33
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian fase yang dilewati manusia selama masa perkembangannya, masa remaja merupakan fase yang paling menarik untuk dikaji. Harold Alberty (1957) mengatakan bahwa masa remaja adalah periode perkembangan seseorang dengan berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan masa awal dewasa, maka dari itu pada masa remaja tranformasi seseorang dari masa kanak-kanaknya yang jauh dari tanggung jawab dan di masa dewasanya dituntut tanggung jawab atas segala tindakannya. Pada masa perkembangan ini, remaja mulai merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan tidak suka jika belum diakui kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam dirinya, kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Remaja juga sangat tertarik kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang pesat. Di sisi lain, kehidupan remaja sangat kompleks dengan berbagai kreatifitas dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru, baik dalam bidang pergaulan maupun intelektual. Olehnya itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat, minat serta keinginan berprestasi dapat diwujudkan. Pendidikan merupakan wadah bagi para (pendidik) dengan rencana dan program yang terkendali untuk menyiapkan remaja melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dengan pendidikan itulah, remaja

Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

psikologi perkembangan remaja, remaja pendidikan dan sekolah. dunia remaja. psikologi. life spent

Citation preview

Page 1: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari sekian fase yang dilewati manusia selama masa perkembangannya, masa remaja merupakan fase yang paling menarik untuk dikaji. Harold Alberty (1957) mengatakan bahwa masa remaja adalah periode perkembangan seseorang dengan berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan masa awal dewasa, maka dari itu pada masa remaja tranformasi seseorang dari masa kanak-kanaknya yang jauh dari tanggung jawab dan di masa dewasanya dituntut tanggung jawab atas segala tindakannya.

Pada masa perkembangan ini, remaja mulai merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan tidak suka jika belum diakui kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam dirinya, kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Remaja juga sangat tertarik kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang pesat. Di sisi lain, kehidupan remaja sangat kompleks dengan berbagai kreatifitas dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru, baik dalam bidang pergaulan maupun intelektual. Olehnya itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat, minat serta keinginan berprestasi dapat diwujudkan.

Pendidikan merupakan wadah bagi para (pendidik) dengan rencana dan program yang terkendali untuk menyiapkan remaja melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dengan pendidikan itulah, remaja mengeksplor segala potensi yang dimilikinya melalui alat atau media pendidikan. Sehingga remaja mampu menemukan aktivitasnya sendiri dan menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik pendidikan selama remaja?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan pada masa remaja?

3. Bagaimana peranan pendidikan terhadap tugas-tugas perkembangan remaja?

Page 2: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

2

4. Apa fungsi sekolah bagi remaja?

5. Bagaimana proses transisi di masa sekolah?

6. Bagaimana tahap-tahap perkembangan karier remaja?

7. Faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan dan pengembangan karier remaja?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan selama remaja

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan pada masa remaja

3. Untuk mengetahui dan memahami peranan pendidikan terhadap tugas-tugas perkembangan remaja

4. Untuk mengetahui fungsi sekolah bagi remaja

5. Untuk mengetahui proses transisi di masa sekolah

6. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan karier remaja

7. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan pengembangan karier remaja

Page 3: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendidikan

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran.

Tujuan pendidikan juga disebut dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3, yaitu “Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungg jawab.

B. Karakteristik Pendidikan Remaja

Proses belajar akan berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhan bagi seorang individu. Pilihan jenis pekerjaan yang diidamkan di masa yang akan datang merupakan faktor penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan bagi remaja untuk belajar. Oleh karena itu, remaja secara sadar telah mengetahui pula bahwa untuk mencapai jenis pekerjaan yang diidamkan itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki. Hal inilah yang membimbing remaja menentukan pilihan jenis pendidikan yang akan diikuti.

Remaja pada usia 13-14 tahun atau pada usia awal remaja (pre-adolescence) di mana jenjang pendidikan berada pada Sekolah Menengah Pertama, mereka mulai mengenal sistem baru dalam sekolah. Misalnya, perkenalan dengan banyak guru yang memiliki berbagai macam sifat dan kepribadian. Hal ini menunjukkan perlunya kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang beragam. Begitu pula anak mulai mengenal berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari dengan berbagai karakteristiknya. Di SMP belum ada masalah pemilihan jurusan, tetapi untuk tingkat SMA yaitu saat anak berusia sekitar 15-18 tahun, pemilihan jurusan itu telah diperkenalkan.

Page 4: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

4

Remaja memiliki tiga lingkungan pendidikan yang pola dan karakteristiknya berbeda-beda. Remaja memiliki tiga lingkungan kehidupan, yang ketiga-tiganya mempunyai corak yang berbeda serta masing-masing memikul tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Mengingat hal itu, maka setiap remaja berada pada posisi pendidikan yang majemuk, mereka berada di lingkungan kehidupan pendidikan keluarga, kehidupan pendidikan masyarakat, dan kehidupan pendidikan sekolah yang diikutinya. Tujuan dan dasar dari masing-masing lingkungan kehidupan pendidikan tersebut tidak selalu sama. Oleh karena itu, remaja harus mampu mengatasi problema keanekaragaman tersebut dan mampu menempatkan dirinya dengan tepat dan harmonis.

