19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme telah menjadi bagian dari lingkungan manusia. Mikroorganisme tersebar luas baik pada lingkungan bersuhu tinggi dan rendah, pada sebagian besar makanan dan minuman, maupun ada di dalam dan permukaan tubuh manusia (Ibrahim, 2007). Mikroorganisme yang bersifat patogen dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dan sangat merugikan, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Usaha manusia dalam mengatasi berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen salah satunya adalah dengan mengembangkan senyawa antibiotik. Antibiotik merupakan zat-zat atau senyawa kimia yang berasal dari satu mikrooranisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (Ibrahim, 2007). Umumnya suatu jenis antibiotik mempunyai spesifikasi dalam menghambat atau membunuh suatu mikroorganisme. Ada beberapa bakteri yang resisten, dan ada juga yang sensitif terhadap suatu antibiotik tertentu. Kondisi ini bergantung pada jenis dan kadar antibiotik, lamanya antibiotik berinteraksi dengan mikroorganisme, serta kekuatan zat aktif dari antibiotik tersebut (Sjabana, 2005). Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali telah menyebabkan terjadinya efek samping yang sangat membahayakan, yaitu menyebabkan bakteri-bakteri tertentu menjadi tahan atau resisten terhadap antibiotik. Bakteri yang mengalami resistensi terhadap suatu antibiotik memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih rentan. Bakteri yang rentan atau sensitif dapat dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotik, menghasilkan suatu tekanan selektif terhadap bakteri lain yang 1

Laporan Uji Resistensi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Uji Resistensi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikroorganisme telah menjadi bagian dari lingkungan manusia. Mikroorganisme

tersebar luas baik pada lingkungan bersuhu tinggi dan rendah, pada sebagian besar

makanan dan minuman, maupun ada di dalam dan permukaan tubuh manusia (Ibrahim,

2007). Mikroorganisme yang bersifat patogen dapat menyebabkan berbagai macam

penyakit dan sangat merugikan, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Usaha

manusia dalam mengatasi berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme patogen salah satunya adalah dengan mengembangkan senyawa

antibiotik.

Antibiotik merupakan zat-zat atau senyawa kimia yang berasal dari satu

mikrooranisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme

lain (Ibrahim, 2007). Umumnya suatu jenis antibiotik mempunyai spesifikasi dalam

menghambat atau membunuh suatu mikroorganisme. Ada beberapa bakteri yang

resisten, dan ada juga yang sensitif terhadap suatu antibiotik tertentu. Kondisi ini

bergantung pada jenis dan kadar antibiotik, lamanya antibiotik berinteraksi dengan

mikroorganisme, serta kekuatan zat aktif dari antibiotik tersebut (Sjabana, 2005).

Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali telah menyebabkan terjadinya efek samping

yang sangat membahayakan, yaitu menyebabkan bakteri-bakteri tertentu menjadi tahan

atau resisten terhadap antibiotik.

Bakteri yang mengalami resistensi terhadap suatu antibiotik memiliki kesempatan

yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih rentan. Bakteri

yang rentan atau sensitif dapat dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotik,

menghasilkan suatu tekanan selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup

untuk menciptakan turunan yang resisten terhadap antibiotik (Haryadi, 2011).

Efektivitas suatu antibiotik dapat ditentukan dengan mengetahui tingkat resistensi

bakteri tertentu terhadap antibiotik. Tingkat resistensi dapat ditentukan melalui uji Kirby-

Bauer. Metode ini menggunakan paper disk yang telah mengandung antibiotik dengan

beberapa kadar tertentu dan diletakkan pada media agar tempat mikroorganisme

tumbuh, sehingga antibiotik akan berdifusi pada media tersebut. Zona bening

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antibiotik pada

permukaan media agar. Zona bening yang terbentuk pada permukaan media agar

akibat hambatan antibiotik sulfametoksazol dalam uji resistensi bakteri terhadap

antibiotik menggunakan metode Kirby-Bauer adalah sebesar 14,3 mm, antibiotik

1

Page 2: Laporan Uji Resistensi

ampisillin sebesar 0 mm, antibiotik amoksisilin sebesar 0,1 mm, dan gentamisir sebesar

4,1 mm (Haryadi, 2011).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dilakukan suatu

percobaan mengenai uji resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik. Antibiotik yang

digunakan dalam percobaan ini adalah amoxillin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu

Bagaimana efektivitas antibiotik amoxillin terhadap pertumbuhan bakteri?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari percobaan ini, yaitu untuk mengetahui

efektivitas antibiotik amoxillin terhadap pertumbuhan bakteri.

