36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yg dicirikan oleh terjadinya bangkitsn (seizure, fit, attact, spell) yg bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat di artikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besal sel sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak yg lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, penggeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivasi neuron di atur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron. Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotok dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik,tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Di inggris, satu orang diantara 131 orang menyindap 1

Refrat Epilepsi Ok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Refrat Epilepsi Ok

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yg dicirikan oleh terjadinya

bangkitsn (seizure, fit, attact, spell) yg bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan

dapat di artikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang

berasal dari sekelompok besal sel sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi

terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak yg lebih dominan dari pada proses inhibisi.

Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, penggeseran konsentrasi ion

ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat

penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivasi

neuron di atur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh

gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron.

Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna

narkotok dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin

mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik,tapi selanjutnya mungkin akan terus

mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Di inggris, satu orang diantara 131

orang menyindap epilepsi, jadi setidaknya 456.000 penyindap epilepsi di inggris.(2)

Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang

baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada peria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-

3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di amerika serikat, satu diantara 100

populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta diantaranya telah

menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut world health Organization (WHO)

sekiranya 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilpsi (2004 Epilepsy.com)

1

Page 2: Refrat Epilepsi Ok

1.2 Tujuan

Setelah mendapatkan tugas Referat Epilepsi ini diharapkan menambah pengetahuan

untuk para dokter muda tentang penyakit ini, selain itu untuk menyelesaikan salah satu tugas

kepaniteraan klinik state anak.

2

Page 3: Refrat Epilepsi Ok

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)

berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan

oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan

disebabkan oleh berbagai etiologi.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa

(streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan

kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan

disebabkan oleh suatu penyakit otak (unprovoked).

Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi

secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset), jenis

bangkitan, factor pencetus, dan kronisitas.

2.2 Etiologi

Penyebab penyakit epilepsi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu idiopatik, kriptogenik

dan simptomatik. Sebagian besar penyebab timbulnya epilepsi adalah idiopatik yang tidak

diketahui penyebabnya, umumnya mempunyai predisposisi genetik. Sedangkan penyebab

epilepsi kriptogenik dianggap suatu simtomatik yang penyebabnya belum diketahui, termasuk

di sini adalah sindrom west, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran

klinis sesuai dengan ensefalopati difus. Etiologi epilepsi yang terakhir yaitu simtomatik

disebabkan oleh kelainan/lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi susunan

saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak,

toksik (alkohol, obat), metabolik, dan kelainan neurodegeneratif.

Pada epilepsi yang terjadi sejak masa anak-anak maka saat dewasa mencari etiologi

tak begitu penting, dengan pengertian proses penyebab tak aktif lagi. Bila epilepsi baru

terjadi saat dewasa, terutama diatas usia 30 tahun maka mencari etiologi menjadi penting,

karena mungkin petanda suatu proses patologis yang masih progresif dan mungkin

3

Page 4: Refrat Epilepsi Ok

memerlukan tindakan bedah saraf. Anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan penunjang

akan mengarahkan kepada etiologi dari epilepsi.

2.3 Epidemiologi

Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa ada batasan ras dan sosio-

ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang dibanding

dengan negara industri. Hal ini belum diketahui penyebanya, diduga terdapat beberapa faktor

ikut berperan, misalnya perawatan ibu hamil, keadaan waktu melahirkan, trauma lahir,

kekurangan gizi dan penyakit infeksi.

Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian epilepsi cukup tinggi,

diperkirakan prevalensinya berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi sekitar 8,2

per 1.000 penduduk. Sedangkan angka insidensi epilepsi di negara berkembang mencapai 50-

70 kasus per 100.000 penduduk. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta maka

diperkirakan jumlah pasien epilepsi berkisar antara 1,1-8,8 juta. Berdasarkan grafik, usia

pasien epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak

cukup tinggi, menurun pada usia dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi

pada usia lanjut.Sedangkan menurut jenis kelamin, epilepsi mengenai laki-laki 1,1-1,5 kali

lebih banyak dari perempuan.

