Upload
trinhthu
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RUJUK ANTARA TEORI DAN PRAKTEK
( Studi pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok )
Oleh :
SYAIFULLOH
NIM. 105043101312
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PRODI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
RUJUK ANTARA TEORI DAN PRAKTEK
(Studi pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
SYAIFULLOH
NIM. 105043101312
Di bawah Bimbingan
Dr. H. Muhammad Taufiki, MAg.
NIP. 196511191998031002
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PRODI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Kata yang paling awal untuk mengucapkan syukur senantiasa
penulis ucapkan atas segala nikmat yang telah Allah berikan, terutama nikmat Iman,
kesehatan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai macam persoalan dan
permasalahan hidup. Sehingga dengan nikmat itulah akhirnya penulis dapat
merampungkan skripsi yang berjudul : “ RUJUK ANTARA TEORI DAN
PRAKTEK ( Studi pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota Depok).
Shalawat dan salam tidak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah mengajarkan bahwa Ilmu adalah bekal untuk
mendapatkan dunia dan akhirat.
Dalam merampungkan penulisan skripsi ini, tentunya memerlukan daya
upaya yang sangat keras dan penuh dengan perasaan yang tidak akan pernah
terlupakan, antara harapan, kekhawatiran, keyakinan dan kenyataan menjadi suatu
unsur sangat mewarnai dalam kazanah penulisan skripsi ini. Tentunya dibalik
kesuksesan semua ini tidak terlepas dari peranan dari pihak-pihak yang banyak
memberikan kontribusi dan dukungan di dalamnya. Untuk itu, kiranya penulis perlu
mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan apriasiasi yang tinggi
atas semua bantuan dan jasa yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
Terutama kepada beberapa pihak, diantaranya :
i
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin
Suma, S.H., M.A., M.M. beserta para pembantu dekan, baik sebagai aparat
birokrasi maupun sebagai pribadi. Terima kasih atas segala bantuan yang
diberikan.
2. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. Sebagai ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Hukum beserta Bapak Dr. H. Muhammad
Taufiqi, M. Ag, sebagai Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiqi, M. Ag, yang tulus ikhlas membantu dan
membimbing dengan penuh kesabaran, sehingga penyelesaian skripsi ini
berjalan baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang tidak dapat saya sebutkan
satu-persatu yang telah banyak memberikan peranan dalam memberikan
pembelajaran, sehingga tercapainya gelar Sarjanah dalam bidang ilmu
syari’ah
5. Pimpinan dan seluruh staf karyawan perpustakaan Syari’ah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas untuk studi
kepustakaan.
6. Ayahanda Nurdin dan Ibunda tercinta syarifah yang telah banyak berkorban,
moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
ii
iii
7. Kakak-kakak tercinta yang selalu mendampingi penulis dan usaha jerih
payahnya dalam membantu mensukseskan dari awal sampai akhir studi, dan
selalu memberikan doa.
Dan kiranya masih banyak pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan
semuanya yang memberikan andil dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah-lah penulis serahkan, semoga segala amal baik
yang telah mereka berikan mendapatkan balasan yang sebaik-baik dari Allah SWT.
Amin
Jakarta, 25 Februari 2010 M 11 Rabiul Awal 1943 H
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iv
BAB I PENDAHULUAN……………………...……………………………....1
A. Latar Belakang Masalah………………………...……………………1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………..…………….8
C. Tujuan Penelitian……………………………………………..……...9
D. Metode Penelitian…………………………………………………....9
E. Review Studi Terdahulu……………..……………………...………12
F. Sistematika Penulisan……………………………………………….14
BAB II PEMBATASAN SEPUTAR RUJUK……………………………….15
A. Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk………………………..............15
B. Syarat dan Rukun Rujuk…………...………………….....................29
C. Bentuk Rujuk………………………………………….....................38
D. Hikmah Disyariatkan Rujuk…………..……………………………39
BAB III KONDISI OBJEKTIF WILAYAH PENELITIAN ……....………...42
A. Letak Geografis……………………………………………………..42
B. Sejarah dan Kependudukan……………..……………………….….44
C. Pendidikan………………………………………………………..…46
D. Perekonomian…………………………………………………….....48
E. Sarana dan Prasarana……………………………………………..…51
BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………...………………55
A. Profil Responden Masyarakat Sukmajaya…………………………...55
B. Pemahaman Masyarakat Seputar Rujuk...……………………..…….56
C. Fenomena Praktek Rujuk Warga Kecamatan Sukmajaya…………...60
D. Praktek Rujuk yang Tidak Sesuai Fiqih:
Analisis Yuridis, Sosiologis dan Filosofis..........................…………63
E. Analisa Penulis………………………………………………………68
BAB V PENUTUP……………………………………………………………….72
A. Kesimpulan………………………………………………………..…72
B. Saran…………………………………………………………………73
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………75
LAMPIRAN..……………………………………………………………………….77
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah Agama yang keseluruhan isinya diajarakan dan diwahyukan
oleh Allah Swt kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad Saw sebagai
Rasul-Nya. Agama Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang mencakup
berbagai aspek kehidupan umat manusia. Kelengkapan seluruh aspek tersebut dapat
dipahami salah satunya dari ayat Al-quran yang terakhir disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw saat haji Wada’ (haji perpisahan) beberapa puluh hari sebelum
beliau wafat1. Ayat itu berbunyi :
☺ ☺
☺ ) ٣:المائدة (
Artinya : “pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu”. ( QS. Al-Maidah: 3)
Disamping itu tujuan utama dari pensyariatan ajaran-ajaran Islam itu sendiri,
ialah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiyaa: 107
1 M. Ali, Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,( Jakarta: Prenada media,
2003), h. 12.
1
2
)١٠٧:االءنبيا ( ☺
Artinya :“Dan aku tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai
rahmad bagi seluruh alam”.(QS. Al-Anbiyaa : 107).
Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa keseluruhan aspek ajaran Islam
termasuk hukum didalamnya tidak lain diperlukan bagi kemaslahatan umat manusia
itu sendiri. Kebahagian yang ditimbukan oleh suatu ikatan pernikahan merupakan
buah dari cintakasih dari pasangan suami istri, mereka saling menghargai dan saling
menghormati satu dengan yang lainnya sehingga tercipta keharmonisan dalam rumah
tangga. Namun, banyak sekali pasangan suami isteri yang tidak dapat menjaga
keutuhan keluarga dan menjaga ikatan suci sebuah perkawinan sehingga
menyebabkan perceraian.
Penggunaan cerai tanpa kendali akan merugikan bukan saja kedua belah pihak
yang bercerai, tetapi juga akan merugikan tentunya bagi anak-anak dan keluarga
kedua belah pihak pada umumnya (broken home)telah membawa akibat langsung
tumbuhnya dan bertambahnya problem anak-anak nakal2.
Dampak dari perceraian ini berimbas kepada anak-anak yang orang tuanya
sudah bercerai, mereka tidak terurus dengan baik dan kurangnya pengawasan dari
kedua orang tuanya. Sehingga menyebabkan jiwa anak menjadi prustasi dan dalam
2 Asro sosroatmojo, Walih Aulawi, Hukum Perdata Di Indoesia, (Jakarta : Bulan Bintang,
1978), cet. Ke-2, H. 36.
3
pemikiranya mereka cenderung melakukan hal-hal yang bersifat negatif yang
dilarang oleh syariat Agama dan tidak bisa mengontrolnya.3 Oleh karena itu Islam
mengajarkan kepada sepasang suami isteri yang telah bercerai untuk kembali kepada
ikatan perkawina dengan jalan rujuk selagi isteri dalam masa iddah, dengan jalan
rujuk diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda dari dampak perceraian yang
dilakukan oleh orang tuanya. Islam mendambakan agar sekali pernikahan dilakukan
dan dipertahankan sekuat tenaga supaya tidak terjadi percerian. Karena seharusnya
pernikahan tidak dianggap remeh dan tidak disepelekan, tidak semestinya diputuskan
kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa.
Rujuk adalah kembali kepada ikatan perkawinan yang sempat rusak dengan
perceraian tanpa akad nikah dan selagi istri dalam masa iddah4. Hal ini merupakan
satu kesempatan diberikan oleh Islam, yang diberikan pasangan suami istri yang
telah melakuakn talak raj’i untuk kembali meragut cinta kasih dalam mahligai rumah
tangga. Toleransi yang diberikan untuk kembali kepada ikatan suci suatu perkawiana
dengan jalan rujuk dapat dimaafkan dengan sebaik-baiknya untuk membawa
kembali membawa keutuhan dan kebahagian rumah tangga, Sehingga istri dan
anak-anak meresa dilindungi hak-haknya, tentram dan bahagia menjalankan
kehidupan, Hal tersebut sesuai dengan tujuan perkawinan yang tertulis dalam
3 M. Ali, Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,( Jakarta: Prenada media, 2003), h. 12.
4 Ali, Zainuddin, Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,( Jakarta: Media Grafika, 2006) h. 45
4
Undang-undang No. 1 tahun 1974, ditegaskan tujuan untuk mambawa keluarga yang
bahagia dan kekal berdasrkan ketuhanan Yang Maha Esa5. Dengan pengarahan
tersebut Undang-undang menginginkn adanya kebahagian rumah tangga yang kekal
dalam iktan suci perkawinan, oleh karena itu Undang-undang Perkawinan
mempersulit jalan perceraian bagi para suami istri yang sudah tidak dapat
menemukan jalan lain untuk islah
Jalan untuk kembali kepada ikatan suci perkawinan inilah yang membuat
hukum Islam begitu selalu menarik untuk dikaji. Mengenai kedudukan saksi dalam
rujuk pada dasarnya berpangkal pada pemahaman terhadap pada surat Ath-Thalak
ayat 2, sebab ayat inilah yang menjadi hujjah dalam membahas hukum yang berkenan
dengan rujuk, adapun mengenai saksi untuk ikrar tersebut bayak pendapat yang di-
kemukakan oleh para ulama madzhab, pendapat tersebut berdasarkan
perbedaan antara ikrar rujuk dengan akad nikah dan perbedaan antara kedu-
dukan saksi rujuk dengan saksi nikah
Rujuk dalam Islam merupakan tindakan hukum yang terpuji. Sebab, sesudah
pasangan suami isteri melewati masa krisis konflik yang diakhiri dengan perceraian,
kemudian timbul kesadaran untuk menyambung tali perkawinan yang pernah teputus.
Oleh karena itu mereka kembali kepada keutuhan ikatan perkawinan berdasarkan
5 Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006) h. 56
5
kesadaran masing-masing pihak atas kesalahan sehingga tercipta keutuhan rumah
tangga sesuai dengan firman Allah Surat Ath-thalaq ayat 2 :
☺
☺
)٢: الطالق (
Artinya : “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu”. (Q.S. At-Thalaq 2).
Rujuk itu menghalalkan kembali hubungan antara laki-laki dengan
perempuan sebagaimana juga pada perkawinan, namun antara keduanya terdapat
perbedaan dan prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya kedua hal tesebut.
Rujuk menurut pendapat yang disepakati oleh ulama memerlukan saksi untuk
mengakadkannya, sedangkan dalam perkawinan adanya wali dan ada saksi. Dengan
demikian pelaksanaan rujuk lebih sederhana dibandingkan dengan perkawinan namun
dalam perkembanagan selanjutnya tata cara rujuk tidaklah sederhana yang
digambarkan ulama fiqih. Seperti terlihat di dalam perundang-undangan yang
berlaku, rujuk yang tata caranya di atur sebagaimana yang terdapat di dalam KHI.
Tetapi dalam hal rujuk ini tidak lepas dari masa iddah isteri. Seorang suami
harus mengetahui masa iddahnya isteri yang tujuannya ada peluang untuk kembali
kepada isteri pertama yang telah ditalak. Dalam masa iddah status wanita itu tetap
6
sebagai isteri. Ia masih berhak untuk menerima nafkah dan tempat tinggal seperti
biasa, bahkan apabila salah satu pihak meninggal dunia maka pihak yang lain masih
berhak menerima warisan yang tidak boleh masa iddah itu ialah hubungan badan6.
Masa iddah ialah masa berpikir panjang merenungkan kesalahan diri sendiri.
Itulah masa tenang, perang mulut sudah berhenti dan hati panas sudah mereda,
catatan peristiwa demi peristiwa rumah tangga yang sudah berlalu dapat dibaca
dengan pikiran yang sehat. Diharapkan dari peristiwa talak yang sudah terjadi itu su-
ami isteri mendapat pelajaran yang berharga.
Banyak suami yang terketuk hatinya hatinya untuk berkumpul kembali
dibawah satu atap sebagai suami isteri yang setia, kasih sayang yang terpadu dan
melupakan semua kejadian yang menghitamkan lembaran sejarah mereka dimasa
yang sudah lalu. Dengan itikad baik dan penuh kesadaran suami melangkah kembali
kepada isterinya dan istrinya pun dengan senang hati terbuka menerima dengan gem-
bira kedatangan suaminya
Pada masa iddah itulah kesempatan untuk kembali rujuk, dan apabila sudah
diluar batas waktu iddah masalahnya sudah lain lagi. Dengan adanya sistem rujuk
dalam perkawinan menurut ajaran Islam, berarti Islam telah membuka pintu untuk
memberi kesempatan melanjutkan pembinaan keluarga bahagia yang diidamankan
6 Ahmad, Ihsan, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung: Diponegoro, 1989). h. 78
7
oleh setiap orang yang berkeluarga. Bersatu kembali sesudah beberapa lama berpisah
sering kali membawa udara baru yang segar dan cinta kasih yang mendalam, oleh ka-
rena itu betapa penting adanya suatu badan yang bergerak dalam masyarakat mem-
persatukan kembali suami isteri yang sudah bercerai.
