Sam Hiromoto

Embed Size (px)

DESCRIPTION

akuntansi

Citation preview

1

1

1. Latar BelakangPerubahan lingkungan bisnis global menjadikan inovasi sebagai kunci kesuksesan yang akan mampu mendorong perusahaan untuk tetap bertahan dan berdaya saing. Perubahan ini dalam tatanan ideal juga harus diikuti oleh perubahan berbagai aspek dalam perusahaan termasuk akuntansi manajemen. Akuntansi manajemen harus dapat berkontribusi dalam pengembangan inovasi secara berkelanjutan continuous innovation dalam perusahaan. Paper ini ditulis untuk memberikan gambaran pentingnya dilakukan pemugaran (restorasi) relevansi dari peran akuntansi manajemen dalam perusahaan berikut beberapa elemen tema baru yang perlu menjadi fokus dalam akuntansi manajemen. Restorasi ini perlu dilakukan karena informasi yang dihasilkan oleh akuntansi manajemen sebelumnya tidak lagi relevan dengan lingkungan bisnis yang ada. Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada beberapa perusahaan manufaktur yang sukses di Jepang. Keberhasilan industri di Jepang dalam melakukan restorasi relevansi peran akuntansi manajemen membuat industri di Jepang mampu menjadi kompetitor yang handal bagi industri di AS terutama pada masa-masa suram industri AS kehilangan relevansi (The Dark Age of Relevance).

2. Fokus PenelitianPenelitian ini berfokus pada 2 hal yaitu :a. Pengujian kembali tujuan dan peran akuntansi manajemenb. Elemen dari tema baru dalam akuntansi manajemen

3. Pertanyaan penelitianPertanyaan dari penelitian ini adalah :Kenapa perlu dilakukan restorasi relevansi peran akuntansi manajemen dan bagaimana melakukan restorasi tersebut (belajar dari industri manufaktur yang sukses di Jepang)

Tujuan penelitian :Memberikan gambaran tentang kenapa perlu dilakukan restorasi relevansi peran akuntansi manajemen dan menjelaskan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk melakukan restorasi tersebut.

4. Literatur ReviewMenurut Ferrara (1990), penelitian akuntansi manajemen yang berfokus pada perilaku telah mulai dilakukan di US, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Anthony (1957), Bedford (1957), Schiff dan Lewin (1968). Horngren (1989) juga menyebutkan bahwa aspek motivasi juga telah dibahas dalam isu akuntansi manajemen tetapi tetap saja kuantifikasi akuntansi lebih dipercaya untuk pengambilan keputusan ekonomi. Penelitian-penelitian juga lebih difokuskan pada data akuntansi untuk pengambilan keputusan (Horngren, 22: Johnson and Kaplan,1987).

5. Hasil Penelitian 5.1. Pengujian kembali Tujuan dan Peran Akuntansi ManajemenPerubahan perlu dilakukan untuk merestorasi relevansi akuntansi manajemen. Beberapa perspektif tradisional dari Akuntansi manajemen perlu dipertimbangkan kembali seperti : A. Penekanan yang berlebihan (over emphasis) pada peran sebagai penyedia informasi dalam pengambilan keputusan. Akuntansi manajemen harus berfokus pada aspek behavior bukan hanya sebagai penyedia infomasi dalam pengambilan keputusan. Menurut Ferrara (1990), penelitian akuntansi manajemen yang berfokus pada perilaku telah mulai dilakukan di US, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Anthony (1957), Bedford (1957), Schiff dan Lewin (1968). Namun demikian relevansi dan akurasi angka akuntansi masih tetap dipercaya sebagai hal terpenting untuk pengambilan keputusan diatas informasi lainnya. B. Overemphasis on constrained Optimization. Akuntansi manajemen pada umumnya mengasumsikan perusahaan memiliki lingkungan yang stabil ketika menetapkan sistem akuntansi yang akan diterapkan (Kaplan,1983). Persoalan mendasar pada perusahaan konvensional adalah anggapan bahwa setiap keterbatasan yang dimiliki perusahaan sebagai sesuatu yang given sehingga setiap kebijakan harus diambil dengan mengoptimalkan keterbatasan yang ada. Johnson (1990) telah membahas perubahan dalam pola pikir akuntansi manajemen dari taking constraints as given ke moving constraints. 5.2. The Elements Of New ThemeUntuk dapat bertahan pada lingkungan bisnis yang tealh berubah, akuntansi manajemen harus mengikuti 4 elemen tema baru yaitu :5.2.1. A behavior influencing focus: From information for decision to a behavior influencing focus (linking organizational strategies to action).Dengan perubahan lingkungan bisnis membuat peran akuntan manajemen sebagai penyedia informasi untuk pengambilan keputusan mengalami kemunduran. Akuntan manajemen harus merubah fokusnya dari perancangan sistem untuk menyediakan informasi dalam pengambilan keputusan (information for decision) kepada desain sistem untuk mempengaruhi perilaku (behavior influencing focus). Fokus utama dalam pendekatan behavior-influencing adalah sistem yang mempengaruhi prilaku karyawan untuk melakukan sesuatu. Sistem ini tidak lagi selalu memerlukan data biaya yang akurat, tapi lebih pada bagaimana kreatifitas karyawan dapat berkontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini telah diimplementasikan pada beberapa perusahaan besar di Jepang dimana akuntansi manajemen yang mereka terapkan tidaklah kompleks dan canggih namun dalam hal pengambilan keputusan melibatkan manajer dari berbagai bidang dan tingkatan yang berbeda.