Gambar 1. Gambaran Epidemiologi Epilepsi Menurut Usia

4

Page 5: Refrat Epilepsi Ok

Selain itu di kalangan masyarakat awam sendiri masih terdapat pandangan yang salah

mengenai penyakit epilepsi, antara lain dianggap sebagai penyakit kutukan, guna-guna,

kerasukan, gangguan jiwa dan penyakit menular melalui air liur. Hal ini tentu saja akan

berpengaruh negatif terhadap pelayanan untuk tatalaksana penyakit epilepsi. Beberapa

masalah lain yang telah diidentifikasi sebagai penghambat tatalaksana penyakit epilepsi

adalah keterbatasan tenaga medis, sarana layanan kesehatan, dana dan kemampuan

masyarakat. Keterbatasan tersebut akan menurunkan optimalisasi penatalaksanaan penyakit

epilepsi.

Tidak jarang penyakit epilepsi ini menimbulkan kematian. Angka kematian pertahun

adalah 2 per 100.000. Hal ini dapat berhubungan langsung dengan kejang, misalnya ketika

terjadi serangkaian kejang yang tidak terkontrol, dan di antara serangan pasien tidak sadar,

atau jika terjadi cedera akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang

terjadi pada penderita epilepsi (Sudden Unexplained Death In Epilepsy) diasumsikan

berhubungan dengan aktivitas kejang dan kemungkinan besar karena disfungsi

kardiorespirasi.

2.4 Faktor Genetik

Tidak semua epilepsi di sebabkan oleh faktor keterunan, beberapa individu

akan mengalami perubahan spontan dalam susunan gennya yang dapat menyebabkan

epilepsi. Akan tetapi penting untuk menanyakan/ menelusuri apakah ada anggota

keluarga baik dari pihak ayah/ ibu yang pernah mengalami kejang/ epilepsi karena jika

terdapat riwayat kejang/ epilepsi dalam keluarga maka resiko anaknya menyandang

epilepsi lebih besar dari keluaraga yang tidak mempunyai riwayat kejang/ epilepsi.

Beberapa penyebab epilepsi seperti gangguan perkembangan otak merupakan keadaan

yang dapat di turunkan.

Epilepsi bukan penyakit menular tetapi di turunkan. Bebrapa tipe epilepsi

mempunyai dasar kelainan genetik. Kelainan tersebut menyebabkan kerusakkan struktur

atau kimia otak sehingga meningkatkan resiko seseorang mempunyai ambang kejang

sehingga sangat mudah terserang kejang di bandingkan orang yang tidak mempunyai

faktor genetik. Secara umum hanya 1-2% anak punya resiko menderita epilepsi, angka

tersebut meningkat menjadi 6 % jika salah satu orang tua menderita epilepsi.

5

Page 6: Refrat Epilepsi Ok

2.5 Klasifikasi

Dalam mendiagnosis penyakit epilepsi perlu adanya suatu klasifikasi

mengingat tatalaksana tiap bangkitan berbeda. Klasifikasi yang digunakan adalah

klasifikasi yang telah ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy

(ILAE) tahun 1981 yang terdiri dari dua jenis, yaitu klasifikasi untuk jenis

bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.

1. Kejang Parsial

Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum.

Gejala kejang ini bergatung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila

fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan

otot,sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami

gejala ± gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau

seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik,

karena dikorteks sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom

adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, tiba-tiba nyeri perut, rasa tidak enak di

perut, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan dejavu adalah contoh

gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan

ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran.

Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal

sebagai kejangpsikomtor atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus

temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi

serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik

yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau

rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang

terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis (automatic behavior).

Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk

tangan, mengecap-ngecap bibir, atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin

mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama

serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial

kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.

