65
A. Pendahuluan Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan simbol feminitas perempuan. Adanya kelainan pada payudara akan dapat mengganggu pikiran, emosi serta menurunkan kepercayaan diri seorang perempuan. 1. Embriologi Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan ektodermal disepanjang garis (garis susu) yang terbentang dari aksila sampai regio inguinal. Pada manusia, golongan primata gajah dan ikan duyung, dua pertiga kaudal dari garis tersebut segera menghilang dan meninggalkan bagian dada saja, yang akan berkembang menjadi cikal bakal payudara Beberapa hari setelah kelahiran, dapat terjadi pembesaran payudara unilateral atau bilateral diikuti dengan sekresai cairan keruh. Keadaan yang disebut mastitis neonaturm ini disebabkan oleh berkembangnya sistem duktus dan tumbuhnya asinus serta vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya kadar estrogen ibu dalam sirkulasi darah bayi. Setelah lahir, terjadi penurunan kadar estrogen yang merangsang hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbulkan perubahan pada payudara. 2. Anatomi Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Batas payudara yang normal terletak antara iga 2 di

PATOLOGI ANATOMI - Payudara

Embed Size (px)

Citation preview

A. Pendahuluan

Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan simbol feminitas

perempuan. Adanya kelainan pada payudara akan dapat mengganggu pikiran, emosi serta

menurunkan kepercayaan diri seorang perempuan.

1. Embriologi

Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan

ektodermal disepanjang garis (garis susu) yang terbentang dari aksila sampai regio

inguinal.

Pada manusia, golongan primata gajah dan ikan duyung, dua pertiga kaudal dari

garis tersebut segera menghilang dan meninggalkan bagian dada saja, yang akan

berkembang menjadi cikal bakal payudara

Beberapa hari setelah kelahiran, dapat terjadi pembesaran payudara unilateral atau

bilateral diikuti dengan sekresai cairan keruh. Keadaan yang disebut mastitis neonaturm

ini disebabkan oleh berkembangnya sistem duktus dan tumbuhnya asinus serta

vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya kadar

estrogen ibu dalam sirkulasi darah bayi. Setelah lahir, terjadi penurunan kadar estrogen

yang merangsang hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang

menimbulkan perubahan pada payudara.

2. Anatomi

Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Batas payudara yang normal

terletak antara iga 2 di superior dan iga 6 di inferior (pada usia tua atau mamma yang

besar bisa mencapai iga 7), serta antara taut sternokostal di medial dan linea aksilaris

anterior di lateral. Pada bagian lateral atasnya, jaringan kelenjar ini keluar darim

bulatannya kearah aksila, disebut penonjolan Spance atau ekor payudara. Dua pertiga

bagian atas mamma terletak diatas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga bagian

bawahnya terletak diatas otot seratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis, dan otot

rektus abdominis.

Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar, masing-masing

mempunyai saluran bernama duktus laktiferus yang akan bermuala ke papila mamma

(nipple-aerola complex, NAC). Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara

kulit dan kelenjar tersebut, terdapat jaringan lemak. Diantara lobulus, terdapat jaringan

ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka pada payudara.

Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior dari

arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris, dan

beberapa arteri interkostalis.

Payudara sisi superior dipersarafi oleh nervus suprakalivikula yang berasal dari

cabang ke -3 dan ke-4 pleksus servikal. Payudara sisi medial dipersarafi oleh cabang

kutaneus dari nervus intercostalis 2-7. Papila mamma terutama dipersarafi oleh cabang

kutaneus lateral dari nervus intercostalis 4., sedangkan cabang kutaneus lateral dari

nervus intercostalis lain mempersarafi aeroladan mamma sisi lateral. Kulit daerah

payudara dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis dan nervus intercostalis. Jaringa

payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu

diingat sehubungan dengan timbulnya penyulit berupa paralisis dan mati rasa

pascabedah, yakni nervus intercostobrakialis dan nervus cutaneus brakius medialis, yang

mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila,

saraf ini sedapat mungkin dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa didaerah

tersebut.

Nervus pektoralis yang mengurus otot pektoralis mayor dan minor, nervus

torakodorsalis yang mengurus otot latisimus dorsi, dan nervus terkotalis longus yang

mengurus otot seratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan

diseksi aksila.

Terdapat enam kelompok kelenjar limfatk vena aksilarik yang dikenali oleh ahli

bedah yaitu kelompok limfatik vena aksilaris, mamaria eksterna, skapular sentral,

subklavikularis, dan interpektoral (rotter’s group). Sekitar 75% aliran limfatik payudara

menyalir ke kelompok limfatik aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal (mamaria

interna), terutama dari bagian sentral dan medial, dan ke kelenjar interpektoralis. Pada

aksila terdapat rata-rata 50 (berkisar dari 10-90) buah kelenjar getah bening yang berada

disepanjang arteri dan vena brakialis. Saluran limfa dari seluruh payudara ke kelompok

anterior aksila, kelompok sentral aksila, dan kelenjar aksila bagian dalam, yang melalui

sepanjang vena aksila dan berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di

fossa supraklavikuler.

Jalur limfa lainnya berasal dari daerah sentral dan medial, yang selain menuju

kekelenjar sepanjang pembuluh mamaria interna juga menuju ke aksila kontralateral, ke

otot rektus abdominis melalui ligamentum falsiparum hepatitis ke hati, pleura, dan

payudara kontralateral.

Untuk standarisasi luasnya diseksi aksila, kelenjar aksila dibagi menjadi 3 level.

Level Berg I terletak disebelah lateral otot pectorlis minor. Level Berg II terletak dibalik

otot pektoralis minor. Level Berg III mencakup kelenjar limfatik subklavikula disebelah

medial otot pektoralis minor.

3. Fisiologi

Payudara mengalami 3 macam perubahan yang dipengaruhi hormon.

Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa

fertilitas, sampai klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh

ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hipofisis menyebabkan

berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.

Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid,

payudara membesar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi

pembesaran maksimal. Kadang, timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama

beberapa hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan

fisik, terutama palpasi sulit dilakukan. Pada waktu itu, mamografi terjadi rancu

karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal diatas berkurang.

Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,

payudara membesar karena duktus lobus dan duktus alveolas berproliferasi dan

tumbuh duktus baru.

Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu

diproduksi oleh sel-sel alveoulus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui

duktus ke puting susu yang dipicu oleh oksitosin.

B. Pemeriksaan Fisik

Amnesia penderita kelainan payudara harus meliputi riwayat reproduksi dan

ginekologi.

Pada inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian,

inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, warna kulit, lekukan, retrasi papila,

adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling)

akan terlihat jelas bila pasien diminta untuk mengngkat lengannya lurus keatas.

Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal tipis di

punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan ruas pertama jari

telunjuk, tengah dan manis yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap

kuadran payudara dengan alur melingkar atau zig-zag. Penilain pada hakekatnya sama

dengan penilaian tumor ditempat lain. Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika

penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Perabaan aksila pun lebih mudah

dilakukan pada posisi duduk. Palpasi juga dilakukan guna menentukan apakah benjolan

melekat ke kulit dan atau dinding dada.

Dengan memijat halus puting susu, dapat diketahua adanya pengeluaran cairan,

berupa darah atau bukan. Pengeluaran darah dari puting payudara diluar masa laktasi

dapat disebakan oleh berbagai kelainan seperti karsinoma, papiloma di salah satu duktus

dan kelainan yang disertai ektasia duktus.

C. Kelainan Pertumbuhan dan Perkembangan

Bila payudara seorang perempuan dewasa tidak berkembang, kemungkinan

penyebabnya dapat meliputu agnesis (tidak terdapat perkembangan) ovarium, kelainan

hormonal, atau sekedar karena akil balig yang terlambat. Sebaliknya, akil balig juga

mungkin terjadi lebih cepat.

Hipertrofi payudara dewasa atau makromastia jarang disebakan oleh kelainan

hormonal, tetapi lebih sering karena obesitas.

1. Ginekosmatia

Ginekomastia adalah hipertrofi payudara lelaki. Hipertrofi ini pada masa

remaja sering ditemukan berupa cakram yang nyeri sebesar 2-3 cm, biasanya

bilateral. Dalam waktu satu tahun, kelainan ini akan surut menjadi normal kembali.

Ginekomastia biasanya ditemukan pada pria usia lebih dari 65 tahun, terutama

pada obesitas. Penyakit hati seperti kanker atau sirosis hati, karsinoma, testis tumor

anak ginjal, hipertirodisme, dan hipogonadisme, dapat disertai ginekomastia. Banyak

obat yang dapat menyebabkan ginekomastia, seperti hormon (estrogen, androgen),

antihiopertensi, digitalis, simetidin, diazepam, amfetamin dan kemoterapeutik

kanker.

Ginekomastia harus dicari penyebabnya walaupun sekitar 50% diantaranya

tidak dapat ditentukan penyebanya. Diagnosis dapat dibuat dengan biopsi dan atau

mamografi. Diagnosis banding ginekomastia unilateral ialah karsinoma payudara.

