114
2011 Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan BALITBANG - KKP RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

2011

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan

BALITBANG - KKP

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN

USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN

Page 2: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

LAPORAN TEKNIS

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN

INDUSTRI PERIKANAN

Sonny Koeshendrajana Rikrik Rahadian

Cornelia Mirwantini Witomo Maulana Firdaus Nensyana Shafitri

Lindawati Estu Sri Luhur

Rani Hafsaridewi Budi Wardono

Lia Kamelia Aisya

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2011

Page 3: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

i

LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Kerja (Satker) : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan

Perikanan

Judul Kegiatan Riset : Daya Saing Produk Dan Karakteristik Pasar,

Pengembangan Usaha, Investasi Dan Industri

Perikanan

Status : Baru

Pagu Anggaran : Rp. 502.509.000, - (Lima Ratus Dua Juta Lima Ratus

Sembilan Ribu Rupiah)

Tahun Anggaran : 2011

Sumber Anggaran : APBN, DIPA Satker Balai Besar Riset Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan Tahun 2011

Penanggung jawab kegiatan : Sonny Koeshendrajana

NIP. 19600424 198503 1 006

Wakil Penanggung jawab

kegiatan

: Rikrik Rahadian

NIP. 19760815 200901 1 003

Penanggung jawab

Sonny Koeshendrajana

NIP 19600424 198503 1 006

Jakarta, Desember 2011

Wakil Penanggung jawab

Rikrik Rahadian

NIP. 19760815 200901 1 003

Mengetahui/Menyetujui:

Kepala Balai Besar Riset

Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, MSc.

NIP. 19600831 198603 1 003

Page 4: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

ii

RINGKASAN

Daya saing suatu produk atau komoditas merupakan cerminan kemampuan produk atau komoditas tersebut sesuai dengan dinamika sumber daya dimana produk tersebut dihasilkan, dan juga kemampuan pasar yang berpotensi mengalami perubahan lingkungan strategis bersifat dinamis, baik pada tingkatan lokal, domestik, maupun global. Perubahan iklim global yang terjadi cenderung mempengaruhi kinerja produksi dan produktivitas yang dihasilkan; di lain pihak, dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi, antara lain berupa perubahan preferensi konsumsi, kompetisi produk/komoditas bersifat komplementer dan substitusi, otonomi daerah, liberalisasi perdagangan, tuntutan terhadap kesesuaian daya dukung dan daya tampung lingkungan serta perubahan strategi pembangunan yang dicanangkan berpotensi mempengaruhi daya saing produk/komoditas yang dimaksudkan di atas. Terkait dengan hal tersebut di atas, pemahaman tentang karakteristik pasar domestik atau mancanegara bagi produksi perikanan Indonesia menjadi sangat penting agar di dalam negeri tidak terjadi over produksi yang dapat menekan harga hasil perikanan terlalu murah. Sehingga akan mendorong disinsentif dalam pemanfaatan sumberdaya. Oleh karena itu, kajian daya saing dan karakteristik produk perikanan sebagai salah satu pilar penting bagi implementasi program minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sangat relevan dan perlu dilakukan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011. Lokasi penelitian yang dipilih merupakan sentra produksi perikanan yang mendukung program minapolitan yaitu di Kabupaten Bogor (Lele), Kabupaten Muaro Jambi (Patin), Kabupaten Banyumas (Gurame), Kabupaten Pamekasan (Garam) dan Kota Kendari (rumput Laut).

Metoda survai digunakan dalam penelitian ini. Data primer dan sekunder dikumpulkan selama kegiatan penelitian. Analisis data dilakukan secara deskriptif statistik dengan bantuan teknik tabulasi silang berdasar hasil analisis dengan pendekatan kajian efisiensi produksi dengan menggunakan model fungsi produksi, kajian daya saing dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM) dan kajian pasar dengan menggunakan pendekatan Structure Conduct Performance (SCP). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dianalisa, maka dijelaskan bahwa usaha budidaya lele berada dalm kondisi increasing return to scale yaitu pena penambahan input produksi dan faktor produksi pada tingkat tertentu, akan meningkatkan produksi dengan proporsi yang lebih besar dari besarnya tingkat penambahan input dan faktor tersebut.

Terkait dengan saing produk, diperoleh nilai DRCR sebesar 1,55, dan TRCR sebesar 1,16. Kedua angka tersebut merupakan indikator bagi rendahnya daya saing komoditas Lele kabupaten Bogor, baik pada Faktor Produksi Domestik maupun Input Produksi Tradables, apabila dibandingkan dengan pesaingnya dari Tulung Agung. Rendahnya daya saing tersebut terjadi, selain karena harga faktor dan input yang tinggi, juga karena kondisi lingkungan yang menimbulkan kebutuhan atas input tambahan berupa obat-obatan dan vitamin. Berdasarkan analisis SCP, diperoleh informasi bahwa Pasar komoditas Lele Kabupaten ini bersifat Oligopoli dengan kecenderungan adanya Kartel, yang mengakibatkan para pembudidaya – yang diwakili oleh para ketua kelompoknya – dapat melakukan pengaturan harga jual. Investasi untuk berusaha budidaya lele di kabupaten Bogor tidak kurang dari Rp. 90,000,000.- untuk investasi pada asset, dan Rp. 543,000,000.- untuk biaya operasional satu tahun. Adapun kesempatan usaha yang nampaknya muncul adalah di bidang pembenihan, pemasaran ke luar kota, serta usaha produksi pakan tambahan.

Untuk usaha budidaya Patin di Kabupaten Muaro Jambi berada pada kondisi decreasing return to scale, yang menunjukkan bahwa proporsi peningkatan penggunaan

Page 5: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

iii

input dan faktor produksi lebih besar dari proporsi peningkatan produksi yang terjadi. Terkait dengan daya saing, ditunjukan oleh nilai DRCR sebesar 0,83 dan TRCR sebesar 0,75, yang menunjukkan Kabupaten Muaro Jambi memiliki keunggulan dibandingkan pesaingnya baik dari segi faktor produksi domestik maupun input produksi tradable.

Berdasarkan analisis SCP, diperoleh informasi bahwa Pasar komoditas Patin Kabupaten Muaro Jambi ini bersifat monopsoni. Wilayah pemasarannya mencakup pasar lokal di kota Jambi, maupun luar kota hingga ke Provinsi Sumsel dan Bangka Belitung. Adapun jalur pemasaran komoditas ini adalah melalui para pengumpul kecil, seorang pedagang besar, beberapa distributor luar kota, dan banyak pengecer. Untuk berinvestasi patin dengan luasan kolam rata-rata 2,412 m2, akan dibutuhkan sekitar Rp. 39,195,150.-, untuk investasi pada asset, dan Rp. 434,299,759.- pada biaya operasional 1 tahun. Kesempatan pengembangan usaha di budidaya Patin Muaro Jambi muncul di bidang pemasaran, terutama pemasaran ke luar negeri.

Lebih lanjut, untuk usaha budidaya komoditas Gurame di Kabupaten Banyumas, increasing return to scale dengan nilI rata-rata efisiensi teknis sebesar 0,95. Terkait dengan daya saing relatif sedikit lebih tinggi pada Input tradable dibandingkan komoditas saingan dari Tulungagung, yang ditunjukkan dengan nilai TRCR sebesar 0,9. Adapun di sisi daya saing faktor produksi domestic, dengan nilai DRCR sebesar 1, maka dapat dikatakan bahwa komoditas ini memiliki daya saing yang sebanding dengan komoditas saingannya. Berdasarkan analis SCP dapat disimpulkan bahwa Pasar Komoditas Gurame Kabupaten Banyumas bersifat monopsoni. Pasar komoditas gurame adalah di pasar lokal sekitar kabupaten Banyumas saja.

Adapun jalur pemasaran komoditas Gurame ini adalah melalui melalui para pengumpul, seorang pedagang besar, dan akhirnya banyak pengecer. Investasi untuk budidaya Gurame di Banyumas ini dapat dikatakan relatif tidak terlalu besar. Untuk berusaha budidaya dengan luasan kolam rata-rata 1,205 m2, hanya dibutuhkan sekitar Rp. 12,947,672.- untuk investasi pada asset, dan Rp. 47,303,793.- untuk biaya operasional satu tahun. Dilihat dari kondisi usaha saat ini, maka usaha budidaya Gurame ini lebih cenderung untuk dikembangkan kearah usaha pemasaran ke luar kota seperti Jakarta, dan Jawa Barat. Usaha budidaya Komoditas Rumput Laut di Kendari, berada pada kondisi yang decreasing return to scale dengan efisiensi penggunaan input dan faktor produksi dengan nilai rata-rata sebesar 1,10 hal ini menunjukkan bahwa Budidaya Rumput Laut di Kendari sudah melampau titik efisiennya.

Sementara daya saing rumput laut di Kendari memiliki daya saing input tradable yang rendah jika dibandingkan dengan komoditas serupa yang dihasilkan di Lombok, ditunjukan oleh nilai TRCR sebesar 1,38. Selain itu, dapat dikatakan bahwa daya saing faktor produksi domestik komoditas ini cukup baik jika dibandingkan dengan komodias serupa produk Lombok, yang ditunjukkan dengan nilai DRCR sebesar 0,98. Berdasarkan analisa SCP, pasar komoditas rumput laut Kendari bersifat monopsoni, Adapun wilayah pemasaran akhir bagi komoditas ini adalah di luar kota (Surabaya) sebagai bahan baku bagi produksi turunan Rumput Laut. Selanjutnya, rantai pemasaran bagi produk ini adalah melalui melalui para pengumpul kecil, beberapa pengumpul besar di Makassar, dan akhirnya satu pengumpul besar di Surabaya/Pabrik pengolah. Nilai investasi budidaya rumput laut di Kendari untuk berproduksi dengan luasan lahan sekitar 12,589 m2, hanya diperlukan sekitar Rp. 11,440,754.- untuk investasi dalam asset produksi, dan Rp. 9,715,909.- untuk biaya operasional satu tahun. Adapun dilihat dari dinamika usaha di lapangan, maka nampaknya pengembangan usaha Komoditas Rumput Laut di Kendari lebih cenderung jika di arahkan ke pengolahan Rumput Laut di lokasi.

Berdasarkan analisis daya saing, komoditas garam Pamekasan memiliki nilai dayasaing faktor produksi yang rendah jika dibandingkan dengan komoditas saingannya dari Sumenep. Hal tersebut dapa dilihat dari nilai DRCR sebesar 1,58, yang mengindikasikan bahwa biaya faktor produksi domestik di Pamekasan yang 58% jauh lebih tinggi dibandingkan biaya yang terjadi di Sumenep. Dari hasil analisis SCP, pasar komoditas garam Pamekasan ini cenderung bersifat pasar persaingan sempurna. Adapun wilayah

Page 6: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

iv

pemasaran komoditas ini mencakup pasar baik lokal maupun nasional. Sedangkan rantai pemasaran yang terjadi adalah melalui banyak pengumpul, banyak tengkulak, banyak agen, beberapa pabrik, bebarapa pedangang besar, dan banyak pengecer.

Nilai investasi untuk bertani garam di Pamekasan dengan luasan 10,000 m2, hanya dibutuhkan investasi dalam asset sebesar Rp. 15,324,816.-, dan investasi dalam biaya operasional satu tahun sebesar Rp. 18,671,495. Mengingat besarnya permintaan domestic atas komoditas ini, maka sepatutnya pengembangan usaha komoditas Garam Pamekasan ini dapat diarahkan ke bidang industrialisasi yang menghasilkan garam dengan kualitas lebih baik.

Berdasarkan hasil penelitian beberapa saran dan implikasi kebijakan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : Untuk tujuan peningkatan produksi serta daya saing komoditas Lele di Kabupaten Bogor, maka perlu kiranya diadakan program peningkatan ketersediaan dan stabilisasi harga berbagai Input Produksi – terutama input produksi berupa pakan. Untuk tujuan perluasan wilayah pemasaran komoditas ini, maka perlu kiranya diadakan program bantuan pengiriman ke pasar potensial (Batam). Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan sebuah lembaga pemasaran yang bertugas memasarkan Komoditas Lele ke pasar potensial, yang tentunya ditunjang secara finansial oleh pemerintah. Untuk tujuan Investasi dan pengembangan usaha, maka perlu kiranya diadakan program bantuan investasi, khusus bagi para pelaku yang berminat untuk berusaha di bidang pembenihan serta pembuatan pakan tambahan di Kabupaten Bogor. Adapun jenis bantuan yang dapat diberikan dapat berupa pinjaman lunak untuk modal melakukan usaha di sektor yang berhubungan dengan perikanan, maupun bantuan penyediaan sarana produksi murah.

Untuk komoditas Patin Muaro Jambi mempunyai daya saing yang relatif cukup tinggi di skala nasional, namun karena usaha budidaya mengalami decreasing return to scale maka perlu dilakukan program pengenalan teknologi serta tata-cara usaha budidaya yang modern kepada para pembudidaya, serta program bantuan untuk berinvestasi pada sarana yang modern. Terkait dengan permasalahan pemasaran diatasi melalui pengembangan sebuah lembaga pemasaran yang di tunjang secara finansial oleh pemerintah.

Sama halnya dengan komoditas Patin, komoditas gurame Banyumas memiliki daya saing yang cukup baik di tingkat nasional. Yang perlu dilakukan adalah kebijakan program stabilisasi harga input dan faktor produksi di Kabupaten Banyumas. Permasalahan yang terkait dengan pemasaran praktek monopsoni, serta sistem bayar tunda yang selama ini berlangsung, oleh karena perlu kiranya dilakukan program Pengembangan Informasi Pemasaran, Penjaminan Permodalan Pemasaran, serta pengembangan lembaga pemasaran yang ditunjang penuh secara finansial oleh pemerintah. Untuk tujuan perluasan wilayah pemasaran, maka perlu kiranya dikembangkan sebuah lembaga pemasaran yang bertugas memasarkan Komoditas Gurame Kabupaten Banyumas ke pasar nasional yang potensial, yang tentunya ditunjang secara finansial oleh pemerintah.

Usaha budidaya Rumput Laut di Kendari adalah terjadinya decreasing return to scale, dan daya saing input produksi tradables yang rendah, opsi yang diambil melakukan program modernisasi budidaya dan stabilisasi harga input produksi di Kendari. Selain itu, perlu dikembangkan usaha pengolahan. Sementara untuk rendahnya daya saing komoditas Garam di Pamekasan tergantungnya usaha terhadap variabel di luar kendali seperti cuaca. Opsi yang dihadapi oleh para pengambil keputusan untuk meningkatkan produksi adalah menemukan teknologi yang mengurangi para petambak garam akan variabel cuaca.

Page 7: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Tengah Semester untuk kegiatan

Penelitian Daya Saing Produk dan Karakteristik Pasar, Pengembangan Usaha, Investasi

dan Industri Perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji daya saing dan karakteristik

pasar produk perikanan Indonesia, potensi pengembangan usaha, investasi dan industri

perikanan Indonesia, sehingga diharapkan diperoleh rumusan kebijakan terkait dengan

upaya peningkatan daya saing dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan

Indonesia yang berkelanjutan.

Laporan ini memuat pendahuluan, metodologi, hasil dan pembahasan, dan pada

bagian akhir dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan sementara yang

dihasilkan pada tahun ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

kontribusi, kesediaan, dedikasi dan konsistensinya dalam memberikan bantuan data dan

informasi, arahan dan bimbingan sejak awal penyusunan rencana penelitian hingga pada

penyelesaian laporan teknis akhir tahun ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki berbagai kelemahan, baik pada

tataran konsep, pelaksanaan lapangan, kualitas data dan informasi yang dihasilkan serta

interpretasi hasil dalam penulisan laporan akhir tahun ini. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini tim peneliti kegiatan penelitian ini mengharapkan saran masukan maupun

kritik bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan ke depan. Harapan

kami semoga laporan akhir tahun ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi stakeholders

yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pihak-pihak lain yang terkait lainnya.

Jakarta, Desember 2011

Tim Penyusun

Page 8: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................................... i

RINGKASAN ......................................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ v

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .................................................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................. xi

I. PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

1.2. Tujuan ........................................................................................................................................ 4

II. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................................... 5

2.1. Kerangka Pemikiran & Ruang Lingkup ................................................................................. 5

2.2. Waktu dan Lokasi ..................................................................................................................... 7

2.3. Metode Penelitian ..................................................................................................................... 7

2.3.1. Metode Pengumpulan Data ............................................................................................. 7

2.4 Analisis Data............................................................................................................................... 9

2.4.1 Policy Analysis Matrix (PAM) ............................................................................................ 9

2.4.2 Structure Conduct Performance (SCP) ........................................................................ 12

2.4.3 Supply Chain ..................................................................................................................... 14

2.4.4 Value Chain ....................................................................................................................... 16

2.4.5 Frontier Production Analysis (FPA) ............................................................................... 18

III. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 20

3.1 Komoditas Lele Kabupaten Bogor ....................................................................................... 20

3.1.1 Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian ............................................................... 20

3.1.2 Status dan Efisiensi Produksi ......................................................................................... 23

3.1.2.1 Analisis Skala Usaha (Return to Scale)..................................................................... 24

3.1.2.2 Efisiensi Teknis ............................................................................................................. 25

3.1.2.3 Analisis Efisiensi Ekonomi ........................................................................................... 26

3.1.3 Daya saing ......................................................................................................................... 27

3.1.4 Karakteristik Pasar ........................................................................................................... 29

3.1.5 Investasi dan Potensi pengembangan Usaha ............................................................. 32

3.2. Komoditas Patin Kabupaten Muaro Jambi ......................................................................... 34

Page 9: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

vii

3.2.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian .............................................................. 34

3.2.2. Status dan Efisiensi Produksi ........................................................................................ 37

3.2.2.1. Pendugaan Fungsi Produksi ...................................................................................... 37

3.2.2.2. Analisis Skala Usaha ................................................................................................... 38

3.2.2.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .......................................................................................... 39

3.2.3. Daya saing komoditas .................................................................................................... 41

3.2.4 Karakteristik Pasar ........................................................................................................... 43

3.2.4.1 Fungsi Pemasaran Ikan Patin di Kabupaten Muaro Jambi .................................... 45

3.2.4.2 Marjin Pemasaran Ikan Patin Di Kabupaten Muaro Jambi ..................................... 46

3.2.5 Investasi dan Potensi pengembangan Usaha ............................................................. 47

3.3. Komoditas Gurame Kabupaten Banyumas ........................................................................ 50

3.3.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian .............................................................. 50

3.3.2. Status dan Efisiensi Produksi ........................................................................................ 55

3.3.2.1 Analisis Skala Usaha .................................................................................................... 56

3.3.2.2 Efisiensi Teknis ............................................................................................................. 56

3.3.2.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .......................................................................................... 57

3.3.3. Daya saing komoditas .................................................................................................... 58

3.3.4. Karakteristik Pasar .......................................................................................................... 62

3.3.4.1. Struktur Pasar dan Tata Niaga .................................................................................. 62

3.3.4.2. Fungsi Pemasaran ....................................................................................................... 63

3.3.4.3. Struktur Pasar ............................................................................................................... 63

3.3.4.4. Perilaku Pasar .............................................................................................................. 64

3.3.4.5. Marjin Pemasaran ........................................................................................................ 66

3.3.5. Investasi dan Potensi pengembangan Usaha ............................................................ 67

3.4 . Komoditas Rumput Laut Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan ........................... 69

3.4.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian .............................................................. 69

3.4.2. Status dan Efisiensi Produksi ........................................................................................ 70

3.4.2.1. Analisis Skala Usaha (Return to Scale) ................................................................... 71

3.4.2.2. Efisiensi Teknis ............................................................................................................ 72

3.4.2.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .......................................................................................... 72

3.4.3. Daya saing komoditas .................................................................................................... 73

3.4.4. Karakteristik Pasar .......................................................................................................... 75

3.4.4.1. Tata Niaga ..................................................................................................................... 77

Page 10: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

viii

3.4.5. Investasi dan Potensi pengembangan Usaha ............................................................ 78

3.5. Komoditas Garam Kabupaten Pamekasan ........................................................................ 80

3.5.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian .............................................................. 80

3.5.2. Status dan Efisiensi Produksi ........................................................................................ 81

3.5.3. Daya saing komoditas .................................................................................................... 83

3.5.4. Karakteristik Pasar .......................................................................................................... 84

3.5.4.1. Tata Niaga ..................................................................................................................... 84

3.5.5. Investasi dan Potensi pengembangan Usaha ............................................................ 87

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN .......................................................................... 91

4.1. Kesimpulan .............................................................................................................................. 91

4.1.1. Lele Kabupaten Bogor .................................................................................................... 91

4.1.2. Patin Muaro Jambi .......................................................................................................... 92

4.1.3. Gurame Banyumas ......................................................................................................... 92

4.1.4. Rumput Laut Kendari ...................................................................................................... 93

4.1.5. Garam Pamekasan ......................................................................................................... 94

4.2. Implikasi Kebijakan ................................................................................................................. 95

4.2.1. Lele Kabupaten Bogor .................................................................................................... 95

4.2.2. Patin Muaro Jambi .......................................................................................................... 96

4.2.3. Gurame Banyumas ......................................................................................................... 96

4.2.4. Rumput Laut Kendari ...................................................................................................... 97

4.2.5. Garam Pamekasan ......................................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 99

Page 11: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penetapan Lokasi Penelitian Daya Saing Menurut Kota-Kabupaten dan Fokus Kajian, 2011. . 7

Tabel 2. Matrik Identifikasi Tujuan, Metode Analisis, Jenis Data, Sumber Data, dan Output Penelitian,

2011. ....................................................................................................................................................... 8

Tabel 3. Formulasi Matrik Policy Analysis Matrix (PAM) ...................................................................... 10

Tabel 4. Usaha Budidaya Ikan Lele Kabupaten Bogor, 2011 ................................................................. 20

Tabel 5. Analisis Usaha Budidaya Lele Kabupaten Bogor, 2011 ........................................................... 22

Tabel 6. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usaha Budidaya Lele di Kabupaten Bogor, 2011.. 24

Tabel 7. Rasio Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha Pembesaran

Lele Kabupaten Bogor, 2011 ................................................................................................................. 26

Tabel 8. Policy Analysis Matrix Budidaya Lele, 2011 ............................................................................ 27

Tabel 9. Nilai Investasi Usaha Budidaya Lele Bogor, 2011 .................................................................... 32

Tabel 10. Analisis Usaha Budidaya Lele Kabupaten Bogor, 2010 ......................................................... 33

Tabel 11. Perkembangan Jumlah Karamba, Kolam dan Produksi Ikan di Muaro Jambi 2003-2009 ..... 35

Tabel 12. Produksi Ikan Budidaya Perkecamatan Perjenis Ikan di Muaro Jambi 2009 ........................ 36

Tabel 13. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi pada Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten

Jambi ..................................................................................................................................................... 37

Tabel 14. Rasio dan Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-Faktor Produksi pada Usaha

Pembesaran Patin Muaro Jambi ........................................................................................................... 39

Tabel 15. Policy Analysis Matrix (PAM) Budidaya Patin Muaro Jambi ................................................. 42

Tabel 16. Perbandingan Biaya Input Produksi Muaro Jambi dan Katingan .......................................... 43

Tabel 17. Struktur Pasar Ikan Patin Kecamatan Pudak, Kabupaten Muaro Jambi, 2011 ..................... 45

Tabel 18. Fungsi Pemasaran Ikan Patin Kabupaten Muaro Jambi, 2011 .............................................. 45

Tabel 19. Marjin Pemasaran Patin Kabupaten Muaro Jambi, 2011 ..................................................... 46

Tabel 20. Biaya Pemasaran Patin Kabupaten Muaro Jambi, 2011 ....................................................... 47

Tabel 21. Investasi Usaha Budidaya Patin di Muaro Jambi 2011 .......................................................... 47

Tabel 22. Struktur Biaya Usaha Budidaya Patin Muaro Jambi 2011 ..................................................... 48

Tabel 23. Analisis Usaha Budidaya Patin Muaro Jambi, 2011 .............................................................. 49

Tabel 24. Investasi Usaha Budidaya Gurame Banyumas, 2011 ............................................................ 52

Tabel 25. Struktur Biaya Usaha Budidaya Gurame di Kabupaten Banyumas, Tahun 2011 (Rp/Thn) ... 53

Tabel 26. Analisa Usaha Budidaya Gurame di Kabupaten Banyumas, 2011 ........................................ 54

Tabel 27. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi pada Usaha Budidaya Ikan Gurame di Kabupaten

Banyumas .............................................................................................................................................. 55

Tabel 28. Rasio dan Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha

Pembesaran Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas............................................................................. 57

Tabel 29. Matrik PAM Pada Budidaya Gurame di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tulungagung,

2011 ...................................................................................................................................................... 59

Tabel 30. Analisis Break Event Point (BEP) Usaha Budidaya Gurame Kabupaten Banyumas, 2011 ..... 60

Tabel 31. Fungi Pemasaran Ikan Gurame Di Kabupaten Banyumas, 2011 ........................................... 63

Tabel 32. Jenis Ikan Yang Dibeli dan Dijual Dalam Saluran Pemasaran Ikan Gurame di Kabupaten

Banyumas , 2011 ................................................................................................................................... 65

Page 12: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

x

Tabel 33. Marjin Pemasaran Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas Tahun 2011............................... 66

Tabel 34. Struktur Biaya Investasi Usaha Budidaya Pembesaran Gurame Kabupaten Banyumas, 2011

.............................................................................................................................................................. 67

Tabel 35. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi pada Usaha Budidaya Rumput Laut, di Kendari . 70

Tabel 36. Rasio dan Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha Budidaya

Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan ............................................................ 73

Tabel 37. Matrik Policy Analysis Matrix Usaha Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari serta

Kabupaten Konawe Selatan dengan Kabupaten Lombok Timur tahun 2011. ...................................... 74

Tabel 38. Break Even Point (BEP) Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe

Selatan .................................................................................................................................................. 75

Tabel 39. Tabel Pelaku Usaha Rumput Laut Kendari 2010 ................................................................... 75

Tabel 40. Tabel Karakteristik Struktur Pasar Rumput Laut di Kota Kendari dan Kota Konawe Selatan 76

Tabel 41. Struktur Investasi Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan

Metode Patok ....................................................................................................................................... 78

Tabel 42. Struktur Biaya Usaha Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe

Se;atan 2011 ......................................................................................................................................... 79

Tabel 43. Produksi Rumput Laut Kota Kendari Tahun 2008 – 2009 ..................................................... 80

Tabel 44. Produksi Rumput Laut Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2008 – 2010 .............................. 80

Tabel 45. Biaya Usaha Penggaraman Pamekasan, 2011 ....................................................................... 82

Tabel 46. Policy Analysis Matrix Garam Sumenep, 2011 ...................................................................... 84

Tabel 47. Frekuensi & Jumlah Distribusi Produk Garam Skala Rumah Tangga Kelompok Mutiara

Indah, Kab. Pamekasan ......................................................................................................................... 86

Tabel 48. Perkembangan Produksi Garam Tahun 2005 – 2009. ........................................................... 88

Tabel 49. Estimasi Kebutuhan, Target Produksi, Impor Garam di Indonesia, Tahun 2010 – 2014. ...... 89

Page 13: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................................................. 6

Gambar 2. Supply Chain ........................................................................................................................ 15

Gambar 3. Aliran Informasi dari Hulu ke Hilir ....................................................................................... 15

Gambar 4. Alur Value Chain (Diadopsi dari Porter, 1980) .................................................................... 17

Gambar 5. Keterkaitan Frontier Production Function dan Yield Gap Analysis (Adaptasi dari Gomez,

1977). .................................................................................................................................................... 19

Gambar 6. Sebaran Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Budidaya Lele Kabupaten Bogor, 2011 ................ 25

Gambar 7. Rantai Pemasaran Pertama Komoditas Lele Kabupaten Bogor .......................................... 31

Gambar 8. Rantai Pemasaran Kedua Komoditas Lele Kabupaten Bogor .............................................. 31

Gambar 9. Rantai Pemasaran Ketiga Komoditas Lele Kabupaten Bogor .............................................. 32

Gambar 10. Perbedaan Penggunaan Benih (ekor) dan Hasil Produksi Pada Kondisi Aktual dan Optimal

pada Budidaya Ikan Patin di Kab. Muaro Jambi .................................................................................... 40

Gambar 11. Perbedaan Penggunaan Luas Kolam (m2) dan Hasil Produksi Pada Kondisi Aktual dan

optimal pada Budidaya Ikan Patin di Kab. Muaro Jambi ...................................................................... 41

Gambar 12. Perbedaan Penggunaan Pakan (kg) dan Hasil Produksi Pada Kondisi Aktual dan Optimal

pada Budidaya Ikan Patin di Kab. Muaro Jambi .................................................................................... 41

Gambar 13. Rantai Pemasaran Komoditas Patin Muaro jambi ............................................................ 44

Gambar 14. Frekuensi Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Budidaya Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas,

Tahun 2011 ........................................................................................................................................... 57

Gambar 15. Tata Niaga Komoditas Gurame di Kab. Banyumas Tahun 2011 ........................................ 62

Gambar 16. Model Konstruksi Longline Persegi ................................................................................... 69

Gambar 17. Frekuensi Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten

Konawe Selatan, Tahun 2011................................................................................................................ 72

Gambar 18. Jalur Pemasaran Pertama ................................................................................................. 77

Gambar 19. Jalur Pemasaran kedua ..................................................................................................... 78

Gambar 20. Jalur Distribusi Produk Garam di Kabupaten Pamekasan ................................................. 85

Gambar 21. Jalur Distribusi Produk Garam Skala Rumah Tangga di Kabupaten Pamekasan ............... 86

Gambar 22. Jalur Distribusi Produk Garam Impor di Kabupaten Pamekasan ...................................... 87

Page 14: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

xii

Page 15: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luas wilayah lautan Indonesia yang meliputi hampir 2/3 wilayahnya, ditambah dengan

garis pantai terpanjang di dunia, dan potensi sumber daya ikan serta kelautan yang cukup

beragam dan berlimpah, menjadikan sektor perikanan dan kelautan Indonesia sebagai

sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage). Jadi bukanlah suatu

hal yang luar biasa apabila Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia saat ini

dijadikan salah satu motor penggerak pembangunan nasional, mengingat betapa

berlimpahnya sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia. Maka dengan

berbekal modal keunggulan komparatif tersebut, para pengambil keputusan di jajaran

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) – sebagai aparat pemerintah yang diberikan

tanggungjawab dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan – menunjukkan

keseriusannya. Hal itu diindikasikan melalui penetapan sebuah visi yang cukup berani untuk

periode 2010-2014 ini, yaitu “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar

2015”, dengan misi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

(Anonim1, 2010).

Adapun salah satu strategi yang diterapkan KKP untuk mewujudkan visi dan misi

tersebut adalah melalui program-program peningkatan produksi, sehingga – secara

optimistis – ditargetkan pada tahun 2015 mendatang akan terjadi total kenaikan produksi

perikanan Indonesia sebesar tidak kurang dari 353%. Sebuah angka yang cukup fantastis

tentunya – bahkan terkesan agak bombastis – untuk dicapai dalam jangka hanya 5 tahun

saja. Adapun komoditas-komoditas yang menjadi perhatian dalam rangka peningkatan

produksi, untuk komoditas perikanan tangkap adalah: tuna, udang, rumput laut, dan

rajungan; sedangkan untuk perikanan budidaya adalah: nila, patin, dan lele. “Mampukah kita

mencapai target peningkatan produksi tersebut?”, adalah sebuah pertanyaan yang amat

logis muncul, karena pada kenyataannya, selama ini keunggulan komparatif yang dimiliki

sektor kelautan dan perikanan ternyata belum mampu dimanfaatkan sepenuhnya untuk

menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage). Sehingga mengakibatkan

rendahnya kinerja sektor ekonomi berbasis perikanan, serta munculnya berbagai

permasalahan seperti biaya produksi yang masih tinggi, lemahnya permodalan, lemahnya

kemampuan pembudidayaan ikan, baik benih, pakan, penyakit, pengelolaan lingkungan

budidaya dan penanganan pasca panen.

Selain itu, apabila target produksi tersebut nantinya mampu untuk dicapai, maka akan

memunculkan sebuah pertanyaan penting lain - “Hendak dikemanakan selanjutnya limpahan

Page 16: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

2

produk tersebut?” – sebuah pertanyaan yang tentunya tidak sulit untuk dijawab, karena ke

semua produk sektor kelautan dan perikanan tersebut tentunya nanti akan diserap oleh

pasar, baik pasar domestik – untuk dipergunakan sebagai input antara (intermediate inputs)

bagi industri perikanan dan/atau sebagai konsumsi rumahtangga domestik – maupun oleh

pasar internasional (ekspor). Namun, dengan adanya kecenderungan yang kuat untuk

semakin terbukanya pasar di masing-masing negara – tidak terkecuali Indonesia – pada era

perdagangan bebas dan globalisasi seperti saat ini, telah pula memunculkan tantangan

tersendiri bagi pembangunan sektor perikanan nasional. Hal tersebut dikarenakan oleh

kenyataan bahwa produk perikanan Indonesia nantinya tidak hanya harus bersaing dengan

produk perikanan negara-negara lain untuk memperebutkan pangsa di pasar international,

tetapi harus juga bersaing untuk memperebutkan pangsa dengan produk perikanan negara

lain di pasar domestik.

