Upload
dera-fakhrunnisa-rukmana
View
256
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
REFERAT PATOLOGI ANATOMI
BLOK RESPIRATORY
“Adenokarsinoma”
Disusun oleh :
KELOMPOK D.1
Karina Adistiarini G1A009010
Dera Fakhrunnisa G1A009020
Gita Ika Irsatika G1A009030
Sukma Setya Nurjati G1A009040
Purindri Maharani S G1A009050
Bunga Wiharning S.P G1A009060
Saddam Husein S G1A009070
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Adenokarsinoma merupakan kanker yang berasal dari jaringan
kelenjar. Kanker merupakan penyakit penyebab kematian terbesar kedua
di dunia. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh The American Cancer
Society pada tahun 2002, terdapat 1,3 juta penderita kanker baru di
Amerika dan hampir 50% dari seluruh kasus mengalami kematian karena
kanker 1. Data kejadian kanker di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat
100 orang yang didiagnosis terkena kanker untuk setiap 100 ribu orang
indonesia setiap tahunnya2. Sedangkan menurut Suvei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2002, kanker merupakan penyebab kematian nomor
tiga di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke 3 (Bryant, 2007).
Pada sistem repirasi, adenokarsinoma yang sering ditemukan
adalah adenokarsinoma paru dan adenokarsinoma bronkioalveolar.
Adenokarsinoma paru tercatat terjadi sekitar 30%- 45% dan nampaknya
akan terus mengalami peningkatan. Kasus adenokarsinoma paru biasanya
terjadi pada organ paru dan lebih sering terjadi pada wanita daripada
pada pria, dengan kecenderungan metastasis pada area awal di
sekitar nodus limfa dan otak. Penderita adenokarsinoma paru biasanya
memiliki riwayat penyakit paru interstitial kronis, seperti skleroderma,
penyakit reumatoid, sarkoidosis, pneumonitis interstitial, tuberkolosis,
infeksi paru berulang atau penyakit paru yang disertai nekrosis. Hal ini
menyebabkan adenokarsinoma sering disebut scar carcinoma (Bryant,
2007).
Adenokarsinoma bronkioalveolar, yang merupakan sebuah subtipe
adenokarsinoma paru dengan tingkat kejadian sekitar 2% - 4% dari total
kejadian kanker paru, sering dikaitkan dengan beberapa penyakit paru
yang berakibat pada fibrosis paru, seperti pneumonia, fibrosis
paru idiopatik, granulomata, asbestosis, alveolitis dengan fibrosis,
skleroderma, dan penyakit Hodgkin. Tempat terjadinya kanker ini masih
1
menjadi perdebatan, namun kemungkinan telah diperkecil antara
populasi sel Clara atau pneumosit tipe II yang merambat
sepanjang alveolar septa (Bryant, 2007).
Adenokarsinoma dapat menyerang paru, kolon, serviks, protat,
vagina, pankreas, esofagus, payudara, abdomen, dan banyak organ-organ
vital lainnya. Sering kali adenokarsinoma ini memiliki prognosis yang
buruk. Karena itu, kami membuat referat ini untuk meningkatkan
pemahaman mengenai Adenokarsinoma yang dikhawatirkan berbahaya.
(Subramanian, 2007)
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui dan
memperdalam mengenai Adenokarsinoma.
b. Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Adenokarsinoma
2. Memahami epidemiologi Adenokarsinoma
3. Memahami etiologi Adenokarsinoma
4. Memahami patogenesis dan patofsiologis Adenokarsinoma
5. Memahami klasifikasi Adenokarsinoma
6. Memahami gambaran patologi anatomi Adenokarsinoma
7. Memahami penegakkan diagnosis Adenokarsinoma
8. Memahami terapi lama dan terapi baru Adenokarsinoma
9. Memahami komplikasi dari Adenokarsinoma
10.Memahami prognosis Adenokarsinoma
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Adenokarsinoma adalah kanker yang berasal dari jaringan kelenjar.
jaringan ini juga bagian dari kategori jaringan yang lebih besar dikenal
sebagai epitel. Jaringan epitel termasuk, namun tidak terbatas pada, kulit,
kelenjar dan berbagai jaringan lainnya yang melapisi rongga dan organ
tubuh (Subramanian, 2007).