D. Manfaat

Manfaat percobaan ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat resistensi bakteri yang diuji terhadap antibiotik amoxillin

2. Untuk mengetahui jenis antibiotik yang paling efektif menghambat pertumbuhan

bakteri yang diuji.

2

Page 3: Laporan Uji Resistensi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bakteri

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik yang memiliki informasi

genetik berupa DNA, tetapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus), dan tidak

memiliki membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut

nukleoid. DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja.

Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang

berbentuk kecil dan sirkuler (Yulika, 2009).

B. Antibiotik

Antibiotik adalah suatu substansi antimikrobia yang diperoleh atau dibentuk, dan

dihasilkan oleh mikroorganisme yang memiliki daya hambat dan mencegah

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain walau dalam jumlah yang sedikit

(Pututkunco, 2003). Antibiotik diperoleh dari hasil isolasi senyawa kimia tertentu yang

berasal dari mikroorganisme seperti jamur, dan bakteri. Beribu-ribu antibiotik telah

ditemukan, tetapi tidak semua dapat digunakan dalam pengobatan. Penyebabnya

adalah bakteri mengalami mutasi yang terjadi akibat pengobatan tidak dilakukan dengan

semestinya (Indan, E. dalam Pututkunco, 2003).

Satu jenis antibiotik biasanya hanya ampuh untuk satu kelompok bakteri tertentu,

tetapi tidak untuk bakteri yang lain, dan ada juga antibiotik yang dapat membunuh

berbagai kelompok bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan dosis atau

takarannya dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada bakteri, artinya antibiotik

yang dipakai menjadi tidak ampuh lagi, sehingga bakteri menjadi resisten/kebal

terhadap antibiotik tersebut (Pututkunco, 2003).

Berdasarkan sifatnya, antibiotik terdiri atas bakterisid dan bakteriostatik. Bakterisid

adalah antibiotik yang dapat membunuh bakteri dan bersifat menetap ( irreversible),

sedangkan bakteriostatik adalah antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri dan

bersifat sementara (reversible). Antibiotik yang termasuk bakteriostatik misalnya

sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin,

asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. Antibiotik yang tergolong bakterisid, misalnya

penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid

dan lain-lain (Yulika, 2009).

Menurut Murray dalam Pututkunco (2003), daya kerja antibiotik dapat

dikategorikan menjadi empat cara, yaitu:

3

Page 4: Laporan Uji Resistensi

1. Hambatan sintetis dinding sel. Obat-obat antibiotik yang mempunyai daya kerja

menghambat sintetis dinding sel dari mikrobia terutama bakteri, diantaranya

adalah basitrasin, sefalosporin, penisilin, ristoferin, dan vankomisin.

2. Hambatan fungsi dari selaput sel, diantaranya adalah amfoterisin b, kolistin,

nistatin, dan polimiksin.

3. Hambatan sintetis protein, diantaranya adalah khlorampenikol, erythromisin

linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, amikasin, neomisin, netilmisin,

streptomisin, dan tobramisin

4. Hambatan sintetis asam nukleat, antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini

adalah asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, sulfonamid, trimetoprin, dan

rifampin

C. Uji Resistensi Mikroorganisme

Uji resistensi merupakan tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu

bakteri terhadap antibiotik. Uji resistensi bertujuan untuk mengetahui daya kerja atau

efektivitas dari suatu antibiotik dalam membunuh bakteri (Pudjarwoto, dalam

Pututkunco, 2003). Metode Kirby Bauer adalah uji resistensi dengan metode difusi agar

menggunakan teknik disc diffusion (Pudjarwoto, dalam Pututkunco, 2003).

Mikroorganisme dikatakan sensitif dengan antibiotik apabila terbentuk zona bening pada

daerah dekat disc yang besar, dan dikatakan resisten bila tidak terbentuk zona bening.