Oleh karena itu, sebuah kata kunci yang harus benar-benar dicamkan agar sektor

kelautan dan perikanan Indonesia dapat bertahan adalah “peningkatan daya saing”. Daya

saing suatu produk atau komoditas merupakan cerminan kemampuan produk atau

komoditas tersebut sesuai dengan dinamika sumber daya dimana produk tersebut

dihasilkan, dan juga kemampuan pasar yang berpotensi mengalami perubahan lingkungan

strategis bersifat dinamis, baik pada tingkatan lokal, domestik, maupun global. Perubahan

iklim global yang terjadi cenderung mempengaruhi kinerja produksi dan produktivitas yang

dihasilkan; di lain pihak, dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi, antara lain

berupa perubahan preferensi konsumsi, kompetisi produk/komoditas bersifat komplementer

dan substitusi, otonomi daerah, liberalisasi perdagangan, tuntutan terhadap kesesuaian

daya dukung dan daya tampung lingkungan serta perubahan strategi pembangunan yang

dicanangkan berpotensi mempengaruhi daya saing produk/komoditas yang dimaksudkan di

atas. Daryanto (2009) mengungkapkan dalam bukunya bahwa 5 faktor penggerak

pembangunan berpotensi sebagai penentu daya saing, yakni: (1) Sumberdaya alam dan

lingkungan dan keragaan hayati; (2) SDM; (3) Kapital atau modal; (4) Teknologi, dan; (5)

Kelembagaan.

Peningkatan daya saing Indonesia di dunia internasional, menurut Porter dapat

dilakukan melalui – salah satunya – peningkatan pembangunan berbasis klaster (cluster

development). Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimplementasikan

konsep klaster dalam pengembangan minapolitan guna meningkatkan daya saing sektor

kelautan dan perikanan. Salah satu tujuan pengembangan minapolitan adalah untuk

meningkatkan produksi perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk

kelautan dan perikanan. Adapun sasaran pengembangan minapolitan salah satu

Page 17: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

3

diantaranya adalah usaha kelautan dan perikanan kelas menengah ke atas makin

bertambah dan berdaya saing tinggi, (Anonim1. 2010). Selain itu, berdasarkan arah

kebijakan dan strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 tujuan

program peningkatan daya saing produk perikanan adalah meningkatkan mutu dan

keamanan hasil perikanan, nilai tambah produk perikanan, investasi serta distribusi dan

akses pemasaran hasil perikanan, dengan sasaran peningkatan volume dan nilai ekspor

hasil perikanan serta peningkatan volume produk olahan.

Setelah produk sudah dihasilkan baik dalam kegiatan sarana produksi, produksi dan

agroindustri, maka pemasaran menjadi kegiatan yang sangat penting. Pasar perikanan

Indonesia sangat terbuka baik untuk pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Jumlah

penduduk Indonesia yang sangat banyak, fungsi ikan sebagai sumber protein alternatif dan

berkembangnya usaha pasar ritel, perhotelan dan restoran yang menyediakan produk

perikanan menjadi potensi pasar regional yang besar. Untuk itu potensi pasar domestik

perlu diperhatikan mengenai kuantitas dan kontinunitas produk perikanan, kualitas, harga,

sistem informasi pasar, peningkatan sarana dan prasana pemasaran serta iklim usaha yang

kondusif.

Dalam hal pangsa pasar luar negeri, produk perikanan Indonesia banyak diekspor ke

negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa dan Amerika. Tuntutan

kualitas hidup manusia pada negera maju tersebut berdampak pada pengetatan

persyaratan mutu ekspor hasil perikanan. Meskipun pada tahun 2008, Indonesia sebagai

eksportir perikanan dunia menempati urutan ke-11 dengan nilai US$ 2.699.683 (Anonim2,

2010) Indonesia harus tetap mampu menyediakan produk yang berkualitas lebih tinggi mulai

dari tahap produksi (on farm), pengolahan, dan distribusi yang dibuktikan melalui proses

pengujian dan sertifikasi (Anonim1, 2010). Komoditas unggulan yang memberikan kontribusi

dari sektor kelautan dan perikanan adalah tuna, udang, teri medan dan rajungan untuk

perikanan tangkap dan nila, patin, lele dan rumput laut untuk perikanan budidaya (Syabana,

2011). Terkait dengan hal tersebut di atas, pemahaman tentang karakteristik pasar domestik

atau mancanegara bagi produksi perikanan Indonesia menjadi sangat penting agar di dalam

negeri tidak terjadi over produksi yang dapat menekan harga hasil perikanan terlalu murah.

Sehingga akan mendorong disinsentif dalam pemanfaatan sumberdaya. Oleh karena itu,

kajian daya saing dan karakteristik produk perikanan sebagai salah satu pilar penting bagi

implementasi program minapolitan Kementrian kelautan dan Perikanan sangat relevan dan

perlu dilakukan.

Page 18: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

4

1.2. Tujuan

Tujuan dan keluaran kegiatan penelitian daya saing tahun anmggaran 2011 adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian:

1. Mengkaji daya saing produk perikanan Indonesia;

2. Mengkaji karakteristik pasar produk perikanan Indonesia;

3. Mengkaji potensi pengembangan usaha perikanan Indonesia;

4. Mengkaji potensi investasi dan industri perikanan Indonesia;

5. Menyusun rekomendasi kebijakan terkait dengan upaya peningkatan daya saing dan

pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan perikanan Indonesia.

2. Perkiraan Keluaran:

1. Diperolehnya informasi mengenai daya saing produk perikanan Indonesia;

2. Diperolehnya informasi mengenai karakteristik pasar produk perikanan dan kelautan

Indonesia;

3. Diperolehnya informasi mengenai Potensi Pengembangan Usaha Perikanan

Indonesia;

4. Diperolehnya informasi mengenai potensi investasi dan Industri Perikanan Indonesia;

5. Rumusan kebijakan terkait dengan upaya peningkatan daya saing dan pengelolaan

sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang berkelanjutan.

Page 19: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

5

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Kerangka Pemikiran & Ruang Lingkup

- Kerangka Pemikiran

Di bawah berikut dapat kita lihat bagaimana kerangka pemikiran penelitian ini.

Page 20: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

6

Program

Minapolitan

Visi & Misi KKP

Peningkatan

Produksi Domestik

Kesejahteraan

Pelaku

Pasar Internasional

Ekspor Impor

Pasar domestik

Harapan Kenyataan

Kajian Daya Saing

Kajian

Karakteristik

Pasar

Kajian Peluang

Investasi dan

Usaha

Kajian Potensi

Industri

CMS &

PAM

SCP,

Supply &

Value

Chain

Deskriptif

Frontier

Production

Analysis

Rekomendasi

Kebijakan

Kebutuhan Informasi

daya saing produk

sektor Perikanan

Indonesia

Kebutuhan Informasih

karakteristik pasar

produk perikanan

Indonesia

Kebutuhan Informasi

peluang investasi dan

usaha sektor perikanan

Kebutuhan informasi

potensi Industri Sektor

Perikanan

Permasalahan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Page 21: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

7

- Ruang Lingkup

Sesuai dengan yang telah dipetakan pada kerangka penelitian, maka kajian daya

saing produk, karakteristik pasar, potensi industri, serta peluang investasi dan usaha ini

akan difokuskan secara penuh pada berbagai komoditi yang dijadikan unggulan pada

program Minapolitan, terutama komoditas budidaya dan produk kelautan, yaitu: Gurame,

Lele, Patin, Rumput Laut dan Garam.

2.2. Waktu dan Lokasi

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember

2011. Lokasi penelitian yang dipilih merupakan sentra produksi perikanan yang mendukung

program minapolitan. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penetapan Lokasi Penelitian Daya Saing Menurut Kota-Kabupaten dan Fokus Kajian, 2011.

2.3. Metode Penelitian

2.3.1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data

sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mencatat

dan mempelajari dokumen tertulis dan laporan-laporan. Data ini dikoleksi dari berbagai

lembaga atau dinas yaitu Departemen Perdagangan, Pusdatin, Biro Pusat Statistik

Kabupaten, dan dinas terkait.

No Propinsi Kotamadya/ Kabupaten

Fokus Kajian

1 Jawa Barat - Bogor Lokasi Minapolitan Budidaya/komoditas Lele (DJPB)

- Sukabumi Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

2 Jawa Tengah - Banyumas Lokasi Minapolitan Budidaya/komoditas Gurame (DJPB)

3 Jawa Timur - Pamekasan Lokasi Minapolitan Garam (KP3K)

4 Jambi - Muaro Jambi Lokasi Minapolitan Budidaya/Komoditas Patin (DJPB)

- Kuala Tungkal Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

5 Sulawesi Utara - Bitung Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

6 Gorontalo - Kuandang Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

7 Sulawesi Tenggara - Kendari Lokasi Minapolitan Budidaya/komoditas Rumput Laut (DJPT)

8 Kalimantan Barat - Pontianak Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

9 Bangka-Belitung - Bangka Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

10 Maluku Utara - Ternate Lokasi Minapolitan Tangkap (DJPT)

11 DI Yogyakarta - Yogyakarta Lokasi sosialisasi dan seminar hasil penelitian 12

Sumatera Selatan - Palembang

Page 22: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

8

Data primer diperoleh melalui survei dan wawancara kepada pembudidaya/nelayan,

pengusaha perikanan, pengolah produk perikanan, pelaku pasar, tokoh masyarakat,

kelembagaan terkait (Koperasi, LSM, KUB, dll), serta dinas-dinas yang terkait seperti dinas

Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan BKPMD. Data sekunder

yang akan diperlukan adalah volume dan nilai ekspor/impor produk perikanan ekspor/impor

dari negara tujuan, produksi perikanan di daerah, potensi perikanan daerah, jumlah pelaku

usaha, dan informasi mengenai potensi investasi di sektor perikanan. Jenis data dan

informasi yang dikumpulkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, meliputi:

Tabel 2. Matrik Identifikasi Tujuan, Metode Analisis, Jenis Data, Sumber Data, dan Output Penelitian, 2011.

NO TUJUAN METODE ANALISIS

JENIS DATA SUMBER DATA OUTPUT

1 Mengkaji daya saing produk perikanan Indonesia

Policy Analysis Matrix (PAM)

- Struktur biaya pendapatan per siklus

- Efisiensi pemanfaatan faktor produksi

Wawancara dengan pelaku usaha

Informasi mengenai daya saing produk perikanan di pasar domestik

2 Mengkaji Karakteristik Pasar

Structure Conduct Performance (SCP)

- Jumlah pembeli & penjual

- Praktek pemasaran

- Perilaku usaha

- Keragaman jenis produk perikanan yang dipasarkan

Din. KP daerah, Din.Perindustrian,

Wawancara dengan key informan

Informasi mengenai struktur pasar dan rantai pemasaran

Supply Chain dan Value Chain

- Pelaku pasar

- Alur pemasaran

- Nilai (harga & Jumlah) Produk

Wawancara dengan key informan, pelaku pasar, pembudidaya/nelayan, dan pengolah

Deskriptif - Karakteristik pembeli

- Karakteristik penjual

Informasi yang diperoleh dari analisis SCP dan Supply Value Chain

3 Mengkaji potensi pengembangan usaha perikanan di lokasi

Deskriptif - Data series produksi menurut jenis & lokasi (kuantitas & nilai)

- Data pelaku usaha

Din.KP, Din. Perindustrian

Trend pengembangan usaha

Page 23: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

9

2.4 Analisis Data

2.4.1 Policy Analysis Matrix (PAM)

Bentuk PAM

Secara sederhana, sebuah matriks analisis kebijakan (PAM) tersusun dari empat

buah kolom yang mewakili parameter penerimaan, biaya input tradable, biaya faktor

domestik dan profit; serta tiga baris yang terdiri dari nilai finansial, nilai ekonomi dan

divergensi dari parameter-parameter yang terdapat pada kolom, seperti yang terlihat pada

penelitian Frontier Production Analysis

Struktur biaya pendapatan per siklus

Wawancara dengan key informan, pelaku pasar

Informasi mengenai potensi pengembangan usaha

Bersambung

Tabel Lanjutan

NO TUJUAN METODE ANALISIS

JENIS DATA SUMBER DATA OUTPUT

4 Mengkaji potensi investasi & industri perikanan

Struktur Investasi

Data asset produktif usaha menurut jenis & lokasi

Wawancara dengan key informan, pelaku pasar

Potensi investasi dan industri perikanan

Struktur Industri Identifikasi indutri menurut jenis ikan di lokasi

Wawancara dengan key informan, pelaku usaha

Deskriptif Informasi mengenai investasi di sector perikanan

Badan Koordinator Penanaman Modal Daerah (BKPMD)

5 Menyusun rekomendasi kebijakan terkait dengan upaya peningkatan daya saing

Deskriptif Hasil penelitian Rekomendasi kebijakan untuk peningkatan daya saing

Page 24: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

10

Tabel 3. Pada matriks tersebut terdapat dua buah hasil perhitungan berupa identitas; yang

pertama adalah sebuah kolom yang menunjukkan besarnya profitabilitas yang merupakan

perbedaan antara penerimaan dan total biaya; dan kedua adalah sebuah baris yang

mengukur dampak dari adanya divergensi (akibat dari adanya kebijakan dan kegagalan

pasar) yang menunjukan perbedaan antara nilai financial dan nilai sosial. Idealnya apabila

tidak terjadi kegagalan pasar dan kebijakan yang mengakibatkan distorsi maka tidak terjadi

perbedaan antara nilai finansial dan nilai sosial (divergensi) sehingga nilai-nilai parameter

pada baris divergensi akan bernilai nol.

Tabel 3. Formulasi Matrik Policy Analysis Matrix (PAM)

Uraian Penerimaan Biaya

Profit Input tradable

Faktor Domestik

Nilai Finansial (harga privat) A B C D

Nilai Ekonomi (harga sosial) E F G H

Divergensi I J K L

Sumber: Monke & Pearson (1989).

dimana:

A = Penerimaan pada harga privat

B = Biaya input tradable pada harga privat

C = Biaya input domestik pada harga privat

D = Pendapatan pada harga privat

E = Penerimaan pada harga social

F = Biaya input tradable pada harga sosial

G = Biaya input domestik pada harga social

H = Pendapatan pada harga sosial

I = Penerimaan akibat dampak kebijakan dan distorsi pasar

J = Biaya input tradable akibat dampak kebijakan dan distorsi pasar

K = Biaya input domestic akibat dampak kebijakan dan distorsi pasar

L = Pendapatan akibat dampak kebijakan dan distorsi pasar

Data PAM

Page 25: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

11

Berbeda dengan bentuk PAM yang nampak sederhana, pada kenyataannya akan

diperlukan usaha yang cukup berat dalam menyediakan data yang dibutuhkan untuk

mengisi kolom-kolom pada PAM tersebut. Oleh karena itu bagian di bawah berikut akan

menjelaskan bagaimana berbagai kolom dalam PAM harus diisi.

Penyusunan Baris Nilai Finansial

Aplikasi empiris pendekatan PAM selalu didasari dengan pengumpulan data ke

dalam sebuah tabel budget. Oleh karena didasari dengan table budget, input data bagi PAM

adalah pendapatan, dan biaya-biaya; adapun profit diperoleh dengan cara mengurangi profit

dengan biaya. Namun, sebelum memulai mengumpulkan data bagi tabel budget, sang

analis harus terlebih dahulu memilih sistem komoditas yang akan dipelajari. Pilihan tersebut

tentunya akan bergantung pada pertanyaan kebijakan yang akan dijawab oleh penelitian

yang dilakukan.

Selanjutnya tabel budget tersebut harus berisikan data sesungguhnya dari produksi

untuk periode tertentu, dan bukanlah mengenai hasil optimal. Sehingga table budget

tersebut menggambarkan hasil output rata-rata para pelaku pada saat ini, dan bukanlah

gambaran dari hanya beberapa pelaku yang memang sudah berproduksi secara progresif.

Penyusunan Baris Nilai Ekonomi

Langkah kedua dari aplikasi PAM adalah penilaian pendapatan, biaya dan profit

pada harga sosialnya (efisien). Jika penyusunan baris finansial merupakan proses yang

paling menyita waktu, maka penyusunan baris nilai ekonomi ini merupakan proses analitik

yang paling menantang dari proses analisis kebijakan. Hal ini disebabkan karena berbagai

informasi yang diperlukan untuk proses ini sifatnya sangat luas dan seringkali sulit untuk

ditemukan, penilaian sosial sering hanya berupa perkiraan. Kunci dari keberhasilan analisis

menggunakan PAM terletak pada keberhasilan analis untuk melakukan perkiraan yang

masuk akal akan harga social. Jika perkiraan-perkiraan yang dipergunakan terasa cukup

masuk akal dan mampu meyakinkan para pengambil kebijakan dan analis ekonomi lainnya

akan kualitas dan keterterapannya, maka kepercayaan pun akan diberikan pada

profitabilitas sosial, dan juga akan nilai-nilai divergensi yang nantinya akan dihitung. Tujuan

utama dari proses ini adalah untuk menjelaskan secara cermat bagaimana nilai-nilai social

tersebut dihasilkan dan untuk memberikan penekanan bahwa nilai-nilai tersebut adalah

perkiraan yang kasar.

Harga sosial (atau efisien) dari komoditas yang bersifat tradables dapat diperoleh

dari harga-harga dunia, hal ini dikarenakan harga import dan eksport adalah ukuran terbaik

dari biaya opportunity social dari suatu komoditas. Bagi sebuah komoditas yang importable,

Page 26: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

12

harga impor mengindikasikan biaya opportunity dari perolehan tambahan satu unit

komoditas tersebut untuk memuaskan permintaan domestic. Sedangkan bagi komoditas

yang bersifat exportables, harga ekspor adalah ukuran dari biaya opportunity bagi tambahan

satu unit produksi domestic yang akan diekspor, bukan untuk konsumsi domestik.

Baris Divergensi

Divergensi adalah penyebab dari terjadinya penyimpangan harga pasar

sesungguhnya dari suatu komoditas dari harga sosialnya (efisien). Divergensi dapat muncul

dari dua hal, adanya kegagalan pasar atau kebijakan yang mendistorsi.

Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal untuk menyediakan baik hasil yang

kompetitif maupun harga yang efisien. Jenis-jenis umum dari kegagalan pasar adalah

monopoli, eksternalitas dan ketidaksempurnaan pasar factor produksi. Sedangkan kebijakan

yang mendistorsi adalah campur tangan pemerintah yang memaksa harga pasar untuk

menyimpang dari nilai efisiennya. Pajak/subsidi, pembatasan perdagangan, atau

pengaturan harga dapat menghasilkan kondisi demikian. Kebijakan yang mendistorsi

biasanya dikeluarkan secara sengaja untuk mencapai tujuan-tujuan non-efektif (untuk tujuan

equity atau security).

2.4.2 Structure Conduct Performance (SCP)

Teori Structure conduct performance adalah model yang digunakan untuk

menghubungkan elemen struktur pasar dengan usaha dan kinerja ekonomi industi.

Structure Conduct Performance (SCP) adalah bagian dari organisasi industri yang terdiri

dari tiga bagian utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan

yang terjadi di pasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku/ strategi

perusahaan-perusahaan yang ada di pasar, dan pada akhirnya perilaku tersebut akan

mempengaruhi kinerja dari pasar tersebut (Muslim dkk, 2008), Kerangka pemikiran dari

aliran SCP dapat digambarkan dalam kerangka dibawah ini:

Struktur (Structure) � Perilaku (Conduct) � Kinerja (Performance)

1. Struktur Pasar

Struktur pasar berhubungan dengan karakteristik dan pentingnya pasar tersebut.

Kondisi ini dapat diketahui dengan mengidentifikasi jumlah dan ukuran distribusi dari penjual

dan pembeli di pasar tersebut, batasan suatu produk memiliki perbedaan (diferensiasi), dan

tingkat kemudahan memasuki pasar bagi pedagang baru. Cara pengukuran tingkat

konsentrasi pasar adalah:

a. Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio/ CR)

Page 27: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

13

Rasio konsentrasi secara luas dipergunakan untuk mengukur pangsa dari output,

turnover, value added, jumlah pegawai atau nilai asset dari total industry (Arianto,

2008). Rasio konsentrasi (CR) mengukur total pangsa pasar (S) dari sejumlah (m)

perusahaan terbesar dalam suatu industri (Kuncoro, 2007, dalam Muslim, 2008).

Biasanya jumlah perusahaan N yang dihitung proporsi pangsa pasarnya adalah 4,

sehingga dikenal sebagai CR4. Jika Pi mewakili pangsa pasar, dan jika proporsi dari

output, turnover, value added, jumlah pegawai atau nilai asset dari total industry yag

diwakili oleh perusahaan I = 1, 2, …., dengan P1>= P2 >= P3 >= …, maka

Concentration Ratio (CrRN). Pangsa pasar dapat ditinjau dari nilai penjualan, jumlah

asset, dan value added (Waldma & J.,2000, dalam Muslim, 2008).

Rumus:

CRN = P1 + P2 + P3 + ……+ PN

Dimana: PN = pangsa pasar perusahan ke N

b. Herfindahl-Hirschman Index

Herfindahl-Hirschman Index (HHi) yaitu jumlah dari kuadrat pangsa pasar untuk

semua perusahaan dalam suatu industri (Kuncoro, 2007, dalam Muslim, 2008).

Indeks ini merupakan jenis ukuran konsentrasi lain yang cukup penting.

Rumus (dalam Arianto, 2008):

H = P12+ P22 + P32 + … + PN2

dimana,

• P adalah kuadrat dari persentase pangsa pasar dari perusahaan

• N adalah banyaknya perusahaan dalam industri

Nilai HHI berada pada kisaran antara 1 sampai dengan 10.000. Pembagian struktur

pasar menurut nilai HHI adalah pasar dengan konsentrasi rendah bila nilai HHI

kurang dari 1000, pasar dengan konsentrasi sedang dengan nilai HHI antara

1000sampai dengan 1800, dan pasar dengan konsentrasi tinggi bila mempunyai nilai

HHI di atas 1800 (Lee, 2007, dalam Muslim, 2008).

2. Perilaku

Perilaku industri dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

informasi mengenai perilaku pelaku pasar. Perilaku industri menganalisis tingkah laku serta

penerapan strategi yang digunakan oleh pedagang untuk merebut pangsa pasar dan

mengalahkan pesaingnya, yaitu dari sisi fasilitas, harga, promosi, dan syarat perdagangan.

Page 28: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

14

Analisis ini sengaja dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku sifatnya kualitatif

yang sulit dikuantitatifkan.

3. Kinerja

Analisis kinerja industri dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan.

Analisis ini menggunakan Rentabilitas/Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Rasio Leverage dan

Rasio Efisiensi dan Efektivitas Biaya.

2.4.3 Supply Chain

Menurut Chopra et.al. (2007), supply chain management (SCM) adalah seperangkat

pendekatan untuk mengefisienkan integrasi supplier, manufaktur, gudang, dan

penyimpanan sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat,

lokasi yang tepat, waktu yang tepat, untuk meminimasi biaya dan memberikan kepuasan

layanan terhadap konsumen (simchi-levi ). Definisi SCM menurut the Council of Logistics

Management adalah

"Supply Chain Management is the systematic, strategic coordination of the traditional

business functions within a particular company and across businesses within the

supply chain for the purpose of improving the long-term performance of the individual

company and the supply chain as a whole".

Perusahaan yang berada dalam supply chain pada intinya bertujuan untuk memuaskan

konsumen dengan bekerja sama membuat produk yang murah, mengirimkan tepat waktu,

dan dengan kualitas yang bagus. Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur,

kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah:

1. kegiatan merancang produk baru (product development), yaitu kegiatan mendapatkan

bahan baku (procurement);

2. kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning and control) merupakan

kegiatan melakukan produksi (production);

3. kegiatan melakukan pengiriman (distribution).

Ukuran performasi SCM:

a. Kualitas (tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, ketepatan pengiriman)

b. Waktu (total replenishment time, business cycle time)

c. Biaya (total delivered cost, efisiensi nilai tambah)

d. Fleksibilitas (jumlah dan spesifikasi)

Page 29: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

15

SCM juga dapat diartikan jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu

(upstream) dan ke hilir (downstream) dalam proses yang berbeda dan menghasilkan nilai

dalam bentuk barang/jasa di tangan pelanggan terakhir (ultimate customer/end user).

Berikut adalah gambar model supply chain (Kearney (1994) dalam Chopra et.al. (2007)).

Gambar 2. Supply Chain

SCM berusaha mencapai optimasi global yang merupakan proses untuk menemukan

strategi terbaik bagi keseluruhan rantai pasokan (systemwide). Tujuan untuk mendesain dan

mengoperasikan supply chain yang secara keseluruhan biayanya minimal, serta service

levelnya terjaga adalah kegiatan yang sangat menantang. Ada tiga macam hal yang harus

dikelola dalam supply chain, yaitu pertama, aliran barang dari hulu ke hilir contohnya bahan

baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor,

pengecer, kemudian ke pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir

dari hilir ke hulu dan ketiga adalah aliran informasi yang terjadi dari hulu ke hilir atau

sebaliknya.

Gambar 3. Aliran Informasi dari Hulu ke Hilir

Integrasi supply chain dilakukan untuk mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas

sepanjang supply chain sehingga dapat meningkatkan performasi anggota supply chain

yang diukur dengan (simchi-levi):

Page 30: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

16

1. Penurunan biaya

2. Peningkatan service level

3. Penurunan efek bullwhip

4. Peningkatan pemanfaatan sumber daya

5. Peningkatan kecepatan merespon perubahan besar

2.4.4 Value Chain

Value Chain diperkenalkan pertama kali oleh Michael Porter pada tahun 1985,

melalui bukunya yang berjudul Competitive Advantage. Metode ini digunakan untuk

memahami aktivitas perusahaan dalam upaya membangun keunggulan kompetitif. Selain itu

analisis value chain dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis manajemen biaya

untuk pengambilan keputusan strategis dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin

ketat. Porter mengidentifikasikan pendorong yang berhubungan dengan aktivitas Value

Chain yaitu:

1. Skala ekonomi

2. Pembelajaran

3. Kapasitas pemanfaatan (Capacity utilization)

4. Hubungan antara aktivias

5. Hubungan timbale balik antara unit usaha

6. Derajat integrasi verstikal (Degree of vertical integration)

7. Ketepatan waktu pada saat masuk ke pasar (Timing of market entry)

8. Kebijakan biaya atau diferensiasi Perusahaan

9. Lokasi geografi

10. Faktor kelembagaan (peraturan, aktivitas serikat pekerja, pajak dl)

Perusahaan dapat membangun keuntungan biaya dengan mengontol faktor pendorong

tersebut di atas lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. (Anonim3, 2010).

Konsep rantai nilai (value chain) dapat digunakan sebagai alat bersaing untuk

mengefektifkan rumusan strategi. Tetapi value chain hanya dapat efektif jika didukungan

oleh kapasitas internal perusahaan (Achmad, 1998). Oleh karena itu terdapat dua aktivitas

yang dilakukan perusahaan yaitu: aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Alur rantai nilai

berkaitan dengan aktivitas perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Page 31: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

17

Gambar 4. Alur Value Chain (Diadopsi dari Porter, 1980)

Aktivitas Utama

1. Inbound logistics

2. Kegiatan Produksi

3. Outbound logistics

4. Marketing dan Sales

5. Pelayanan (service)

Aktivitas Pendukung

1. Pemesanan/pembelian (Procurement)

2. Teknologi

3. Sumberdaya Manusia

4. Infrastruktur Perusahaan

Dalam kegiatan ini value chain digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik pasar

produk perikanan. Bila karakteristik pasar telah diketahui, maka dapat melakukan proses

pengambilan keputusan strategis dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat.

Tahapan analisis Value chain yang akan dilakukan adalah:

1. Mengidentifikasi aktivitas value chain

Aktivitas value chain yang diidentifikasi adalah proses budidaya dan tangkap, pengepakan

dan transportasi, dan pengolahan hasil produk perikanan.

2. Mengidentifikasi cost driver pada setiap aktivitas nilai

Page 32: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

18

Cost driver merupakan factor yang mengubah jumlah biaya total. Pada tahap ini akan

diidentifikasi aktivitas perikanan budidaya/tangkap yang mempengaruhi jumlah biaya total,

terutama aktivitas budidaya ikan

3. Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah nilai

Pada tahap ini akan ditentukan sifat keunggulan kompetitif potensial dan saat ini. Teknik

penentuan sifat keunggulan ini yang digunakan adalah dengan mempelajari aktivitas nilai

dan cost driver yang telah diidentifikasi pada tahap 2. Kegiatan yang akan dilaksanakan

pada tahap ini adalah:

a. Mengidentifikasi keunggulan kompetitif

b. Mengidentifikasi peluang akan nilai tambah

c. Mengidentifkasi peluang untuk mengurangi biaya

2.4.5 Frontier Production Analysis (FPA)

Menurut Greene (1993) dalam Sukiyono (2004), menjelaskan bahwa dengan model

produksi Frontier dimungkinkan mengestimasi atau memprediksi efisiensi relative suatu

kelompok atau usaha tani tertentu yang didapatkan dari hubungan produksi dan potensi

produksi yang diobservasi. Fungsi ini menggambarkan produksi maksimum yang berpotensi

dihasilkan sejumlah input produksi yang dikorbankan. Menurut Coelli et.al. (1998), Greene,

(1999) dan Kumbhakar and Lovell (2000), banyak model yang telah dikembangkan untuk

mengestimasi efisiensi teknik suatu usaha tani (firm) dengan mempertimbangkan aspek

teori dan empiris yang berbeda dengan basis kerangka teori produksi ini (Sukiyono, 2004).

Pengukuran efisiensi produksi dapat dilakukan dengan menggunakan Data

envelopment analysis (DEA) dan stochastic frontier analysis; kedua metode ini

menggunakan estimasi fungsi frontier (batas), bahwa setiap input yang digunakan dalam

proses produksi mempunyai kapasitas maksimum dan optimal. Pengukuran efisiensi melalui

pendekatan DEA meliputi penggunaan Linear Programming dalam menghitungkan efisiensi

sedangkan penggunaan pendekatan stochastic frontier menggunakan metode

ekonometrika.

Farrell (1957) dalam Battese (1991) seperti diuraikan sebelumnya, mengajukan

pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis, yang merefleksikan

kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input yang

tersedia, dan alokatif efisiensi, yang merefleksikan kemampuan dari perusahaan

menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan harga masing-masingnya.

Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan menyediakan ukuran total

Page 33: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

19

efisiensi ekonomi. Pengukuran efisiensi ini mengasumsi bahwa fungsi produksi adalah

produsen yang efisien secara penuh diketahui. Sejak fungsi produksi tidak diketahui dalam

prakteknya, Farrell (1957) dalam Battese (1991) menyarankan bahwa fungsi diestimasikan

dari data sampel menggunakan non-parametric piece-wise-linear technology atau fungsi

parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas.

Frontier (Yield Gap Analysis)

Yield Gap Analysis digunakan untuk menjawab tujuan terkait dengan produksi/

output/kinerja usaha dari praktek pengelolaan budidaya yang dilakukan. Analisis ini akan

menunjukkan perbedaan (gap) antara kondisi potensial hasil riset atau penerapan standar

budidaya ikan yang baik dengan kondisi maksimal produksi sebenarnya yang dihasilkan

oleh pembudidaya ikan.

Gambar 5. Keterkaitan Frontier Production Function dan Yield Gap Analysis (Adaptasi dari Gomez, 1977).

Keterangan :

Pada kondisi actual farm yield , produksi pembudidaya belum mencapai efisiensi secara teknis dan maupun alokatif. Pada potential farm yield, produksi pembudidaya dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu belum mencapai efisiensi secara teknis, telah mencapai efisiensi secara teknis tetapi belum mencapai efisiensi secara alokatif dan sudah efisien secara teknis dan alokatif tapi belum mencapai maximum possible yield

Page 34: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

20

III. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Komoditas Lele Kabupaten Bogor

3.1.1 Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian

Berdasarkan status usaha budidaya, pembudidaya di lokasi penelitian dibagi

kedalam tiga kelompok, yaitu: 1) pemilik lahan – merupakan pembudiaya yang mengelola

lahan miliknya sendiri; (2) penyewa lahan – merupakan pembudidaya yang murni mengelola

lahan dengan membayar sewa; (3) penggarap – merupakan pembudidaya yang mengelola

lahan milik orang lain sendiri tanpa menanggung modal usaha dan biaya operasional.

