Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNG
PENDAMPINGAN PASTORAL KAUM LANJUT USIA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung
Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teologi
Oleh Imanuel Agusvinus Tapilaha
1011311106
Jakarta 2017
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNG JAKARTA Ketua Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN PASTORAL KAUM LANJUT USIA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL dinyatakan lulus setelah diuji oleh Tim Dosen Penguji pada tanggal 4 Agustus 2017. Dosen Penguji Tandan Tangan 1. Johannes Lie Han Ing, M.Th. ________________________________________ 2. Irwan Hidajat, S.Th., M.Pd. ________________________________________ 3. Ir. Johan Djuandy, Th.M. ________________________________________
Jakarta, 4 Agustus 2017 Andreas Himawan, D.Th. Ketua
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarnya
bahwa skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN PASTORAL KAUM LANJUT USIA
PENDERITA PENYAKIT TERMINAL, sepenuhnya adalah karya tulis saya sendiri dan
bebas plagiarisme.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa saya telah melakukan tindakan
plagiarisme dalam penulisan skripsi ini, saya akan bertanggung jawab dan siap
menerima sanksi apapun yang dijatuhkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Amanat
Agung.
Jakarta, 4 Agustus 2017
Imanuel Agusvinus Tapilaha
NIM: 1011311106
i
ABSTRAK
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNG
JAKARTA
(A) Imanuel Agusvinus Tapilaha (1011311106)
(B) PENDAMPINGAN PASTORAL KAUM LANJUT USIA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL
(C) viii + 121 hlm; 2017
(D) Teologi/Kependetaan
(E) Skripsi ini membahas tentang pelayanan pendampingan pastoral kaum
lansia penderita penyakit terminal. Penderita mengalami permasalahan
spiritual dalam menghadapi penderitaan karena penyakitnya. Hidup
spiritualitas penderita menjadi bagian integral dalam menjalani hidup
sehari-hari. Untuk mengatasi permasalahan penderita maka diperlukan
pelayanan pendampingan pastoral bagi mereka. Pelayanan pendampingan
pastoral yang dilaksanakan oleh Gereja melalui tenaga para rohaniwan dan
kelompok pendamping. Penderita perlu memiliki kesadaran sakramental
untuk melewati hari-hari yang penuh penderitaan sehingga mampu
menghadapi permasalahannya. Melalui pelayanan pendampingan pastoral
yang dilakukan oleh Gereja akan memberikan kekuatan dan dorongan bagi
penderita untuk dapat menerima kondisi penderitaannya dengan rasa
syukur. Para lansia penderita penyakit terminal memiliki semangat juang
kembali serta dapat menjadi berkat bagi sesama.
(F) BIBLIOGRAFI 47 (1969-2015)
(G) Johannes Lie Han Ing, M.Th
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii
BAB SATU: PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Permasalahan 1
Pokok Permasalahan 7
Tujuan Penulisan 8
Pembatasan Penulisan 8
Metode Penulisan 10
Sistematika Penulisan 11
BAB DUA: DASAR TEOLOGIS MENGENAI PENYAKIT DAN PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL 13
Pandangan Alkitab tentang Realita Penyakit 15
Penyakit Merupakan Konsekuensi dari Keberdosaan Pada Manusia 18 Penyakit Bisa Merupakan Akibat dari Kesalahan Manusia 20
Penyakit Merupakan Peristiwa yang Terjadi atas Izin Allah 22
Raja Hizkia 23
Dampak Permasalahan Spiritualitas terhadap Penderita Penyakit Terminal 26 Pendampingan Pastoral menurut Alkitab 28
Pendampingan Pastoral sebagai Tugas Panggilan Allah 30
Peran Gereja dalam Praktik Pendampingan Pastoral 34
Aspek Koinonia dalam Praktik Pendampingan Pastoral 35
iii
Aspek Diakonia dalam Praktik Pendampingan Pastoral 38
BAB TIGA: PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG TERJADI DALAM PERJALANAN HIDUP KAUM LANSIA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL 41