Embryo epitel berasal dari ektoderm, endoderm dan mesoderm.
Harus diklasifikasikan sebagai adenokarsinoma, sel-sel tidak selalu perlu
menjadi bagian dari suatu kelenjar, asalkan mereka memiliki sifat sekresi
(Subramanian, 2007).
Bentuk karsinoma dapat terjadi dalam beberapa mamalia yang
lebih tinggi, termasuk manusia. Yah adenocarcinoma dibedakan cenderung
menyerupai jaringan kelenjar bahwa mereka berasal dari, sedangkan
diferensiasi buruk tidak mungkin. Dengan pewarnaan sel-sel dari biopsi,
ahli patologi akan menentukan apakah tumor merupakan adenokarsinoma
atau beberapa jenis kanker lainnya (Subramanian, 2007).
Adenokarsinoma dapat timbul dalam banyak jaringan tubuh karena
sifat mana-mana kelenjar dalam tubuh. Meskipun setiap kelenjar mungkin
tidak mensekresi substansi yang sama, selama ada fungsi eksokrin ke sel,
itu dianggap kelenjar dan bentuk ganas yang karenanya bernama
adenokarsinoma (Subramanian, 2007).
Tumor kelenjar endokrin, seperti VIPoma, insulinoma sebuah,
pheochromocytoma, dll, biasanya tidak disebut tumor neuroendokrin
sebagai adenocarcinoma, tetapi, sering disebut. Jika jaringan kelenjar tidak
normal, tapi jinak, dikatakan menjadi suatu adenoma (Subramanian,
2007).
Adenoma jinak biasanya tidak menyerang jaringan lain dan jarang
bermetastasis. adenocarcinoma ganas menyerang jaringan lain dan sering
3
bermetastasis diberikan cukup waktu untuk melakukannya (Subramanian,
2007).
Istilah ini adenokarsinoma berasal dari makna 'adeno' 'mengenai
kelenjar' dan 'karsinoma', yang menggambarkan suatu kanker yang
dikembangkan dalam sel epitel (Subramanian, 2007).
B. EPIDEMIOLOGI
Adenokarsinoma merupakan penyebab kematian terbesar kedua di
dunia disebabkan oleh kanker. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh The
American Cancer Society pada tahun 2002, terdapat 1,3 juta penderita
kanker baru di Amerika dan hampir 50 % dari seluruh kasus mengalami
kematiaan karena kanker. Data kejadian kanker di Indonesia menunjukkan
bahwa terdapat 100 orang yang terdiagnosis terkena kanker untuk setiap
100 ribu orang Indonesia pada setiap tahunnya. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, kanker merupakan
penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah jantung dan stroke
(Bryant, 2007).
World Health Organization (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa
insidens penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan
PMR 13 %. Di negara maju seperti Amerika dan Inggris, kematian akibat
kanker menduduki peringkat kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Salah
satu kanker yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah kanker
paru. WHO World Report 2000 melaporkan, PMR kanker paru pada tahun
1999 di dunia 2,1%. Menurut WHO, Cause Spesific Death Rate (CSDR)
kanker trakea, bronkus, dan paru di dunia 13,2 per 100.000 penduduk
dengan PMR 2,3% (WHO, 2004).
4
C. ETIOLOGI
Beberapa etiologi dari karsinoma paru adalah sebagai berikut.1. Kebiasaan merokok
Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promoter dan progresor,dan rokok diketahui mempunyai pengaruh terbesar terjadinya kanker paru. Tidak hanya pada perokok aktif yang berisiko terhadap kanker paru, namun perokok pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar (Amin, 2009).
2. Bahan Berbahaya IndustriResiko kanker meningkat pada penderita
asbestosis. Dapat terjadi peningkatan resiko pada asbestosis dengan kombinasi merokok. Laten period sebelum terjadinya kanker adalah selama 10-30 tahun. Resiko asbestosis untuk terkena kanker paru adalah 5 kali lipat orang bukanperokok. Perokokberat yang terpajan asbestos memperlihatkan peningkatan risiko kanker paru sekitar 55 kali lipat dibandingkan dengan bukan perokok yang tidak terpajan asbestos (Kumar et al, 2007).
