي الدنيا كرت

تي) صال في لي تعوض تصاويوه التزالDari A’isyah, ia berkata : Kami mempunyai sehelai tabir yang ada gambar (timsal) burung padanya, dan apabila seseorang masuk (ke rumah kami) ia melihatnya, maka Rasulullah saw mengatakan kepadaku “Singkirkan ini, karena setiap aku masuk dan melihatnya aku teringat dunia. Dalam riwayat Bukhari “Singkirkan ini dari padaku, karena gambar-gambar ini menggangguku dalam shalat (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits 4

(ص) اللqqه رسqqول أن أخqqبره عمqqر ابن أن نqqافع عن يقqqال القيامqqة، قم يعذبون الصور يصنون قال: الذين

لهqم: أحيواماخلقتم

Dari Nafi’ diberitakan bahwa Ibnu Umar telah mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah bersabda : “Orang-orang yang membuat gambar-gambar (surah) disiksa pada hari kiamat dan kepada mereka dikatakan : hidupkan apa yang kamu buat itu”. (HR Bukhari – Muslim) .

Hadits 5

Dari ‘Aisyah diterangkan bahwa ia mempunyai kain bergambar yang terbentang menutupi sebuah rak dan Nabi saw shalat menghadap padanya. Maka beliau berkata :”Singkirkan dia dariku” ‘Aisyah berkata lagi:” lalu aku singkirkan kain itu dan aku bikin bantal. (HR Bukhari – Muslim).

Hadits 6

Dari ‘Aisyah diceritakan bahwa Rasulullah mengawininya ketika ia sedang berusia tujuh tahun, hidup serumah ketika ia berumur sembilan tahun, sedang waktu itu bonekanya masih bersamanya dan beliau meninggal ketika ‘Aisyah berusia delapan belas tahun (HR. Muslim).

Hadits 7

9

Page 10: Seni Dalam Islam

Dari ‘Aisyah ia berkata, aku selalu bermain boneka di dekat Rasulullah. Aku mempunyai beberapa orang teman yang bermain bersamaku. Apabila Rasulullah datang mereka bubar, lalu Rasulullah saw mengumpulkan mereka untuk bermain kembali bersamaku (HR. Bukhari), (Majelis Tarjih Muhammadiyah, 3-5).

Hadits-hadits tersebut di atas ada yang bersifat umum dan

ada yang bersifat khusus. Yang bersifat umum terdapat dalam

hadits 4 yang dengan tegas melarang orang melakukan peniruan

terhadap ciptaan Allah dalam bentuk gambar-gambar, karena

mereka akan dituntut untuk menghidupkan gambar-gambar yang

dibuatnya. Artinya meskipun Nabi mengungkapkan dengan bahasa

umum, namun tetap saja ada latar belakang sebagai illat dalam

pelarangan itu, yaitu karena pembuatan gambar-gambar tersebut

dapat mengarah pada “menyaingi Allah sebagai pencipta”, sehingga

berpotensi pada perilaku syirik.

Sayyid Quthb, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab,

berpendapat bahwa pada masa Nabi atau masa jahiliyah, seseorang

yang berkarya seni (seniman) baru dikatakan berhasil dalam

karyanya bila ia dapat berinteraksi dengan gagasan, menghayati

secara sempurna sampai menyatu dengan jiwanya, lalu

mencetuskannya dalam bentuk karya seni. Padahal pada masa

tersebut proses penghayatan nilai-nilai Islam baru dimulai. Bahkan

sebagian mereka baru dalam tahap upaya membersihkan gagasan-

gagasan jahiliyah yang telah meresap selam ini di dalam benak dan

jiwa masyarakat. Oleh karenanya khati-hatian sangat diperlukan

dari Nabi sendiri sebagai pembimbing maupun dari kaum Muslimin

lainnya (M. Quraish Shihab, 390-391).