Permasalahan-permasalahan yang Terjadi dari Berbagai Perspektif 45
Gangguan Kesehatan Fisik 46
Gangguan Kecemasan 48
Permasalahan-Permasalahan yang Sering Terjadi saat Menderita Penyakit Terminal 51
Permasalahan yang Datang dari Dalam Diri Penderita 52
Masalah Penolakan 52
Masalah Kebosanan 54
Masalah Keyakinan/Rohani 55
Masalah Kesiapan dalam Menghadapi Kematian 58
Permasalahan yang Datang dari Luar Diri Penderita 60
Masalah Relasi Keluarga 60
Masalah Sosial 62
Masalah Pekerjaan 63
Pengalaman Menderita Penyakit Terminal sebagai Bentuk Pengajaran bagi Penderita Penyakit Terminal 64
Pelajaran Nasihat 64
Pelajaran Keteladanan 66
Pelajaran Pertumbuhan Iman 67
iv
BAB EMPAT: STRATEGI PENDAMPINGAN PASTORAL BAGI KAUM LANSIA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL 70
Perkembangan Pelayanan Pendampingan Pastoral dari Era Kristen Primitif hingga Era Post Kristen 71 Peran Rohaniwan dalam Pendampingan terhadap Kaum Lansia Penderita Penyakit Terminal 76
Beres dengan Allah 78
Beres dengan Diri Sendiri 80
Beres dengan Keluarga/Sesama 82
Peran Kelompok Pendamping dalam Praktik Pendampingan Pastoral 84
Masalah Kebosanan 86
Masalah Ketakutan 87
Kegagalan dalam Pendampingan Pastoral terhadap Permasalahan Spiritual dalam Hubungannya dengan Tuhan 88
BAB LIMA: PENUTUP 91
Kesimpulan 91
Refleksi Pembelajaran 93
BIBLIOGRAFI 95
LAMPIRAN HASIL WAWANCARA SAMPEL 1-5 (S1-S5) 99
1
BAB SATU
PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan
Setiap manusia memiliki berbagai dinamika hidup yang berbeda-beda.
Dinamika tersebut dibentuk oleh berbagai pengalaman dalam perjalanan hidupnya.
Pengalaman hidup setiap insan memiliki suka duka yang berbeda pula. Manusia
memiliki kecenderungan menolak pengalaman yang buruk. Seperti halnya
penderitaan yang disebabkan oleh karena penyakit tertentu. Salah satunya penyakit
terminal yang dapat dialami oleh siapapun, mulai pada masa kanak-kanak hingga
menginjak usia dewasa, termasuk pada tahapan lanjut usia (lansia/old age1).
Jika ditinjau melalui bertambahnya usia seseorang ketika memasuki masa
lansia maka semua orang berpotensi mengalami berbagai penurunan. Penurunan
yang terjadi pada lansia bukan saja secara fisik dan psikis, tetapi juga pada aspek
spiritualnya. Ketika memasuki tahapan lansia juga memiliki kerentanan terhadap
gangguan berbagai penyakit. Terlebih, pada saat para lansia menderita penyakit
terminal dapat menjadi sebuah pengalaman penderitaan baginya. Dalam hal ini,
penyakit terminal menjadi perhatian tersendiri bagi bidang ilmu kedokteran untuk
dapat menemukan upaya-upaya pelayanan medis yang baik, serta dapat memberi
1. Definisi penjelasan mengenai usia lanjut menurut Sarlito W. Sarwono adalah usia yang
sudah melewati batas usia rata-rata harapan hidup. Masing-masing daerah memiliki batas usia lanjut yang berbeda, di Indonesia usia harapan hidupnya 62 tahun dianggap manusia lanjut (lansia). Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, ed. Eko A. Meinarno (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 84.
2
dukungan mental maupun spiritual sehingga dapat membantu para klien dalam
menghadapi penderitaan karena penyakit terminal.
Secara etimologi, berdasarkan pengertian medical dictionary bahwa penyakit
terminal memiliki arti, “an advanced stage of a disease with an unfavorable prognosis
and no known cure.”2 Pada umumnya para penderita penyakit terminal memiliki
respon menolak (responding with denial)3 terhadap penyakit tersebut. Penderita
harus menghadapi sebuah pengalaman yang sulit untuk diterima dengan keadaan
kondisi kesehatan penderita yang semakin memburuk karena penyakitnya tidak
bisa disembuhkan lagi, hingga menunggu ajal tiba. Dalam hal ini, penderita bukan
hanya menghadapi kondisi tekanan karena sakit-penyakitnya, akan tetapi penderita
juga harus menghadapi persiapan kematiannya.
