12
ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 130 Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya Indonesia Untuk Mencegah Kematian Ibu Sari Viciawati Machdum [email protected] Sofyan Cholid [email protected] Annisah [email protected] Johanna Debora Imelda [email protected] Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Abstrak Kompleksitas budaya dan wilayah di Indonesia membuat pelaksanaan perlindungan sosial menjadi tidak mudah. Para ibu memiliki faktor internal yang membuat mereka belum dapat mengetahui dan/atau bersedia memanfaatkan program perlindungan sosial di bidang kesehatan secara optimal, sehingga Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 yang tidak menurun. Penelitian ini menemukan bahwa ada permasalahan faktor internal yang menjadi kekhasan ibu yang usianya masih muda. Selain mereka terhambat oleh perihal administrasi karena belum cukup usia, ibu yang berumur remaja menjadi rentan karena aspek psikologis-nya yang belum matang. Di tengah kondisi sosial dan budaya yang tidak mendukung, kerentanan terhadap para ibu di usia muda menjadikan mereka berada pada posisi yang semakin lemah. Padahal pertumbuhan dan perkembangan para ibu yang sedang mengandung tidak hanya membutuhkan dukungan untuk kebutuhan fisiknya semata. Aspek psikologis juga penting. Bahkan kedua aspek tersebut dapat memberikan implikasi terhadap kesehatan fisik secara langsung. Dalam kaitannya dengan kerentanan ibu di usia remaja, tataran mikro dalam sistem sosial budaya yang kompleks di Indonesia pun menjadi perhatian yang menentukan. Kata Kunci: Jaminan Kesehatan, Kematian Ibu, Kehamilan Tidak Diinginkan, Perlindungan Sosial, Pemasaran Sosial. Abstract The complexity of culture and territory in Indonesia make social protection implementation challenging. Mothers have internal factors that forbid them to know and intend to use social health protection program so that the maternal mortality rate (MMR) in 2015 did not decrease. This study found that there were particular internal factor problems of the teenage mother. Besides being hampered by the administration because of their age, young mothers became vulnerable because of their immature psychological and emotional aspects. In the midst of unsupportive social and cultural conditions, teenage mothers altered to the weaker position. Whereas the growth and development of mothers who are pregnant not only need support for only physical needs. Psychological and emotional elements are also critical. Even those issues have impacts on physical health directly. Regarding maternal susceptibility in adolescence, the micro level in a complex socio-cultural system in Indonesia becomes essential. Keywords: Health Insurance, Maternal Death, Unwanted Pregnancy, , Social Protection, Social Marketing

Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016130

Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya IndonesiaUntuk Mencegah Kematian Ibu

Sari Viciawati [email protected]

Sofyan [email protected]

[email protected] Debora Imelda

[email protected] Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Abstrak

Kompleksitas budaya dan wilayah di Indonesia membuat pelaksanaan perlindungan sosial menjadi tidak mudah. Para ibu memiliki faktor internal yang membuat mereka belum dapat mengetahui dan/atau bersedia memanfaatkan program perlindungan sosial di bidang kesehatan secara optimal, sehingga Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 yang tidak menurun. Penelitian ini menemukan bahwa ada permasalahan faktor internal yang menjadi kekhasan ibu yang usianya masih muda. Selain mereka terhambat oleh perihal administrasi karena belum cukup usia, ibu yang berumur remaja menjadi rentan karena aspek psikologis-nya yang belum matang. Di tengah kondisi sosial dan budaya yang tidak mendukung, kerentanan terhadap para ibu di usia muda menjadikan mereka berada pada posisi yang semakin lemah. Padahal pertumbuhan dan perkembangan para ibu yang sedang mengandung tidak hanya membutuhkan dukungan untuk kebutuhan fisiknya semata. Aspek psikologis juga penting. Bahkan kedua aspek tersebut dapat memberikan implikasi terhadap kesehatan fisik secara langsung. Dalam kaitannya dengan kerentanan ibu di usia remaja, tataran mikro dalam sistem sosial budaya yang kompleks di Indonesia pun menjadi perhatian yang menentukan.

Kata Kunci: Jaminan Kesehatan, Kematian Ibu, Kehamilan Tidak Diinginkan, Perlindungan Sosial, Pemasaran Sosial.

Abstract

The complexity of culture and territory in Indonesia make social protection implementation challenging. Mothers have internal factors that forbid them to know and intend to use social health protection program so that the maternal mortality rate (MMR) in 2015 did not decrease. This study found that there were particular internal factor problems of the teenage mother. Besides being hampered by the administration because of their age, young mothers became vulnerable because of their immature psychological and emotional aspects. In the midst of unsupportive social and cultural conditions, teenage mothers altered to the weaker position. Whereas the growth and development of mothers who are pregnant not only need support for only physical needs. Psychological and emotional elements are also critical. Even those issues have impacts on physical health directly. Regarding maternal susceptibility in adolescence, the micro level in a complex socio-cultural system in Indonesia becomes essential.