Gambar 2.1. Zona hambat/zona bening (Sjabana, 2005)

Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya resistensi bakteri, yaitu faktor primer

yang meliputi penggunaan agen antibiotik, munculnya strain bakteri yang resisten

terhadap antibiotik, dan penyebaran strain bakteri resisten tersebut ke bakteri lain.

Lokasi infeksi, kemampuan antibiotik mencapai organ target infeksi sesuai dengan

konsentrasi terapi, dan ekologi lingkungan juga merupakan faktor-faktor yang perlu

diperhatikan. Penggunaan antibiotik secara berlebihan, memiliki andil besar dalam

peningkatan resistensi terhadap antibiotik (Yulika, 2009).

Menurut Sjabana (2005) timbulnya resistensi pada suatu strain mikroba terhadap

suatu antibiotik terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut:

1. Mikroba mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotik

4

Page 5: Laporan Uji Resistensi

2. Mikroba mensintesis enzim baru untuk menggantikan enzim inaktivator atau

penghancur antibiotik yang dihambat kerjanya

3. Mikroba meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif

terhadap antibiotik

4. Mikroba membentuk jalan metabolisme baru

5. Permeabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antibiotika

6. Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba

D. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Penisilin

Bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang disebut dinding sel dan peptidoglikan

yang melindungi membran sitoplasma di bawahnya terhadap gangguan baik osmotik

maupun mekanik. Kondisi ini menyebabkan setiap zat yang mampu merusak atau

mencegah sintesis dinding sel, akan menyebabkan gangguan terhadap bakteri. Diantara

antibiotik yang mempengaruhi dinding sel adalah penisilin (Yulika, 2009).

Semua penisilin mempunyai struktur dasar yang sama, yaitu terdapat cincin

tiazolidin melekat pada cincin β-laktam, yang membawa gugus amino sekunder. Radikal

asam dapat dilekatkan pada gugus amino dan dipisahkan dari gugus amino oleh bakteri

atau amidase lainnya. Interaksi struktur inti asam 6-aminopenisilinat penting untuk

aktivitas biologik molekul. Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang

diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin

akan menghasilkan efek bakterisid (Yulika, 2009).

Gambar 2.2. Struktur Penicillin (Sjabana, 2005)

Menurut Yulika (2009), mekanisme kerja antibiotik penisilin (β-laktam) dapat

diringkas dengan urutan sebagai berikut:

1. Obat bergabung dengan ikatan penisilin protein yang terdapat pada bakteri

yang memproduksi enzim yang berfungsi sebagai katalis tahap terakhir pada

biosintesis dinding sel yang baru.

2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transpeptidasi

antara rantai peptidoglikan terganggu dan terjadi aktivasi enzim proteolitik

pada dinding sel.

5

Page 6: Laporan Uji Resistensi

E. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Tetrasiklin

Tetrasiklin berikatan dengan ribosom sub unit 30S mikroba. Tetrasiklin menghambat

sintesis protein dengan memblokir penambahan aminoacyl-tRNA. Tetrasiklin kemudian

mencegah masuknya asam amino baru ke rantai peptida yang mulai memanjang. Cara

kerjanya bersifat menghambat dan reversibel jika obat dihilangkan (Yulika, 2009).

Bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom.

Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifikasi fungsinya

berbeda, hal ini menjelaskan mengapa antimikroba tidak dapat mempegaruhi ribosom

mamalia (Yulika, 2009).

F. Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Quinolon

Bentuk double helix DNA harus dipisahkan menjadi dua rantai DNA pada saat akan

berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan

terjadinya puntiran berlebihan (overwinding) pada double helix DNA sebelum titik pisah.

Hambatan mekanik ini dapat diatasi bakteri dengan bantuan enzim DNA girase

(topoisomerase II) yang kerjanya menimbulkan negative supercoiling. Golongan

Quinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada bakteri, sehingga terjadi gangguan

dalam proses replikasi dan transkripsi. Mekanisme tersebut menyebabkan antibiotik

golongan ini akan menghambat replikasi DNA (Yulika, 2009).

G. Amoxillin

Amoxillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin. Amoxillin

merupakan nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub golongan

amoxicilin, yaitu amoxicilin trihidrat. Amoxillin mempunyai sifat bakterisida yang normal

seperti Penisilin tetapi disebut antibiotika berspektrum luas karena penisilin ini efektif

terhadap banyak bakteri baik gram negatif maupun gram positif. Amoxillin bersifat

bakterisida, yaitu mencegah pembentukan ikatan silang pada pembentukan

peptidoglikan yang merupakan senyawa penyusun dinding sel (Fellana dan

Rusdaningrum, 2012).

