22
BAB II ISI A. Pengertian Semen Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis artinya jika dicampur air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan–bahan lain menjadi satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Semen adalah hasil industri dari bahan baku batu kapur sebagai bahan utama dan tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu Kapur adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa silica oksida (SiO), alumunium oksida (Al 2 O 3 ), besi oksida (Fe 2 O 3 ) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan produk semen, bahan baku tersebut dibakar hingga meleleh, sebagian untuk membentuk clinker-nya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gypsum dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata–rata 40 kg atau 50 kg. Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air, dengan angka hidrolitasnya yang dapat dihitung dengan rumus : { %SiO 2 + %Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 } : { %CaO + %MgO } Angka hidrolitas ini berkisar antara < 1/1,5 (lemah) hingga > ½ (keras sekali). Akan tetapi dalam industri angka-angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik, yaitu antara 1/1,9 hingga 1/2,15.

Semen Bab II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Semen Bab II

BAB II

ISI

A. Pengertian Semen

Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis artinya

jika dicampur air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan–bahan lain menjadi satu

kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Semen adalah hasil industri dari

bahan baku batu kapur sebagai bahan utama dan tanah liat atau bahan pengganti lainnya

dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk yang mengeras atau membatu pada

pencampuran dengan air. Batu Kapur adalah bahan alam yang mengandung senyawa

kalsium oksida (CaO), sedangkan tanah liat adalah bahan alam yang mengandung

senyawa silica oksida (SiO), alumunium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan

magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan produk semen, bahan baku tersebut

dibakar hingga meleleh, sebagian untuk membentuk clinker-nya, yang kemudian

dihancurkan dan ditambah dengan gypsum dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari

proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata–rata 40 kg atau 50 kg.

Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur

dengan air, dengan angka hidrolitasnya yang dapat dihitung dengan rumus :

{ %SiO2 + %Al2O3 + Fe2O3 } : { %CaO + %MgO }

Angka hidrolitas ini berkisar antara < 1/1,5 (lemah) hingga > ½ (keras sekali).

Akan tetapi dalam industri angka-angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk

mendapatkan mutu yang baik, yaitu antara 1/1,9 hingga 1/2,15.

B. Bahan Baku Pembuatan Semen

1. Batu Kapur

Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit

tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumunium Silikat dan senyawa oksida lainnya.

Senyawa Besi dan Organik yang membuat batu kapur berwarna abu-abu hingga

kuning.

2. Tanah Liat

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat,

Klasifikasi senyawa tersebut berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya :

Page 2: Semen Bab II

Kelompok monanoriionete, meliputi : monmorilosite, berdelite, saponite, dan

Nitronite.

Kelompok kaolin, meliputi : kaolinite, dienete, naorite dan halaysite.

Kelompok tanah liat beralkali, meliputi : tanah liat mika (ilite).

3. Pasir Besi dan Pasir Silikon

Bahan tersebut merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix).

Digunakan sebagai pelengkap komponen esensial yang diperlukan dalam pembuatan

semen. Pasir silica digunakan untuk menaikkan kandungan senyawa SiO2 dan pasir

besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.

4. Gypsum { CaSO4. 2H2O}

Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen.

Hilangnya kristal air pada gypsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat

gypsum sebagai retarder.

C. Karakteristik Bahan Baku

Sifat-Sifat Semen Portland:

a.   Hiderasi Semen

Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Untuk

mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-senyawa

yang terkandung  dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF).

b.   Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)

Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa Ca(OH)2

dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC.

2 (3CaO.2SiO2) + 6H2O                 3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2

2 (3CaO.2SiO2) + 4H2O                 3CaO.2SiO2.2H2O +  Ca(OH)2

Kalsium Silikat Hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak sempurna,

bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel.

Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5) hal

ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat

mencegah baja mengalami korosi.

c.   Hiderasi C3A

Page 3: Semen Bab II

Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30oC akan menghasilkan kalsium

alumina hidrat (3CaO. Al2O3. 3H2O) yang mana kristalnya berbentuk kubus di dalam

semen karena adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-mula

C3A akan bereaksi dengan gypsum menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya

berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun pada akhirnya gypsum bereaksi

semua, baru terbentuk kalsium alumina hidrat (CAH).

Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):

3CaO. Al2O3+  6H2O                       3CaO. Al2O3. 6H2O

Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):

3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O            3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 +  32H2O

Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda pengikatan. Hal ini

disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan-permukaan Kristal

C3A.

d.  Hiderasi C4AF (30 H2O oC)

4CaO. Al2O3. Fe2O3+ 2Ca(OH)2+10H2O      4CaO.Al2O3.6H2O  

+ 3CaO.Fe2O3.6H2O

e.   Setting dan Hardening

Setting dan Hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah terjadi reaksi

hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis

dan dapat dibentuk (workable) sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tidak

berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period (period tidur).

Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah,

namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut Initial Set,

sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut

Initial Setting Time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan

kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut Hardened Cement

Pasta. Kondisi ini disebut final Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai

kondisi ini disebut Final Setting Time (waktu pengikatan akhir). Proses pengerasan

berjalan terus dan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal

dengan nama Hardening.

Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting,

sebab waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana campuran

semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit sedangkan  

waktu akhir maksimum 8 jam.

Page 4: Semen Bab II

Reaksi pengerasan

C2S + 5H2O                                              C2S. 5H2O

C3S + 5H2O                                              C2S6. 5H2O + 13 Ca(OH)2

C3A+ 3Cs+ 32H2O                                   C3A. 3Cs+.32H2O

C4AF + 7H2O                                           C3A.6 H2O+ CF. H2O

MgO+ H2O                                               Mg(OH)2

f.   Panas Hiderasi

Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses

hiderasi. Jumlah panas hiderasi yang terjadi tergantung pada: tipe semen, kehalusan

semen, dan perbandingan antara air dengan semen.

Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hiderasi yang besar kemungkinan

terajadi retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh posfor yang timbul sukar

dihilangkan sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan.

g.   Penyusutan

Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen, diantaranya:

Drying Shringkage ( penyusutan karean pengeringan)

Hideration  Shringkage (penyuautan karena hiderasi)

Carbonation Shringkage (penyuautan karena karbonasi)

Yang paling berpengaruh pada permukaan beton  adalah Drying Shringkage,

penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Bila

besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.

Penyusutan ini dipengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.

h.   Kelembaban

Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam jumlah yang

cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang menggumpal kualitasnya

akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan menurunnya spesific 

gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu pengikatan dan pengerasan

semakin lama, dan terjadinya  false set.

Loss On  Ignation (Hilang Fajar)

Page 5: Semen Bab II

Loss On  Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mneral yang

terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu

setelah beberapa tahun kemudian.

i.    Spesifik Gravity

Spesifik Gravity dari semen merupakan informasi yang sangat penting dalam

perancangan beton. Didalam pengontrolan kualitas spesifik gravity digunakan untuk

mengetahui seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker, dan juga mengetahui

apakah klinker tercampur dengan impuritis.

j.    False Set

Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False Set dapat

dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga alkali

karbonat tidak terbentuk didalam semen.

D. Teknologi Pembuatan Semen

1. Proses Basah

Pada proses ini, bahan baku dipecah kemudian dengan menambahkan air dalam

jumlah tertentu serta dicampurkan dengan luluhan tanah liat. Bubuk halus dengan

kadar air 25 – 40 % (slurry) dikalsinasi dengan tungku panjang (long retary kiln).

Keuntungan :

a. Proses basah baik digunakan, bila kadar air bahan bakunya cukup tinggi.

b. Pencampuran dan koreksi komposisi slurry lebih mudah karena berupa larutan.

c. Fluktuasi kadar air tidak berpengaruh pada proses.

d. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah untuk mencampur

dan mengoreksinya.

e. Kadar alkalis, klorida dan sulfat tidak menimbulkan gangguan penyempitan

dalam saluran material masuk kiln.

Kerugian :

a. Pada waktu pembakaran memerlukan banyak panas, sehingga konsumsi bahan

bakar lebih banyak.

b. Kiln yang dipakai lebih panjang karena proses pengeringan yang terjadi dalam

kiln menggunakan ± 22 % panjang kiln.

c. Rata-rata kapasitas kiln proses basah rendah.

2. Proses Semi Basah

Page 6: Semen Bab II

Umpan kiln dengan kandungan airnya sekitar 19-21%. Pemakaian panasnya panjang

dengan klin lebih kecil dari proses basah.

3. Proses Semi Kering

Pada proses semi kering, umpan kiln berupa nodule (butir-butir) dengan kadar air 10-

15%.