Keywords: Health Insurance, Maternal Death, Unwanted Pregnancy, , Social Protection, Social Marketing

Page 2: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 131

PENDAHULUAN

Su mbe r d aya ma nu sia d i I ndone s ia merupakan salah satu elemen penting dalam proses pembangunan. Tanpa sumber daya yang memadai, kekayaan alam di Indonesia tidak dapat dikembangkan secara optimal untuk kesejahteraan sosial. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (BKKBN, BPS, Kementrian Kesehatan, dan USAID, 2013), Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia telah meningkat sejak 1980 sampai dengan tahun 2012. Namun peningkatan tersebut tidak diiringi oleh kualitas kesehatan penduduk di Indonesia, salah satunya adalah kualitas kesehatan kelompok ibu. Hal ini ditunjukkan oleh Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yang masih dinilai tertinggi se-Asia (BKKBN, BPS, Kementrian Kesehatan, dan USAID, 2013). Angka Kematian ini disebabkan oleh karena kesadaran masyarakat akan kesehatan ibu hamil yang kurang, antar lain minimnya kunjungan ibu hamil ke puskesmas untuk pemeriksaan, perdarahan, hipertensi saat hamil atau eklamsia dan infeksi (BKKBN, BPS, Kementrian Kesehatan, dan USAID, 2013).

Program perlindungan sosial adalah salah satu kegiatan yang diselenggarakan untuk meminimalisasi angka kematian ibu. Asian Development Bank (2011: 7) mendefinisikan perlindungan sosial sebagai “rangkaian kebijakan dan program yang membantu kelompok rentan untuk mencegah, mengurangi dan/atau beradaptasi dengan risiko…”. Perlindungan sosial di Indonesia terdiri dari asistensi sosial dan asuransi sosial. Cook and Pincus (2014) menyebutkan bahwa asistensi sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan standar hidup orang miskin dengan melaksanakan program bantuan uang tunai atau pemberian barang. Sedangkan asuransi sosial adalah program perlindungan terhadap risiko kehilangan dan program tersebut mewajibkan kontribusi anggota untuk membayar iuran untuk kepersertaan program. Di Indonesia, pengembangan program perlindungan sosial telah mengalami restrukturisasi sehingga melibatkan berbagai macam sektor

yang penting untuk mencapai tujuan utamanya: pemenuhan hak dasar penduduk di Indonesia.

Setelah perjalanan panjang, Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia akhirnya menjanjikan sebuah pelayanan yang tidak parsial lagi, termasuk pelayanan di bidang kesehatan (Retnaningsih 2013: 29). Namun latar belakang individu di Indonesia yang kompleks membuat implementasinya tidak mudah. Ada berbagai tantangan dalam meningkatkan kepersertaan masyarakat dalam program perlindungan sosial. Padahal jaminan kesehatan dapat menurunkan risiko terjadinya kematian pada ibu hamil. Apalagi pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat miskin di Indonesia membuat ibu yang sedang hamil menjadi semakin rentan. Apabila mereka tidak memiliki asuransi dan asistensi sosial di bidang kesehatan yang memadai, kualitas hidupnya dapat memburuk.

Implementasi perlindungan sosial di bidang kesehatan di negara berkembang seper t i Indonesia kerap menemui berbagai hambatan. Penanganan yang komprehensif menjadi kebutuhan untuk menangani permasalahan ini. Beberapa permasalahan yang berkontribusi terhadap Angka Kematian Ibu, antara lain pembangunan infrastruktur, pendidikan dan ekonomi, status sosial-ekonomi, geografi dan gender, serta pengeluaran biaya kesehatan (Balarajan, Selvaraj, dan Subramanian 2011; Dingle, Powell-Jackson, dan Goodman 2013). Melalui perlindungan sosial, harapannya adalah aspek pendidikan dan ekonomi, status sosial-ekonomi, serta pengeluaran biaya kesehatan menjadi bukan permasalahan lagi.

Asistensi sosial untuk bidang kesehatan yang dikembangkan di Indonesia antara lain Program Keluarga Harapan (PKH) (World Bank, 2011). Pelaksanaan asistensi sosial pada bidang kesehatan seperti PKH, masih belum optimal (Prakoso dan Handoyo 2016). Sedangkan untuk jaminan kesehatan, pemerintah telah berupaya untuk mengembangan pelayanan yang sistemik melalui program Jaminan Kesehatan Nasional yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004. Menurut Yuningsih (2015: 37), implementasinya masih mendapatkan hambatan sosial dan budaya dari penduduk

Page 3: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016132

Indonesia karena sebuah persepsi bahwa “sakit dan mati adalah takdir yang tak dapat dihindari”. Apabila sikap, nilai dan perilaku, bahkan budaya masyarakat Indonesia tidak mendukung kelancaran program jaminan sosial di bidang kesehatan, maka pihak yang rentan terhadap kasus kematian ibu tetap sulit terjangkau walaupun sistem pelayanan kesehatan telah dikemas sebaik mungkin.

Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa kajian kematian ibu menggunakan perspektif ekologi dan pendekatan kualitatif. Hasilnya lebih mengarah pada pembahasan pada level makro-mezzo. Kajian pada tingkat makro menitikberatkan pada aspek lingkungan dan permasalahan kebudayaan pada kesehatan. Sedangkan penelitian di tingkat mezzo lebih menjelaskan pada kaitan pelayanan sosial dan kesehatan dengan permasalahan kesehatan ibu dan anak(Franco, Álvarez-Dardet, dan Ruiz 2004; Cheng dkk. 2012; Shahabuddin dkk. 2017; Probandari dkk. 2017; Balarajan, Selvaraj, dan Subramanian 2011; Dingle, Powell-Jackson, dan Goodman 2013). Padahal level mikro juga sangat penting sebab konteks di Indonesia yang sangat kaya bila penelitiannya menyelisik dari aspek psikologis setiap individu dalam sebuah sistem dengan kondisi sosial budaya yang ada di sekelilingnya (Fitzpatrick 2005: 145; Hutchinson 2003: 164; Kirst-Ashman dan Hull 2006; Norma dan Sudarso 2007; Andina 2015). Terutama interaksi sub-sistem di tingkat mikro pada ibu dan perempuan usia reproduktif yang masih berusia muda. Oleh Karena permasalahan kesehatan bagi ibu tidak hanya melibatkan level makro, artikel ini menganalisis urgensi dari level mikro yang mengungkapkan bagaimana aspek psikologis dalam pengembangan program perlindungan sosial di bidang kesehatan bagi ibu dan perempuan usia reproduktif berusia di bawah 20 tahun.