Cara kerja antibiotik ini dalam membunuh bakteri yaitu tidak secara langsung,

namun dengan cara mencegah bakteri membentuk kapsul. Kapsul ini menyelubungi

seluruh bagian bakteri yang akan melindunginya dari keadaan-keadaan yang dapat

membunuhnya, misalnya sel antibodi dari orang yang diinfeksinya atau yang lainnya.

Bakteri yang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan akan diam saja (pasif) di

dalam kapsulnya, namun ketika keadaan tubuh inang melemah maka bakteri akan

bangun dan mulai beraktifitas kembali. Kegagalan bakteri membentuk kapsul maka

bakteri tidak dapat bertahan lama dalam tubuh inangnya sehingga akan mati (Isa, 2011).

6

Page 7: Laporan Uji Resistensi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum Uji Resistensi dilaksanakan pada tanggal 4 dan 5 April 2013 di

Laboratorium Mikroboilogi Dasar, Gedung C9 Jurusan Biologi, FMIPA, UNESA. Tanggal

4 April melakukan peremajaan/sub-culture bakteri uji yang akan digunakan pada media

taoge agar, sedangkan pelaksanaan praktikum uji resistensi dilaksanakan pada tanggal

5 April 2013.

B. Alat dan Bahan

1. Alat:

a. Mortar dan alu 1 buah

b. Pembakar spirtus 1 buah

c. Cawan Petri 2 buah

d. Tabung reaksi 1 buah

e. Beakker glass 1 buah

f. Spet volume 10 ml 1 buah

g. Spet volume 1 ml 1 buah

h. Paper disc diameter 0,5 cm 10 lembar

i. Inkubator 1 buah

j. Vortex 1 buah

2. Bahan:

a. Antibiotik amoxillin 500 mg bentuk serbuk di dalam kapsul 1 butir

b. Kultur bakteri umur 24 jam

c. Media tauge cair

d. Media tauge cair

e. Alkohol 70 %

f. Akuades

C. Metode

Hari pertama:

1. Melakukan peremajaan/sub-culture bakteri uji yang digunakan pada media tauge

cair dengan teknik aseptik

2. Inkubasi kultur bakteri pada media tauge cair selama 24 jam pada suhu 28-300C.

7

Page 8: Laporan Uji Resistensi

Hari Kedua:

1. Kultur bakter yang akan digunakan divortex terlebih dahulu selama 1-2 menit.

2. Mengambil 1 ml kultur bakteri, kemudian memasukkannya ke dalam cawan petri

steril (secara duplo) menggunakan spet volume 1 ml.

3. Menuangkan media tauge agar ke dalam cawan petri tersebut, kemudian

menghomogenkannya.

4. Menyiapkan antibiotik dengan konsentrasi 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 5 mg/ml

dengan langkah:

a. Melarutkan serbuk antibiotik 500 mg dengan akuades 10 ml, sehingga

konsentrasinya menjadi 50mg/ml

b. Mengambil dan membuang 5 ml larutan antibiotik konsentrasi 50 mg/ml,

kemudian memasukkan 5 ml akuades ke dalam larutan tersebut, sehingga

konsentrasinya menjadi 25 mg/ml.

c. Mengambil dan membuang 8 ml larutan antibiotik konsentrasi 25 mg/ml,

kemudian memasukkan 8 ml akuades ke dalam larutan tersebut, sehingga

konsentrasinya menjadi 5 mg/ml.

5. Merendam guntingan paper disk dengan diameter 0,5 cm ke dalam setiap

konsentrasi larutan antibiotic selama 1-2 menit. Setiap konsentrasi antibiotik

dimasukkan 3-5 paper disk, kemudian dikeringanginkan.

6. Meletakkan paper disk yang telah direndam dalam antibiotik dan dikeringanginkan

di atas media tauge agar yang telah ditanami bakteri uji. Memberi label di bagian

luar cawan agar tidak tertukar

7. Menginkubasi selama 24-48 jam pada suhu 28-300C.

8. Mengamati zona hambat/zona bening yang terbentuk, kemudian mengukur

diameternya (pada hari selanjutnya).