6

Page 7: Refrat Epilepsi Ok

Agar dapat di mengerti kejang fokal di bagi menjadi fokal sederhana, fokal

kompleks, fokal menjadi umum. Dapat juga di bagi berdasarkan manifestasi klinik

seperti : motorik, sensorik, otonom, emosi, dan memori.

a. Kejang fokal sederhana

Selama serangan anak tetap sadar dan tahu apa yang terjadi/ bisa menceritakan

apa yang dialaminya. Kejang dapat berupa kejang tonik atau tonik-tonik.

b. Kejang fokal kompleks

Selama serangan anak tidak sadar. Anak tidak tahu apa yang sedang di

kerjakan, biasanya di mulai dengan pandangan mata kosong, mulut mengecap-

ngecap/ menguyah, anak tampak bingung, diikuti gerakan-gerakan repetitif,

atomatik, tidak bertujuan seperti berulang-ulang memungut dan meletakkan

sesuatu, mondar mandir tanpa tujuan. Aktifitas hampir selalu sama pada tiap

serangan. Serangan hanya berlangsung 1 atau 2 menit, anak tetap tidak sadar

sampai beberapa waktu setelah serangan dan tidak inget apa yang terjadi.

Selain itu anak tidak dapat mengontrol perubahan prilakunya.

c. Kejang berasal dari satu bagian otak yang kemudian menyebar keseluruh otak.

Gejala dapat berupa gerakan-gerakan pada jari tangan di satu sisi, menyebar

ke lengan dan tubuh yang sama kemudian menyebar ke suluruh tubuh. Awal

serangan dapat berupa kejang fokal sederhana maupun kompleks. Anak yang

besar dapat merasakan dan memberitahu orang lain di sekitarnya jika akan

kejang.

Berdasarkan Gejala:

a) Motorik

Kejang dapat berupa gerakan-gerakan kaku/kelojotan yang mengenai

anggota tubuh atau tubuh satu sisi. Gerakan dapat berawal dari jari

kaki/ tangan, menyebar kelengan/ tungkai kemudian tubuh di satu sisi.

b) Sensorik (Rasa, bau, mengecap, mendengar, raba)

Serangan dapat juga berupa merasakan sensasi tertentu seperti melihat/

mencium/ merasakan/ membau sesuatu atau merasa diri berbeda.

c) Otonom

Tiba-tiba nyeri perut, mual, muntah, rasa tidak enak di perut, berdebar-

debar, berkeringat, dll

d) Emosi

7

Page 8: Refrat Epilepsi Ok

Tiba-tiba marah atau takut terhadap sesuatu.

e) Memori

Tiba-tiba seperti pernah berada di suatu tempat/ mengalami kejadian

yang tidak asing (De Ja Vu)

d. Jenis kejang fokal yang lain

Kejang yang berasal dari bagian depan otak (frontal) mempunyai gejala yang

khas yaitu serangan terjadi pada saat anak tidur, anak tiba-tiba bangun, tampak

ketakutan, menjerit, gaduh, timbul gerakan-gerakan kaki seperti mendayung.

Kejanga yang berasal dari bagian belakang otak (oksipital) memperlihatkan

gejala khas yaitu anak tiba-tiba melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada. 2/3

kejang fokal dapat di kontrol dengan obat, sisanya yang tidak dapat di obati

biasanya akan sembuh dengan terapi bedah.

2. Kejang Generalisata

Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon

serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang

terjadi dikedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang

fokal. Pasientidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami

kejang. Kejang ini muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu.

Terdapat beberapa tipe kejang generalisata antara lain kejang absence, kejang

tonik-klonik, kejang mioklonik,kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik.

Kejang absence ( petitmal )

Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung

lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan

pembicaraan, menatap kosong kesatu arah, atau berkedip-kedip dengan cepat atau

mulut mengecap- ngecap. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang

sebulan atau beberapa kali sehari.orang tua/ guru mengeluh bahwa anak sering

tampak bengong/ melamun/ tidak perhatian. Kejang absence hampir selalu terjadi

pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini

mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama

kejang tonik-klonik.

Kejang tonik-klonik (grandmal)

8

Page 9: Refrat Epilepsi Ok

Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-

klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara

menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau

abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan

tonik kemudian klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai

disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh

mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase

klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian

berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Jumlah

kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah

mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang dan

lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode

tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit.

Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor, atau

bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak

dapat mengingat kejadian kejangnya. Kejang tonik-klonik demam, yang sering

disebut sebagai kejang demam paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari

5 tahun.

Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang

muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini

umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada

beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin

mengalami kejag nondemam pada kehidupan selanjutnya.

Gambar 1: kejang tonik-klonik

9

Page 10: Refrat Epilepsi Ok

Kejang mioklonik

Gerakkan seperti hentakan pada tangan dan kaki. Orang tua sering melapor

bahwa anak tampak seperti kaget/ tiba-tiba terdapat gerakan-gerakan pada tangan /

kaki. Jika serangan berlangsung hebat, benda apapun yang sedang di pegang anak

terlempar/terjatuh

Kejang atonik

Disebut serangan drop attack, terjadi karena otot kehilangan kekuatannya

selama beberapa detik. Pada saat serangan anak tiba-tiba jatuh lemas/ seperti

pingsan atau tiba-tiba kepala terjatuh (head drop) sehingga dapat membentur

sesuatu. Jika sering terjadi head drop anak memerlukan helm pengaman untuk

menghindari trauma kepala berulang.

Kejang klonik

Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di

lengan,tungkai, atau torso. (tubuh, tangan, dan kaki kelojotan)

Kejang tonik

10

Page 11: Refrat Epilepsi Ok

Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan

tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin

berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.

Ternyata dalam mendiagnosis pasien epilepsi, mengklasifikasikan jenis epilepsi pada

seorang pasien justru lebih penting daripada mendeskripsikan kejangnya (kejang parsial atau

kejang general), karena informasi klinis pada pasien ternyata juga memiliki makna klinis

yang relevan pada penyakit epilepsinya. Seperti pada anamnesis, terdapatnya riwayat trauma

kepala, atau riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang), kelainan pada pemeriksaan

neurologis, serta hasil electroencephalography (EEG) dan laboratorium.

ILAE akhirnya mengklasifikasikan kembali epilepsi menurut penyebabnya (idiopatik,

simptomatik, ataukah kriptogenik). Tiap penyebab kemudian dikelompokkan kembali

menurut usia pasien serta kemungkinan anatomi otak yang terkena. Klasifikasi sindrom

epilepsi ini kurang berhasil, bahkan menjadi kontroversial daripada klasifikasi serangan. Hal

ini dikarenakan pembagian sindrom epilepsi tersebut masih empiris. Pengelompokkan hanya

berdasarkan data klinis dan hasil EEG yang mencakup informasi anatomi, patologik atau

etilogi spesifik lainnya. Namun klasifikasi ini berguna untuk beberapa sindrom yang mudah

dikenali seperti infantile spasms dan benign partial childhood with central-midtemporal

spikes, dimana keduanya memiliki tatalaksana serta prognosis yang berbeda.

Selain itu terdapat beberapa sindrom epilepsi yang tergolong idiopatik namun

memiliki kesamaan gejala klinis dengan golongan kriptogenik. Pada akhirnya penggolongan

sindrom epilepsi ini tetap penting, dalam usaha tatalaksana pasien epilesi secara tepat dan

maksimal.

TABEL. 2 Modified Classification of Epileptic Syndromes

11

Page 12: Refrat Epilepsi Ok

I. Idiopathic epilepsy syndromes (focal or generalized)

A.Benign neonatal convulsions

 1.Familial

2.Nonfamilial

B. Benign childhood epilepsy

1. With central midtemporal spikes

2. With occipital spikes

C. Childhood/juvenile absence epilepsy

D. Juvenile myoclonic epilepsy (including generalized tonic-clonic seizures on awakening

E. Idiopathic epilepsy, otherwise unspecified

II. Symptomatic epilepsy syndromes (focal or generalized)

A. West syndrome (infantile spasms)

B. Lennox-Gastaut syndrome

C. Early myoclonic encephalopathy

D. Epilepsia partialis continua

1. Rasmussen syndrome (encephalitic form)

2. Restricted form

E. Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner syndrome)