Kalau kelainan ini mengganggu, termaksud secara kosmetik, dapat dianjurkan

ablasi subkutan.

2. Anomali

Anomali mamma meliputi amastia (payudara tidak ada kelenjar mama),

athelia (tidak ada puting payudara), jaringan mamma aksesoris (tambahan), dan

mama aberan (ektopik, menyimpang).

Amatia dan athelia sangat jarang terjadi. Amastia kadang disertai tidak

adanya otot pektoralis. Mama aksesoris adalah terdapatnya lebih dari dua

payudara atau papila mama tanpa jaringan payudara yang terletak disepanjang

pada garis susu mulai dari aksila sampai ke regio inguinal. Umumnya kelainan ini

ditemukan diketiak dan rudimenter sehingga sering salah dikira sebagai tahi lalat.

Mama aberan ditemukan dua kali lebih banyak pada perempuan. Bila anomali ini

mengganggu atau ada kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya karsinoma

yang sukar dideteksi, dapat dilakukan eksisi.

Benjolan payudara aksiler (benjolan Spence) merupakan lanjutan jaringan

mamma ke aksila sehingga tidak tergolong anomali. Kelainan yang merupakan

penonjolan suatu lobus payudara ini bentuknya beragam, mulai dari benjolan kecil

sampai benjolan yang seolah-olah bertangkai.

D. Infeksi

1. Mastitis Puerperalis Akut

Pada minggu-minggu pertama laktasi, dapat terjadi infeksi payudara oleh

bakteri stapilokokus atau streptokokus yang masuk melalui puting susu yang luka

berupa fisura atau lewat muara duktus laktiferus. Mastitis puerperalis ini dapat

berkembang menjadi abses yang nyeri disertai demam. Infeksi bisa berlanjut ke

kelenjar aksila.

Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan puting dan jika ada luka,

cepat diobati. Stasis air susu akan membantu timbulnya infeksi bila produksi susu

berlebihan. Sebaiknya, dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap khusus.

Penyaliran setelah semua abses diinsisi akan menolong sekali.

2. Matitis Tuberkulosa

Mastitis spesifik ini jarang ditemukan. Dapat timbul abses dingin yang tidak

begitu nyeri. Karena dapat dikacaukan dengan karsinoma mamma. Diperlukan

anamnesis yang teliti dan biopsi di tempat yang tepat, yaitu pada masa yang

tersisa setelah nana disalir. Kadang mastitis tuberkulosa membentuk fistel.

Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan dan pembiakan nanah dan pemeriksaan

histologi biopsi. Kelainan ini diobati dengan pemberian tuberkulostatik.

3. Fistel Paraaerola

Fistel paraaeroal tidak jarang dijumpai pada pelebaran duktus laktiferus.

Salah satu duktus dapat tersumbat dan melebar karena sekret yang kental sehingga

menyebabkan perangsangan dan radang disekitar duktus. Tidak jelas apakah

terjadi dilatasi lebih dahulu baru terjadi kebocoran atau proses dimulai dengan

inflamasi yang menyebabkan kerusakan elastisitas dinding duktus sehingga terjadi

dilatasi.

Proses ini ditandai dengan keluarnya cairan hemoragik atau serosa dari

papila mamma, atau keluarnya bahan kental seperti mentega dari satu duktus.

Sering tampak retraksi dibawah puting akibat proses kronik berupa fibrosis. Dapat

terbentuk abses, yang dapat mengakibatkan fistel, biasanya dipinggir aerola.

Kelainan ini sering menjadi kronikn dan kambuh karena tidak didiagnosis dengan

tepat. Fistel ini umumnya harus di eksisi (fistulektomi). Eksisi yang tidak lengkap

akan menyebabkan kekambuhan.

Diagnosa banding fistel ini adalah karsinoma Pagert dan mastitis

tuberkulosa.

E. Tumor Jinak

1. Kista

Kista payudara biasa ditemukan pada usia dekade kelima, dan menurun setelah

wanita melewati menopause. Etiologi pastinya belum jelas, kemungkinan akibat

perubahan hormonal. Kista payudara ini tampaknya berasal dari destruksi dan

dilatasi lobulus dan duktus terminalis payudara. Kista dapat tunggal atau multipel,

unilateral atau bilateral, dan biasanya terasa nyeri bila dipalpasi. Kista teraba

sebagai massa yang berbatas jelas, mobil, dan berisi cairan. Massa kista dapat

dipastikan dengan aspirasi dan ultrasonografi. Kista biasanya berisi cairan keruh

dan debris.

Cairan kista yang tampak hemoragik atau kista yang rekuren harus dipriksa

sitologinya. Perkembangan keganasan dari kista payudara sangat jarang yaitu

hanya sekitar 0,1%. Pembedahan membuang kista dilakukan jika aspirat kista

mencurigakan atau kista rekuren (berulang) walaupun telah diaspirasi.

2. Fibroadenoma

Fibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang terutama dijumpai pada

perempuan muda. Setelah menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan.

Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol, dengan simpai licin,

bebas digerakkan, dan konsistensinya kenyal padat. Tumor ini tidak melekat ke

jaringan sekitarnya dan amat mudah digerakkan ke sana ke mari. Biasanya

fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasa nyeri. Kadan fibroadenoma

tumbuh multipel. Pada masa remaja, fibroadenoma dapat dijumpai dalam ukuran

yang besar.

Fibroadenoma dapat sangat cepat tumbuh, kadang ada yang tumbuh

banyak dan berpotensi kambuh saat rangsangan estrogen meninggi.

Fibroadenoma harus dieksisi karena tumor jinak ini akan terus membesar.

3. Perubahan fibrokistik

Perubahan fibrokistik (fybrocystic changes, FCC) yang dulu disebut

sebagai kelainan fibrokistik ini sebenarnya bukanlah merupakan sebuah kelainan.

“Kelainan” fibrokistik timbul pada berbagai usia, terjadi akibat

ketidakseimbangan hormonal, dan terkait dengan proses penuaan alami. Gejala

kelainan fibrokistik yang membuat pasien datang ke dokter antara lain

bengkak,adanya benjoaj yang kadang nyeri bila disentuh, adanya pengerasan

sebelum periode haid, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Biopsi dapat

dilakukan bila pasien merasa takut akan kelainan ini. Pemeriksan patologis

kelainan fibrokistik dapat memiliki lima belas macam gambaran antara lain

adenosis, epiteliosis, fibrosis stroma, kista multipel yang disertai fibrosis, hingga

metaplasia dan hiperplasia epitelial. Pada mamografi, jaringan payudara hanya

tampak memadat tanpa adanya kelainan lain. Pasien hanya perlu diyakinkan

bahwa “kelainan” ini tidak berbahaya. Namun jika pasien memiliki riwayat

keluarga penderita kanker payudara ditambah adanya gambaran hiperplasia yang

atipik pada hasil biopsi, potensi keganasan perlu diwaspadai. FCC inni juga

sering disebut sebagai mastalgia atau mastodinia yang digolongkan dalam

kelainan displasia payudara.

4. Tumor filoides

Tumor filoides (dahulu bernama sistosarkoma filoides) merupakan suatu

neoplasma jinak yang berasal dari jaringan penyokong nonepitel, bersifat

menyusup secara lokal dan mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan

dapat ditemukan dalam ukuran besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tetapi

kebanyakan pada usia sekitar 30 tahun.

Penanggulangan terhadap tumor tersebut adalah eksisi luas. Jika tumor sudah

besar, biasanya perlu dilakukan masektomi simpel. Bila tumor ternyata ganas,

harus dilakukan mastektomi radikal walaupun mungkin bermetastasis secara

hematogen seperti sarkoma.

5. Galaktokel

Galaktokel adalah kista retensi berisi air sus. Galaktokel berbatas jelas dan

mobil., dan biasanya timbul 6-10 bulan setelah berhenti menyusui. Galaktokel

biasanya terletak di tengah dalam payudara atau dibawah puting. Tata laksana

galaktokel adalah aspirasi jarum untuk mengeluarkan sekret susu dan

pembedahan baru dilakukan jika kista terlalu kental untuk bisa diaspirasi atau jika

terjadi infeksi dalam galaktokel tersebut.

6. Papiloma intraduktus

Lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan 75% tumbuh di bawah

areola mamma ini memberikan gejala berupa sekresi cairan berdarah dari puting

susu. Konfirmasi diagnosis papiloma intraduktus dilakukan dengan duktografi.

Terapinya eksisi.