1) Lingkungan Pendidikan di KeluargaKeluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan keluarga lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian daripada pendidikan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Dasar dan tujuan penyelenggaraan pendidikan keluarga bersifat indiviual yang sesuai dengan pandangan hidup pada masing-masing keluarga, sekalipun secara nasional bagi keluarga-keluarga bangsa indonesia memiliki dasar yang sama, yaitu Pancasila. Ada keluarga yang dalam mendidik anaknya mendasarkan pada kaidah-kaidah agama dan menekankan proses pendidikan pada pendidikan agama dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang saleh dan senantiasa takwa dan iman kepada Tuhan Yang maha Esa. Ada pula keluarga yang dasar dan tujuan penyelenggaraan pendidikannya berorientasi kepada kehidupan sosial ekonomi kemasyarakatan dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang produktif dan bermanfaat dalam kehidupan bemasyarakat.

Anak dan remaja di dalam keluarga berkedudukan sebagai anak didik dan orang tua sebagai pendidiknya. Secara garis besar corak dan pola pada penyelenggaraan pendidikan keluarga dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu; pendidikan otoriter, pendidikan demokratis, dan pendidikan liberal. Dari beberapa pola pendidikan, diketahui bahwa kebanyakan keluarga di Indonesia mengikuti corak pendidikan yang demokratis. Selanjutnya, makna pendidikan yang demokratis itu oleh Ki Hadjar Dewantara dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu hendaknya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani,

Page 5: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

5

yang artinya : di depan memberi contoh, di tengah membimbing, dan di belakang memberi semangat.

2) Lingkungan Pendidikan di MasyarakatMasyarakat merupakan lingkungan alami kedua yang dikenal anak-anak. Remaja telah banyak mengenal karakteristik masyarakat dengan berbagai norma dan keragamannya. Kondisi masyarakat amat beragam, tentu banyak hal yang harus diperhatikan dan diikuti oleh anggota masyarakat, dan dengan demikian para remaja perlu memahami hal itu. Sehubungan dengan itu, maka tidak jarang para remaja memiliki perbedaan pandangan dengan para orang tua, sehingga norma dan perilaku remaja dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat yang sedang berlaku. Hal ini tentu saja akan berdampak pada pembentukan pribadi remaja. Perbedaan ini dapat mendorong para remaja untuk membentuk kelompok-kelompok sebaya yang memiliki kesamaan pandangan.

Di masyarakat terdapat tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh kuat terhadap pola hidup masyarakatnya. Namun hal itu terkadang tidak mampu mempengaruhi kehidupan remaja, akibatnya para remaja kadang-kadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan masyarakat, atau para remaja dengan sengaja menghindar dari aturan dan ketentuan masyarakat.

Dalam menjalankan fungsi pendidikan, masyarakat banyak membentuk atau mendirikan kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban atau kursus-kursus yang secara sengaja disediakan untuk anak remaja dalam upaya mempersiapkan hidupnya dikemudian hari. Kursus-kursus yang dimaksud pada umumnya berorientasi kepada dunia kerja. Namun, banyak kelompok kegiatan atau kursus-kursus yang dibangun masyarakat tersebut kurang menarik perhatian remaja; oleh para remaja apa yang disediakan itu dinilainya tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

3) Lingkungan Pendidikan di SekolahSekolah merupakan lingkungan artifisial yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak ke arah tujuan tertentu, khususnya untuk memberikan kemampuan dan keterampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari. Bagi para remaja pendidikan jalur

Page 6: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

6

sekolah yang diikutinya adalah jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Di mata remaja sekolah dipandang sebagai lembaga yang cukup berpengaruh terhadap terbentuknya konsep yang berkenaan dengan nasib mereka di masa mendatang. Mereka menyadari jika prestasi atau hasil yang dicapai di sekolah itu baik, maka hal itu akan membuka kemungkinan hidupnya di kemudian hari menjadi cerah, tetapi sebaliknya apabila prestasi yang dicapainya kurang baik, maka hal itu dapat berakibat pada gelapnya masa depan mereka. Kegagalan sekolah bagi remaja dipandang sebagai awal dari kegagalan hidupnya. Dengan demikian, sekolah dipandang banyak mempengaruhi kehidupannya. Oleh karena itu, remaja telah memikirkan benar-benar dalam memilih dan mendapatkan sekolah yang diperkirakan mampu memberikan peluang baik baginya dikemudian hari. Pandangan ini didasari oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi, sosial, dan harga diri (status dalam masyarakat). Akan tetapi, dalam menentukan pilihan sekolah campur tangan orang tua masih berpengaruh besar. Hal itu sering membawa akibat kegagalan dalam pendidikan sekolah karena anak terpaksa mengikuti pelajaran yang tidak sesuai dengan pilihan dan minatnya.

Dunia pendidikan, baik jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, menyediakan berbagai jenis program yang diperkirakan relevan dengan kebutuhan jenis tenaga kerja di masyarakat. Untuk menetapkan pilihan jenis pendidikan dan pekerjaan yang diidamkan banyak faktor yang harus dipertimbangkan yang meliputi : Faktor prediksi masa depan Faktor prestasi yang menggambarkan bakat dan minat remaja Faktor kehidupan yang dapat diamati dari kondisi beragamnya

lapangan kerja di masyarakat Kemampuan daya saing setiap individu

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan pada Masa Remaja

a) Faktor Sosial EkonomiKondisi sosial ekonomi keluarga banyak menentukan perkembangan kehidupan pendidikan dan karier anak. Kondisi sosial yang menggambarkan status orang tua merupakan faktor yang “dilihat” oleh anak untuk menentukan pilihan sekolah dan pekerjaan. Secara tidak langsung keberhasilan orang tua merupakan “beban” bagi anak,

Page 7: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

7

sehingga dalam menentukan pilihan pendidikan tersirat untuk ikut mempertahankan kedudukan orang tua. Di samping itu, secara eksplisit orang tua menyampaikan harapan hidup anaknya yang tercermin pada dorongan untuk memilih jenis sekolah atau pendidikan yang diidamkan oleh orang tua.