Di Indonesia telah ada proses tentang rujuk sebagaimana telah diatur dalam
PP nomor 9 tahun 1975 tetapi dijumpai dalam pasal 163, 164, 165 dan 166 KHI.7
Namun dalam perakteknya, tidak dapat dipungkiri bahwa sampai sekarang masih ada
sebagian dari mereka rujuknya pada masa iddah isteri habis akibat talak raj’i.
sebagimana yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Sukmajaya tidak malakukan
proses rujuk pada masa iddah talak raj’i, tetapi mereka menghabiskan masa iddah
isteri untuk menenangkan hati dan pikiran atas kejadian yang menimpah rumah
tangga mereka dan ketika masa iddah isteri habis baru suami ingin kembali kepada
isterimelakukan pernikahan baru yang terjadi di masyarakat Kecamatan Sukmajaya
kota Depok. Dan karena itu penulis ingin mengetahui kenapa masyarakat Kecamatan
Sukmajaya melalukan rujuknya akibat talak raj’i pada masa iddah istrei habis
bukannya pada masa iddah talak ra’i. Sebagaimana halnya masyarakat Kecamatan
Sukmajaya Kota Depok
7 Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006)
h. 82
8
Dari latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi
dengan judul. Rujuk antara Teori dan Peraktek (Studi pada Warga Masyarakat
Kecamatan Sukmajaya Kota Depok)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan dalam skripsi ini akan berkisar terhadap fenomena rujuk suami
isteri. Namun penulis ingin melihat dari tiga sudut antara pemahaman masyarakat
tentang rujuk, mengapa suami isteri yang telah jatuh talaknya (satu dan dua)
kemudian suami menghabiskan masa iddahnya isteri dan kenapa mereka melakukan
rujuknya pada masa iddah isteri habis.
Sesuai dengan pokok permasalahan tersebut, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman masyarakat Sukmajaya tentang rujuk
2. Bagaimana pelaksanaan rujuk yang dilakukan suami ketika sudah habis
masa iddah isteri di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.
3. Kenapa terjadi praktek rujuk yang tidak sesuai fiqih : analisis yuridis,
sosiologis dan filosofis.
9
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat tentang rujuk.
2. Untuk mengetahui pelaksanan rujuk yang dilakukan suami ketika sudah
habis masa iddah isteri di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.
3. Untuk mengetahui Kenapa terjadi praktek rujuk yang tidak sesuai fiqih:
analisis yuridis, sosiologis dan filosofis
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam rangka memperoleh data yang akurat dan valid maka diperlukan
metode yang representif. Dalam hal ini, penilis menggunakan metode penelitian
dengan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan umum yang menghasilkan data
yang bersifat deskriptif. Karena, pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang
berusaha memahami gejala tingkah laku manusia menurut sudut pandang subjek pe-
nelitian, dan memungkinkan penelitian memahami gejala sebagai mana subjek men-
galaminya, mengfokuskan pada proses-proses yang terjadi dalam individu, serta ling-
kungannya sebagai kesatuan. Hal ini penting agar dapat diperoleh gambaran utuh dari
penghayatan subjek terhadap keadaan yang dialaminya, metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata penulis
atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.
10
2. Subjek Penelitian
Subjek atau responden dan nara sumber yang dilibatkan dalam penelitian ini
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Subjek penelitian warga masyarakat Kecamatan Sukmajaya yang
mempunyai pengalaman pribadi terkaid dengan rujuk pada masa iddah
isteri habis.
b. Subjek penelitian bertempat di masyarakat Kecamatan Sukmajaya Kota
Depok.
Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak (18) orang, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu serta kesulitan penelitian dalam memperoleh kasus dan responden
yang banyak diantara warga masyarakat Kecamatan Sukamjaya yang mempunyai
pengalaman pribadi terkait dengan rujuk pada masa iddah isteri habis. Teknik
pemilihan nara sumber penelitian ini pun menggunakan purposive Sampling
(sample bertujuan) yang dipilih bukan berdasarkan atas random, tetapi didasarkan
atas tujuan tertentu.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka penulis
menerapkan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
11
a. studi Dekumentasi, yaitu penulis mengumpulkan data dengan menelusuri
bahan pustaka baik dari buku, makalah, ataupun literature-literatur lainya
yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b. Wawancara, yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara mengajukan
pertanyaanpertanyaan secara langsung pada masyarakat terutama bagi pelaku
pernikahan tersebut maupun tokoh masyarakatdan juga aparat yang
berwenang menanganinya, tentang segala sesuatu yang menyangkut dan
berkaitan dengan penulisan skripsi ini
4. Teknik Analisa Data
Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
Kualitatif. Karena, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, memilah-memilahnya satuan yang dapat dikelolah untuk
mencari dan menemukan pola, menemukan apa-apa yang penting lalu apa yang harus
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakana kepada orang lain8.
Adapun dalam hal penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman Penulisan
Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2007.
8 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 248
12
E. Review Studi Terdahulu
Dalam Skripsi yang telah ada terdapat hasil penelitian yang ditulis oleh
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum diantaranya yaitu :
1.“Kedudukan Saksi Dalam Rujuk Menerut Imam Madzhab, Undang-undang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Penulis Achmad Zainudin Jurusan
Perbandingan Madzhab Fiqih 2006. Skripsi ini membahas seputar tentang
masalah
Kedudukan Saksi Dalam Rujuk Menerut Imam Madzhab, kemudian Kesaksian
dalam rujuk menurut Kompilasi Hukum Islam, selain itu ketentuan
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang kesaksian dalam rujuk,
dan persamaan dan perbedaan antara pendapat Imam Madzhab, serta dalam
Kompilasi Hukum Islam.
2. “ Batas Kewenangan Suami dalam Hal Talak dan Rujuk Meneurut Undang-undang
No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Penulis Husni
Bubarak. Jurusan Al-ahwal Al-syakhsiyyah 2007.
Pembahasan dalam skripsi ini menjelaskan bahwa dalam batas kewenangan suami
dalam hal talak dan rujuk Meneurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dimana dalam kripsi ini membahas
bagaimana suami dalam hal talak dan rujuk melihat keadaan isteri untuk
mengucapkan talak dan rujuk yang berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1974
13
dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia terhadap isteri agar tidak terjadi salah
dalam penerapanya bagi suami yang ingin mengajukan talak dan rujuk.
3 “ Pemanfaatan benih Bayi tabung setelah suami Isteri rujuk dari Perceraian
Menurut Hukum Islam. Penulis Eka susilawati . Jurusan Al-ahwal Al-syakhsiyyah
1996.
Pembahasan dalam skripsi ini menjelaskan bahwa dalam Pemanfaatan benih Bayi
tabung setelah suami Isteri rujuk dari Perceraian menurut hukum Islam yang
menjadi fokusnya ialah bagaimana status bayi tabung tersebut setelah suami isteri
rujuk dan bagaimana status hukum dan dalam skripsi ini juga membahas nafkah
suami kepada isteri akibat perceraian yang dalam masa iddah.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menambahkan dari Skripsi terdahulu
dengan menjelaskan fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu rujuk yang tidak
sesuai dengan pengertian yang tertulis dalam kitab-kitab fiqih dan Undang-undang
No. 1 tahun 1974, dimana dalam kembalinya suami isteri tidak melaui masa iddah.
Tetapi menghabiskan masa iddahnya isteri yang tertalak raj’i yaitu tiga kali suci atau
tiga bulan. Sebab bagi mereka waktu tersebut tidak cukup untuk masa pendamaian
atau ingin bersatu lagi dalam ikatan rumah tangga. Maka dalam kesempatan ini
penulis ingin membahas dalam Skripsi ini dengan tema Teori dan Praktek dalam
masalah rujuk yang terjadi di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok.
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memberikan arahan serta gambaran materi yang
terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah,TujuanPenelitian, Review Studi
Terdahulu, Sistematika Penulisan.
BAB II : Pembahasan Seputar Rujuk, Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk,
Syarat dan Rukun, Bentuk Rujuk, Hikmah di Syariatkan Rujuk.
BAB III : Pembahasan tentang Gambaran Umum Kecamatan Sukmajaya, Letak
Geografis, Sejarah dan Kependudukan, Pendidikan, Perekonomian,
Sarana dan Prasarana
BAB IV : Hasil Penelitian, Profil Responden Masyarakat Sukmajaya, Pemaha-
man Masyarakat Seputar Rujuk, Fenomena Praktek Rujuk Warga
Kecamatan Sukmajaya, Praktek Rujuk yang Tidak Sesuai Fiqih:
Analisis Yuridis, Sosiologis dan Filosofis, Analisis Data
BAB V : Penutup berisi tentang, Kesimpulan dan Saran.
BAB II
PEMBAHASAN SEPUTAR RUJUK
A. Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk.
1. Pengertian rujuk
Rujuk dalam pengertian etimologi berasal bahasa Arab yaitu ع يرج-رجع –
عاورج (roja’a, yarji’u, ruju’an) yang berarti kembali.1 Menurut W.J.S. Purwadarma
dalam bukunya “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, penulisan yang benar dalam
ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah dengan kata “rujuk”. Defenisi
rujuk menurutnya adalah kembali kawin dengan isteri yang telah cerai (dengan syarat
tertentu).2 Sedangkan definisinya dalam pengertian fiqih menurut al-Mahalli ialah:
3 ة الرد الى النكاح من طالق غير بائن في العد
Artinya :“Kembalilah kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan bain,
selama dalam masa idda”
1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990) cet. Ke-8, h.
835 2 WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986)
Cet. Ke-9 h. 835. 3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.)
cet. Ke-II h. 337.
15
16
Rujuk dalam hukum perkawinan Islam adalah perbuatan yang baik sebab apabila
mereka telah cerai maka mereka termaksud orang-orang yang dibenci Allah Swt.
Oleh karena itu suami isteri yang telah melakukan talak maka sebaiknya suami
kembali kepada isteri dalam waktu masa iddah sebab pada masa iddahlah suami isteri
harus memikirkan hari esok setelah melalui masa yang sulit, rumah tangga yang
goyang dan masa krisis konflik. Oleh karena itu suami isteri kembali kepada ikatan
perkawinan yang telah dijalani sebelum jatuh talak raj’i dan melihat yang lebih baik
setelah bercermin atas kesalahan kedua belah pihak, sehingga atas pertimbangan itu
tercipta kembali keutuhan rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat : 228 sebagai
berikut:
☺
: البقرة( ☯ ٢٢٨(
Artinya : “Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki islah”. (Q.S. Al-Baqarah : 228)
Ketentuan diatas tidak terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
PP Nomor 1975, tetapi dijumpai dalam pasal 163, 164, 165 dan 166 KHI.
17
Adapun pasal 163 dalam KHI.
1) Seorang suami dapat merujuk isterinya yang dalam masa iddah. 2) Rujuk dapat dilakukan dengan hal sebagai berikut:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang dijatuhkan qobla al-dukhul.
b. Putusnya perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan tertentu atau alasan-alasan zinah dan khuluk4.
Apabila suami isteri melakukan rujuk berarti melakukan akad nikah kembali
dengan demikian, isteri yang akan dirujuk oleh suaminya menyetujui dan disaksikan
dua orang saksi. Di lain pihak, walaupun sang bekas suami ingin rujuk kepada bekas
isterinya yang masih dalam masa iddah, tetapi sang istri tidak menerimanya maka hal
ini tidak akan terjadi rujuk hal ini dijelaskan dalam pasal 164 KHI.
Pasal 164
”seorang wanita dalam msa iddah talak raj’i berhak mengejukan keberatan atas kehendak rujuk dari bekas suaminya dihadapan pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua orang saksi.”
Pasal 165
”Rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan mantan isteri, dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama.”
4Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Media Grafika, 2006.) cet. Ke-
1 h. 91-92
18
Pasal 165 diatas mempunyai pengertian sebagai berikut :
Pertama: kata atau ungkapan “kemblinya suami kepada isteri” hal ini mengandung
arti bahwa diantara keduanya sebelumnya telah terkait adalam tali perkawinan,
namun ikatan tersebut sudah berakhir dengan penceraian. Laki-laki yang kembali
kepada orang lain dalam bentuk perkawinan, tidak disebut rujuk dalam pengertian ini.
Kedua: ungkapan atau kata yang telah ditalak dalam bentuk raj’i. mengandung arti
bahwa isteri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum putus . Hal
ini mengandung maksud bahwa kembali kepada isteri yang belum dicerai atau telah
dicerai tapi tidak dalam bentuk talaq raj’i .
Ketiga: kata atau ungkapan “masih dalam masa iddah” mengandung arti bahwa rujuk
itu hanya terjadi selama isteri masih dalam masa iddah. Bila waktu iddah telah abis,
mantan suami tidak dapat lagi kembali kepada isterinya dengan nama rujuk. tapi
untuk maksud lain yaitu suami melakukan pernihan baru kembali.5
Pasal 166
”Rujuk harus dapat dibuktikan dengan kutipan pendaftaran rujuk dan bila bukti tersebut hilang atau rusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, dapat dimintakan duplikasi kepada instansi yang mengeluarkan semula”.
5Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.) cet. Ke-II h. 337-338
19
Ditinjau dari satu sisi yaitu rujuk itu menghalalkan hubungan kelamin antara laki-
laki dengan perempuan sebagaimana juga pada perkawinan, namun antara kedua
terdapat perbedaan dan prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya kedua bentuk
lembaga tersebut.
2. Dasar Hukum Rujuk
Hukum Islam terlahir berdasarkan azas-azas yang fudemental (ususu tasry’il
ahkam wa mabadiuhu) dan berdasarkan hukum-hukum itu kepada prinsip-prinsip
yang luhur dan tinggi (mabadiul ahkam). Semua itu bisa terwujud dalam beberapa
aspek yaitu :
1. Nafyul haraji (meniadakan kesulitan).
2. Qillatul taklif (sedikit hukum yang menjadi beban mukallaf )
3. Membina hukum dengan menempuh jalan tadarruj, tahap demi tahap, satu
demi satu..
4. Seiring dengan kemaslahatan manusia.
5. Mewujudkan keadilan yang merata
6. Menyumbat jalan-jalan yang menyampaikan kepada kejahatan.
7. Mendahulukan akal atas dzahir nash.
8. Membolehkan menggunakan segala yang bersifat indah.
9. Menetapkan hukum berdasarkan urf yang berkembang dalam masyarakat.
10. Keharusan suatu kewajiban manusia mengikuti sabda Nabi saw yang
disabdakan sebagai syari’at, tidak diwajibkan baginya mengikuti sabda-sabda
20
Nabi saw atau ajaran-ajarannya yang berhubungan kedunian yang berdasarkan
ijtihadnya.
11. Masing-masing orang yang berdosa hanya memikul dosanya sendiri.
12. Syara, yang menjadi sifat dzatiyah Islam.6
Sebuah pemikiran tentang konsep hukum Islam yang menyatakan bahwa hukum
Islam adalah absolute dan oteriter yang karenanya abadi dikembangkan dari dua
sudut pandang, dari sumber hukum Islam diajukanlah pendapat bahwa sumber hukum
Islam adalah kehendak Tuhan yang mutlak dan tidak bisa berubah.
Sudut pandang yang kedua berasal dari defenisi hukum Islam bahwa hukum
Islam tidak bisa diidentifikasi sebagai sistem aturan-aturan yang bersifat etis atau
moral. Jadi, pendapat pertama mendekati problem konsep hukum dalam kaitan
perbedaan antara akal dan wahyu. Sedangkan pendapat kedua membicarakan dalam
kaitan perbedaan antara hukum dan moralitas.7
Begitu juga dengan hakikat dari sebuah konsep rujuk, pada dasarnya untuk
memperbaiki kehidupan keluarga harus dilakukan dengan memperhatikan ajaran-
ajaran Agama yang bertalian dengan pembentukan dan kesejahteraan keluarga
tersebut dari perselisian yang timbul diantara suami dan isteri melalui pemilihan
madzhab-madzhab yang benar terjadinya talak, dengan memandang kepada lafaz dan
6.T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka bintang), 1993. Cet.
Ke-5.
7 Yudian W. Aswin, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Setia, 1995), Cet. 2. H. 28.
21
keadaan yang sebenarnya dari kedua suami isteri tersebut dan mempersempit wilayah
jatuhnya talak yang dibenci Allah Swt. Yang dijadika-Nya sebagai keharusan pilihan
atau penyelamatan dari keadaan yang terjadi secara tak terduga dengan harapan agar
kedua suami isteri tersebut bisa kembali kepada ketenangan.8
Apabila seorang suami mentalak isterinya dalam talak raj’i maka baginya boleh
merujuk tanpa izin isterinya, selama masa iddah belum selesai. keberhasilan suatu
rujuk dari seorang yang dapat dilihat dari ucapan dengan beberapa lafaz antara lain :
“Aku kembali lagi kepadamu”, dan kalimat yang dikembalikan kepadanya.
Secara umum Dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum tentang kebolehan rujuk
dalam talak raj’i dalam Al-Qura’an, dan Al-Hadits.
Pertama, ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kebolehan rujuk Surat Al-Baqarah
ayat 226 ialah :
☺
☺
☺
☯
8 Muhmud Syalthut Ali As-sayis, Fiqih Tujuh Madzhab, Tjm. Muqaranatul Madzahib Fil
Fiqhi, (Bantung : Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-1. h.261
22
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinyadan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. Al-Baqarah : 228)
Kedua Al-Qura’an surat Al-Bakarah ayat : 229 ialah :
⌧
)٢٢٩: البقرة (
Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”
(QS. Al-Baqarah : 229)
Ketiga Al-Qura’an Surat Ath-Thalak ayat : 2
☺
☺
☺ )٢: الطالق (
Artinya : “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
23
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah”. (QS. Ath-Thalaq: 2)
Dalam tafsir al-maraghi menerangkan kandungan ayat diatas bahwa suami isteri
yang ditalaq lebih berhak mengembalikan dirinya kepadanya pada masa iddah, jika
suami tersebut bermaksud memperbaiki dan menggaulinya dengan baik. Tetapi jika
kembalinya tersebut dimaksud untuk menyakiti dan menghalang-halanginya agar
tidak menikah dengan orang lain, maka ia telah membuatnya terkatung-katung ia
tidak memperlakukanya secara baik sebagaimana pelakuan seorang suami terhadap
isteri dan ia tidak mengizinkan untuk menikah dengan orang lain, dengan demikian ia
telah berbuat dosa9.
Menurut ayat diatas pula bahwa setiap wanita atau isteri yang telah ditalak oleh
suaminya, maka isteri harus menjalankan masa iddah. Masa iddah ini bertujuan untuk
memastikan kondisi isteri dan memberikan kesempatan kepada suami isteri tersebut
untuk perbaikan kembali secara jelasnya kesempatan kepada suami isteri tersebut
untuk perbaikan kembali. Secara jelasnya ayat diatas memberikan pengertian bahwa
rujuk dapat dilakukan :
1. Memberikan kesempatan kepada suami untuk merujuk kembali isteri yang telah
ditalak raj’i dalam artian bahwa suami dan istri tersebut diberikan jalan atau
9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006.)
cet. KeII h. 343.
24
kesempatan untuk perbaikan sebagai jalan untuk saling mengintropeksi diri atas
segala kehilapan yang telah dilakukan, sehingga penceraian tersebut merupakan
jalan terbaik yang harus ditempuh, yang sebisa mungkin harus dihindari.
2. Suami dapat merujuk isterinya yang telah dithalaq selama isteri tersebut masih
dalam masa iddah yakni selama tiga kali quru, selama iddah status suami istri
tidak sepenuhnya terputus, suami isteri masih mempunyai hak dan kewajiban
masing-masing sehingga diperkenankan untuk rujuk kembali tanpa melalui proses
pernikahan. Sedangkan diluar masa iddah suami isteri diperkenankan untuk
kembali rujuk kembali, sebelum isteri melakukan pernikahan baru lagi.
3. Masa iddah yang dimiliki seorang isteri yang telah ditalak raj’i bertujuan
memberikan kepastian kondisi isteri dalam keadaan mengandung atau tidak,
sehingga apabila rahim isteri mengandung, maka akan memberikan kejelasan
tentang status janin yang terdapat dalam rahim isteri tersebut.
4. Kebolehan rujuk yang diterangkan ayat diatas memberikan pengertian bahwa hak
rujuk berada di pihak suami tetapi bukan berarti suami boleh bersikap
sekehendaknya karena hak-hak yang dimiliki isteri ataupun suami dalam masa
iddah talak raj’i bertujuan untuk mengambil sikap dengan penuh pertimbangan
atau melepaskan ikatan pernikahan dengan jalan yang telah ditetapkan syara'10
Seorang wanita yang ditalak, pada umumnya hanya sedikit orang yang mau
menikahinya oleh karena itu, seorang bekas suami lebih berhak mengembalikan
10 Syekh Ahmad Mustafa al-Marghi, tjm. Tafsir Al-Marghi, (Bandung : Rosda, 1987), Juz. 3.
h. 288-290.
25
kepangkuannya, disamping itu setelah menjatuhkan talak biasanya ia akan menyesal
dan ingin kembali lagi apabila ia sudah mempunyai anak maka rasa kasih sayang dan
tanggung jawab terhadap suami dan isteri akan menghilangkan amarahnya11.
Sedangkan dalam hadits disebutkan sebagai berikut :
Pertama hadits riwayat Abu Daud dari Muthrof bin Abdullah.
ابن حصين سئل عن رجل يطلق امرا ته ثم يقع ناعن مطرف ابن عبد اهللا ان عمر
ورجعت لغير . طالقت لغير سنه: فقال هاورجعت والعلىقهابها ولم يشهد علي طال
.12 )رواه ابو داود(والتعدعلي رجعتهاقها و سنه اشهد علي طال
Artinya : “Dari Muthrof bin Abdullah, sesungguhnya imran bin Hishin ditanya
tentang suami yang mentalak istrinya, kemudian bertemu dengannya
(merujuki kembali). Ia (suami) tidak mempersaksikan terhadap talaknya
dan juga terhadap rujuknya. Lalu Imran menjawab : “Engkau telah
mentalak tidak berdasarkan sunnah dan telah merujuk tidak berdasarkan
sunnah. Persaksikanlah atas talakmu dan janganlah engkau ulangi”
(H.R. Abu Daud)
Kedua hadits riwayat Ibnu Abbas :
قال طال ق رآانه امرا ته ثال ثا فى مجلس واحد فحزن عليها حزنا عن ابن عباس فقال فى . ثال ثاطلقتها قال آيف طلقتها: فا سئل رسول اهللا عليه جعها وسلم . داشدي
11 Ibid. h. 290.
12 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Kairo: Dar Al-Hadits, 1988), juz. 2. H. 261.
26
Artinya :“Dari Ibnu Abbas berkata : “Rujuklah telah mentalak istrinya dengan talak tiga dalam satu majlis, lalu ia merasa sedih sekali. Kemudian Rasulullah bertanya : “ Bagaiman engkau mentalaknya?” ia menjawab : “saya telah mentalaknay denagn talak tiga”. Nabi bertanya lagi : “Dalam satu majlis?’ ia jawab : “ya”.Bersabda Rasulullah “Sesungguhnya yang demikian itu talak satu, maka rujuklah istrimu jika engkau ingin”. (H.R. Baihaqi)
Ketiga diriwayatkan Ibnu Umar :
قال النبي صلي اهللا عليه وسلم . عن ابن عمر رضي اهللا عنها لم طلق امرا ته 14)متفق عليه(لعمرمره فلير جعها
Artinya : “Dari Ibnu Umar R.A, Ketika ia mentalak istrinya berkata Rasulullah
SAW kepada Umar :Suruhlah ia merujukinya”. (Mutafaq alaih)
Hadits diatas merupakan cerminan dari dasar-dasar yang dikandung dalam surat
Al-Baqarah ayat 228 dan Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa rujuk dalam
talak adalah suatu perbuatan yang dibenarkan dan dibolehkan menurut syara’. Hadits
tersebut memberikan pemahaman bahwa tujuan adanya talak bukanlah suatu jalan
terbaik dalam suatu rumah tangga, tetapi juga tidak dilarang apabila talak terjadi.
Mengingat keterbatasan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kekurangan
yang selalu dihinggapi hawa nafsu antara suami dan isteri ternyata terdapat
perbedaan-perbedaan karakter dan watak yang mudah diselesaikan dalam rumah
13 Abu Bakar Ahmad Al-Baihaqi, Sunan Al Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), juz h. 339.
14 Muhammad bin Ismail As-Ashan’ani, Subulussalam, (Bandung : Dahlan,tth), juz 3 h. 183
27
tangga suami isteri bisa dihinggapi dengan perselisian yang tidak mudah
diselesaikan. Meskipun telah diusahakan untuk mendamaikan berbagai macam jalan
tenyata antara suami dan isteri tidak bisa hidup rukun dalam hal ini, ketenangan
hidup rumah tangga terhalang dan tidak pula terjalin. Dalam keadaan seperti ini,
Islam tidak akan membiarkan terjadinya kehidupan suami isteri yang yang penuh
dengan penderitaan-penderitaan. Antara suami isteri dimungkinkan memutuskan
perkawinan dengan jalan baik, dengan pertimbangan untuk kebaikan hidup masing-
masing.15
Pada masa keseimbangan inilah kedua belah pihak dapat memilih untuk
perbaiakan, sehingga kesempatan pada suami istri untuk menempuh jalan keutuhan
keluarga yang sakinah dan mawaddah terwujud kembali. dengan jalan rujuk inilah
kehidupan suami istri akan selalu terjaga, dimana hal ini merupakan tujuan yang
dianjurkan oleh Agama.
Begitupun apabila dilihat dari ketentuan rujuk yang berlaku di Indonesia
khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam, Negara telah menetapkan
ketentuan- ketentuan dalam bentuk Undang-undang yang patut ditaati. Sebagai
landasan hukum dalam melaksanakan rujuk di Indonesia, peraturan tersebut diambil
atas dasar nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum
Islam.
Ketentuan mengenai adanya peristiwa hukum seperti nikah, talak dan rujuk
dengan akibat hukumnya adalah penting baik bagi yang berkempentingan sendiri 15 Ahmad Ichsan, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung : Diponegoro, 1989), h. 70-72.