7. Duktus ektasia

Duktus ektasia merupakan kelainan jinak akibat kerusakan elastin dinding

duktus payudara, diikuti infiltrasi sel radang dan hasil akhirnya adalah dilatasi

dan pemendekkan duktus. Duktus ektasia dianggap sebagai variasi normal proses

payudara wanita usia lanjut. Tampilan klinis duktus ektasia adalah keluarnya

cairan keruh dari puting dan adanya terabanya massa berupa duktus yang

membesar. Retraksi puting kadang juga dapat terjadi. Mamografi dan

ultrasonografi tidak menunjukkan kelainan yang jelas. Hal ini membedakan

duktus ektasia dengan keganasan. Pasien harus diberi keyakinan bahwa kelainan

ini bukanlah keganasan, namun eksisi duktus dapat dilakukan seandainya luah

yang keluar dari puting sangat banyak dan sangat mengganggu.

8. Adenosis sklerosis

Secara klinis, adenosis sklerosis teraba seperti kelainan fibrokistik dan

digolongkan dalam kelainan displasia. Secara histopatologik adenosis sklerosis

tampak sebagai proliferasi jinak sehingga ahli patologi sering terkecoh, mengira

suatu karsinoma.

9. Mastitis sel plasma

Mastitis sel plasma juga disebut mastitis komedo. Lesi ini merupakan

radang subakut yang didapat pada sistem duktus yang mulai di bawah areola.

Gambaran klinisnya sukar dibedakan dengan karsinoma. Yaitu berkonsistensi

keras, melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu akibat fibrosis

periduktal, dan dijumpai pembesaran kelenjar getah bening aksila.

10. Nekrosis lemak

Nekrosis lemak biasanya disebabkan oleh cedera. Pada pemeriksaan,

teraba massa keras yang sering agak nyeri, tetapi tidak mmbesar. Kadan, terdapat

retraksi kulit dan batasnya biasanya tidak rata. Secara klinis, kelainan ini sukar

dibedakan dengan karsinoma. Secara histopatologik, terdapat nekrosis jaringan

lemak yang kemudian menjadi fibrosis.

11. Kelainan lain

Tumor lain yang jarang tetapi dapat ditemukan di payudara yaitu lipoma.,

leiomioma, histiosioma, kista cebacea, penyakit mondor, pseudolump akibat

penonjolan iga, yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan jaringan

kelenjar payudara.

F. Tumor ganas

1. Insidens dan epidemiologi

Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan (22% dari

semua kasus baru kanker pada perempuan) dan menjadi penyebab utama kematian

akibat kanker di dunia (14% dari semua kematian kanker perempuan). Insidens

tertinggi dijumpai di negara-negara maju seperti Amerika Utara, Eropa barat dan

utara, dan Australia, kecuali Jepang. Insidens tinggi kanker payudara pada

permpuan juga di amati di Amerika Selatan, terutama Uruguay dan Argentina.

Saat ini, terjadi peningkatan insidens kanker payudara di negara-negara

yang sebelumnya memiliki insidens rendah, seperti di Jepang dan cina. Selain

disebabkan oleh perubahan yang signifikan dalam gaya hidup masyarakat Asia,

peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis tumor

ganas payudara.

2. Faktor risiko

Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker

payudara, antara lain faktor usia, genetik dan familial, hormonal, gay hidup,

lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak. Separuh dari orang yang memiliki

berbagai faktor-faktor di atas akan menderita kanker payudara.

a. Usia

Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara. Dengan

semakin bertambahnya usia seseorang, insidens kanker payudara akan

meningkat. Satu dari delapan keganasan payudara invasif ditemukan pada

wanita berusia di bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasif

ditemukan pada wanita berusia 55 tahun.

Pada perempuan, besarnya insidens ini akan berlipat ganda setiap 10

tahun, tetapi kemudian akan menurun drastis setelah masa menopause.

b. Genetik dan familial

Selain faktor usia, faktor adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga

juga turut andil. Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya

prsediposisi genetik terhadap kelainan ini.

Seseorang dicurigai mempunyai faktor presdiposisi genetik herediter

sebagai penyebab kanker payudara yang dideritanya jika

Menderita kanker payudara sewaktu berusia kurang dari 40 tahun

Menderita kanker payudara sebelum berusia 50 tahun, dan satu atau lebih

kerabat tingkat pertamanya menderita kanker payudara atau kanker

ovarium

Menderita kanker payudara bilateral

Menderita kanker payudara pada usia berapapun, dan dua atau lebih

kerabat tingkat pertamanya menderita kanker payudara

Laki-laki yang menderita kanker payudara

Risiko seseorang yang satu anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu,

anak, kakak, atau adik kandung dan anak) menderita kanker payudara,

meningkat lima kali lipat bila ada dua anggota keluarga tingkat pertama yang

menderita kanker payudara.

Berdasarkan hasil pemetaan gen yang dilakukan baru-baru ini, mutasi

germline pada gen BRCA1 dan BRCA2 pada kromosom 17 dan 13 ditetapkan

sebagai gen predisposisi kanker payudara dan kanker ovarium herediter. Gen

BRCA1 terutama menimbulkan kanker payudara ER(-). BRCA2 juga banyak

ditemukan pada penderita kanker payudara laki-laki.

Gen ATM merupakan gen yang mengatur perbaikan DNA. Penderita

kanker payudara familial cenderung mengalami mutasi gen.

Mutasi pada gen CHEK2 meningkatkan risiko kanker payudara hingga

dua kali lipat. Pada wanita yang mengalami mutasi CHEK2 dan beberapa

familinya menderita keganasan payudar, risiko wanita tersebut terkena kanker

payudara jauh lebih meningkat lagi, an pada laki-laki bisa 10 kali lipat

bilamana ada delesi pada CHEK2 dari gen regulator siklus sel ini.

Mutasi pada gen supresor tumor p53 meningkatkan risiko terkena

kanker payudara dan juga kanker lainnya seperti leukimia, tumor, otak dan

sarkom

.

c. Reproduksi dan hormonal

Faktor reproduksi dan hormonal juga peranan besar menimbulkan

kelainan ini. Usia menarche yang lebih dini, yakni di bawah 12 tahun,

meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak tiga kali, sedangkan usia

menopause yang lebih lambat, yakni di atas 55 tahun, meningkatkan risiko

kanker payudara sebanyak 2 kali.

Perempuan yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya

pada usia di atas 35 tahun mempunyai risiko tertinggi mengidap terkena

kanker payudara. Selain it, penggunaan kontrasepsi hormonal eksogen juga

turut meningkatkan risiko kanker payudaranya; penggunaan kontrasepsi oral

meningkatkan risikonya sebesar 1,24 kali; penggunaan terapi sulih-

hormonpascamenopause meningkatkan risiko sebesar 1,35 kali bila digunakan

lebih dari 10 tahun; dan penggunaan estrogen penguat kandungan selama

kehamilan meningkatkan risiko sebesar dua kali lipat. Sebaliknya, menyusui

bayi menurunkan risiko terkena kanker payudara terutama jika masa menyusui

dilakukan selama 27-52 minggu. Penurunan risiko ini diperkirakan karena

masa menyusui mengurangi masa menstruasi seseorang.

d. Gaya hidup

Berat badan

Obesitas pada masa pascamenopause meningkatkan risiko kanker

payudara; sebaliknya obesitas pramenopause justru menurunkan

risikonya. Hal ini disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda

terhadap kadar hormon endogen. Walaupun menurunkan kadar hormon

seks terikat-globulin dan menurunkan pajanan terhadap estrogen, obesitas

pramenopause meningkatkan kejadian anovulasi sehingga menurunkan

pajanan payudara terhadap progesteron. Pada masa pascamenopause,

penurunan risiko kanker payudara yang disebabkan oleh obesitas

pramenopause secara bertahap menghilang dan peningkatan bio

bioavailibilitas estrogen yang terjadi pada masa ini akan meningkatkan

risiko kanker payudara.

Aktivitas fisik

Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko sebesar

30%. Untuk mengurangi risiko terkena kanker payudara, American

Cancer Society merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit setiap

harinya.

Merokok, Merokok terbukti meningkatkan risiko kanker payudara

Alkohol

Lebih dari 50 penelitian membuktikan bahwa konsumsi alkohol

secara berlebihan meningkatkan risiko kanker payudara. Alkohol

meningkatkan kadar estrogen endogen sehingga mempengaruhi

responsivitas tumor terhadap hormon. Kumpulan analisis terakhir

membuktikan bahwa risiko relatif kanker payudara meningkat dari 7%

kini menjadi 10% untuk setiap drink tambahan per harinya., dan keduanya

berbanding lurus. Walaupun tidak semua data konsisten, konsumsi

alkohol lebih berkorelasi kuat dengan kanker payudara ER (estrogen

receptor) dan PR (progesterone receptor) positif sesuai dengan perkiraan.

e. Lingkungan

Wanita yang semasa kecil atau dewasa mudanya pernah menjalani

terapi penyinaran pada daerah dada, biasanya keganasan limfoma Hodgkin

maupun nonHodgkin, mereka berisiko menderita keganasan payudara secara

signifikan. Risiko keganasan payudara secara signifikan. Risiko keganasan

payudara terutama meningkat jika terapi penyinaran dilakukan pada usia

dewasa muda saat payudara sedang berkembang.