Sebagian besar (53%) pembudidaya di lokasi penelitian adalah penyewa lahan,

sebagiannya lagi (40%) adalah pemilik lahan, dan sisanya adalah penggarap (7%).

Teknik pembudidayaan yang dilakukan oleh pembudidaya lele di Kabupaten Bogor,

sebagian besar, memanfaatkan teknik intensifikasi dalam rangka meningkatkan

produktivitas budidayanya. Masa pemeliharaan budidaya lele adalah 2 bulan, dengan siklus

usaha pertahun sebanyak 4 kali. Ukuran ikan (size) yang dipanen sebagian besar berukuran

11—12 ekor/kg, namun ada pula pembudidaya yang memanen ikannya dengan ukuran 6—

10 ekor/kg. Selain kedua ukuran tersebut, ada pula ukuran 5—7 ekor/kg yang secara

khusus disalurkan untuk konsumen lembaga rumah makan, dan ukuran BS (ukuran 1-2

ekor/kg) untuk disalurkan ke tempat pemancingan.

Tabel 4. Usaha Budidaya Ikan Lele Kabupaten Bogor, 2011

Input/Faktor Produksi Nilai Rata-rata

Benih yang ditebar (ekor/kolam) 2,762

Pakan (kg/petak) 240

Pupuk (kg/petak) 208

Luas kolam (m2) 151

Usia Panen (bulan) 2

Produksi (kg/petak) 2,136

Produktifitas (kg/m2) 14

Sumber: Data Primer diolah, 2011

Page 35: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

21

Input yang digunakan dalam usaha budidaya komoditas lele di Kabupaten Bogor ini

antara lain berupa benih, pakan (pelet dan tambahan), pupuk, obat-obatan, vitamin, tenaga

kerja dan lahan budidaya. Benih ikan lele yang digunakan dalam usaha pembesaran di

Kabupaten Bogor sebagian besar didatangkan dari daerah Parung, Indramayu, dan Subang.

Jumlah benih yang ditebar per kolam yaitu berkisar antara 4.000 ekor sampai dengan

56.000 ekor tergantung dari luas kolam budidaya. Ukuran benih yang digunakan yaitu

panjang berkisar antara 5—7 cm dengan harga berkisar antara Rp.191/ekor sampai dengan

Rp. 243/ekor dengan rata-rata harga benih per ekor sebesar Rp 216. Tentunya kualitas

benih yang digunakan sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat produksi yang

dihasilkan. Tabel 4. menunjukkan secara singkat tingkat rata-rata penggunaan berbagai

input/faktor produksi komoditas lele di Kabupaten Bogor.

Apabila praktek Usaha budidaya lele di Kabupaten Bogor ini dibandingkan dengan

usaha budidaya di lokasi pesaingnya – Tulungagung – maka dapat dilihat adanya beberapa

perbedaan. Berbeda dengan usaha lele di Tulungagung yang menggunakan terpal, kolam

budidaya di Kabupaten Bogor terbuat dari tanah. Adapun alasan penggunaan terpal di

Tulungagung tersebut adalah dikarenakan wilayah Tulungagung merupakan wilayah rawa

yang dijadikan sebagai daerah pemukiman. Akibatnya, usaha budidaya harus menggunakan

terpal agar air tidak cepat terserap ke dalam tanah. Jenis kolam ini mempengaruhi

perlakuan penggantian air dimana penggantian air di kolam terpal tidak harus sering

dilakukan sehingga pembudidaya bisa menghemat biaya listrik atau bahan bakar sebagai

bahan bakar penggerak pompa air.

Selain itu, perbedaan juga dapat dilihat dari sisi status kepemilikan faktor produksi

berupa kolam. Pembudidaya lele di Kabupaten Bogor umumnya berstatus sebagai penyewa

lahan, sedangkan pembudidaya lele di Tulungagung mayoritas mengelola lahan milik

sendiri.

Perbedaan lain yang tampak adalah jumlah dan jenis penggunaan input produksi,

terutama input pakan. Usaha budidaya lele di Kabupaten Bogor menggunakan pakan

buatan pabrik (pelet) dan juga pakan tambahan berupa carcass ayam rebus, sosis, usus

ayam, dan sisa-sisa makanan. Pembudidaya juga menambah input produksi dengan pupuk

urea untuk meningkatkan pertumbuhan pakan alami yang diperlukan ikan lele. Selain itu,

untuk menambah daya bertahan hidup ikan, pembudidaya menggunakan obat-obatan dan

vitamin yang biasanya diberikan pada awal masa pemeliharaan untuk menekan tingkat

kematian ikan. Perlakuan pembudidaya di Kabupaten Bogor ini tidak dilakukan oleh

pembudidaya di Tulungagung yang cenderung menggunakan teknik budidaya tradisional

atau semi-intensif.

Page 36: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

22

Perbedaan perlakuan ini berdampak pada besarnya biaya input produksi yang harus

dikeluarkan pembudidaya di Kabupaten Bogor. Jika dibandingkan dengan biaya produksi

usaha budidaya lele di Tulungagung maka tampak perbedaan yang cukup signifikan bagi

besarnya keuntungan yang diterima pembudidaya. Keuntungan yang diterima pembudidaya

lele di Kabupaten Bogor lebih rendah sebesar 53% dibandingkan keuntungan pembudidaya

di Kabupaten Tulungagung dengan tingginya total biaya di Kabupaten Bogor sebesar 22%

dibandingkan Kabupaten Tulungagung. Kondisi ini ditampilkan dalam Tabel 5. berikut.

Tabel 5. Analisis Usaha Budidaya Lele Kabupaten Bogor, 2011

No Uraian Kabupaten Bogor

(Rp) Kabupaten Tulungagung

(Rp)

1 Investasi

a. Kolam 3,717,500 18,846,066

b. Rumah Jaga 1,112,432 1,132,492

c. Pompa Air 277,922 629,796

d. Gudang Pakan 361,644 736,667

e. Lampu Neon/Petromak 29,365 87,625

f. Tempat Ikan 39,269 0

g. Timbangan 358,333 322,917

h. Serokan 86,380 110,166

i. Pipa/Selang Air 119,289 2,100,000

j. Jaring 169,286 305,909

Total Investasi 6,271,420 24,271,638

2 Biaya Tetap

a. Pajak Lahan (PBB) 3,084,186 1,899,217

b. Sewa Lahan 6,271,421 66,147

c. Penyusutan aset 182,016 1,378,096

Total Biaya Tetap (TFC) 9,537,623 3,343,461

3 Biaya Operasional a. Pupuk Urea 143,211 0

b. Obat-obatan 2,836,843 1,934,752

c. Vitamin 8,853,946 0

d. Kapur 104,770 0

e. Benih/Bibit 20,453,514 9,246,197

f. Pakan 409,286,406 427,233,251

g. Pakan Tambahan 83,606,656 0

h. BBM 1,783,879 0

i. Tenaker Panen 654,179 560,724

j. Biaya Perawatan 1,279,833 1,885,976

k. Listrik 4,854,056 1,626,517

Total Biaya Operasional (TVC)

533,857,292 442,487,418

4 Produksi 565,257,071 492,561,555

Page 37: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

23

5 Total Biaya 543,394,915 445,830,878

6 Keuntungan 21,862,156 46,730,677

Sumber : Data Primer Diolah, 2011.

Keterangan : Sistem bagi hasil yang digunakan antara pemilik lahan dan penggarap adalah 60% :

40%

3.1.2 Status dan Efisiensi Produksi

Besar kecilnya hasil produksi maupun produktivitas usaha budidaya ikan lele pada

lokasi penelitian tidak selalu hanya dipengaruhi oleh jumlah benih, jumlah pakan dan luas

kolam. Selain luas kolam, benih dan pakan, terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi

besarnya hasil produksi. Dari hasil wawancara dengan responden, beberapa faktor yang

menyebabkan rendahnya hasil produksi adalah, seringnya ikan lele pada kolam budidaya

terkena penyakit kuning – yang hingga saat ini belum ditemukan cara penanganannya.

Untuk menyiasati permasalahan ini, maka para pembudidaya sesegera mungkin melakukan

pergantian air pada kolam yang ikannya terkena penyakit kuning ini.

Selain faktor penyakit, besar kecilnya hasil produksi juga disebabkan oleh daya

dukung lingkungan budidaya yang semakin menurun. Kondisi kolam semakin menurun

karena tingkat kesuburannya yang rendah, sehingga responden memerlukan perlakuan

input produksi untuk meningkatkan kesuburan perairan dengan cara pemberian pupuk.

Selain itu, masih terdapat juga masalah dengan daya dukung sumber daya air, baik

dari sisi ketersediaan maupun kualitasnya. Ketersediaan air di lokasi budidaya sangat

berkurang, sehingga para pembudidaya sangat sulit untuk memperoleh air untuk mengisi

kolam mereka. Dari sisi kualitas, seringkali air yang tersedia sudah tercemar oleh berbagai

kegiatan industri yang akhir-akhir ini muncul di sekitar wilayah budidaya.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square

(OLS) diperoleh pendugaan fungsi produksi seperti yang tercantum pada Tabel 6. Secara

singkat, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh

terhadap usaha pembesaran ikan lele di Kabupaten Bogor adalah luas kolam (X1), jumlah

benih (X2), dan jumlah pakan (X3).

Dari hasil pendugaan fungsi produksi tersebut, diperoleh nilai koefisien determinasi

R2 = 0,962. Hal ini berarti bahwa sebesar 96,2% variasi produksi usaha budidaya ikan lele

dapat dijelaskan oleh faktor produksi luas kolam (X1), jumlah benih (X2) dan jumlah pakan

(X3), sedangkan sisanya sebesar 3,8% dijelaskan oleh variasi faktor-faktor lain yang tidak

dimasukkan ke dalam model. Sementara berdasarkan uji F-statistik, ketiga peubah bebas

tersebut (X1, X2, dan X3) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata terhadap

Page 38: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

24

peubah terikatnya (produksi ikan patin/Y). Namun berdasarkan uji t-statistik (parsial), dari

ketiga peubah bebas tersebut ternyata hanya peubah Jumlah Benih yang berpengaruh

nyata pada selang kepercayaan 65% dan peubah Pakan yang berpengaruh nyata pada

selang kepercayaan 99%, keduanya memiliki arah (sign) positif. Sedangkan peubah lainnya,

yakni luas kolam tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Di samping itu, dari hasil

pendugaan tersebut diperoleh pula nilai DW sebesar 1,997, yang berarti bahwa model

persamaan yang digunakan dapat dikatakan terbebas dari dugaan adanya autokorelasi

antar variabel bebas (X1, X2, X3).

Tabel 6. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usaha Budidaya Lele di Kabupaten Bogor, 2011

Peubah Koefisien Regresi Standart Error t-hitung

Konstanta -0,592 0,553 -1,070

Ln X1 0,053 0,073 0,728

Ln X2 0,144 0,150 0,956*

Ln X3 0,836 0,109 7,687**

R2 = 0,966

R2-adjusted = 0,962

F–hitung = 245,150

Prob .F =0,000

DW = 1,997

Sumber : Data Primer Diolah (2011) Keterangan : ns = tidak nyata pada selang kepercayaan 65%

* = nyata pada selang kepercayaan 65% ** = nyata pada selang kepercayaan 99%

Selanjutnya, hasil pendugaan fungsi produksi pembesaran ikan lele dengan

menggunakan tiga variabel bebas, sebagaimana tertera pada Tabel 6. tersebut, dapat

dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Ln Y = -0,592 + 0,053Ln X1 + 0,144 Ln X2 + 0,836 Ln X3 ……………………….............(7)

sehingga untuk keperluan analisis dengan menggunakan fungsi produksi pendekatan Cobb-

Douglas, Persamaan di atas dapat ditulis ulang menjadi:

Y = 0,553X10,053X2

0,144X30,836.............................................................................................(8)

3.1.2.1 Analisis Skala Usaha (Return to Scale)

Return to Scale (RTS) digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha

budidaya yang diteliti tersebut berada dalam kondisi kenaikan hasil yang semakin berkurang

(decreasing return to scale), kondisi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale) atau

berada dalam kondisi kenaikan hasil yang semakin bertambah (increasing return to scale).

Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas akan menghasilkan nilai koefisen regresi yang

sekaligus menunjukkan besaran elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang

Page 39: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

25

digunakan. Yang apabila dijumlahkan dapat menjadi indikator dari kondisi skala usaha mana

yang terjadi.

Hasil analisis pendugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa luas lahan (X1),

jumlah benih (X2),dan jumlah pakan (X3) memiliki koefisien regresi atau nilai elastisitas

masing-masing sebesar 0,053; 0,144; dan 0,836. Sehingga diperoleh nilai penjumlahan

koefisien regresi atau elastisitas dari analisis pendugaan fungsi produksi sebesar 1,033

(e>1). Hasil penjumlahan elastisitas produksi tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya

berada dalam kondisi “kenaikan hasil yang semakin bertambah” (increasing return to scale),

artinya apabila ketiga faktor produksi tersebut (luas kolam, benih dan pakan) secara

bersama-sama dinaikkan dengan persentase tertentu, maka maka produksi ikan yang

dihasilkan akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar.

Dari nilai koefisien regresi tersebut (hasil pengujian t-statistik seperti tertera pada

Tabel 6. dan Persamaan 2, diketahui bahwam, ceteris paribus, setiap penambahan luas

kolam sebesar 1% akan meningkatkan hasil produksi ikan sebanyak 0,053%. Selanjutnya

setiap penambahan sebanyak 1% benih, ceteris paribus, akan meningkatkan produksi ikan

patin sebanyak 0,144%. Sementara untuk setiap penambahan jumlah pakan yang diberikan

sebanyak 1%, ceteris paribus, akan meningkankan produksi ikan patin sebanyak 0,836%.

Hal ini diduga karena semakin bertambahnya benih dan pakan yang digunakan, maka selain

jumlah yang dihasilkan semakin banyak, bobot ikan juga diduga akan meningkat semakin

cepat, sehingga produksi ikan juga akan meningkat.

3.1.2.2 Efisiensi Teknis

Gambar 6. Sebaran Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Budidaya Lele Kabupaten Bogor, 2011

Page 40: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

26

Gambar 6. memperlihatkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis untuk Kabupaten

Tulungagung adalah 0,99, dengan nilai terendah 0,44 dan nilai tertinggi 1,40. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa nilai efisiensi teknis pada usaha budidaya ikan lele mendekati 1 tapi

belum efisien secara teknis. Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi tersebut dapat diketahui

bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele tersebut masih memiliki kesempatan untuk

memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi hingga mencapai hasil produksi yang

maksimal. Pada jangka pendek, secara rata-rata pembudidaya ikan lele di Kabupaten Bogor

berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 29% (1-(0,99/1,40)) dengan menerapkan

teknologi dan teknik budidaya yang paling efisien.

3.1.2.3 Analisis Efisiensi Ekonomi

Analisis efisiensi ekonomi alokatif dapat ditentukan dengan menghitung

perbandingan Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) untuk

setiap faktor produksi. Jika nilai perbandingan NPM dengan BKM bernilai 1, maka pada

kondisi tersebut penggunaan faktor produksi berada pada tingkat optimum. Jika rasio NPM

dan BKM untuk setiap faktor produksi yang digunakan pada usaha budidaya menunjukkan

nilai kurang dari 1, artinya kondisi optimum telah terlampaui, sedangkan jika nilai rasio NPM

dan BKM untuk setiap faktor produksi yang digunakan nilainya lebih besar dari 1, artinya

kondisi optimum belum tercapai. Untuk mencapai kondisi optimum, maka penggunaan

faktor-faktor produksi harus dikurangi atau ditambah, sehingga rasio NPM dan BKM akan

sama dengan 1.

Dari hasil pendugaan fungsi produksi dapat diketahui rasio NPM dengan BKM untuk

masing-masing faktor produksi. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rasio Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha Pembesaran Lele Kabupaten Bogor, 2011

Variabel Satuan

Penggunaan Rata-

Rata Aktual

Koefisien

Regresi NPM BKM NPM/BKM

Penggunaan Input Optimal

Luas Kolam (X1) m2 926 0,053 4.223 37.780 0,112 104

Jumlah Benih (X2)

ekor 79.629 0,144 133 20.615 0,006 515

Jumlah Pakan (X3)

Kg 6.962 0,836 8.860 6.688 1,325 9.223

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Tabel 7. menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan rasio

antara Nilai NPM dengan BKM pada usaha pembesaran ikan lele. Rasio-rasio NPM dengan

BKM dari setiap faktor produksi menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi dalam

Page 41: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

27

usaha pembesaran ikan lele Kabupaten Bogor tidak efisien secara alokatif, karena nilai-nilai

rasio NPM terhadap BKM tidak sama dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa

penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha tersebut belum optimal pada jumlah produksi

yang sama.

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa nila rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi luas

kolam (X1) ldan jumlah benih (X2) lebih kecil dari satu, sedangkan jumlah pakan (X3) lebih

besar dari satu, yaitu masing-masing sebesar 0,112 (untuk X1), 0,006 (untuk X2), dan 1,325

(untuk X3). Agar kondisi optimal dapat tercapai, maka faktor produksi luas kolam dan pakan

perlu dikurangi, sedangkan benih perlu ditambah hingga rasio NPM dan BKM dari ketiga

faktor produksi tersebut sama dengan satu. Dengan kata lain, luas kolam (X1) dan jumlah

benih (X2) perlu dikurangi masing-masing menjadi 104 m2 per kolam dan 515 ekor per

kolam, sedangkan penggunaan faktor produksi pakan (X3) perlu ditambah menjadi 9.223 kg

per kolam. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pakan yang diberikan masih belum sesuai

dengan jumlah benih yang ditebar, sehingga untuk mencapai hasil produksi yang optimal

perlu melakukan penambahan jumlah pakan.

3.1.3 Daya saing

Daya saya saing suatu produk merupakan faktor penting yang menentukan

kemampuan suatu komoditas untuk dapat bertahan dalam persaingan pasar, baik dalam

negeri maupun luar negeri. Komoditas lele Kabupaten Bogor sebagai salah komoditas

unggulan dalam program minapolitan – meskipun hingga saat ini hanya dipasarkan di pasar

lokal – tidak terlepas dari adanya pesaing dengan komoditas serupa dari daerah lain.

Pesaing utama bagi komoditas lele Kabupaten Bogor adalah komoditas Lele dari Kabupaten

Tulungagung – salah satu sentra produksi lele di Jawa Tengah. Oleh karena itu, dalam

pengukuran daya saing bagi komoditas ini, maka Tulungagung akan dijadikan benchmark

bagi berbagai harga baik tradables inputs maupuan Faktor Produksi Domestik DI dalam

table PAM. Adapun hasil analisis PAM bagi komoditas Lele dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Policy Analysis Matrix Budidaya Lele, 2011

Revenue Tradables Factors Profit

Private 351,191,275.37 326,483,851.59 10,652,701.45 14,054,722.33

Social 306,025,929.94 280,761,640.18 6,867,597.89 18,396,691.87

Divergence 45,165,345.43 45,722,211.41 3,785,103.56 (4,341,969.54)

Sumber: Data primer (diolah), 2011

Page 42: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

28

Dari faktor penerimaan, usaha budidaya lele di Bogor masih menunjukkan nilai positif

yang artinya penerimaan di Bogor masih lebih tinggi dibandingkan di Tulungagung dengan

selisih positif Rp 45 juta. Namun demikian, biaya input dan faktor produksi jauh lebih besar

dibandingkan Tulungagung dimana selisih biayanya masing-masing sebesar Rp45,7 juta

dan Rp3,8 juta. Tingginya biaya input dan faktor inilah yang menyebabkan jumlah

keuntungan usaha budidaya lele di Bogor lebih rendah dibandingkan Tulungagung, dimana

selisihnya mencapai minus Rp4,3 juta.

Berdasarkan perhitungan PAM, komoditas lele Kabupaten Bogor memiliki daya saing

yang lebih rendah dibandingkan komoditas lele Kabupaten Tulungagung, baik di sisi faktor

domestik maupun input tradables. Hal ini ditunjukkan oleh besaran nilai masing-masing

domestic factors cost ratio (DRCR), tradables input cost ratio (TICR), dan total costs ratio

(TCR), yang masing-masingnya – secara berurutan – bernilai 1,55, 1,16, dan 1,17. Angka-

angka tersebut menunjukkan bahwa untuk melakukan usaha budidaya lele di Kabupaten

Bogor, diperlukan biaya faktor produksi (Kolam dan Tenaga Kerja) 55% lebih tinggi dari di

Tulungangung, pada tingkat penggunaan yang sama. Demikian pula dengan besarnya

tradables input (Benih, pakan, dan obat-batan), usaha budidaya lele di Kabupaten Bogor

memerlukan biaya input 16% jauh lebih tinggi dibandingkan di Tulungagung, pada tingkat

penggunaan input yang sama.

Selain adanya perbedaan harga, tingginya biaya input produksi tersebut disebabkan

pula oleh adanya tambahan input pakan, obat-obatan, dan vitamin yang digunakan. Strategi

pemakaian pakan tambahan pada dasarnya untuk mengatasi mahalnya harga pakan buatan

(pelet). Pemakaian obat-obatan dan vitamin ditujukan untuk menambah daya tahan lele

sehingga rasio bertahan hidup (survival ratio) lele tinggi, akibat kondisi lingkungan yang

kurang baik. Namun demikian, analisis PAM menunjukkan bahwa strategi tersebut hanya

meningkatkan biaya produksi semata, sedangkan penerimaan tidak ikut meningkat secara

signifikan. Selain itu, input benih juga menyumbang tingginya biaya input produksi karena

harga benih lele dengan ukuran 5—7 cm di Bogor Rp225/ekor, sedangkan di Tulungagung

hanya sebesar Rp100/ekor.

Faktor produksi yang dominan dalam Biaya Faktor Produksi komoditas lele di

Kabupaten Bogor adalah kolam, sewa lahan, dan listrik. Kolam menjadi faktor produksi

utama, terutama faktor sewa lahan karena pembudidaya lele sebagian besar berstatus

usaha sebagai penyewa dan penggarap. Sementara itu, pembudidaya lele di Tulungagung

umumnya berstatus usaha sebagai pemilik lahan sehingga biaya sewa tidak menjadi salah

satu biaya faktor produksi budidaya lele di Tulungagung.

Page 43: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

29

Tentunya daya saing lele di Kabupaten Bogor dapat meningkat jika terjadi penurunan

baik harga input maupun faktor produksi yang digunakan. Untuk mengetahui sejauh mana

penurunan harga tersebut harus terjadi, maka dilakukan analisis sensitifitas harga-harga

tersebut terhadap indikator baik DRCR maupun TRCR.

Secara parsial, komoditas lele Bogor akan memiliki daya saing Input yang sebanding

dengan lele Tulungagung (TRCR = 1) jika harga benih mengalami penurunan sebesar 51%,

ceteris paribus, atau harga pakan mengalami penurunan sebesar 20%, ceteris paribus.

Apabila terjadi perubahan harga input secara bersama-sama, daya saing lele Bogor dapat

menyamai lele Tulungagung (TRCR = 1) jika harga pakan dan benih secara bersama-sama

diturunkan sebesar masing-masing 14%, ceteris paribus. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa daya saing di sumberdaya tradables lebih sensitif terhadap perubahan harga input

secara serentak.

Pada dasarnya peningkatan daya saing di sisi faktor domestic dapat terjadi melalui

penurunan harga faktor dominan berupa biaya kolam, sewa kolam, dan listrik. Dari hasil

analisis sensitivitas untuk efisiensi biaya input dominan secara parsial, ternyata tidak ada

satupun penurunan harga faktor secara individu yang mampu meningkatkan daya saing ikan

lele di Bogor, bahkan hingga ke titik terekstrim dimana faktor produksi diberikan secara

cuma-cuma. Meskipun demikian, nilai DRCR ternyata dapat diturunkan jika harga kolam,

sewa kolam dan listrik secara bersama-sama turun sebesar 64%.

3.1.4 Karakteristik Pasar

Secara garis besar, di Kabupaten Bogor, terdapat hanya beberapa pengumpul

besar/kelompok pembudidaya yang satu-sama lainnya menjual produk yang praktis serupa.

Selain itu, terjadi pula upaya kerjasama antar sesama pengumpul besar/kelompok

pembudidaya tersebut – dalam bentuk penyeragaman harga pasar – sehingga pasar untuk

produk lele berisikan produsen yang memiliki market power (kemampuan untuk menentukan

harga/price maker) – hal ini ditunjukkan dengan seragamnya harga lele perkilogram di

tingkat pengecer (Rp. 15.000,-). Dengan ciri-ciri sedemikian rupa, maka dapat dikatakan

bahwa pasar produk lele di kabupaten Bogor memiliki sifat yang cenderung menuju ke pasar

oligopoli, dimana terjadi kerjasama di antara para produsen yang ada (berkolusi).

Adapun kecenderungan yang terjadi di pasar lele pada saat ini adalah, adanya

fenomena saling berkumpulnya para Pembudidaya dalam suatu kelompok budidaya,

dengan seorang ketua kelompok yang memiliki modal yang besar serta informasi mengenai

jalur pemasaran produk lele. Dalam setiap kelompok yang terbentuk muncul dominasi dari

Page 44: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

30

ketua kelompok – yang notabene adalah pemilik modal sekaligus pemasar – terhadap para

anggotanya yang memiliki kekuatan terbatas – yang bertindak sebagai penggarap.

Sistem kelompok yang diberlakukan dapat digambarkan seperti berikut: ketua

kelompok menanggung penuh resiko serta biaya operasional kegiatan budidaya – melalui

penyediaan berbagai input produksi mulai dari benih, obat-obatan, pakan hingga pemberian

pakan tambahan kepada masing-masing anggota kelompoknya, sedangkan

pembudidaya/penggarap hanya bertanggungjawab pada kegiatan Pembudidayaan saja.

Pada saat panen tiba, hasil penjualan produk akan dikurangi berbagai biaya operasional

yang telah dikeluarkan oleh ketua kelompok, dan sisanya akan dibagi antara pembudidaya

dan ketua kelompok, dengan besar pembagian 50:50 jika pembudidaya adalah pemilik

kolam, atau 40:60 apabila pembudidaya tidak memiliki kolam (menggarap kolam ketua

kelompok). Pada saat terjadi kerugian, maka total kerugian akan ditanggung oleh ketua

kelompok, dan pembudidaya tidak memperoleh bagian maupun menanggung kerugian

sama-sekali.

Cakupan area pemasaran bagi produk lele Kabupaten Bogor, hingga saat ini baru

meliputi daerah Jabotabek hingga Bogor, Puncak, Cianjur (Bopuncur) saja, dengan daerah

Jakarta dan Tangerang sebagai pasar terbesar. Meskipun pada dasarnya harga pokok

produk (HPP) Lele Kabupaten Bogor masih jauh lebih tinggi dari HPP Lele saingan, yang

berasal dari daerah lain (Tulungagung), namun dengan adanya pengaturan harga seperti

yang telah disebutkan di atas, maka telah membuat lele saingan dari daerah lain menjadi

sulit untuk bersaing di Jabotabek dan Bopuncur.

Para pelaku usaha produk lele di kabupaten Bogor dapat dikelompokkan menjadi

seperti berikut: (1) Kelompok Pembudidaya, yang terdiri dari: a. Pembudidaya Penggarap; b.

Pembudidaya; dan c. Ketua Kelompok/Pengumpul; (2) Pembenih; (3) Distributor/Tengkulak,

dan; (4) Pengecer. Dari hasil survey, maka diperoleh 3 pola rantai pemasaran, meskipun

pada dasarnya mirip, namun terdapat sedikit perbedaan.

1. Jalur Pemasaran Pertama

Pada Gambar 7., dapat dilihat rantai pemasaran jenis pertama, dimana ketua kelompok

pembudidaya, selain bertindak langsung sebagai pengumpul bagi kelompoknya, juga

menjadi pengumpul bagi beberapa pembudidaya lain di luar kelompoknya. Selain itu,

ketua kelompok lah satu-satunya pihak yang memiliki hubungan langsung dengan

pembenih, supplier pakan, distributor bahkan beberapa pengecer. Sedangkan

pembudidaya yang menjadi anggota kelompok – yang didominasi oleh penggarap –

hanya bertindak sebagai Pembudidaya saja. Para Pembudidaya ini menerima benih,

Page 45: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

31

pakan dan obat-obatan dari ketua kelompok, dimana besarnya penggunaan ketiga jenis

input tersebut akan mempengaruhi besarnya biaya operasional yang nantinya akan

diperhitungkan sebelum pembagian keuntungan.

Anggota Kelompok

Budidaya

Ketua

Kelompok

Budidaya

Pengecer

Distributor

Konsumen

Gambar 7. Rantai Pemasaran Pertama Komoditas Lele Kabupaten Bogor

2. Jalur Pemasaran Kedua

Pada Gambar 8. Terlihat bahwa ketua kelompok pembudidaya hanya bertindak sebagai

pengumpul bagi anggota kelompoknya saja. Ketua kelompok memiliki hubungan

langsung dengan para pembenih, supplier pakan, dan distributor, namun tidak dengan

para pengecer. Anggota kelompok pembudidaya – yang didominasi oleh penggarap –

hanya bertindak sebagai Pembudidaya saja, dan menerima berbagai input dari ketua

kelompok.

Anggota Kelompok

Budidaya

Ketua

Kelompok

Budidaya

PengecerTengkulak Konsumen

Gambar 8. Rantai Pemasaran Kedua Komoditas Lele Kabupaten Bogor

3. Jalur Pemasaran Ketiga

Pada gambar 9. Terlihat bahwa anggota kelompok pembudidaya didominasi oleh

pembudidaya yang memiliki lahan, dan ketua kelompok pada dasarnya adalah

pengumpul. Oleh karena itu, maka ketua kelompok lebih banyak menerima produk dari

Pembudidaya di luar kelompoknya.

Page 46: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

32

Pembudidaya

BinaanPengumpul Pengecer

Distributor

Konsumen

Gambar 9. Rantai Pemasaran Ketiga Komoditas Lele Kabupaten Bogor

3.1.5 Investasi dan Potensi pengembangan Usaha

Kabupaten Bogor mempunyai potensi perikanan yang cukup besar. Sentra

pengembangan perikanan di Kabupaten Bogor berada di wilayah tengah dan barat. Wilayah

Bogor Tengah juga merupakan sentra pengembangan lele dengan produksi 30-40 ton/hari

untuk memenuhi kebutuhan pasar Jabodetabek. Ikan Lele sebagai komoditas utama yang

berkembang di Kabupaten Bogor, pada tahun 2009 produksinya mencapai 18.315,02 ton

atau mengalami peningkatan sekitar 8.540 ton dibandingkan pada tahun 2008. Hal ini

menunjukkan bahwa permintaan terus meningkat setiap tahunnya yang menjadi peluang

bagi pembudidaya ikan lele dalam mengembangkan usahanya.

Sejalan dengan terbukanya peluang usaha tersebut, pelaku usaha perlu memahami

besarnya investasi yang harus dikeluarkan. Berdasarkan hasil penelitian, pelaku usaha

budidaya lele di Kabupaten Bogor sebagian besar dalam skala usaha kecil atau usaha

rakyat. Investasi usaha budidaya lele di Kabupaten Bogor antara lain lahan, rumah jaga,

pompa air, gudang pakan, dan peralatan pendukung budidaya lainnya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa investasi untuk jenis aset lahan merupakan investasi yang paling besar

dikeluarkan dalam usaha budidaya lele. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya lahan yang

tersedia sehingga harga lahan menjadi sangat tinggi. Pembudidaya lele di Kabupaten Bogor

banyak yang menyewa lahan dari orang lain untuk digarap dengan cara membayar sewa

per tahun.

Tabel 9. Nilai Investasi Usaha Budidaya Lele Bogor, 2011

No Jenis Asset Nilai (Rp)

1 Lahan 74.350.000

2 Rumah Jaga 8.528.643

Page 47: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

33

3 Pompa Air 1.945.455

4 Gudang Pakan 2.400.000

5 Peralatan Pendukung Budidaya 3.392.547

Total 90.616.645

Sumber: Data primer (diolah), 2011

Berdasarkan status kepemilikan lahan, pada umumnya para pembudidaya lele di

Kabupaten Bogor memiliki lahan dengan cara membeli kolam-kolam yang telah ada atau

dengan menyewa lahan dari orang lain. Untuk melakukan usaha budidaya lele di Kabupaten

Bogor, dibutuhkan biaya investasi ± Rp. 90.600.000,- yang digunakan untuk pengadaan

aset usaha. Biaya investasi akan bertambah jika lahan yang digunakan adalah berupa lahan

sewa. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata harga sewa lahan adalah Rp. 6.300.000

ha/tahun.