28
maupun bagi masyarakat karena itu perlu diadakan pencatatan secara resmi oleh
pemerintah. Pencatatan ini sendiri tidak menentukan sahnya suatu peristiwa hukum
itu telah terjadi dan dilakukan, sehingga hanya bersifat administratif semata-mata,
karena sahnya perkawinan itu sendiri ditentukan oleh masing-masing Agama dan
kepercayaan itu.
Hal tersebut diatas ditetapkan dalam Undang-undang No. 1/1974 tentang
perkawinan. Dengan dikeluarkannya Undang-undang perkawinan (UU No. 1/1974),
beserta peraturan Menteri Agama No. 3/1975 (BAB XI pasal 32 tentang rujuk, yang
terdiri dari enam ayat. Peraturan tersebut menjelaskan kewajiban-kewajiban Pegawai
Pencatat dalam hal nikah, cerai dan rujuk, beserta segala yang berhubungan dalam
proses berlangsungnya ketiga hal tersebut yaitu nikah, cerai dan rujuk. adapun isi dari
peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 ialah:
1. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama isterinya ke Pegawai
Pencatat Nikah atau P3 NTR yang mewilayahi tempat tinggal isteri dengan
membawa kutipan buku pendaftaran talak dan surat keterangan lain yang
diperlukan.
2. Rujuk dilakukan dengan persetujuan isteri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah
atau P3 NTR.
3. Pegawai Pencatat Nikah atau P3 NTR memeriksa dan menyelidiki apakah
suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat menurut fiqih munakahat,
29
apakah yang dirujuk itu masih dalam masa iddah talak raj’i dan apakah
perempuan yang akan dirujuk itu adalah isterinya.
4. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing bersangkutan
beserta saksi mendatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
5. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau P3 NTR
menasehati suami isteri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang
berhubungan dengan rujuk16.
Kepurtusan Menteri Agama No. 3 tahun 1975, tentang rujuk tersebut diperkuat
dan diperjelas kembali oleh Kompilasi Hukum Islam dalam buku 1 tentang Hukum
Perkawinan pada BAB XVIII tentang rujuk, dimulai dari pasal 169, terbagi dalam
dua bagian. Bagaian pertama umum dan bagaian kedua mengatur tentang cara
tujuk.17
Bahwasannya memperbaiki hubungan suami isteri dengan mengembalikan bekas
isteri kepangkuan suaminya dan hal ini tidak mungkin bisa terwujud kecuali apabila
masing-masing pihak memenuhi hak-hak yang harus dilaksanakannya, maka secara
ringkas Undang-undang yang mengatur hubungan timbal balik antara suami dengan
isteri yaitu adanya persamaan hak antara keduanya.
16 Arso sosroatmodjo, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grapindo Persada, 1978), h.
202 17 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Susunan Hukum
Nasional, (Jakarta : logos Wacana Ilmu, 1990), cet Ke-2, h. 191
30
B. Syarat dan Rukun Rujuk
Pendapat tentang syarat dan rukun rujuk dalam talak raj’i menurut para ulama
sangat beraneka ragam, diantaranya tidak sah rujuknya bagi orang yang murtad, anak
kecil dan orang gila, Karena masing-masing darinya itu bukan orang ahli nikah
Berbeda dengan orang bodoh dan budak maka rujuk keduanya adalah sah tanpa ada
pengetahuan sang wali meskipun permulaan pernikahan keduanya terhenti sementara
untuk memperoleh izin sang wali dan tuan.18
Jika sudah sampai habis masa iddahnya siperempuan yang tertalak raj’i maka
halal bagi sang suami menikahinya dengan akad nikah yang baru, maka baginya
masih ada sisa dari talak baik perempuan tersebut sesudah bertemu dengan suami
lainya.
Adapun syarat-syarat rujuk itu ada lima bagian yaitu :
1. Tidak dalam thalaq ba’in atau talak tiga.
2. Rujuk tidak tergantung kepada suatu syarat atau sesuatu hal apapun.
3. Ketika talak dijatuhkan bukan qobla dukhul atau suatu hal apapun.
4. Tidak ada perkara atau hal-hal menunjukan kepada sifat yang menunjukan
subhat.
18Imron Rosidah, dkk, Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2004) cet Ke-1
549.
31
5. Tidak dilakukan dengan mengungkapkan pernyataan kiyasan atau kinayah
yang akhirnya dapat menjerumuskan kepada talak ba’in baik dengan niat
ataupun dengan qorinah shigat hal.19
Jika sudah mencukupi hal diatas maka terpenuhilah syarat-syarat rujuk dan tidak
diperlukan lagi syarat-syarat lain bagi orang ingin rujuk dapat ditambah yaitu qaulun
mahsusun yaitu suatu qaul yang dinyatakan secara khusus perbuatan yang dilakukan
secara khusus pula.
Adapun rujuk yang sesuai dengan sunnah adalah rujuk yang tidak mengandung
unsur pememaksaan didalamnya yaitu proses rujuk dengan qaul dan menghadirkan
dua orang saksi ketika menyatakan rujuknya itu, kemudian jika proses rujuk tidak
dilakukan kehadiran pihak isteri kemudian isterinya itu diberitahukan dan tidak ada
dukhul kecuali dengan izin sang isteri sehingga ia siap untuk melakukannya.
Adapun rujuk yang dapat dilakukan oleh suami memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Bekas istri sudah pernah dicampuri dalam pengertian ini maka penceraian yang
terjadi antara suami dan isteri yang belum pernah dicampuri tidak diberikan hak
rujuk kepada bekas suami.
19 Fiqih empat Madzhab, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), h. 430.
32
2. Talak yang dijatuhkan tanpa pembayaran iwad dari pihak isteri dengan
pembayaran iwad baik dengan jalan khuluk atau terpenuhinya ketentuan-
ketentuan ta’lik talak tidak berhak merujuk isteri.
3. Rujuk dilakukan pada waktu bekas isteri masih dalam masa iddah. Dengan
demikian apabila masa iddah telah habis maka hak suami telah habis pula.
4. Persetujuan isteri yang akan dirujuk. Syarat ini sejalan dengan prinsip
sukarela dalam perkawinan.20
Adapun Untuk sahnya rujuk yang dilakukan oleh suami terhadap isteri, yang telah
ditalak raj’i oleh suaminya harus memenuh rukunnya yaitu :
1. Shigat, yaitu lafadz yang dapat diketahui maksudnya, ada kalanya lafadz
sharih seperti “saya kembalikan kamu kepadaku, aku merujuk engkau, aku
tahan dirimu”. Atau berupa lafaz kinayah seperti “aku nikahi engkau”.
2. Mahall, tempat untuk rujuknya seorang suami yaitu isteri.
Bagi isteri yang akan dirujuk harus memiliki syarat yaitu :
a. Isteri yang ditalak belum sempurna bilangan talaknya atau masih dalam
talak raj’i
b. Isteri yang akan rujuk sudah pernah digauli suaminya (bukan qabla
dukhul), berarti talaknya bukan talak bai’in.
c. Wanita tersebut dicerai suaminya bukan dengan penggantian harta (khulu)
d. Isteri yang akan dirujuki suaminya masih dalam masa iddah.
20 M. Abdul ghoffar, Fiqih Keluarga, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), cet ke-5 h. 281-
282
33
e. Keadaan isteri yang akan dirujuk suami masih halal untuk dirujuk seperti
misalnya keadaan isteri masih seorang muslimah.
3. Murtaji’ Orang yang merujuk yaitu suami.
Sedangkan bagi suami yang akan merujuk isterinya yang telah ditalaknya
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Keadaan suami yang akan melakukan rujuk sehat akalnya.
b. Suami yang akan melakukan rujuk harus sudah dewasa.
c. Suami yang akan melakukan rujuk harus bebas memilih dan tanpa adanya
keterpaksaan dari pihak manapun.21
Adapula menurut Imam madzhab syarat-syarat rujuk sahnya rujuk yang dilakukan
oleh suami adalah :
1. Menurut Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali suami yang rujuk ialah orang yang
cakap bertindak hukum yaitu dewasa, berakal, dan atas kesadaran sendiri serta
bukan orang yang murtad. Sedangkan menurut Imam Hanafi anak kecil boleh
melakukan rujuk ini sebab karena nikahnya sah sekalipun ini tergantung kepada
walinya.
2. Adanya pernyataan secara jelas atau sindiran yang menyatakan akan rujuk
kembali, pendapat ini merupakan pendapat Imam Syafi’i sedangkan menurut
21 Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fathul Wahab,(Bandung ; syirkah al-Ma’arif, tth) Juz 1, h.
88
34
Imam Hanafi bukan hanya dengan perkataan saja tetapi rujuk dapat dilakukan
dengan hubungan intim atau jima.
3. Status isteri tersebut dalam masa iddah dan sebelum ditalak istri tersebut telah
digauli.
4. Rujuk itu dilakukan secara langsung bebas dari segala macam persyaratan
seperti ungkapan suami “saya akan kembali kepada engkau jika engkau suka”,
atau “saya akan kembali kepada engkau jika ayah engkau datang”. Ungkapan
ini tidak sah dalam melakukan rujuk.22
Adapun jika kita lihat ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai syarat rujuk
itu sendiri kompilasi hukum Islam menetapkan bahwa rujuk mesti dikakukan
dihadapan pihak yang berwenang yakni Pegawai Pencatat Nikah
Pasal 167 ayat 1 KHI
”Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama isterinya ke Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan”.
Pasal 167 ayat 2 KHI
”Rujuk dilakukan dengan persetujuan isteri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah” .
Paasal 167 ayat 3 KHI
”Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat menurut
22 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan
Ahlus-Sunnah Dan Negara-negara Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) cet Ke-1, h. 395.
35
hukum munakahat, apakah rujuk yang dilakukan itu masih dalam masa iddah talak raj’i, apakah permpuan yang akan dirujuk itu adalah isterinya”.
Pasal 167 ayat 4 KHI
”Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing bersangkutan beserta saksi mendatangani Buku Pendaftaran Rujuk”.
Pasal 167 ayat 5 KHI
”Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah menasehati suami isteri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk”.23
Adapun rujuk memiliki dua rukun yaitu :
1. Laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang merujuk itu adalah
sebagai berikut:
a. Laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia
menikah isterinya itu dengan nikah yang sah.
b. Laki-laki yang merujuk itu mestilah seorang yang mampu melaksanakan
pernikahan dengan sendirinya yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan
bertindak dengan kesadarannya sendiri.
2. Perempuan yang rujuk adapun syarat sahnya rujuk bagi perempuan yang rujuk itu
adalah :
23 Arso sosroatmodjo, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grapindo Persada, 1978), h.
202
36
a. perempuan yang rujuk. adalah isteri yang sah dari laki-laki yang merujuk.
Tidaklah sah merujuk perempuan yang bukan isterinya.
b. isteri telah diceraikannya dalam bentuk talak raj’i tidak sah merujuk isteri yang
masih terkait dalam tali perkawinan atau telah ditalak namun dalam bentuk
talak bain.
c. isteri itu masih berada dalam iddah talak raj’i, selama masih berada dalam
iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungan sama sekali dan dengan sendirinya
tidak lagi boleh dirujukinya.
d. isteri itu telah digaulinya dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk kepada
isteri yang diceraikan sebelum isteri itu sempat digaulinya, karena rujuk hanya
berlaku bila perempuan itu masih dalam masa iddah, sedangkan isteri yang
dicerai sebelum digauli tidak mempunyai iddah.
3. Ada ucapan rujuk yang diucapkan oleh laki-laki yang merujuk.
a. terus terang, misalnya dikatakan, “Aku kembali kepadamu,” atau “Aku rujuk
kepadamu,”.
b. dengan kata kiasan,“Misalnya Aku pegang kamu,” atau “Aku nikah kamu,” dan
sebagainya yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk.
Sebaiknya lafatz ini merupakan ucapan tunai, dengan pengertian tidak
digantungkan dengan sesuatu. Misalnya, “Aku kembali kapadamu jika kamu suka”,
37
dan “Aku kembali kepada mu jika sifulan datang,”. Rujuk yang digantungkan seperti
tu tidak sah.
4. Adanya kesaksian dalam rujuk.
Dalam hal ini para ulam masih berbeda pendapat, apakah saksi itu menjadi rukun
atau sunnah. Sebagian mengatakan wajib sedangkan yang lain tidak mengatakan
wajib melainkan hanya sunnat.24
Berkenan dengan hal tersebut Allah berFirman Surat Ath-Thalaq: 2
☺
☺
☺
)٢: الطالق (
Artinya : “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah
(QS. Ath-Thalaq: 2)
24Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006.) cet. KeII h. 341-343.
38
Namun di Idonesia telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tentang tata cara
rujuk dalam pasal 167 butir 4 yaitu :
“Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pencatat Rujuk”.
C. Bentuk Rujuk
Rujuk dapat dibagi menjadi dua bentuk yang pertama rujuk sunnah yaitu rujuk
yang sesuai dengan sunnah yakni rujuk dengan qaul dan disaksikan oleh dua orang
saksi, yang kedua rujuk bid’ah yaitu rujuk yang tidak sesuai dengan sunnah yakni
rujuk dengan perbuatan. Menegaskan bahwa rujuk itu hanya sah dengan kalam atau
penyataan yang tegas dengan tidak fi’il atau perbuatan baik itu dalam proses jima’
mencumbu atau lain sebagainya.25
Oleh karena itu menurut Imam Syafi’i tidak lah sah rujuknya seorang laki-laki
atas isterinya sehingga ia menyatakan dengan tegas , dengan demikian apabila ada
perkataan yang tegas dari mantan suami dalam masa iddah akan merujuk mantan
isterinya tersebut maka sahlah proses rujuknya.