Pajanan eksogen dari lingkungan hidup dan tempat kerja juga berisiko

meginduksi timbulnya kanker payudara. Salah satu zat kimia tersebut yaitu

pestisida atau DDT yang sering sekali mencemari bahan makanan sehari-hari.

Jenis pekerjaan lain yang berisiko mendapat pajanan karsinogenik terhadap

timbulnya kanker payudara antara lain, penata kecantikan kuku yang tiap

harinya menghirup uap pewarna kuku, penata radiologi, dan tukang cat yang

sering menghirup cadmium dari larutan catnya.

3. Patogenesis

Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap

tahapnya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor

atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa; sel

mioepitel dan sel sekretorik lumen.

Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam

perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi sel-sel

epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-

intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering

menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki

sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak.

Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya

lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang

teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker payudara.

Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in

situ, baik karsinoma duktal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjafi

proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi

proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus membran basal.

Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payuara

(bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan.

Sebaliknya, karsinoma in situ duktal merupakan lesi duktus segmental yang dapat

mengalami kalsifikasi sehingga memberi penampilan yang beragam.

Setelah sel-sel tumor menembus membran basal dan menginvasi stroma,

tymor menjadi invasif, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga

menimbulkan metastasis.

a. Karsinoma duktal invasif

Karsinoma duktal invasif merupakan bentuk keganasan payudara yang

paling sering ditemukan. Metastasis makro-maupun mikroskopis ke kelenjar

aksila terjadi pada 60% kasus. Keganasan ini paling sering timbul pada wanita

perimenopause dan pascamenopause pada usia dekade kelima dan keenam,

sebagai massa tunggal yang padat.

- Penyakit paget. Penyakit paget pada puting tampak sebagai erupsi

ekzematosa kronik yang berkembang menjadi ulkus basah. Penyakit

paget berkaitan erat dengan DCIS ekstensif yang menjadi keganasan yang

invasif. Biopsi jaringan puting akan menunjukkan populasi sel DCIS yang

seragam dan adanya sel paget yaitu sel besar, pucat, dan bervakuol pada

lapisan malphigi kulitnya. Terapi bedah penyakit paget berupa

lumpektomi dengan mengikutkan kompleks puting aerola, mastektomi

simpul atau mastektomi radikal dimodifikasi, bergantung pada luasnya

penyebaran kanker invasif tersebut. Penyakit Paget terlihat secara klinis

sebagai perubahan ekzematosa pada putting serta kulit disekitarnya.

Penyakit ini dicirikan secara mikroskopik oleh adanya sel-sel karsinoma

di dalam epidermis. Sel-sel ini diyakini menyebar di dalam epidermis,

berukuran besar, dengan sitoplasma berlimpah yang terwarna positif

untuk musin dan menyerupai sel-sel karsinoma duktus payudara. Pada

sebagian besar kasus, payudara di bawah lesi tersebut memperlihatkan

suatu karsinoma duktus.

Prognosis pasien penyakit Paget ditentukan oleh prognosis karsinoma

payudara yang mendasari. Bila penyakit Paget terjadi pada pasien yang

tidak memiliki massa yang dapat dipalpasi atau pada pasien yang hanya

menderita karsinoma intraduktus, penyakit Paget tersebut merupakan

manifestasi dini karsinoma, dan prognosisnya baik.

- Karsinoma medular. Karsinoma medular kerap merupakan keganasan

payudara yang dikaitkan dengan BRCA-1 (1,9% pada kasus kanker

payudara BRCA). Pada pemeriksaan fisik, karsinoma jenis ini biasanya

berukuran besar dan terletak jauh di dalam payudara. Kanker ini teraba

lunak dan bersifat hemoragik. Pembesaran cepat ukuran tumor mungkin

berasal dari nekrosis dan perdarahan dalam massa tumor. Sekitar 50%

karsinoma medular berkaitan dengan DCIS pada tepi tumornya. Hanya

10% sel karsinoma medular payudara yang memiliki reseptor hormon.

Penderita karsinoma medular memiliki angka harapan hidup 5 tahun yang

lebih baik dibanding penderita karsinoma duktal invasif atau karsinoma

lobular invasif.

- Karsinoma musinosus. Karsinoma musinosus atau disebut juga sebagai

karsinoma koloid, merupakan jenis kanker payudara yang biasanya timbul

pada orang lanjut usia berupa massa yang cukup besar. Tumor ini berupa

kumpulan musin ekstraseluler yang didalamnya terdapat sel-sel kanker

grade rendah. Kadang terjadi fibrosis dalam massa tumor sehingga tumor

teraba

- Karsinoma Papiler. Karsinoma papiler merupakan jenis kanker payudara

yang biasanya muncul pada wanita berusia 70 tahun dan banyak ditemui

pada wanita non-kaukasia. Karsinoma papilar biasanya kecil dan

diameternya tidak lebih dari 3 cm. Metastasis ke kelenjar aksila jarang

terjadi. Angka harapan hidup 5 tahun dan 10 tahun penderita karsinoma

papilar payudara serta dengan karsinoma tubular dan musinosus.

- Karsinoma Tubular. Karsinoma tubular ditemukan pada 20% wanita yang

menjalani mamografi skrining pada periode perimenopause dan awal

pascamenopause. Pada 10% penderita karsinoma tubuler atau

kribiformmis invasive-jenis kanker payudara yang berkerabat dekat

dengan karsinoma tubular, ditemukan metastasis aksila yang biasanya

terbatas di kelenjar limf paling bawah (level I), namun adanya metastasis

pada level II dan III tidak memperburuk angka harapan hidup. Metastasis

jauh jarang terjadi pada karsinoma tubular dan kribiformis.

- Karsinoma lobular invasive. Karsinoma lobular invasive yang berasal dari

epithelial lobus payudara ini merupakan 10% dari seluruh keganasan

payudara. Gambaran histopatologinya berupa sel kecil dan nuklei yang

bulat, nukleoli yang tidak jelas, dan sitoplasma yang sedikit. Pewarnaan

khusus menginformasi adanya musin intrasitoplasma yang menggantikan

nukleus (signet-ring cell carcinoma).

- Angiosarkoma. Keganasan payudara ini berasal dari pembuluh darah dan

limf. Kadang angiosarkoma timbul 5-10 tahun setelah radioterapi

pascamastektomi keganasan payudara sebelumnya. Tidak seperti

hemangioma, angiosarkoma cenderung mengalami nekrosis sentral.

Gambaran klinis angiosarkoma berupa ruam merah hingga ungu pada

kulit yang diradiasi. Pada derajat tinggi, angiosarkoma dapat menonjol

keluar ke permukaan kulit. Metastasis ke kelenjar limf regional jarang

terjadi sehingga diseksi aksila jarang diperlukan, namun metastasis

hematogen dapat terjadi dan paling sering menyebar ke paru. Jika tidak

ada metastasis, reseksi bedah harus mencapai margin bebas sel tumor.

Kemoterapi tidak banyak memberi manfaat. Rata-rata harapan hidup

penderita angisarkoma dengan metastasis sekitar dua tahun.

4. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Gejala kanker payudara sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor dan cirri

pertumbuhannya. Berbagai gejala yng biasanya mendorong pasien untuk dating

ke dokter antara lain adanya benjolan di payudara yang tidak nyeri (66%); nyeri

usik pada payudara unilateral maupun bilateral; nyeri lokal di salah satu

payudara; retraksi kulit atau putting; keluarnya cairan dari putting; keluarnya

cairan dari putting; eksim, radang, atau ulserasi putting susu; benjolan ketiak serta

edema lengan.

Benjolan yang berukuran kurang dari 1 cm biasanya tidak tampak maupun

teraba. Benjolan superfisial biasanya dapat terpalpasi, sementara benjolan yang

terletak lebih dalam lebih sulit dirasakan.

Fiksasi tumor pada kulit yang menimbulkan retraksi kulit (dimpling), dan

retraksi putting yang tidak dapat dijelaskan, dapat menjadi tanda awal kanker

payudara. Jika kanker payudara menginfiltrasi otot pektoralis, retraksi kulit akan

jelas terlihat ketika otot pektoralis dikontraksikan.

Limfangitis karsinomatosa dapat tampak sebagai inflamasi infeksius (nyeri,

bengkak, merah, demam, dan malaise). Kelainan ini disebabkan oleh obstruksi

pembuluh limf kulit dan jaringan subkutan oleh sel-sel tumor sehingga

menimbulkan retraksi kulit yang disebut “peau d’orange” (kulit jeruk).

Gambaran klinis limfangitis karsinomatosa menggambarkan perburukan dan

metastasis yang cepat. Sinonim limfangitis karsinomatosa yaitu karsinoma

inflamatorik atau mastitis karsinomatosa.