Cara pandang tersebut memberikan penjelasan bahwa,

mengapa Alquran tidak menampilkan larangan berkesenian, bahkan

dalam beberapa hal justru memberikan apresiasi. Alqur’an

mengecam pembuatan patung-patung yang dijadikan berhala atau

sesembahan. Sementara larangan dari Nabi SAW, karena semangat

seniman jahiliyah sangat dekat dengan kesyirikan, mengingat

10

Page 11: Seni Dalam Islam

proses penciptaan karya seni yang terlalu jauh menguras

penjiwaan. Tetapi harus diingat pula bahwa, Nabi SAW tetap

mendorong ummatnya untuk menampilkan keindahan dalam

kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu titik perbedaan yang harus dicermati adalah

apakah larangan Nabi SAW tersebut diberlakukan sifat

keumumannya, atau larangan tersebut baru diberlakukan hanya

bila meuncul illat sebagaimana diterangkan oleh Nabi SAW.

Sebagaimana dikutip M. Quriash Shihab, Syaikh Muhammad

Ath-Thur bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang berbicara

tentang patung-patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam

mengharamkan patung karena agama ini sangat tegas dalam

memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian telah

mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-orang

selain mereka ketika itu. Sebagian besar berhala adalah patung-

patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan tersebut,

bukan karena dalam patung tersebut terdapat keburukan, tetapi

patung tersebut dijadikan saran bagi kemusyrikan (M. Quraish

Shihab, 393-394).

Hal tersebut berarti hadits yang melarang seni patung harus

dipahami sesuai dengan konteks munculnya hadits itu, yaitu

menjaga kemungkinan muculnya potensi kesyirikan dari karya seni

patung atau karya seni lain apapun bentuknya. Hal ini dibuktikan

dengan dibolehkannya boneka mainan ‘Aisyah dan kawan-

kawannya oleh Nabi SAW, karena Nabi SAW nampaknya yakin

bahwa boneka tersebut tidak berpotensi menimbulkan kesyirikan.

Pembuatan patung (misalnya oleh ayah Ibrahim AS.) dikecam

Alqur’an karena patung itu berpotensi akan dan sudah terbukti

disembah seperti Tuhan. Akan tetapi pembiaran patung yang paling

besar oleh Ibrahim dibenarkan oleh Alqur’an karena akan digunakan

untuk melawan kesyirikan.

Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung

11

Page 12: Seni Dalam Islam

yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (Alqur’an, Al-Anbiyaa 58).

Sebagaimana juga patung–patung Nabi Sulaiman yang dibuat

oleh jin sebagai hiasan yang dipadukan dengan gedung-gedung

indah, justru dijadikan sebagai contoh megahnya kota, salah satu

simbol peradaban Islami yang pernah ada. Bahkan menurut tafsir

Al-Qurthubi patung-patung tersebut terbuat dari keca, marmer dan

tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi

terdahulu. (M. Quraish Shihab, 392).

Sementara dalam hal seni suara para ulama menafsirkan 2

ayat, yaitu yang pertama Surat Al-Isra 64

Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka (Alqur’an Al-Isra 64)

Kata memiliki arti “dengan suaramu” yang oleh

sebagian ulama dimaknai sebagai nyanyian. Sedangkan dalam

terjemahan Al-qur’an oleh Depag RI, kalimat tersebut diterjemahkan

dengan ajakanmu. Membatasi arti suara dengan nyanyian

merupakan pembatasan yang tidak berdasar, dan kalaupun itu

diartikan “nyanyian” maka nyanyian yang dimaksud adalah yang

didendangkan oleh setan. Sebagaimana bunyi ayat ini. Dan suatu

ketika ada nyanyian yang dilagukan oleh bukan setan, maka belum

tentu termasuk yang dikecam oleh ayat ini. (M. Quraish Shihab,

394).

Ayat kedua adalah Surat An-Najm 59-61 berikut ini :

12

Page 13: Seni Dalam Islam

Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?. Sedang kamu melengahkan(nya)?

Kata diartikan س��مدون oleh yang melarang seni suara

dengan arti “dalam keadaan bernyanyi-nyanyi. Arti ini tidak

disepakati oleh ulama, karena kata tersebut walaupun digunakan

oleh suku Himyar (salah satu suku bangsa Arab) dalam arti

demikian. Tapi dalam kamus-kamus bahasa – seperti Mu’jam

Maqayis Allughah – dijelaskan bahwa akar kata samidun adalah

samada yang maknanya berjalan-jalan bersungguh-sungguh tanpa

menoleh kanan kiri satau secara majazi dapat diartikan serius atau

tidak mengindahkan selain apa yang dihadapinya. (M. Quraish

Shihab, 395). Atau kalau dalam bahasa remaja “cuek” terhadap

berita tentang hari kiamat.