8

Page 9: Laporan Uji Resistensi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Tabel 4.1. Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik Amoxillin

Konsentrasi

Antibiotik

(mg/ml)

Diameter Zona Hambat (mm/cm)

Cawan 1 Cawan 2

50 Tidak terbentuk zona bening Tidak terbentuk zona bening

25 Tidak terbentuk zona bening Tidak terbentuk zona bening

5 Tidak terbentuk zona bening Tidak terbentuk zona bening

Keterangan : Diameter paper disk = 0,5 cm

B. Analisis Data

Berdasarkan hasil data tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa baik cawan 1

maupun cawan 2 tidak terbentuk zona hambat atau zona bening pada media tauge

agar, tempat dimana paper disk yang telah mengandung antibiotik amoxillin

berkonsentrasi 50 mg/l, 25 mg/l, dan 5 mg/l diletakkan. Biakan bakteri yang diuji dalam

percobaan ini memiliki ciri-ciri, berbentuk coccus, susunan diplococcus, gram negatif

dan immotil. Data tersebut menunjukkan pada uji resistensi yang menggunakan bakteri

dengan ciri-ciri bentuk coccus, susunan diplococcus, gram negatif dan immotil resisten

terhadap antibiotik Amoxillin.

C. PEMBAHASAN

Uji resistensi bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu antibiotik

terhadap suatu bakteri. Antibiotik yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu amoxillin

dengan berat 500 mg. Bakteri yang digunakan memiliki ciri-ciri bentuk coccus, susunan

diplococcus, gram negatif dan immotil. Uji resistensi yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa tidak terbentuk zona bening pada bakteri, baik dengan konsentrasi amoxillin 50

mg/l, 25 mg/l, dan 5 mg/l. Zona bening yang tidak terbentuk baik pada bakteri di cawan

petri pertama, maupun bakteri di cawan petri kedua mengindikasikan bahwa bakteri

tersebut resisten terhadap antibiotik amoxillin, artinya antibiotik amoxillin tidak bekerja

secara efektif terhadap bakteri tersebut.

Amoxillin tidak membunuh bakteri secara langsung, tetapi dengan cara mencegah

bakteri membentuk kapsul, sebuah lapisan yang melekat di seluruh tubuh. Kapsul ini

9

Page 10: Laporan Uji Resistensi

berfungsi vital bagi bakteri, yaitu untuk melindungi bakteri dari perubahan lingkungan

dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai-berai (Fellana dan Rusdaningrum, 2012).

Bakteri yang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan akan diam saja (pasif) di

dalam kapsulnya, namun ketika keadaan tubuh inang melemah maka bakteri akan

bangun dan mulai beraktifitas kembali. Kegagalan bakteri membentuk kapsul

mengakibtakan bakteri tidak dapat bertahan lama dalam tubuh inangnya sehingga akan

mati (Isa, 2011). Amoxillin juga bersifat bakterisida dengan menghambat hubungan

silang antara rantai-rantai polimer linier peptidoglikan yang membentuk komponen

utama dari kapsul bakteri (Fellana dan Rusdaningrum, 2012).

Amoxillin efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram

negatif yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxillin, diantaranya

Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H influenzas,

E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin kurang efefktif terhadap species Shigella dan bakteri

penghasil β-laktamase (Fellana dan Rusdaningrum, 2012). Percobaan ini membuktikan

bahwa amoxillin tidak efektif membunuh bakteri dengan ciri berbentuk coccus, susunan

diplococcus, gram negatif dan immotil.

Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik tertentu karena tiap-tiap

antibiotik mempunyai efektivitas yang berbeda dalam membunuh bakteri tertentu.

Bakteri dapat resisten terhadap antibiotik tertentu disebabkan oleh faktor non-genetik

dan faktor genetik, yang terdiri atas resistensi kromosal dan resistensi ekstrakromosal

(Wibowo, 2010).

Resistensi non-genetik merupakan suatu keadaan bakteri pada stadium istirahat,

sehingga bakteri tidak peka terhadap antibiotik. Antibiotik bekerja untuk membunuh

bakteri pada saat bakteri aktif dalam melakukan pembelahan, sehingga populasi bakteri

yang tidak berada pada fase pembelahan akan relatif resisten terhadap antibiotik

tersebut. Resistensi non-genetik umumnya terjadi karena perubahan pada pertahanan

tubuh bakteri itu sendiri atau perubahan struktur bakteri sehingga tidak sesuai lagi

sebagai target antibiotik.