Nyeri usik pada satu atau kedua payudara, yang lumayan sering terjadi,

biasanya berkaitan dengan siklus menstruasi. Jika terdapat nyeri usik,

kemungkinan keganasan lebih kecil, tiwalaupun masih mungkin. Nyeri lokal

payudara unilateral mengindikasikan suatu kelainan jinak maupun ganas sehingga

wajib dievaluasi lebih lanjut. Tumor yang teraba biasanya merupakan kista atau

tumor solid (jinak atau keras). Pada perempuan muda yang berusia di bawah 30

tahun, nodul pada payudara biasanya merupakan kelainan jinak. Namun, seiring

bertambahnya usia, terutama diatas 45 tahun, resiko karsinoma meningkat.

Keluarnya cairan dari putting unilateral secara spontan biasanya hanya

bersifat sementara. Jika menetap, keluarnya cairan ini mungkin disebabkan oleh

ektasia atau papiloma duktus payudara dan karsinoma. Keluarnya cairan putting

dari kedua payudara mengarahkan kita pada kecurigaan akan adanya kehamilan.

5. Pemeriksaan Pembantu

Untuk mendukung pemeriksaan klinis, mamografi dan ultrasonografi dapat

membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiodiagnostik untuk staging

yaitu dengan Rontgen toraks, USG abdomen (hepar), dan bone scanning.

Sedangkan pemeriksaan radiodiagnostik yang bersifat opsional (atas indikasi)

yaitu magnetic resonance imaging (MRI), CT scan, PET scan, dan bone survey.

a. Mamografi

Mamografi merupakan metode pilihan deteksi kanker payudara pada

kasus kecurigaan keganasan maupun kasus kanker payudara kecil yang tidak

terpalpasi (lesi samar). Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya

kanker payudara, sebagai tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor primer

kedua dan rekurensi di payudara kontralateral), dan pasca-breast conserving

therapy (BCT) untuk mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua (walaupun

lebih sering dengan MRI), adanya adenokarsinoma metastasik dari tumor primer

yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamograf

perempuan berusia dibawah 35 tahun sering sulit diinterpretasi karena padatnya

jaringan kelenjar payudara. Mamograf perempuan pascamenopause lebih mudah

diinterpretasi karena jaringan kelenjar payudaranya sudah mengalami regresi.

Oleh karena itu, mamografi digunakan sebagai metode deteksi dalam program

skrining perempuan menopause. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan

yang mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi atau

iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai

pembesaran kelenjar limf. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut dengan

FNAB, core biopsy, atau biopsi bedah.

Tabel 1 Klasifikasi BI-RADS * abnormalitas pada mamografi

Kategori Pemeriksaan Rekomendasi1 Negatif Skrining rutin2 Temuan jinak Skrining rutin tahunan3 Suspek temuan jinak Follow-up jangka pendek 4-6 bulan4 Abnormal yang mencurigakan Jika kemungkinan ganas lakukan

biopsi5 Sangat curiga keganasan Kemungkinan besar kanker, terapi

sesuai algoritma6 Hasil biopsy positif keganasan Terapi sesuai algoritma

*BI-RADS= breast imaging reporting and data system

b. Duktografi. Indikasi utama dilakukannya duktografi adalah adanya luah dari

putting yang bersifat hemoragik. Media kontras radioopak disuntukan ke

duktus utama lalu dilakukan mamografi tanpa kompresi. Keganasan tanpak

sebagai massa ireguler atau adanya multiple filling defect intralumen.

c. Ultrasonografi. Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan

membedakan kista dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan

payudara dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan sitologi aspirasi

jarum halus (FNAB), core biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel node biopsy.

d. MRI. MRI dilakukan pada (1) pasien usia muda, karena gambaran

mamografi yang kurang jelas pada payudara wanita muda; (2) untuk

mendeteksi adanya rekurensi pasca –BCT; (3) mendeteksi adanya rekurensi

dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya

kurang jelas.

e. Imunohistokimia. Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk

membantu terapi target, antara lain pemeriksaan status ER (estrogen

receptor), PR (progesterone receptor), c-erbB-2(HER-2 neu), cathepsin-D,

p53 (bergantung situasi), , dan .

f. Seperti sel payudara normal, beberapa sel kanker payudara juga memiliki

reseptor hormon estrogen dan / progesterone atau tidak memiliki reseptor

hormon sama sekali. Kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen

disebut ER (+) atau memiliki reseptor progesterone disebut PR (+),

cenderung memiliki prognosis yang lebih baik karena masih peka terhadap

terapi hormonal. Dua dari tiga kanker payudara setidaknya memiliki satu

reseptor hormone ini.

g. Satu dari lima kanker payudara memiliki sejenis protein pemicu

pertumbuhan yang disebut HER2/neu (disingkat HER2). Penderita kanker

payudara HER2(+) memiliki gen HER2/neu diekspresikan secara berlebihan.

Kanker payudara yang memiliki status ER(-), PR(-), dan HER2/neu(-), yang

disebut sebagai tripel negative, cenderung agresif dan prognosisnya buruk.

7. Biopsi

Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mammogram, biopsy

harus selalu dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine neddle aspiration biopsy,

FNAB) core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah. FNAB hanya

memungkinkan evaluasi sitologi, sedangkan biopsy jarum besar dan biopsy bedah

memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara sehingga ahli patologi dapat

menentukan apakah tumor bersifat invasive atau tidak.

a. FNAB. Dengan jarum halus sejumlah kecil jaringan dari tumor diaspirasi

keluar lalu diperiksa dibawah mikroskop. Jika lokasi tumor terpalpasi dengan

mudah, FNAB dapat dilakukan sambil mempalpsi tumor. Namun, jika

benjolan tidak terpalpasi dengan jelas, ultrasonografi dapat dilakukan untuk

memandu arah jarum. Ada juga metode yang disebut biopsi jarum

stereotaktik. Berdasarkan dua maogram dalam posisi berbeda, computer akan

menentukan letak tumor yang tepat. Walaupun paling mudah dilakukan,

specimen FNAB kadang tidak dapat menentukan grade tumor dan kadang

tidak member diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsy lainnya.

b. Core biopsy. Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar

sehingga dapat diperoleh specimen silinder jaringan tumor yang tentu saja

lebih bermakna dibanding FNAB. Core biopsy dapat dilakukan sambil

memfiksasi massa dengan palpasi, ataupun dipandu dengan ultrasonografi,

mamografi, ataupun MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor yang

noninvasive dengan yang invasive secara grade tumor, tetapi sekitar 10 %

core biopsy memberi hasil yang inkonklusif oleh karenanya memerlukan

biopsy terbuka untuk member diagnosis definitifnya. Core biopsy dapat

digunakan untuk membiopsi kelainan yang tidak dapat dipalpasi, tetapi

terlihat pada mamografi.

c. Biopsy terbuka. Biopsy terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat

adanya kelainan yang mengarah ke tumor maligna, hasil FNAB atau core

biopsy yang meragukan. Bila hasil mamografi positif tetapi FNAB negative

(hanya terlihat sel normal), biopsy terbuka perlu dilakukan. Bila hasil

mamografi negative (tidak terlihat adanya kelainan) namun manifestasi klinis

pasien mengarah ke kanker payudara, biopsy terbuka wajib dilakukan. Biopsi

eksisional adalah mengangkut seluruh massa tumor dan menyertakan sedikit

jaringan sehat disekitar massa tumor, dan biopsy insisional hanya mengambil

sebagian massa tumor untuk kemudian dilakukan pemeriksaan patologi

anatomi. Pada kanker payudara inflamatori, biopsy insisional dapat

meyertakan sedikit biopsy kulit (skin punch biopsy). Naddle localization

excisional biopsy (NLB) adalah biopsi eksisional yang dilakukan dengan

panduan jarum dan kawat yang diletakan dalam jaringan payudara pada

lokasi lesi berdasarkan hasil mamografi.

Tabel 2 Tata laksana massa payudara berdasarkan temuan FNA

Diagnosis FNA Tata laksana

Maligna

Curiga ganas

Atipia

Jinak

nondiagnosis

Terapi definitif

Biopsi terbuka

Biopsi terbuka

Observasi

Ulangi FNAB, core biopsy, atau lakukan biops terbuka

Berdasarkan mamografi sebagai petanya, kesi payudara beserta kawat diangkat

secara en bloc.

d. Sentinel node biopsy. Biopsi ini dilakukan untuk menentukan status

keterlibatan kelenjar limf aksila dan parasternal (internal mammary chain)

dengan cara pemetaan limfatik. Prosedur ini menggunakan kombinasi

pelacak radioaktif dan pewarna biru. Apabila tidak dijumpai adanya sentinel

node, diseksi kelenjar limf aksila tidak perlu dilakukan. Sebaliknya. Jika

sentinel node positif sel tumor, diseksi kelenjar limf aksila harus dilakukan,

walaupun nodus yang ditemukan hanya berupa sel tumor terisolasi dengan

ukuran kurang dari 0,2 mm (dapat diartikan sebagai NO). indikasi prosedur

ini terutama adalah yang klinis NO. Prosedur pemetaan limfatik sentinel ini

terdiri atas 3 pelacak, yaitu (1) pencitraan limfoskintigraf preoperative baik

fase static maupun fase dinamik; (2) injeksi blue dye preoperative 5-10 menit

(intratumor, peritumor, periareolar, dan subkutan) pada sisi tumor; (3)

pemetaan dengan probe gamma detector intraoperatif dan nilai konkordinasi

masing-masing pelacak.