F. Temporal lobe epilepsy

G. Frontal lobe epilepsy

H. Post-traumatic epilepsy

I. Other symptomatic epilepsy, focal or generalized, not specified

12

Page 13: Refrat Epilepsi Ok

III. Other epilepsy syndromes of uncertain or mixed classification

A. Neonatal seizures

B. Febrile seizure

C. Reflex epilepsy

D. Other unspecified

2.5 Mekanisme Dasar Epilepsi

Epilepsi adalah penyakit paroksismal yang disebabkan karena letusan listrik neuronal

yang abnormal yang ditimbulkan oleh letusan yang sinkron dari segolongan neuron

(synchoronous discharge of neuronal network).

Dengan demikian epilepsi dapat disebabkan oleh letupan listrik karena gangguan

membran dari neuron atau ketidakseimbangan antara pengaruh eksitatorik dan inhibitorik

(Browne dan Holmes 1997). Peningkatan faktor eksitatorik dan menurunnya faktor

inhibitorik ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan aktivitas potensial listrik di tingkat

neuronal.

Berdasarkan penelitian klinis timbulnya kejang epileptik pada model percobaan

binatang adalah didahului oleh depolarisasi membran sewaktu periode interiktal, yaitu

membran sel neuron yang berdekatan dengan badan sel mengalami kenaikan potensial listrik

sebesar 10-15 mV dengan masa depolarisasi yang relatif memanjang (100-200 msec) yang

disertai dengan aktivitas gelombang-gelombang paku lambat. Pada keadaan depolarisasi yang

panjang ini menimbulkan beberapa potensial aksi yang timbul pada akson, beriringan

menjauhi badan sel. Depolarisasi yang cukup kuat ini disebut sebagai “paroxysmal

depolarization shift” (PDS). Keadaan ini sesuai dengan patofisiologi epilepsi kronik pada

manusia, dimana sering ditemukan gelombang-gelombang paku pada EEG pada periode

interiktal.1

Sesuai dengan mekanisme dasar epilepsi, PDS timbul akibat gangguan fungsi

membran sel pada segolongan neuron atau karena input eksitatorik yang meningkat tajam

atau sebaliknya, fungsi inhibitorik yang menurun tajam. Selama periode interiktal pada fokus

tertentu diamati pada studi epilepsi eksperimental pada neokorteks kucing, melalui aplikasi

penicillin secara fokal, terjadi proses depolarisasi yang berkepanjangan yang disertai letupan-

letupan potensial aksi pada fase tonik, diikuti osilasi membran potensial dan letupan-letupan

13

Page 14: Refrat Epilepsi Ok

potensial aksi yang diselingi dengan “silent periode” yang khas untuk fase klonik. Silent

periode ini menandakan hyperpolarisasi temporer yang memblok PDS.1

Perubahan patofisiologi yang mendasari proses interiktal menjadi proses iktal dengan

manifestasi kejang epilepsi tidak diketahui dengan pasti. Gangguan stabilitas membran sel

neuron dan pengaruh dari neurotransmitter eksiatatorik atau inhibitorik. Perubahan ini tidak

terjadi hanya pada satu neuron saja tapi melibatkan neuron yang lebih jauh jaraknya melalui

mekanisme sinaps hingga timbullah aktivitas epilepsi pada segolongan neuron (neuronal

network) atau kemudian menyebar ke seluruh permukaan kortek melalui serabut

talamokortikal.1

Sebagaimana proses epilepsi dari saat interiktal menjadi proses iktal yang masih

belum jelas semikian juga pada proses berhentinya suatu aktivitas epilepsi. Kejang akan

berhenti sendiri sesuai dengan aktivitas yang meningkat dari proses inibisi serta bokade

depolarisasi yang ditandai dengan supresi aktivitas EEG postiktal.1

2.6 Patogenesis kejang umum

Pada epilepsi bangkitan kejang umum, kenaikan depalorisasi membran berasal dari

neuron neuron yang berada di daerah garis tengah otak. Secara bersamaan dan dalam waktu

yang singkat keadaan depolarisasi yang panjang ini akan menimbulkan beberapa potensial

aksi yang timbul pada akson, beriringan menjauhi badan sel dan menyebar ke seluruh bagian

korteks lainnya.