Artikel ini merupakan hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dalam penelit ian ini menggunakan wawancara mendalam dan 4-days recall kepada informan kunci (dengan kriteria ibu hamil (31 orang), perempuan usia reproduktif (17 orang)), wawancara mendalam kepada informan pendukung (suami/keluarga dari ibu hamil (3

orang), petugas kesehatan dan Dinas kesehatan setempat (10 orang)), tokoh masyarakat/tokoh agama (6 orang); dan Verbal Autopsy kepada suami/keluarga dari ibu hamil yang meninggal (1 orang). Seluruh informan sejumlah 70 orang.

Pengambilan data juga menggunakan observasi, studi dokumentasi dan Qualitative Geographical Information System (GIS) dengan mempergunakan alat Global Positioning System (GPS). Penggunaan GPS bertujuan untuk dapat menganalisis jarak antara lokasi tempat tinggal ibu hamil dengan lokasi sarana kesehatan, , seperti yang diutarakan oleh Balarajan, Selvaraj, dan Subramanian (2011); Niehof (2014); dan Shahabuddin dkk. 2017 bahwa permasalahan kematian ibu juga terkait dengan perihal geografis dan fasilitas.

Konteks di lokasi penelitian, yaitu Provinsi Jawa Tengah (Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) (Mataram dan Lombok Tengah) tentunya memiliki kekhasannya tersendiri bila dikaitkan dengan permasalahan kematian ibu. Dengan menggunakan studi kasus, penelitian ini tidak membandingkan kasus di setiap lokasi penelitian (Neuman 2014: 42; Thomas dan Myers 2015:15). Pemaparan hasil penelitian dalam artikel ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan kematian ibu di level mikro dalam sistem yang menekankan pada aspek psikologis, serta bagaimana interaksinya dengan level makro-mezzo terutama aspel sosial-budaya.

Kerentanan Perempuan Usia Remaja Dalam Sub-Sistem Mikro Di tengah Sistem Sosial Budaya Indonesia

Berdasarkan perspektif ekologi, penjelasan sederhana sistem sosial budaya adalah satu kesatuan yang terdiri dari berbagai elemen utama: tingkat mikro, mezzo dan makro. Setiap tangka memiliki elemen-elemen tersendiri. Apabila dikaitkan dengan aspek sosial, maka kesatuan sistem yang terdiri dari banyak tingkatan terdiri dari elemen sosial yang membangun sebuah struktur sosial. Elemen tersebut antara lain

Page 4: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 133

berupa lembaga, kelompok sosial, status dan peran (Kornblum dan Julian 2012). Sedangkan sistem budaya dapat merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari keyakinan, nilai, dan symbol (Kornblum dan Julian 2012)

Tingkat Makro, Mezzo dan Mikro dalam perspektif ekologi telah menjadi bahan kajian untuk memperdalam masalah kesehatan, khususnya permasalahan angka kematian ibu (Cheng dkk. 2012; Shahabuddin dkk. 2017; Probandari dkk. 2017). Namun kajiannya lebih pada tataran makro-mezzo dengan menekankan urgensi aspek lingkungan dan politik yang terkait erat dengan permasalahan kematian ibu (Cheng dkk. 2012; Franco, Álvarez-Dardet, dan Ruiz 2004). Pada kajian di level mezzo, salah satu hasil penelitian mengembangkan model yang mengeksplorasi berbagai faktor terkait dengan perilaku pencarian kesehatan ibu-ibu remaja putri di setiap lapisan dalam Social Ecological Model (SEM). Model tersebut memperlihatkan bahwa tataran individu mengandung paling banyak faktor di bandingkan dengan lapisan lainnya, seperti faktor tingkat interpersonal atau keluarga, faktor tingkat komunitas dan sosial, dan faktor tingkat organisasi dan sistem kesehatan. Namun argumentasinya tetap menekankan bahwa keempat tingkat SEM tetap penting (Shahabuddin dkk. 2016; Probandari dkk. 2017), selaras dengan hasil penelitian dari Probandari dkk. (2017) yang menyebutkan permasalahan penting dalam menangani kematian ibu terdiri dari pengetahuan kesehatan pada ibu dan anggota keluarga mengenai perawatan setelah melahirkan, keyakinan dan praktik sosial-budaya dan respon pelayanan kesehatan.

Artikel ini pada dasarnya juga memberikan analisis bahwa setiap domain di dalam model ekologi sosial adalah penting. Namun dalam kaitannya dengan kondisi budaya dan geografis di Indonesia, domain mikro perlu mendapatkan perhatian lebih besar dalam membumikan berbagai kebijakan. Salah satunya kebijakan yang terkait dengan upaya menurunkan angka kematian ibu melalui perlindungan sosial di bidang kesehatan. Perlindungan sosial

di bidang kesehatan bagi ibu hamil sangat penting untuk mengurangi beban pengeluaran di bidang kesehatan yang bisa memberikan beban tambahan bagi keluarga yang tidak mampu. Permasalahannya, pengetahuan, perilaku dan sikap ibu terhadap program perlindungan mengenai kemanfaatan dari program perlindungan sosial (baik asuransi sosial, maupun asistensi sosial) belum memadai. Padahal keberadaan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap program perlindungan sosial sangat berkenaan dengan keputusan Ibu untuk memilih menjadi peserta asuransi sosial atau asistensi sosial.