4. Proses Kering

Pada proses ini, bahan baku diolah (dihancurkan) dalam Raw Mix dan dalam keadaan

kering dan hasil penggilingan (tepung baku) dengan kadar air 0,5–1 % dikalsinasikan

dalam Rotary kiln. Proses ini menggunakan sekitar 1500 – 1900 kcal/kg klinker.

Keuntungan :

1. Kebutuhan panas lebih rendah sehingga konsumsi bahan bakar lebih sedikit

2. Kiln yang digunakan relatif pendek

3. Rata-rata kapasitas kiln besar

Kerugian :

1. Fluktuasi kadar air sangat mengganggu operasi di raw mill

2. Pengotor berupa alkali klorida dan sulfat dapat menyebabkan penebalan atau

penyempitan pada saluran-saluran atau riser pada kiln (clogging)

E. Proses Pembuatan Semen

Proses yang paling sering digunakan dalam pembuatan semen ialah proses

kering, karena keuntungan dalam proses ini bila dibandingkan dengan proses basah

adalah penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit dan energi yang dikonsumsi lebih

kecil, ukuran tanur yang lebih pendek serta perawatan alat-alatnya yang lebih mudah.

 

Page 7: Semen Bab II

Dalam Proses kering, penggilingan bahan di Raw Mill udara panas dialirkan dari

tanur putar (Kiln) sehingga dihasilkan Raw Mix dengan kandungan air <1%. Setelah

menjalani proses homogenisasi, Raw Mix dibakar di Tanur putar (kiln) dengan bahan

bakar batu bara. Hasil pembakaran adalah berupa butiran hitam yang disebut

terak/klinker.

Proses selanjutnya adalah penggilingan akhir klinker di tromol semen (Cement

Mill) dengan menambahkan sejumlah gypsum dengan perbandingan tertentu. Hasil dari

penggilingan akhir ini adalah semen yang siap untuk dipasarkan (dalam kemasan

kantong/curah).

Proses pembuatan semen secara lengkap adalah sebagai berikut :

1. Penghancuran (crushing) bahan baku

Alat utama untuk menghancurkan bahan mentah adalah crusher. Sedangkan

alat pendukung dalam proses ini adalah Dump Truck, Hooper, dan Feeder. Bahan

baku hasil dari tempat penambangan diangkut dengan menggunakan dump truck dan

kemudian dicurahkan kedalam hopper. Fungsi hopper adalah sebagai alat

penampungan awal untuk dimasukan kedalam crusher.

Setelah mengalami proses penghancuran, bahan-bahan tersebut dikirim

menuju tempat penyimpanan yaitu Stock pile dengan menggunakan belt conveyor.

2. Penyimpanan dan Pengumpanan Bahan Baku

Tempat penyimpanan bahan baku terdiri dari bagian utama yaitu, Stock pile

dan Bin. Sedangkan alat-alat penunjang yang membantu dalam penyimpanan bahan

baku adalah Tripper dan reclaimer. Stock pile dibagi menjadi dua bagian yaitu sisi

kanan dan sisi kiri untuk menunjang proses. Jika stock pile yang kanan digunakan

sebagai masukan proses, maka sisi bagian kiri akan diisi bahan baku dari crusher.

Begitu pula sebaliknya. Untuk mengatur letak penyimpanan bahan baku, digunakan

tripper selain itu stock pile juga dilengkapi dengan reclaimer, yang berfungsi untuk

memindahkan atau mengambil raw material dari stock pile ke belt conveyor dengan

kapasitas tertentu. Alat ini sendiri berfungsi untuk menghomogenkan bahan baku

yang akan dipindahkan ke belt conveyor.

Selanjutnya bahan baku dikirim dengan menggunakan belt conveyor menuju

tempat penyimpanan kedua, yang biasa dikatakan sebagai awalan masukan proses

pembuatan semen, yaitu Bin. Semua bin dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian

Page 8: Semen Bab II

atau level indicator sehingga apabila bin sudah penuh, maka secara otomatis

masukkan material kedalam bin akan terhenti.

Penggunaan bahan baku kedalam sistem proses selanjutnya di atur oleh weight

feeder, yang diletakkan tepat dibawah bin. Prinsip kerja alat ini adalah mengatur

kecepatan seavenger conveyor sesuai dengan kebutuhan dalam proses. Selanjutnya

bahan baku dijatuhkan ke belt conveyor dan dikiri ke vertical roller miil untuk

mengalami penggilingan dan pengeringan. Pada belt conveyor, terjadi pencampuran

batu kapur, silica, pasir besi dan tanah liat.