Patogenesis kejang umum.4

14

Page 15: Refrat Epilepsi Ok

Kejang umum ini terbagi menjadi :

- Kejang umum tonik klonik

Pada jenis bangkitan ini terjadi gangguan kesadaran dan terjadi kekakuan pada dada

dan tungkai (fase tonik), pada fase ini sering disertai dengan adanya suara yang keras akibat

dorongan kuat dari udara yang melewati pita suara (epilepsi cry). Fase tonik ini akan diikuti

gerakan berulang pada seluruh otot (fase klonik). Pada fase postiktal, kebanyakan pasien akan

merasa lelah, letargi dan bingung bahkan sampai tertidur. Pada beberapa pasien sering

terdapat gejala sindrom epilepsi yang muncul sebelum terjadinya bangkitan. Gejala gejala

tersebut dapat berupa rasa cemas, mudah tersinggung, penurunan konsentrasi, sakit kepala,

atau perasaan yang tidak nyaman.

Penurunan kesadaran yang terjadi pada fase post iktal ini diperkirakan karena

peningkatan metabolisme otak pada fase iktal. Metabolisme yang meningkat ini

membutuhkan oksigen yang tinggi dan tidak mampu dipenuhi oleh sistem respirasi sehingga

terjadi penimbunan laktat dan asam piruvat pada bangkitan yang lama dan menimbulkan

keadaan hipoksik pada otak.

1. Bangkitan Lena

Pada bangkitan lena (petit mal seizure) terjadi kehilangan kesadaran dalam waktu

yang singkat dan terjadi penghentian gerakan dan seluruh aktivitas. Bangkitan lena ini terjadi

secara tiba-tiba tanpa adanya periode postiktal. Pada bangkitan lena ini sering juga dijumpai

kejang mioklonik pada mata dan otot muka, beberapa tonus otot yang hilang serta

automatisme. Jika fase awal dan akhir dari bangkitan ini tidak dapat dibedakan atau pada saat

fase kejang terdapat kejang tonik serta gejala otonom, maka digunakan terminology kejang

atipikal. Kejang atipikal ini biasanya terjadi pada anak dengan retradasi mental seperti

sindrom Lennox-Gastaut.

2. Bangkitan umum klonik

Bangkitan umum klonik ini ditandai dengan adanya gerakan berulang pada otot, dapat

bilateral ataupun unilateral. Gerakan otot ini juga dapat terjadi sinkron ataupun asinkron.

Kejang mioklonik ini dapat bervariasi mulai dari gerakan kecil pada otot muka, lengan atau

tungkai sampai gerakan masif bilateral pada kepala, extremitas dan dada.

3. Bangkitan umum atonik

15

Page 16: Refrat Epilepsi Ok

Pada bangkitan atonik ini ditandai dengan hilangnya tonus otot yang terjadi secara

tiba-tiba Karena hilangnya seluruh tonus otot, para penderita akan jatuh sehingga sering

terjadi cedera.

2.7Patogenesis kejang parsial

Pada kejang parsial ini cetusan listrik yang abnormal berasal dari area tertentu pada korteks.

Patogenesis kejang parsial.4

Secara experimental telah dipastikan bahwa timbulnnya fokus epilepsi disebabkan

oleh proses “kindling” yaitu akibat dari stimulus yang subkonvusif pada beberapa struktur

otak dan menyebabkan struktur tersebut menjadi bersifat elektroensefalografi seizure yang

berarti sel neuron yang tadinya normal menjadi bersifat epilepsi dan jika terus menerus

dilakukan perangsangan berulang akan menimbulkan kejang.