Akan tetapi sebagaimana dijelaskan didepan menurut madzhab Hanafi bahwa
rujuk melangsungkan hak milik yang ada tanpa adanya ganti rugi selama masa iddah
masih ada, atau melanjutkan hubungan suami isteri selama masih dalam masa iddah
karena thalak raj’i yaitu thalak satu atau dua. 25 Imron rosidah, dkk, Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2004) cet Ke-1
551.
39
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa rujuk dengan perbuatan tidak dilarang
bagi suami yang hendak rujuk terhadap isterinya asalkan suami berniat dalam hatinya
untuk rujuk, walaupun tanpa diucapkan secara lisan dan tidak perlu disertai saksi,
suami isterilah yang menjadi saksi, karena rujuk usaha untuk melanjutkan
pernikahan, bukan untuk melakukan pernikah baru maka tidak perlu perkatakan dari
suami dan tidak diperlukan adanya saksi.26
D. Hikmah Disyariatkan Rujuk
Rujuk dalam hukum syara’ karena padanya terdapat beberapa perbedaan hikmah
yang akan mendatangkan kemaslahatan kepada manusia atau menghilangkan
kesulitan dari manusia. Banyak orang yang menceraikan istrinya tidak dengan
pertimbangan yang matang sehingga setelah putus perkawinan timbul penyesalan
diantara kedua pihak. Dalam keadaan menyesal itu sering timbul keinginan untuk
kembali dalam ikatan perkawinan, namun akan memulai perkawinan baru
menghadapi beberapa kendala dalam kesulitan. Adanya lembaga rujuk ini
menghilangkan keadaan dan kesulitan tersebut.
Seorang isteri yang berada dalam masa iddah talak raj’i disatu sisi diharuskan
tinggal di rumah yang disediakan oleh suaminya. Sedangkan suamipun dalam
keadaan tertentu diam dirumah itu maka terjadilah kecanggungan psikologis selama
dalam masa iddah itu. Untuk keluar dari kecanggungan itu Allah member pilihan
26 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan
Ahlus-Sunnah Dan Negara-negara Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) cet Ke-1, h. 397.
40
yang mudah diikuti yaitu kembali kepada kehidupan perkawinan sebagaimana semula
kalau tidak mungkin bersatu lagi atau sudah tidak ingin kembali kepada isteri yang
ditalak maka habiskanlah masa iddah itu sehingga perkawinan itu betul-betul putus
atau talak bain.
Rujuk dalam Islam mengandung beberapa hikmah:
1. Menghindarkan murka Allah, karena penceraian itu sesuatu yang sangat
dibenci.
2. Bertobat dan menyesali kesalahan-kesalahan yang lalu untuk bertekat
memperbaiki kembali yang sudah-sudah terjadi ikatan perkawinan.
3. Untuk menjaga keutuhan keluraga, dan menghindari perpecahan keluarga.
Terlebih lagi adalah untuk menyelamatkan masa depan anak, bagi pasangan
yang telah mempunyai keturunan. Telah diketahui bahwa penceraian yang
terjadi dengan alasan apapun tetap saja menimbulkan ekses negatif pada anak.
4. Mewujudkan perdamaian. Meski hakikatnya hubungan perkawinan suami
isteri bersifat antara pribadi, namun hal ini sering melibatkan keluarga masing-
masing.
Dari penjelasan tentang rujuk, nyatalah bahwa penceraian itu merupakan suatu
perbuatan yang sangat dibenci oleh Islam karena dampak negatif yang timbulkannya
baik kepada suami atau isteri maupun terhadap anak-anak. Sebaliknya perdamaian
atau rujuk merupakan perbuatan yang sangat disukai dalam Islam atas dasar inilah
tujuan rujuk dalam Islam merupakan kesemptan yang cukup baik untuk melakukan
41
perbaikan terhadap konflik yang terjadi antara suami dan isteri, dengan demikian
sejatinya suami isteri yang telah bercerai harus memamfatkan kesempatan masa iddah
untuk melaksanakan rujuk.
BAB III
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SUKMAJAYA
A. Letak Geografis
Wilayah Sukmajaya adalah salah satu dari 7 Kecamatan yang ada di Kota
Depok berada pada ketinggian 27.2 M diatas permukaan laut.1
Kecamatan Sukmajaya bercirikan daerah yang beriklim tropis dengan
temperatur udara maksimum 33 celcius, minimum 22 celcius, Curah hujan mencapai
ketinggian 85.8 pertahun.2 Memungkinkan tanaman belimbing dewa dewi yang
menjadi ikon Kota Depok dan tanaman lain, seperti tanaman hias dan lain-lain tubuh
subur diwilayah ini sehingga kondisi ini mendorong sebagian kecil penduduk wilayah
Kecamatan Sukmajaya untuk memilih mata pencaharian sebagai petani kecil dan ini
berarti dapat menopang visi Kota Depok yaitu : Depok Mejadi Kota Idaman
Luas wilayah Kecamatan Sukmajaya berjumlah 1271,82 Ha, dengan perincian
luas wilayah tanah pesawaan 324,24 Ha dan tanah daratan 946,58 Ha. Ini dibagi
dalam sebelas (11) Kelurahan antara lain :
1 Buku Monografi Kecamatan Sukmajaya , 2008, h. 2 2 Buku Monografi Kecamatan Sukmajaya, 2008, h. 2
42
43
1. Kelurahan Mekarjaya dengan luas wilayah 105,20 Ha.
2. Kelurahan Sukmajaya dengan luas wilayah 131,32Ha.
3. Kelurahan Sukamaju dengan luas wilayah 121,52 Ha.
4. Kelurahan Cisalak dengan luas wilayah 101,23 Ha.
5. Kelurahan Kalibaru dengan luas wilayah 132,46 Ha.
6. Kelurahan Kalimulya dengan luas wilayah 152,60 Ha.
7. Kelurahan Abadijaya dengan luas wilayah 142,50 Ha.
8. Kelurahan Baktijaya dengan luas wilayah 136,62 Ha
9. Kelurahan Jatimulya dengan luas wilayah 121,15 Ha.
10. Kelurahan Cilodong dengan luas wilayah 308,32 Ha
11. Kelurahan Tirtajaya dengan luas wilayah 127,25 Ha.3
Walaupun sudah berdiri 9 tahun setelah memisahkan dengan Kota Bogor.
Kecamatan Sukamajaya berusaha menyetarakan diri dengan Kecamatan-kecamatan
lain yang sudah lebih dahulu memiliki sarana dan prasana yang lebih lengkap baik
dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, maupun dalam pembinaan
kehidupan kemasyarakatan. Jarak tempuh yang hanya 1 km saja dari kota Depok
kewilayah Kecamatan Sukmajaya dengan melaui jalan protokol yang relatif mudah
dilalui tentu setiap saat dapat diamati perkembangan yang terjadi di wilayah
Kecamatan Sukmajaya.
3 Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan wilayah Kec. Sukmajaya…,hal. 5
44
B. Sejarah dan kependudukan
Kecamatan Sukmajaya merupakan salah satu Kecamatan yang ada di wiliyah
pemerintah Kota Depok dengan jumlah jiwa 265.702 4 orang, tersebar di sebelas (11)
kelurahan, 132 Rukun Warga (RW), dan 792 Rukun Tetangga (RT)5. Cita-cita untuk
menjadi daerah yang baldatun, thoyyibatun, Warobun Ghofur menjadikan Kecamatan
Sukmajaya berusaha untuk mensejajarkan diri dengan kecamatan-kecamatan lain
yang telah lebih maju untuk membentuk diri menjadi sebuah kecamatan. Selain itu di
dukung oleh kondisi geografis yang mendukung, terdiri dari sebelas (11) Kelurahan
yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh dan pegawai swasta serta
industri home. Akhirnya dengan visinya ”Kecamatan Sukmajaya Menuju Pusat
Wilayah Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat” maka pada tahun 2000 Sukmajaya
resmi menjadi sebuah Kecamatan di Kota Depok.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan BKKB, sampai akhir Desember
2009 jumlah penduduk Kecamatan Sukmajaya sebanyak 265.702 jiwa, dengan
perincian menurut jenis kelamin laki-laki sebanyak 131.419 jiwa dan perempuan
sebanyak 134.283 jiwa.6
4 Ibid, h. 7 5 Ibid, h. 15 6 Ibid, h. 8
45
Tabel. 1
NO KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Mekarjaya 22.008 24.167 46.175
2 Sukmajaya 10.414 10.541 20.955
3 Sukamaju 21.482 20.278 41.760
4 Cisalak 10.053 10.871 20.924
5 Kalibaru 7.270 7.270 14.540
6 Kalimulya 3.965 3.930 7.895
7 Abadijaya 24.356 24.780 49.136
8 Baktijaya 19.532 19.736 39.268
9 Jatijaya 4.534` 5.578 10.112
10 Tirtajaya 3.570 3.392 6.962
11 Cilodong 6.235 6.380 12.615
JUMLAH 133.419 134.283 265.702
Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa Sukmajaya sebagai kecamatan
yang cukup banyak penduduk yang berdatangan dari berbagai daerah karena lokasi
yang sangat dekat dengan jantung Ibu Kota (Jakarta Selatan). Dengan visinya yang
ingin berusaha mensejajarkan diri dengan kecamatan yang lain telah maju,
46
Kecamatan Sukmajaya masih membutuhkan bantuan dari pemerintah baik berupa
finansial maupun material untuk mensejahterakan masyarakat.
C. Pendidikan
Searah dengan kebijakan yang digariskan bahwa sektor pendidikan mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu,
memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah,
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan
partisipasi keluarga masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasana kondisi
masyarakat di Kecamatan Sukmajaya sudah cukup baik terbukti dengan adanya
sarana pendidikan yang refresentatif.7
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang dimaksud adalah seberapa
tinggi tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Sukmajaya dilihat beberapa
tingkat kelulusan mulai dari taman kanak-kanak sampai lulusan S.II. dari beberapa
kelurahan yang terdapat dalam wilayah kecamatan Sukmajaya dengan tingkat
pendidikan terendah sampai tinggi dapat dilihat sebagai berikut :
7 Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18 Desember 2009.
47
Tabel 2.
PENDIDIKAN KET NO KELURAHAN TK SD SLTP SLTA D.III S.I S.II
1 Mekarjaya 68 5.567 4.256 5.271 95 25 15 2 Sukmajaya 57 2.572 1.592 1.491 27 15 8 3 Sukamaju 66 5.415 3.567 1.275 22 12 13 4 Cisalak 45 2.125 1.211 1.221 16 9 9 5 Kalibaru 35 1.751 1.925 1.715 28 7 8 6 Kalimulya 32 1.521 1.571 1.411 35 6 7 7 Abadijaya 58 5.521 4.525 3.721 29 21 3 8 Batijaya 42 3.251 1.392 3.711 28 19 1 9 Cilodong 41 2.175 1.354 1.215 37 7 2 10 Jatijaya 39 1.195 2.151 1.051 21 2 - 11 Tirtajaya 32 1.185 1.992 1.231 15 5 -
JUMLAH 515 32.275 25.536 24.313 352 128 66
Dari tabel diatas Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Sukmajaya sudah
memiliki perhatian yang cukup baik terhadap pendidikan. Dan upaya yang dilakukan
Kecamatan Sukmajaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya bagi
mereka yang putus sekolah yaitu dengan upaya mengadakan pendidikan keterampilan
dan kewirausahaan.8
Pada tahun 2007 bertempat di kantor Kecamatan Sukamajaya diadakan
keterampilan menjahit bagi 139 orang lebih perempuan dari sebelas (11) Kelurahan
yang dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Depok.9
8 Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18
Desember 2009. 9 Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan wilayah Kec. Sukmajaya…,hal. 9
48
Untuk pendidikan keagamaan diwilayah Kecamatan Sukmajaya disamping
Madrasah-madrasah juga terdapat dua (2) buah pondok pesantren dan majlis ta’lim
sebanyak 232 buah (dua ratus tiga puluh dua) selain itu banyak dilaksanakan
pengajian-pengajian baik disetiap masjid maupun Mushalah serata majlis ta’lim
berjalan setiap minggu.10
Kesimpulan dapat diambil dari uraian diatas bahwa pada dasarnya upaya
pemerintah sudah cukup baik dilakukan, khususnya bagi anak-anak yang mengalami
putus sekolah sehingga kondisi pendidikan di Kecamatan Sukmajaya mempunyai
harapan untuk lebih maju. Disamping upaya pemerintah semangat masyarakat untuk
dapat meningkatkan pendidkan terlihat dengan segala macam kegiatan yang
mengarah kepada pendidikan seperti kegiatan pengajian dan lain-lain.