Usaha yang dilakukan pada usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Bogor dilakukan

dalam satu siklus produksi atau dalam kurun waktu 2 bulan, yang terdiri dari total

penerimaan dan total biaya. Harga yang digunakan dalam analisis usaha ini adalah harga

nominal rata-rata yang diperoleh pada saat dilakukan penelitian. Harga jual ikan lele adalah

Rp. 10.800/Kg, dengan ukuran 6—12 ekor per kg. Total biaya yang dikeluarkan dalam satu

siklus produksi pada usaha budidaya adalah Rp. 543,394,915,- dengan jumlah biaya tetap

sebesar Rp. 9,537,623,- dan biaya variabel Rp. 533,857,292,- , dengan penerimaan rata-

rata per siklus produksi (2 bulan) adalah Rp. 565,257,071,- , maka keuntungan yang

diperoleh dalam satu siklus produksi adalah Rp. 21,862,156,- .

Tabel 10. Analisis Usaha Budidaya Lele Kabupaten Bogor, 2010

No. Uraian Nilai (Rp)

1. Investasi 90,616,600

2. Biaya Variabel 533,857,292

3. Biaya Tetap 9,537,623

4. Total Biaya 543,394,915

5. Penerimaan 565,257,071

Page 48: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

34

6. Keuntungan 21,862,156

7. R/C 1,04

8. PP 4

Sumber : Data Primer diolah, 2011

Nilai R/C ratio pada usaha budidaya lele di Kabupaten Bogor sebesar 1,04 yang

menunjukkan bahwa usaha budidaya lele layak diusahakan. Nilai R/C ratio dapat dijadikan

sebagai salah satu pertimbangan bagi lembaga permodalan untuk memberikan tambahan

modal usaha dengan mempertimbangkan aspek yang lain sehingga kegiatan usaha tambak

garam dapat lebih berkembang. Sementara itu, waktu pengembalian investasi pada usaha

budidaya lele di Kabupaten Bogor dapat diketahui dari nilai Payback Period (PP) yang

sebesar 4,14. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pengembalian investasi dalam satu siklus

usaha adalah selama 3,67 tahun atau diperlukan hampir empat kali siklus usaha (musim

panen) untuk mengembalikan uang yang diinvestasikan bagi pembudiaya lele.

Permintaan ikan lele yang terus meningkat menjadi sebuah peluang bagi

pengembangan usaha ikan lele di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi

para pembudidaya ikan lele sebagian besar memiliki keinginan untuk mengembangkan

usahanya. Namun demikian, muncul permasalahan yang dapat menghambat pertumbuhan

dan pengembangan usaha budidaya lele. Permasalahan yang dihadapi dalam usaha

budidaya ikan Lele di Kabupaten Bogor antara lain terkait dengan benih dan pakan.

Ketersediaan benih terkadang tidak dapat memenuhi kebutuhan para pembudidaya,

sedangkan yang terkait dengan pakan adalah harga pakan yang terus meningkat.

Permasalahan makin bertambah dengan meningkatnya harga pakan tidak diimbangi dengan

kenaikan harga jual ikan lele.

3.2. Komoditas Patin Kabupaten Muaro Jambi

3.2.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian

Kabupaten Muaro Jambi memiliki potensi sumberdaya alam, ekonomi dan

sumberdaya manusia yang potensial yang mampu menumbuh kembangkan perekonomian

daerah dan ekonomi masyarakat. Potensi tersebut meliputi sumberdaya lahan dimana

terdapat Lahan Budidaya seluas 24.500 ha. Disamping itu Kabupaten Muaro Jambi memliki

sumberdaya air yang sangat potensial bagi pengembangan perikanan dan lainnya,

sumberdaya air tersebut berasal dari DAS Batanghari, DAS Air Hitam (Kecamatan Kumpeh),

DAS Bayung Lincir (Kec.Mestong dan Sei Bahar) dan DAS Tungkal Mendahara (Kec

Page 49: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

35

Sekernan). Sesuai dengan kondisi wilayah yang dibelah Sungai Batanghari dan didukung

kondisi air pada daerah daratan mendorong minat masyarakat mengembangkan usahanya

dibidang perikanan.

Perkembangan bidang perikanan di Kabupaten Muara Jambi sampai saat ini terus

mengalami peningkatan, baik budidaya ikan dalam kolam, keramba maupun keramba jaring

apung. Sampai dengan Tahun 2009 tercatat luas kolam yang sudah dikembangkan 153,7

Ha, Selama periode 2005-2009 rata-rata peningkatan jumlah kolam 16,78 % atau 1.4 Ha

pertahun. Produksi ikan budidaya dalam kolam juga terjadi peningkatan, sampai dengan

Tahun 2009 mencapai 11.579,40 ton. Rata-rata kenaikan produksi ikan budidaya kolam

selama periode 2005-2009 mencapai 1.100 ton atau 20 % per tahun. Pencapaian

peningkatan produksi perikanan diperoleh dari Budidaya Patin dalam Kolam dan KJA, Nila

dalam KJA dan Patin dalam Kolam dan budidaya ikan lokal lainnya.

Tabel 11. Perkembangan Jumlah Karamba, Kolam dan Produksi Ikan di Muaro Jambi 2003-2009

Luas Kolam/Jumlah

T A H U N

KJA dan Produksi

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Keramba Jaring Apung - Jumlah (Unit) - Produksi (Ton) Keramba - Jumlah (Unit) - Produksi (Ton) Kolam - Luas Kolam (Ha) - Produksi (Ton

37

58,68

704

711,76

56,6

2.386.82

59

71

1009

856

62,90

2857

297

318,42

1.341

945,60

70,37

3.212,26

964

808.92

1.111

789,82

77,72

3.668,93

3.250

1.818,2

1.747,2

2.248,9

120

5.096

2.501

4.234,9

497

462,7

122,72

5.586,2

2.946

4.386

111

200,8

153,4

6.992,6

Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Muaro Jambi, 2010

Perkembangan budidaya ikan dalam keramba/KJA di Kabupaten Muaro Jambi banyak

dilakukan masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Budidaya ikan dalam

keramba/KJA yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat di Kecamatan Jambi Luar

Kota dengan produksi 4.897,20 Ton/Tahun dan Kecamatan Sekernan produksi 785,90

Ton/Tahun pada tahun 2009 dengan jenis budidaya ikan Patin, Nila, Gurame dan ikan

lainnya. Sedangkan untuk budidaya ikan di kolam tersebar pada beberapa kecamatan

terutama Kecamatan Sungai Gelam dan Kumpeh Ulu yaitu Desa Tangkit Baru dengan

jumlah kolam 2.300 Unit dengan produksi dibanding tahun sebelumnya menurun berkisar

Page 50: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

36

1.655,60 Ton/Tahun atau 4 Ton/Hari dan kawasan Pudak 1.750 Unit dengan produksi

3.351,00 Ton/Tahun pada tahun 2009.

Pada umumnya pembudidaya ikan patin di Kabupaten Muaro Jambi sudah

melakukan praktek budidaya secara semi intensif. Kolam yang digunakan adalah jenis

kolam tanah dengan ukuran petakan 15 M x 10 M , 15 m x 20m, 20mx25m dan 20mx30m

namun ukuran petakan ini disesuaikan dengan luas lahan budidaya yang dimiliki oleh

pembudidaya. Sementara itu, padat tebar ikan patin di Kabupaten Muaro Jambi bisa

mencapai 16 ekor/m2. Usia pemeliharan ikan patin di kabupaten Muaro Jambi berkisar

antara 6 bulan dengan ukuran ikan yang siap panen berukuran antara 500 -700 gram/ekor.

Benih ikan patin yang digunakan berasal dari dalam Kabupaten Muaro Jambi dengan harga

rata-rata Rp 200/ekor – Rp 250/ekor dan ukuran benih yang digunakan yaitu sebesar 2-3

inchi.

Tabel 12. Produksi Ikan Budidaya Perkecamatan Perjenis Ikan di Muaro Jambi 2009

Desa

Jenis Ikan

Patin Nila Lele Gurami Tembakang Klemak Betutu Toman Jumlah

Sekernan 349.10 300.8 121 - 13.8 - 1.2 - 785.90

Maro

sebo 69.50 59.3 - - 90.8 3 - 21.9 244.50

Jaluko 1,064.50 3256.9 563 - - 4.8 - 8 4,897.20

Kumpeh

Ulu 3,274.50 21.5 - 17 38 - - - 3,351.00

Kumpeh 22.80 22.5 - - 44.6 - - 61.6 151.50

Mestong 49.00 252.7 10.5 34.4 - - - - 346.60

Sei.

Gelam 1,415.50 65 68.9 87.7 18.5 - - - 1,655.60

Sei.

Bahar 17.00 95.6 3.7 20.8 - 10 - - 147.10

Jumlah 6261.9 4074.3 767.1 159.9 205.7 17.8 1.2 91.5 11,579.40

Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Muaro Jambi, 2010

Page 51: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

37

Terkait dengan input pakan, pakan yang digunakan oleh pembudidaya adalah pakan

pabrik dan pakan buatan dengan harga pakan buatan di Muaro Jambi berkisar Rp 3.000 –

Rp 4.000/kg. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari oleh pembudidaya

yaitu pada pagi hari dan sore hari. Penggunaan pakan buatan sudah dilakukan dilakukan di

lokasi penelitian, mengingat semakin mahalnya pakan buatan pabrik dan sementara modal

yang dimiliki terbatsa, sehingga pembudidaya menggunakan bahan baku lokal untuk

digunakan sebagai bahan pembuatan pakan untuk ikan peliharannnya.

3.2.2. Status dan Efisiensi Produksi

3.2.2.1. Pendugaan Fungsi Produksi

Faktor produksi yang diduga berpengaruh pada saat usaha pembesaran ikan patin di

Desa Pudak, Muaro Jambi adalah adalah luas kolam (X1), jumlah benih (X2), dan jumlah

pakan (X3). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least

Square (OLS) diperoleh pendugaan fungsi produksi seperti yang tercantum pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi pada Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Jambi

Peubah Koefisien Regresi Standart Error t-hitung

Konstanta -0,059 0,484 -0,122 Ln X1 0,066 0,131 0,507ns Ln X2 0,674 0,169 3,984** Ln X3 0,223 0,171 1,300*

R2 = 0,954; R2-adjusted = 0,949; F–hitung = 181,665; Prob .F =0,000; DW = 1,914 Sumber : Data Primer Diolah, 2011 Keterangan : ns = tidak nyata pada selang kepercayaan 80%

* = nyata pada selang kepercayaan 80% ** = nyata pada selang kepercayaan 99%

Dari hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel XX diperoleh nilai koefisien

determinasi R2 = 0,954. Hal ini berarti bahwa sebesar 95,4% variasi produksi usaha

budidaya ikan patin dapat dijelaskan oleh faktor produksi luas kolam (X1), jumlah benih (X2)

dan jumlah pakan (X3), sedangkan sisanya sebesar 4,6% dijelaskan oleh variasi faktor-

faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Sementara berdasarkan uji F-statistik,

ketiga peubah bebas tersebut (X1, X2, dan X3) secara bersama-sama (simultan)

berpengaruh nyata terhadap peubah terikatnya (produksi ikan patin/Y). Namun berdasarkan

Page 52: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

38

uji t-statistik (pasrial), dari ketiga peubah bebas tersebut ternyata hanya peubah (X2) yang

berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99% dan peubah (X3) yang berpengaruh

nyata pada selang kepercayaan 80% dengan arah (sign) positif, sedangkan peubah lainnya

yakni luas kolam (X1) belum menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 80% dan

95%. Di samping itu, hasil pendugaan tersebut diperoleh nilai DW sebesar 1,914, yang

berarti bahwa model persamaan yang digunakan tidak terdapat indikasi autokorelasi.

Dengan demikian secara statistik maupun ekonomi, model persamaan yang digunakan

dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini dapat dipandang sebagai model yang

valid untuk digunakan dalam analisis lebih lanjut.

Hasil pendugaan fungsi produksi pembesaran ikan patin dengan menggunakan tiga

variabel bebas, sebagaiman tertera pada Tabel 1 dapat dituliskan dalam bentuk persamaan

sebagai berikut :

Ln Y = -0,059 + 0,066 Ln X1 + 0,674 Ln X2 + 0,223 Ln X3 ………..………...............(1)

sehingga untuk keperluan analisis dengan menggunakan fungsi produksi pendekatan Cobb-

Douglas, Persamaan (1) ditulis kembali menjadi:

Y = 0,943X10,066X2

0,674X30,223.......................................................................................(2)

3.2.2.2. Analisis Skala Usaha

Hasil analisis pendugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa luas lahan (X1),

jumlah benih (X2),dan jumlah pakan (X3) memiliki koefisien regresi atau nilai elastisitas

masing-masing sebesar 0,066; 0,674; dan 0,223, sehingga besarnya nilai penjumlahan

koefisien regresi atau elastisitas dari analisis pendugaan fungsi produksi adalah sebesar

0,963 (e<1). Hasil penjumlahan elastisitas produksi tersebut menunjukkan bahwa usaha

budidaya berada dalam kondisi “kenaikan hasil yang semakin berkurang” (decreasing return

to scale), artinya apabila ketiga faktor produksi tersebut (luas kolam, benih dan pakan)

secara bersama-sama dinaikkan dengan persentase tertentu, maka akan memberikan

proporsi penambahan hasil produksi yang lebih kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa

kegiatan budidaya patin di Kabupaten Jambi ini telah memasuki daerah ketiga dari fungsi

produksi, sebagai akibat dari adanya fenomena diminishing marginal return.

Dari nilai koefisien regresi tersebut hasil pengujian t-statistik seperti tertera pada

Tabel 13. dan Persamaan 2, diketahui bahwa ceteris paribus, setiap penambahan luas

kolam sebesar 1% akan meningkatkan hasil produksi ikan sebanyak 0,066%. Namun dari

hasil pengujian t-satistik untuk peubah luas kolam terbukti tidak menunjukkan pengaruh

yang nyata terhadap hasil produksi ikan patin tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa upaya

Page 53: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

39

meningkatkan hasil produksi ikan patin melalui penambahan luas kolam belum tentu akan

memberikan hasil yang diinginkan.

Selanjutnya, dari hasil Tabel 13 dan Persamaan 2, setiap penambahan sebanyak 1%

benih, ceteris paribus, akan meningkatkan produksi ikan patin sebanyak 0,674%.

Sementara untuk setiap penambahan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 1%, ceteris

paribus akan meningkankan produksi ikan patin sebanyak 0,223%. Hal ini diduga karena

semakin bertambahnya benih dan pakan yang digunakan, maka selain jumlah yang

dihasilkan semakin banyak, bobot ikan diduga akan meningkat semakin cepat, sehingga

produksi ikan juga akan meningkat.

3.2.2.3. Analisis Efisiensi Ekonomi

Analisis efisiensi ekonomi alokatif dapat ditentukan dengan menghitung

perbandingan Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) untuk

setiap faktor produksi. Jika nilai perbandingan NPM dengan BKM bernilai 1, maka pada

kondisi tersebut penggunaan faktor produksi pada tingkat optimum. Jika rasio NPM dan

BKM untuk setiap faktor produksi yang digunakan pada usaha budidaya menunjukkan nilai

kurang dari 1, artinya kondisi optimum telah terlampaui, sedangkan jika nilai rasio NPM dan

BKM untuk setiap faktor produksi yang digunakan nilainya lebih besar dari 1, artinya kondisi

optimum belum tercapai. Untuk mencapai kondisi optimum, maka penggunaan faktor-faktor

produksi harus dikurangi atau ditambah, sehingga rasio NPM dan BKM akan sama dengan

1. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi dapat diketahui rasio NPM dengan BKM

untuk masing-masing faktor produksi. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rasio dan Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Pembesaran Patin Muaro Jambi

Variabel Satuan Penggunaan

Rata-Rata Aktual

Koefisien Regresi

NPM BKM NPM/BKM

Input Optimal

Luas Kolam (X1) m2 2.412 0,066 7.475,58 10.892 0,686 1.655

Jumlah Benih (X2) ekor 36.767 0,674 4.867,00 4.200 1,159 54.690

Jumlah Pakan (X3) Kg 37.449 0,223 1.626,83 1.000 1,627 10.837

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Dari Tabel 14. menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan

rasio antara Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada

usaha pembesaran ikan patin. Rasio-rasio NPM dengan BKM dari setiap faktor produksi

menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha pembesaran ikan patin di

Jambi tidak efisien secara alokatif, karena nilai-nilai rasio NPM terhadap BKM tidak sama

Page 54: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

40

dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha

tersebut belum optimal pada jumlah produksi yang sama.

Nilai rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi luas kolam (X1) lebih kecil dari satu,

sedangkan jumlah benih (X2) dan jumlah pakan (X3) lebih besar dari satu, yaitu masing-

masing sebesar 0,686 (X1), 1,159 (X2), dan 1,627 (X3). Agar kondisi optimal dapat tercapai,

maka faktor produksi luas kolam dan jumlah pakan perlu dikurangi, sedangkan benih perlu

ditambah hingga rasio NPM dan BKM dari ketiga faktor produksi tersebut sama dengan

satu. Dengan kata lain, luas kolam (X1) dan pakan (X3) perlu dikurangi masing-masing

menjadi 1.655,-m2 per kolam dan 10.837,- kg per kolam, sedangkan penggunaan faktor

produksi benih (X2) perlu ditambah menjadi 54.690 ekor per kolam.

Penambahan faktor produksi benih sebanyak 17.923 ekor tersebut diduga harus

dilakukan karena rendahnya SR (Survival Rate) ikan patin yang dibudidayakan, yang

mungkin disebabkan oleh kondisi perairan yang tidak mendukung. Sehingga untuk

mengatasi hal tersebut dilakukan upaya penebaran benih dengan jumlah yang lebih banyak,

dengan harapan ikan yang hidup lebih banyak. Selain itu perlu juga dilakukan penambahan

obat-obatan untuk mencegah kematian ikan patin, terutama pada saat awal budidaya

(setelah penebaran). Sedangkan pengurangan jumlah pakan diduga karena banyaknya

pakan yang terbuang akibat tidak termakan oleh ikan atau rendahnya kualitas pakan yang

diberikan,sehingga meskipun pakan yang diberikan dalam jumlah banyak tidak akan

memacu pertambahan berat ikan, sehingga biaya operasional (untuk pembelian pakan)

terbuang percuma. Untuk meminimalisir pengeluaran biaya operasional dapat dilakukan

dengan mengurangi jumlah pakan yang diberikan, namun sebagai gantinya harus dicari

jenis pakan lainnya yang lebih baik. Seperti yang terlihat pada Gambar 10. berikut.

Gambar 10. Perbedaan Penggunaan Benih (ekor) dan Hasil Produksi Pada Kondisi Aktual dan

Optimal pada Budidaya Ikan Patin di Kab. Muaro Jambi

Page 55: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

41

Gambar 11. Perbedaan Penggunaan Luas Kolam (m2) dan Hasil Produksi Pada Kondisi Aktual dan optimal pada Budidaya Ikan Patin di Kab. Muaro Jambi

Gambar 12. Perbedaan Penggunaan Pakan (kg) dan Hasil Produksi Pada Kondisi Aktual dan Optimal pada Budidaya Ikan Patin di Kab. Muaro Jambi

3.2.3. Daya saing komoditas

Komoditas ikan Patin merupakan salah satu komoditas unggulan dan Indonesia

mempunyai beberapa sentra produksi ikan Patin yang cukup potensial. Ikan Patin

mempunya pangsa pasar sangat besar baik di dalam maupun di luar negeri. Indonesia

bersaing dengan Vietnam dalam penguasaaan pangsa pasar ikan Patin. Biaya produksi di

Negara Vietnam yang lebih rendah dibandingkan di Indonesia, menyebabkan Indonesia sulit

untuk menggeser posisi Vietnam menjadi produsen utama ikan patin. Namun demikian

Indonesia tetap berupaya untuk meningkatkan daya saing produk patin. Salah satunya

adalah dengan meningkatkan daya saing produk di masing-masing sentra produksi.

Sentra produksi yang menjadi lokasi penelitian adalah Kabupaten Muaro Jambi

Provinsi Jambi, yang produk patinnya dipasarkan di pasar lokal saja. Oleh karena itu, untuk

melihat daya saing produk Patin dari Kab. Muaro Jambi ini, perbandingan akan dilakukan

dengan produksi Patin dari Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah. Daya saing

produk ikan patin dihitung dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM). Nilai

Private diperoleh dari pengumpulan data lapangan di Kab. Muaro Jambi dan nilai sosial

diperoleh dari hasil penelitian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi tahun 2010, berjudul

Page 56: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

42

Evaluasi Sosial Ekonomi Praktek Budidaya.Hasil analisis PAM dapat dilihat pada Tabel 15.

di bawah ini.

Berdasarkan hasil penelitian dengan asumsi jumlah produksi per tahun sebesar

43.099 kg , luas kolam 2.412 m2 dan harga jual Rp 13.330/kg, bahwa produksi ikan Patin di

Kab. Muaro Jambi mempunyai nilai daya saing yang lebih tinggi dibandingkan produksi patin

di Kab. Katingan. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan nilai Domestic Factors Costs Ratio

(DFCR) sebesar 0,83, Tradable Input Costs Ratio (TICR) sebesar 0,75 dan Total Costs

Ratio (TCR) sebesar 0,75. Pada Tabel xx, walaupun penerimaan di Muaro Jambi

(Rp.574.506.865) lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan di Kab. Katingan (Rp.

668.031.239), tetapi biaya input produksi dan faktor produksi di Muaro Jambi lebih rendah

dibandingkan di Katingan. Biaya input produksi meliputi pakan, benih, garam, dolomite,

vitamin, dan BBM, sedangkan biaya faktor produksi meliputi tenaga kerja, biaya perawatan,

pajak lahan, retribusi, dan depresiasi asset.

Tabel 15. Policy Analysis Matrix (PAM) Budidaya Patin Muaro Jambi

Penerimaan

(Rp)

Biaya

Profit Input

Faktor Produksi

Private 574.506.865 434.299.759 21.692.322 118.514.784

Social 668.031.239 574,523.752 25.997.635 67.509.852

Efek Divergensi

(93.524.373) (140.223.992) (4.305.314) 51.004.933

Domestic Factors Costs Ratio = 0,83 Tradable Input Costs Ratio = 0,75 Total Costs Ratio = 0,76

Biaya input produksi ikan Patin di Muaro Jambi (Rp.434.299.759) lebih rendah

dibandingkan dengan biaya input produksi di Kab. Katingan (Rp 574.523.752). Biaya input

di Katingan yang lebih tinggi, disebabkan oleh biaya pakan dan benih di Muaro Jambi yang

rendah dibandingkan di Kab. Katingan. Di Muaro Jambi, membutuhkan biaya pakan

sebesar Rp.415.714.822, sedangkan di Katingan, biaya pakan mencapai Rp 480.628.352.

Biaya pakan di Muaro Jambi ini 13.5% lebih rendah dibandingkan di Katingan. Di Muaro

Jambi, pakan yang digunakan adalah pakan buatan dan juga pakan pabrikan. Harga pakan

buatan di Muaro Jambi berkisar Rp 3.000 – Rp 4.000/kg. Di Katingan, pakan yang

digunakan adalah pakan buatan dengan harga berkisar Rp.6.500/kg.

Begitu pula biaya benih, di Katingan biaya benih lebih tinggi 61.5% dibandingkan

dengan biaya benih di Muaro Jambi. Biaya benih di Muaro Jambi berkisar Rp.15.786.311,

sedangkan di katingan mencapai Rp.25.503.982. Rata-rata harga benih di Muaro Jambi

berkisar Rp 200/ekor (ukuran benih 2-3 inchi), sedangkan di Katingan mencapai Rp

Page 57: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

43

325/ekor (3-4 inchi). Selain itu di Kab. Muaro Jambi, terdapat UPR setempat yang dapat

memenuhi kebutuhan benih para pembudidaya. Di Kec. Pudak, terdapat 3 unit UPR dan

juga BBI. Sedangkan di Kab. Katingan, kebutuhan benih para pembudidaya tergantung

dengan pasokan benih dari Jawa Barat (Bogor, Subang dan Sukabumi). Berdasarkan dua

variable ini (Pakan dan Benih) menyebabkan nilai TICR sebesar 0,75. Perbandingan biaya

input produksi antara Kabupaten Muaro Jambi dan Kab. Katingan dapat dilihat pada Tabel

16 di bawah ini.

Tabel 16. Perbandingan Biaya Input Produksi Muaro Jambi dan Katingan

Kabupaten

Input Produksi

Pakan Benih

Total Biaya Pakan (Rp)

Harga Pakan (Rp/kg)

Total Biaya

Benih (Rp)

Ukuran benih (Inchi)

Harga Benih

(Rp/ekor)

Muaro Jambi 415,714,822 3.000 - 4.000 15,786,311 2 - 3 200

Katingan 480,628,352 6,500 25,503,982 3 - 4 350

Sumber: Data primer diolah, 2011, dan BBRSE, 2010

Analisis sensitivitas input produksi dilakukan pada variable pakan dan benih. Karena

biaya produksi yang paling besar adalah pakan (91.17%) dan benih (3.46%). Nilai daya

saing produk Patin di Muaro Jambi akan mengalami penurunan dan menyamai Katingan,

jika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 34%, ceteris paribus, atau jika harga benih naik

hingga 888%, ceteris paribus. Sehingga dapat dikatakan bahwa daya saing Input Produksi

Patin Muaro Jambi cukup sensitif terhadap perubahan harga pakan.

Dari sisi Faktor produksi, faktor yang paling dominan menyumbang bagi biaya

produksi adalah harga lahan. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada variable kolam,

menunjukkan bahwa nilai daya saing produk Patin di Kab. Muaro Jambi akan mengalami

penurunan dan menyamai Katingan, jika terjadi kenaikan harga lahan hingga sebesar 428%.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya saing faktor domestic tidak terlalu sensitif terhadap

perubahan harga kolam.

3.2.4 Karakteristik Pasar

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ikan Patin adalah

pembudidaya, pedagang besar dan pedagang pengecer. Kabupaten Muaro Jambi,

khususnya Kecamatan Pudak adalah salah satu sentra produksi ikan Patin. Di kecamatan

Pudak terdapat 10 kelompok pembudidaya yang terdiri dari 15 – 20 orang pembudidaya per

kelompok, 10 orang pedagang pengecer dan 1 unit pengolah ikan Patin. Sedangkan

pedagang besar terdapat di Kota Jambi. Jumlah pembudidaya yang menjadi responden

Page 58: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

44

berjumlah 30 orang, responden pedagang pengecer berjumlah 10 orang dan 1 orang

responden pedagang besar/agen.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pembudidaya, sebagian besar

hasil panen ikan patin dijual langsung ke pedagang besar, dan sisanya dijual ke kelompok

pedagang pengecer. Target pasar produk Patin adalah Pasar Angso Duo dan Pasar Baru di

Kota Jambi. Pembudidaya menjual hasil panennya ke pedagang besar/Agen besar,

kemudian mendistribusikan ikan Patin ke pasar lokal (Pasar Angso Duo dan Pasar Baru)

dan pasar di provinsi lain, yaitu Sumatera Selatan (Palembang) dan Bengkulu. Selain dijual

ke pedagang ikan, pembudidaya pun menjaul ikannya ke pengolah produk perikanan. Di

Kecamatan Pudak terdapat satu unit pengolah produk hasil perikanan. Ikan Patin diolah

menjadi abon dan krupuk ikan Patin. Target pasar abon dan krupuk ini masih terbatas di

Kota Jambi saja. Adapun saluran pemasaran tersebut memiliki pola saluran pemasaran,

yaitu:

1. Saluran I : pembudidaya – pedagang besar di Kab. Muaro Jambi - pedagang besar di

provinsi lain - pedagang pengecer di provinsi lain – kosumen rumah tangga

dan konsumen lembaga

2. Saluran II : pembudidaya – pedagang besar di Kab. Muaro Jambi - pedagang

pengecer – kosumen rumah tangga dan konsumen lembaga

3. Saluran III: pembudidaya – pedagang pengecer – kosumen rumah tangga dan

konsumen lembaga

Gambar berikut menunjukkan aliran produk Patin di Kab. Muaro Jambi. Untuk itu

lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran ikan Patin di Kabupaten

Muaro Jambi terdiri dari pembudidaya, pedagang pengecer, dan pedagang

besar/agen

Pembudidaya

Pedagang

Besar (Jambi)

Pengecer Luar

Kota

Agen di

Propinsi Lain

Pengecer Lokal Konsumen Lokal

Konsumen Luar

Gambar 13. Rantai Pemasaran Komoditas Patin Muaro jambi

Page 59: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

45

Jumlah penjual lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pembeli sehingga ciri-ciri

demikian menunjukkan struktur pasar monopsoni. Sedangkan yang pemasaran ikan Patin

dikuasai oleh 1 (satu) orang pedagang besar. Pedagang besar ini mempunyai peran penting

dalam mengatur harga jual patin di pasar. Pedagang besar ini pula yang mempunyai

informasi pasar, tidak saja informasi di Provinsi Jambi tetapi juga di provinsi lain, yaitu

Sumatera Selatan dan Bengkulu. Dari sisi pedagang, berarti stuktur pasar ikan patin

mempunyai kecenderungan bersifat monopoli. Struktur Pasar dapat dilihat pada Tabel 17. di

bawah ini.

Tabel 17. Struktur Pasar Ikan Patin Kecamatan Pudak, Kabupaten Muaro Jambi, 2011

Tingkat Pasar Jumlah

Pembudidaya Banyak (±150 orang) Pedagang Besar 1 Pedagang Pengecer Banyak

Sumber: Data Primer, 2011

3.2.4.1 Fungsi Pemasaran Ikan Patin di Kabupaten Muaro Jambi

Fungsi Pemasaran adalah kegiatan utama yang khusus dilaksanakan untuk

menyelesaikan proses pemasaran. Fungsi pemasaran bekerja melalui lembaga pemasaran

atau stuktur pemasaran. Fungsi tataniaga ini harus dikerjakan oleh produsen dan mata

rantai saluran barang-barangnya, lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam proses

pemasaran misalnya usaha pengangkutan, bank, badan asuransi, dan sebagainya maupun

konsumen (http://agrimaniax.blogspot.com/2010/05/fungsi-fungsi-pemasaran.html diunduh

tanggal 15 Desember 2011). Fungsi pemasaran ikan Patin di Kab. Muaro Jambi adalah

fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, pembelanjaan/pembiayaan,

penanggungan resiko, standarisadi dan grading, informasi pasar. Fungsi pemasaran dan

pelaku pasar dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18. Fungsi Pemasaran Ikan Patin Kabupaten Muaro Jambi, 2011

Fungi Pemasaran Pelaku Usaha

Pembelian Pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen akhir

Penjualan Pembudidaya, pedagang besar dan pedagang pengecer

Pengangkutan Pedagang besar, pedagang pengecer

Penyimpanan Pedagang besar, pedagang pengecer

Page 60: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

46

Pembelanjaan/pembiayaan Pembudidaya, pedagang besar & pedagang eceran

Penanggungan resiko Pedagang besar

Standarisasi dan grading Pedagang besar & pedagang pengecer

Informasi pasar Pedagang

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

3.2.4.2 Marjin Pemasaran Ikan Patin Di Kabupaten Muaro Jambi

Marjin harga yang dihitung pada kegiatan penelitian ini adalah harga beli pasar

dikurangi harga jual pasar. Berdasarkan hasil penelitian, pedagang besar memperoleh

marjin sebesar Rp. 1.400/kg. Pedagang besar membeli ikan Patin pada pembudidaya

sebesar Rp.14.600/kg dan menjualnya ke pedagang pengecer sebesar Rp. 16.000/kg dan

Rp 17.000/kg ke konsumen. Pedagang pengecer membeli ikan Patin sebesar Rp.14.700/kg

dan menjualnya ke konsumen sebesar Rp.17.000/kg. Marjin yang diperoleh oleh pedagang

pengecer adalah sebesr Rp 2.300/kg.

Tabel 19. Marjin Pemasaran Patin Kabupaten Muaro Jambi, 2011

Saluran Pembudidaya Pedagang besar Pedagang pengecer

Konsumen Akhir

Harga Beli 14.600 14.700 17.000

Harga Jual 14.600 16.000 17.000 -

Marjin 1.400 2.300 -

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Dalam menjalanan fungsi pembelian, pedagang pengecer tidak hanya mengeluarkan

biaya pemasaran untuk membeli ikan tetapi juga untuk transportasi, upah dan retribusi

pasar. Biaya transportasi dan upah angkut memerlukan biaya sebesar Rp 59.000/hari. Ikan

Patin yang diangkut sebanyak 60 kg/hari, sehingga biaya transportasi dan upah memerlukan

biaya Rp 983/kg. Pedagang pengecer harus membayar retribusi pasar sebesar Rp4000/hari.

