resistensi antibiotila

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hj

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemuknnya obat antibiotik pertama oleh dr. Alexander Fleming pada tahun 1928 yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil mengisolasi senyawa tersebut dari Penicillium chrysogenum syn. P. notanum. Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan perang dunia II di tahun 1941, ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran. Dengan penemuan antibiotika ini membuka sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka kesembuhan yang sangat bermakna. Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Diperkirakan lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dibelanjakan untuk kebutuhan antibiotika. Pemakaian antibiotika secara rasional mutlak menjadi keharusan. Kerasionalan pemakaian antibiotik tersebut meliputi tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek samping obat. Pemakaian antibiotik yang tidak rasional akan menyebabkan munculnya banyak efek samping dan mendorong munculnya bakteri resisten.Salah satu efek samping yang ditakutkan dari antibiotika adalah munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotika tersebut. Munculnya resistensi ini akan merugikan pasien dan beban negara menjadi lebih besar. Sebagai gambaran, pemerintah USA mengeluarkan tambahan 20 milyar USD untuk menanggung biaya kesehatan, 35 milyar USD untuk biaya sosial karena reistensi ini, dan terjadi kematian 2x lebih besar karena resistensi antibiotika ini. Data di Inggris, menyebutkan bahwa seseorang yang menderita resistensi terhadap satu macam antibiotika, menangung biaya sebesar 3,62 pound dibanding jika tidak terjadi resistensi. Data di Indonesia belum ada penelitian yang mengeksplorasi beban yang harus ditanggung pasien maupun negara akibat resistensi ini.Untuk itu sudah menjadi kewajiban seorang dokter untuk dapat menguasai bagaimana penggunaan antibiotika yang benar. Dimulai dengan mengetahui jenis-jenis dari antibiotika dilanjutkan mengetahui mekanisme dan farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan pada akhirnya dapat mengetahui indikasi yang tepat dari obat antibiotika tersebut. Semua ini bertujuan akhir untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam mengobati penyakit sehingga dapat mengurangi kejadian resistensi antibiotika.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui jenis-jenis antibiotika serta farmakokinetik dan farmakodinamik dari masing-masing antibiotikab. Mengetahui mekanisme resistensi dari obat antibiotikac. Mengetahui penggunaan antibiotika yang rasional

BAB IIISI

2.1 DEFINISI

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri. Kata antibiotika berasal dari bahasa yunani yaitu anti (melawan) dan biotikos (cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun 1942 untuk menggambarkan semua senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan dalam tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara steril disalurkan dalam cairan pembiakan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan meningkatkan produksi antibiotikumnya. Setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotikum dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan. Antibiotika semisintesis, yaitu apabila pada persemaian dibubuhi zat-zat pelopor tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasi ke dalam antibiotikum dasarnya. Hasilnya disebut senyawa semisintesis, misalnya penisilin-V. ANtibiotika sintesis tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis tersebut, melainkan dengan sintesa kimiawi, misalnya kloramfenikol.

2.2 KLASIFIKASI ANTIBIOTIKAPenggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik:a. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum.b. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin. c. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli. Tidak efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin), dan beberapa protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan monosiklin. d. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram-positif dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbinya tidak teratur, agak sering menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu paruhnya singkat, maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari. e. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces lincolnensis. Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja lebih sempit daripada makrolida, terutama terhadap kuman gram positif dan anaerob. Berhubung efek sampingnya hebat kini hanya digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotika lain. Contohnya linkomisin. f. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan. Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi. g. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum luas. Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol.

2. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisida. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.

3. Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan -Laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin. b. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol. c. Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek bakteriostatik dan bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin. d. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba. e. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA.

4. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:a. Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas. b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.

5. Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap kuman yaitu: a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, dan eritromisin. b. Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.

2.3 RESISTENSI OBAT ANTIBIOTIKAMikroorganisme dapat menjadi resisten terhadap obat-obat antibiotika karena mekanisme genetik atau nongenetik. Faktor yang mengatur atau yang menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba terhadap antibiotika terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Umumnya organisme yang resisten akan mengalami perubahan genetik kromosom (resistensi kromosomal) atau ekstrakromosom (resistensi ekstrakromosomal), diikuti oleh proses seleksi. Resistensi kromosomal merupakan mutasi spontan elemen genetik yang berbeda secara genetik dari populasi sebelumnya dan ikroba tersebut menjadi resisten dan dapat bertahan terhadap kerja obat, dan dapat meningkatkan populasi yang resisten terhadap obat baru.Resistensi ekstrakromosomal obat juga dapat ditransfer ke mikroba penyebab infeksi lain, dengan memindahkan suatu bagian dai DNA ekstrakomosom yang mengandung informasi mekanisme resistensi. Plasmid (faktor R) yang membawa gen resisten terhadap satu atau beberapa jenis antibiotika yang memiliki suatu mikroba dapat dipindahkan dari suatu generasi ke organisme lain melalui transformasi, transduksi, konjugasi bakteri, atau translokasi. Resistensi silang dapat terjadi antara obat-obat antibiotika, terutama jika ada hubungan kimiawi dan mempunyai mekanisme kerja yang sama.a. Resistensi obat non genetikUntuk bisa bekerja, antimikroba biasanya membutuhkan keadaan dimana bakteri bereplikasi. Karenanya mikroorganisme dengan metabolisme inaktif bersifat resisten terhadap obat. Namun, keturunannya peka secara sempurna. Mikroorganisme dapat kehilangan target spesifik tertentu terhadap obat untuk beberapa generasi sehingga menjadi resisten. Misalnya, organisme yang peka terhadap penisilin mengubah bentuk menjadi L-form yang dinding selnya rusak, akibat pemberian penisilin. Hilangnya dinding sel, berakibat resisten terhadap obat penghambat dinding sel (penisilin, sefalosporin) dan mungkin tetap begitu untuk beberapa generasi. Jika organisme ini kembali pada bentuk semula dengan melakukan pembentukan dinding sel, mereka menjadi peka kembali terhadap penisilin.b. Resistensi obat genetikSebagian besar mikrobia yang resisten terhadap obat muncul akibat perubahan genetik dan dilanjutkan serangkaian proses seleksi oleh obat antimikroba.1. Resistensi kromosomal.Ini terjadi akibat mutasi spontan dalam lokus yang mengontrol kepekaan obat antimikroba yang diberikan. Adanya antimikroba bertindak sebagai mekanisme selektif yakni membunuh bakteri yang peka dan membiarkan tumbuh bakteri yang resisten