Selain itu radiasi ion pada pekerja tambang uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisklik hidrokarbon serta vinil klorida juga merupakan etiologi dari kanker paru (Amin, 2009).
3. Genetik
5
Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni : Proto oncogene, Tumor suppressor gene, Gene encoding enzyme (Amin, 2009).
4. UsiaFrekuensi kanker meningkat seiring pertambahan
usia. Sebagian besar mortalitas akibat kanker terjadi pada usia antara 55 dan 75 tahun. Angka ini menurun seiring dengan penurunan jumlah populasinya (Kumar et al, 2007).
5. DietBeberapa penelitian melaporkan bahwa
rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2009).
D. KLASIFIKASI DAN GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI
Adenocarcinoma diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu
sebagai berikut :
1. Acinar Adenocarcinoma
Merupakan bentuk yang paling umum. Didefinisikan oleh
WHO yaitu, memiliki bentuk dominasi struktur kelenjar yaitu dengan
asinus dan tubulus dengan atau tanpa daerah papiler atau solid. Tumor
dibedakan baik dari kelenjar dimana dilapisi oleh sel columnar tinggi
(Amin, 2009).
2. Papillary Adenocarcinoma
Papiler adenocarcinoma memiliki susunan yang di dominasi
struktur papiler. Struktur Papillary dengan tonjolan sel ke kelenjar
lumen. Umumnya tipe papiler ini menunjukkan inti dari jaringan ikat
fibrosa yang ditutupi oleh lapisan tunggal cuboid (Amin, 2009).
3. Karsinoma bronchioalveolar
6
Merupakan adenokarsinoma di mana sel-sel tumor silindris
tumbuh pada dinding alveoli yang sudah ada sebelumnya (Amin,
2009).
4. Solid adenokarsinoma
Permukaannya berlendir dan padat merupakan salah satu ciri
khas dari solid adenokarsinoma Karena jenisnya padat sehingga sulit
untuk melihat pembentukan kelenjar (Amin, 2009).
Berikut adalah gambaran patologi anatomi untuk adenokarsinoma :
Gambar 1. Adenokarsinoma
Tampak sel tunggal berbentuk morula, asini, dan papiler. Inti sel
terletak di tepi dengan bentuk bulat/oval, tampak kromatin halus dan
tampak anak inti yang menonjol cukup besar. Pada adenokarsinoma ini
sitoplasma tampak lebar.
Khas pada adenokarsinoma tampak bentuk formasi glandular dan
kecenderungan kearah pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya
membentuk musin dan seringtumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru
(scar) (Amin, 2009).
E. PATOGENESIS
7
Sel epitel pernafasan (EFGR) membutuhkan banyak perubahan
genetik menjadi invasif dan metastasis kanker. Kita dapat mendeteksi
beberapa perubahan sel pada perokok dan mantan perokok.
Ketidak stabilan genetik pada kanker terdapat 2 tingkat, yaitu pada
tingkat kromosom dan tingkat nuklotida. Pusat kanker paru menyebabkan
kelainan pada angka kromosom dan kelainan sitogenik structural termasuk
selesi dan dan translokasi nonreciprocal. Ketidakseimbangan kromosom
berhubungan dengan hilangnya fungsi mitosis. (Tang, 2005).
Sebenarnya bagaimana hal ini terjadi pada kanker paru-paru tidak
diketahui secara pasti. Tumor menyalin nomer DNA dapat lebih terstruktur
dan dengan cara baru teknik sitogenetika molekuler seperti perbandingan
genom hibridisasi, yang juga menunjukkan beberapa kelainan pada kanker
paru.
Setidaknya tiga kelas gen selular yang terlibat, proto-onkogen, gen
penekan tumor (TSGs), dan perbaikan DNA gen. Aktivitas onkogenik
sering terjadi melalui mutasi point, amplifikasi gen, atau perbaikan dimana
TSGs dinonaktifkan secara baik dengan pengurangan 1 alel induk yang
dikombinasikan dengan point atau mutasi kecil, atau inaktivasi metilasi
dari target TSG di alel yang tersisa, disregulasi dari ekspresi gen (Fong,
1999).