Prosedur ini bermanfaat untuk (1) staging nodus; (2) penentuan/prediksi

terapi adjuan sistemik; dan (3) penentuan tindakan diseksi regional.

8. Grading

Kaganasan payudara dibagi menjadi tiga grade berdasarkan derajat

diferensiasinya. Gambaran sitologi nucleus sel epitel payudara normal. Grade I

artinya berdiferensiasi buruk, grade II diferensiasi sedang, dan grade III

diferensiasinya baik.

Garding histology (disebut juga Bloom-Richardson grade ) menilai

formasi tubulus, hiperkromatik nucleus, dan derajat mitosis sel tumor

dibandingkan dengan histology normal sel-sel payudara. Grade histology ini

juga dibagi tiga namun dengan urutan yang terbalik disbanding grade nuclear

yaitu, grade I berdiferensiasi baik, grade II berdiferensiasi sedang, dan grade III

berdiferensiasi buruk.

9. Staging

AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun paduan

penentuan stadium dan derajat tumor ganas payudara manurut system TNM.

10. Tata laksana

Tata laksana kanker payudara meliputi tindakan operasi, kemoterapi,

radioterapi, terapi hormone, targeting therapy, terapi rehabilitas medic, serta

terapi paliatif.

Tabel 3 Tumor primer (T)

Tumor primer

(T)

Varian Keterangan

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

TO Tidak ada bukti tumor primer

Tis

Tis (DCIS)

Tis (LCIS)

Tis (paget)

Karsinoma duktal in situ

Karsimona lobular in situ

Penyakit paget pada putting payudara tanpa tumor

Catatan : penyakit paget yang berhubungan dengan

tumor diklasifikasikan berdasarkan ukuran tumor.

T1

T1 mic

T1a

T1b

T1c

Diameter terbesar tumor < 2cm

Diameter terbesar mikroinvasi < 0,1 cm

Diameter terbesar tumor >0,1 cm tetapi < 0,5 cm

Diameter terbesar tumor >0,5 cm tetapi < 1 cm

Diameter terbesar tumor >0,1 cm tetapi < 2 cm

T2 Diameter terbesar tumor >2 cm tetapi < 5 cm

T3 Diameter terbesar tumor > 5 cm

T4

T4a

T4b

T4c

T4d

Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke

(a) dinding dada atau (b) kulit

Ekstensi ke dindig dada, tidak termasuk m.pektoralis

Edema ( termasuk peau d’orange) atau ulserasi lukit

payudara, atau nodul satelit dikulit payudara yang sama

Gabungan T4a dan T4b

Karsinoma inflamatorik

1. Pembedahan. Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi

pembedahan yaitu tumor stage Tis-3, NO-2, dan MO. Jenis pembedahan kuratif

yang dapat dilakukan adalah breast conserving treatment (BCT), mastektomi

radikal klasik, mastektomi radikal dimodifikasi, aerola-skin-sparing mastectomy,

mastektomi radikal axtended, mastektomi simple, atau lumpektomi. Pembedahan

kanker payudara kini kian lama makin minimal dan peran terapi

kombinasi/adjuvant makin meningkat.

a. Mastektomi Radikal Klasik. Pembedahan radikal klasik menurut Halsted ini

meliputi pengangkatan seluruh kelenjar payudara dengan sebagian besar

kullitnya, otot pektoralis mayor dan minor, dan seluruh kelenjar limf level I,II,

dan III. Pembedahan ini merupakan prosedur baku hingga tahun lima puluhan.

b. Mastektomi Radikal Modifikasi. Sejak tahun enam puluhan, mastektomi

radikal mulai dimodifikasi oleh Patey dan Madden, yaitu dengan

mempertahankan otot pektoralis mayor dan minor seandainya jelas otot-otot

tersebut bebas dari tumor, sehingga hanya kelenjar limf level I, dan II yang

terangkat.

Table 27-10. Kelenjar getah bening (KGB) regional (N)

KGB regional (N)

Varian Metastasis ke KGB

Nx KGB regional tidak dapat dinilai (mis.sudah diangkat)N0 Tidak ada metastasis ke KGB regionalN1 KGB aksila ipsilateral yang masih dapat digerakkan

pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm ≤ 2 mmpN1a 1-3 KGB aksilapN1b mikrometastasis ke KGB mamaria interna (berdasarkan sentinel node

biopsy, karena tidak terlihat secara klinis)pN1c Mikrometastasis ke 1 sampai ke 3 KGB aksila dan KGB mamria

interna (berdasarkan sentinel node biopsy karena tidak terlihat secara klinis)

N2 KGB aksila ipsilateral yang terfiksasi; atauKGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis dan tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis

N2a KGB aksila ipsilateral yang terfiksasi satu sam alin atau terfiksasi ke struktur lain

pN2a 4-9 KGB aksilaN2b KGB mamaria interna yang hanya terdeteksi secara klinis dan tidak

terdapat metastasis KGB aksila secara klinispN2b KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis dan tidak terdapat

metastasis KGB aksilaN3 KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB

akslia; atauKGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis * dan terdapat metastasis KGB aksila secara klinis, atauKGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna

N3a KGB infraklavikula ipsilateralpN3a ≥ 10 KGB aksila atau infraklavikula

N3b KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila pN3b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB akslia; atau

mikrometastasis ke > 3 KGB aksila dan mamaria interna (melalui sentinel node biopsy, karena tidak terlihat secara klinis)

N3c KGB supraklavikula ipsilateralpN3c KGB supraklaviluka

*terdeteksi melalui pencitraan (tidak termasuk limfskintigrafi) atau pada pemeriksaan fisik,

atau terlihat jelas pada pemeriksaan patologi.

Table 27-11 Metastasis (M)

Mx Metastasis tidak dapat dinilaiMo Tidak terdapat metastasisM1 Metastasis

Dimodifikasi ini selalu diikuti dengan diseksi aksila dan merupakan terapi

bedah baku kanker payudara. Namun, kini perbedaan radikal semakin lebih jarang

dilakukan karena deteksi keganasan yang lebih dini.Indikasi absolut dilakukannya

mastektomi yaitu pasien sedang hamil trimester pertama dan kedua, tumor difus,

sudah pernah mengalami radioterapi di dada, tidak ada fasilitas radioterapi.

c. Mastektomi simple. Seluruh kelenjar payudara diangkat termasuk putting,

namun tidak menyertakan kelenjar limf aksila dan otot pektoralis. Mastektomi

simple atau di sebut juga mastektomi total hanya dilakukan bila dipastikan

tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila. Pada tumor yang kecil, kini makin

sering dilakukan skin sparing mastectomyyaitu membuang seluruh kelenjar

payudara dan hanya membuang puting dan kompleks areolanya.Mastektomi

simple ini bisa dilakukan untuk mastektomi profilaktif pada kelompok

berisiko tinggi dan pada keganasan in situ yaitu rekuren atau tidak dapat

diterapi dengan BCT.

d. Breast conserving treatment. BCT bertujuan untuk membuang massa dan

jaringan payudara yang mungkin terkena tumor namun dengan semaksimal

mungkin menjaga tampilan kosmetik payudara. yang merupakan indikasi

absolut mastektomi merupakan kontraindikasi BCT. BCT paling seing

dilakukan pada tumor stage Tis , T1, dan T2 yang penampangnya ≤ 3 cm.

kontraindikasi absolut BCT antara lain multisentrisitas (focus tumor terdapat

pada lebih dari satu kuadran), mikrokalsifikasi maligna luas atau diatas 3 cm,

margin positif luas (extensive intraductal component,EIC) pascaeksisi ulang,

ada riwayat radiasi payudara, dan pasien memilih mastektomi karena merasa

lebih tuntas. Pada BCT, hanya tumor dan jaringan payudara sehat di

sekitarnya yang dibuang, oleh karena itu BCT sering juga disebut sebagai

lumpektomi. BCT hampir selalu dilanjutkan dengan radio terapi, sehingga

pada lumpektomi biasanya diletakkan sebuah klip logam sebagai penanda

lokasi radioterapi. BCT juga dapat berarti mastektomi parsial (segmental)

atau kuadranektomi yang sama seperti lumpektomi namun lebih banyak

menyertakan jarringan sehat payudara. sebelum memulai BCT, dilakukan

konsultasi dan koevaluasi bersama radioterapis. Buruknya kosmetik hasil BCT

dipengaruhi oleh besarnya rasio ukuran tumor bila dibandingkan dengan

payudara, volume eksisi yang luas, lokasi karsinoma pada kuadran bawah, dan

dosis radioterapi yang tinggi.

e. Rekonstruksi segera. Rekonstruksi segera terbukti tidak menggangu deteksi

rekurensi tumor dan tidak mempengaruhi onset kemoterapi, asalkan tidak ada

kontraindikasi secara onkologis untuk melakukan prosedur ini.

f. Bedah paliatif. Bedah paliatif pada kanker payudara jarang dilakukan.Lesi

tumor lokoregional residif yang soliter kadang dieksisi, tetapi biasanya pada

awalnya saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar, sehingga

pengangkatan tumor residif tersebut sering tidak berguna.Kadang dilakukan

amputasi kelenjar mamma pada tumor yang tadinya tak mampu-angkat karena

ukuranya kemudian telah diperkecil oleh radioterapi.Walaupun tujuan terapi

tersebut paliatif, kadang ada yang menghasilkan angka harapan hidup yang

lama.