Total biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah Rp 983/kg. Pedagang

besar dalam menjalankan fungsi pemasarannya menggunakan alat angkut mobil pick up

yang mengangkut sebanyak 700 kg ikan per trip. Pengiriman dilakukan ke dalam kota yaitu

Pasar Angso Dua dan Pasar Baru, dan ke luar kota yaitu ke Palembang dan Bangko.

Pengiriman dalam kota membutuhkan biaya Rp 154.000/trip yang terdiri dari biaya

transportasi dan upah sebesar Rp 150.000/trip dan retribusi sebesar Rp 4000/trip, sehingga

biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp 220/kg. Biaya yang dikeluarkan untuk

Page 61: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

47

pengiriman luar kota sebesar Rp 600.000/trip atau sebesar Rp 857/kg. Biaya pemasaran

yang dikeluarkan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel 20.

di bawah ini.

Tabel 20. Biaya Pemasaran Patin Kabupaten Muaro Jambi, 2011

Pelaku Pemasaran

Biaya Pemasaran

Retribusi (Rp)

Transportasi & Upah (Rp)

Jumlah (Rp)

Total Biaya

(Rp/kg)

Pedagang Pengecer 4.000 55.000 59.000 983

Pedagang besar

- Dalam kota 4.000 150.000 154.000 220

- Luar Kota (Palembang & Bangko)

- 600.000 600.000 857

Sumber: Data Primer diolah, 2011

3.2.5 Investasi dan Potensi pengembangan Usaha

Perhitungan analisa budidaya ikan patin, tidak membedakan pada luasan lahan atau

musim. Pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini tergabung dalam satu

kelompok pembudiya ikan. Investasi yang diperlukan untuk usaha budidaya antara lain

lahan, kolam, sarana pendukung seperti rumah jaga, pompa air, gudang pakan,lampu

neon/petromak, generator/genset, timbangan, serokan, lori dan harpa.. Mayoritas lahan

yang dimiliki oleh pembudidaya adalah lahan milik sendiri. Secara rinci, investasi usaha atau

jenis aset yang dimiliki oleh pelaku usaha budidaya patin dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Investasi Usaha Budidaya Patin di Muaro Jambi 2011

Jenis Aset Jumlah Satuan Nilai

Kolam 2.412 m2 26.274.859

Rumah Jaga 1 Unit 2.845.833

Pompa Air 1 Unit 1.814.583

Gudang Pakan 1 Unit 5.500.000

Lampu Neon/Petromak 2 Unit 44.591

Generator/Genset 1 Unit 1.136.200

Page 62: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

48

Timbangan 1 Buah 315.833

Serokan 7 Buah 164.043

Lori/Lainnya 1 Buah 382.778

Harpa/Lainnya 3 Buah 716.458

Total 39.195.180

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Biaya yang dikeluarkan dalam usaha budidaya patin, dapat dikategorikan menjadi

dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Bagi pembudidaya biaya tetap terdiri dari tenaga

kerja persiapan lahan, tenaga kerja panen, pajak lahan produksi, retribusi dan biaya

perawatan. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya adalah benih, pakan,

obat-obatan/vitamin, dolomit dan BBM. Secara rinci struktur biaya tetap rata-rata dan biaya

operasional rata-rata yang dikeluarkan dalam satu tahun untuk usaha budidaya patin tersaji

pada Tabel 22.

Pembudidaya mengeluarkan biaya tetap dalam satu tahunnya sebanyak Rp

21.663.575. Biaya tetap terdiri dari tenaga kerja persiapan lahan sebesar Rp Rp 6.302.090,

tenaga kerja panen Rp 5.657.206, pajak lahan produksi Rp 28.758, retribusi Rp 368.750 dan

biaya perawatan 6.219.485. Retribusi pada usaha budidaya patin adalah biaya yang

dikeluarkan oleh pembudidaya ketikan panen kepada kelompok sebesar Rp 25/kg/panen.

Namun hal ini hanya berlaku pada kelompok tertentu dan tidak semua kelompok

memberlakukan hal yang sama. Untuk pemeliharaan setiap harinya pembudidaya

melakukan secara mandiri dan tidak mempunyai tenaga kerja yang diupah per bulan.

Tabel 22. Struktur Biaya Usaha Budidaya Patin Muaro Jambi 2011

Unit : 1 Tahun

Uraian Jumlah Satuan Nilai

Biaya Tetap Depresiasi Asset 1 Tahun 3.116.033 Tenaker Persiapan Lahan (Utk sedot air) 37 OH 6.302.090 Tenaker Panen 120 OH 5.657.206 Pajak Lahan Produksi 1 Tahun 28.758 Retribusi 1 Tahun 368.750 Biaya Perawatan 1 Tahun 6.219.485

Total 21.692.322

Biaya Operasional

Page 63: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

49

Garam 531 Kg 704.302 Dolomit 875 Kg 580.274 Benih 78.474 ekor 15.786.311 Vitamin 2 Botol 10.125 Pakan 73.943 Kg 415.714.822 BBM 292 L 1.503.926

Total 434.299.759

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Lebih lanjut dalam pengelolaan ikan patin biaya operasional yang diperlukan sebesar

Rp 434.299.759/tahun untuk pembelian benih, vitamin, pakan, BBM dan dolomit. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembelian benih/bibit sebesar Rp 15.786.311, pakan Rp. 415.714.822,

vitamin Rp 10.125, dolomit Rp 580.274, garam Rp 704.302 dan BBM Rp 1.503.926. Dalam

1 tahun produksi penerimaan pembudidaya sebesar Rp 610.974.586 dimana hasil panen

yang didapatkan sebesar 44.446 Kg dengan harga jual Rp 13.747/Kg. Harga ikan patin

ditentukan oleh kondisi permintan dan penawaran di pasar. Ketika penelitian ini dilakukan

harga jual patin antara Rp 12.000 – Rp 14.700 di tingkat pembudidaya. Keuntungan yang

diperoleh oleh pembudidaya dalam 1 tahun sebesar Rp 154.982.505 dengan RC ratio 1,3

dan hal ini menunjukkan usaha budidaya ini layak dikembangkan. Hasil produksi ikan patin

per tahun yang diperoleh pembudidaya memberikan kontribusi dalam ekonomi keluarga.

Secara lengkap analisa usaha budidaya patin dapat dilihat pada tabel 23. di bawah ini.

Tabel 23. Analisis Usaha Budidaya Patin Muaro Jambi, 2011

Uraian Nilai

Investasi (Rp) 495.187.261

Biaya Tetap (FC) 21.692.322

Biaya Variabel (VC) 434.299.759

Total Biaya (TC = FC + VC) (Rp) 455.992.081

Penerimaan (Rp) 610.974.586

Keuntungan (Rp) 154.982.505

R/C 1,3

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Page 64: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

50

3.3. Komoditas Gurame Kabupaten Banyumas

3.3.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian

Kabupaten Banyumas merupakan wilayah yang mempunyai potensi perikanan cukup

besar. Ketersediaan lahan potensial untuk sektor perikanan baik di kolam dan mina padi

seluas 10.630 Ha dan baru termanfaatkan 538 Ha, oleh karena itu lahan seluas 10.092 Ha

masih dapat dikembangkan mengingat kondisi geografis Kabupaten Banyumas yang berada

pad ketinggain 0=300 m dpl yang sesuai untuk budiaya ikan. (Dinas Peternakan dan

Perikanan Kab. Banyumas, 2009). Melihat potensi yang ada dan kesesuian dengan

komoditas yang dapat dikembangkan, maka ikan gurame menjadi komoditas unggulan yang

bernilai ekonomis tinggi.

Usaha budidaya ikan gurame yang berkembang saat ini di Kabupaten Banyumas

banyak dilakukan secara berkelompok. Kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) tersebut

terdiri dari kelompok pembenihan, kelompok pembesaran, kelompok pemasaran. Di

samping itu terdapat juga kegiatan yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada

produk perikanan dengan membuat olahan ikan, sehingga terbentuk kelompok pengolah.

Berdasarkan data yang diperoleh dan terkait dengan program minapolitan maka telah

dipetakan berdasarkan kegiatan usaha budiddaya. Untuk kawasan pembenihan dipusatkan

di wilayah kedungbanten dengan wilayah Kecamatan Kedungbanteng, Baturaden dan

Karanglewas. Sentra kawasan pembesaran yang dipusatkan pada kecamatan Sokaraja

dengan wilayah Kecamatan Sokaraja, Sumbang dan Kembaran. Sementara sentra kawasan

pemasaran yang berpusat di kecamatan Ajibarang dengan wilayah Kecamatan Ajibarang

dan Cilongok. Sentra kawasan industri olahan berada berpusat di Kecamatam Sumpiuh

dengan wilayah Kecamatan Sumpiuh dan Kemranjen.

Usaha budidaya ikan gurame di Kabupaten Banyumas dilakukan sepanjang tahun

baik musim kemarau maupun musim penghujan, dimana dalam usaha pembesaran lama

pemeliharaan ikan hingga panen dalam 1 siklusnya selama 4- 5 bulan. Umumnya budidaya

ikan gurame dilaksanakan oleh pembudidaya dengan teknologi semi intensif yaitu dalam

pemeliharaan menggunakan pakan buatan disamping pakan alami dan telah dilakukan

pengaturan kualitas air, namun belum secara terukur dan terkontrol.( Bank Indonesia, 2008).

Pola budidaya ikan gurame yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Banyumas

mayoritas adalah pola budidaya tunggal (monoculture), dimana dalam satu unit lahan usaha

hanya satu jenis ikan yang dipelihara. Budidaya ikan gurame dapat dibagi dalam beberapa

kelompok yaitu pembenihan, pendederan dan pembesaran. Dalam tulisan usaha budidaya

gurame yang dibahas adalah tahap pembesaran.

Page 65: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

51

Pemeliharaan gurame di Kabupaten Banyumas dilakukan menjadi empat proses

yaitu persiapan kolam, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Tahap persiapan

dilakukan selama 2 minggu dimana pembudidaya melakukan pembersihan kolam,

pemberian kapur, pengisian air, pengukuran air (PH 6-7) dan pengukuran suhu air (23 – 25

C). Tahap pemeliharaan yaitu penebaran bibit dan pemberian pakan, sementara tahap

pemanenan dengan cara dijaring secara perlahan dengan tujuan agar ikan tidak rusak.

Proses pemanenan gurame mayoritas dilakukan oleh pembeli (pedagang pengumpul),

dimana pedagang pengumpul menyediakan tenaga kerja panen dan sarana untuk panen

seperti timbangan dan tempat ikan. Tahap terakhir adalah tahap pemasaran dimana setelah

dipanen dilakukan penimbangan dan dimasukan ke dalam tempat ikan/drum kemudian

diangkut ke dalam mobil/pick up.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 kelompok pembudidaya pembesaran,

bahwa usaha budidaya ikan gurame dikendalikan oleh kelompok. Peran kelompok sangat

besar dikarenakan kebutuhan input produksi seperti benih/bibit, pakan, lahan dan sarana

produksi dikelola oleh kelompok. Salah satu kelompok kegiatan usaha ini dibawah

koordinasi seksi usaha. Seksi usaha menjadi ujung tombak keberhasilan usaha budidaya

gurame. Seksi usaha mempunyai tanggung jawab untuk menentukan masa tanam gurame,

seksi usaha mengatur mulai dari jumlah benih/bibit yang ditebar hingga masa panen dan

pemasaran termasuk dengan harga jual. Proses pemanenan, jumlah tenaga kerja dan

sarana/prasarana yang diperlukan hingga sampai ke pembeli pertama kesemua berada di

seksi usaha. Pembudidaya hanya melakukan kegiatan pemeliharaan seperti pemberian

pakan dan pembersihan lingkungan kolam, tetapi terdapat pula pembudidaya yang

menyerahkan urusan pemeliharaan juga kepasa seksi usaha. Seksi usaha pada kelompok

ini juga bertindak sebagai pedagang pengumpul 1.

Informasi yang didapatkan dari kelompok lain, pada dasarnya hampir sama tetapi

yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan lahan, benih/bibit dan pakan adalah

pengurus kelompok (ketua kelompok). Sementara untuk kegiatan pemanenan dan

pemasaran dikelola oleh salah satu anggota kelompok yang juga sebagai pedagang

pengumpul 1. Pedagang pengumpul pertama ini bertindak atas nama pribadi. Lahan yang

digunakan untuk budidadaya adalah lahan desa (bengkok).

Perhitungan analisa budidaya ikan gurame konsumsi, tidak membedakan pada

luasan lahan atau musim. Investasi yang diperlukan untuk usaha budidaya antara lain

lahan/kolam, sarana pendukung seperti serokan/seser, tempat ikan, timbangan, pompa air,

jaring. Namun demikian, pada kelompok yang dijadikan sample responden mayoritas

responden tidak mempunyai investasi, hanya beberapa responden yang mempuyai asset

Page 66: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

52

yang diperlukan untuk budidaya gurame dan responden tersebut berstatus sebagai

pengurus kelompok. Mayoritas lahan yang dimiliki oleh pembudidaya adalah lahan sewa

dan biaya sewa lahan dikategorikan dalam biaya tetap. Aset usaha yang berupa peralatan

pendukung usaha budidaya adalah milik kelompok. Secara rinci, investasi usaha atau jenis

aset yang dimiliki oleh pelaku usaha budidaya gurame dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Investasi Usaha Budidaya Gurame Banyumas, 2011

Jenis Aset Jumlah Satuan Nilai

Pembuatan Kolam 1.205 M² 3.641.200,49

Pompa air 1 Unit 2.500.000

Gudang Pakan 1 Unit 5.000.000

Tempat Ikan 32 Unit 817.880

Timbangan 2 Unit 412.500

Serokan 2 Unit 42.759

Jaring 1 Unit 533.333

Total 12.947.672

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Biaya yang dikeluarkan dalam usaha budidaya gurame, dapat dikategorikan menjadi

dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Bagi pembudidaya biaya tetap terdiri dari pajak

lahan produksi, retribusi, sewa lahan produksi dan biaya perawatan. Biaya operasional yang

dikeluarkan oleh pembudidaya adalah benih, pakan, obat-obatan/vitamin dan bagi hasil.

Secara rinci struktur biaya tetap rata-rata dan biaya operasional rata-rata yang dikeluarkan

dalam satu tahun untuk usaha budidaya gurame tersaji pada Tabel 25.

Pembudidaya mengeluarkan biaya tetap dalam satu tahunnya sebanyak Rp

4.621.532. Biaya tetap terdiri dari pajak lahan produksi sebesar Rp 11.167, sewa lahan

produksi Rp 1.285.909, tenaga kerja panen Rp 135.000, biaya perawatan 1.259.276 dan

bagi hasil kelompok Rp 657.539. Terkait dengan sewa lahan, lahan yang dijadikan kolam

budidaya adalah lahan desa (bengkok), dimana lahan ini disewakan kepada kelompok

pembudidaya. Biaya sewa tergantung pada lokasi, dimana besaran sewa per kolam antara

Rp 300.000 – Rp 450.000/kolam/tahun. Biaya perawatan yang dimaksud adalah biaya yang

dikeluarkan oleh pembudidaya untuk melakukan persiapan lahan dimana persiapan lahan

dilakukan selama 2 kali dalam 1 tahun. Sementara bagi hasil diartikan sebagai “bunga”

dengan besaran 15% dari modal benih dikarenakan pembudidaya membeli benih dari

Page 67: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

53

kelompok dan “bunga” ini dikembalikan kepada kelompok untuk dijadikan modal usaha

kelompok. Untuk pemeliharaan setiap harinya pembudidaya melakukan secara mandiri dan

tidak mempunyai tenaga kerja yang diupah per bulan.

Tabel 25. Struktur Biaya Usaha Budidaya Gurame di Kabupaten Banyumas, Tahun 2011 (Rp/Thn)

Unit : 1 Tahun

Uraian Jumlah Satuan Nilai

Biaya Tetap

Penyusutan Aset 1 Tahun 1.429.606

Pajak Lahan Produksi 1 Tahun 11.167

Sewa Lahan Produksi 1 Tahun 1.285.909

Tenaga Kerja Panen 1 Tahun 135.000

Biaya Perawatan 1 Tahun 1.259.276

Bagi Hasil Kelompok 1 Tahun 657.539

Total Biaya Tetap 4.621.532

Biaya Operasional

Benih 697 Kg 23.046.880

Pakan 1.919 Kg 15.120.853

Pakan Tambahan 416 Kg 3.705.526

Obat-Obatan 1 Paket 230.662

Kapur 22 Sak 406.735

Garam 44 sak 171.607

Total Biaya Operasional 42.682.262

Total Biaya 47.303.794

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Lebih lanjut dalam pengelolaan ikan gurame biaya operasional yang diperlukan

sebesar Rp 42.682.262/tahun untuk pembelian benih, obat-obatan, vitamin, pakan buatan,

pakan tambahan, kapur dan garam. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih/bibit

sebesar Rp 23.046.880, pakan buatan Rp 15.120.853, pakan tambahan Rp 3.705.526, obat-

Page 68: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

54

obatan/vitamin Rp 230.662, kapur Rp 406.735 dan garam Rp 171.607. Pakan buatan yang

digunakan oleh pembudidaya adalah paka pelet sedangkan pakan tambahan adalah pakan

alami berupa daun sente (alocasia macrorrhiza) dan ampas tahun. Untuk memudahkan

mendapatkan pakan alami daun sente, maka di sepanjang pematang kolam ditanam daun

sente hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembelian pakan tambahan.

Input produksi budidaya ikan gurame yaitu benih/bibit berasal dari Desa Beji

(Purwokerto), Purbalingga dan Banjarnegara. Ukuran bibit yang digunakan adalah

pembudidaya di Kabupaten Banyumas adalah korek, bungkus korek dan tampelan. Siklus

pemeliharaan gurame berlangsung antara 4 – 6 bulan tergantung dengan ukuran benih

yang digunakan. Jumlah benih yang digunakan bisa dalam ekor atau kilogram dengan harga

satuan 1000 – 1500/ekor dan Rp 22.000 – Rp 23.000/kg dengan ukuran 0,2 kg/ekor.

Dalam 1 tahun produksi penerimaan pembudidaya sebesar Rp 70.055.501 dimana

hasil panen yang didapatkan sebesar 1.1667 Kg dengan harga jual Rp 21.741/Kg. Ukuran

ikan gurame konsumsi yang siap panen adalah 0,7-0,8 Kg/ekor. Harga ikan gurame

ditentukan oleh kondisi permintan dan penawaran di pasar. Ketika penelitian ini dilakukan

harga jual gurame konsumsi terus mengalami peningkatan di tingkat pembudidaya yaitu dari

Rp 21.000/Kg menjadi Rp 23.000/Kg. Ukuran gurame konsumsi yang diminati oleh

konsumen berkisar 500-700 gram/ekor. Keuntungan yang diperoleh oleh pembudidaya

dalam 1 tahun sebesar Rp 68.568.085 dengan RC ratio 1,5 dan hal ini menunjukkan usaha

budidaya ini layak dikembangkan. Hasil produksi gurmai per tahun yang diperoleh

pembudidaya memberikan kontribusi yang besar dalam ekonomi keluarga dikarenakan

usaha ini merupakan usaha sampingan bagi responden. Secara lengkap analisa usaha

budidaya gurame dapat dilihat pada tabel 26. di bawah ini.

Tabel 26. Analisa Usaha Budidaya Gurame di Kabupaten Banyumas, 2011

Uraian Nilai

Investasi (Rp) 12.947.672

Biaya Tetap (FC) 4.621.532

Biaya Variabel (VC) 42.682.262

Total Biaya (TC = FC + VC) (Rp) 47.303.794

Penerimaan (Rp) 68.568.085

Keuntungan (Rp) 21.264.291

R/C 1,5

Page 69: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

55

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

3.3.2. Status dan Efisiensi Produksi

Faktor produksi yang diduga berpengaruh pada saat usaha pembesaran ikan

gurame di Kabupaten Banyumas adalah adalah luas kolam (X1), benih (X2), dan pakan (X3).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS)

diperoleh pendugaan fungsi produksi seperti yang tercantum pada Tabel 27.

Dari hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel 17. diperoleh nilai koefisien

determinasi R2 = 0,968. Hal ini berarti bahwa sebesar 96,8% variasi produksi usaha

budidaya ikan gurame dapat dijelaskan oleh faktor produksi luas kolam (X1), padat

penebaran benih (X2) dan pakan (X3), sedangkan sisanya sebesar 3,2% dijelaskan oleh

variasi faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Sementara berdasarkan uji

F-statistik, ketiga peubah bebas tersebut (X1, X2, dan X3) secara bersama-sama (simultan)

berpengaruh nyata terhadap peubah terikatnya (produksi ikan gurame/Y), sedangkan

berdasarkan uji t-statistik (pasrial), dari ketiga peubah bebas tersebut ternyata semuanya

berpengaruh nyata pada selang keercayaan 90% (peubah X1) dan selang kepercayaan 99%

(peubah X2 dan X3) dengan arah (sign) positif, Di samping itu, hasil pendugaan tersebut

diperoleh nilai DW sebesar 1,661 yang berarti bahwa model persamaan yang digunakan

tidak memiliki indikasi autokorelasi.

Tabel 27. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi pada Usaha Budidaya Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas

Peubah Koefisien Regresi Standart Error t-hitung

Konstanta -0,513 0,212 -2,418

Ln X1 0,117 0,066 1,764*

Ln X2 0,108 0,043 2,528**

Ln X3 0,904 0,082 11,080**

R2 = 0,968

R2-adjusted = 0,964

F–hitung = 263,512

Prob .F =0,000

DW = 1,661

Sumber : Data Primer Diolah (2011) Keterangan : ns = tidak nyata pada selang kepercayaan 90%

* = nyata pada selang kepercayaan 90% ** = nyata pada selang kepercayaan 99%

Hasil pendugaan fungsi produksi pembesaran ikan gurame dengan menggunakan

tiga variabel bebas, sebagaiman tertera pada Tabel 17. dapat dituliskan dalam bentuk

persamaan sebagai berikut :

Ln Y = -0,513 + 0,117 Ln X1 + 0,108 Ln X2 + 0,904 Ln X3 ………………......………........(5)

Page 70: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

56

sehingga untuk keperluan analisis dengan menggunakan fungsi produksi pendekatan Cobb-

Douglas, Persamaan (1) ditulis kembali menjadi:

Y = 0,599X1 0,117X2

0,108X3 0,904...............................................................................................(6)

3.3.2.1 Analisis Skala Usaha

Hasil analisis pendugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa luas lahan (X1), benih

(X2),dan pakan (X3) memiliki koefisien regresi atau nilai elastisitas masing-masing sebesar

0,117; 0,108; dan 0,904, sehingga besarnya nilai penjumlahan koefisien regresi atau

elastisitas dari analisis pendugaan fungsi produksi adalah sebesar 1,129 (e>1). Hasil

penjumlahan elastisitas produksi tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya berada

dalam kondisi “kenaikan hasil yang semakin bertambah” (increasing return to scale), artinya

apabila ketiga faktor produksi tersebut (luas kolam, benih dan pakan) secara bersama-sama

dinaikkan dengan persentase tertentu, maka maka produksi ikan yang dihasilkan akan

meningkat dengan proporsi yang lebih besar.

Dari nilai koefisien regresi tersebut (hasil pengujian t-statistik seperti tertera pada

Tabel XX dan Persamaan 6, diketahui bahwa ceteris paribus, setiap penambahan luas

kolam sebesar 1% akan meningkatkan hasil produksi ikan sebanyak 0,117%. Untuk setiap

penambahan sebanyak 1% benih, ceteris paribus akan meningkatkan produksi ikan gurame

sebanyak 0,108%. Sementara untuk setiap penambahan jumlah pakan yang diberikan

sebanyak 1%, ceteris paribus akan meningkankan produksi ikan gurame sebanyak 0,904%.

Hal ini diduga karena semakin bertambahnya benih dan pakan yang digunakan, maka

pertumbuhan ikan diduga akan semakin cepat, sehingga produksi ikan juga akan

meningkat.

3.3.2.2 Efisiensi Teknis

Pada Gambar 14. memperlihatkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis untuk

Kabupaten Banyumas adalah 0,95, dengan nilai terendah 0,20 dan nilai tertinggi 3,80.

Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi tersebut dapat diketahui bahwa usaha budidaya

pembesaran ikan gurame tersebut masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil

potensial yang lebih tinggi hingga mencapai hasil maksimal. Dalam jangka pendek, secara

rata-rata pembudidaya ikan gurame di Kabupaten Banyumas berpeluang untuk

meningkatkan produksi sebesar 75% (1-(0,95/3,80)) dengan menerapkan teknologi dan

teknik budidaya yang paling efisien.

Page 71: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

57

Gambar 14. Frekuensi Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Budidaya Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas, Tahun 2011

3.3.2.3. Analisis Efisiensi Ekonomi

Analisis efisiensi ekonomi dapat ditentukan dengan menghitung perbandingan Nilai

Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) untuk setiap faktor

produksi. Jika nilai perbandingan NPM dengan BKM bernilai 1, maka pada kondisi tersebut

penggunaan faktor produksi pada tingkat optimum. Jika rasio NPM dan BKM untuk setiap

faktor produksi yang digunakan pada usaha budidaya menunjukkan nilai kurang dari 1,

artinya kondisi optimum telah terlampaui, sedangkan jika nilai rasio NPM dan BKM untuk

setiap faktor produksi yang digunakan nilainya lebih besar dari 1, artinya kondisi optimum

belum tercapai. Untuk mencapai kondisi optimum, maka penggunaan faktor-faktor produksi

harus dikurangi atau ditambah, sehingga rasio NPM dan BKM akan sama dengan 1.

Dari hasil pendugaan fungsi produksi dapat diketahui rasio NPM dengan BKM untuk

masing-masing faktor produksi. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 28. Rasio dan Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha Pembesaran Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas

Variabel Satuan Penggunaan

Rata-Rata Aktual

Koefisien Regresi

NPM BKM NPM/ BKM

Penggunaan Input Optimal

Luas Kolam (X1) m2 1.130 0,117 3.682 3.021 1,201 1.352

Benih (X2) Kg 621 0,108 6.094 20.801 0,293 714

Pakan (X3) Kg 2.541 0,904 12.465 5.280 2,361 1.452

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Page 72: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

58

Dari Tabel 15. menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan

rasio antara Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada

usaha pembesaran ikan patin. Rasio-rasio NPM dengan BKM dari setiap faktor produksi

menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha pembesaran ikan gurame di

Jambi tidak efisien secara alokatif, karena nilai-nilai rasio NPM terhadap BKM tidak sama

dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha

tersebut belum optimal pada jumlah produksi yang sama.

Nilai rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi luas kolam (X1) dan pakan (X3) lebih

besar dari satu, sedangkan benih (X2) lebih kecil dari satu, yaitu masing-masing sebesar

1,201 (untuk X1), 0,293 (untuk X2), dan 2,361 (untuk X3). Kondisi ini menunjukkan bahwa

penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan belum efisien (kondisi optimum belum

tercapai). Agar kondisi optimal dapat tercapai, maka faktor produksi luas kolam dan benih

perlu ditambah, sedangkan pakan perlu kurangi hingga rasio NPM dan BKM dari ketiga

faktor produksi tersebut sama dengan satu.

Berdasarkan Tabel di atas untuk mencapai alokasi penggunaan faktor produksi yang

optimal dimana dapat tercapai keuntungan yang maksimum, maka penggunaan faktor

produksi luas kolam (X1) dan benih (X2) perlu ditambah masing-masing menjadi 1.352 m2

per kolam dan 714 kg per kolam, sedangkan penggunaan faktor produksi pakan (X3) perlu

dikurangi menjadi 1.452 kg per kolam, hal ini menunjukkan bahwa pembudidaya dalam

melakukan pemberian pakan tidak memperhatikan dengan ketersediaan jumlah benih yang

ditebar, sehingga banyak pakan yang terbuang akibat tidak termakan oleh ikan.

3.3.3. Daya saing komoditas

Potensi perikanan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah dengan komoditas

unggulan yang dimiliki menjadikan persaingan pada produk perikanan. Persaingan antar

pedagang membuat pasar semakin terbuka. Oleh karena daya saya saing suatu produk

suatu wilayah menjadi penting untuk melihat kemungkinan mampu bersaing dan bertahan

untuk memenuhi permintaan pasar. Komoditas gurame yang menjadi salah komoditas

unggulan dalam program minapolitan menyebabkan berkembangnya usaha budidaya

gurame. Persaingan. Di Indonesia terdapat beberapa sentra produksi gurame, salah

satunya adalah Kabupaten Banyumas dan harus bersaing dengan kabupaten lain yaitu

Kabupaten Tulungagung, dimana Kabupaten Tulungagung juga menjadisalah satu sentra

gurame di Indonesia. Untuk mengukur daya saing produk gurame diukur dengan

menggunakan matrik analisis kebijakan atau matrik PAM yang disusun berdasarkan biaya

faktor produksi, biaya tradables input dan harga output ikan. Berikut matrik PAM Usaha

Budidaya Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tulungagung tahun 2011.

Page 73: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

59

Tabel 29. Matrik PAM Pada Budidaya Gurame di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tulungagung, 2011

Penerimaan Biaya Faktor Produksi

Biaya Tradables

Inputs

Keuntungan

Private 68.568.085,18 4.621.531,75 42.682.262,15 21.264.291,27

Social 68.568.058,18 4.573.711,55 43.898.250,24 20.096.123,39

Divergence - 47.820,20 (1.215.988,08) 1.168.167,88

Sumber : Data Primer Diolah, 2011 Total Cost Ratio = 0,98 Domestik Resource Cost Ratio (DRCR) = 1 Private Cost Ratio = 0,9

1. Analisis Keunggulan Kompetitif

Analisis keunggulan kompetitif terdiri dari keuntungan financial (private provit/PP)

dan Private Cost Ratio. Keuntungan finansial pada usaha budidaya gurame merupan selisih

antara penerimaan dari harga jual gurame (kg)/tahun dengan biaya yang dikeluarkan

dengan menggunakan harga yang dipengaruhi kebijakan pemerintah. Berdasarkan tabel xxx

biaya provit toal yang dikeluarkan/tahun di Kabupaten Banyumas sebesar Rp 47.303.793,90

yang terdiri dari input tradable Rp 42.682.262,15 dan biaya input domestik Rp 4.621.531,75

dengan pendapatan per tahun Rp 68.568.085,18 maka keuntungan finansial yang diperoleh

Rp 21.264.291,27. Sementara Di Kabupaten Tulungagung menunjukkan keuntungan lebih

rendah yaitu sebesar Rp 20.096.123,39. Hal ini menunjukkan bahwa secara finansial

pengusahaan budidaya gurame di Kabupaten Banyumas relatif lebih menguntungkan tinggi

dibandingan dengan usaha budidaya di Kabupaten Tulungagung.

Keunggulan komparatif suatu komoditi dapat dilihat dari bagaimana alokasi

sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi financial dalam usaha budidya gurame.

Efisiensi finansial dapat diukur dengan Private Cost Ratio (PCR). PCR merupakan rasio

antara biaya input domestic dengan nilai tambah atau selisih antara penerimaan dan input

tradable pada tingkat harga aktual. Suatu aktivitas akan efisien secara finansial jika nilai

PCR lebih kecil dari satu (<1). Berdasarkan tabel diatas terlihat terlihat bahwa daya saing

ikan gurame Kabupaten Banyumas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten

Tulungagung, seperti ditunjukkan oleh angka PCR sebesar 0,9.

Data menunjukkan bahwa benih dan pakan adalah dua input produksi yang secara

dominan menjadi faktor-faktor penentu daya saing di Kabupaten Banyumas. Hal ini sesuai

dengan hasil wawancara dengan resonden yang menyatakan bahwa Benih yang digunakan

oleh pembudidaya gurame Kabupaten Tulungagung berasal dari Kabupaten Banyumas,

sehingga tentunya akan mempengaruhi harga jual benih di Kabupaten Tulungagung.

Rupanya Hal ini rupanya merupakan dampak dari adanya program kebijakan Pemerintah

Page 74: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

60

Kabupataen Banyumas terkait dengan program minapolitan, dalam bentuk bantuan selisih

benih.

2. Analisis Keunggulan Komparatif

Nilai keunggulan komparatif diukur dengan menggunakan keuntungan social (Sosial

Profit, SP) dan Domestic Resource Cost Ratio (DRCR). Keuntungan social adalah

keuntungan yang diperoleh jika terjadi pada pasar persaingan sempurna dimana tidak ada

campur tangan pemerintah dan kegagalan pasar. Berbeda dengan analisis keuntungan

privat, di dalam analisis keuntungan ekonomi (social) komponen input output dapat dinilai

dengan menggunakan harga social.