Penelitian saat ini belum dapat memastikan peran kelainan gen
yang menonjol dari perbaikan DNA pada kanker paru termasuk perbaikan
gen DNA yang tidak cocok. Namun, perubahan dalam urutan pengulangan
sudah terlihat. Fenotipe yang terlihat dalam kanker paru muncul berbeda
dari fenotipe replication error repair (RER+) khusus yang terlihat pada
tumor dengan mutasi pada perbaikan gen DNA yang tidakcocok.
Pada kanker paru, pengaruh ketidakstabilan terhadap proporsi dari markers
relative kecil dan menyebabkan perubahan tunggal dari ikatan alel
individu yang berlawanan dengan “RER+laddering.” Kami mengacu pada
fenotip yang terlihat di kanker paru sebagai perubahan mikrosatelit. Ada
laporan yang melibatkan jalur perbaikan DNA lain dalam kanker paru.
8
Ini termasuk mutasi tidak berkala dalam gen yang terlibat dalam
perbaikan kerusakan DNA oksidatif (OGG1) dan inaktivasi gen DNA
perbaikan O6-metilguanin-DNA methyltransferase (MGMT) oleh
mekanisme epigenetik dari promotor hypermethylation (Fong, 1999).
F. PATOFISIOLOGI
Tumor yang terjadi pada permulaannya dimulai dengan adanya zat
yang bersifat initiation yang merangsang terjadinya perubahan sel.
Perangsangan yang lama diperlukan dan berkesinambungan untuk memici
timbulnya penyakit tumor. Inisiasi agen biasanya berupa biologis, kimia
atau fisik yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur
dasar dari komponen (DNA). Dari akibat keterpaparan yang lama ditandai
dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor.
Proses ini berlangsung lama, hingga minggu bahkan sampai tahunan.
Penyerangan percabangan segmen / sub bronkus menyebabkan silia hilang
dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen dari etiologinya.
Akibat dari adanya pengedapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hiperplasia dan displasia. (Price & Wilson, 2005)
Lesi yang terletak pada sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul
bisa berupa batuk, dispneu, demam, hemoptysis, dan dingin. Pada
auskultasi terdengar suara wheezing unilateral. Kebanyakan jenis tumor ini
timbul di daerah perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
kronik. Seringkali lesi juga meluas ke pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini, dan sering bermetastatis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala. (Price & Wilson, 2005).
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
9
Berikut adalah langkah – langkah dalam penegakan diagnosis
adenokarsinoma :
1. Anamnesis
Sebagian besar adenokarsinoma adalaha simptomatik sampai
penyakit menunjukkan perkembangan berarti. Tumor yang membesar
akan merusak jaringan sekitarnya dan memberikan gejala.
Sedangkan jika dilihat dari faktor risiko, merokok meningkatkan
risiko untuk hamper semua jenis kanker. Mungkin ada factor risiko lain
untuk adenokarsinoma di lokasi organ yang berbeda. Setiap tempat
mungkin memiliki faktor yang berbeda (Patrick, 2006).
2. Pemeriksaan Fisik
Adenokarsinoma sangat sulit dideteksi. Dari pemeriksaan fisik
bisa ditemukan benjolan. Untuk adenokarsinoma paru biasanya
terdeteksi nodul dengan ukuran 20mm-50mm (Patrick, 2006).
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan sebagai pemeriksaan awal untuk mendeteksi adanya
kanker paru. Biasanya dengan menggunakan foto rontgen toraks,
tetapi jika ingin hasilnya lebih baik bisa digunakan CT Scan
ataupun MRI (Amin, 2009).
b) Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan ini tidak selalu memberikan hasil positif karena
tergantung dari beberapa hal, diantaranya letak tumor terhadap
bronkus dan jenis dari tumor itu sendiri ( Amin, 2009).
c) Pemeriksaan histopatologi
Merupakan gold standar untuk diagnosis kanker paru, termasuk
adenokarsinoma. Untuk mendapatkan spesimen yang akan
digunakan pada pemeriksaan ini dilakukan dengan cara biopsi
(Amin, 2009).
10
H. TERAPI LAMA
Pengobatan kanker bergantung pada jenis atau tipe kanker yang
diderita, darimana asal kanker tersebut atau pola penyebarannya. Umur,
kondisi kesehatan umum serta sistem pengobatan juga mempengaruhi
proses pengobatan kanker.