3. Penggilingan dan Pengeringan Bahan Baku

Alat utama dalam yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan

bahan baku adalah vertical rooler miil. Media pengeringan adalah udara panas yang

berasal dari cooler dan pre-heater. Udara panas tersebut juga berfungsi sebagai media

pembawa bahan-bahan yang telah halus menuju alat proses selanjutnya.

Bahan baku masuk kedalam vertical rooler miil (raw miil) pada bagian tengah

(tempat penggilingan) sementara itu udara panas masuk kedalam bagian bawahnya.

Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw miil melalui

bagian atas alat tersebut.

Partikel yang ukurannya telah memenuhi kebutuhan akan terbawa udara panas

menuju cyclone, yang berfungsi untuk memisahkan antara partikel yang cukup halus

dan partikel yang terlalu halus (debu) partikel yang cukup halus akan turun kebawah

cyclone dan dikirim ke blending silo untuk mengalami pengadukan dan homogenasi.

Partikel yang terlalu halus (debu) akan terbawa udara panas menuju electrostatic

precipitator. Alat ini berfungsi untuk menangkap debu-debu tersebut sehingga tidak

lepas ke udara. Efisiensi alat ini adalah 95–98 %. Debu-debu yang tertangkap

dikumpulkan didalam dust bin, sementara udara akan keluar melalui stack.

4. Pencampuran (blending) dan homogenisasi

Alat yang digunakan untuk mencampur dan menghomogenkan bahan baku

adalah blending silo dengan media pengaduk adalah udara. Bahan baku masuk dari

bagian atas blending silo. Oleh karena itu, alat transportasi yang digunakan untuk

mengirim bahan baku hasil penggilingan blending silo adalah Bucket elevator dan

keluar dari bawah blending silo dilakukan pada beberapa bagian titik dengan jarak

Page 9: Semen Bab II

tertentu dan di atur dengan dengan menggunakan valve. Proses pengeluarannya dari

beberapa titik dilakukan untuk menambah kehomogenan bahan baku.

5. Pemanasan Awal (Pre-heating)

Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah

suspension pre-heater, sedangkan alat bantunya ialah kiln feed bin.

Setelah mengalami homogenisasi pada blending silo, material terlebih dahulu

ditampung didalam kiln feed bin, yang merupakan tempat umpan yang akan masuk

kedalam pre-heater. Suspension pre-heater merupakan suatu susunan empat buah

cyclone dan satu buah calsiner yang tersusun menjadi satu string. Suspension pre-

heater terdiri dari dua bagian yaitu ; in line calsiner (ILC) dan separate line calsiner

(SLC). Masing-masing string mempunyai inlet sendiri-sendiri dan material yang

masuk melalui ILC akan mengalami kalsinasi, karena setelah sampai calsiner ILC

material tersebut ditransfer ke SLC, sedangkan material yang masuk melalui SLC

hanya akan mengalami satu kali kalsinasi, karena setelah sampai ke calsiner SLC

material akan langsung masuk kedalam rotary kiln.

6. Pembakaran (Flering)

Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Rotary kiln

adalah alat berbentuk silinder memanjang horizontal yang diletakkan dengan

kemiringan tertentu. Dari ujung tempat masuknya (in-let), sedangkan di ujung lainnya

terjadinya pembakaran bahan baker (burning zone). Bahan bakar yang digunakan

adalah batubara, sedangkan untuk pemanasan awal digunakan gas Analyzer, yang

berfungsi untuk mengendalikan kadar O2, CO, dan NOx pada gas buang jika terjadi

kelebihan atau kekurangan, maka jumlah udara akan disesuaikan.

7. Pendinginan (Cooling)

Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah Cooler.

Cooler ini dilengkapi dengan alat penggerak material, sekaligus sebagai saluran udara

pendingin yang disebut grate dan alat pemecah clinker (clinker breaker).

Setelah proses pembentukan clinker selesai dilakukan didalam tanur putar.

Clinker tersebut terlebih dahulu didinginkan didalam cooler sebelum disimpan

didalam clinker silo. Cooler yang digunakan terdiri dari sembilan Compartemen yang

menggunakan udara luar sebagai pendingin. Udara yang keluar dari Cooler

Page 10: Semen Bab II

dimanfaatkan sebagai media pemanas pada vertical roller mill sebagai pemasok udara

panas pada pre-heater, dan sebagian lainnya dibuang keudara bebas.