2. Resistensi ekstra kromosomalFaktor R adalah kelompok plasmid yang membawa gen resisten terhadap satu atau beberapa obat antimikroba dan logam berat. Gen plasmid untuk resistensi antimikroba mengontrol pembentukan enzim yang mampu merusak antimikroba. Jadi plasmid menentukan resistensi terhadap penisilin dan sefalosporin dengan membawa gen untuk membentuk enzim b-Laktamasec. Resistensi silangMikroorganisme resisten terhadap obat tertentu dan mungkin juga resisten terhadap obat lain yang mempunyai mekanisme sama. Kemiripan antar antimikroba seperti kedekatan struktur kimia (misalnya berbagai macam aminoglikosida) atau yang mempunyai kesamaan ikatan atau mekanisme kerja (misalnya makrolit-linkomisin). Pada obat golongan tertentu, kesamaan terletak pada inti aktif kimiawi (misalnya tetrasiklin) bisa diduga akan sering terjadi resistensi silang.Mikroba dapat menjadi resisten terhadap obat dengan salah satu atau lebih dari mekanisme dibawah ini, yaitu:a. Perubahan enzim yang melumpuhkanDiantara enzim-enzim ini, termasuk pula beta-laktamase (penisilinase) yang menghidrolisis penisilin dan transferase yang melumpuhkan aminoglikosidab. Perubahan struktur reseptor atau molekul targetDalam hal ini, termasuk perubahan komponen ribosoma yang diperlukan dalam interaksi eritromisin dan aminoglikosidac. Perubahan permeabilitas obatTetrasiklin mampu mengakumulasi bakteri yang dapat dipengaruhi, tetapi tidak dapat untuk bakteri yang resisten. Kerjanya mirip aminoglikosida yang dapat ditransfer secara aktif kedalam sel yang dipengaruhi, tetapi tidak dapat kedalam sel yang resistend. Mengubah jalur metabolik membentuk jalan pintas metabolik alternatifHal ini dapat timbul pada bakteri yang resisten terhadap sulfonamida dan fungi yang resisten terhadap flusitosin. Beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamida dapat membentuk asam folat (seperti sel mamalia)e. Mengubah jumlah reseptor obatBeberapa organisme menjadi resisten terhadap trimetoprim dengan menyintesis sejumlah besar enzim dehidrofolat reduktase yang merupakan tujuan dari kerja obatf. Menurunnya afinitas reseptor terhadap obatResistensi terhadap aminoglikosida mungkin berhubungan dengan hilangnya atau adanya perubahan protein spesifik pada ribosom 30S bakterig. Meningkatknya destruksi obatIni merupakan mekanisme utama resistensi terhadap penisilin, aminoglikosid, dan kloramfenikolh. Berkurangnya perubahan obat menjadi bentuk aktifFlusitosin, suatu obat antifungi harus diubah dalam tubuh organisme menjadi fluorurasil, yang selanjutnya dimetabolisme menjadi bentuk aktif dari obat tersebut. Fungi dapat menjadi resisten terhadap flusitosin dnegan memindahkan aktivitas enzim di sepanjang jalur pengaktifan.

2.4 PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA YANG RASIONALKunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten adalah dengan menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional. Pengobatan rasional dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan individunya, untuk waktu yang cukup dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi diri dan komunitasnya. WHO menyatakan bahwa lebih dari setengah penggunaan obat diberikan secara tidak rasional. Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional, antara lain : a. Sesuai dengan indikasi penyakit Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik. b. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit. c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan. d. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu. e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin. Hindari pemberian obat yang kedaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit. f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah. g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat.

BAB IIIKESIMPULAN

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk struktur kimia antibiotik (betalaktam, aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida, linkomisin, kuinolon, kloramfenikol), berdasarkan sifat toksisitas selektif (bakteriostatik dan bakteriosid), berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri (inhibitor dinding sel bakteri, inhibitor sintesis protein bakteri, mengubah permeabilitas membran sel, menghambat sintesa folat, mengganggu sintesis DNA), berdasarkan aktivitasnya (antibiotika spektrum luas, antibiotika spektrum smepit), berdasarkan daya hambat antibiotika (time dependent killing, concentration dependent killing) Mikroorganisme dapat menjadi resisten terhadap obat-obat antibiotika karena mekanisme genetik, nongenetik atau reaksi silang Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten adalah dengan menggunakan antibiotika secara tepat dan rasional

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjay, T.H. Rahardja Kirana. 2002. Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, 5:63-662. WHO. 2003. Drug And Therapeutic Committees; A Practical Guide, Department of Essential Drugs and Medicines Policy Geneva, Switzerland3. APUA, 2010, antibiotic-resistant infection cost the U.S. health care system over $20 billion each year, diambil desember 2015 dari www.apua.org4. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 46:600-6051