Pengalaman-pengalaman penderitaan yang dirasakan dapat menimbulkan
permasalahan-permasalahan yang semakin menekan di dalam diri si penderita.
Munculnya rasa kekuatiran, bahkan keputus-asaan, penyakit terminal menjadi
penyakit yang terus mengintimidasi hidupnya. Kecenderungan untuk menjalani
hidup berserah pada nasib dan hidup yang tidak teratur.
Sebagaimana menurut Hardywinoto dan Toni Setiabudhi dalam tulisannya
bahwa pada masa lansia terjadi berbagai perubahan gaya hidup disebabkan oleh
banyak hal, antara lain:
Kemampuan yang semakin menurun akibat dari penyakit yang dideritanya, hingga hidup dalam ketergantungan pada keluarga maupun negara,
2. The Free Dictionary, “Mosby's Medical Dictionary, 9th edition, 2009: Elsevier,” Mosby’s
Medical Dictionary, http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/terminal+illness, diakses tanggal 20 Oktober 2016.
3. Ruth Lewshenia dan Stephen Sorenson, Encounter With Terminal Illness (Michigan: Zondervan Publishing House, 1980), 44.
3
perubahan peran lansia dalam keluarga dan bertindak bukan sebagai kepala keluarga lagi. Dan pada akhirnya pilihan yang dilakukan bagi para lansia adalah terpaksa hidup dalam kesendirian yaitu di sebuah panti Wredha, dan lain sebagainya.4 Berbagai realita hidup di atas yang dihadapi oleh para lansia yang dapat
berpotensi terjadinya tekanan secara personal bagi para lansia. Hal itu dikarenakan
penderitaan-penderitaan yang menekan dirinya disebabkan oleh penyakitnya,
dapat menjadi seperti tumbuhan parasit terus menerus dapat mempengaruhi hidup
si penderita baik secara fisik, mental, dan spiritualnya semakin merosot.
Henry P. Aritonang menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Terminal
Illnes; Membongkar Rahasia Kehidupan Kekal dari Balik Kematian, prognosis
terhadap pasien penyakit terminal dapat berpengaruh pada aspek psikis bahkan
aspek spiritual penderita bisa semakin merosot.5 Hidup spiritual merupakan sentral
dari hidup para lansia, oleh karenanya perlu perhatian dalam perjalanan hidup para
lansia. Jika hidup spiritual mereka diabaikan maka dapat mengalami kemunduran
disebabkan oleh tekanan penderitaan yang secara kontinu dialaminya. Dan aspek
spiritual penderita yang terus mengalami penurunan menyebabkan kehidupan
spiritualitas penderita pun menjadi tidak sehat.
Kehidupan spiritual yang sehat sesungguhnya merupakan bagian dari fakta
yang dinginkan oleh setiap umat Kristen. Untuk mengalami itu, umat perlu
memperhatikan kehidupan rohani mereka supaya tetap terpelihara dengan baik
dan terus bertumbuh dalam membangun relasi antara pribadi umat dengan Allah.
4. Hardywinoto dan Toni Setiabudhi, Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), 19-20. 5. Henry P. Aritonang, Terminal Illness: Membongkar Rahasia Kehidupan Kekal dari Balik
Kematian (Jakarta: Yayasan Effod Ministry, 2015), 3.
4
Allah sebagai Pencipta segala makhluk, Sang Empunya hidup ini memiliki sifat yang
absolut untuk mengatur semua makhluk ciptaan-Nya. Hubungan antara orang
percaya dengan Allah yang semakin baik memberikan jaminan bagi dirinya mampu
menghadapi setiap kesulitan yang terjadi dalam hidup orang percaya.
Para lansia penderita penyakit terminal membutuhkan dukungan secara
spiritual dengan tujuan beroleh kekuatan dalam menjalani hidupnya, serta tidak
mudah mengeluh dalam melewati hari-hari sekalipun penuh dengan penderitaan.
“Wujud daripada hidup spiritual merupakan kekuatan yang memampukan mereka
untuk bertahan dan maju terus, dalam menghadapi hidup dengan bersemangat dan
antusias.”6 Penderita dapat menikmati hidup dengan penuh ketenangan, siap dalam
melewati hari-hari menjelang ajalnya. Hal itu dapat menjadi fakta kehidupan yang
tentu diharapkan oleh penderita. Jika para penderita penyakit terminal tidak
mendapatkan penanganan secara intensif baik secara fisik, psikis dan spiritualnya
maka dapat mengakibatkan melemahnya daya juang dalam menghadapi hidup yang
penuh penderitaan yang disebabkan oleh penyakitnya.