Table 27-12 Stadium kanker payudara

Stadium T N M Presentase harapan

hidup 5 tahun

0I

IIA

IIB

IIIA

IIIB

IIIC

TisT1*T0T1*T2T2T3T0T1*T2T3T3T4T4T4

T apapun

N0N0N1N1N0N1N0N2N2N2N1N2N0N1N2N3

M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0M0

100%100%92%

81%

67%

54%

?

IV T apapun N apapun M1 20% *termasuk T1mic

angka harapan hidup lima tahun untuk stadium IIIc belum didapatkan karena

stadium ini baru didefinisikan akhir-akhir ini.

2. Radioterapi.Radioterapi kanker payudara dapat digunakan sebagai terapi adjuvan yang

kuratif pada pembedahan BCT.Mastektomi simple, mastektomi radikal

dimodifikasi, serta sebagai terapi paliatif.Radio terapi juga dapat diberikan

sebagai terapi apilatif pada pasien pasca mastektomi, penyakit rekuren, dan

keadaan metastasis tulang dan otak.Radiasi harus selalu dipertimbangkan pada

karsinoma mamma yang tak mampu-angkat atau jika ada metastasis.

Radioterapi dapat diberikan setalah BCT untuk tumor invasive in situ,

stage I, dan stage II. Sebagai terapi adjuvant, radioterapi diberikan

pascamastektomi tumor stage I dan II, dan sebagai sandwich therapy

(pembedahan dikombinasi dengan penyinaran pra-dan pascabedah) pada tumor

stage III (lihat table 27-14)

Radioterapi dapat diberikan dengan dua cara yaitu penyinaran dari luar

dan dalam. Radiasi dari dari luar, seperti yang lazim dilakukan, luasnya daerah

penyinaran bergantung pada jenis prosedur bedah yang dilakukan da nada-

tidaknya keterlibatan kelenjar getah bening.Jika prosedur bedah yang dilakukan

adalah lumpektomi, seluruh payudara disinari dan ditambah dengan ekstra

penyinaran pada daerah lesi kanker.Jika terdapat penyebaran luas kelenjar getah

bening, biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supraklavikula

diradiasi.Penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfuden akibat

rusaknya kelenjar limf ketiak supraklavikula.Jika direncakan untuk dilakukan

pascabedah, biasanya radioterapi dilakukan sebulan kemudian setelah luka

operasi menyembuh.Jika kemoterapi direncanakan diberikan juga, biasanya

radioterapi baru dilakukan setelah kemoterapi selesai.

Radiasi dari dalam atau disebut juga dengan brakiterapi, adalah menanam

bahan radioaktif di jaringan payudara sekitar lesi.Brakiterapi ini kadang juga

digunakan sebagai penambah radioterapi eksterna.

Table 27-13

Prosedur bedah kuratif kanker payudara

Prosedur T M P A S X R

Radikal klasikRadikal dimodifikasiSimple atau totalLumpektomi/BCS

++++

+++-

+---

+++-+

+++--

--++

+++-

T = pengangkatan tumor = lumpektomi*M = pengangkatan seluruh kelenjar payudaraP = pangangkatan otot pektoralis mayor dan minorA = pengangkatan kelenjar limf aksilaS = kompleks areola dan kulit payudaraX = penyinaran megavolt mammaR = tindak bedah rekonstruksi atau prosthesis

*bergantung hasil biopsi nodus sentinel

Table 27-14Indikasi radioterapi dalam tata laksana kanker payudara

Breast conservation therapy (BCT)Ductal carcinoma in situ (DCIS)

1. Eksisi dengan margin negative2. Radiasi peyudara intak

Tumor invasif stage I dan II1. Eksisi dengan mergin negative2. Diseksi aksila atau biopsy nodus sentinel3. Radiasi ke payudara intak + kelenjar limf regional4. Terapi sistemik sesuai indikasi

PascamastektomiStage I-II

1. Mastektomi dengan diseksi aksila2. Terapi sistemik adjuvant3. Penyinaran dinding dada dan kelenjar limf regional jika:

a. Tumor primer >5 cmb. >4 kelenjar limf positifc. Margin mastektomi positifd. 1-3 kelenjar limf positif disertai perluasan ekstrakapsular

Stage III1. Kemoterapi neoadjuvan2. Mastektomi dan diseksi aksila3. Terapi sistemik lanjutan bila ada indikasi

4. Penyinaran dinding dada dan kelenjar limf regionalRekurensi keganasan

1. Rekurensi loko-regional setelah mastektomi2. Reseksi bedah jika memungkinkan3. Radiasi ke lokasi rekurensi + daerah sehat

MetastasisPaliasi untuk metastase di tulang atau otak, dekompresi medulla spinalis

3. Terapi sistemik

Pada dasarnya terapi sistemik dapat berfungsi sebagai terapi kuratif-paliatif,

namun dapat juga sebagai terapi adjuvan, maupun neoadjuvanpaliatif.Pengobatan

sistemik kanker payudara meliputi terapi hormonal, kemoterrapi dengan zat

sitotoksik, dan terapi biologi.

4. Terapi hormonal. Terapi hormonal terdiri dari obat-obatan anti-estrogen

(tamoksifen, toremifen), analog LHRH, inhibitor aromatase selektif (anastrazol,

letrozol), agen progestasional (megesterol asetat), agen androgen, dan prosedur

ooforektomi.Terapi hormonal standar yang berperan sebagai terapi adjuvan adalah

tamoksifen selama 5 tahun untuk pasien pra-menopause dan penghambat aromatase

untuk pasien pascamenopause.tamoksifen ini hanya berguna jika status reseptor ER

dan PR tumor (+).

5. Kemoterapi. Kemoterapi pada kanker payudara dapat terdiri atas kemoterapi adjuvan

atau paliatif.Kemoterapi adjuvat adalah kemoterapi yang diberikan pascamastektomi

utnuk membunuh sel-sel tumor yang walaupun asimtomatik mungkin tertinggal atau

menyebar secara mikroskopik.Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang

diberikan sebelum pembedahan untuk memeperkecil besar tumor sehingga dapat

diangkat dengan lumpektomi atau mastektomi simple.Respon kanker terhadap

kemoterapi juga menjadi dapat dinilai.Kemoterapi adjuvan paling baik dimulai dlam

empat minggu pascabedah.Regimen kemoterapi yang palingsering digunakan yaitu

CMF (siklofosfamid, metotreksat, dan 5-luorourasil), FAC (siklofosfamid, adriamisin,

5-fluorourasil), AC (adriamisin dan siklofosfamid), CEF (siklofosfamid, epirubisin

dan 5-fluorourasil).Jika terapi harus ditunda karena terjadi leukopenia, harus

dipertimbangkan penambahan G-CSF.Sebagai terapi paliatif, terapi sistemik diberikan

jika terdapat metastasis yang jelas secara klinis atau jika pemeriksaan berulang setiap

6-8 minggu menunjukan adanya progresivitas.Regimen kemoterapi paliatif yang

dapat diberikan antar lain CMF, FAC (5-fluorourasil, adriamisin, siklofosfamid), atau

FEC (5-fluorourasil, epirubisin, siklofosfamid).Sebaiknya dilakukan jika ER dan/atau

PR tumor (-), terutama pada perempuan pramenopause, interval bebas panyakit yang

pendek terutama pada perempuan pramenopause, pertumbuhan tumor yang cepat dan

progresif, metastasis hati atau limfangitis karsinomatosa paru, kegagaln terapi

hormonal sebelumnya (table 27-15 dan 27-16).

6. Terapi biologi. Terapi bilogi berupa terapi anti-ekspresi HER2/neu menggunakan

pemberian trastuzumab. Penentuan ekspresi HER2/neu pada semua kasus baru kanker

payudara kini direkomendasikan, karena status HER2/neu berguna untuk menetukan

prognosis.Kombinasi trastuzumab dengan kemoterapi dapat menurunkan resiko relatif

mortalitas sebesar 20%, namun jika dikombinasi dengan adriamisin menjadi bersifat

kardiotoksik.Trastuzumab diberikan setiap 3 minggu selama 1 tahun pada pasien

dengan reseptor Her2/neu yang positif 3 bersamaaan dengan kemoterapi adjuvan.