5.2.2. Market driven management : From technology driven to market driven management systemsIndustri di Jepang mampu bertahan setelah masa perang dunia II karena mereka melihat kebutuhan pasar (market driven) dan menyusun strategi sesuai dengan kebutuhan pasar tersebut. Market driven management merupakan pola pikir manajemen yang lebih memprioritaskan kebutuhan pasar atau permintaan pelanggan daripada keterbatasan teknologi. Dalam filosofi ini, manajemen juga berusaha untuk mencari solusi atas keterbatasasn teknologi untuk memuaskan pasar. Perubahan lingkungan manufaktur yang sebelumnya mengasumsikan pasar dan teknologi stabil menjadi pasar dan teknologi yang senantiasa berubah dengan cepat mengharuskan manajemen mengimplementasikan market driven management dan juga harus didukung oleh mekanisme pengukuran dan pengendalian yang memadai.Jepang menggunakan sistem akuntansi manajemen yang dapat mempengaruhi perilaku pasar dengan menggunakan target costing pada tahap desain dan development (sebelum proses produksi) dan tahap produksi. Target costing pada tahap design dan development disebut sebagai genka kikaku. Aktifitas dikontrol dengan menggunakan target atau market-based allowable cost sehingga perusahaan dapat merealisasikan profit pada pasar yang kompetitif dan membandingkannya dengan biaya aktual.Technology- Driven System

Sumber dayaSumber daya

Aktivitas

TeknologiPasarGoal of PerformanceGoal of PerformanceTeknologiPasar

Market-Driven System

AktivitasPasarTeknologiAktivitasSumber dayaSumber daya

Goal of Performance

Market Driven Cost Management SystemsUntuk mendukung pendekatan market driven behavior, akuntansi manajemen di Jepang menggunakan sistem biaya target (target costing) baik sebelum proses produksi (tahap pengembangan dan perancangan produk) maupun selama tahapan proses produksi. Dengan sistem biaya target, aktifitas perusahaan dikontrol dengan target biaya yang ditetapkan pasar (market-based allowable cost) sehingga dapat mencapai profit.

5.2.3. From static to dynamic approachPerubahan lingkungan bisnis juga mengharuskan sistem akuntansi manajemen lebih dinamis yang salah satunya dicirikan dengan penilaian kinerja yang dilakukan sepanjang waktu sehingga membantu organisasi untuk mencapai tujuannya. Okamoto (1989) dan Hall (1991) melakukan observasi untuk mengukur trend actual performance, sedangkan Hiromoto (1988) menggunakan moving goals of performance. Dalam observasinya, diperoleh data bahwa pada perusahaan mobil di Jepang yang menerapkan genka kikaku, melakukan dekomposisi target (allowable) cost per unit mobil secara dinamis. Penetapan target cost dilakukan per section sehingga dapat ditentukan target pada setiap part..