Pengobatan yang umumnya diberikan adalah melalui :
1. Pembedahan atau operasi, di mana tumor diambil bila memungkinkan
2. Kemoterapi dengan obat-obatan sitostatika (obat membunuh sel
kanker).
3. Radioterapi (menggunakan sinar radiasi).
4. Terapi hormonal
5. Terapi biologik (molekuler atau menggunakan obat non-sitstatika
khusus).
Secara umum biasanya digunakan lebih dari satu macam cara
pengobatan di atas, misalnya pembedahan yang diikuti oleh kemoterapi,
bahkan seringkali ketiga cara pengobatan tersebut di atas digunakan.
Tujuan utama operasi adalah mengangkat kanker secara
keseluruhan, karenanya hanya dapat sembuh kalau yang belum menjalar
ketempat lain. Sedangkan kemoterapi dan radiasi bertujuan untuk
membunuh sel kanker atau menghentikan pertumbuhan sel kanker atau
paling tidak memperlambat perkembangan sel kanker baru.
I. TERAPI BARU
Beberapa tahun terakhir dengan berkembang pemahaman biologi
kanker melahirkan beberapa terapi target yang menghambat proses biologi
perkembangan NSCLC, yaitu antibodi monoklonal dan molekul kecil
penghambat tyrosin kinase (TKI) (Giaccone, 2007).
Monoklonal antibodi anti EGFR seperti Cetuximab berikatan
dengan ektraselluler domain yang menginaktifkan konfigurasi EGFR yang
berkompetisi dengan ikatan reseptor dengan demikian menghambat
aktifasi ligand tyrosin kinase EGFR. Molekul kecil penghambat tyrosin
11
kinase EGFR seperti Erlotinib dan Gefitinib secara timbal balik dengan
ATP mengikat domain intraselluler katalis EGFR tyrosin kinase sehingga
menghambat autophosphorylation dan signaling. Antibody monoclonal
anti EGFR hanya mengenal EGFR semata oleh karena itu sangat selektif
terhadap reseptor tersebut, beberapa macam molekul kecil penghambat
tyrosin kinase EGFR menghambat growth factor reseptor tyrosin kinase
termasuk beberapa anggota family EGFR, ataupun reseptor
vascular endothel growth factor (VEGF) (Ciardiello, 2008).
Uji klinis terapi dengan anti bodi monoklonal kini mengalami
kemajuan pada hampir semua jenis kanker. FDA sejauh ini telah
menyetujui beberapa terapi target untuk kanker tertentu antara lain seperti
rituximab (rituxan),trantuzumab (Hercepin), Cetuzimab (erbitux) dan
Bevacizumab (Avastin) (Noda, 2002).
Gambar 2. Mekanisme kerja obat antibodi monoklonal anti-EGFR pada sel
kanker (Ciardiello, 2008).
J. KOMPLIKASI
1. PnemonitisGangguan faal bronchus danretensi lender
umumnya menimbulkan pneumonitis yang berulang.
12
Dalam keadaan yang lebih berat lagi dapat menimbulkan abses paru, pada keadaan lebih lanjut akan menyebabkan obstruksi bronchus dengan segala akibatnya seperti atelektasis (Sjamsuhidajat et al, 2005).
2. Gangguan pada NervusAdanya gangguan pada n. recurens akan
menyebabkan disfoniaparalisis pita suara. Sedangkan gangguan pada n. frenicus akan menyebabkan kelumpuhan pada diafragma yang sering tidak disadari. Infiltrasi plexus brachialis menyebabkan sindrom pleksus brakialis yang sangat nyeri (Sjamsuhidajat et al, 2005).
3. MetastasisMetastasis melalui saluran getah bening
menimbulkan pembesaran kelenjar getah bening di hilus dan mediastinum sampai supraklavikula dan paraskalenus. Pada wanita adenokarsinoma dapat bermetastasis ke ginjal, lambung, usus besar, dan peritoneum (Kostakou, et al, 2007).
K. PROGNOSIS
Yang terpenting dalam prognosis kanker paru adalah penentuan
stadium dari penyakit. Pasien yang telah dilakukan tindakan bedah,
kemungkinan hidup setelah operasi adalah 30%.
