Upload
rifan-nurrofi
View
27
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
SEJARAH PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Filsafat
Oleh:
Fariza Ainul Wardah
Nurul Hakimah
Tri Yuliani
Dosen:
Nuriyadin, M.Fil.I
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
DAFTAR ISI
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT………… 1
A. Masa Kuno……………………………………………………………………1
B. Sifat Filsafat Pra Socrates…………………………………………………….2
1. Thales……………………………………………………………………..2
2. Anaximander……………………………………………………………...3
3. Anaximanes……………………………………………………………….4
4. Pythagoras………………………………………………………………...5
C. Sifat Filsafat Socrates………………………………………………………...6
D. Penutup ………………………………………………………………………9
SEJARAH PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT
A. Masa Kuno
Awal sejarah perkembangan filsafat barat dimulai dari Milete di Asia kecil sekitar
tahun 600 SM. Pada saat itu Milete menjadi kota transit berbagai Negara yang terlibat
perdagangan yang tidak menutup kemungkinan terjadi pertemuan berbagai latar
belakang kebudayaan ataupun pemikiran.
Diantaranya Negara tersebut adalah Mesir, Itali, Yunani, dan Asia. Pemikira
filsafat Yunani periode awal acapkali disebut sebagai filsafat alam.1 Tipe filsafat alam
ini juga disebut filsafat Pra-Socrates. Dan tokoh-tokoh filsafat ini lebih di kenal filsuf
alam. Pandangan filsuf alam ini melahirkan aliran monism, yaitu aliran yang
menyatakan hanya satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa,
materi, Tuhan atau substansi lainnya yang tidak dapat di ketahui.2
1Carl Gustav Hampel, Philosophy of Natural Science (New York: Printice Hall.Inc., 1966),
diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Cuk Ananta Wijaya, Pengantar Filsafat Alam
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 3-45.2I. R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Filsafat (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal.22-27.
1
B. Sifat Filsafat Pra Socrates
1. Thales (624-546 SM)
Ia tinggal di Miletus pada abad ke-7. Ia digelari sebagai Bapak Filsafat karena
dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Ia mengajarkan filosofnya hanya melalui
mulut saja, serta dikembangkannya pula oleh muridnya dari mulut ke mulut pula. Baru
Aristoteles, kemudian menuliskan ajarannya.
Thales ini beranggapan bahwa air penting bagi kehidupan. Ia menganggap bahwa
dunia itu di kelilingi oleh air. Tapi Thales tidak mengatakan bahwa segala sesuatunya
terbuat dari air. Bagi Thales air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan
yang jadi, tetapi juga akhir dari segala yang ada dan yang jadi tersebut. Dalam
pandangan Thales tidak ada jurang yang dapat memisahkan hidup dengan mati.
Semuanya satu, dan ia percaya setiap benda juga memiliki jiwa.
Thales menganut kepercayaan pada animisme, yaitu kepercayaan bahwa bukan
harus yang hidup saja yang memiliki jiwa, tetapi bahan atau benda mati juga memiliki
jiwa. Terhadap pandangan Thales bahwa dunia terbuat dari air, ada yang menolaknya
yaitu berasal dari muridnya sendiri Anaximander.
_________________________________________________________________
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsasfat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010). .
2
2. Anaximander
Anaximander merupakan murid dari Thales yang lahir pada tahun 610 SM
dan meninggal pada tahun 547 SM. Ia lebih muda 15 tahun dari Thales. Sebagai
filosof ia lebih mudah dari pada gurunya, ia ahli dalam bidang astronomi dan ahli
ilmu bumi.
Ia berpendapat bahwa permulaan yang pertama tidaklah bias ditentukan
karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang. Seperti halnya dengan
gurunya, Anaximander mencari akar dari segala sesuatu. Yang diterima oleh
akalnya bahwa yang asal itu satu, tidak banyak, tetapi yang satu tersebut bukanlah
air sebagaimana yang dikemukakan oleh Thales. Menurut pendapat Anaximander
bahwa yang asal itu tidak berhingga dan tidak berkeputusan, tetapi yang asal itu
yang menjadi dasar alam yang dinamainya sebagai “Apeiron”. Apeiron ini tidak
dapat dirupakan, tidak ada persamaanya dengan salah satu barang yang kelihatan di
dunia ini.
_____________________________________________________________
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsasfat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.
3
3. Anaximanes
Ia hidup dari tahun 585-528 SM, ia merupakan guru yang penghabisan dari
pada para filosofi alam yang berkembang di Milatos, ia adalah murid dari
Anaximander. Ia merasa perlu untuk mengkritik tentang apeiron yang misterius dan
tidak bisa diserap yang dikemukakan oleh gurunya.