5.2.4. From baton-passing to team oriented approachTeam oriented approach menghendaki akuntansi manajemen berperan sebagai fasilitator dalam sharing pengetahuan dan pengalaman pada organisasi. Dengan filosofi ini akuntansi manajemen harus selalu mengoptimalkan upayanya agar dapat berkontribusi dalam pemecahan masalah organisasi. Akuntan manajemen harus menjadi member dari tim manajemen yang bisa membangun komunikasi dengan semua pihak dalam organisasi.

CONTOH A: Perusahaan A yang memproduksi beberapa jenis produk mengalami masalah tingginya biaya tidak langsung (indirect manufacturing cost), sehingga perusahaan menerapkan standarisasi untuk masing-masing produk untuk mengurangi biaya dan menggunakan metode pengukuran kinerja yang sesuai. Proses standarisasi dimulai dari bagian perancangan yang berusaha untuk merancang produk dengan kualitas baik dan harga yang rendah. Biaya perancangan ini dialokasikan ke produk dengan metode standardization based allocation. Dengan standardization based allocation systems, biaya desain dan testing dialokasikan pada tiap kategori produk berdasarkan jumlah karyawan yang terlibat. Kemudian total weighted number of parts used (TWN) dihitung berdasarkan perkalian antara kuantitas produk dengan weighted number of part used in the certain model. Penerapan sistem ini meningkatkan kinerja perusahaan dari waktu kewaktu.

CONTOH BPerusahaan A diatas mengalami masalah baru pada akhir tahun 1980-an dimana salah satu jenis produk utamanya yang menggunakan komponen standar yang sama tidak terlalu bagus penjualannya. Standard-based cost allocation systems yang diterapkan perusahaan tidak lagi relevan dan perusahaan mulai menggunakan sistem alokasi baru dimana pada tahap awal biaya desain dan testing dialokasikan berdasarkan jumlah karyawan setelah itu dialokasikan berdasarkan penjualan masing-masing produk.

CONTOH CPerusahaan menggunakan flexible manufacturing systems yang diharapkan dapat mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, memperpendek delivery time dan secure employment namun sistem ini belum mendatangkan profit yang memuaskan. Untuk mengatasi permasalahan ini manajer melakukan perubahan pola pikir sehingga perusahaan dapat bertahan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Akuntansi manajemen melakukan perancangan sistem biaya yang berfokus pada aspek behavior. Hasilnya, perusahaan memiliki sistem akuntansi biaya yang sangat inovatif. CONTOH DPerusahaan menjalankan operasi secara full capacity namun belum mampu mendatangkan profit. Berbagai pendekatan telah dilakukan unuk memperbaiki performance dan akhirnya manajemen menjalankan strategi baru serta memperkenalkan strategi ini pada seluruh orang dalam organisasi. Perusahaan juga menambahkan 2 pendekatan dalam pengukuran kinerja yaitu lead time dan inventory turn over.

6. KesimpulanPerubahan lingkungan bisnis juga harus diikuti oleh perubahan pola pikir akuntan manajemen. Para akuntan manajemen harus mampu menjawab pertanyaan untuk tujuan apa mereka ada dan peran apa yang harus mereka jalankan. Akuntan manajemen harus lebih berfokus pada behavior bukan sekedar sebagai penyedia informasi saja. Akuntansi manajemen juga harus meningkatkan kontribusinya dalam continous innovation yang menjadi kunci sukses dalam pesaingan industri saat ini.

7. Kritisi PaperPenelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan jenis penelitian studi kasus (kualitatif). Dari sisi literatur review, jumlah penelitian sebelumnya yang dikutip dalam penelitian ini masih relatif sedikit, namun jika dilihat dari tahun paper yang dijadikan sebagai bahan literatur sudah cukup dekat dengan tahun penulisan paper. Didalam artikel yang ditulis belum digambarkan tentang metode penelitian yang digunakan termasuk penjelasan sampel yang digunakan. Dalam artikel ini tidak dijelaskan secara spesifik perusahaan yang dijadikan sampel. Penulis hanya menyebutkan melakukan studi pada perusahaan manufaktur yang sukses di Jepang tetapi juga tidak dijelaskan indikator kesuksean perusahaan tersebut apa. Secara umum artikel ini telah memberikan kontribusi dalam mendorong perubahan pola pikir khususnya akuntan manajemen. Artikel ini juga sudah dengan jelas menggambarkan beberapa tema baru dalam akuntansi manajemen.

Universitas IndonesiaUniversitas Indonesia

Universitas Indonesia