Ayat berikutnya adalah dalam Surat Luqman 6

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.

Dalam ayat ini yang diterjemahkan nyanyian adalah الحديث atau kata-kata yang tidak berguna. Maka perkataan yang tidak

berguna tentu saja bukan hanya nyanyian, dan sebaliknya nyanyian

belum tentu perkataan yang tidak berguna.

Dalam peritiwa hijrah, kaum Anshar menyambut kedatangan

Nabi SAW beserta rombongan dengan menggunakan nyanyian yang

diiringi rebana, sementara nabi tidak mempermasalahkan nyanyian

sambutan tersebut. Tetapi Imam Ahmad pernah meriwayatkan

bahwa dua orang wanita mendendangkan lagu yang isinya

13

Page 14: Seni Dalam Islam

mengenang para pahlawan yang telah gugur dalam perang Badr

sambil menabuh gendang. Lalu di antara syairnya adalah :

وفينا نبي يعلم ما في غدDan kami mempunyai Nabi yang mengetahui apa yang ada di hari esok

Mendengar syair tersebut Nabi SAW menegur mereka dan bersabda : Adapun yang demikian jangan kalian ucapkan. Tidak ada yang mengetahui (secara pasti) apa yang terjadi esok kecuali Allah (Diriwayatkan oleh Ahmad).

Nabi hanya menegur isi syairnya, tetapi tidak melarang atau menghentikan

semua syair tersebut.

Majlis Tarjih Muhammadiyah, dalam keputusannya membuat catatan sebagai

berikut (Majelis Tarjih Muhammadiyah, 7-8) :

1. Alqur’an tidak mengecam pembuatan patung untuk karya seni.

Alqur’an hanya mengecam patung karena diberhalakan.

2. Patung sebagai karya seni tidak terkait dengan faham keberhalaan

3. Keharaman membuat patung dan gambar makhluk bernyawa

didasarkan pada hadits, dikecualikan pada boneka untuk mainan dan lukisan

pada kain. Sebagian umlama membolehkan fotografi karena disamakan

dengan lukisan pada kain. Namun sebagian lain, termasuk Syeikh Al-Albani

tetap melarang fotografi.

4. Illat (causa logis) dari larangan tersebut menurut para ulama

sebagaimana dipahami dari hadits-hadits tersebut di atas adalah peniruan

ciptaan Allah dan As-Sabuni menambahkan karena adanya kaitan dengan

syirik.

Sementara itu dicatat pula bahwa di antara ulama terdapat fatwa yang menetapkan

bahwa hukum gambar berlaku menurut illatnya, yaitu :

a. untuk disembah hukumnya haram,

b. untuk sarana pendidikan hukumnya boleh,

c. untuk perhiasan bila tidak mendatangkan fitnah, mubah;

bila dikhawatirkan membawa maksiat makruh hukumnya:

dan bila membawa kepada syirik haram hukumnya

BATASAN BERKESENIAN

Bila keindahan dan seni merupakan pengakuan akan fitrah manusia, maka seni

dan keindahan adalah bagian dari potensi manusia yang harus dikembangkan untuk

14

Page 15: Seni Dalam Islam

mendukung keberhasilan manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah

dan khalifah di muka bumi. Oleh karena pegembangan seni dan keindahan harus

berada dalam koridor fitrah dan tidak melanggar ajaran Islam dari segala aspek-

aspeknya. Aspek seni dan keindahan ini juga mencakup proses pembuatannya, cara

dan pihak-pihak yang terlibat dalam menikmatinya, bahan-bahannya atau wujud hasil

karya seni itu sendiri. Berikut ini sebagian yang batasan harus diperhatikan dalam

pengembangan keindahan dan seni.

A. Aspek Aqidah

1. Tidak untuk disembah, membawa kesyirikan. Dalam arti semua hasil karya

seni tidak diperlakukan sebagai sesembahan atau personifikasi dari Allah atau

Tuhan dalam pengertiannya berbagai pandangan agama. Termasuk juga dalam

hal ini, seorang muslim diharamkan membuat karya seni berupa sesembahan

yang dipesan oleh orang non muslim. Demikian pula dalam proses dan cara

menikmatinya tidak mengandung nilai penyembahan kepada selain Allah.