Faktor ekonomi mencakup kemampuan ekonomi orang tua dan kondisi ekonomi negara (masyarakat). Yang pertama merupakan kondisi utama karena menyangkut kemampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya. Banyak anak berkemampuan intelektual tinggi tidak dapat menikmati pendidikan yang baik disebabkan oleh keterbatasan kemampuan ekonomi orang tuanya.

b) Faktor LingkunganPengaruh dari faktor lingkungan ini meliputi tiga macam. Pertama, lingkungan kehidupan masyarakat, seperti lingkungan masyarakat perindustrian, pertanian, atau lingkungan perdagangan. Dikenal pula lingkungan masyarakat akademik atau lingkungan di mana para anggota masyarakatnya pada umumnya terpelajar atau terdidik. Lingkungan kehidupan semacam itu akan membentuk sikap anak dalam menentukan pola kehidupan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemikiran remaja dalam menentukan jenis pendidikan dan karier yang diidamkan.

Kedua, lingkungan kehidupan rumah tangga di mana kondisi sekolah merupakan lingkungan yang langsung berpengaruh terhadap kehidupan pendidikan dan karier remaja. Lembaga pendidikan atau sekolah yang baik mutunya, yang memelihara kedisiplinan cukup tinggi akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku kehidupan pendidikan anak dan pola pikirnya dalam menghadapi karier masa depan.

Ketiga, lingkungan teman sebaya. Bahwa pergaulan teman sebaya akan memberikan pengaruh langsung terhadap kehidupan pendidikan masing-masing remaja. Lingkungan teman sebaya akan memberikan peluang bagi remaja (laki-laki atau wanita) untuk menjadi lebih matang. Di dalam kelompok sebaya seorang gadis berkesempatan untuk menjadi seorang wanita dan perjaka untuk menjadi seorang laki-laki serta belajar mandiri sesuai dengan kodratnya.

Page 8: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

8

D. Peranan Pendidikan terhadap Tugas Perkembangan Remaja

Melihat banyaknya faktor kehidupan yang berada di lingkungan remaja, maka pemikiran tentang penyelenggaraan pendidikan juga harus memperhatikan faktor-faktor tersebut. Sekalipun dalam penyelenggaraan pendidikan diakui bahwa tidak mungkin memenuhi tuntutan dan harapan seluruh faktor yang berlaku tersebut. Berkaitan dengan hal itu, maka terdapat beberapa implikasi dari tugas-tugas perkembangan remaja dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi ;

a) Pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk klasikal. Penyelenggaraan pendidikan klasikal ini berarti memberlakukan sama semua tindakan pendidikan kepada semua remaja yang tergabung di dalam kelas, sekalipun masing-masing diantara mereka sangat berbeda-beda. Pengakuan terhadap kemampuan setiap pribadi yang beraneka ragam itu menjadi kurang. Oleh karena itu, yang harus mendapatkan perhatian di dalam penyelenggaraan pendidikan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja, seperti pengakuan akan kemampuannya, ingin untuk mendapatkan kepercayaan, kebebasan, dan semacamnya.

b) Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya antara lain adalah : Bimbingan karier dalam upaya mengarahkan peserta didik

untuk menentukan pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.

Memberikan latihan-latihan praktis terhadap peserta didik dengan berorientasi kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.

Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.

c) Keberhasilan dalam memilih pasangan hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya. Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan : Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika

pergaulan lewat pendidikan budi pekerti dan pendidikan keluarga.

Bimbingan peserta didik untuk memahami norma yang berlaku baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat.

Page 9: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

9

Untuk kepentingan ini diperlukan arahan untuk kebebasan emosional dari orang tua.

d) Pendidikan tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan sosial kemasyarakatan perlu dilakukan. Dalam hal ini perlu dilakukan pendidikan praktis melalui organisasi pemuda, pertemuan dengan orang tua secara periodik, dan pemantapan pendidikan agama baik di dalam maupun di luar sekolah.

E. Fungsi Sekolah bagi Remaja

Pada abad ke 19, sekolah lanjutan tingkat atas hanya diperuntukkan bagi kaum elit yang menekankan pendidikan pada mata pelajaran seni klasik dan liberal. Setelah memasuki abad ke 20, sekolah semakin memperluas orientasinya, menambah kelas musik, seni, kesehatan, pendidikan fisik, dan topik-topik lainnya. Di pertengahan abad ke-20, sekolah kemudian bergerak dalam usaha mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi peran-peran dalam hidup (Conant, 1959). Sekarang ini, sekolah lanjutan telah mempertahankan orientasinya yang luas, yang dirancang untuk melatih individu secara intelektual dan juga di bidang kesiapan kerja dan sosial.

Meskipun jumlah tingkat kehadiran siswa untuk bersekolah terus meningkat selama leih dari 150 tahun, masalah yang dihadapi siswa yang terkucil dan pemberontak mmunculkan debat apakah sekolah lanjutan tingkat atas bermanfaat bagi para remaja. Di tahun 1970-an, tiga panel independen berpendapat bahwa sekolah lanjutan tingkat atas berperan dalam munculnya rasa terkucil dalam diri remaja dan menghambat proses perubahan individu menuju dunia kedewasaan (Brown, 1973; Coleman, dkk.,1974; Martin, 1976). Argumen ketiga panel tersebut adalah bahwa sekolah lanjutan tingkat atas mengarahkan remaja menuju “gudang remaja”, yang mengisolasi diri remaja dalam dunianya dan nilai-nilai diri remaja yang jauh dari kehidupan orang dewasa. Panel-panel ini menekankan bahwa seharusnya para remaja diberikan alternative pendidikan untuk memilih sekolah yang baik, seperti praktek kerja dalam masyarakat, untuk meningkatkan kesempatan bagi remaja dalam menghadapi peran-peran dunia orang dewasa, serta untuk mengurangi keadaan terkucil dari orang dewasa.