Anaximenes berargumentasi bahwa udara merupakan unsur yang paling
esensial yang mengembun dan menguap, memanas dan mendingin, mendarat dan
menipis. Dengan demikian udaralah yang membuat dunia ini, yang menjadi sebab
segala yang hidup.
Sebagai kesimpulan dari ajarannya, yaitu: “Sebagaimana jiwa kita yang tidak
lain daripada udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia
menjadi satu, penghidupan masyarakat. Kepentingan jiwa itu tampak olehnya dalam
perubungan alam besar saja. Jiwa menyusun tubuh manusia jadi satu dan menjaga
supaya tubuh itu jangan gugur dan bercearai-berai. Anaximenes berpendapat bahwa
udara itu merupakan benda materi. Ia juga dapat membedakan antara yang hidup
dengan yang mati, yaitu bahwa yang mati itu tidak mempunyai jiwa.
___________________________________________________________________
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsasfat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.
4
4. Pythagoras
Pytagoras berasal dari Samos. Ia dilahirkan sekitar tahun 580 SM. Menurut
usianya ia seangkatan dengan Xenophanes. Ia meninggal pada tahun 500 SM.
Pytagoras bersikuku atas pendapatnya yang mengemukakan bahwa bahan
dasar kosmos bukan “bahan” tetapi lebih tepatnya bentuk-bentuk (forms) dan
hubungan-hubungan. Melalui Pytagoras, secara khusus problem utama ontologi
kuno m terfokus. Persoalannya adalah bagaimanakah tatanan abstrak atau bentuk-
bentuk benda memanifestasikan dalam segudang benda-benda aktual di dunia ini,
“persoalan yang tunggal dalam yang banyak.”
Ujung tarikat Pytagoras adalah mendidik kebatinan dan mensucikan roh.
Pytagoras percaya akan kependidikan jiwa dari makhluk sekarang kepada makhluk
yang akan datang. Menurut kepercayaan Pytagoras, manusia itu asalnya Tuhan. Jiwa
itu adalah penjelmaan dari Tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa, dan ia akan
kembali ke langit apabila sudah dicuci dosanya. Adapun cara mensucikan jiwa dari
dosa tersebut adalah dengan hidup murni, tetapi hidup murni itu dilakukan secara
berangsur-angsur. Menurutnya hidup di dunia ini adalah persediaan untuk hidup di
akhirat. Oleh sebab itu semua dari sini dikerjakan untuk hidup di hari kemudian.
Selain dari hal mistik, Pytagoras juga sebagai ahli pikir tertentu dalam ilmu
matematika dan ilmu hitung lainnya. Dari matematika Pytagoras melompat ke
dalam dunia pandangan. Alam ini menurutnya tersusun sebagai angka-angka dimana
ada matematika, ada susunan dan ada kesejahteraan. Tetapi tidak di alam saja
berkuasa matematika, ia juga berkuasa dalam segala barang. Dengan jalan ini
Pytagoras sampai kepada pokok ajarannya yang menyatakan bahwa “segala barang
adalah angka-angka.”
_____________________________________________________
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsasfat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.
5
C. Sifat Filsafat Socrates
Sebelum Socrates, ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophis (kaum
sofis) yang berarti kaum cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai
ukuran kebenaran realitas (kebenaran hakiki) dan menggunakan tesis serta argumentasi
yang keliru dalam kesimpulan-kesimpulan mereka. Secara perlahan kata “sophis”
(sophist, sophistes) kehilangan makna aslinya, dan kemudian bermakna seseorang yang
menggunakan tesis-tesis keliru. Dari sinilah awalnya kita mengenal sophistry, yaitu cara
berpikir yang menyesatkan.
Socrates –mungkin karena kerendahan hatinya—melarang orang menyebut
dirinya seorang sophis (cendekiawan). Socrates menyebut dirinya filosof, pecinta
kebijaksanaan, menggantikan sophists yang bermakna sarjana. Gelar “sarjana” ini
merosot derajatnya menjadi bermakna “orang yang menggunakan penalaran yang
salah”. Karena sophistic dianggap sebagai penalaran yang salah, maka filosof bergeser
maknanya dari pecinta kebijaksanaan menjadi pecinta kebenaran. Filsafat pada akhirnya
diasumsikan sebagai cara pemikiran yang benar, dan dikaitkan dengan kebijaksanaan
dan kebenaran.