Kaum lansia yang menderita penyakit terminal sangat membutuhkan untuk
mendapatkan pelayanan pastoral. Pelayanan pastoral yang dilakukan berupa
praktik pendampingan pastoral, sehingga dalam menghadapi hidup seperti
menunggu ajal tiba tidak lagi menjadi bayangan yang menakutkan bagi mereka.
Pendampingan pastoral menjadi bagian yang penting bagi para lansia supaya
kompleksitas permasalahan dirinya akan terminimalisir melalui kehadiran dan
penanganan dalam praktik pendampingan pastoral.
6. Jakoep Ezra, Success Through Character (Yogjakarta: ANDI Offset, 2006), 50.
5
Pada prinsipnya praktik pendampingan pastoral dilakukan demi pencapaian
tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai dalam memberikan pertolongan
kepada orang lain.7 Melalui praktik pendampingan pastoral terhadap kaum lansia
bagi penderita penyakit terminal maka bukan saja mereka mendapatkan tuntunan
imannya kepada Tuhan, tetapi juga memperoleh dorongan semangat juang dalam
hidupnya. Kesiapan dalam menghadapi masa-masa akhir hidupnya dan dapat
menjadi berkat bagi kehidupan sekitarnya.
Di samping itu, praktik pendampingan pastoral diharapkan dapat
meminimalisir adanya stereotip8 negatif terhadap para lansia yaitu adanya
anggapan sebagai komunitas yang tidak dapat berbuat apa-apa (kondisi disabilitas),
hidupnya hanya bergantung pada sosial masyarakat dan keluarga, atau menjadi
beban hidup bagi orang lain, dan banyak sebutan lain yang ditujukan pada kaum
lansia sehingga menempatkan kaum lansia menjadi bagian marginalitas. Pengabaian
terhadap pelayanan praktik pendampingan pastoral dapat memberi dampak
terhadap para lansia penderita penyakit terminal akan mengalami kemerosotan
secara spiritual, psikis, hingga berpengaruh pada fisiknya yang semakin menurun.
Selain berbagai alasan di atas, didapati juga kurangnya penanganan dari
pihak gereja, rohaniwan, maupun kaum awam (umat) yang terpanggil, dapat
melakukan praktik pendampingan pastoral terhadap para lansia penderita penyakit
terminal. Jika demikian, maka para penderita bisa mengalami hari-hari yang
7. Aart van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 13. 8. Swade dan Tavris menjelaskan bahwa stereotip adalah ringkasan kesan terhadap
sekelompok orang di mana semua anggota dalam kelompok dilihat memiliki sifat-sifat yang sama, dalam hal ini dilihat secara negatif. Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi, edisi kesembilan, Jilid 1 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 312.
6
menjenuhkan baginya. Hal itu, disebabkan adanya kondisi krisis yang terus
menekan dan dihadapi oleh para lansia seperti karena adanya faktor
ketidakberdayaan maupun ketidakbermaknaan diri pada usia lanjut.9 Minimnya
praktik pendampingan pastoral yang dilakukan oleh Gereja, bahwa Gereja bukan
saja melakukan kunjungan sesaat, berdoa bagi penderita saat bersifat urgent, akan
tetapi, Gereja perlu memberikan pelayanan pastoral secara intensif melalui praktik
pendampingan pastoral.
Menurut Singgih D. Gunarsa dalam menangani para lansia yang terus
mengalami pengikisan eksistensi diri (existential deficits) perlu melakukan
“pendekatan spiritual sehingga kesadaran mereka lebih diarahkan pada hal-hal
yang terarah pada kegiatan-kegiatan keagamaan tertentu secara lebih taat, yang
dikenal sebagai kesadaran sakramental (sacramental awareness).”10 Aktifitas
keagamaan dapat menjadi bagian dari pelayanan pastoral bagi para lansia penderita
penyakit terminal, yang dapat dilakukan dalam komunitas sebagai seorang Kristen.