Beberapa analis pendidikan berpendapat bahwa sekolah lanjutan sekarang ini memiliki banyak tujuan sehingga menjadi seperti pusat perbelanjaan (Powell, Farrar, dan Cohen, 1985). Debat mengenai fungsi sekolah menghasilkan perubahan-perubahan pada penekanan

Page 10: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

10

pendidikan, seperti bandul yang terayun-ayun, bergerak menuju keterampilan dasar pada suatu waktu, kemudian menuju pilihan, tambahan-tambahan, atau pelatihan keterampilan hidup yang mencakup banyak hal di waktu lain, dan terus berayun bolak-balik (Cross, 1984). Yang harus diperjuangkan bukanlah sesuatu yang berbentuk seperti pendulum yang terus berayun namun lebih seperti tangga yang melingkar, kita harus terus mengembangkan cara yang lebih tepat untuk memenuhi fungsi dari sekolah yang bervariasi dan terus berubah.

Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan kontemporer, (seperti Hanushek, 1995; Bobbi De Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004), menyarankan kepada pihak sekolah agar mampu menciptakan iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan peserta didik dapat menjalin interaksi sosial secara memadai di lingkungan sekolah. Iklim sekolah yang sehat ini, di samping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik, juga diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri peserta didik, yang pada gilirannya akan memengaruhi prestasi belajar mereka ( Desmita; 2009; 301-302 ). Adapun peranan penting sekolah bagi remaja yaitu :

1) Memberikan Pengetahuan SeksualMenurut June Reinisch (1990), direktur dari Kinsey Institute for Sex, Gender, and Reproduction, umumnya para warga AS lebih banyak mengetahui fungsi mobil dibandingkan fungsi-fungsi tubuhnya secara seksual. Para remaja dan oarang dewasa Amerika tidak terlindungi dari pesan-pesan seksual; Reinisch menyatakan bahwa remaja terlalu sering dibanjiri oleh pesan-pesan seksual. Informasi seksual yang diterima banyak sekali namun banyak yang menyesatkan. Dalam beberapa kasus, para guru dalam pendidikan seks pun sering kali memperlihatkan kecenderungan untuk mengabaikan seksualitas. Salah seorang guru pendidikan seks di sekolah menengah atas menyebut “erogenous zone” sebagai “crroneous zone” yang menyebabkan para peserta didik menjadi berpikir bahwa bagian tubuh mereka yang secara seksual sensitif ini merupakan kelainan (Jonh W. Santrock Jilid 1; 2007; 288).

Sebagian besar remaja tidak mengetahui dalam tahap apa dari siklus menstruasi perempuan yang dapat menyebabkan kehamilan. Dengan pengetahuan yang disampaikan pada para peserta didik tentang informasi seksualitas, diharapkan para peserta didik lebih bisa

Page 11: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

11

mengambil sikap yang baik guna kebaikan dan kesiapan peserta didik pada dirinya di masa mendatang. Namun peran sekolah dalam memberikan pengetahuan tentang seksualitas juga membutuhkan sebuah dorongan dan peran serta partisipasi keluarga.

Joyce Epstein mengusulkan rekomendasi berikut untuk meningkatkan peranan orang tua dalam pendidikan remaja di sekolah:

Keluarga memiliki kewajiban dasar untuk memberikan rasa aman dan kesehatan bagi remajanya. Banyak orang tua tidak mengetahui perubahan-perubahan normal yang terjadi di usia remaja. Program sekolah-keluarga dapat membantu dalam mendidik orang tua mengenai rangkaian perkembangan remaja yang normal. Sekolah juga dapat menawarkan program-program yang berkaitan dengan isu-isu kesehatan di masa remaja, termasuk infeksi yang ditularkan secara seksual, depresi, obat terlarang, kenakalan remaja, dan gangguan makan. Sekolah juga dapat membantu orang tua dalam menemukan tempat yang aman bagi remaja ketika mereka menggunakan waktunya di luar rumah. Sekolah merupakan komunitas yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat organisasi remaja dan agen layanan sosial.

Sekolah memiliki kewajiban dasar untuk mengkomunikasikan dengan keluarga peserta didik mengenai program-program sekolah dan kemajuan yang diraih oleh peserta didik remaja. Guru dan orang tua jarang sekali mengenal selama di sekolah menengah. Oleh karena itu guru yang lebih langsung dan personal, perlu dilakukan. Orang tua juga perlu memperoleh informasi yang lebih baik mengenai pilihan-pilihan mata pelajaran dalam kurikulum akan menghasilkan pilihan-pilihan karir. Secara khusus hal ini diperlukan bagi para peserta didik perempuan dan etnis minoritas yang mengikuti mata-pelajaran ilmu pengetahuan dan matematika.

Orang tua perlu meningkatkan keterlibatannya di sekolah. Orang tua dan anggota keluarga lain dapat membantu guru di kelas melalui berbagai cara seperti melakukan tutoring, mengajarkan keterampilan tertentu, memberikan bantuan klerikal atau pemantauan. Keterlibatan semacam itu sangat dibutuhkan di sekolah-sekolah pusat kota.