Clinker yang keluar dari tanur putar masuk ke dalam compartemen, dan akan

terletak diatas grade. Dasar grade ini mempunyai lubang-lubang dengan ukuran yang

kecil untuk saluran udara pendingin. Clinker akan terus bergerak menuju

compartemen yang kesembilan dengan bantuan grade yang bergerak secara

reciprocating, sambil mengalami pendinginan pada ujung compartemen kesembilan

terdapat clinker breaker yang berguna untuk mengurangi ukuran clinker yang besar.

Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinkersilo)

dengan menggunakan alat transportasi deep drawn pan conveyor, dan melewati alat

pendeteksi kandungan kapur bebas. Jika kapur melewati batas yang diharapkan maka

clinker akan dipisahkan dan disimpan dalam bin tersendiri.

8. Penggilingan Akhir

Alat utama yang digunakan pada penggilingan akhir, dimana terjadinya

penggilingan clinker dengan gypsum adalah ball mill. Peralatan yang menunjang

proses penggilingan akhir ini adalah Vertical Roller Mill, Reparator ( klasifire ), dan

Bag Filter.

Reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses pembentukan clinker pada umumnya

berdasarkan reaksi :

CaCO3 + Al2O3.SiO2 x H2O + Fe2O3 + SiO2 3CaO.SiO2 (C3S)+ 2CaO.SiO2

(C2S) + 3CaO.Al2O3 (C3A) + 4CaO.Al2O3 (C4AF)

Reaksi diatas terjadi dalam beberapa tahap reaksi yaitu :

a. Penguapan Air Bebas

Proses ini terjadi pada suhu 100-200 oC dan berlangsung secara endotermis.

b. Pelepasan Air Terikat

Proses ini terjadi pada suhu 100-400 oC dan berlangsung secara endotermis.

c. Dekomposisi Tanah Liat

Proses dekomposisi ini menghasilkan senyawa Al2O3.SiO2 berlangsung pada suhu

400-750 oC berlangsung secara endotermis.

d. Dekomposisi Metakaolinit

Proses ini menghasilkan senyawa Al2O3 dan SiO2 berlangsung pada suhu 600-

900oC reaksi berlangsung secara endotermis.

Page 11: Semen Bab II

e. Dekomposisi Karbonat

Proses ini menghasilkan C3S dan C3A berlangsung pada suhu 600 – 1000 oC reaksi

berlangsung secra endotermis.

f. Reaksi Fase Padat

Reaksi ini berlangsung pada suhu 800-1300 oC. Reaksi ini menghasilkan

komponen-komponen penting dalam clinker yaitu C3S, C3A, C4AF.

F. Jenis-Jenis Semen

1. Semen Abu atau semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk

dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang

bersuhu dan bertekanan tinggi Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.

Semen ini berdasarkan persentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu:

1. Semen Portland tipe I

Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan

utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu

atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada

tipe ini adalah: 55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3);

1,0% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

2. Semen Portland tipe II

Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan

rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang

terdapat pada tipe ini adalah: 51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO;

2,5% (SO3); 0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

3. Semen Portland tipe III

Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan

sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa,

saluran irigasi , dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 57%

(C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3); 0,9% hilang dalam

pembakaran, dan 1,3% bebas CaO.

Page 12: Semen Bab II

4. Semen Portland tipe IV

Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase

permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-

bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat

pada tipe ini adalah: 28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9%

(SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

5. Semen Portland tipe V

Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,

terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat

pada tipe ini adalah: 38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8%

(SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika

dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:

(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)

Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun

demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk

mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.

Page 13: Semen Bab II

2. Semen Putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan

untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini

dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

3. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam

proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4. Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash).

Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang

mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi

jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih

keras.

G. Limbah yang dihasilkan dari Pembuatan Semen

Proses pembuatan semen ternyata menghasilkan partikel-partikel yang dapat

menyebar ke udara lingkungan yang dapat bergerak dengan bebas. Partikel-partikel yang

dikeluarkan oleh industri semen adalah SiO2, Al2O3, MgO, dan 3CaOSi3 (Wardhana 1994).