2. Tidak membuat terlena, yaitu bahwa karya seni dibuat tidak untuk melenakan

seseorang dari prioritas yang seharusnya, karena seni dan keindahan adalah

kebutuhan pelengkap. Demikian pula pembuatan karya seni juga tidak dengan

cara-cara yang membuat pekerja seni tersebut terlena dari jatidiri sebagai

manusia maupun tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.

3. Tidak membawa simbol kesyirikan, yaitu bahwa karya seni yang indah tidak

membuat identitas kesyirikan, sehingga seorang muslim yang memiliki atau

menikmati karya seni tersebut menjadi kehilangan atau kabur identitas

islamnya sehingga terkesan sebagai orang musyrik.

B. Aspek Syari’ah

1. Tidak mengganggu ibadah, baik dalam arti ibadah umum atau mahdhoh.

Sebagai contoh, karya seni pertunjukan ditampilkan hingga membuat kesulitan

para pekerja seni maupun penikmatnya untuk shalat lima waktu sesuai dengan

waktunya.

2. Tidak dijadikan sebagai bagian dari ibadah mahdhoh, yaitu tidak ada karya

seni yang dijadikan sebagai bagian dari ibadah, misalnya saja seseorang tidak

boleh menjadikan pakaian tertentu untuk pakaian shalatnya, sehingga tidak

mau shalat jika tidak. Tetapi dalam pengertian ibadah muamalah, seorang

15

Page 16: Seni Dalam Islam

pekerja seni sebatas kewajaran, dapat saja menjadikan pekerjaanya itu sebagai

ibadah untuk memberi nafkah keluarganya.

C. Aspek Akhlaq

1. Tidak memubadzirkan sesuatu, tidak berlebihan, yaitu bila karya seni tertentu

dibuat atau disajikan dengan biaya yang melampau batas, sementara masih ada

kepentingan lain yang menjadi prioritas untuk dipenuhi. Sebagai contoh,

membuat atau membeli pakaian yang sangat indah dengan harga yang sangat

tidak layak dilakukan jika ada keluarga, saudara atau tetangga yang belum

mampu berpakaian dengan layak.

2. Tidak mengganggu kehidupan umum atau merugikan orang lain, sehingga

dengan karya seni itu orang lan menjadi tergangu kehidupan pribadi maupun

masyarakatnya.

3. Tidak melanggar norma-norma akhlaq, termasuk dalam tata bicara, busana,

gerak gerik dan lain-lain, baik norma yang diatur oleh agama maupun

berdasarkan norma masyarakat setempat.

KESIMPULAN

Ada beberapa kesimpulan yang dapat disampaikan di sini :

1. Bahwa berkesenian untuk keindahan adalah bagian integral dari jati diri

(fitrah) manusia, sehingga seni dan keindahan juga merupakan tolok ukur

dalam menjalankan tugas kehidupan manusia, yaitu sebagai hamba Allah dan

sebagai kahlifah Allah.

2. Islam pada prinsipnya tidak melarang aktifitas kesenian untuk mencapai

keindahan, bahkan memberikan apresiasi, namun harus tetap mengikuti nilai-

nilai ma’ruf yang dikembangkan dan mencegah yang munkar.

3. Beberapa hal yang dilarang dalam aktifitas seni, masih diperdebatkan di antara

ulama, terutama terkait dengan seni rupa patung, gambar dan lukisan,

termasuk foto, tetapi memperhatikan perkembangan jaman, diskusi tersebut

harus dikembangkan secara komprehensif.

Wallaahu a’lam

16

Page 17: Seni Dalam Islam

DAFTAR BACAAN

Majlis Tarjih Muhammadiyah,. Keputusan Musyawarah nasional XXIII Tentang

Kebudayaan dan Kesenian Dalam Perspektif Islam, Banda Aceh 5-6 Juli 1995.

Shihab, M. Quraish, DR. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhui atas Pelbagai

Persoalan Ummat, Mizan, Bandung, Cetakan IV, 1996.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan

Terjemahnya, Lembaga Percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, 1418 H.

17