Orang tua perlu didorong untuk lebih terlibat dalam kegiatan belajar remaja di rumah. Sekolah-sekolah menengah sering kali membangkitkan keprihatinan orang tua mengenai keahlian dan kemampuan yang diperlukan agar dapat membantu anak-anak

Page 12: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

12

remajanya dalam menyelesaikan pekerjaan rumah. “Matematika Keluarga” dan “Komputer Keluarga” merupakan contoh dari program-program yang telah dikembangkan oleh beberapa sekolah menengah untuk meningkatkan keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar remajanya (Jonh W. Santrock Jilid 2; 2007; 118).

2) Memberikan Pengetahuan Tentang Kesehatan dan JasmaniSebaiknya sekolah juga memberikan sebuah kurikulum yang berhubungan dengan kesehatan fisik dan jasmani. Seperti adanya materi olahraga dan penjaskes. Dimana seorang peserta didik mampu memahami apa saja yang harus diperhatikan dan dijaga guna mengembangkan aspek fisik remaja dengan baik dan teratur. Sehingga peserta didik pun benar-benar paham dan mengerti apa saja yang harus dilakukan untuk tetap hidup sehat dengan fisik yang sehat pula.

F. Transisi di Masa Sekolah

1. Transisi menuju sekolah menengah atau sekolah menengah pertamaSantrock (2007:105) mengemukakan bahwa pada transisi sekolah terdapat sistem 6-3-3 (sistem di mana para peserta didik dikelompokkan sebagai kelas satu hingga kelas enam merupakan sekolah dasar, kelas tujuh hingga kelas sembilan merupakan sekolah menengah pertama dan kelas sepuluh hingga kelas dua belas merupakan sekolah menengah atas). Transisi memasuki sekolah menengah atau sekolah menengah pertama mengalami banyak perubahan. Perubahan yang terjadi pada transisi ini yaitu pubertas dan perhatian pada citra tubuh, kemunculan beberapa aspek pemikiran operasional formal termasuk perubahan kognisi sosial, meningkatnya tanggung jawab dan menurunnya ketergantunggan pada orang tua, memasuki struktur sekolah yang lebih besar, perubahan dari satu guru ke banyak guru serta perubahan dari kelompok kawan yang lebih besar danheterogen, meningkatnya prestasi dan performa. Secara intelektual pada transisi ini mereka lebih tertantang oleh tugas-tugas akademik. Pada transisi ini mengalami top-dog phenomenon yang merupakan perubahan situasi dari menjadi peserta didik yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di sekolah dasar, menjadi peserta didik yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di sekolah menegah atau sekolah menengah pertama.

Page 13: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

13

2. Transisi dari Sekolah menengah atas menuju perguruan tinggiSantrock (2007:111) mengemukakan bahwa transisi ini sama dengan transisi sekolah menuju sekolah menengah atau sekolah menengah pertama yang sering kali mengakibatkan perubahan dan stres. Peralihan dari posisi sebagai siswa senior di sekolah menengah atas menjadi mahasiswa tingkat satu di perguruan tinggi terjadi kembalain fenomena top-dog. Transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi memiliki aspek yang positif. Para peserta didik cenderung lebih berkembang, memiliki banyak mata pelajaran atau mata kuliah yang dapat dipilih, memiliki lebih banyak waktu bersama kawan-kawan, memiliki lebih banyak peluang untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai, menikmati kemandirian yang lebih besar dari pengawasan orang tua, dan lebih tertantang secara intelektual dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik. Perubahan besar yang terjadi dari sekolah menengah atas memasuki perguruan tinggi yaitu berkurangnya kontak dengan orang tua.

G. Tahap-tahap Perkembangan Karier Remaja

Para ahli psikologi perkembangan meyakini, bahwa karier atau pekerjaan seorang individu, sebenarnya telah dimulai sejak masa anak-anak, maka ketika membicarakan masalah karier, mau tidak mau, perlu dijelaskan tahap-tahap perkembangan karier. Menurut Ginzberg (dalam Berk, 1993; Turner dan Helms, 1995; Papalia et al, 1998), tahap perkembangan karier meliputi hal-hal berikut ini :

1) Fantasi (fantastic), yaitu individu membayangkan dirinya kelak akan menjadi/memasuki dunia pekerjaan yang menurutnya dianggap sangat menguntungkan dari segi material, keterkenalan (popular), maupun penghargaan. Umumnya, mereka melakukan permainan peran sesuai dengan keinginan dan bayangan saat itu. Masa ini banyak ditemukan pada anak-anak awal dan anak-anak menengah (yakni usia 3-9 tahun). Misalnya, permainan anak yang memerankan sebagai dokter, tentara, ayah-ibu, dan sebagainya.