Dari penjelasan di atas, maka menjadi perhatian dan kerinduan bagi penulis
untuk melakukan studi penelitian melalui praktik wawancara terhadap para sampel
dan juga melakukan penelitian literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan erat
dengan judul penulisan skripsi ini. Dalam tulisan ini, terkait pula dalam praktik
penanganan yang dilaksanakan dengan menggunakan penemuan ilmu psikologis
yang terintegrasi dengan kekristenan dalam melakukan penanganan terhadap para
penderita penyakit terminal.
9. Singgih D. Gunarsa, Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 412. 10. Gunarsa, Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut, 412.
7
Pokok Permasalahan
Berdasarkan penulisan latar belakang permasalahan, maka perlu upaya
untuk menemukan pendekatan yang lebih efektif dalam pelaksanaan praktik
pendampingan pastoral terhadap para lansia penderita penyakit terminal. Hal itu
dianggap perlu bagi penulis untuk melakukan penelitiannya dikarenakan beberapa
pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Kaum lansia penderita penyakit terminal menghadapi permasalahan
spiritual dan psikis yang terkait dengan penderitaan karena penyakitnya.
Namun penanganan untuk hal tersebut terasa kurang, penanganan dari sisi
medis dirasa cukup untuk menangani masalah mereka.
2. Pendampingan pastoral secara holistik yang juga menyentuh permasalahan
spiritual dan psikis yang dihadapi oleh lansia penderita penyakit terminal
belum terlaksana. Karena itu, diperlukan adanya pendampingan pastoral
yang menyentuh aspek spiritual dan psikis lansia penderita penyakit
terminal.
3. Pelaksanaan praktik pelayanan pendampingan pastoral terhadap kaum
lansia penderita penyakit terminal masih belum dilakukan dengan efektif
dan sistimatis. Oleh sebab itu, dibutuhkan penanganan yang efektif dan
sistematis supaya para penderita dapat tertolong serta memiliki ketenangan
dalam menghadapi masalahnya.
8
Tujuan Penulisan
Melihat pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Memaparkan adanya permasalahan spiritual dan psikis pada lansia
penderita penyakit terminal yang perlu diperhatikan dapat menimbulkan
permasalahan-permasalahan baru bagi penderita dan menstimulir
munculnya anggapan stereotip negatif bagi kaum lansia.
2. Menjelaskan pentingnya penanganan permasalahan spiritual dan psikis para
lansia melalui praktik pendampingan pastoral yang holistik bagi lansia
karena pengabaian terhadap penderita dapat berdampak kepada
melemahnya daya juang penderita.
3. Merancangkan suatu strategi pendampingan pastoral yang efektif, sistematis,
dan teologis sehingga dalam melewati masa akhir hidup para lansia akan
berpotensi optimal serta dapat berguna dan menjadi berkat dalam
komunitas di mana mereka berada.
9
Pembatasan Penulisan
Dalam studi ini penulis memandang penting untuk membuat suatu batasan
penelitian dan penulisan. Oleh sebab itu, penelitian ini dibatasi:
Pertama, pada permasalahan yang terjadi dalam hidup para lansia penderita
penyakit terminal (mendekati usia 60 tahun ke atas)11 dan penderita berada dalam
lingkup keluarga Kristen.
Kedua, di antara sekian banyak penyakit terminal, penelitian penulis dibatasi
kepada para lansia penderita salah satu penyakit terminal yaitu menderita penyakit
ginjal kronis12 dalam kurun waktu satu tahun terakhir, penderita sedang menjalani
proses hemodialisis13 untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
11. Definisi batasan usia menurut penjelasan Sarlito W. Sarwono bagi masyarakat di
Indonesia. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, 84. Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2014 yang mengalami keluhan masalah kesehatan terletak pada usia 60-89 tahun dengan jumlah sebanyak 25,05 persen di Indonesia. Katalog BPS: 4104001, Statistik Penduduk Lanjut Usia Tahun 2014 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2015), viii-ix.
12. Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang dialami selama 3 bulan atau lebih dengan definisi sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal. Penyakit ginjal kronik dapat sampai ke tingkat cuci darah secara bertahap namun progresif dan bersifat irreversibel, jadi bila pasien ini memerlukan cuci darah berarti kerusakan ginjal sudah berlangsung lama dan biasanya memerlukan cuci darah seumur hidup. Http://www.husada.co.id/index.php/promo-kegiatan/tips-kesehatan/142-mengenal-cuci-darah-hemodialisis, (diakses 28 Februari 2017). Istilah kronis menunjukkan kondisi berjangkit terus-menerus berlangsung dalam waktu yang lama hingga menahun perihal penyakit yang tidak dapat sembuh. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kelima, s.v. ”kronis.”
13. Hemodialisis adalah suatu tindakan membersihkan racun dalam tubuh, karena ginjal tidak mampu lagi membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh. Indro Chayadi Saleh, Rumah Sakit Husada, “Mengenal Cuci Darah (Hemodialisis),” http://www.husada.co.id/index.php/promo-kegiatan/tips-kesehatan/142-mengenal-cuci-darah-hemodialisis, (diakses 28 Februari 2017).
10
Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yang
bersifat kualitatif.14 Penelitian kualitatif dengan menggunakan landasan teoritis
berdasarkan riset kepustakaan dari sumber-sumber literatur, buku-buku pelayanan
pastoral, ensiklopedi, jurnal, serta sumber-sumber yang sahih dapat menjadi dasar
penelitian.
Penulis juga mengadakan penelitian lapangan pada subyek penelitian kecil,
dengan teknik penelitian terhadap sampling yang bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana adanya kesesuaian antara landasan teori dengan realita di lapangan
sesuai paradigma penelitian.15 Dalam tulisan ini penulis akan menganalisa
gangguan-gangguan spiritual dan psikis yang terjadi berdasarkan hasil riset melalui
wawancara terhadap para lansia penderita penyakit terminal. Penulis menggunakan
pendekatan melalui pengumpulan data-data yang bersumber dari penelitian
terhadap fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku, tindakan,
kondisi perasaannya, relasi dalam komunitas keluarga, masyarakat, maupun gereja
lokal. Kemudian penulis akan mendiskripsikan ke dalam bentuk kata-kata dan
bahasa.
14. Penelitian kualitatif dengan cara menggunakan metode pengumpulan data melalui
wawancara dan observasi, dengan melakukan secara mendalam, ditandai oleh keterbukaan, keterlibatan emosional, dan kepercayaan antara pewancara dengan orang yang diwawancarai. Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif-Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 228.
15. Menurut Moleong, pendekatan kualitatif fokus pada pengalaman yang berkaitan dengan kesadaran konseptual para subyek yang ditelitinya sehingga peneliti dapat memahami apa dan bagaimana suatu pengertian yang berhubungan erat dengan sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi (Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 36.
11
Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penulisan skripsi ini akan disusun dalam lima bab,
sebagai berikut:
Bab satu, merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang
permasalahan, pokok permasalahan, tujuan penulisan, pembatasan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab dua, penulis akan menjelaskan latar belakang teologis terkait
permasalahan spiritual yang dihadapi oleh kaum lansia penderita penyakit terminal,
serta dasar-dasar teologis dalam melaksanakan praktik pendampingan pastoral bagi
penderita. Penjelasan berbagai terminologi kata, dan contoh-contoh masalah yang
terjadi di dalam tokoh-tokoh Alkitab.
Bab tiga, membahas mengenai permasalahan yang terjadi dalam perjalanan
hidup tahapan lansia berhubungan dengan fenomena yang terjadi dalam komunitas,
keluarga, masyarakat, dan gereja lokal. Penggunaan dasar Alkitabiah dalam
melakukan pendampingan pastoral yang terintegrasi dengan teori psikologi akan
menjadi acuan langkah-langkah dalam praktik pendampingan pastoral bagi
penderita.
Bab empat, penulis akan mengusulkan strategi pendampingan pastoral yang
efektif, sistematis dan bermanfaat bagi pertumbuhan rohaninya. Penderita memiliki
iman yang teguh serta kesiapan dalam menghadapi kematian. Diantaranya:
keterlibatan peran rohaniwan, komunitas Gereja, dan kelompok pendamping,
melalui konseling khusus.
12
Bab lima, merupakan bagian akhir penulisan yang akan ditutup dengan
sebuah kesimpulan dan refleksi pembelajaran.