40% penderita adenokarsinoma meninggal akibat komplikasi
torakal, 55% karena ekstratorakal. 15% adenokarsinoma bermetastasis ke
otak dan 8-9% meninggal karena kelainan system saraf sentral.
13
Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi,
dari 6 bulan hingga 1 tahun. Hali ini sangat bergantung pada performance
status menurut skala Karnofsky, luasnya penyakit, adanya penurunan berat
badan dalam 6 bulan terakhir. (Sudoyo, 2006).
BAB III
KESIMPULAN
1. Adenokarsinoma merupakan kanker yang berasal dari jaringan kelenjar.
2. Adenokarsinoma merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia
disebabkan oleh kanker.
3. Etiologi dari adenokarsinoma diantaranya adalah kebiasaan merokok bahan berbahaya industri, genetik, usia, dan diet.
4. Adenokarsinoma diklasifikasikan menjadi acinar adenocarcinoma,
papillary adenocarcinoma, karsinoma bronchioalveolar, dan solid
adenocarcinoma.
5. Penegakan diagnosis adenokarsinoma yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
14
penunjang yang terdiri dari pemeriksaan radiologis, pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan histopatologi.
6. Terapi untuk kanker, termasuk adenokarsinoma secara umum biasanya
digunakan lebih dari satu macam cara terapi, misalnya pembedahan yang
diikuti oleh kemoterapi.
7. Pada beberapa tahun terakhir dikembangkan monoklonal antibodi anti
EGFR untuk pengobatan kanker termasuk adenokarsinoma.
8. Komplikasi dari adenokarsinoma diantaranya adalah pneumonitis,
gangguan pada nervus dan metastasis.
9. Prognosis adenokarsinoma adalah buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli. 2009. KankerParu dalam Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam, Jilid III EdisiV. Jakarta: FK UI, hal. 2255-2256.
Bhattacharjee, Arindam et all. 2001. Classification of human lung carcinomas by
mRNA Expression Profiling Reveals Distinct Adenocarcinoma Subclasses.
PNAS Journal. Vol. 98 No. 24: 13790–13795.
Bryant, A.2007. Differences in Epidemiology, Histology, and Survival Between
Cigarette Smokers and Never-Smokers Who Develop Non-Small Cell Lung
Cancer. Chest Journal .132 (1): 198–192.
Davey, Patrick. 2006. Medicine at a Glance. Surabaya : Penerbit Erlangga.
15
Fong, Kwun M & Yoshitaka Sekido and John D. Minna, 1999. Molecular
Pathogenesis of Lung Cancer. Vol 118:1136-1152.
Giaccone, Giuseppe. 2007. The Potencial of Antiangiogenic Therapy in Non –
Small Cell Lung Cancer. Amerian Association for Cancer Research Journal.
Vol. 13 (7).
Kostakou, Chrysoula., Khaldi, Lubna., Kapsoritakis, Andreas. 2007. Melaena: A
Rare Complication Of Duodenal Metastases From Primary Carcinoma Of
The Lung. The Internet Journal of Gastroenterology.,vol. 5 : 2.
Kumar V, Cotran RS, & Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi, Volume 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 561-562.
Noda, Kazumasa et all. 2002. Irinotecan Plus Cisplatin Compared with Etoposide
Plus Cisplatin for Extensive Small-Cell Lung Cancer. The New
England Journal of Medicine. Vol. 346 No. 2. 85 – 91.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. hal. 433.
Subramanian J, Govindan R. 2007. Lung Cancer in Never Smokers: a
Review. Journal of Clinical Oncology. Vol. 25 (5): 561–70.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta.
FKUI.
Tang X, Shigematsu H, Bekele BN, et al. 2005. Role of EGFR mutations in the
pathogenesis of lung adenocarcinomas. THORAX an International Journal
of Respiratory Medicine. Vol 65: 7568–72.
Zain, Hamdani et all. 2007. Karakterisasi Sifat Autofluoresensi Jaringan
Adenokarsinoma Menggunakan Metode Analisis Multieksitasi. Jurnal
Makara Kesehatan. Vol. 11 No. 2: 69 – 75.
16
17