Socrates merupakan filsuf pertama yang dilahirkan di Athena pada tahun 470
sebelum Masehi dan meninggal pada tahun 399 sebelum Masehi. Bapaknya bernama
Sophroniskos adalah seorang pemahat (pembuat) patung dan ibunya bernama
Phainarete yang berprofesi sebagai seorang bidan. Socrates menikah pertama kali
dengan Mirtos (Diogenes Laertius, II, 26) dan ketika Socrates sudah cukup berumur, Ia
menikah yang kedua kalinya dengan Xantippe (Xenophon, Simposium, II, 10). Pada
pernikahannya yang kedua dengan Xantippe mereka tidak bahagia tetapi mereka
dikaruniai tiga orang anak.
6
Pada awalnya Socrates ingin menuruti jejak bapaknya menjadi seorang pemahat
patung. Tetapi pada akhirnya ia berganti profesi menjadi seorang filsuf.
Seperti halnya dengan para kaum sofis Socrates juga memberi pelajaran kepada
rakyat. Sama halnya dengan para kaum sofis ia mengarahkan perhatiannya kepada
manusia. Perbedaannya dengan para kaum sofis bahwa socrates tidak memumungut
biaya bagi pengajarannya.
Maksud dan tujuan ajaran-ajarannya bukan untuk meyakinkan orang lain supaya
mengikuti dia, tetapi untuk mendorong orang supaya mengetahui dan menyadari diri
sendiri. Socrates juga menentang relativisme kaum sofis, sebab ia yakin bahwa ada
kebenaran yang obyektif1.
Socrates bergaul dengan semua orang baik tua maupun muda, kaya dan miskin.
Ajarannya tidak pernah ditulis olehnya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan,
dengan cara hidup2.
Bagi Socrates dalam kematian jiwa dan tubuh terpisah, tubuh menjadi hancur dan
jiwa meneruskan “perjalanannya”, karena jiwa bersifat langgeng. Seperti dikenal dalam
legenda kuno Yunani, bahwa jiwa-jiwa orang mati akan kembali ke rumah Hades, dan
kelak di kemudian hari akan di hidupkan lagi dari kematian. Menurut hal tersebut
berarti orang-orang yang hidup adalah mereka yang di bangunkan kembali dari
kematiannya. Ini membuktikan bahwa jiwa memang benar-benar ada di sana, dan tak
mungkin di hidupkan lagi apabila jiwa tersebut tidak ada.
7
Menurut Socrates tubuh merupakan hal yang tampak dan selalu berubah-ubah,
sedangkan jiwa sebagai hal yang tak tampak yang selalu sama tak berubah-ubah. Ada
kemungkinan jiwa kita akan selalu dibawa tubuh kea rah sesuatu yang berubah dan
terbawa ke keadaan kacau tersesat kehilangan arah. Namun, apabila jiwa mampu
mempelajari segala sesuatunya sendiri, maka ia akan menuju ke sesuatu yang murni dan
abadi tak dapat mati serta tak akan berubah.3
1.Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Kanisius, 2005) hlm. 35 2.Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Tintamas, 1986) hlm. 73
3Drs. Loekisno Choirul Warsito, M.Ag .Drs. Ali Maksum, M.Ag. Sanuri, M. FiI.I. Nuriyadin,
M. FiI.I. dan H.A nis Bachtiar, M. FiI. I., Pengantar Filsafat (Surabaya: IAIN SA Press,
2011) hal. 20-21
8
D. Penutup
Kesimpulan
Zaman Yunani ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Yunani pada abad
VI SM sampai akhir abad IV SM. Di antara pemikir aliran-aliran ini adalah
Thales, Anaximender, Anaximenes. Ketiganya cenderung para matrelistis.
Sedangkan aliran Pythagoras yang bercorak mistis dan matematis.
Dalam jalan pemikiran Socrates ini, dapat disimpulkan bahwa tugas manusia
adalah untuk menjaga keselamatan jiwa lebih berharga dibanding dengan raga.
Jiwa bukan sekedar nyawa manusia, melainkan suatu azas hidup dalam arti yang
lebih dalam yakni hakikat manusia sebagai pribadi yang bertanggung jawab.
Apabila manusia hanya sekedar hidup tidak ada artinya melaikan hidup secara
baik dan bemanfaat begi orang lain. Untuk mencapainya, manusia harus
mempunyai penglihatan dalam yang murni. Jika ia melakukan hal yang salah,
maka ada yang tidak beres pada penglihatan tersebut. Maka yang paling pokok
adalah membuat manusia mempunyai penglihatan dalam yang benar.
9