Pada bangkitan parsial yang menjadi kejang umum sekunder, kejang fokal

ditimbulkan dari cetusan listrik berasal dari dari satu area dari korteks lalu menyebar ke

seluruh korteks serebri yang menghasilkan kejang tonik klonik.

Fenomena yang terjadi pada kejang parsial kompleks tergantung dari lokasi lesi

epileptogenic, gejala yang sangat jelas terlihat terjadi apabila lesi yang mengalami gangguan

adalah gyrus presentral. Gangguan yang mungkin terjadi jika lesi epileptogenik berada di

16

Page 17: Refrat Epilepsi Ok

daerah gyrus presentral dapat berupa kejang motorik fokal, yang terjadi pada wajah dan

tungkai kontralateral dari lesi serta kejang sensori fokal berupa perasaan tidak

menyenangkan, nyeri ringan samapai rasa panas pada wajah dan extremitas kontralateral dari

lesi. Pada lesi epileptogenik yang terjadi pada lobus frontal dapat menimbulkan kejang pada

mata, kepala dan leher kontralateral serta gerakan fleksi dan ekstensi pada bahu. Lesi

epiletogenik yang terjadi di daerah temporal dapat menimbulkan gangguan pada fungsi lobus

temporal seperti memori, daya pembau dan mengecap.

Lokasi epileptogenik dan jenis bangkitan parsial yang terjadi

2.8 Diagnosis

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk

bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform

pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai

berikut:

1. Anamnesis (auto dan alo-anamnesis)

a. Pola/bentuk bangkitan

b. Lama bangkitan

17

Page 18: Refrat Epilepsi Ok

c. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan

d. Frekuensi bangkitan

e. Faktor pencetus

f. Ada/tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang

g. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

h. Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan/kelahiran dan perkembangan

bayi/anak

i. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik

Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang

berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,

gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alcohol atau

obat terlarang, dan kanker.

3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti-bukti klinik dan/atau indikasi,

serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi

fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi

reflex). Bila EEG pertama menunjukkan hasil normal sedangkan persangkaan

epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam

setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus.

Indikasi pemeriksaan EEG:

- Membantu menegakkan diagnosis epilepsi

- Menentukan prognosis pada kasus tertentu

- Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi

- Membantu dalam menentukan letak fokus

- Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan sebelumnya)

b. Pemeriksaan pencitraan otak

Indikasi:

18

Page 19: Refrat Epilepsi Ok

- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural

- Adanya perubahan bentuk bangkitan

- Terdapat defisit neurologik fokal

- Epilepsi dengan bangkitan parsial

- Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun

- Untuk persiapan tindakan pembedahan

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan prosedur pencitraan pilihan

untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan

Computed Tomography Scan (CT-scan). MRI dapat mendeteksi sklerosis

hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan

MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi

pembedahan.

c. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, apus

darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula,

fungsi hati (SGOT, SGPT, gamma GT, alkali fosfatase), ureum, kreatinin, dan

lain-lain atas indikasi.

- Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP.

- Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya ada kelainan metabolik

bawaan.

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada kasus epilepsi ini dibedakan berdasarkan umur penderita.

1. Pada neonatus dan bayi

a. Jittering

b. Apneic spell

2. Pada anak

a. breth holding spells

b. sinkope

c. Migren

d. Bangkitan psikogenik/konversi

e. Prolonged QT syndrome

19

Page 20: Refrat Epilepsi Ok

f. Night terror

g. Tic

h. Hypersianotic attack

3. Pada dewasa

a. Sinkope

b. Serangan iskemik sepintas

c. Vertigo

d. Transient global amnesia

e. Narkolepsi

f. Bangkitan panic, psikogenik

g. Sindrom Menier

h. Tics

2.10 Tatalaksana

Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai

dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.

Prinsip terapi farmakologi:

1. OAE mulai diberikan bila:

a. Diagnosis epilepsi telah ditentukan

b. Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatan

c. Pasien dan keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping

yang timbul

1. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan

jenis bangkitan dan sindrom epilepsi.

2. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis

efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat plasma ditentukan bila

bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

20

Page 21: Refrat Epilepsi Ok

3. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol

bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar

terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan

4. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat

diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi

antarobat epilepsi.

Pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitan

Jenis Bangkitan OAE Lini

Pertama

OAE Lini

Kedua

OAE Lain yang

dapat

dipertimbangkan

OAE yang

sebaiknya

dihindari

Bangkitan

umum tonik

klonik

Sodium

Valproate

Lamotrigine

Topiramate

Carbamazepin

e

Clobazam

Levetiracetam

Oxcarbazepine

Clonazepam

Phenobarbital

Phenytoin

Acetazolamide

Bangkitan lena Sodium

Valproate

Lamotrigine

Clobazam

Topiramate

Carbamazepine

Gabapentin

Oxcarbazepine

Bangkitan

mioklonik

Sodium

Valproate

Topiramate

Clobazam

Topiramate

Levetiracetam

Carbamazepine

Gabapentin

Oxcarbazepine

21

Page 22: Refrat Epilepsi Ok

Lamotrigine

Piracetam

Bangkitan tonik Sodium

Valproate

Lamotrigine

Clobazam

Levetiracetam

Topiramate

Phenobarbital

Phenytoin

Carbamazepine

Oxcarbazepine

Bangkitan atonik Sodium

Valproate

Lamotrigine

Clobazam

Levetiracetam

Topiramate

Phenobarbital

Acetazolamide

Carbamazepine

Oxcarbazepine

Phenytoin

Bangkitan fokal

dengan/tanpa

umum sekunder

Carbamazepin

e

Oxcarbazepine

Sodium

Valproate

Topiramate

Lamotrigine

Clobazam

Gabapentin

Levetiracetam

Phenytoin

Tiagabine

Clonazepam

Phenobarbital

Acetazolamide

Efek samping obat anti epilepsi klasik:

Obat Efek Samping

Terkait Dosis Idiosinkrasi

Carbamazepine Diplopia, dizziness, nyeri kepala,

mual, mengantuk, netropenia,

hiponatremia

Ruam morbiliform,

agranulositosis, anemia aplastik,

hepatotoksik, SSJ, teratogenik

Phenytoin Nistagmus, ataksia, mual,

muntah, hipertropi gusi, depresi,

Jerawat, coarse facies, hirsutism,

lupus like syndrome, ruam, SSJ,

22

Page 23: Refrat Epilepsi Ok

mengantuk, paradoxical increase

in seizure, anemia megaloblastik

Dupuytren’s contracture,

hepatotoksik, teratogenik

Asam valproat Tremor, berat badan naik,

dyspepsia, mual, muntah,

kebotakan, teratogenik

Pankreatitis akut, hepatotoksik,

trombositopenia, ensefalopati,

udem perifer

Phenobarbital Kelelahan, restlegless, depresi,

insomnia (anak), distracatibility

(anak), hiperkinesia (anak),

irritability (anak)

Ruam makulopapular, eksfoliasi,

NET, hepatotoksik, arthritic

changes, Dupuytren’s

contracture, teratogenik

Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk,

dizziness, agresi (anak),

hiperkinesia (anak)

Ruam, trombositopenia

Obat anti epilepsy untuk anak

23

Page 24: Refrat Epilepsi Ok

24

Page 25: Refrat Epilepsi Ok

Untuk menghentikan pemberian OAE pada penderita yang sudah lama mengkonsumsi OAE

ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

1. Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:

a. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas

bangkitan selama minimal 2 tahun

b. Gambaran EEG normal

c. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dosis semula, setiap bulan dalam

jangka waktu 3-6 bulan.

d. Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.

2. Kekambuhan setelah penghentian OAE lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai

berikut:

a. Semakin tua usia

b. Epilepsi simtomatik

c. Gambaran EEG abnormal

d. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan

e. Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita

f. Penggunaan lebih dari satu OAE

g. Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi

h. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih

25

Page 26: Refrat Epilepsi Ok

3. Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan

selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan

dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali.

26