Perubahan per ilaku terhadap urgensi kepemilikan jaminan kesehatan bukan ihwal mudah. Terutama bila dikaitkan dengan konteks di Indonesia. Karena kemajemukan sistem sosial dan budaya, program perubahan sosial harus menonjolkan domain mikro-nya. Jika pemasaran sosial selama ini telah menilik faktor pengetahuan, sikap, perilaku, nilai, kebiasaan, maka faktor psikologis juga harus jadi perhatian serius. Begitu pula dengan pengembangan kebijakan perlindungan sosial. Para pemangku kepentingan seharusnya tidak hanya memberikan atensi pada permasalahan administratif. Sistem sosial dan budaya akan memberikan dampak tersendiri terhadap aspek psikologis saat berinteraksi dengan individu. Khususnya individu yang memiliki kebutuhan tersendiri seperti ibu atau perempuan usia reproduktif yang masih remaja. Hasil analisis berdasarkan an ecomap framework (Healy 2005:140), menjelaskan permasalahan kerentanan perempuan usia reproduktif yang masih remaja dalam sub sistem mikro di tengah sistem sosial budaya Indonesia dalam menggunakan perlindungan sosial di bidang kesehatan ada dalam skema 1.

Skema 1 menggambarkan bahwa pada dasarnya domain mikro yang terdiri dari individu, keluarga dan komunitas merupakan elemen utama dalam setiap domain sistem, baik tingkat mikro, mezzo maupun makro. Konfigurasi level mezo dan makro merupakan kontribusi kondisi individu yang mengisi setiap

Page 5: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016134

domain tersebut. Keberfungsian dari setiap sub-sistem yang ada di dalam domain terkait dengan keberfungsian individu itu sendiri. Sementara itu, individu juga merupakan elemen khas yang memiliki partikel-partikel tersendiri. Unsur dari individu secara umum terdiri dari aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Keberfungsian individu sangat terkait dengan keberfungsian setiap aspek tersebut. Apabila ada permasalahan di salah satu bagiannya, maka fungsi aspek lainnya akan ikut terganggu. Aspek psikologis sebagai bagian dari keberfungsian individu memiliki kedudukan yang sama dengan aspek lainnya, sehingga keberfungsian psikologis tidak bisa diabaikan dalam bangunan sistem dalam masyarakat yang sangat luas.

Bagian masyarakat yang terdekat dengan individu adalah keluarga dan komunitas. Ibu hamil dan perempuan usia reproduktif melakukan interaksi sosial yang lebih sering dengan kedua bagian yang terdekat tersebut. Dukungan dari keluarga dan komunitas penting

untuk memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dan komunitas, salah satunya adalah Ibu hamil dan perempuan usia reproduktif yang masih remaja. Ibu hamil di usia remaja membutuhkan dukungan dari sub system terdekat karena proses persalinan tidak hanya melibatkan aspek biologis, tetapi juga aspek psikologis, sosial dan spiritual. Apalagi usia remaja, sesuai dengan siklus dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, memiliki karakteristik tersendiri yang membuat mereka perlu mendapatkan atensi tersendiri karena usia remaja merupakan proses transisi dari usia remaja dari usia anak-anak ke usia dewasa. Perubahan fisik, psikologis dan sosial remaja akan menjadi beban bila tidak ada dukungan dari keluarga. Beban tersebut tentu akan bertambah jika mereka mengalami kehamilan tidak diinginkan (Hutchinson 2003: 164; Kirst-Ashman dan Hull 2006; Norma dan Sudarso 2007).

Karakter remaja yang unik membuat mereka rentan terhadap berbagai macam risiko. Terkait

Skema 1. Sekat Kepesertaan Program Perlindungan Sosial bagi Ibu Hamil Remaja(Sumber: Andina 2015; Fitzpatric 2005; Healy 2014; Muadz 2014; Imelda dkk 2015)

Page 6: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 135

dengan kesehatan ibu hamil, salah satu risikonya adalah kematian ibu dan anak. Begitu pula dengan perempuan usia reproduktif yang masih remaja. Jika dukungan keluarga dan komunitas kurang, mereka berisiko untuk mendapatkan berbagai permasalahan. Apalagi remaja masih memiliki keterbatasan untuk mendapat pengetahuan dasar mengenai kesehatan reproduktif. Karena keterbatasan tersebut, remaja memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya hamil di luar pernikahan atau mendapatkan perlakuan salah secara seksual. Beban remaja menjadi semakin berat jika persoalan tersebut terjadi. Tanggungannya tidak hanya terpaut dengan perubahan dan kebutuhan fisik semata. Lebih dari itu, beban juga datang dari aspek sosial dan psikologis. Secara sosial, persepsi dan sikap negatif dari masyarakat akan memberikan label negatif bagi ibu hamil di usial remaja. Label negatif dari masyarakat akan berdampak pada bagaimana ibu hamil di usia remaja mengembangkan konsep dirinya. Jika tidak ada dukungan sosial yang kuat, ibu hamil di usia remaja yang memiliki konsep diri yang negatif akan memunculkan perilaku negatif juga, baik pada dirinya dan janin yang ada di dalam kandungannya.