D. Perekonomian
Dengan visi “Kecamatan Sukmajaya Menuju Pusat Wilayah Pertumbuhan
Ekonomi Masyarakat” Masyarakat Kecamatan Sukmajaya dengan segenap lapisan
yang ada sedang menggeliat untuk meraihnya. Harapan untuk meraih visi ini tampak
pada beberapa indikator penduduk diantaranya :
1. Letak wilayah Kecamatan Sukmajaya yang cukup strategis, diipit oleh 3
Kecamatan dan dua Kecamatan diluar Kota Depok yaitu Kecamatan Pancoran
Mas, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Jagakarsa
10Ibid, h. 12
49
(Jakarta Selatan) Kecamatan Cibinong (Bogor). Kondisi ini menyebabkan
wilayah Kecamatan Sukmajaya menjadi tempat transtit dari kelima kecamatan
tersebut, terutama pusat perdagangan, pertokoan, yang semakin berkembang
dengan pesat, dan wilayah Kecamatan Sukmajaya menjadi tempat usaha yang
menjanjikan.
2. Kondisi geografis wilayah Kecamatan Sukmajaya yang mendukung, terdiri
dari sebelas (11) Kelurahan merupakan pengawai swasta yang bekerja di
daerah Ibu Kota yang berdekatan dengan Jakarta Selatan. Kondisi ini
diharapkan mampu mendukung visi kota Depok
3. Semangat kebersamaan yang selama ini terjalin dari berbagai unsur, baik
masyarakat maupun pemerintah untuk bekerja keras membangun Kecamatan
Sumajaya menuju visi yang telah ditetapkan bersama merupakan modal untuk
membuktikan bahwa visi yang telah ditetapkan bersama itu bukan impian
belaka.11
Ketiga indikator ini diharapkan mampu membawa kecamatan sukmajaya menjadi
salah satu kecamatan di wilayah kota Depok yang mampu memberi kontribusi yang
besar bagi pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, baik lingkungan wilayah
Kecamatan Sukmajaya itu sendiri maupun Kota Depok pada umumnya.
11 Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18
Desember 2009.
50
Mengingat letak geografis yang cukup strategis itu, maka wilayah Kecamatan
Sukmajaya menjadi wilayah transit utama dari wilayah Kecamatan yang berbatasan
dengan kota Bogor sehingga menjadi pusat perekonomian. Kondisi ini mendorong
sebagai penduduk wilayah Kecamatan Sukmajaya untuk menjadikan perdagangan
sebagai salah satu mata pencaharian yang menerik disamping mata pencarian yang
lain. Dari data wawancara dengan staf kecamatan bagian pemerintahan bahwa rata-
rata pencaharian penduduk diwilayah kecamatan Sumajaya adalah buruh dan pegawai
swasta, industri home serta petani kecil.
Seperti ditulis diatas bahwa kecamatan Sukmajaya mengalami perubahan yang
cukup pesat. Hal ini berimbas pada perekonomian masyarakat Sukmajaya. Jika pada
tahun 80 an, sawah dan lading terhampar luas, maka sekarang telah berubah jadi
pemukiman walaupun ada sebagian sawah dan ladang yang masih ada12. Disamping
penghasilan masyarakat dari sebagian pekerja, hasil utama Kecamatam Sukmajaya
dari perindustrian home, pertokoan, dan sebagainya. Penduduk Sukmajaya yang
dahulu perpropesi sebagai petani, maka sekarang ini beraneka ragam menurut data
dari Kecamatan Sukmajaya 1.200 sebagai petani kecil, 2.210 mengelolah home
industri, 3.210 sebagai pedagang 3.599 Pegawai Negri Sipil, 1.234 sebagai
12 Hasil Wawancara dengan bagian pemerintahan Kecamatan Sukmajaya pada hari rabu, 18
Desember 2009.
51
TNI/POLRI, 6.345 sebagai Pegawai swasta, 3.452 sebagai Buruh harian dan + 10.377
lain-lain. Itulah gambaran masyarakat Sukmajaya.13
Dari data-data diatas tersebut menunjukan bahwa perekonomian wilayah
Kecamatan Sukmajaya sudah cukup baik karena didukung oleh letak geografis yang
sangat strategis juga keanekaragaman mata pencaharian penduduk.
E. Sarana dan prasarana
Sebagaimana tercantum dalam lampiran V keputusan Wali kota Depok Nomor 15
Tahun 2002 tanggal 12 Februari 2002 prihal tugas pokok dan fungsi perangkat daerah
kota Depok bahwa seorang camat melaksanakan dan menerima pelimpahan sebagai
wewenang pemerintahan dari wali kota dalam menyelenggarakan pemerintah
pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah
Kecamatan.14
Dibidang pembangunan dapat dibagi menjadi dua bagian yang tidak dapat
dipisahkan yaitu pembangunan fisik dan non fisik.
1. Pembanguna non Fisik
Pembangunan non fisik dimaksudkan untuk memberikan pedidikan,
keterampilan, dan pemodalan itu sebagai bekal dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarga. Pelaksanaan program untuk sebagai bekal dalam meningkatkan
13 Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan wilayah Kec. Sukmajaya…,hal. 19 14 Ibid. h. 3
52
kesejahteraan dalam sektor pendidikan. Transportasi, pengairan dan lain-lain dapat
diukur secara kwalitatif dan kwuantitatif.
2. Pembangunan Fisik
A. Pembangunan Keagamaan
Untuk pendidikian keagamaan dan sarana ibadah Umat Islam, Kristen katolik,
Kristen protestan, hindu, budha dan khonghucu. disebutkan diatas juga terdapat
beberapa sarana untuk Agama-agama yang berada di Kecamatan Sukmajaya
Dari data yang didapat di lapangan menggambarkan bahwa pemeluk Agama
Islam di Kecamatan Sukmajaya cukup tinggi dan termasuk taat dalam
menjanjalankan ibadah, hal ini terbukti dari kebanyakan jumlah bangunan sarana
peribadatan yang ada. Pada tahun 2009 jumlah mesjid di Kecamatan Sukmajaya 138
(seratus tiga puluh delapan) buah dan Mushollah 183 (seratus delapan puluh tiga)
buah, majlis ta’lim (232 dua ratus tiga puluh dua, gereja 3 (tiga) buah, dan wihara 1
(satu) buah. 15
B. Pembangunan Pendidikan
Kecamatan Sukmajaya memiliki sarana pendidikan yang cukup berkembang
dengan pesat. Di kecamatan Sukmajaya ada sekitar 10 taman kanak-kanak (sepuluh)
15 Ibid, h. 19
53
buah, sekolah dasar 19 (Sembilan belas) buah, SLTP 11 (sebelas) bauah, SLTA 9
(buah) buah dan 2 (dua) buah Pondok pesantren.16
C. Pembangunan Kesehatan
Program yang dilaksanakan dibidang kesehatan Ibu dan Anak (program KIA),
Program Gizi, Kesehatan Lingkungan (Kesling), Program P2P, Program peyuluhan,
dan balai pengobatan. Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dilakukan
puskesmas, posyandu-posyandu yang tersebar diwilayah kecamatan sukmajaya
dengan pereincian : Puskesmas sebanyak (11 sebelas) buah, rumah bersalin 7 (buah)
buah, Poliklinik sebanyak 6 (enam) buah, apotik sebanyak 12 (buah).17
D. Sarana Olahraga
Sedangkan disektor olah raga di Kecamatan Sukmajaya terdapat 9 (Sembilan)
buah lapangan Tenis, 202 (dua ratus dua) buah lapangan Bulu tangkis 56 (lima puluh
enam) Lapangan Bola Volly dan 12 (dua belas) buah lapanagn Bola Basket.18
Kecamatan Sukmajaya dapat dikatakan memiliki sarana dan prasana umum yang
cukup memadai, baik dari pembangunan fisik maupun non fisik baik dari swadaya
murni dan bantuan pemerintah seperti pembangunan ekonomi, pembinaan usaha
16 Ibid, h. 12 17 Ibid, h. 21 18 Ibid, h. 21
54
ekonomi lemah, koprasi, sarana kebersihan, sarana perhubungan dan sarana
pembangunan.
E. Tingkat pendapatan
Dilihat dari letak geografisnya, kecamatan Sukmajaya merupakan tempat yang
strategis untuk tempat tinggal dan pekeraja. Hal ini tentunya mempengaruhi gaya
hidup dan pendapat masyarakat Sukmajaya itu sendiri. Dari data lapangan diketahui
bahwa hasil pemasukan dan realisasi SPPT PBB tahun 2009 di kecmatan Sukmajaya
mencapai 6.945.623.425,00 (enam miliyar sembilan ratus juta empat puluh lima enam
ratus dua puluh tiga empat ratus dua puluh lima rupiah) Jadi penyampaian SSPT PBB
pada tahun 2009 mencapai 94,25 %. Hal ini menunjukan bahwa kesejahteraan warga
kecamatan Sukmajaya memadahi dan pendapatan perkapita tinggi.19
19 Ibid, h. 25
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Responden Masyarakat Sukmajaya
Untuk mendapat data yang lengkap tentang pemahaman seputar rujuk dan praktek
yang terjadi di masyarakat muslim Kecamatan Sukamajaya maka penulis melakukan
wawancara pribadi kepada responden khususnya warga Kecamatan Sukamajaya
tentang seputar rujuk dan pengalaman pribadi yang melakukan kembalinya suami
kepada masa iddah isteri habis akibat talak raj’i. Dari sekian banyak warga
Kecamatan Sukmajaya penulis mengambil sampel hanya empat belas (14)
Responden.
Dari data lapangan yang terdapat di wilayah Kecamatan Sukmajaya penulis
mendapatkan sepasang pasang suami isteri melakukan pernikahan baru dibawah
tangan.
Untuk mengetahui pemahaman masyarakat dan praktek rujuk yang ada di
Kecamatan Sukmajaya Seputar rujuk. maka terlebih dahulu penulis mengetahui
karesteristik responden karena setelah responden menjawab pertanyaan yang telah
diajukan oleh penulis terjawab, maka penulis dapat mengetahui identitasa responden
khususnya dalam latar belakang pendidikan karena dapat mempengaruhi pola pikir
responden dalam memahami rujuk dan prakteknya yang telah terjadi. 1
1 Hasil Wawancara Pada Masyarakat Kecamatan Sukmajaya, pada tanggal 17 September-13
Desember 2009.
55
56
B. Pemahaman Masyarakat Seputar Rujuk
Kita ketahui bersama bahwa hukum merupakan aturan yang diderivasi dari
norma-norma yang berkembang di masyarakat. Pada dasarnya hukum merupakan
seperangkat kesepakatan-kesepakatan yang telah dinegosiasikan antara anggota
komunitas. Sebagaimana kehadirannya. Hukum berfungsi sebagi tindakan preventif
dan refresif tentunya hal ini untuk mengatur hubungan-hubungan manusia. Karena itu
sifat hukum tidak konstan, tidak tetap dan atau given. Begitupun dalam Islam, hukum
bukanlah sesuatu yang pasti yang tetap dari Islam adalah nilai-nilai fundamental
ajaran Islam.2
Mayoritas penduduk Kecamatan Sukmajaya beragama Islam. Hal ini berarti
bahwa masyarakat muslim harus menjalankan syariat Islam yang dipercayainya itu.
Akan tetapi nilai keislaman yang dianutnya itu tidak mengurangi rasa saling hormat
menghormati dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan antara umat beragama.
Keberadaan sarana peribadatan disetiap wilayah juga sudah dianggap mencukupi,
sesuai dengan realita jumlah penduduk menurut agama.
Penyelenggaraan syariat Islam dimasyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya
sangat disadari ternyata belum berjalan secara final. Terutama dalam menjalankan
proses rujuk. Disamping menuai kritikan dan tanggapan masyarakat yang beragam,
aplikasi konsep rujuk di masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya memiliki
2 Hasanuddin Afwi, Hujaemah T. Y, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru,
2004)
57
tanggapan dan tantangan yang sangat serius. Bagaimana pemahaman masyarakat
muslim Kecamatan Sukmajaya tentang konsep rujuk? Setelah penulis melakukan
wawancara terhadap responden, penulis mengetahui bahwa masyarakat Kecamatan
Sukmajaya rata-rata mengetahui tentang konsep rujuk talak raj’i yang sesuai dengan
doktrin kitab fikih klasik yaitu bahwa rujuk adalah kembalinya suami terhadap isteri
didalam masa iddah.3
Seperti apa yang diucapkan oleh salah seorang responden Bapak Edwin
Budiawan dalam penuturanya “Rujuk menurut saya kembalinya suami kepada isteri
yang sudah bercerai atau berpisah. Dalam masalah rujuk ini suami harus kembali
kapada isteri pada masa iddah isteri yaitu 3 kali suci4
Hal senada juga diucapkan oleh seorang responden Bapak M. Amin Maizun
dalam penuturannya “menurut saya, rujuk itu adalah hak suami untuk kembali kepada
mantan isteri yang sudah ditalak akan tetapi kembalinya itu masih dalam masa iddah
yang biasa disebut Talak Raj’i. Adapun talak bain itu adalah suami yang mentalak
isterinya yang hendak kembali dengan mantan isterinya akan tetapi masa iddah sudah
habis maka sang suami dan isteri tersebut harus menikah kembali yakni nikah baru
3 Kesimpulan awal ini penulis ambil dari hasil wawancara penulius terehadap para responden
pada tanggal 17 September-13 Desember 2009. 4 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Edwin Budiawan warga masyarakat muslim
Kecamatan Sukmajaya pada tanggal 23 September 2009
58
dengan wali, saksi, mahar yang baru dll.5 Hal senada pula diungkapkan oleh
responden perempuan Ibu Tukiyem yang mengatakan “rujuk itu adalah hak suami
untuk kembali kepada mantan isteri yang sudah ditalak akan tetapi kembalinya itu
masih dalam masa iddah6
Pendapat salah satu tokoh Agama yang berhasil peneliti wawancarai selepas
sholat dzuhur di rumah bapak H. Ust. Warsim menyatakan “Rujuk dalam susunan
kata arab berasal dari kata (roja’a, yarji’u, ruju’an) artinya kembali. Menurut istilah
kembalinya seorang suami kepada mantan isteri dengan perkawinan dalam masa
iddah sesudah ditalak raj’i. jadi bila serang telah menceraikan isterinya, maka ia
dibolehkan bahkan dianjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat bika keduanya
betul-betul hendak perbaikan kembali. Dengan arti bahwa mereka benar-benar dan
sama-sama saling mengerti dan penuh rasa tanggung jawab antara keduanya, akan
tetapi bila suami mempergunakan kesempatan rujuk itu bukan untuk berbuat islah,
bahkan sebaliknya berbuat jahat kepada isteri misalkan tidak memberi nafkah,
mencegah isteri menikah kembali serta berbuat jahat maka suami tidak berhak untuk
rujuk dan apabila itu terjadi maka haram hukumnya.7
5 Hasil wawancara penulis dengan Bapak M. Amin Maizun warga masyarakat muslim
Kecamatan Sukmajaya pada tanggal 26 September 2009
6 Hasil wawancara penulis dengan Ibu Tukiyem warga masyarakat muslim Kecamatan
Sukmajaya pada tanggal 26 September 2009
7 Hasil wawancara penulis dengan Bapak H. ust Warsim warga masyarakat muslim Kecamatan
Sukmajaya pada tanggal 23 September 2009
59
Menurut Bapak H. M. Asmat selaku kepala KUA Kecamatan Sukmajaya,
Adapun Rujuk yang sebenarnya ialah bersumber kepada Kompilasi Hukum Islam
yaitu pasal 167 sampai dengan pasal 169, Undang-undang No. 1 tahun 1974.