Keunggulan komparatif terhadap usaha budidaya gurame juga dapat diketahui dari

rasio Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) yaitu rasio antara biaya faktor domestik

dengan selisih dan penerimaan dikurangi biaya tradable pada harga sosial tanpa adanya

investasi pemerintah. DRCR menyatakan suatu usaha efisien secara ekonomi jika nilainya

kurang dari satu dan sebaliknya. Nilai DRCR < 1 memiliki arti bahwa untuk memperoleh

tambahan nilai Rp 1 output diperlukan tambahan biaya faktor domestic lebih kecil dari Rp 1

yang dinilai dari harga social. Sebaliknya akan terjadi pemborosan jika DRCR lebih besar

dari satu. Hasil analisis DRCR yang diperoleh 1 pada usaha budidaya gurame di Kabupaten

Banyumas. Faktor yang mempengaruhi terbesar adalah lahan, sewa lahan, pompa air dan

gudang pakan. Kebijakan pemerintah dalam hal bantuan pembuatan kolam, pompa air dan

gudang pakan relatif tidak berpengaruh pada peningkatan produksi. Oleh Karena komoditas

Gurame Banyumas ini pemasarannya masih bersifat local, maka untuk perbandingannya

akan dipergunakan komoditas Gurame dari Tulungagung yang merupakan saingan

utamanya.

Untuk mengetahui titik impas usaha budidaya gurame di Kabupaten Banyumas,

maka digunakan analisis titik impas (BEP). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

produksi dimana produsen tidak akan mengalami keuntungan kerugian kerugian/impas.

Tingkat BEP bagi usaha budidaya Gurame Kabupaten Banyumas, telah disajikan pada tabel

30.

Tabel 30. Analisis Break Event Point (BEP) Usaha Budidaya Gurame Kabupaten Banyumas, 2011

Uraian Nilai

Luasan Kolam BEP (m2) 217

Harga Jual BEP (Rp/Kg) 14.987

Page 75: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

61

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Dari tabel 29. dapat dilihat bahwa angka luasan kolam bagi produksi usaha budidaya

gurame di Kabupaten Banyumas yang menghasilkan BEP – ceteris paribus – adalah pada

luasan kolam sebesar 217 m². Selain itu, dari sisi harga jual produk, BEP untuk usaha

budidaya ikan gurame terjadi pada harga jual sebesar Rp 14.987/Kg, ceteris paribus.

Perubahan kondisi usaha yang berupa kenaikan biaya dan penurun gross benefit

akan mempengaruhi usaha yang dijalankan dan untuk mengetahui kepekaaan suau proyek

terhadap perubahan yang mungkin terjadi di masa mendatang maka diperlukan analisis

sensitivitas.

1. Peningkatan Biaya Input/Tradables Dominan

Faktor dominan yang dimaksud dalam input produksi usaha budidaya adalah benih

dan pakan. Ke dua input tersebut yang mempengaruhi daya saing gurame di Kabupaten

Banyumas. Daya saing komoditas gurame Banyumas akan tetap memiliki daya saing tinggi

selama harga Pakan dan benih, secara bersama-sama tidak meningkat melebihi 8%.

Kenaikan benih sebesar 8% maka hasil perhitungan pada usaha budidaya gurame menjadi

Rp 22.414. Demikian pula dengan pakan, jika kenaikan 8% maka perhitungan usaha harga

per kg Rp 4.806.

Namun jika kenaikan harga tidak terjadi secara bersama-sama, maka gurame masih

mempunyai daya saing jika benih mengalami kenaikan harga sampai dengan 5.521% atau

Rp 1.148.485. Gurame Kabupaten Banyumas juga akan tetap mempunyai daya saing jika

harga pakan mengalami kenaikan sebesar Rp 8% menjadi Rp 5.704/Kg dengan jumlah

pakan 1.481 Kg sehingga nilai total pakan menjadi Rp 16.336.841. Sehingga dapat

disimpulkan daya saing input tradables komoditas gurame Banyumas ini lebih sensitive

terhadap perubahan harga pakan.

2. Peningkatan Biaya Faktor Produksi Dominan

Faktor produksi/domestik dalam budidaya gurami yang dimaksud adalah pembuatan

kolam dan sewa kolam. Jika terjadi kenaikan harga dan penurunan daya beli maka dua

faktor tersebut tidak berpengaruh. Beberapa asumsi telah dilakukan baik secara bersama-

sama atau sendiri-sendiri terhadap ke dua faktor tersebut dan menunjukkan bahwa tidak

ada kepekaan terhadap perubahan yang mungkin terjadi dimasa mendatang.

Page 76: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

62

3.3.4. Karakteristik Pasar

3.3.4.1. Struktur Pasar dan Tata Niaga

Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau

fungsi pemasaran denga mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai ke

pihak konsumen. Ke dalam istilah lembaga tataniaga ini termasuk golongan produsen,

pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. (Hanafiah, 1986 : 26). Untuk itu lembaga

pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran ikan gurame di Kabupaten Banyumas

terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer.

Adapun saluran pemasaran tersebut memiliki pola saluran pemasaran, yaitu:

1. Saluran I : pembudidaya – seksi usaha/pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul

2 atau pedagang besar - pedagang pengecer – kosumen rumah tangga dan

konsumen lembaga

2. Saluran II : pembudidaya – seksi usaha/pedagang pengumpul 1 – konsumen lembaga

Pembudidaya

Anggota Kelompok

Seksi

UsahaPengumpul

Pengecer Konsumen

Konsumen

Lembaga

Gambar 15. Tata Niaga Komoditas Gurame di Kab. Banyumas Tahun 2011

Jalur pemasaran pada ikan gurame pembesaran dilakukan oleh pembudidaya ke

pada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul adalah adalah mereka yang aktif

membeli dan mengumpulkan barang dagangan dari produsen (pembudidaya) didaerah

produksi dan menjualnya kepada perantara berikutnya dan jarang menjual kepada

konsumen terakhir. (Hanafi, 1986 : 33). Jalur pemasaran ikan gurame dilakukan oleh

pembudidaya melalui lembaga perantara (pedagang pengumpul, pedagang besar dan

pedagang pengecer). Pola distribusi mempunyai dua variasi dan kondisi seperti ini

menyebabkan panjangnya jalur pemasaran sehingga pada setiap cabang pemasaran,

pelaku mengambil keuntungan dan mengakibatkan harga ikan gurame menjadi semakin

tinggi.

Page 77: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

63

3.3.4.2. Fungsi Pemasaran

Proses daripada pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk

memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut

sebagai fungsi pemasaran (Hanafi, 1896 : 7). Menurut Daryanto (2011 : 77 – 79), fungsi

pemasaran terdiri dari fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan,

pembelanjaan, penanggungan resiko, standarisasi dan grading serta pengumpulan

informasi pasar.

Tabel 31. Fungi Pemasaran Ikan Gurame Di Kabupaten Banyumas, 2011 Fungi Pemasaran Pelaku Usaha

Pembelian Pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen akhir

Penjualan Pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer

Pengangkutan Pedagang besar

Penyimpanan Pedagang besar

Pembelanjaan/pembiayaan Pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang besar & pedagang eceran

Penanggungan resiko Pedagang besar

Standarisasi dan grading Pedagang pengumpul

Informasi pasar Pedagang pengumpul dan pedagang besar

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

3.3.4.3. Struktur Pasar

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ikan gurame adalah

pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Responden

pembudidaya berjumlah 15 orang dari sekitar 107 orang jumlah populasi pembudidaya yang

terhitung. Pedagang pengumpul merupakan pihak yang melakukan kegiatan transaksi jual

beli dengan pembudidaya. Jumlah pedagang pengumpul 1 yang menjadi responden 2

orang. Pedagang pengumpul 1 sebagai pihak penjual untuk menjual ke pasar lokal yang

berhadapan dengan beberapa pedagang pengumpul 2/pedagang besar dan konsumen

lembaga. Pedagang pengumpul 2 atau pedagang besar sebagai penjual yang berhadapan

langsung dengan pedagang pengecer yang jumlahnya relatif banyak. Pedagang pengecer

sebagai penjual berhadapan dengan konsumen akhir yang jumlahnya relatif banyak.

Konsumen akhir yang dimaksud adalah konsumen rumah tangga dan konsumen lembaga

yaitu catering, hotel, restoran, warung makan atau institusi.

Page 78: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

64

Produk ikan gurame yang dijual di lokasi penelitian dari mulai pembudidaya sampai

dengan ke tangan konsumen akhir adalah ikan hidup dengan ukuran konsumsi yaitu 0,5 -0,8

kg/ekor, Informasi pasar dalam penelitian ini diidentifikasikan berupa harga pasar yang

berlaku pada tiap jalur pemasaran. Informasi harga jual untuk setiap jalur pemasaran

diperoleh secara langsung dari pedagang yang berada di tingkat atasnya. Harga yang

berlaku di Kabupaten Banyumas adalah harga yang sudah ditetapkan oleh pedagang yang

berada diatasnya sebagai akibat dari sifatnya sebagai pelaku monopsoni, sehingga tidak

ada pilihan bagi pedagang pengumpul 1 menerima harga yang sudah ditetapkan oleh

pedagang pengumpul 2 atau pedagang besar. Fluktuasi harga dipengaruhi oleh kwantitas

ikan yang terserap dipasaran. Semakin banyak ikan terserap dipasaran, maka harga jual

ikan di tiap saluran kecenderungan mengalami kenaikan, tetapi jika tidak harga ikan

cenderung mengalami penurunan. Pembudidaya tidak mempunyai pilihan selain menerima

harga yang sudah ditetapkan oleh pedagang pengumpul tanpa mempunyai kekuatan untuk

menentukan harga.

3.3.4.4. Perilaku Pasar

Dalam praktek pembelian dan penjualan, pembudiaya mempunyai ruang gerak

sempit untu menjual dan hampir sebagian besar menjual hasil produksinya kepada

pedagang pengumpul 1 yang sama setiap dalam setiap penjualannya. Hal ini disebabkan

karena pembudidaya telah tergabung dalam satu kelembagaan pelaku utama yang

mempunyai aturan main yang teleh disepakati bersama. Kelembagaan dibentuk dengan

tujuan meningkatkan posisi tawar pembudidaya, di samping itu kelembagaan yang ada juga

berfungsi sebagai unit usaha pemasaran yaitu seksi usaha dan atau salah satu anggota

kelompok merangkap sebagai pedagang pengumpul. Meskipun telah terdapat unit

pemasaran, namun fungsi pemasaran belum mampu berjalan secara efektif terlihat pada

kondisi pangsa pasar ikan gurame saat ini hanya terserap untuk konsumsi lokal dimana

sebelumnya pasar ikan gurame terbesar adalah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini disebabkan

persaingan harga dengan ikan yang dipasok dari Tulungagung Jawa Timur.

Keadaan seperti ini, mengakibatkan pembudidaya terkadang waktu penjualan ikan

gurame ditentukan oleh kebutuhan pembudidaya terhadap uang dan atau permintaan pasar.

Apabila pembudidaya membutuhkan uang, responden akan menjual ikannya begitu juga

apabila permintaan pasar untuk ukuran tertentu akan dijual sepanjang tercapai kesepakatan

harga melalui pedaganng pengumpul. Pembudidaya tidak selalu memelihara benih ikan

dengan ukuran yang sama setiap periode pemeliharaan tergantung pada kebutuhan

keuangannya dan permintaan pasar.

Page 79: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

65

Penetapan waktu penjualan juga ditentukan oleh kebutuhan keuangan pembudidaya

dapat mengakibatkan kondisi yang kurang menguntungkan bagi pembudidaya karena

kebutuhan yang mendesak dapat menjual kilogram bibit atau bibit ekoran. dapat

memperlemah posisi tawar sehingga dapat mengakibatkan penjualan ikan dengan tingkat

harga yang lebih rendah.

Sistem pembayaran ikan gurame dilakukan dilakukan dengan sitem pembayaran

kemudian atau jatuh tempo. Sistem pembayaran dari pedagang pengumpul 1 kepada

pembudidaya dengan jatuh tempo selama 7 hari, sementara dari pedagang pengumpul 2

atau pedagang besar pembayaran kemudian kepada pedagang pengumpul 1 dilakukan

antara 5-7 hari jika pembelian diatas Rp 10.000.000 dan 2-3 hari jika pembelian bawah Rp

10.000.000. Pedagang pengecer mempunyai sistem pembayaran kepada pedagang besar

dengan jatuh tempo selama 2 hari atau akan dibayar ketika pedagang pengecer ketika akan

mengambil ikan.

Kerjasama antara pembudidaya dengan pedagang pengumpul 1 adalah dalam

kelompok, dimana pemasaran dilakukan dalam satu pintu melalui seksi usaha atau anggota

kelompok yang berfungsi sebagai pedagang pengumpul 1. Kerjasama yang dilakukan oleh

seksi usaha dengan pembudidaya adalah pembudidaya bertindak selaku investor dan seksi

usaha melakukan kegiatan dari mulai persiapan lahan, pembelian bibit/benih, penebaran

bibit/benih, panen hingga pemasaran. Bahkan untuk sarana input produksi telah disediakan

oleh kelompok.

Pada salah satu kelompok yang menjadi responden menetapkan aturan main

mengenai bagi hasil bahwa harga pakan dan sewa lahan akan dibayarkan sesuai harga

pokok setelah panen ditambah 15% dari modal bibit/benih ikan. Sementara kelompok yang

lain bagi hasil untuk kelompok diperoleh dari keuntungan dari biaya panen sebesar Rp

1.000/Kg dan penjualan benih/bibit dan pakan.

Terkait dengan jenis ikan yang diperdagangkan, pembudidaya hanya memeliharan

dan menjual satu jenis ikan saja yaitu gurame. Di lokasi penelitian, ditemui pedagang

pengumpul 1 hanya yang menjual dan membeli satu jeni ikan yaitu gurame, tetapi terdapat

pula menjual jenis ikan yang heterogen. Begitu juga dengan pedagang pengumpul

2/pedagang besar dan pedagang pengecer membeli dan menjual ikan dengan jenis yang

heterogen. Jenis ikan yang banyak diperjual belikan pada saluran pemasaran adalah

gurame, mujair, lele, nilem, bawal dan tawes.

Tabel 32. Jenis Ikan Yang Dibeli dan Dijual Dalam Saluran Pemasaran Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas , 2011

Page 80: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

66

Saluran Pemasaran Jenis Ikan Yang Dib eli Jenis Ikan Yang Dijual

Pembudidaya Homogen Homogen

Pedagang Pengumpul 1 Homogen Homogen

Heterogen Heterogen

Pedagang Pengumpul 2 Heterogen Heterogen

Pedagang Pengecer Heterogen Heterogen

Sumber: Data Primer Diolah, 2011

3.3.4.5. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran yang dianalisa terdiri harga beli pasar yang dikurangi dari harga

jual pasar pada masing-masing tingkatan pemasaran. Berdasarkan pada Tabel xxx dapat

diperoleh informasi bahwa marjin antara pedagang pengumpul 1 dan pedagang pengumpul

2 atau pedagang besar adalah Rp 1.000/kg. Sementara marjin terbesar didapat oleh

pedagang pengecer sebesar Rp 5.000/Kg. Terkait dengan biaya pemasaran dijelaskan

bahwa biaya pemasaran untuk pedagang pengumpul 1 adalah biaya pengangkutan sebesar

Rp 500/Kg untuk dalam kota dan Rp 1000/kg-Rp2.000/kg untuk luar kota, sedangkan biaya

panen sebesar Rp 1.000/Kg hasil panen. Pada pedagang besar biaya fungsi pemasaran

yang dikeluarkan sebesar Rp 400.000/hari dan pedagang pengecer sebesar Rp 5.000/hari

yang digunakan untuk pembayaran retribusi dan air PDAM.

Tabel 33. Marjin Pemasaran Ikan Gurame di Kabupaten Banyumas Tahun 2011

Saluran Pembudidaya Pedagang

pengumpul

Pedagang

besar

Pedagang

pengecer

Konsumen

Akhir

Harga Beli 21.000 22.000 23.000 28.000

Harga Jual 21.000 22.000 23.000 28.000

Marjin 1.000 1.000 5.000

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Page 81: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

67

3.3.5. Investasi dan Potensi pengembangan Usaha

Pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir dan sentra-sentra perikanan merupakan

salah satu fokus pelaksanaan pembangunan dan kelautan. Pengembangan Usaha Mina

Pedesaan (PUMP) menjadi media pemberdayaan antara lain melalui fasilitasi bantuan

pengembangan usaha bagi nelayan, pembudidaya, pengolah/pemasar ikan dalam wadah

Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan (KUKP). Menurut PERMEN KP NO.

PER.06/MEN/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun 2011, PUMP adalah bagian dari

pelaksanaan program PNPM Mandiri KP melalui bantuan pengembangan usaha dalam

menumbuhkembangkan usaha perikanan sesuai dengan potensi desa. PUMP Perikanan

Budidaya mendorong peningkatan produksi, menumbuhkan wirausaha dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat perikanan budidaya di pedesaan.

Sejalan dengan penumbuhan wirausaha, penting bagi pelaku usaha untuk

mengetahui berapa besar investasi yang diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan di Kabupaten Banyumas, pelaku usaha budidaya gurame konsumsi dalam skala

usaha rumah tangga. Investasi budidaya gurame konsumsi di Kabupaten Banyumas antara

lain ; lahan/kolam, pompa air, tempat ikan, timbangan, serokan dan jaring. Namun karena

aset adalah milik kelompok maka nilai investasi yang dikeluarkan pelaku usaha tidak terlalu

besar. Berbeda dengan lahan, karena pembudidaya tergabung dalam kelompok dan lahan

yang digunakan adalah lahan desa yang disewakan serta tingginya harga lahan (mencapai

800.000/m) maka pembudidaya menyewa lahan dari kelompok dengan membayar sewa

dimana besaran sewa dapat dibayar per satu siklus panen atau per tahun. Berdasarkan

status kepemilikan lahan budidaya, mayoritas pembudidaya menjadi penyewa lahan.

Pembudidaya yang mempunyai status lahan sendiri pada umumnya lahan yang dimiliki

adalah warisan. Investasi untuk biaya pembuatan kolam sebesar Rp 750.000 – 800.000 per

kolam dengan ukuran kolam 250 m². Namum jika lahan yang digunakan adalah lahan sewa,

maka ditambahkan biaya sewa sebesar Rp 150.000 – Rp 200.000 / kolam / siklus panen.

Tabel 33. dapat dilihat struktur biaya investasi usaha budidaya gurame per luasan kolam

250 m² di Kabupaten Banyumas

Tabel 34. Struktur Biaya Investasi Usaha Budidaya Pembesaran Gurame Kabupaten Banyumas, 2011

Unit : Per Siklus Panen

Uraian Volume Satuan Biaya (Rp)

Total (Rp) Keterangan

Sewa Lahan 2 Tahun 300.000 600.000

Benih 540 Kg 23.000 12.420.000

Dibesarkan ke dalam 2 kolam

Page 82: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

68

Pakan Pelet 1.620 Kg 5.500

8.910.000

ukuran @ 250 m²

Pakan Tambahan 1 Paket 1.350.000

1.350.000

Biaya perawatan Kolam

8 Orang 50.000

400.000

Total Biaya 23.680.000

Sumber : Pokdakan Ulam Sari, 2011

Harga jual gurame konsumsi di Kabupaten Banyumas sangat fluktuaktif ditentukan

oleh kondisi permintaan dan penawaran harga. Dalam 1 tahun terakhir harga gurame

konsumsi di tingkat pengepul antara Rp 21.000 – Rp 23.000/Kg. Harga ikan gurame di suatu

daerah tidak bisa dilepaskan dari pengaruh produksi di daerah lain karena sistem

transportasi memungkinkan terjadinya perpindahan produk dari satu daerah ke daerah

lainnya. Berdasarkan hal tersebut, produksi ikan yang melimpah pada suatu daerah dapat

mengakibatkan pasar ikan gurame di daerah konsumsi ikan mengalami kelebihan

penawaran sehingga terjadi penurunan harga.

Hasil produksi dipengaruhi oleh gurani dipengaruhi oleh luasan lahan,benih yang

ditebar dan pakan yang digunakan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada kondisi

optimal rata-rata jumlah produksi per 500 m² kolam dengan benih 540 Kg atau 2700 ekor

dengan asumsi angka kematian 10%, maka hasil produksi sebanyak 2.430 ekor dengan

berat 0,8 Kg/ekor ekor sehingga total produksi sebanyak 1.944 Kg dengan harga jual Rp

22.000/Kg. Penerimaan yang diperoleh oleh pembudidaya untuk luasan kolam 500 m²

dalam satu siklus Rp 42.768.000. Berdasarkan tabel 33. diketaui bahwa keseluruhan total

biaya dalam 1 musim sebesar Rp 23.340.000/siklus, sehingga keuntngan yang diperoleh

adalah sebesar Rp 18.828.000/siklus.

Nilai R/C ratio pada usaha budidaya gurmai di Kabupaten Banyumas yaitu sebesar

Rp 1,8 hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya gurame layak diusahakan. Nilai R/C ratio

dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi lembaga permodalan untuk

memberikan tambahan modal usaha dengan mempertimbangkan aspek yang lain sehingga

kegiatan usaha gurame dapat lebih berkembang. Nilai Payback Period (waktu pengembalian

investasi) pada usaha budidaya gurame yaitu 1, hal ini menunjukkan bahwa nilai

pengembalian investasi dalam satu siklus usaha adalah selama 1 tahun atau diperlukan

satu siklus usaha (musim panen) untuk mengembalikan uang yang diinvestasikan bagi

pembudidaya. Namun demikian terdapat beberapa kendala yang dialami oleh pembudidaya

dikarenakan untuk berinvestasi antara permodalan, manajemen usaha budiya dan

pengairan ketika musim kemarau.

Page 83: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

69

3.4 . Komoditas Rumput Laut Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan

3.4.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian

Gambar 16. Model Konstruksi Longline Persegi Sumber : BBL Lombok, 2011

Saat ini metode budidaya rumput laut tidak hanya metode patok dan metode rakit,

namun kini ada metode longline. Di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan metode

yang digunakan adalah metode longline, selain bersifat lebih ekonomis dapat diterapkan di

lokasi dengan perairan yang lebih dalam (Sujatmiko, et.al,. dd). Konstruksi dasar dari

longline persegi ini adalah berbentuk persegi, baik itu persegi empat maupun persegi

panjang. Tali ris bentang diikatkan searah dengan arah arus perairan. Bagian sisi longline

yang menghadang arah arus, pemberat longline ditambah sesuai kebutuhan dilapangan

untuk mencegah sarana terseret oleh arus.

Panjang tali ris bentang disesuaikan dengan lebar longline. Bahan yang digunakan

adalah Polyethilene (PE) ukuran 4 atau 5 mm. Jarak antar titik ikat (tali raffia) adalah 20 –

25 cm. Dalam satu tali ris bentang dengan panjang 5 meter terdapat 25 titik tali ikat, dimana

jarak antar tali titik adalah 20 cm (dalam 50 meter terdapat 250 titik tali ikat). Tali titik terbuat

dari tali rafia atau plastik es atau tali PE 1.5 - 2 mm, yang digunakan untuk mengikat bibit

rumput laut. Setiap ujung tali rafia atau plastik es sebaiknya dibakar untuk menyatukan

seratnya. Panjang tali rafia atau plastik es atau PE adalah 35 – 40 cm per tali titik.

Page 84: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

70

Waktu pengikatan bibit sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengikatan

bibit dalam jumlah besar sebaiknya tetap dalam keadaan basah, agar kelembaban bibit

tetap terjaga. Penyulaman dilakukan pada minggu pertama dengan cara pengganti bibit

yang lepas atau rontok. Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan lumut, kotoran atau

sampah yang menempel. Masa pemeliharaan tergantung pada hasil yang diharapkan.

Masa panen antara 20 – 25 hari, dilakukan untuk menghasilkan bibit rumput laut, sedangkan

masa panen 35 – 40 hari, dilakukan untuk menghasilkan rumput laut produksi. Pembersihan

dilakukan pada tali frame, pelampung besar dan tali jangkar. Tali dibersihkan dari tumbuhan

lumut, hewan teritip dan kotoran sampah yang melekat pada tali. Panen adalah melakukan

pengambilan atau pemungutan secara menyeluruh setelah masa pemeliharaan berakhir.

Panen dilakukan dengan melepas tali ris bentang pada tali utama dan diangkut ke darat.

Rumput laut dilepas dari tali titik dengan membuka tali titik, agar kualitas rumput laut kering

dapat terjaga

3.4.2. Status dan Efisiensi Produksi

Faktor produksi yang diduga berpengaruh pada saat usaha budidaya rumput laut di

Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan adalah jumlah bibit (X1) dan luas lahan (X2).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS)

diperoleh pendugaan fungsi produksi seperti yang tercantum pada Tabel 35.

Dari hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel 34. diperoleh nilai koefisien

determinasi R2 = 0,256. Hal ini berarti bahwa sebesar 25,6% variasi produksi usaha rumput

laut dapat dijelaskan oleh faktor produksi jumlah benih (X1) dan luas lahan (X2), sedangkan

sisanya sebesar 74,4% dijelaskan oleh variasi faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke

dalam model. Sementara berdasarkan uji F-statistik, kedua peubah bebas tersebut (X1 dan

X2) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata terhadap peubah terikatnya

(produksi rumput laut/Y), sedangkan berdasarkan uji t-statistik (pasrial), kedua peubah

bebas tersebut berpengaruh nyata pada selang keercayaan 80%. dengan arah (sign) positif,

sedangkan nilai DW diperoleh sebesar 1,441.

Tabel 35. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi pada Usaha Budidaya Rumput Laut, di Kendari

Peubah Koefisien Regresi Standart Error t-hitung

Konstanta 3,416 1,000 3,417 Ln X1 0,230 0,152 1,512* Ln X2 0,169 0,129 1,314*

R2 = 0,256 R2-adjusted = 0,205 F–hitung = 4,998 Prob .F =0,014 DW = 1,441

Sumber : Data Primer Diolah (2011) Keterangan : * = nyata pada selang kepercayaan 80%

Page 85: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

71

Hasil pendugaan fungsi produksi usaha budidaya rumput laut dengan menggunakan

dua variabel bebas, sebagaiman tertera pada Tabel 34. dapat dituliskan dalam bentuk

persamaan sebagai berikut :

Ln Y = 3,416 + 0,230 Ln X1 + 0,169 Ln X2 ……………… ………………………...........(9)

sehingga untuk keperluan analisis dengan menggunakan fungsi produksi pendekatan Cobb-

Douglas, Persamaan (9) ditulis kembali menjadi:

Y = 30,447X1 0,230X2

0,169 ....................................................................................................(10)

3.4.2.1. Analisis Skala Usaha (Return to Scale)

Return to Scale (RTS) digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang

diteliti tersebut berada dalam kondisi kenaikan hasil yang semakin berkurang (decreasing

return to scale), kondisi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale) atau berada

dalam kondisi kenaikan hasil yang semakin bertambah (increasing return to scale). Hasil

analisis fungsi produksi Cobb-Douglas akan menghasilkan nilai koefisen regresi yang

sekaligus menunjukkan besaran elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang

digunakan. Hasil analisis pendugaan fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah bibit (X1)

dan luas lahan (X2) memiliki koefisien regresi atau nilai elastisitas masing-masing sebesar

0,230 dan 0,169.

Kondisi skala usaha budidaya rumput laut dapat dilihat dari nilai penjumlahan

koefisien regresi atau elastisitas. Berdasarkan hasil analisis pendugaan fungsi produksi

besarnya nilai penjumlahan koefisien regresi atau elastisitas dari analisis pendugaan fungsi

produksi adalah sebesar 0,399 (e<1). Hasil penjumlahan elastisitas produksi tersebut

menunjukkan bahwa usaha budidaya berada dalam kondisi “kenaikan hasil yang semakin

berkurang” (decreasing return to scale), artinya apabila ketiga faktor produksi tersebut (luas

kolam, benih dan pakan) secara bersama-sama dinaikkan dengan persentase tertentu,

maka akan memberikan proporsi penambahan hasil produksi yang lebih kecil.

Dari nilai koefisien regresi tersebut (hasil pengujian t-statistik seperti tertera pada

Tabel 34. dan Persamaan 10, diketahui bahwa ceteris paribus, setiap penambahan jumlah

bibit sebesar 1%, ceteris paribus akan meningkatkan hasil produksi ikan sebanyak 0,230%.

Untuk setiap penambahan sebanyak 1% luas lahan, ceteris paribus akan meningkatkan

produksi rumput laut sebanyak 0,169%. Hal ini diduga semakin banyak jumlah benih

ditambah, yang diikuti dengan penambahan luas lahan makan akan menambah jumlah

produksi rumput laut.

Page 86: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

72

3.4.2.2. Efisiensi Teknis

Pada Gambar 18. memperlihatkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis untuk usaha

budidaya rumput laut adalah 1,10, dengan nilai terendah 0,34 dan nilai tertinggi 4,44. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa nilai efisiensi teknis pada usaha budidaya ikan patin dikatakan

sudah efisien secara teknis karena angka yang diperoleh lebih besar dari 1. Akan tetapi

usaha budidaya pembesaran ikan patin tersebut masih memiliki kesempatan untuk

memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi hingga mencapai hasil produksi yang

maksimal. Dalam jangka pendek, secara rata-rata pembudidaya ikan patin di Kabupaten

Muaro Jambi berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 75% (1-(1,10/4,44)) dengan

menerapkan teknologi dan teknik budidaya yang paling efisien.

Gambar 17. Frekuensi Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan, Tahun 2011

3.4.2.3. Analisis Efisiensi Ekonomi

Analisis efisiensi ekonomi dapat ditentukan dengan menghitung perbandingan Nilai

Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) untuk setiap faktor

produksi. Jika nilai perbandingan NPM dengan BKM bernilai 1, maka pada kondisi tersebut

penggunaan faktor produksi pada tingkat optimum. Jika rasio NPM dan BKM untuk setiap

faktor produksi yang digunakan pada usaha budidaya menunjukkan nilai kurang dari 1,

artinya kondisi optimum telah terlampaui, sedangkan jika nilai rasio NPM dan BKM untuk

setiap faktor produksi yang digunakan nilainya lebih besar dari 1, artinya kondisi optimum

belum tercapai. Untuk mencapai kondisi optimum, maka penggunaan faktor-faktor produksi

harus dikurangi atau ditambah, sehingga rasio NPM dan BKM akan sama dengan 1.

Dari hasil pendugaan fungsi produksi dapat diketahui rasio NPM dengan BKM untuk

masing-masing faktor produksi. Secara rinci hal ini dapat dilihat pada Tabel 35.

Page 87: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

73

Tabel 36. Rasio dan Alokasi Penggunaan NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan

Variabel Satuan

Penggunaan Rata-

Rata Aktual

Koefisien

Regresi NPM BKM NPM/BKM

Penggunaan Input Optimal

Jumlah Bibit (X1) kg 1.479 0,230 957 2.517 0,380 563

Luas Lahan (X2) m2 12.589 0,169 83 1.144 0,072 910

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Dari Tabel 35. menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan

rasio antara Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada

usaha pembesaran ikan patin. Rasio-rasio NPM dengan BKM dari setiap faktor produksi

menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha rumput laut tidak efisien

secara alokatif, karena nilai-nilai rasio NPM terhadap BKM tidak sama dengan satu. Rasio

ini juga berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha tersebut belum optimal

pada jumlah produksi yang sama.

Nilai rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi jumlah bibit (X1) dan luas lahan (X2)

lebih kecil dari satu, yaitu masing-masing sebesar 0,380 dan 0,072. Kondisi ini

menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan belum efisien

(kondisi optimum belum tercapai). Agar kondisi optimal dapat tercapai, maka faktor produksi

jumlah bibit dan luas lahan perlu dikurangi hingga rasio NPM dan BKM dari ketiga faktor

produksi tersebut sama dengan satu.

Berdasarkan tabel di atas untuk mencapai alokasi penggunaan faktor produksi yang

optimal dimana dapat tercapai keuntungan yang maksimum, maka penggunaan faktor

produksi jumlah bibit (X1) dan jumlah pakan (X2) perlu dikurangi masing-masing menjadi 563

kg dan 910 m2, hal ini sesuai dengan kondisi usaha yang berada dalam tahap decreasing

return to scale, yang berarti bahwa penembahan input berapapun akan menyebabkan

jumlah produksi berkurang.