Pengetahuan dan Kondisi Parokial Remaja sebagai Ibu dan Perempuan Usia Reproduktif

Pengetahuan remaja yang kurang mengenai per ihal kesehatan, ter utama kesehatan reproduktif, bukan berarti promosi kesehatan tidak ada. Promosi kesehatan untuk perempuan usia reproduktif, termasuk usia remaja, dan bagi ibu hamil telah ada. Untuk perempuan usia reproduktif, terutama bagi remaja, pemerintah lokal di Pekalongan telah menyampaikan promosi kesehatan reproduktif bagi remaja di sekolah (Informan H 2015). Sedangkan untuk ibu hamil, pertemuan di tingkat komunitas juga ada (Informan AP 2015). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Informan IM (2015) bahwa mereka telah memiliki program “Desa Siaga”.

Bidan dan Kader yang menjadi informan di Pekalongan juga mengatakan bahwa mereka telah menjalankan sosialisasi dan pelatihan bagi ibu hamil dan perempuan usia produktif mengenai kesehatan reproduktif. Media promosi pun beragam dan tidak hanya melalui pendekatan secara langsung seperti penyuluhan di komunitas, sekolah atau Pusat Kesehatan Masyarakat. Ibu hamil dan perempuan usia reproduktif bisa mendapatkan dari buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan televisi. Informan BM (2015) bahkan mendapatkan informasi kesehatan dengan bertanya pada ahlinya atau dari buku dan koran. Sedangkan informan EF (2015), mendapatkan pengetahuan kesehatan melalui internet.

Pengetahuan informan mengenai pentingnya pola makan yang sehat tidak serta merta mendorong dirinya untuk mengubah perilaku. Misalnya, walaupun informan tahu bahwa dirinya harus makan teratur dan mengkonsumsi sayuran, tapi ia tidak melakukannya. Ia tidak memasukkan sayuran dalam menu makannya dengan alasan bahwa dirinya tidak suka sayuran. Menu keseharian yang biasa disantap pun hanya nasi megono (makanan tradisional yang terbuat dari nasi, cacahan nangka dan parutan kelapa) dan tempe, bahkan sering mengkonsumsi mie instan. Kebiasaan ini tentu tidak hanya berbahaya bagi ibu hamil, tapi juga bagi janin yang ada di dalam kandungan.

Proses perubahan perilaku juga tidak semata-mata terkait dengan pengetahuan dan sikap informan terhadap pola hidup sehat. Kebiasaan yang berasal dari kondisi lingkungan juga menjadi sekat tersendiri dalam mengubah perilaku seseorang. Apalagi di Pekalongan yang masih teguh melaksanakan kebiasaan dan tradisi. Salah satu di antaranya adalah persoalan konsumsi minuman tradisional seperti jamu. Salah seorang informan (Informan AP 2015) mengatakan bahwa ia akan mengkonsumsi jamu sebelum menemui tenaga kesehatan. Walaupun pada akhirnya jamu tersebut tidak menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Tidak hanya perempuan usia reproduktif, ibu hamil juga mengkonsumsi jamu. Informan AN (2015), yang

Page 7: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016136

sedang mengandung mengatakan ia suka minum beras kencur. Selain karena terbiasa, ia juga yakin bahwa jamu tersebut akan membuat dirinya sehat. S (2015) menyampaikan masyarakat tidak hanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu saja. Masyarakat juga memiliki kebiasaan lainnya. Salah satunya ada untuk mengkonsumsi air putih yang tidak dimasak untuk prasayarat dalam doa. Kebiasaan ini muncul karena ada sebuah keyakinan bahwa air putih yang dimasak dipersepsikan sebagai air yang sudah “mati”.

Masyarakat di Pekalongan memang memiliki kebiasaan tersendiri dalam pola makan dan minumnya. Kebiasaan tersebut yang diyakini mampu memberikan khasiat yang baik untuk tubuh mereka. Padahal kebiasaannya seringkali akan memberikan efek tidak baik bagi kesehatan. Misalnya, kebiasaan dalam mengkonsumsi jamu. Walaupun demikian, khusus kebiasaan meminum jamu, pemerintah lokal telah mengelola minuman tradisional dengan mengirimkan tenaga kesehatan di daerahnya mengikuti pelatihan saintifikasi jamu (Informan H 2015), sehingga salah satu kebiasaan masyarakat di Pekalongan menjadi lebih aman bagi kesehatan.

Berbeda dengan Kota dan Kabupaten Pekalongan, informan dari NTB memiliki hambatan lainnya. Walaupun sudah memiliki pengetahuan mengenai pentingnya gizi seimbang, tapi informan mengatakan sulit untuk melaksanakannya karena terhambat oleh faktor ekonomi. Seperti Informan AT (2015) yang mengatakan bahwa dirinya jarang mengkonsumsi vitamin, tapi ia makan secara teratur. Informan Al (2015) menambahkan, “selain makan-minum yang teratur, saya juga makan buah--walaupun jarang. Makan ikan, sayur dan susu, tapi jarang karena tidak ada uang”. Kondisi ini dibenarkan oleh salah satu informan di NTB, BU (2015) mengatakan: Selama saya menjabat sebagai Kepala Dusun hampir 5 Tahun yang biasa menjadi kendala Ibu-ibu adalah masalah ekonomi Rumah tangga mereka karena sebagian besar Buruh Tani (Informan BU 2015).