memang ada juga orang yang sudah bercerai dengan keadaan masa iddah isteri habis
mereka kembali Seperti yang terjadi pada warga yang melakukan rujuk sudah habis
masa iddahnya mereka kembali, dengan isteri yang dicerai tanpa proses di
Pengadilan Agama.
Dan mengenai konsep rujuk dalam Kompilasi Hukum Islam. Yang mereka
ketahui selama ini adalah jika mereka melakukan rujuk datang kekantor KUA. Bilang
“pak saya mau rujuk sama istri saya ini surat-surat keputusan cerai dari Pengadilan
Agama” sudah seperti ini selanjutnya kita yang mengurus semua.
Namun masalah yang Bapak kewatirkan tentang kembalinya suami kepada
isteri yang telah cerai, apabila mereka tidak melakukan penceraian di Pengadilan
Agama. Sebab di Pengadilan Agama diberi tahu kapan suami boleh kembali pada
isteri dengan proses rujuk. Dan apabila suami kembali kepada isteri disebabkan
karena tidak mengetahui tentang batas waktu iddah isteri yang tertalak raj’i kemudian
mereka bergaul( hubungan badan) maka yang terjadi adalah zina. Hal inilah yang
harus diketahui pada masyarakat apabila mereka cerai tanpa di Pengadilan Agama.
Karena mereka melakukan rujuk menurut kehendak mereka tanpa di Pengadilan
Agama, namun juga mereka melakukan rujuk menurut kehendak mereka tanpa
60
mengetahui batas masa iddah isteri dan aturan-aturan tentang rujuk yang sudah diatur
dalam Undang-undang perkawinan dan kompilasi Hukum Islam.8
Dari bukti empiris diatas dapat penulis simpulkan bahwa pemahaman
masyarakat muslim Kecamatan Sukmajaya kota Depok memiliki pengetahuan konsep
rujuk yang baik walaupun dalam tataran praktisnya masih terdapat beberapa
kekurangan.
C. Fenomena Praktek Rujuk ‘Talak Raj’i’ Warga Kecamatan Sukmajaya
Pada hampir setiap bidang kehidupan sekarang ini kita jumpai
peraturan-peraturan hukum melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini
hukum menjelajahi hampir semua bidang kehidupan manusia.9 Campur tangan
hukum yang semakin meluas kedalam bidang-bidang kehidupan masyarakat
menyebabkan bahwa perkaitannya dengan masalah-masalah sosial juga menjadi
semakin intensif. Keadaan ini menyebabkan, bahwa studi terhadap hukum harus
memperhatikan pula hubungan antara tertib hukum dengan tertib sosial yang lebih
luas. Penetrasi yang semakin meluas ini juga mengandung timbulnya pertanyaan
mengenai efektifitas pengaturan oleh hukum itu serta efek-efek yang ditimbulkan
oleh tingkah laku manusia terhadap masyarakat.10
8 Hasil Wawancara dengan Bapak H. M. Asmat. S.Ag, Kepala Kantor Urusan Agama
kecamatan Sukmajaya kota Depok di KUA pada tanggal 8 Desember 2009. 9 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, (Bandung, Angkasa, 1980) h. 15
10 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, h. 15
61
Pelaksanaan rujuk merupakan niat baik bagi para keluarga yang hendak
membenarkan tali temali bahtera rumah tangga yang hancur berantakan. Beberpa
faktor yang menyebabkan suami isteri hendak melakukan rujuk yaitu:
1. Karena faktor anak yang sangat berpengaruh terhadap kedua orangtua yang
telah bercerai. Anak yang masih kecil paling besar menerima dampak
gangguan psikologis terhadapanya.
2. Seorang isteri yang sendiri tanpa didampingi suami lagi ‘single parent’
ternyata mengalami kesulitan dalam memberikan nafkah terhadap
anak-anaknya yang masih kecil terutama isteri-isteri yang tidak memiliki
pekerjaan
3. Peran keluarga keduabelah pihak yang ingin menyambung kembali
silaturrahmi yang sudah terputrus demi kebaikan hubungan kedua keluarga
tersebut ditengah-tengah masyarakat
Pelaksanaan praktek rujuk talak raj’i di wilayah masyarakat muslim Kecamatan
Sukmajaya banyak megalami kejanggalan. Hal ini terbukti dengan hasil wawancara
penulis terhadap para responden yang memberikan jawaban dalam melaksanakan
praktek rujuk talak raj’i yang telah kembali kepada isterinya pada masa iddah isteri
habis akan tetapi yang seharusnya adalah nikah baru menurut ajaran Syariat Islam
tetapi prakteknya mereka hanya melakukan rujuk tanpa akad nikah baru.11 Hal ini
11 Kesimpulan awal ini penulis ambil dari hasil wawancara penulius terehadap para responden
pada tanggal 17 September-13 Desember 2009.
62
terbukti dengan beberapa hasil wawancara penulis terhadap responden. Seperti bapak
Lesmana dan Ibu Neni
Menurut Bapak Budi lesmana ( bukan nama sebenarnya) menuturkan “saya cerai
dengan isteri saya tidak melalui Pengadilan Agama. Dan saya cerai sudah ada 7 bulan
selama itu saya ada di Bogor sama orang tua, dan isteri saya di Depok bersama
keluarganya, lalu saya kembali kepada isteri pada masa iddah isteri habis karena
sudah tujuh bulan tetapi dengan proses rujuk . karena kalau kami rujuk di KUA pasti
rujuk kami tidak diterima secara hukum Negara, sebab saya cerai tidak melalui
Pengadilan Agama dan sebab saya cerai karena waktu itu saya di PHK dan nganggur
selama 6 bulan kami sering ribut mulut setelah saya di PHK dan saya juga sering
megucap kata-kata cerai kepada isteri dan kami mempuyai dua anak. Dan kami pisah
tidak mungkin karma akta nikah masih kami pegang dan dengan jalan rujuk sangat
sederhana tidak ada embel-embel cukup ucapan hendak rujuk dan dua orang saksi.
Lalu yang terpenting disini ada wali dari perempuan yang mempuyai hak atas setuju
atau tidak kami rujuk ternyata wali perempuan setuju. ”12
Hal senada pula diucapkan oleh Uyong ( bukan nama sebenarnya) yang
menuturkan “saya bercerai dengan isteri saya sudah 5 bulan kemudian saya ingin
kembali dengan isteri disebabkan faktor anak dan mempunyai keinginan untuk hidup
jadi lebah baik. Ketika saya ingin kembali dengan isteri, saya hanya melakukan
proses rujuk tanpa nikah baru sebab saya tidak mengetahui secara pasti apakah masa
iddah isteri saya sudah habis atau belum dan alasan kedua akta nikah masih kami
12 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Budi Lesmana pada tanggal 3 Oktober 2009
63
pegang walaupun secara Agama kami resmi cerai dari isteri saya tetapi saya ikut
aturan Negara saja, yang dimana suami isteri belum resmi berpisah kalau belum
mendapat surat cerai dari Pengadilan Agama walaupun pada faktanya saya dan isteri
saya orang sini sudah ada yang mengetahui bahwa kami sudah cerai dan kami sudah
rujuk tetapi setelah kami rujuk orang sini menganggap kepada kami positif terutama
orang tua”
Dari bukti empiris diatas dapat penulis simpulkan bahwa praktek rujuk talak
raj’i yang telah dilakukan oleh pasangan suami isteri di wilayah Kecamatan
Sukmajaya kota Depok sangat berbeda dengan konsep rujuk talak raj’i yang diatur
dalam literature kitab-kitab fikih klasik
D. Praktek Rujuk yang Tidak Sesuai Fiqih Analisis Yuridis, Sosiologis dan
Filosofis.
a. Analisis Yuridis
“Sebagaimana yang tertera dalam Undang-undang Nomor I tahun 1974 dan PP
Nomor 1 tahun 1974 tetapi dijumpai dalam pasal 161 dalam KHI yaitu :
1) Seorang suami dapat merujuk isterinya yang dalam masa iddah. 2) Rujuk dapat dilakukan dengan hal sebagai berikut:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang dijatuhkan qobla al-dukhul.
b. Putusnya perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan tertentu atau alasan-alasan zinah dan khuluk13.
13Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Media Grafika, 2006.) cet.
Ke-1 h. 91-92
64
Apabila suami isteri melakukan rujuk berarti melakukan akad nikah kembali
dengan demikian, isteri yang akan dirujuk oleh suaminya menyetujui dan disaksikan
dua orang saksi. Di lain pihak, walaupun sang bekas suami ingin rujuk kepada bekas
isterinya yang masih dalam masa iddah, tetapi sang istri tidak menerimanya maka hal
ini tidak akan terjadi rujuk hal ini dijelaskan dalam pasal 164 KHI.
Pasal 164
”seorang wanita dalam msa iddah talak raj’i berhak mengejukan keberatan atas kehendak rujuk dari bekas suaminya dihadapan pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua orang saksi.”
Pasal 165
”Rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan mantan isteri, dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama.”
Pasal 166
”Rujuk harus dapat dibuktikan dengan kutipan pendaftaran rujuk dan bila bukti tersebut hilang atau rusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, dapat dimintakan duplikasi kepada instansi yang mengeluarkan semula”.
Ditinjau dari satu sisi yaitu rujuk itu menghalalkan hubungan kelamin antara
laki-laki dengan perempuan sebagaimana juga pada perkawinan, namun antara kedua
terdapat perbedaan dan prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya kedua bentuk
lembaga tersebut.
Dan dari pasal-pasal tersebut diatas adalah peraturan yang resmi untuk dilakukan
oleh suami isteri yang telah bercerai untuk kembali memlalui rujuk, baik dari segi
administrasi dan sesuai dengan hukum Islam. Dan mengenai peristiwa yang telah
terjadi pada sepasang suami isteri yang telah bercerai kemudian kembalinya pada
65
masa iddah isteri sangat bertolak belakang pada pasal-pasal yang sudah tertara dalam
Kompilasi Hukum Islam.