3.4.3. Daya saing komoditas

Potensi perikanan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah dengan komoditas

unggulan yang dimiliki menjadikan persaingan pada produk perikanan. Persaingan antar

pedagang membuat pasar semakin terbuka. Oleh karena daya saya saing suatu produk

suatu wilayah menjadi penting untuk melihat kemungkinan mampu bersaing dan bertahan

untuk memenuhi permintaan pasar. Komoditas rumput laut yang menjadi salah komoditas

unggulan dalam program minapolitan menyebabkan berkembangnya usaha budidaya

rumput laut. Persaingan. Di Indonesia terdapat beberapa sentra produksi rumput laut, salah

satunya adalah Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan dan bersaing dengan

Page 88: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

74

kabupaten lain yaitu Kabupaten Lombok Timur. Untuk mengukur daya saing produk rumput

laut diukur dengan menggunakan matrik analisis kebijakan atau matrik PAM yang disusun

berdasarkan biaya faktor produksi, biaya tradables input dan harga output ikan. Berikut

matrik PAM Usaha Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari serta Kabupaten Konawe

Selatan dengan Kabupaten Lombok Timur tahun 2011.

Tabel 37. Matrik Policy Analysis Matrix Usaha Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari serta Kabupaten Konawe Selatan dengan Kabupaten Lombok Timur tahun 2011.

Variabel Revenue Factors Tradables Profit

Private Rp 29.150.451 Rp 11.046.788 Rp 9.715.909 Rp 8.387.753

Social Rp 34.202.436 Rp 11.288.181 Rp 7.035.249 Rp 15.879.006

divergence Rp (5.051.985) Rp (241.393) Rp 2.680.661 Rp (7.491.252)

Variabel Ratio Ratio

DRCR 0,98

TRCR 1,38

TCR 1,13 Sumber : Data primer diolah(2011)

Berdasarkan tabel diatas terlihat terlihat bahwa daya saing rumput laut Kota Kendari

dan Kabupaten Konawe Selatan kurang bersaing dengan rumput laut di Kabupaten Lombok

Timur. Hal tersebut dilihat dari total cost ratio yang lebih dari 1. Nilai total cost ratio diperoleh

dari dua variabel ratio yaitu Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) dan tradables

resources cost ratio (TRCR). Apabila dilihat dari DRCR, komoditas rumput laut Kota Kendari

dan Kabupaten Konawe Selatan mampu bersaing dengan komoditas rumput laut dari

Kabupaten Lombok Timur. Namun jika dilihat dari TRCR daya saing rumput laut Kota

Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan lebih rendah dengan rumput laut Kabupaten

Lombok Timur. Tradables input untuk budidaya rumput laut dengan metode longline adalah

bibit rumput laut dan bahan bakar minyak, sedangkan untuk factor input terdiri dari tenaga

kerja upahan dan depresiasi dari aset produksi budidaya rumput laut. Harga satuan bibit dan

BBM di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan lebih tinggi dari pada harga satuan di

Kabupaten Lombok Timur. Hal ini disebabkan ketika pengambilan data praktek budidaya di

Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan pada bulan September 2011, harga rata-rata

bibit cottoni sebesar Rp 2500 dan harga rata-rata BBM mencapai Rp 6000 ditingkat

pembudidaya.

Untuk meningkatkan daya saing komoditas rumput laut di Kota Kendari dan Kota

Konawe Selatan, harga satuan di tradable input meliputi bibit dan BBM secara bersama-

sama diturunkan sebesar 28% hingga mencapai TRCR bernilai 1 dan mampu berkompetisi

Page 89: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

75

dengan meningkatkan harga satuan factor input meliputi tenaga kerja upahan dan

depresiasi aset produksi secara keseluruhan sebesar 4%.

Untuk mengetahui titik impas usaha budidaya rumput laut di Kota Kendari dan

Kabupaten Konawe Selatan digunakan analisis titik impas (BEP). Analisis Break Event Point

(titik impas) dilakukan untuk mengetahui tindak produksi dimana tidak ada keuntungan dan

tidak ada kerugian. Analisis BEP menunjukkan hubungan penjualan, biaya dan keuntungan.

Pada penelitian ini, BEP menggunakan pendekatan seberapa besar penggunaan lahan

yang dikelola dan seberapa besar tingkat harga yang diterima. Analisis BEP usaha budidaya

rumput laut dapat dilihat pada tabel 37. Apabila penggunaan lahan yang digunakan minimal

untuk memperoleh keuntungan dengan luasan sebesar 1085 m2 atau turun hingga 91% dan

harga jual yang dapat diterima oleh para pembudidaya rumput laut sebesar Rp 2121 turun

sebesar 69%.

Tabel 38. Break Even Point (BEP) Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan

Variabel Satuan BEP Rataan

Luasan m2 1085 12589

Harga Rp 2121 6818

Sumber : Data primer diolah (2011)

3.4.4. Karakteristik Pasar

Struktur pasar rumput laut yang terdapat di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe

Selatan adalah beberapa pedagang pengumpul kecil skala desa dan empat pedagang

pengumpul besar di Kota Kendari (Tabel 39).

Tabel 39. Tabel Pelaku Usaha Rumput Laut Kendari 2010

N

o

Nama Pelaku Usaha Rata-Rata

Produksi/Thn

Tujuan Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8

UD. Sumber Makmur (H. Hasan) CV. Sinar Laut (H. Haruna)/Lapulu UD. Harapan Bone (H. Baide)/Kampung Salo KSU. Teporombu/Sambuli Klp. Budidaya (8 Klp) Tondonggeu Klp. Pembudidaya (8 Klp) Sambuli Klp. Pembudidaya (7 Klp) Petoaha Klp. Pembudidaya (5 Klp) Bungkutoko

59 Ton 60 Ton 36 Ton 50 Ton 22 Ton 22 Ton 20 Ton 20 ton

Makassar/ Surabaya Makassar/ Surabaya Makassar/ Surabaya Lokal/Makassar Lokal/Makassar Lokal/Makassar Lokal/Makassar Lokal/Makassar

Harga rata-rata Rp. 8.000 – 11.000/ kg

Sumber : Pemerintah Kota Kendari (2010)

Dari masing-masing pedagang pengumpul kecil tersebut mampu membeli hasil

panen rumput laut kering hingga 20 orang pembudidaya dengan kisaran 300 – 400 kg

perorangnya setiap bulannya dengan harga perkilonya Rp 6.000. Pedagang pengumpul

Page 90: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

76

kecil kemudian menjualnya kepada pedagang pengumpul besar dengan perbedaan harga

Rp 1.000 s.d Rp 1.500. Hubungan antar pedagang pengumpul kecil dan pedagang

pengumpul besar tidak ada ikatan, namun hubungan antar pedagang pengumpul kecil

dengan para beberapa pembudidaya rumput laut ada ikatan karena ada faktor pembiayaan

(permodalan)

Tabel 40. Tabel Karakteristik Struktur Pasar Rumput Laut di Kota Kendari dan Kota Konawe Selatan

Karakteristik Rumput Laut di Kota Kendari dan Kota Konawe Selatan

Jumlah Produsen - Kota Kendari : 158 KK - Kota Konawe Selatan :

Jumlah Pembeli - Pedagang Pengumpul Kecil : 4 (Kota Kendari), - Pedagang Pengumpul Besar di Kota Kendari : 4 orang - Eksportir di Kota Makasar : 9 perusahaan - Eksportir di Kota Surabaya : 4 Perusahaan

Sifat Produk Ditingkat pembudidaya s.d pedagang pengumpul besar : homogen (rumput laut kering)

Tingkat Deferensiasi Produk

Alkali Treated Chips

Penentuan Harga Harga ditentukan oleh pembeli, (eksportir, pedagang pengumpul besar, pedagang pengumpul kecil) bukan di produsen atau pembudidaya

Metode Pemasaran Pembudidaya menjual rumput laut kering ke pedagang pengumpul kecil kemudian pedagang pengumpul besar menjual ke eksportir

Keterlibatan sektoral dalam perekonomian

Produk rumput laut kering dipergunakan untuk kepentingan konsumsi dan sektor industri

Sumber : Data Primer diolah (2011) dan Koperasi Rumput Laut Bina Bahari (2009)

Fungsi pemasaran yang dilakukan dimasing-masing tahapan hampir sama, kecuali

oleh si pembudidaya. Pedagang pengumpul kecil memiliki fungsi pemasaran yaitu sebagai

penanggung resiko dan melakukan pengangkutan. Maksud sebagai penanggung resiko

adalah total rumput laut yang dibayarkan oleh pedagang pengumpul besar 1 di Kota Kendari

hanya 85% karena dianggap rumput laut yang dijual (setelah mengalami pengeringan

selama 2-3 hari penjemuran dibawah sinae matahari) akan mengalami penyusutan

sebanyak 15% (kadar air di rumput laut kering makin sedikit dan berat rumput laut tersebut

makin ringan) namun jika rumput laut dalam keadaan lembab (lebih kering lagi) pedagang

menanggung penyusutan 5% dari total berat rumput laut. Makin lama rumput laut dijemur

maka nilai penyusutan makin kecil. Pedagang pengumpul kecil melakukan pengangkutan

dengan biaya yang dikeluarkan sekali jalan Rp 12.000 untuk bahan bakar. Fungsi

pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar di Kota Kendari adalah

penyimpanan dan melakukan standarisasi. pedagang pengumpul besar setelah menerima

produk rumput laut dari pedagang pengumpul kecil melakukan kegiatan standarisari berupa

pengujian kadar air dan penjemuran. Kegiatan tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas

Page 91: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

77

dari produk tersebut. Kualitas tersebut dilihat dari makin rendahnya kadar air dari rumput

laut tersebut dan bersih tidaknya rumput laut tersebut dari pasir, tali rafia dan barang-barang

asing lainnya.

3.4.4.1. Tata Niaga

Para pelaku usaha produk rumput laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe

Selatan dapat dikelompokkan menjadi seperti berikut: (1) Kelompok Pembudidaya; (2)

Pedagang pengumpul kecil lokal (tingkat desa); (3) Pedagang pengumpul besar 1 (di Kota

Kendari); (4) Pedagang pengumpul besar 2 (di Kota Makasar); (5) Eksportir. Dari hasil

survey, maka diperoleh 2 pola rantai pemasaran, meskipun pada dasarnya mirip, namun

terdapat sedikit perbedaan.

4. Jalur Pemasaran Pertama

Dari Gambar 19. diperoleh informasi jalur pemasaran dengan tahapan produk

rumput laut kering dari pembudidaya dijual ke pedagang pengumpul kecil lokal di tingkat

desa. Setelah itu dari pedagang pengumpul kecil lokal maka dijual ke pedagang pengumpul

besar di Kota Kendari, dari pedagang pengumpul besar tersebut, proses tata niaga berlanjut

ke pedagang pengumpul besar 2 di Kota Makasar dan langsung dijual ke eksportir di Kota

Surabaya maupun di Kota Makasar.

PembudidayaPengumpul

Kecil

Pedagang/

Pengumpul

Besar Kendari

Pengumpul

Besar

Makassar

Pengolah/Eksportir

Surabaya

Pengolah/Eksportir

Makassar

Gambar 18. Jalur Pemasaran Pertama

5. Jalur Pemasaran Kedua

Dari Gambar 20. diperoleh informasi tahapan niaga produk rumput laut kering.

Produk rumput laut kering dari pembudidaya dijual langsung ke pedagang pengumpul besar

1 di Kota Kendari yang selanjutnya dikirim langsung pedagang pengumpul besar 2 di Kota

Makasar dan langsung dijual ke eksportir di Kota Makasar maupun di Kota Surabaya.

Page 92: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

78

Pembudidaya

Pedagang/

Pengumpul

Besar Kendari

Pengumpul

Besar

Makassar

Pengolah/Eksportir

Surabaya

Pengolah/Eksportir

Makassar

Gambar 19. Jalur Pemasaran kedua

3.4.5. Investasi dan Potensi pengembangan Usaha

Total investasi untuk luasan satu ha dibutuhkan nilai investasi sebesar Rp 13.374.744. Aset

produksi yang digunakan dalam budidaya rumput laut di Kota Kendari dan Konawe Selatan

terdiri dari Tali PE 12 mm, Tali PE 10 mm, Tali PE 4 mm dan Tali PE 1,5 mm, perahu,

pelampung botol dan gabus dan pemberat. Biaya terbesar dalam budidaya rumput laut

terdapat pada pembelian tali karena luas areal budidaya rumput laut di Kota Kendari dan

Kabupaten Konawe Selatan bisa mencapai 1 hingga 1,2 ha. Untuk lebih jelasnya terlihat

pada tabel berikut

Tabel 41. Struktur Investasi Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan Metode Patok

Aset Produksi Nilai

Tali Utama (Tali PE 10 mm) 1.033.475Rp

Tali Jaring (Tali PE 12 mm) 2.180.008Rp

Tali Bentang (Tali PE 6 mm) 3.350.981Rp

Tali Nylon (Tali PE 1,5 mm) 2.549.955Rp

Perahu 1.446.667Rp

Pelampung Botol 375.789

Pelampung Gabus 383.544Rp

Pemberat 486.565

Total Aset Produksi 11.806.984Rp

Biaya Operasional Persiklus 1.943.182

Total Investasi 13.750.166Rp Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Biaya yang dikeluarkan dalam usaha budidaya rumput laut, dapat dikategorikan

menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Bagi pembudidaya biaya tetap terdiri

dari depresiasi aset. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh pembudidaya adalah tenaga

kerja upahan dan BBM. Secara rinci struktur biaya tetap rata-rata dan biaya operasional

Page 93: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

79

rata-rata yang dikeluarkan dalam satu tahun untuk usaha budidaya rumput laut tersaji pada

Tabel 22.

Tabel 42. Struktur Biaya Usaha Budidaya Rumput Laut di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Se;atan 2011

Unit : 1 Tahun

Struktur Biaya Penerimaan Nilai

Biaya Tetap 6.483.475

Biaya Variabel 9.715.909

Total Biaya 16.199.385

Penerimaan 31.100.333

Keuntungan 14.900.949

R/C 1,9

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Pembudidaya mengeluarkan biaya tetap dalam satu tahunnya sebanyak Rp

6.483.475 dan lebih lanjut dalam pengelolaan ikan patin biaya operasional yang diperlukan

sebesar Rp 9.715.909 Dalam 1 tahun produksi penerimaan pembudidaya sebesar Rp

31.100.333 dimana hasil panen yang didapatkan sebesar 4.512 Kg dengan harga jual Rp

6.800/Kg. Harga rumput laut ditentukan oleh kondisi permintan dan penawaran di pasar.

Ketika penelitian ini dilakukan harga jual patin antara Rp 6000 – Rp 7000 di tingkat

pembudidaya. Keuntungan yang diperoleh oleh pembudidaya dalam 1 tahun sebesar Rp

14.900.949 dengan RC ratio 1,9 dan hal ini menunjukkan usaha budidaya ini layak

dikembangkan. Hasil produksi rumput laut per tahun yang diperoleh pembudidaya

memberikan kontribusi dalam ekonomi keluarga.

Potensi pemanfaatan areal budidaya rumput laut di Kota Kendari khusus di

Kecamatan Abeli baru hanya 45% dari luas potensi 200 ha dan Kecamatan Kendari hanya

3% dari luas potensi 170 ha (Pemerintah Kota Kendari, 2010)Target produksi rumput laut di

Kota Kendari tahun 2010-2014 sebagai kawasan minapolitan sebesar 1.791,7 ton dengan

luas mencapai 133 ha dengan produksi rumput laut Kota Kendari dari tahun 2008 s.d 2009

meningkat sebesar 4,95%, namun total potensi lahan yang ada bisa mencapai 370 ha dan

baru dimanfaatkan 95,7 ha yang tersebar di dua kecamatan. Pembudidaya rumput laut di

Kota Kendari tahun 2009 sebanyak 17 kelompok terbagi dalam dua kecamatan dan lima

kelurahan dengan jumlah petani pembudidaya 158 KK. Jumlah unit produksi dan

pemasaran rumput laut di Kota Kendari hingga saat ini tercatat 8 unit dengan kapasitas

produksi rata-rata 20 – 60 ton/tahun. (Ilham etal.,2011). Kota Kendari dengan posisi yang

cukup strategis sebagai ibukota propinsi dan sebagai sentra pengembangan industri rumput

Page 94: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

80

laut walaupun di Kota Kendari belum ada industri pengolahan rumput laut untuk memberikan

nilai tambah yang signifikan.

Tabel 43. Produksi Rumput Laut Kota Kendari Tahun 2008 – 2009

No Kecamatan 2008 (ton) 2009 (ton) %

1 Abeli 438,033 459,934

2 Kendari 27,500 28,875

Jumlah 465,533 488,809 4,95

Sumber : Pemerintah Kota Kendari (2010)

Target produksi rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2010-2014 sebagai sentra produksi

rumput laut di Sulawesi Tenggara sebesar 26.860 ton dengan luas mencapai 3750 ha dengan

produksi rumput laut dari tahun 2008 mengalami peningkatan hingga 30% pada tahun 2010 (tabel

xx), namun total potensi lahan yang ada bisa mencapai 17.718 ha dan baru dimanfaatkan 2.627 ha

yang tersebar di delapan kecamatan. Pembudidaya rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan tahun

2009 sebanyak 629 RTP (Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan, 2010).

Tabel 44. Produksi Rumput Laut Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2008 – 2010

No Kecamatan 2008 (ton) 2009 (ton) 2010 (ton)

1 Tinanggea 4689 6351 8256

2 Pallangga Selatan 1312 1598 2077

3 Laeya 467 671 872

4 Lainea 1630 1975 2568

5 Moramo 1670 1810 2353

6 Moramo Utara 781 971 1262

7 Kolono 501 718 933

8 Laonti 692 810 1053

Jumlah 11.742 14.904 19.375

Sumber : Pemerintah Kota Kendari (2010)

3.5. Komoditas Garam Kabupaten Pamekasan

3.5.1. Praktek usaha budidaya di Lokasi penelitian

Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur

yang memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan cukup melimpah, hal tersebut

didukung dengan letak geografis, dimana pada bagian selatannya berbatasan dengan Selat

Madura dan bagian utaranya berbatasan dengan Laut Jawa. Kegiatan usaha sektor

Page 95: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

81

kelautan dan perikanan yang berkembang di Kabupaten Pamekasan salah satunya adalah

usaha tambak garam. Luas lahan tambak garam potensial di Kabupaten Pamekasan yaitu

seluas 2.096,5 Ha, namun dari keseluruhan luas tersebut, yang baru diusahakan sebagai

lahan tambak garam yaitu seluas 888,7 Ha oleh rakyat dan 907 Ha oleh PT Garam (Dinas

Kelautan dan Perikanan Kab. Pamekasan, 2010).

Keadaan musim di Kabupaten Pamekasan pada umumnya sama dengan di wilayah

lainnya di Indonesia yang dikenal dengan 2 (dua) musim yakni musim hujan dan musim

kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai dengan bulan April sedangkan

musim kemarau terjadi antara bulan April sampai dengan bulan Oktober. Namun pada saat

ini waktu terjadinya musim kemarau dan hujan di Kabupaten Pamekasan tidak dapat

ditentukan secara pasti, hal ini pun terjadi pada sebagian besar wilayah lainnya di

Indonesia. Usaha produksi garam sangat tergantung pada musim, dimana usaha produksi

garam di Indonesia pada umumnya termasuk Kabupaten Pamekasan hanya dapat

diproduksi pada saat musim kemarau saja yaitu saat intensitas matahari tinggi dan tidak ada

hujan.

Produksi garam di Kabupaten Pamekasan dapat dibedakan menjadi tiga proses,

yaitu pengolahan lahan yang dilakukan ± 1 bulan, pemanenan yang dilakukan selama 3 – 5

kali dalam sebulan dan pengangkutan/pemasaran. Proses pengolahan lahan dilakukan

pada saat awal musim kemarau tiba. Proses ini merupakan proses vital yang menentukan

kualitas dan kuantitas garam yang dihasilkan. Proses pemanenan garam merupakan proses

pengumpulan garam dari lahan tambak dengan menggunakan alat tertentu ke pinggir-

pinggir pematang lahan tambak. Setelah garam terkumpul, maka proses selanjutnya adalah

memasukkan garam ke dalam karung dan kemudian diangkut menggunakan truk/mobil pick

up. Pada musim hujan, sebagian lahan tambak garam di Kabupaten Pemekasan

dimanfaatkan untuk budidaya ikan bandeng, yaitu pada bagian kolam penampungan air.

3.5.2. Status dan Efisiensi Produksi

Usaha produksi garam di Kabupaten Pamekasan dalam kondisi musim kemarau

normal dapat dilakukan selama 4 sampai dengan 6 bulan dalam setahun (Dinas Perikanan

dan Kelautan Kab. Pamekasan, 2010). Jika dalam musim kemarau tersebut tidak terjadi

hujan, maka produksi garam akan semakin meningkat. Berdasarkan informasi yang

diperoleh, pada kondisi optimal (musim kemarau yang stabil) rata-rata jumlah produksi per 1

Ha lahan di Kabupaten Pamekasan dapat menghasilkan garam sebanyak 125

ton/Ha/musim. Jika diasumsikan jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 125

ton/Ha/musim dengan harga jual garam Rp. 235.000/ton, maka penerimaan yang diperoleh

oleh petani garam untuk luasan 1 Ha dalam 1 musimnya adalah sebesar Rp. 29.375.000,-

Page 96: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

82

/musim. Pada Tabel 42. dapat dilihat rincian investasi dan biaya pada usaha tambak garam

berdasarkan tahapan kegiatan usahanya, yaitu persiapan lahan, pengelolaan dan pada

tahap panen penerimaan usaha tambak garam dengan luas lahan 1 hektare.

Tabel 45. Biaya Usaha Penggaraman Pamekasan, 2011

No. Uraian Volume Satuan Biaya (Rp.) Total (Rp.)

1 Persiapan Lahan a. Saluran 1 unit 1.000.000,- 1.000.000,- b. Meja peminian 1 unit 200.000,- 200.000,- c. Meja garam 1 unit 250.000,- 250.000,- d. Kincir angin 2 unit 1.250.000,- 2.500.000,- e. Pompa air : Pompa besar 1 unit 5.000.000,- 5.000.000,- Pompa kecil 1 Unit 3.000.000,- 3.000.000,- f. Alat perata tanah 1 Buah 100.000,- 100.000,- g. Pemecah garam 2 Buah 25.000,- 50.000,- h. Pengumpul garam 2 Buah 150.000,- 300.000,- i. Alat angkut 1 Unit 150.000,- 150.000,-

2 Pengelolaan a. Tenaga kerja 1 orang x 6 bulan 6 OB 25.000,- 4.500.000,- b. pemilik 1 orang x 6 bulan 6 OB 10.000,- 1.800.000,-

3 Panen a. Upah tenaga kerja panen 96 OB 20.000,- 1.920.000,- b. Konsumsi tenaga kerja panen 96 OB 15.000,- 1.440.000,- c. Upah tenaga angkut 125 Ton 30.000,- .750.000,-

Total Biaya 25.960.000,-

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan, 2010.

Harga jual garam di Kabupaten Pamekasan sangat fluktuatif. Pada saat musim

panen harga garam berkisar antara Rp. 235.000/ton sampai dengan Rp.350.000/ton.

Namun pada saat musim paceklik (musim hujan) harga garam dapat mencapai Rp.

600.000/ton sampai dengan Rp. 1.000.000/ton. Hal tersebut terjadi pada tahun 2010,

dimana pada tahun tersebut hujan turun hampir sepanjang bulan, sehingga banyak lahan

garam yang ada di wilayah Madura maupun wilayah lainnya di Indonesia mengalami gagal

panen, sehingga terjadi lonjakan harga garam dari harga Rp. 235.000/ton (tahun 2009)

sampai dengan Rp. 1.000.000/ton (akhir tahun 2010).

Pada kondisi optimal (musim kemarau yang stabil) rata-rata jumlah produksi per 1

Ha lahan di Kabupaten Pamekasan dapat menghasilkan garam sebanyak 125

ton/Ha/musim. Jika diasumsikan jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 125

ton/Ha/musim dengan harga jual garam Rp. 235.000/ton, maka penerimaan yang diperoleh

oleh petani garam untuk luasan 1 Ha dalam 1 musimnya adalah sebesar Rp. 29.375.000,-

/musim. Berdasarkan Tabelxx, diketahui bahwa keseluruhan total biaya dalam 1 musim yaitu

Page 97: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

83

sebesar Rp. 25.960.000,-/musim. Sehingga keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp.

3.415.000,-/musim.

Nilai R/C ratio pada usaha garam di Kabupaten Pamekasan yaitu sebesar 1,13, hal

ini menunjukkan bahwa usaha tambak garam layak diusahakan. Nilai R/C ratio dapat

dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bagi lembaga permodalan untuk memberikan

tambahan modal usaha dengan mempertimbangkan aspek yang lain sehingga kegiatan

usaha tambak garam dapat lebih berkembang. Nilai Payback Period (waktu pengembalian

investasi) pada usaha tambak garam di Kabupaten Pamekasan yaitu 3,67, hal ini

menunjukkan bahwa nilai pengembalian investasi dalam satu siklus usaha adalah selama

3,67 tahun atau diperlukan hampir empat kali siklus usaha (musim panen) untuk

mengembalikan uang yang diinvestasikan bagi petani garam.

3.5.3. Daya saing komoditas

Garam merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam keberlangsungan industri di Indonesia. Walaupun

Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum

diminati termasuk dalam usaha meningkatkan kualitasnya. Hal ini dibuktikan pada Tahun

2011 impor garam di Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Perak saja sudah mencapai 1,07

ton ( http://regional.kompas.com/read/2011/09/16/2211503). Pada umumnya garam yang di

impor merupakan garam dengan kualitas baik (setara K1), dalam hal ini merupakan garam

beryodium dan garam untuk kebutuhan industry.

Dalam era globalisasi perdagangan dan investasi saat ini, komoditas garam yang

dihasilkan harus dapat bersaing dengan komoditas sejenis asal negara lain, baik di pasar

internasional maupun pasar domestik. Persaingan tersebut dapat mengancam keberlanjutan

pengembangan usaha garam di Indonesia yang pada akhirnya akan menghambat laju

pertumbuhan produksi, serta mempengaruhi kesejahteraan ekonomi para petambak garam

di Indonesia. Persaingan antar produsen membuat pasar semakin terbuka.

Di Indonesia terdapat beberapa sentra produksi garam, salah satunya adalah

Kabupaten Pamekasan. Selain harus bersaing dengan wilayah lainnya di Indonesia,

produksi garam asal Kabupaten Pamekasan pun harus bersaing dengan produksi garam

asal negara lainnya, seperti Australia dan India. Kabupaten Pamekasan merupakan salah

satu sentra produksi garam yang ada di wilayah Jawa Timur. Dalam pemenuhan kebutuhan

garam nasional, produk garam asal Kabupaten Pamekasan harus bersaing dengan produk

garam asal sentra produksi disekitarnya, seperti produk garam asal Kabupaten Sampang

dan Kabupaten Sumenep. Daya saing produk dalam suatu wilayah menjadi penting untuk

Page 98: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

84

melihat kemungkinan mampu bersaing dan bertahan untuk memenuhi permintaan pasar.

Untuk mengukur daya saing produk garam di Kabupaten Pamekasan diukur dengan

menggunakan matrik analisis kebijakan atau matrik PAM. Daya saing produk garam asal

Kabupaten Pamekasan akan dibandingkan dengan produk garam asal Kabupaten

Sumenep. Pengukuran daya saing yang dilakukan yaitu berdasarkan biaya faktor produksi,

biaya tradables input dan harga output. Berikut matrik PAM Usaha Tambak Garam di

Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep tahun 2011.

Tabel 46. Policy Analysis Matrix Garam Sumenep, 2011

Penerimaan

Biaya

Profit Input Produksi

Faktor Produksi

Private/Pamekasan Rp 29,375,000 Rp. - Rp 18,671,495 Rp. 10,703,505

Social/Sumenep Rp 29,375,000 Rp. - Rp 11,748,162 Rp. 17,626,838

Efek Divergensi Rp - Rp. - Rp 6,923,333 Rp. (6,923,333)

Sumber : Data Primer Diolah, 2011. Domestik Factor Cost Ratio (DRCR) = 1,58

Analisis yang dilakukan pada usaha tambak garam di Kabupaten Pamekasan tidak

memasukkan nilai input produksi. Hal ini dikarenakan jenis input produksi yang digunakan

pada usaha tambak garam adalah air laut. Air laut berdasarkan hak kepemilikannya bersifat

common property sehingga para petambak garam dapat dengan bebas memanfaatkan

sumberdaya ini. Berdasarkan tabel diatas terlihat terlihat bahwa daya saing produk garam

Kabupaten Pamekasan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan produk garam

Kabupaten Sumenep. Hal ini terlihat dari nilai Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) pada

lokasi tersebut sebesar 1,58. Nilai ini menunjukkan bahwa besarnya biaya faktor produksi di

Kabupaten Pamekasan jauh lebih tinggi sebesar 58% jika dibandingkan dengan biaya

produksi pada Kabupaten Sumenep. Faktor yang mempengaruhi besarnya biaya faktor

produksi pada Kabupaten Pamekasan adalah biaya sewa lahan, upah tenaga kerja dan

peralatan pendukung tambak garam yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga-

harga faktor produksi di Kabupaten Sumenep.

3.5.4. Karakteristik Pasar

3.5.4.1. Tata Niaga

Garam yang dihasilkan oleh petani tidak langsung dijual kepada konsumen, baik

konsumen rumah tangga maupun konsumen industri. Tetapi petani menjual produknya ke

pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul ke pabrik atau usaha garam rakyat.

Berdasarkan hasil penelitian, jalur distribusi garam di Kab. Pamekasan dibagi ke dalam tiga

jenis jalur distribusi, yaitu:

Page 99: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

85

1. Jalur Ditribusi Garam

Pada jalur ini petani menjual hasil produksinya ke pengepul. Petani mengeluarkan biaya

produksi sampai dengan panen. Sedangkan pengepul mengeluarkan biaya untuk

pembelian karung. Pengepul kemudian menjual ke agen besar/distributor/ mitra

perusahaan. Dalam hal ini pengepul dapat langsung mengirimkan produk garam ke

pabrik, tetapi dengan ‘memegang’ lisensi dari mitra perusahaan tersebut atau ‘meminjam

nama’ agen/mitra perusahaan tersebut. Pabrik/perusahaan yang menerima produk

garam melakukan proses pencucian, iodisasi sampai dengan pengemasan. Produk yang

dikemas siap dikirimkan ke distributor atau pedagang besar di seluruh Indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dua perusahaan, daerah distribusi garam meliputi

Surabaya, Sumatera Utara (Medan), dan Kalimantan. Jalur distribusi dapat dilihat pada

Gambar 21. di bawah ini.

Petani Garam

Petani

Pengep

ul

Tengkulak

Agen/

distributor/

Mitra PT

PabrikPedagang

BesarPengecer Konsumen

Sumber: Data Primer diolah, 2011

Gambar 20. Jalur Distribusi Produk Garam di Kabupaten Pamekasan

2. Jalur Distribusi Usaha Garam Rakyat

Selain didistribusikan ke pabrikan atau perusahaan, di Kabupaten Pamekasan terdapat

usaha garam rakyat skala industri rumah tangga. Para petani garam bergadung dalam

kelompok tani. Hasil produksi garam kelompok tani ini dijual ke Usaha Garam Rakyat

skala rumah tangga. Unit usaha ini melakukan pengolahan garam seperti perusahaan

garam, yaitu proses pencucian, iodisasi dan pengemasan. Kemudian unit usaha ini

mendistribusikan ke pedagang kecil/pengecer di pasar lokal Pulau Madura yaitu

Pamekasan dan Sumenep, dan pedagang kecil/pengecer di pasar local menjual kepada

konsumen. Selain dijual ke pasar local, hasil produksi garam dijual ke pedagang besar di

luar daerah, yaitu Jombang, Magetan, Banyuwangi dan Wonogiri. Jumlah produk garam

yang didistribusikan mencapai 80 ton/bulan. Frekuensi dan jumlah distribusi garam skala

rumah tangga

Page 100: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

86

Tabel 47. Frekuensi & Jumlah Distribusi Produk Garam Skala Rumah Tangga Kelompok Mutiara Indah, Kab. Pamekasan

No Daerah

Frekuensi

pengiriman (per

bulan)

Jumlah

Distribusi

(ton/bulan)

Keterangan

1 Lokal (Pamekasan &

Sumenep)

30 15 0,5 ton/hari

2 Wonogiri 2 20 10 ton/trip

3 Magetan 2 20 10 ton/trip

4 Banyuwangi 1 10 - 20 10 ton/trip

5 Jombang 1 10 10 ton/trip

Sumber: Data primer diolah, 2011

Jalur distribusi hasil produksi garam skala rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 22.

di bawah ini.