Beban Sosial dan Psikologis bagi Ibu Hamil Remaja

Kebiasaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat dapat mengarahkan pada kondisi yang positif, termasuk salah satunya bagi kesehatan ibu hamil dan perempuan reproduktif berusia remaja. Misalnya kepercayaan terhadap air mentah yang lebih baik dari pada air matang untuk keperluan memberikan doa kepada yang meminumnya. Jika yang memberikan air mentah masih mempergunakan air mineral dari kemasan atau mata air yang belum tercemar dan higienis, maka tradisi tersebut masih memberikan kebaikan kepada orang yang meminumnya. Permasalahannya menjadi berbeda jika pelaksanaan tradisi dan keyakinan tersebut tidak menyertai pengetahuan kesehatan yang memadai. Kebaikan tradisi hilang karena konteks masa kini telah berbeda.

Pe r uba ha n kont ek s pent i ng d a la m melaksanakan kebiasaan dan tradisi. Saintifikasi jamu merupakan salah satu adaptasi masyarakat dalam menyesuaikan kebiasaan dan tradisi dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Akan tetapi, ketidaksesuaian dengan kebutuhan masih ada. Oleh karenanya, promosi kesehatan sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan terutama bagi ibu hamil dan perempuan reproduktif, yang berusia remaja. Salah satu bidan dan kader di Pekalongan memandang bahwa ibu hamil yang berusia remaja memang berbeda terutama bila kehamilannya tidak diinginkan. Mereka merasa malu jika harus datang ke tempat pelayamam kesehatan.

Ketidaksiapan Remaja untuk Kehamilan yang tidak Diinginkan

Projo dan Natalia (2014) juga mengatakan bahwa pengetahuan mengenai pentingnya perencanaan kehidupan berkeluarga secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku remaja dalam melaksanakan perencanaan kehidupan berkeluarga. Di Kabupaten Pekalongan, kasus kehamilan bukan permasalahan yang asing.

Page 8: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 137

Kasus terjadi pada anak-anak yang berusia 13 tahun dan 15 tahun (Informan FAT 2015). Kehamilan di usia remaja berbahaya karena kehamilan membutuhkan kesiapan yang matang untuk menjalankan masa kehamilan, saat melahirkan dan membesarkan anak.

Salah satu kasus ibu hamil yang meninggal di Kabupaten Pekalongan terjadi pada ibu berusia 19 tahun. Kasus tersebut memperlihatkan kurangnya perencanaan untuk menjalankan masa kehamilan dan kelahiran. Saat hamil, keluarganya mengakui bahwa ibu hamil yang meninggal masih aktif bekerja walau sudah masuk tri semester terakhir. Ibu hamil yang meninggal bekerja di pabrik sehari penuh. Untuk sampai ke tempatnya bekerja, ia mempergunakan motor. Perjalanan yang dilaluinya tidak aman. Sebelum sampai ke jalan raya, mereka harus melalui jalan setapak yang belum beraspal dan berbatu.

Selain itu, pencatatan mengenai masa kehamilan di buku riwayat kehamilannya juga tidak ada. Buku manual dari bidan menjadi tidak berguna. Padahal pencatatan sangat penting untuk mengantisipasi permasalahan pada saat persalinan (Thind dan Banerjee 2004).

Ibu hamil meninggal setelah melahirkan. Keluarga besar dari ibu hamil yang meninggal kini merawat dan membesarkan anaknya. Semua biaya menjadi tanggungan keluarga besar dari ibu yang meninggal. Sedangkan ayah dari anak tersebut tidak bertanggung jawab.

Sikap yang tidak bertanggung jawab menjadi permasalahan yang krusial bagi ibu yang hamil. Informan SP (2015) menyampaikan keluhan dari ibu yang meninggal, bahwa ia merasa takut melahirkan dan khawatir terhadap masa depannya karena suaminya tidak bekerja. Beban psikologis tersebut membesar jika tidak memiliki perlindungan sosial.

Kader di NTB memandang keterbatasan kapasitas aspek psikologis pada ibu hamil memang membuat ibu hamil berusia remaja menjadi semakin rentan. Apalagi bila ibu hamil tidak memiliki jaminan kesehatan, maka permasalahan akan menjadi lebih kompleks.

Sementara itu, kepesertaan dalam program perlindungan sosial bagi orangtua di usia remaja tidak sederhana. Karena permasalahan administratif, ibu hamil di bawah usia 17 tahun kesulitan untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Mereka tidak dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan asistensi dan asuransi sosial. Lebih lagi bila orang tua mereka belum memiliki Kartu Tanda Penduduk. Tokoh masyarakat di NTB (D 2015) mengungkapkan bahwa sebagian besar dari para ibu di wilayah sekitarnya memang tidak memiliki jaminan kesehatan karena mereka malas. Mereka enggan mengurus karena mereka merasa proses pembuatannya harus melalui birokrasi yang berbelit, perlu memiliki akses ke Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan harus membayar.

Jika orang tua yang masih remaja tidak memiliki perlindungan sosial, akan menimbulkan efek negatif terhadap aspek psikologis. Di sisi lain, salah satu faktor penyebab mereka tidak memiliki perlindungan sosial karena aspek psikologis. Permasalahan tersebut memperlihatkan bahwa aspek psikologis adalah elemen penting yang perlu menjadi perhatian mendalam supaya tidak menjadi sekat tebal antara perilaku individu dan sub sistem dalam domain lainnya di luar individu yang sebenarnya bertujuan positif. Sekat berupa beban psikologis tentu tidak mendukung ibu dalam menjalankan kehamilan dan persalinannya. Permasalahan psikologis berupa emosi yang negatif (Haruyama 2011) --terutama pada tahap remaja, menjadi berbahaya karena berefek pada kesehatan tubuh seperti darah tinggi dan pendarahan.