2) Tentative (tentative), yaitu individu akan mencoba-coba untuk menyesuaikan minat-bakat dan nilai-nilai sosial masyarakat, dalam memilih suatu bidang karier pekerjaan. Tahap ini dicapai pada masa awal remaja (usia 11-13 tahun)

3) Realistik (realistic), yakni individu merencanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan karier mereka. Mereka sudah memantapkan diri

Page 14: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

14

untuk memsuki dunia pekerjaan, sesuai dengan kondisi kemampuan sendiri (taraf pendidikan), sosial ekonomi orang tua maupun keadaan sosial masyarakat. Tahap ini dicapai pada masa remaja akhir dan dewasa muda (usia 18-25 tahun). Lebih lanjut, Ginzberg mengungkapkan bahwa tahap realistik ini terbagi lagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut.a) fase eksplorasi (exploration phase), dimana individu berusaha

untuk mencari pengalaman-pengalaman yang dibutuhkan guna menghadapi pekerjaan di kemudian hari. Hal ini ditandai dengan upaya belajar di sekolah, atauperguruan tinggi.

b) fase kristalisasi (cryztalization phase). Dalam tahap ini, individu menilai secara kritis semua faktor yang berpengaruh dalam proses pemilihan karier, sehingga ia bisa memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap pilihan kariernya. Ketika individu akan mengambil jurusan atau program studi, maka ia telah mempertimbangkan secara matang semua aspek-aspek yang menguntungkan maupun yang merugikan dari pilihan tersebut.

c) fase spesifikasi (specification phase). Individu berusaha menilai ulang (review) berbagai posisi alternative yang ada, supaya ia benar-benar mampu memilih karier yang tepat, yakni sesuai dengan kepribadian, bakat, maupun minat sendiri. Dalam hal ini, pertimbangan individu akan sangat menentukan. Ia tak akan terpengaruh oleh pemikiran atau ide-ide dari orang lain, teman, atau orang tua.

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan dan Pengembangan Karier Remaja

Dalam kenyataan, seorang remaja ketika menentukan pilihan karier, seringkali tidak dilakukan sendiri. Berk (1993) menyatakan bahwa penentuan dan pemilihan karier seorang remaja ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:

a) Orang TuaOrang tua ikut berperan dalam menentukan arah pemilihan karier pada anak remajanya, walaupun pada akhirnya keberhasilan dalam menjalankan karier selanjutnya sangat tergantung pada kecakapan dan keprofesionalan pada individu (remaja) yang menjalaninya. Karena hal ini berkaitan dengan masalah pembiayaan pendidikan, masa depan anaknya agar terarah dengan baik, maka seringkali orang tua turut campur tangan agar

Page 15: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

15

anaknya memilih program studi yang mampu menjamin kehidupan kariernya. Biasanya orang tua yang berkecukupan secara ekonomi, menghendaki anaknya untuk memilih program studi yang cepat menghasilkan nilai materi. Dalam kenyataannya, tak selamanya apa yang menjadi pilihan orang tua akan berhasil dijalankan oleh anaknya, kalau tidak disertai oleh minta-bakat, kemampuan, kecerdasan, motivasi internal dari anak yang bersangkutan.

b) Teman kelompok sebaya (peer-group)Tidak dipungkiri, kenyataannya lingkungan pergaulan dalam kelompok remaja cukup member pengaruh pada diri seorang individu dalam memilih jurusan program studi di SMA atau mungkin di perguruan tinggi. Mereka mungkin merasa tidak enak kalau tidak sama dalam pemilihan jurusan atau program studi. Apalagi bagi individu yang telah mempunyai pacar, maka seringkali ia mudah terpengaruh untuk memasuki program studi yang sama atau mungkin mengambil tempat pendidikan yang sama. Tujuannya agar tetap menjalin komunikasi dengan pacarnya. Pengaruh teman kelompok sebaya ini, bersifat eksternal. Bila remaja tidak mempunyai dorongan internal, minat-bakatatau kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas sesuai tuntutan, maka kemungkinan besar remaja akan mengalami kegagalan.

c) Gender (jenis kelamin)Streotipe masyarakat seringkali telah menilai terhadap peran jenis kelamin seseorang. Masyarakat menghendaki agar jenis tugas dan pekerjaan tertentu dilakukan oleh jenis kelamin tertentu pula. Memang baik diakui atau tidak, jenis kelamin kadang-kadang menentukan seseorang dalam memilih karier pekerjaan. Seorang perempuan mungkin akan mengambil karier yang sekiranya dapat dijalaninya, tanpa banyak hambatan dengan peran jenis gendernya nanti di kemudian hari. Demikian pula sebaliknya seorang laki-laki akan memilih secara tepat pada karier yang sesuai dengan dirinya.

d) Karakteristik kepribadian individuHal-hal yang berkaitan dengan karakteristik pribadi yang mempengaruhi pemilihan program studi maupun karier individu,

Page 16: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

16

diantaranya: bakat-minat, kepribadian, intelektual. Keberhasilan dalam memilih dan menjalankan program studi serta karier pekerjaan sangat ditentukan karakteristik kepribadian individu yang bersangkutan. Keberhasilan tidak dapat diukur secara materi-finansial yang melimpah, tetapi sebesar nilai kepuasan hidup yang diperoleh melalui pilihan-pilihan tersebut.

Page 17: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungg jawab. Pendidikan dapat diterima dari berbagai lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan remaja ada dua faktor yaitu faktor sosial emosi dan faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga atau sekolah dan lingkungan teman sebaya. Peranan sekolah bagi remaja yaitu memberikan pendidikan seksual, dan memberikan pengetahuan tentang kesehatan dan jasmani.

Di masa sekolah terdapat transisi yang dilalui oleh seorang remaja.Pada transisi di masa sekolah terjadi fenomena top-dog yaitu perubahan situasi dari menjadi peserta didik yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di sekolah dasar, menjadi peserta didik yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di sekolah menegah atau sekolah menengah pertama. Ada tiga tahapan remaja dalam pemilihan karir yaitu fantasi, tentative, dan realistik. Faktor yang mempengaruhi pengembangan dan pemilihan karir remaja yaitu orang tua, kelompok teman sebaya, gender, dan karakteristik kepribadian individu.