Petani Garam

Rumah TanggaHome Industry Pengecer Lokal

Pedagang

BesarPengecer

Konsumen Lokal

Konsumen

Sumber: Data Primer diolah, 2011

Gambar 21. Jalur Distribusi Produk Garam Skala Rumah Tangga di Kabupaten Pamekasan

3. Jalur Distribusi Garam Impor

Rendahnya hasil produksi garam menyebabkan beberapa perusahaan mengimpor

garam dari Australia dan India. Berdasarkan wawancara dengan pihak perusahaan

pengimpor yang menjadi responden, kuota impor garam yang dimiliki sebesar 80.000

ton/2 bulan. Kebutuhan produk garam perusahaan tersebut sekitar 750-1000 ton/hari

untuk didistribusikan ke pasar local (sekitar 20 ton/hari) dan luar daerah (seluruh

Indonesia) sekitar 750 – 1000 ton/hari. Garam impor ini disalurkan oleh perusahaan

Page 101: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

87

pengimpor ke agen/distributor/mitra kerja perusahaan lain dan ke pedagang besar di

seluruh Indonesia. Agen/distributor/mitra kerja mendistribusikan ke perusahaan yang

menjadi mitra kerja para agen tersebut, pedagang besar sekitar Pulau Jawa (Surabaya,

Solo dan Kediri), dan pedagang kecil/pengecer di pasar local Kab. Pamekasan.

Sedangkan Perusahaan mendistribusikan garam impor ke pedagang besar di seluruh

Indonesia. Jalur distribusi garam impor dapat dilihat pada Gambar 23. di bawah ini.

Luar Negeri

Importir/

Pengolahan &

Pengemasan

Agen

distributor/Mitra

PT

Pengecer Lokal

Pabrik/PT

Pedagang

BesarPengecer Konsumen

Konsumen Lokal

Sumber: Data Primer diolah, 2011

Gambar 22. Jalur Distribusi Produk Garam Impor di Kabupaten Pamekasan

3.5.5. Investasi dan Potensi pengembangan Usaha

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pamekasan, pelaku usaha

industri garam di wilayah ini mayoritas dalam skala usaha kecil atau usaha rakyat. Investasi

usaha tambak garam di Kabupaten Pamekasan antara lain terdiri dari lahan, kincir angin,

pompa air, gudang penyimpanan dan peralatan tambak garam lainnya. Khusus di

Kabupaten Pamekasan, investasi untuk jenis aset lahan merupakan investasi yang paling

besar dikeluarkan dalam usaha tambak garam. Hal ini dikarenakan, harga lahan yang

sangat tinggi (mencapai Rp.1.000.000,-/meter) dan luas lahan tersedia yang terbatas .

Semakin jauh lokasi lahan dari bibir pantai atau dekat dengan akses jalan, maka akan

semakin tinggi harga jual lahan tersebut. Petani garam di Kabupaten Pamekasan banyak

yang menyewa lahan garam dari orang lain untuk digarap, baik dengan cara sistem bagi

hasil atau sewa tahunan.

Berdasarkan status kepemilikan lahan, pada umumnya para petani garam di

Kabupaten Pamekasan yang memiliki lahan garam merupakan lahan warisan dari keluarga

yang sudah turun temurun. Untuk melakukan usaha tambak garam dengan luasan lahan 1

Ha, dibutuhkan biaya investasi ± Rp. 12.550.000,- yang digunakan untuk pengadaan aset

usaha. Namun, jika lahan yang digunakan adalah berupa lahan sewa, maka ditambahkan

dengan biaya sewa lahan. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata harga sewa lahan adalah

Rp. 3.000.000 Ha/Thn.

Page 102: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

88

Permasalahan yang dihadapi oleh usaha garam rakyat di Kabupaten Pamekasan

maupun di wilayah lainnya di Indonesia pada umumnya hampir sama. Pengelolaan usaha

garam rakyat ini selalu dihadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain; (1) produksi

yang masih sangat bergantung pada iklim (musim kemarau), (2) mutu garam yang

dihasilkan masih rendah, (3) dukungan sarana, prasarana dan infrastruktur yang belum

optimal, dan (4) minimnya akses permodalan (pendanaan) serta pemasaran. Beberapa

permasalahan tersebut menjadi faktor utama terhambatnya perkembangan industri garam di

Indonesia.

Ketidakmampuan industri garam di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan garam

nasional baik untuk konsumsi dan industri hal ini memberikan peluang terhadap negara-

negara lain untuk mengekspor garamnya ke Indonesia. Di satu sisi, impor garam memang

diperlukan untuk memenuhi defisit garam dalam negeri, namun di sisi lain dengan masuknya

garam impor membuat harga garam dalam negeri menjadi turun, sehingga tidak sedikit para

pelaku usaha garam rakyat di Indonesia yang mengalami kerugian. Sejauh ini, memang

kualitas garam impor sedikit lebih baik dibandingkan dengan garam dalam negeri dan dari

segi harga pun lebih murah. Kondisi inilah yang menambah terpuruknya industri garam di

Indonesia.

Berdasarkan data yang diperoleh, produksi garam oleh rakyat dan PT. Garam

sampai dengan tahun 2009 adalah sebanyak 1.100.000 ton, sedangkan jumlah produksi

garam yang setara dengan Kualitas 1 (K1) hanya sebesar 956.800 ton. Hal ini menunjukkan

bahwa hanya sebesar 87% garam yang dihasilkan memiliki kualitas 1 (K1), sedangkan

sebesar 13% dibawah kualitas 1. Tentu saja kualitas garam berpengaruh terhadap harga

garam. Untuk harga garam kualitas 1, untuk wilayah Kabupaten Pamekasan pada tahun

2009 adalah sebesar Rp.325.000,-/ton sedangkan untuk kualitas 2 adalah sebesar Rp.

250.000,-ton. Pada Tabel 45. berikut dapat dilihat perkembangan produksi garam pada

tahun 2005 sampai dengan tahun 2009.

Tabel 48. Perkembangan Produksi Garam Tahun 2005 – 2009.

Uraian

TAHUN

2005 2006 2007 2008 2009

Garam Rakyat (ton) 895,000 988,000 777,000 783,000 800,000

PT Garam (ton) 255,000 316,000 200,000 250,000 300,000

Jumlah Nasional (ton) 1,150,000 1,304,000 977,000 1,033,000 1,100,000

Produk Setara K1 (ton) 994,684 1,147,520 870,898 932,283 956,800

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010

Page 103: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

89

Indonesia sebagai salah satu negara kepulaan di dunia memiliki potensi sumber

daya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah. Salah satu produk kelautan yang

dihasilkan oleh negara Indonesia adalah garam. Secara singkat, garam diproduksi dengan

cara menampung air laut, kemudian di uapkan dengan menggunakan sinar matahari

sehingga tertinggal kristal-kristal garam. Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang

menjadi sentra usaha garam rakyat, antara lain (1) Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten

Indramayu dan Kabupaten Cirebon dengan masing-masing potensi luas lahan 1.287,90 Ha

dan 1.728 Ha, (2) Provinsi Jawa Tengah, yaitu wilayah Kabupaten Pati dan Kabupaten

Rembang dengan masing-masing potensi luas lahan 2.860 Ha dan 1.465,14 Ha, (3) Provinsi

Jawa Timur, yaitu Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan dan

Kabupaten Tuban dengan masing-masing potensi luas lahan 4.200 Ha, 1.864 Ha, 888,70

Ha dan 202,86 Ha, dan (4) Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu di Kabupaten Nagekeo

dengan potensi luas lahan 1.765 Ha.

Estimasi kebutuhan garam nasional baik industri dan konsumsi pada tahun 2012

mencapai 3.028.630 ton, sedangkan target produksi nasional pada tahun 2012 adalah

2.444.482. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa Indonesia secara keseluruhan belum

mampu untuk memenuhi kebutuhan garamnya sendiri sehingga harus melakukan impor

garam dari negara lain, seperti Australia dan India. Pada tahun 2012, diperkirakan impor

garam yang dilakukan oleh Indonesia untuk memenuhi kebutuhan nasional adalah

sebanyak 584.148 ton (KP3K, 2011). Pada Tabel berikut akan disajikan besarnya estimasi

kebutuhan garam, target produksi dan impor garam di Indonesia sejak tahun 2010 sampai

dengan tahun 2014.

Tabel 49. Estimasi Kebutuhan, Target Produksi, Impor Garam di Indonesia, Tahun 2010 – 2014.

No Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

1 Kebutuhan Nasional (Ton)

2.779.429 2.942.760 3.028.630 3.117.421 3.209.241

2 Target Produksi Nasional (Ton)

1.265.600 1.569.600 2.444.482 3.997.946 7.762.305

3 Impor (Ton) 1.513.829 1.373.160 584.148 -880.525 4.553.064

Sumber : KP3K, 2011.

Berdasarkan Tabel 46., diketahui bahwa estimasi kebutuhan nasional garam sejak

tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 terus meningkat. Hal ini dapat menjadi salah satu

faktor pendorong pengembangan usaha garam di Indonesia dalam rangka pemenuhan

kebutuhan garamnya secara mandiri. Mayoritas usaha tambak garam yang dilakukan di

Page 104: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

90

Indonesia tergolong dalam skala usaha kecil atau lebih dikenal dengan istilah usaha garam

rakyat.

Pengembangan industri kecil dan menengah merupakan salah satu kelompok

prioritas pengembangan industri di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden

Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Jangka Menengah Nasional. Industri garam di

Indonesia pada umumnya dilakukan dalam skala usaha rakyat atau industri kecil. Sejalan

dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah, pemerintah melalui

Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat kebijakan swasembada garam melalui

pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi

dan mutu garam yang dihasilkan.

Page 105: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

91

IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

4.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah disampaikan pada bab terdahulu, maka untuk masing-

masing komoditas budidaya yang dianalisis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

4.1.1. Lele Kabupaten Bogor

Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat disimpulkan bahwa

usaha budidaya komoditas Lele Kabupaten Bogor, berada dalam kondisi increasing return to

scale, yang mengindikasikan bahwa secara bersama-sama, penambahan input produksi

dan faktor produksi pada tingkat tertentu, akan meningkatkan produksi dengan proporsi

yang lebih besar dari besarnya tingkat penambahan input dan faktor tersebut. Selain itu,

diperoleh pula informasi bahwa pakan adalah variabel input produksi yang paling

berpengaruh secara signifikan terhadap produksi. Selanjutnya, pada analisis efisiensi

diketahui pula bahwa pada proses produksinya, terjadi nilai rata-rata efisiensi teknis yang

cukup tinggi, yaitu 0,99 dengan sebaran yang cenderung mendekati efisien.

Berdasarkan analisis daya saing, dengan menggunakan metoda PAM, maka

diperoleh nilai DRCR sebesar 1,55, dan TRCR sebesar 1,16. Kedua angka tersebut

merupakan indikator bagi rendahnya daya saing komoditas Lele kabupaten Bogor, baik

pada Faktor Produksi Domestik maupun Input Produksi Tradables, apabila dibandingkan

dengan pesaingnya dari Tulung Agung. Rendahnya daya saing tersebut terjadi, selain

karena harga faktor dan input yang tinggi, juga karena kondisi lingkungan yang

menimbulkan kebutuhan atas input tambahan berupa obat-obatan dan vitamin.

Berdasarkan analisis SCP, diperoleh informasi bahwa Pasar komoditas Lele

Kabupaten ini bersifat Oligopoli dengan kecenderungan adanya Kartel, yang

mengakibatkan para pembudidaya – yang diwakili oleh para ketua kelompoknya – dapat

melakukan pengaturan harga jual. Selain informasi tersebut, diperoleh pula informasi bahwa

wilayah pemasaran komoditas tersebut adalah daerah sekitar JABODETABEK serta

BOPUNCUR. Dari hasil wawancara, diperoleh pula informasi bahwa sebenarnya terdapat

permintaan yang cukup tinggi di daerah Batam. Namun tidak ada pemasar yang mau

memasarkan ke lokasi tersebut, karena margin pemasaran tidak menutup biaya pemasaran.

Adapun rantai pemasaran produk ini adalah melalui pengumpul, pedagang besar,

distributor, dan pengecer.

Page 106: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

92

Dari data primer yang diolah, maka diperoleh informasi bahwa nilai Investasi untuk

berusaha budidaya lele di kabupaten Bogor ini sangat besar. Tidak kurang dari Rp.

90,000,000.- untuk investasi pada asset, dan Rp. 543,000,000.- untuk biaya operasional

satu tahun. Adapun kesempatan usaha yang nampaknya muncul adalah di bidang

pembenihan, pemasaran ke luar kota, serta usaha produksi pakan tambahan.

4.1.2. Patin Muaro Jambi

Usaha budidaya Patin di Kabupaten Muaro Jambi berada pada kondisi decreasing

return to scale, yang menunjukkan bahwa proporsi peningkatan penggunaan input dan

faktor produksi lebih besar dari proporsi peningkatan produksi yang terjadi. Selain itu

diperoleh juga informasi bahwa benih merupakan variabel input produksi yang memiliki

pengaruh signifikan terbesar terhadap produksi.

Dari hasil analisis daya saing, diperoleh informasi bahwa komoditas Patin Kabupaten

Muaro Jambi ini berdayasaing relatif lebih tinggi dibandingkan pesaingnya di Kabupaten

Katingan. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai DRCR sebesar 0,83 dan TRCR sebesar 0,75,

yang menunjukkan Kabupaten Muaro Jambi memiliki keunggulan dibandingkan pesaingnya

baik dari segi faktor produksi domestik maupun input produksi tradable.

Dari analisis SCP, maka diperoleh informasi bahwa Pasar komoditas Patin

Kabupaten Muaro Jambi ini bersifat monopsoni, dimana banyak pembudidaya dengan

hanya satu pembeli yang memiliki kemampuan untuk mengatur harga beli. Selain itu,

diketahui pula bahwa wilayah pemasarannya mencakup pasar lokal di kota Jambi, maupun

luar kota hingga ke Provinsi Sumsel dan Bangka Belitung. Adapun jalur pemasaran

komoditas ini adalah melalui para pengumpul kecil, seorang pedagang besar, beberapa

distributor luar kota, dan banyak pengecer.

Dari olahan data primer, diperloleh informasi bahwa nilai Investasi untuk berusaha

budidaya patin di Muaro Jambi ini sangat besar. Untuk berusaha budidaya dengan luasan

kolam rata-rata 2,412 m2, akan dibutuhkan sekitar Rp. 39,195,150.-, untuk investasi pada

asset, dan Rp. 434,299,759.- pada biaya operasional 1 tahun. Kesempatan pengembangan

usaha di budidaya Patin Muaro Jambi muncul di bidang pemasaran, terutama pemasaran ke

luar negeri.

4.1.3. Gurame Banyumas

Usaha budidaya komoditas Gurame di Kabupaten Banyumas, berdasarkan analisis

fungsi produksi, berada pada kondisi increasing return to scale. Selain itu, diketahui pulah

bahwa secara rata-rata terjadi efisiensi teknis dengan nilai sebesar 0,95. Selanjutnya, dapat

Page 107: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

93

disimpulkan pulah bahwa pakan adalah variabel input produksi yang secara signifikan paling

berpengaruh terhadap produksi.

Dari analisis PAM, diperoleh informasi bahwa Komoditas Gurame Kabupaten

Banyumas memiliki dayasaing yang relatif sedikit lebih tinggi pada Input tradable

dibandingkan komoditas saingan dari Tulungagung, yang ditunjukkan dengan nilai TRCR

sebesar 0,9. Adapun di sisi daya saing faktor produksi domestic, dengan nilai DRCR

sebesar 1, maka dapat dikatakan bahwa Komoditas ini memiliki daya saing yang sebanding

dengan komoditas saingannya.

Dari hasil analisis SCP, dapat disimpulkan bahwa Pasar Komoditas Gurame

Kabupaten Banyumas bersifat monopsoni, dimana terdapat banyak pembudidaya dengan

hanya satu pembeli besar yang mengatur harga beli. Selain itu, dikitahui pula bahwa wilayah

pemasaran komoditas ini adalah di pasar lokal sekitar kabupaten Banumas saja. Hakl

tersebut merupakan akibat dari system pembayaran para pemasar yang menggunakan

sistem tunda, sehingga para pembudidaya mengalami resiko kekurangan modal untuk

menutupi biaya operasional jika masa tunda pembayaran penjualan ke luar kota terlalu lama

(tidak kurang dari 1 bulan). Adapun jalur pemasaran komoditas Gurame ini adalah melalui

melalui para pengumpul, seorang pedagang besar, dan akhirnya banyak pengecer.

Investasi untuk untuk berusaha budidaya Gurame di Banyumas ini dapat dikatakan

relatif tidak terlalu besar. Untuk berusaha budidaya dengan luasan kolam rata-rata 1,205 m2,

hanya dibutuhkan sekitar Rp. 12,947,672.- untuk investasi pada asset, dan Rp. 47,303,793.-

untuk biaya operasional satu tahun. Dilihat dari kondisi usaha saat ini, maka usaha budidaya

Gurame ini lebih cenderung untuk dikembangkan kearah usaha pemasaran ke luar kota

seperti Jakarta, dan Jawa Barat.

4.1.4. Rumput Laut Kendari

Usaha budidaya Komoditas Rumput Laut di Kendari, berdasarkan analisis fungsi

produksi, berada pada kondisi yang decreasing return to scale. Selain itu, secara rata-rata,

terjadi efisiensi penggunaan input dan faktor produksi dengan nilai rata-rata sebesar 1,10.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Budidaya Rumput Laut di Kendari sudah melampau titik

efisiennya. Selanjutnya, diketahui pula bahwa bibit merupakan variabel input produksi yang

secara signifikan paling berpengaruh terhadap produksi.

Dari analisis daya saing menggunakan metode PAM, maka diperoleh informasi

bahwa Komoditas ini memiliki daya saing input tradable yang rendah jika dibandingkan

dengan komoditas serupa yang dihasilkan di Lombok, ditunjukan oleh nilai TRCR sebesar

1,38. Selain itu, dapat dikatakan bahwa daya saing faktor produksi domestik komoditas ini

Page 108: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

94

cukup baik jika dibandingkan dengan komodias serupa produk Lombok, yang ditunjukkan

dengan nilai DRCR sebesar 0,98.

Dari analisis SCP, dapat dilihat bahwa Pasar Komoditas Rumput Laut Kendari

bersifat monopsoni, dimana terdapat banyak pembudidaya dengan hanya satu pembeli

utama yang memiliki kemampuan untuk menentukan harga. Adapun wilayah pemasaran

akhir bagi komoditas ini adalah di luar kota (Surabaya) sebagai bahan baku bagi produksi

turunan Rumput Laut. Selanjutnya, rantai pemasaran bagi produk ini adalah melalui melalui

para pengumpul kecil, beberapa pengumpul besar di Makassar, dan akhirnya satu

pengumpul besar di Surabaya/Pabrik pengolah.

Nilai investasi untuk berusaha budidaya rumput laut di Kendari dapat dikatakan relatif

cukup rendah. Untuk berproduksi dengan luasan lahan sekitar 12,589 m2, hanya diperlukan

sekitar Rp. 11,440,754.- untuk investasi dalam asset produksi, dan Rp. 9,715,909.- untuk

biaya operasional satu tahun. Adapun dilihat dari dinamika usaha di lapangan, maka

nampaknya pengembangan usaha Komoditas Rumput Laut di Kendari lebih cenderung jika

di arahkan ke pengolahan Rumput Laut di lokasi.

4.1.5. Garam Pamekasan

Dari hasil analisis daya saing, maka dapat disimpulkan bahwa Komoditas Garam

Pamekasan memiliki nilai dayasaing Faktor produksi yang rendah jika dibandingkan dengan

komoditas saingannya dari Sumenep. Hal tersebut dapa dilihat dari nilai DRCR sebesar

1,58, yang mengindikasikan bahwa biaya faktor produksi domestik di Pamekasan 58% jauh

lebih tinggi dibandingkan biaya yang terjadi di Sumenep.

Dari hasil analisis SCP, dapat dikatakan bahwa Pasar Komoditas Garam Pamekasan

ini cenderung bersifat pasar persaingan sempurna, dimana terdapat banyak penggaram

yang menghasilkan produk serupa, sehingga tidak memiliki maket power. Adapun wilayah

pemasaran komoditas ini mencakup pasar baik lokal maupun nasional. Sedangkan rantai

pemasaran yang terjadi adalah melalui banyak pengumpul, banyak tengkulak, banyak agen,

beberapa pabrik, bebarapa pedangang besar, dan banyak pengecer.

Nilai investasi untuk bertani garam di Pamekasan dapat dikatakan cukup rendah.

Untuk berusaha dengan luasan 10,000 m2, hanya dibutuhkan investasi dalam asset sebesar

Rp. 15,324,816.-, dan investasi dalam biaya operasional satu tahun sebesar Rp.

18,671,495. Mengingat besarnya permintaan domestik atas komoditas ini, maka sepatutnya

pengembangan usaha komoditas Garam Pamekasan ini dapat diarahkan ke bidang

industrialisasi yang menghasilkan garam dengan kualitas lebih baik.

Page 109: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

95

4.2. Implikasi Kebijakan

Dengan diperolehnya berbagai fakta hasil analisis data seperti yang telah

disimpulkan di bagian terdahulu, maka untuk masing-masing komoditas, agar program

minapolitan dapat bergulir secara berhasil, terdapat berbagai implikasi kebijakan yang

bersifat commodity-specific, yang harus diambil oleh para pengambil keputusan. Di bawah

berikut akan disampaikan secara singkat berbagai kebijakan yang harus disiapkan untuk

masing-masing komoditas.

4.2.1. Lele Kabupaten Bogor

Untuk tujuan peningkatan produksi serta daya saing komoditas Lele di Kabupaten

Bogor, maka perlu kiranya diadakan program peningkatan ketersediaan dan stabilisasi

harga berbagai Input Produksi – terutama input produksi berupa pakan. Peningkatan

ketersediaan input, selain akan mempermudah para pembudidaya untuk memperoleh akses

bagi peningkatan penggunaan input produksi, juga diharapkan akan menginisiasi terjadinya

peningkatan supply input di pasaran, sehingga – ceteris paribus – akan mengakibatkan

terjadinya penurunan harga pasar secara otomatis. Penurunan harga input tersebut

selanjutnya juga akan menjadi faktor yang memperkuat daya saing Komoditas Lele

Kabupaten Bogor. Apabila telah terjadi penurunan harga, maka selanjutnya perlu dilakukan

stabilisasi untuk mempertahankan harga agar tidak terjadi peningkatan kembali.

Untuk tujuan perluasan wilayah pemasaran komoditas ini, maka perlu kiranya

diadakan program bantuan pengiriman ke pasar potensial (Batam). Hal ini dapat dilakukan

melalui pengembangan sebuah lembaga pemasaran yang bertugas memasarkan Komoditas

Lele ke pasar potensial, yang tentunya ditunjang secara finansial oleh pemerintah. Adapun

pada operasionalnya, Lembaga Pemasaran ini akan langsung melakukan pembelian ke

pembudidaya dan memasarkannya ke wilayah pemasaran potensial, sehingga marjin

pemasaran yang terjadi akan mencukupi karena berkurangnya peran para middlemen

(tengkulak, dan Pedagang besar) dalam tataniaga.

Untuk tujuan Investasi dan pengembangan usaha, maka perlu kiranya diadakan

program bantuan investasi, khusus bagi para pelaku yang berminat untuk berusaha di

bidang pembenihan serta pembuatan pakan tambahan di Kabupaten Bogor. Adapun jenis

bantuan yang dapat diberikan dapat berupa pinjaman lunak untuk modal melakukan usaha

di sektor yang berhubungan dengan perikanan, maupun bantuan penyediaan sarana

produksi murah.

Page 110: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

96

4.2.2. Patin Muaro Jambi

Pada dasarnya daya saing komoditas Patin Muaro Jambi di skala nasional relatif

cukup tinggi, sehingga untuk mempertahankan tingginya daya saing tersebut para

pengambil kebijakan tinggal menjaga stabilitas harga input dan faktor produksi agar tidak

mengalami peningkatan harga yang cukup drastis. Akan tetapi terdapat dua hal yang

menjadi permasalahan bagi usaha budidaya Patin di kabupaten Muaro Jambi.

Permasalahan pertama adalah relatif masih tradisionalnya teknologi budidaya sehingga

mengakibatkan terjadinya decreasing return to scale; dan kedua adalah masih terbatasnya

skala pemasaran di pasar lokal dan regional.

Untuk mengatasi permasalah masih tradisionalnya usaha budidaya Patin, maka

perlu dilakukan program pengenalan teknologi serta tata-cara usaha budidaya yang modern

kepada para pembudidaya, serta program bantuan untuk berinvestasi pada sarana yang

modern. Modernisasi usaha budidaya tersebut diharapkan akan mengembalikan posisi

usaha kembali ke keadaan increasing return to scale, serta meningkatkan kualitas produk

sehingga siap untuk dipasarkan secara internasional.

Sumber dari keterbatasan skala pemasaran sebenarnya berada pada rantai

pemasaran yang berlangsung saat ini, dimana hanya terdapat satu orang pedagang besar

yang meskipun memiliki kemampuan untuk mengatur harga, namun juga memiliki

keterbatasan kemampuan permodalan untuk menembus pasar lebih luas. Oleh karena itu,

permasalahan ini harus diatasi melalui pengembangan sebuah lembaga pemasaran yang di

tunjang secara financial oleh pemerintah. Lembaga ini akan langsung membeli produk dari

pembudidaya dan memasarkannya ke berbagai pasar nasional maupun internasional yang

potensial, sehingga dapat mengurangi inefisiensi dari banyaknya campur tangan para

middlemen. Selain itu, diharapkan lembaga ini dapat mengurangi praktek monopsoni yang

selama ini berlangsung di bidang pemasaran Komoditas Patin Kabupaten Muaro Jambi.

4.2.3. Gurame Banyumas

Serupa dengan Komoditas Patin Muaro Jambi, daya saing Komoditas Gurame

Banyumas memiliki daya saing yang cukup baik di tingkat nasional. Sehingga untuk

mempertahankan keunggulan tersebut, maka para pengambil kebijakan cukup melakukan

program stabilisasi harga input dan faktor produksi di Kabupaten Banyumas.

Adapun hal yang menjadi masalah bagi kelangsungan usaha budidaya gurami

kabupaten Banyumas ini adalah perihal terbatasnya skala pemasaran hingga di tingkat lokal

saja, padahal permintaan di tingkat nasional cukup tinggi dan menjanjikan. Sumber dari

permasalahan tersebut adalah adanya praktek monopsoni, serta sistem bayar tunda yang

Page 111: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

97

selama ini berlangsung. Oleh karena itu, agar masalah ini dapat diatasi, maka perlu kiranya

dilakukan program Pengembangan Informasi Pemasaran, Penjaminan Permodalan

Pemasaran, serta pengembangan lembaga pemasaran yang ditunjang penuh secara

finansial oleh pemerintah.

Pengembangan informasi pemasaran diharapkan akan menyediakan informasi yang

dibutuhkan oleh pembudidaya mengenai berbagai pasar potensial serta para penyalur di

lokasi tersebut, sehingga mengurangi ketergantungan para pembudidaya terhadap

pengetahuan pedagang besar (Assimetric Information), dan mengurangi praktek monopsoni.

Selain itu, juga akan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh para penyalur di lokasi

yang potensial mengenai potensi budidaya kabupaten Banyumas.

Penjaminan permodalan pemasaran, diharapkan akan dapat mengurangi resiko

terjadinya kekurangan modal untuk operasional para pembudidaya, sebagai akibat dari

perputaran kas yang cukup lama dari sistem bayar tunda, juga memperluas lokasi

pemasaran komoditas. Melalui penyediaan pinjaman lunak bagi para pedagang, maka

memungkinkan bagi para pembudidaya untuk langsung menerima kas pada saat produk

dibeli, dan para pemasar untuk menyicil pembayaran setelah produk dijual.

Untuk tujuan perluasan wilayah pemasaran, maka perlu juga kiranya dikembangkan

sebuah lembaga pemasaran yang bertugas memasarkan Komoditas Gurame Kabupaten

Banyumas ke pasar nasional yang potensial, yang tentunya ditunjang secara finansial oleh

pemerintah. Adapun pada operasionalnya, Lembaga Pemasaran ini akan langsung

melakukan pembelian ke pembudidaya dan memasarkannya ke wilayah pemasaran

potensial, sehingga marjin pemasaran yang terjadai akan mencukupi karena berkurangnya

peran para middlemen (pengumpul, dan Pedagang besar) dalam tataniaga.

4.2.4. Rumput Laut Kendari

Permasalahan yang dialami oleh usaha budidaya Rumput Laut di Kendari adalah

terjadinya decreasing return to scale, dan daya saing input produksi tradables yang rendah.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi dan daya saing Komoditas ini, maka opsi

yang dihadapi oleh para pengambil keputusan agar terjadi peningkatan produksi dan daya

saing adalah melakukan program modernisasi budidaya, peningkatan ketersediaan dan

stabilisasi harga input produksi di Kendari. Selain itu, cukup memungkinkan bagi komoditas

ini untuk dikembangkan pengolahannya, agar terjadi peningkatan pendapatan masyarakat

pelaku Usaha Budidaya Rumput Laut di Kendari.

Page 112: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

98

4.2.5. Garam Pamekasan

Permasalahan bagi komoditas Garam di Pamekasan adalah rendahnya kualitas

produk dan daya saing, serta tergantungnya usaha terhadap variabel di luar kendali seperti

cuaca. Oleh karena itu, opsi kebijakan yang dihadapi oleh para pengambil keputusan untuk

meningkatkan produksi dan daya saing produk garam Pamekasan adalah dengan

melakukan program modernisasi proses produksi, peningkatan efisiensi faktor produksi dan

investasi riset teknologi yang mengurangi ketergantungan para petambak garam akan

variabel cuaca.

Page 113: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

99

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. B. 1998. Visi Baru Sebuah Pelabuhan. Agrimedia Volume 4 No. 3. ISSN

08538468. (Online). Available at : http://journal.ipb.ac.id/index.php/agrimedia/article/

viewFile/2577/1563. Verified at : 27 Januari 2011.

Anonim. 20101. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014.

Kementarian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Anonim. 20102. Stastistik Ekspor Impor Perikanan Indonesia Tahun 2009. Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Anonim. 2010. The Value Chain. (Online). Available at : (http://www.netmba.com

/strategy/value-chain/. Verified at : 20 Februari 2011.

Anonim. The Value Chain. (http://www.netmba.com /strategy/value-chain/, diunduh tanggal

20 Februari 2011.

Arianto, E. 2008. MEngukur Struktur Industri (Pasar). http://strategika.wordpress.com/

2008/08/04/mengukur-struktur-industri/ diunduh tanggal 25 Februari 2011

Battese, G. E. 1991. Frontier Production Funtions and Technical Effeicieny : A Survey of

Empirical Application in Agricultural Economics. Departemen of Econometrics

University of New England Armidale, Australia.

Chopra, Sunil & Peter Meindl. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning &

Operations, 3rd Edition. Pearson Prentice Hall.

Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Pres – Bogor,

Indonesia. 238 hal.

Daryanto, A. 2010. Minapolitan: Strategi Peningkatan Daya Saing Perikanan Berbasis

Klaster. Artikel Majalah Trobos Edisi Februari 2010

Monke, E.A. & S.R. Pearson. 1989. The Policy Analysis Matrix For Agricultural

Development. http://www.stanford.edu/group/FRI/indonesia/documents/pambook/

pambook.pdf diunduh tanggal 18 Februari 2011

Muslim, E. & G.T. Febriana. 2008. Analisis Industri Hypermarket di Indonesia dengan Aliran

Structure Conduct Performance. Makalah Seminar on Application and Research in

Industrial Technology di Yogyakarta tanggal 27 Agustus 2008.

Page 114: RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, … · 2016. 9. 26. · RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

RISET DAYA SAING PRODUK DAN KARAKTERISTIK PASAR, PENGEMBANGAN USAHA, INVESTASI DAN INDUSTRI PERIKANAN 2011

100

Sukiyono, K. 2004. Analisis Fungsi Produksi dan Efesiensi Teknik : Aplikasi Fungsi Produksi

Frontier Pada Usahatani Cabai di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang

Lebong. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 6 No 2. Hlm 104 – 110. ISSN

1411-0067. (Online). Available at http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/

jurnal/6204104110.pdf . Di unduh pada: 28 Februari 2011.

Syabana, A. 2011. Kawasan Minapolitan Percontohan berbasis Perikanan Tangkap di PPN

Pelabuhan Ratu. (Online). Availabel at : http://akhmadsyahbana.wordpress.com

/2011/01/14/kawasan-minapolitan-percontohan-berbasis-perikanan-tangkap-di-ppn-

palabuhanratu/. Di unduh pada: 25 Januari 2011