Resistensi genetik yaitu suatu keadaan mikroorganisme yang semula peka

terhadap suatu antibiotik pada suatu saat dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak

peka atau memerlukan konsentrasi yang lebih besar. Perubahan ini terjadi karena gen

bakteri mendapatkan elemen genetik yang terbawa sifat resistensi, yaitu perubahan

genetik yang meliputi perubahan kromosom maupun ekstra kromosom.

Bakteri dapat bersifat resisten terhadap antibiotik juga dapat disebabkan oleh

bakteri yang membentuk jalan metabolisme baru dengan meningkatkan sintesis

metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif terhadap antibiotik (Sjabana, 2005).

10

Page 11: Laporan Uji Resistensi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan suatu simpulan, yaitu

antibiotik amoxillin tidak bekerja secara efektif dalam membunuh bakteri yang memiliki

ciri-ciri bentuk coccus, susunan diplococcus, gram negatif dan immotil, dikarenakan

bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik Amoxillin, baik dengan konsentrasi 50 mg/l,

25 mg/l, dan 5 mg/l.

B. Saran

1. Proses pembuatan konsentrasi antibiotik sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan

cermat agar takaran yang diperlukan dan digunakan tepat.

2. Menghomogenkan suspensi bakteri dalam media tauge cair dengan cara divortex,

sangat penting untuk dilakukan

3. Menghomogenkan suspensi bakteri dengan media tauge agar menggunakan

gerakan angka delapan harus dilakukan dengan hati-hati, serta memastikan

suspensi bakteri telah tercampur rata

11

Page 12: Laporan Uji Resistensi

DAFTAR PUSTAKA

Fellana, AF dan Rusdaningrum, A. 2012. Amoxicillim dalam Obat Antibiotik Amoxicillin.

Diakses pada tanggal 11 April 2013 pukul 03.32 dari

http://fentafellana.wordpress.com/amoxicillin-dalam-obat-antibiotik-amoxicillin/

Haryadi, R. 2011. Uji Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotika Menggunakan Metode Difusi.

Diakses pada tanggal 9 April 2013 dari http://bismillahdodbest.wordpress.com

/2012/03/26/uji-resistensi-bakteri-terhadap-antibiotika-menggunakan-metode-difusi/

Ibrahim, M. 2007. MIKROBIOLOGI: Prinsip dan Aplikasi. Surabaya: Unesa University Press

Isa, N. 2011. Manfaat dan Efek Samping Amoxicillin. Diakses pada 6 April 2013 pukul 19.38

dari http://pusatmedis.com/manfaat-dan-efek-samping-amoxicillin_610.htm

Pututkunco. 2003. Antibiotik. Diakses pada 6 April 2013 pukul 19.25 dari

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1 /107/jtptunimus-gdl-pututkunco-5305-2-bab2.pdf

Sjabana, D. 2005. Antibiotik. Diakses pada tanggal 9 April 2013 dari http://www.fk.unair.

ac.id/pdfiles/Antibiotik%20Farmasi%20UA2005%20sesi1%20print.pdf

Wibowo, MS. 2010. Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikroobiologi. Diakses pada

tanggal 9 April 2013 dari http://download.fa.itb.ac.id/filenya/Handout%20Kuliah

/Mikrobiologi%20Analisis%20(FK3207)/Uji%20Potensi%20Antibiotik.pdf

Yulika. 2009. Diakses pada 6 April 2013 pukul 19.21 dari http://lontar.ui.ac.id/file?

file=digital /123049-S09076fk-Pola%20resistensi-Literatur.pdf

12

Page 13: Laporan Uji Resistensi

LAMPIRAN

13

Perendaman Paper disk ke dalam berbagai konsentrasi antibiotik amoxillin

Paper disk yang telah direndam dengan antibiotik, dikeringanginkan di dalam plastik dan didekatkan dengan api

Memasukkan 1 ml kultur bakteri ke dalam cawan petri secara duplo

Menuangkan media tauge agar ke dalam cawan petri yang telah terdapat bakteri

Zona bening tidak terbentuk pada cawan petri 1

Zona bening tidak terbentuk pada cawan petri 2