B. Saran

Sekolah merupakan sarana pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan adanya guru, dan pemimpin sekolah diharapkan peserta didik mampu mngembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat mimilih karir yang sesuai dengan keinginanannya, tentunya disertai dengan dukungan dari orang tua dan masyarakat. Pada masa sekolah remaja menghadapi transisi yang harus dilalui dan dibutuhkan penyesuaian diri.

Page 18: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

18

Contoh Kasus

Sistem sekolah berstandar internasional membuat beberapa perbedaan dengan peserta didik regular. Mulai dari materi hingga pengajarnya. Kelas internasional hanya diisi oleh pengajar yang dikenal ahli dibidangnya. WAN merupakan salah satu murid yang beruntung untuk masuk dalam kelas tersebut dengan urutan ketujuh dari 163 peserta didik yang ikut seleksi. WAN merupakan peserta didik yang pandai, dari sekolah dasar dia selalu menjadi peringkat pertama dan ia mudah bersahabat dengan orang lain, sehingga ia memiliki banyak teman. Namun, semenjak ia masuk di kelas tersebut perlahan-lahan ia mulai tidak terlihat lagi bersama dengan teman-temannya, namun perlahan-lahan prestasinya juga mulai menurun, hingga akhirnya dia memilih untuk keluar dan masuk ke kelas regular, di kelas ini ia kembali memiliki teman dan juga prestasinya kembali membaik. Dari salah satu temannya yang berinisial JS, mengaku bahwa WAN pernah beberapa kali bercerita tentang pengalaman dan perasaannya tentang kelas tersebut semenjak ia masuk ke kelas regular yang sama dengan JS.

WAN sempat beberapa kali jatuh sakit akibat sering menunda makan karena harus menyelesaikan tugas. Ia juga mengalami kesulitan di kelas karena materi yang ia dapat kebanyakan dalam bahasa inggris. Ia sangat jarang berkomunikasi dengan peserta didik di kelasnya karena semua teman-temannya sibuk dengan urusan masing-masing dan merasa tidak penting untuk berkomunikasi karena mereka merasa bersaing satu sama lain, sehingga teman tidak begitu penting bagi mereka. Hal ini menjadi tekanan yang berat bagi WAN dan sangat berdampak pada prestasinya, terakhir ia sempat mendapat nilai 4.0 untuk ujian matematikanya. Alasan inilah yang akhirnya membuat WAN memilih untuk pindah dari kelas RSBI.

Dengan kelas baru dan teman yang banyak membuat WAN kembali memperoleh prestasinya, meskipun di tingkat regular.

Analisis :

1. WAN belum siap secara psikis menerima pendidikan yang berstandar internasional.

2. WAN kesulitan mengembangkan sosialisasinya dengan peserta didik yang lain karena perasaan bersaing yang dimiliki peserta didik di kelas berstandar internasional.

Page 19: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

19

3. Kesehatan fisiknya terganggu akibat tugas yang terlalu banyak untuk peserta didik normal hingga akhirnya melewatkan jam makan, hal ini akan berdampak pada kemampuan kognitifnya karena kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh yang seharusnya dikonsumsi lebih karena ia menggunakan kemampuan otaknya lebih banyak dibanding peserta didik pada kelas regular.

4. WAN yang terbiasa berkomunikasi dan menyalurkan emosi dengan teman-temannya harus menghadapi kenyataan bahwa kondisi itu hilang secara perlahan.

5. Bahasa inggris yang digunakan juga membuatnya kesulitan karena sekolahnya dulu tidak menerapkan bahasa inggris untuk semua mata pelajaran selain bahasa inggris.

6. Penelitian Brand dan koleganya (2003), menunjukkan bahwa ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan (less consistency and clarity) dalam harapan-harapan sekolah, menjadi salah satu sebab terjadinya problem akademis (academic problems) dan kesulitan penyesuaian diri (adjustment difficulties) pada peserta didik.

Sekolah merupakan tempat yang harusnya menjadi wadah untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan sosial. Namun, bentuk pendidikan yang muncul di awal tahun tahun 2009 membuat makna yang lain pada sekolah. Seperti kasus di atas, terlihat bahwa WAN berasal dari sekolah yang berstandar nasional tiba-tiba mendapat pendidikan yang berstandar internasional, membuat psikisnya belum siap menerima sistem pendidikan seperti itu, apalagi untuk wilayah timur Indonesia yang pendidikannya masih jarang menggunakan sistem pendidikan seperti itu. Kemudian tekanan dari lingkungan kelas dan teman-temannya membuat ia kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut hingga akhirnya memutuskan untuk keluar dari kelas tersebut.

Salah satu cara menanggulangi atau mencegah hal seperti di atas adalah membangun resiliensi pada remaja. Resiliensi (daya lentur, ketahanan) adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Oleh sebab itu, dalam membantu mengembangkan resiliensi remaja di sekolah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan terpeliharanya hubungan-hubungan. Hubungan-hubungan ini diawali

Page 20: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

20

dengan sikap pendidik untuk membangun resiliensi, seperti memberikan harapan dan optimisme, memberikan dukungan kasih sayang dengan cara mendengarkan dan membenarkan perasaan peserta didik, serta dengan menunjukkan kebaikan, keharuan, dan respek (Higgins, 1994).