Beban psikologis akan semakin ber tambah pada ibu hamil di usia remaja jika kehamilannya terjadi karena perlakuan salah secara seksual. Kasus ini terjadi di Kabupaten Pekalongan pada anak yang berusia 13 tahun. Korban tidak memiliki pengetahuan mengenai perilaku pedofilia, sehingga dirinya hamil oleh tetangganya sendiri. Setelah mengetahui kehamilannya, tanggungan psikologis menjadi semakin besar apabila sub sistem lain di domain mikro seperti keluarga dan komunitas tidak memberikan dukungan

Page 9: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016138

positif. Apalagi RI (2015) juga menambahkan bahwa dukungan keluarga dan komunitas sangat penting. Apalagi di konteks masyarakat yang membuat ibu hamil sering kali merasa dan tidak nyaman untuk mendapatkan akses layanan kesehatan. Ketidaknyamanan tersebut antara lain karena perempuan memang memiliki pembatasan untuk bepergian. Mereka perlu ada teman (suami atau kerabat) untuk mendampingi ketika keluar rumah.

Elemen Domain Mikro yang Esensial: Komunitas dan Keluarga

Ada berbagai faktor yang menghambat implementasi program perlindungan sosial, baik berupa asistensi sosial maupun asuransi sosial. Upaya untuk mencegah ibu dari keterpurukan jadi sulit. Salah satu sekatnya karena aspek psikologis. Aspek tersebut hanya bisa dijangkau oleh elemen terdekat: komunitas dan keluarga.

Komunitas berperan penting menjaga ibu hamil, termasuk yang berusia remaja. Jika ada ibu hamil remaja, para kader sigap melakukan kunjungan rumah memberikan penyuluhan. Jadi sekat psikologis karena dapat diminimalisasi. Selain penyuluhan, kader juga melakukan pengawasan. Namun dalam prosesnya, kader

menghadapi hambatan karena mereka tidak dapat melakukan pengawasan selama sehari penuh. Keluarga yang memegang kendali utama. Pengetahuan dari kader dan petugas kesehatan menjadi tidak berarti jika tidak ada dukungan keluarga. Jadi perubahan perilaku dari promosi kesehatan harus diperkuat dari peran keluarga.

Selain perubahan perilaku terhadap pola konsumsi gizi yang seimbang, pencegahan kematian ibu juga perlu dukungan keluarga dengan bersikap fleksibel terhadap nilai-nilai yang bisa membahayakan ibu hamil dalam kondisi darurat. Sikap malu untuk bepergian tanpa izin suami atau kerabat bernilai positif. Tapi bila dalam keadaan darurat, sikap tersebut merugikan. Perilaku anggota keluarga perlu diperlunak, misalnya dengan memberikan kelonggaran kepada ibu hamil untuk memeriksakan diri ke petugas kesehatan dan bersalin tanpa harus mendapatkan pendampingan dari suami atau keluarga dekat. Tetangga, kader atau anggota komunitas lain dapat membantu. Risiko ibu hamil yang tinggi akibat penanganan terlambat dapat dihindari jika radius pelayanan antara ibu hamil dengan tempat pelayanan kesehatan jauh seperti pada gambar 1:

Gambar 1 menggambarkan salah satu radius pelayanan antara lokasi kasus kematian ibu

Gambar 1. Jarak Lokasi Kasus Kematian Ibu Hamil di Usia Muda dengan Pelayanan kesehatan

Page 10: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 139

dengan Puskesmas. Jaraknya jauh, padahal lokasinya di Pulau Jawa. Keterbatasan ibu hamil dalam membuat keputusan karena harus mendapatkan izin dari suami atau kerabat dapat berefek negatif. Apalagi bila suami dan kerabat sedang bekerja di luar kota atau melaut. Kelenturan anggota keluarga mempermudah anggota komunitas untuk membantu. Hal ini menandakan bahwa unsur-unsur individu pada anggota keluarga juga perlu berubah dengan melakukan pada aspek psikologis agar kematian ibu yang hamil di usia remaja dapat dihindari.

Penutup

Kondisi ibu hamil meninggal seringkali karena kondisi yang tidak dapat diprediksikan. Dengan demikian, ibu hamil harus mendapatkan atensi khusus. Terutama ibu hamil remaja.

Secara biologis, kerentanan terjadi karena mereka memiliki keterbatasan dalam tubuhnya

yang masih dalam proses transisi dari usia anak-anak ke usia dewasa ditambah dengan minimnya pengetahuan dalam menjaga kesehatan tubuhnya. Permasalahan lain adalah bertambahnya beban mereka karena aspek sosial yang membuat mereka terhambat mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketika permasalahan ini tidak terselesaikan, ibu hamil remaja akan memiliki beban lainnya: beban psikologis. Beban psikologis berbahaya karena berpengaruh terhadap fisik.

Sebelum menolong ibu hamil di usia remaja, aspek psikologis pada individu, keluarga dan komunitas juga harus berubah. Berbagai pelayanan kesehatan akan kesulitan untuk menjangkau ibu hamil remaja jika tidak tidak ada dukungan dari keluarga dan komunitas. Kedua elemen tersebut sangat penting untuk membongkar sekat tebal yang bisa menghambat implementasi program perlindungan sosial.

Daftar Pustaka

Andina, Elga

2015 Layanan Kesehatan Jiwa Dasar Di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam Menuju Indonesia Sehat dan Jaminan Kesehatan Nasional yang Lebih Baik. Sari Viciawati Machdum, eds. Hal. 99 – 126. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.