91
BAB LIMA
PENUTUP
Kesimpulan
Melalui penulisan skripsi ini penulis memperoleh pembelajaran yang
berharga dalam menjalani pelayanan. Setelah melakukan penelitian melalui praktik
wawancara terhadap para sampel yang menderita penyakit terminal, penulis
memperoleh pemahaman banyak hal dalam melaksanakan pelayanan praktik
pendampingan pastoral terhadap mereka. Oleh karena itu, penulis memberikan
beberapa kesimpulan di bawah ini:
1. Permasalahan spiritual yang dihadapi kaum lansia penderita penyakit
terminal sangat membutuhkan pelayanan pendampingan pastoral supaya
mereka mampu menerima situasi kondisi penderitaan yang dihadapinya
dengan rasa syukur kepada Tuhan.
2. Kompleksitas permasalahan yang terjadi pada lansia penderita penyakit
terminal perlu diselesaikan secara tuntas sehingga para penderita dapat
beraktivitas dalam hidup dengan penuh semangat sekalipun harus melewati
berbagai penderitaan.
3. Pelayanan pendampingan pastoral dapat dilakukan oleh Gereja melalui
tenaga rohaniwan dan kelompok pendukung dengan memiliki kecermatan
dalam menganalisa permasalahan penderita penyakit terminal sehingga
92
dapat menemukan solusi yang tepat dalam menangani permasalahan
penderita.
4. Dalam analisa permasalahan penderita penyakit terminal dapat
menggunakan teori Elizabeth Kubler-Ross yang mengacu pada kelima
tahapan yaitu penolakan (denial), marah (anger), menawar (bargaining),
depresi (depression), dan menerima (acceptance). Dalam pelaksanaan praktik
pendampingan pastoral dilakukan dengan memperhatikan teori Kubler-Ross
di atas dengan membandingkan keempat fungsi pendampingan yaitu
membimbing (guiding), menyembuhkan (healing), menopang (sustaining),
dan mendamaikan (reconciling).
5. Gereja dapat melaksanakan pelayanan pendampingan pastoral melalui
berbagai macam cara, seperti: pelayanan kunjungan, berdoa, ibadah padang,
dan pendekatan personal melalui percakapan pastoral dengan para
penderita penyakit pastoral.
6. Melihat kompleksitas pelaksanaan praktik pendampingan pastoral pada
penderita penyakit terminal, maka Gereja perlu memperhatikan dengan
tepat bentuk praktik-praktik pendampingan yang dilakukan. Gereja perlu
memiliki persiapan dengan baik dengan membekali para rohaniwan dan
umat yang terpanggil dalam pelayanan pendampingan bagi penderita
penyakit terminal.
93
Refleksi Pembelajaran
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis memperoleh berkat yang
bermanfaat dalam pelayanan. Penulis menyadari dalam melakukan praktik
wawancara terhadap kaum lansia penderita penyakit terminal membutuhkan
kesabaran dan hikmat dari Tuhan yang. Beberapa pembelajaran berharga berguna
dalam pelayanan di Gereja, antara lain:
1. Penulis menyadari bahwa pelayanan pendampingan pastoral merupakan
sebuah proses yang tidak mudah untuk dilakukan karena tidak hanya
membutuhkan skill melainkan harus memiliki passion sehingga dapat
menjalaninya dengan sepenuh hati.
2. Penulis dapat memahami betapa kompleks permasalahan para lansia
penderita penyakit terminal, dibutuhkan sikap empati yang dalam untuk
melakukan praktik wawancara dengan mereka.
3. Penulis mendapat pemahaman penting tentang penderita penyakit terminal
melalui penelitian yang dilakukan, dan penulis diperhadapkan pada
tantangan pelayanan karena banyak lansia dalam komunitas di Gereja Tuhan
sekarang ini yang menderita penyakit terminal.
4. Penulis menyadari masih banyak hal yang masih harus dipelajari dan diteliti
secara mendalam berkaitan dengan kasus penderita penyakit terminal pada
lansia, karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis perlu melakukan pembelajaran lebih lagi untuk
94
mendapatkan kekayaan pemahaman dalam pelayanan pendampingan bagi
penderita penyakit terminal.
5. Penulis menyadari tanpa pertolongan Tuhan dalam penelitian ini, tidak akan
mampu mengerjakannya, karena anugerah Tuhan yang menopang sehingga
penulis bisa menyelesaikan tulisan ini, sekalipun masih banyak
kekurangannya.