Guru harus menghindari tindakan-tindakan yang bersifat menghakimi, tidak menanggapi tingkah laku peserta didik secara pribadi, dan memahami bahwa remaja dapat melakukan yang terbaik buat mereka, yang didasarkan atas cara mereka merasakan dunia (Bernard, 1991). Selain itu, salah satu cara lainnya adalah dengan menggunakan pendekatan cooperative learning, yakni suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada kerja sama. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning ini lebih dapat meningkatkan prestasi belajar belajar peserta didik, menghasilkan hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik, dibandingkan dengan pembelajaran model lain (Johnson & Johnson, 1989). Hal ini dimungkinkan, karena temuan penelitian juga menunjukkan bahwa teman merupakan penyampai yang baik dari strategi intervensi dan preventif, sehingga cara-cara yang digunakan peserta didik dapat membantu mengajarkan life skills kepada peserta didik lainnya (Henderson & Milstein, 2003).

Page 21: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

21

Contoh Kasus

Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di sejumlah sekolah di Depok masih nyeleneh. Peserta didik baru di beberapa sekolah masih terlihat mengenakan atribut aneh seperti kalung permen dan topi karton, kalung dari minuman dan name tag berukuran besar.

Di SMK Setia Negara misalnya yang meminta peserta didik baru mengenakan kalung permen dan topi karton. Pihak sekolah mengaku hal itu masih dipertahankan tanpa maksud lain. Dengan cara itu, maka mental peserta didik baru bisa teruji.

Pihak sekolah juga bukan tanpa alasan menyuruh peserta didik memakai kalung permen. Kalung itu juga sebagai indikator kedisiplinan. Jika peserta didik terlambat datang selama MPLS maka satu permen akan dicopot satu per satu.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi D DPRD Kota Depok Rezky M Noor meminta sekolah tidak melaksanakan praktik perpeloncoan selama MPLS. Dia mengarahkan agar sekolah lebih melaksanakan kegiatan yang positif. Dia juga menyarankan agar pihak kepolisian dilibatkan dengan memberikan materi yang berkaitan dengan peserta didik. Misalnya materi untuk mengatasi masalah tawuran, antisipasi kenakalan remaja dan bahaya narkoba.

Sumber :

MOS di Depok Masih Diwarnai Kegiatan Nyeleneh (diunduh dari http://m.merdeka.com pada tanggal 21 November 2015)

Analisis Kasus

Ospek atau Masa Orientasi Peserta didik (MOS) pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan lingkungan tempat belajar sebagai suatu lingkungan akademis serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya. Meskipun demikian, hingga sekarang dalam prakteknya masih sangat banyak lembaga pendidikan mulai dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi yang justru menerapkan sistem negatif.

Page 22: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

22

Kegiatan Ospek dan MOS di Indonesia sering kali diisi dengan kekerasan dalam bentuk verbal maupun non verbal hingga kekerasan fisik. Dengan konsep junior harus patuh kepada senior, apapun perintahnya, karena senior harus selalu dianggap benar. Sehingga seringkali para peserta didik/mahasiswa baru disuruh mengenakan pakaian dan atribut yang tidak wajar bahkan harus mau menerima hukuman fisik dari senior, hingga ada yang berujung pada kematian

Menurut kami, ospek negatif seperti itu merupakan tindakan balas dendam para senior akan pengalamannya ketika mengikuti kegiatan ospek. Jika pihak sekolah tidak memberikan aturan yang tegas dan malah mendukung, maka hal itu akan terus berputar dan menjadi tradisi, terlembaga dan dianggap lazim dilakukan oleh dan kepada calon-calon pembangun bangsa Indonesia selanjutnya.

Pada kasus ini terjadi fenomena top-dog yaitu perubahan situasi dari menjadi peserta didik yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di sekolah menengah pertama, menjadi peserta didik yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di sekolah menengah atas.

Para senior yang melakukan tindakan ospek bermuatan negatif, khususnya pada kasus diatas dapat digolongkan sebagai seorang remaja, sehingga jika dianalisis penyebab dia melakukan hal tersebut yaitu:

1. Faktor pubertas dan krisis identitas, yang merupakan hal normal terjadi pada perkembangan remaja. Karena ingin eksis, mereka menunjukkan diri bahwa mereka lebih tua, lebih memiliki kekuasaan dibandingkan juniornya yang baru masuk.

2. Jika dirunut dari lingkungan keluarga, kemungkinan remaja tersebut tumbuh dalam pengasuhan orang tua yang tidak kondusif

3. Secara psikologis, remaja yang dapat diakatan agresif tersebut memiliki kontrol diri dan keterampilan sosial yang rendah, juga empati terhadap orang lain yang tidak berkembang.

4. Secara sosiokultural, jelas bahwa perilaku tersebut terus berulang karena orang-orang yang seharusnya bertindak tegas, dalam hal ini pihak pendidik justru mendukung ospek perpeloncoan tersebut. Termasuk budaya feudal dan senioritas yang turut mempengaruhi dan menumbuhkan perilaku menindas.

Page 23: Remaja, Pendidikan, Dan Sekolah

23

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2006).Psikologi Perkembangan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama

Desmita. (2009). Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah. Ta’dib, 12. 121-459-1-PB.

Henderson, V.L., & Dwesk, C.S. (1990)/ Motivation and achievement, dalam: S.S. Feldman & G.R. Elliott (Eds.), At the Threshold: The Developing Adolescent, Cambridge, MA: Harvard University Press.

Santrock, J.W. (2003). Adolscence Perkembangan Remaja (Edisi ke 6). Jakarta: Erlangga

Santrock, J. W. (2007). Remaja Jilid 2 (Edisi ke 11). Jakarta: Erlangga

Sunarto. H. & Agung, B.H. (1999). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Syah. M. (2000). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Yufran, A. (n.d.). Pendidikan pada Masa Remaja (diunduh dari www.academia.edu pada tanggal 17 Oktober 2015)