b. Sosiologis seperti yang telah diungkapkan oleh beberaa resonden sebagai
berikut :
”Sebenarnya saya tahu masa iddah isteri yang tertalak satu dan dua itu tiga kali
suci. Tapi saya lihat disini keadaan isteri yang sendiri kasian apalagi dengan keadaan
sekarang apa-apa mahal dan juga kebutuhan anak-anak yang masih sekolah belum
beli buku tulis dan buku pelajaran tapi ketika saya sudah kembali kepada isteri saya
yang masa iddahnya habis. Masyarakat menganggapnya positif mereka tidak
memikirkan saya kembali pada masa iddah isteri habis”14
Menurut Bapak Uyong ( bukan nama sebenarnya) menuturkan ”Waktu itu saya
main kerumah mantan isteri saya untuk lihat anak. Ketika saya berada dirumah isteri
saya orang tuanya bilang sama saya ”Kamu sering datang kesini sudah ada orang sini
yang duga kamu sudah rujuk” dan atas omongan orang lain saya putuskan untuk
kembali lagi kepada isteri saya dengan jalan rujuk bukan dengan proses pernikahan
baru, tapi menurut saya hak anak itu ada pada orang tua. Jadi kalau orang tua setuju
ya nggak masalah”.15
Hal senada dikatakan oleh salah satu responden yang menyatakan tentang
filosofisnya sebagai berikut”Saya punya isteri dua isteri tua di Bogor dan isteri muda
14 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Budi Lesmana pada tanggal 3 Oktober 2009
15 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Uyong pada tanggal 3 Oktober 2009
66
di Depok, awalnya saya cerai sama isteri yang muda karena banyak utang (keredit)
semenjak itu hubungan saya bener-bener kacau gara-gara utang dan saya cerai
dengan isteri saya sudah lima bulan untuk buang sial. Tapi saya bantu sedikit-sedikit
untuk lunasi utang isteri saya karena ada kewajiban dan kami belum resmi bercerai
waktu itu sebelum masa iddah isteri belum habis . Saya masih suka sama isteri muda
saya dan ketika sudah terlunasi utang isteri saya lalu kembali dengan proses rujuk
walaupun sudah habis masa iddah”.16
Hal senada juga dikakatakan oleh Bapak Joko Hartono”Saya seorang TKI ilegal
saya sudah lima tahun meninggalkan isteri waktu itu saya ijin dengan isteri saya
bilangnya Cuma tiga tahun, tapi karena saya seorang TKI ilegal maka untuk
mengurus kepulangan sangat sulit dan ketika itu saya kehilangan kabar dengan isteri
selama tiga tahun. Tapi sepulangnya saya tidak pulang kerumah isteri tapi pulangnya
ke rumah ibu. karena nggak ada uang dan pada waktu itu saya bertemu isteri saya
dirumahnya dan masyarakat menganggap saya masih suami istersi padahal saya tidak
memberi nafkah kepada isteri dan anak selama tiga tahun dan itu kan sudah jatuh
talak satu dan dua”.17
16 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Bani pada tanggal 3 Oktober 2009
17 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Joko Hartono pada tanggal 3 Oktober 2009
67
”Masyarakat memandangnya baik, sebab kemana-mana saya, isteri dan anak selalu
bersamaan. Masarakat tidak berpikir curiga kepada kami ada kenyataannya kami
kembali pada masa iddah isteri habis”.18
”Setelah saya kembali kepada isteri ketika sudah habis masa iddahnya. Ada orang
yang bilang bahwa proses kami kembali salah karena masa iddah isteri telah habis
yang tepat adalah melakukan proses pernikahan baru kembali”19
c. Filosofis seperti yang di ungkapkan oleh beberapa responden sebagai berikut :
“Awalnya nggak kepikiran untuk kembali dengan isteri karena saya pikir sudah
pasti saya cerai dengan isteri saya, tapi apa boleh buat tuhan berkehendak lain tuhan
mempersatukan saya kembali beserta anak-anak walaupun bukan dengan proses
nikah baru” 20
Hal senada pula dikatakan oleh salah satu responden yaitu “Waktu itu saya
berpikir secara tidak sehat sehingga akal saya tidak berpikir masa depan anak apabila
saya berpisah dari isteri. Tapi ketika mendapatkan pekerjaan tetap saya
membulatkan diri saya untuk kembali kepada isteri dan anak saya”21
18 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Fulan pada tanggal 3 Oktober 2009
19 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Zaid pada tanggal 3 Oktober 2009
20 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Budi Lesmana pada tanggal 3 Oktober 2009
21 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Uyong pada tanggal 3 Oktober 2009
68
C. Analisa Penulis
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan melalui wawancara, penulis dapat
kemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi suami isteri rujuk yaitu:
1. Faktor Anak yang sangat membutuhkan kasih sayang kedua orang tua
2. Faktor biaya hidup isteri dan ekonomi yang semakin tinggi.
3. Faktor keluarga dari kedua belah pihak
Pelaksanaan praktek rujuk di wilayah masyarakat muslim Kecamatan
Sukmajaya banyak megalami kejanggalan. Hal ini terbukti dengan hasil wawancara
dengan dua pasang suami isteri yang melakukan proses rujuk berdasarkan
pengetahuannya yakni bahwa mereka beranggapan rujuk itu menjalin hubungan
perkawinan kembali yang dilakukan didalam masa iddah atau sudah habis masa
iddahnya22.
Namun permasalahan esensi yang terkandung didalamnya adalah penulis
menghawatirkan bahwa mereka beranggapan hubungan seksual yang dilakukannya
tersebut halal akan tetapi menurut ajaran syara itu haram. Sehingga hubungan badan
yang dilakukan kedua sepasang suami isteri disebut zina. Adapun dasar hukum yang
penulis pergunakan adalah bersumber dari defenisi-defenisi kedua lembaga yang
mempunyai arti berbeda. Pertama pengertian rujuk itu sendiri ialah “kembalilnya
kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan talak bain, selama dalam masa
22 Kesimpulan awal ini penulis ambil berdasarkan hasil wawancara dilapangan pada tanggal 17
September-13 Desember 2009.
69
iddah.23 Sedangkan talak bain itu harus nikah baru jika masa iddah sudah habis.Rujuk
mempunyai syarat dan rukun yaitu diantaranya. pertama Shigat, yaitu lafadz yang
dapat diketahui maksudnya, seperti “saya kembalikan kamu kepadaku, aku merujuk
engkau, aku tahan dirimu”. Kedua Murtaji’ Orang yang merujuk yaitu suami. Ketiga
Mahall, tempat untuk rujuknya seorang suami yaitu isteri (dalam masa iddah talak
raj’i). Keempat Adanya kesaksian dalam rujuk.24 Sedangkan talak bain itu
mempunyai cara tersendiri yang selama ini tercantum dalam berbagai literatur-
literatur fikih yang tentunya berbeda dengan syarat rukun rujuk. Dari defenisi diatas
penulis akan membedakan proses rujuk anatar talak bain, dan pernikahann baru
dalam bentuk tabel yaitu :
Tabel 1 Proses Rujuk Talak Raj’i
No Proses Rujuk Talak Raj’i
1 Mantan Suami
2 Mantan isteri
3 Perkataan Hendak Rujuk dari Mantan Suami
4 Dua Orang Saksi
23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media, 2006) cet. Ke-II h. 341.
24 Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fathul Wahab, (Bandung ; syirkah al-Ma’arif, tth) Juz 1, h.
88
70
Tabel 2 Proses Rujuk Talak Bai’n
No Proses Rujuk Talak Bai’n
1 Mantan Suami dan Mantan isteri
2 Mahar
3 Ijab Kabul
4 Wali Perempuan
5 Dua Orang Saksi
Tabel 3 Proses Pernikahan Baru
No Proses Pernikahan Baru
1 Calon Suami dan Calon Isteri
2 Mahar
3 Ijab Kabul
4 Wali Perempuan
5 Dua Orang Saksi
Dari tabel inilah yang harus dilakukan suami isteri apabila ingin
kembali kapada mantan isterinya yang tertalak raj’i yaitu pada masa iddahnya
dengan jalan proses rujuk. Kemudian suami isteri apabila ingin kembali
kepada mantan isterinya yang tertalak bai’in yaitu dengan proses nikah baru.
Dari data diatas dapat kita ketahui bahwa proses diantara ketiga lembaga
tersebut mempunyai perbedaan yang mencolok yaitu proses rujuk talak raj’i
71
tidak memakai mahar, wali perempuan dan ijab kabul, sedangkan proses rujuk
talak ba’in dan pernikahan baru memakai syarat-syarat tersebut.
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa proses yang sebenarnya
dilakukan yang sudah tertulis di kitab-kitab fiqih kelasik dan Kompilasi
Hukum Islam serta Undang-undang Perkawinan, harus dilakukan oleh kedua
pasang suami isteri yang telah salah dalam melakukan rujuknya pada masa
iddah isteri habis, mereka harus memakai proses pernikahan baru bukanya
dengan proses rujuk talak raj’i yang memakai ucapan hendak rujuk dan dua
orang saksi. Tetapi harus memakai mahar, wali, dan dua orang saksi, sehingga
sah lah mereka dalam ikatan perkawinan dan agar terhindar dari perbuatan
zina karena salah dalam penerapannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat
disimpulkan pada hal-hal berikut :
Pemahaman masyarakat Kecamatan Sukmajaya pada umumnya tentang
konsep rujuk, mereka masih merujuk pada konsep rujuk yang tertera dalam
kitab-kitab fiqih klasik. Sedangkan konsep rujuk didalam Kompilasi Hukum Islam,
masyarakat Sukmajaya pada umunya mengaku belum mengetahuinya, karena dalam
lingkungan masyarakat Sukmajaya jarang terjadi kasus perceraian, sehingga
menjadikan rujuk sebagai satu hal yang kurang mendapat perhatian dan pembahasan
dikalangan masyarakat. Dalam hukum Islam rujuk yang diucapkan oleh seorang
suami kepada isterinya, dapat saja terjadi kapan dan dimana pun Seorang suami
mengucapkan kata-kata rujuk maka pada saat itu terjadi rujuk
Konsep rujuk yang sudah tertera dalam kitab-kitab fiqih tidak jauh berbeda
dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompolasi Hukum
Islam. Namun, dalam prakteknya masyarakat Sukmajaya jarang sekali yang
memikirkan proses rujuk ketika terjadi perceraian, masa iddah (menunggu) oleh
mereka digunakan untuk intropeksi diri dan menenangkan jiwa sehingga tidak
terlintas akan melakukan rujuk. Dan ketika sudah habis masa iddah isteri, baru
72
73
mereka mempunyai niat untuk rujuk tetapi yang dilakukan pada mereka bukannya
melakukan akad baru (talak bai’in) tetapi, mereka beranggapan dengan proses rujuk
yaitu dengan perkataan hendak rujuk dari pihak suami dan dua orang saksi. Hal ini
harus diperhatikan agar terhindar dari zina apabila mereka bercampur disebabkan
salah dalam penerapanya.
B. Saran-saran
1. Dalam rangka menciptakan kesadaran masyarakat tentang tata cara rujuk
yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam perlu kiranya konsep
rujuk yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut dimasukan
kedalam kurikulum pelajaran fiqih mulai dari pendidikan SLTP sampai
SLTA.
2. Perlunya memberikan penataan tentang konsep rujuk yang ada di
Kompilasi Hukum Islam dan produk hukum lainya kepada para muballiga,
Ustadz, tokoh Agama yang bisa memberikan pengajian tentang Agama
kepada masyarakat.
3. Mengimbau kepada masyarakat para tokoh Agama untuk memasuki materi
tentang perkawina yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam dalam
setiap ceramah dan kegiatan pengajaran keagamaaan dalam masyarakat.
4. Perlunya pemerintah yang berwenang dalam meningkatkan efektifitas
sosialisasi tata cara rujuk yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
dan produk hukum yang lain.
74
75
DAFTAR PUSTAKA
Al QUR’AN Al-Karim.
Abdurrahman, H., Sh., MH, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta Presindo, 2004, Ed. 1.
Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad, Sunan Al Kubra, Beirut, Dar al-Fikr, tth, juz 7
As-Ahan’ani, Muhammad bin Ismail, Subulussalam, Bandung, Dahlan,tth, juz 3
Al-Anshari, Abu Yahya Zakaria, Fathul Wahab,Bandung, syirkah al-Ma’arif, tth, Juz.1.
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta, Media Grafika, 2006.
Cet. Ke-1
Arikunnto, Suharsimi,Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1998, Cet. Ke-11.
Asy-Shiddiieqy, T.M. Hasbi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Pustaka bintang, 1993,
Cet. Ke-5.
As-Sayis, Muhmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, Tjm. Muqaranatul Madzahib Fil Fiqhi, Bantung, Pustaka Setia, 2000, Cet. Ke-1.
Aswin W, Yudian, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, Pustaka Setia, 1995, Cet. 2.
Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Susunan Hukum Nasional, Jakarta, logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. Ke-2.
Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan
Ahlus-Sunnah Dan Negara-negara Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, Cet Ke-1.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ikhtiar Baru Van
Hoeven, 1997, Cet. Ke-4 Effendi, Satria, Problematika Hukum Keluarga, Jakarta, Prenda Media, 2004, Cet.
Ke-1. Ghoffar, M. Abdul, Fiqih Keluarga, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006, cet ke-5
76
Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta, Prenada media, 2003, Cet Ke –1.
Ichsan, Ahmad, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung, Diponegoro, 1989.
Laporan Tahunan Kegiatan Pembinaan wilayah Kec. Sukmajaya tahun 2009, Seksi
Pemerintah Kecamatan Sukmajaya. Mulyana, Dedi, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya,
2002. Poerwadarminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986,
Cet. Ke-9 Osman, Mohamed Fathi, Islam Pluarlisme dan Toleransi Keagamaan, Jakarta,
Yayasan Paramadina, 2006, Cet. Ke-1 Ramulyo Idris, Beberapa masalah Pelaksanaan Hukum Keluarga perdata barat,
Jakarta, Sinar Garafika, 1993. Rofik, Ahmad, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grapindo
Persada,2000, Cet. Ke-4. Rosidah, Imron, dkk, Ringkasan Kitab Al-Umm, Jakarta, Pustaka Azzam, 2004, Cet
Ke-1 Rusdy, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Terj. Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun,
Jakarta, Pustaka Amani, 2002, Cet. II. Sabiq, Sayid, Fikih Sunnah, Bandung, PT. Alma’arif, 1980, Jilid 8
Sulaiman, Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kairo, Dar Al-Hadits, 1988, juz. 2. H.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Isalm Di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2006, Cet. Ke-2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Beserta Penjelasannya, Bandung, Citra Umbara, 2007, Cet. 1
Walih Aulawi, Asro sosroatmojo, Hukum Perdata Di Indoesia, Jakarta, Bulan
Bintang, 1978, Cet. Ke-2.