Asian Development Bank

2011 ADB and Sosial Protection: Challenges and Opportunities. Manila: Asian Development Bank

Balarajan, Yarlini, Selvaraj Selvaraj, and SV Subramanian

2011 Health Care and Equity in India. The Lancet 377(9764): 505–515.

Badan Pusat Statistik.

2012 Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS

BKKBN, BPS, Kementrian Kesehatan, dan USAID

2013 Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: BKKBN Cheng, June J., Corinn

Cook, Sarah, and Jonathan Pincus

2014 Poverty, Inequality and Social Protection in Southeast Asia: An Introduction. Journal of Southeast Asian Economies 31(1). 1545824360. ABI/INFORM Collection; Asian & European Business Collection; Political Science Database; Research Library: 1–17.

Dingle, Antonia, Timothy Powell-Jackson, and Catherine Goodman

2013 A Decade of Improvements in Equity of Access to Reproductive and Maternal Health Services in Cambodia, 2000–2010. International Journal for Equity in Health 12(1): 51.

Page 11: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016140

Fitzpatrick, Tony

2005 New Theories of Welfare. London: Palgrave

Franco, Álvaro, Carlos Álvarez-Dardet, and Maria Teresa Ruiz

2004 Effect of Democracy on Health: Ecological Study. BMJ 329(7480): 1421–1423.

Haruyama, Shigeo

2011 The Miracle of Endorphin: Sehat Mudah Dan Praktis Dengan Hormon Kebahagiaan. Bandung: Mizan Media Utama.

Healy, Karen

2005 Social Work In Context: Creating Framework for Practice. New York: Palgrave Mc Millan

Hutchinson, E.D.

2003 Dimensions of Human Behavior. New Delhi: Sage Publications

Imelda, Johanna Debora, Sari Viciawati Machdum, Sofyan Cholid dan Annisah

2015 Laporan Penelitian. Optimalisasi Sistem Bio-Ekological dalam Usaha Mengurangi Angka Kematian lbu: Participatory Action. Depok: Universitas Indonesia

Indahri, Yulia

2015 Pembangunan Kesehatan Daerah di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam Menuju Indonesia Sehat dan Jaminan Kesehatan Nasional yang lebih baik. Sari Viciawati Machdum, eds. Hal. 63 -98. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.

J. Schuster-Wallace, Susan Watt, Bruce K. Newbold, and Andrew Mente

2012 An Ecological Quantification of the Relationships between Water, Sanitation and Infant, Child, and Maternal Mortality. Environmental Health 11(1): 4.

Kirst-Ashman, Karen K. dan Grafron H. Hull, Jr.

2006 Generalist Practice with Organizations and Communities. Toronto: Thomson Nelson

Kornblum, William, Joseph Julian dan Carolyn D. Smith

2012 Social Problems. Boston: Pearson

Neuman, W. Lawrance

2014 Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. United State of America: Pearson

Niehof, Anke

2014 Traditional Birth Attendants and the Problem of Maternal Mortality in Indonesia. Pacific Affairs 87(4). 1636473792. Asian & European Business Collection; Political Science Database; Research Library; Worldwide Political Science Abstracts: 693–713.

Norma, Siti dan Sudarso

2007 Pranata Keluarga. Dalam Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, eds. Hal. 227 – 239 Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Muadz, M. Husni

2014 Anatomi Sistem Sosial: Rekonstruksi Normalitas, Relasi Intersubyektivitas dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: Institut Pembelajaran Gelar Hidup.

Page 12: Restorasi Tingkat Mikro Dalam Sistem Sosial Budaya

ANTROPOLOGI INDONESIA No. 2 2016 141

Prakoso, Bayu B, dan Pambudi Handoyo

2016 Pola Konsumsi Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gebangmalang Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto 04 (01): 1-9

Probandari, Ari, Akhda Arcita, Kothijah Kothijah, and Eti Poncorini Pamungkasari

2017 Barriers to Utilization of Postnatal Care at Village Level in Klaten District, Central Java Province, Indonesia. BMC Health Services Research 17. 1934603550. ABI/INFORM Collection; Health & Medical Collection. https://search.proquest.com/docview/1934603550?accountid=17242.

Retnaningsih, Hartini

2013 Upaya Penyelenggaraan Jaminan Sosial Di Indonesia. Dalam Jaminan Sosial Di Indonesia. Sari Viciawati Machdum, eds. Hal. 1 – 30. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.

Shahabuddin, Asm, Christiana Nöstlinger, Thérèse Delvaux, dkk.

2017 Exploring Maternal Health Care-Seeking Behavior of Married Adolescent Girls in Bangladesh: A Social-Ecological Approach. PLOS ONE 12(1): e0169109.

Thind, Amardeep, and Kaberi Banerjee

2004 HOME DELIVERIES IN INDONESIA: WHO PROVIDES ASSISTANCE? Journal of Community Health 29(4). 224046039; 15186015. Biological Science Database; Health & Medical Collection; Nursing & Allied Health Database; Psychology Database; Research Library: 285–303.

Thomas, Gary dan Kevin Myers.

2015 The Anatomy of The Case Study. London: Sage

World Bank

2011 Program Keluarga Harapan: Main Findings from The Impact Evaluation of Indoensia’s Pilot Household Conditional Cash Transfer Program.

Yuningsih, Rahmi

2015 Tinjauan Kebijakan Pengintegrasian Jaminan Kesehatan Daerah Ke Dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam Menuju Indonesia Sehat dan Jaminan Kesehatan Nasional yang lebih baik. Sari Viciawati Machdum, eds. Hal. 31 -62. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.