Sumber limbah yang dihasilkan oleh pabrik semen terdiri dari:

1. Limbah padat.

Limbah ini dihasilkan dari:

Penambangan/ peledakan bahan baku di Quarry

Penghancuran batu (crusher)

Proses dalam pabrik yaitu penggilingan, pembakaran, pendingin dan

pengantongan

Pengangkutan dari truk-truk, penggudangan dan pengapalan (mobilitas

transportasi).

2. Limbah gas.

Limbah gas yang berasal dari:

Proses pendinginan mendadak dalam AQC

Mesin-mesin tenaga listrik tenaga diesel

Mobilitas kendaraan (truk-truk pengangkut).

Page 14: Semen Bab II

3. Limbah cair.

Limbah cair yang berasal dari:

Air lumpur di daerah Quarry, akibat hujan, dan akibat dari kegiatan crushing/

grinding plant

Run off dari kegiatan penyiraman jalan di sekitar pabrik atau hujan

Buangan minyak, yang berasal dari aktifitas transportasi, Diesel Pembangkit

Tenaga Listrik, kegiatan unit perbengkelan

Buangan air dari proses pendingin.

Zat-zat pencemar yang dihasilkan oleh industri semen adalah Sulfur Oksida (SO2),

Nitrogen Oksida (NO2) dan partikel debu. Partikel debu dari pabrik semen berasal dari

berbagai sumber, antara lain Tanur Putar (kiln), Pendingin Terak (Clinker Coolers),

Penggilingan (Milling dan Grinding), dll. Partikel debu yang berasal dari berbagai sumber

tersebut teremisikan ke udara. Baku mutu emisi partikel debu dari pabrik semen adalah 80

mg/m3, artinya cerobong pabrik semen tidak boleh mengeluarkan debu semen melebihi

ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 80 mg/m3. Pada umumnya pabrik semen

mengurangi partikel debu hingga 80 mg/m3 dengan memasang alat Electrostatic Precipitator

(EP) dalam cerobong (stack) pabrik (Fandeli 2000).

Unsur partikel debu yang dikeluarkan oleh cerobong (stack) pabrik semen teremisikan

ke udara dengan ukuran lebih besar dari 10µm merupakan sedimented dust. Sementara

partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm menjadi suspended dust yang melayang-

layang di udara. Sebagian dari debu ini mengendap di atas permukaan tanah dan menempel

pada bangunan atau vegetasi. Debu yang menempel pada vegetasi dapat menutup stomata

daun yang sedang menutup atau terbuka. Pada tengah hari yang sangat panas stomata daun

menutup untuk mengurangi penguapan. Sementara pada waktu yang lain stomata daun

terbuka. Stomata yang terbuka atau tertutup akan terganggu bila ada partikel debu yang

menempel pada helaian daun dan bahkan akan merusak jaringan.

H. Teknologi Pengolahan Buangan

a. Debu

Limbah yang dihasikan dari proses produksi semen berupa limbah padat (debu) dan

limbah gas (CO2, N2, O2, SO2, dan uap air). Debu berasal dari raw mill, coal mill,

gas buang kiln, cement mill dan dari transportasi partikel-partikel halus dengan

conveyor terbuka. Aliran gas yang mengandung partikel-partikel debu dilewatkan ke

Page 15: Semen Bab II

dalam Electrostatic Precipitator (EP) untuk memisahkan partikel debu dari aliran gas.

Gas yang sudah cukup bersih ini dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap,

sedangkan partikel debu yang tertangkap dikembalikan ke dalam proses. Alat

penangkap debu lainnya adalah Dust Collector. Gas buang diperbolehkan

mengandung debu maksimum 80 mg/m3 , sesuai dengan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 13/MENHL/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tak

Bergerak di atas tahun 2000 untuk proses kering.

b. Air keruh

Produk bawah wet cooling tower dipisahkan dalam bak sedimentasi. Produk atas bak

sedimentasi ini adalah air keruh yang berwarna kecoklatan. Air ini tanpa diolah lebih

lanjut dapat langsung dibuang kedalam sungai di sekitar pabrik. Hal ni disebabkan

oleh kuantitasnya tidak terlalu banyak, sehingga diperkirakan tidak mengganggu

ekosistem perairan. Tetapi saat ini kebanyakan pabrik produk bawah wet coling tower

sudah tidak berbentuk slurry, tetapi raw mix kering sehingga limbah cair sudah tidak

ada lagi.