Table 27-15

Panduan terapi sistemik adjuvant kanker payudara KGB negatif (N-)

Kelompok pasien Resiko rendah* Resiko sedang∞ Resiko tinggi˚PramenopauseER atau PR (+)ER dan PR (-)

PascamenopauseER atau PR (+)ER dan PR (-)

Lanjut usia (> 70 thn)ER atau PR (+)ER dan PR (-)

Tidak ada /tamoksifen sajaTidak tersedia

Tidak ada/tamoksifenTidak tersedia

Tamoksifen + kemoterapiPertimbangan kemoterapi

Tamoksifen+kemoterapiTidak tersedia

Tamoksifen+kemoterapiTidak tersedia

Tidak tersedia

Kemoterapi+tamoksifenKemoterapi

Tamoksifen+kemoterapiKemoterapi

TamoksifenPertimbangan kemoterapi

ER = estrogen receptor, PR = progesteron receptor * = T < 1 cm, ER dan/atau PR (+), grade 1, usia> 35 thn∞ = T 1-2 cm, ER dan/atau PR (+), grade 1-2, 35 thn˚ = T > 2 cm, ER dan/atau PR (-), grade 2-3, < 35 thn

Table 27-16Panduan terapi sistemik adjuvan kanker payudara KGB positif (N+)

Kelompok pasien TerapiPramenopauseER atau PR (+) Kemoterapi + tamoxifen

ER dan PR (-)

PascamenopauseER atau PR (+)ER dan PR (-)

Lanjut usia (>70 thn)ER atau PR (+)ER dan PR (-)

Kemoterapi

Tamoxifen/aromatase inhibitor + kemoterapiKemoterapi

Tamoxifen ± kemoterapiPertimbangkan kemoterapi

ER = estrogen receptor,PR = progesterone receptor

11. Prognosis

Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukan oleh

angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita keganasan

payudara diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita kanker payudara bilateral,

mengalami mutasi genetic, dan adanya tripple negative yaitu grade tumor tinggi dan

seragam, reseptor ER dan PR negatif, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negatif.

Presentase harapan hidup 5 tahun penderita kanker payudara dapat dilihat pada

table 27-12.

12. Pencegahan dan skring

Karsinoma payudara dapat dicegah dengan memahami faktor resiko dan

kemudian menghindarinya. Seorang wanita yang memiliki riwayat keluarga

menderita kanker payudara atau ovarium, sebaiknya melakukan pemeriksaan

payudara sendiri (SADARI) sebulan sekali sekitar hari ke-8 menstruasi baik untuk

dilakukan sejak usia 18 tahun dan mamografi setiap tahunnya sejak usia 25 tahun.

Gejala dan tanda serta adanya faktor resiko yang mengarah ke terjadinya karsinoma

payudara, khusunya usia dibawah 35 tahun, sebaiknya dikenali sejak dini sehingga

dapat dilakukan pengobatan kuratif.

Obat profilaksis yang sampai saat ini diakui sebagai profilaksis kegansan

payudara adalah tamoksifen.Sebagai antagonis estrogen, tamoksifen sebagai terapi

adjuvan kanker payudara terbukti dapat menurunkan insidens kanker payudara primer

kedua pada payudara kontralateral.Walaupun terbatas pada kanker payudara yang

ER+, tamoksifen sebagai profilaksis juga menurunkan insidens perkembangan

menjadi kanker payudara yang invasif pada LCIS, kelainan duktal atipik, dan

hiperplasia lobular. Profilaksis lain yang sedang diteliti adalah raloksifen.

Mamografi dapat digunakan sebagai skrining kanker payudara, terutama pada

perempuan yang berada dalam masa pascamenopause atau 50 tahun ke atas terbukti

menurunkan 33% angka mortalitas kanker payudara. jika terjadi peningkatan dnsitas

payudara pada mamografi, resiko kanker payudara meningkat.

Seseorang yang beresiko tinggi menderita kanker payudara karena memiliki

riwayat familial dan gentik serta mutasi gen supresor tumor (BRCA1, BRCA2, atau

CHEK) dapat dipertimbangkan untuk menjalani mastektomi bilateral dan salfingo-

ooforektomi bilateral preventif, meskipun penderita tidak menunjukan gejala.

Table 27-17Faktor resiko yang signifikan untuk kanker payudara dan rekomendasi preventifnya

Faktor resiko Rekomendasi mamografi skring Tindakan preventifFaktor resiko sedang hingga tinggiUsia >60 tahunHyperplasia atipik (ductal maupun lobular)LCISRiwayat pribadi menderita DCIS atau kanker payudara invasive, usia >40 thn

Riwayat seorang anggota keluarga inti atau dua orang family sedarah menderita kanker payudara, usia <50 thnFaktor resiko sangat tinggiRadiasi terapeutik di daerah toraks (usia <30 thn)

Riwayat pribadi menderita DCIS atau keganasan payudara invasive, usia <40 thn

Riwayat anggota keluarga tingkat pertama menderita kanker patudara sebelum usia 50 thnRiwayat anggota keluaraga tingkat pertama menderita kanker payudara dan ovariumSebagai kanker mutasi BRCA1atau BRCA2 atau memiliki anggota keluarga tingkat pertama yang memiliki mutasi tersebut

Tiap tahunTiap tahun sejak terdiagnosisTiap tahun sejak terdiagnosisTiap tahun sejak terdiagnosis

Tiap tahun sejak usia 40 thn

Tiap tahun, dimulai 10 tahun setelah terapi penyinaran tersebut

Tiap tahun sejak terdiagnosis

Tiap tahun sejak usia 35-40 tahun

Tiap tahun sejak usia 35-40 tahun

Tiap tahun sejak usia 25, pertimbangkan juga pemeriksaan MRI tiap tahun

Biasanya tidak ada anjuranTamoksifen, 20 mg/hari x 5 tahunTamoksifen, 20 mg/hari x 5 tahunTidak ada usia preventif khusus yang direkomendasikan pascatatalaksana standarKonseling genetic

Tidak ada usia preventif khusus yang direkomendasikan pascatatalaksana standarTidak ada usia preventif khusus yang direkomendasikan pascatatalaksana standarKonseling genetic

Konseling genetic

Pemeriksaan genetic untuk seluruh anggota keluarga; berikan anjuran mastektomi profilkatif atau ooforektomi kepada karier

DCIS, ductal carcinoma in situ; LCIS, lobular carcinoma in situ; MRI, magnetic resonance imaging

13. Keadaan khusus

a. Karsinoma payudara pada kehamilan

Prognosis kanker payudara ditentukan oleh stadium penyakit ketika mulai

ditangani dan bahkan oleh ada/tidaknya kehamilan.Oleh karena mamma membesar

sewaktu hamil, diagnosis mungkin tertunda sebab tumor kecil sukar diraba.Akan

tetapi, pertumbuhan dan perkembangannya tidak dipercepat atau diperlambat oleh

kehamilan.

b. Kanker payudara lelaki

Kejadian kanker payudara pada lelaki dibandingkan dengan wanita adalah

1:100. Perjalanan panyakitnya pada pria lebih cepat karena jaringan sekitar

payudara tidaklah setebal pada wanita sehingga pada tahap dini sudah melekat ke

sekitarnya. Tingkat penyebarannya (TNM) pun sama dngan wanita. Diagnosis

sering agak lambat ditegakkan. Mungkin didaptkan benjolan atau pengeluaran

darah dari puting susu atau terdapat tukak maligna. Pada perabaan jelas terdapat

perlekatan, berbeda dengan ginekomastia yang mudah bergerak. Tindakan terapi

dan prognosis sama seperti pada wanita.

c. Tumor ganas lain payudara

Selain karsinoma bisa pula terdapat sarkoma, seperti fibrosarkoma,

liposarkoma, angiosarkoma, dan limfoma malignum.Terapi yang dianjurkan sesuai

dengan terapi masing-masing jenis tumor tersebut, yakni eksisi luas dengan atau

tanpa radiasi maupun kemoterapi.

G. Rekonstruksi Payudara Dan Perbaikan Estetikanya

1. Rekontruksi payudara menjadi bagian dari proses rehabilitasi pascamastektomi

yang penting dilakukan. Pascamastektomi, pasien dapat mengalami morbiditas

emosional antara lain perasaan depresi, citra tubuh yang negatif, serta hilangnya

perasaan femininitas dan kepercayaan diri. Saat inirekonstruksi payudara telah

berkembang, dari yang dahulu hanya berkembang dari yang dahulu hanya

bertujuan untuk membentuk tonjolan payudara saja, kini bertujuan membentuk

payudara yang memiliki ukuran, bentuk, kontur,dan lokasi yang menyerupai

payudara sehat. Pasien sebisa mungkin bebas tanpa menggunakan prosthesis

ekternal. Rekonstruksi payudara merupakan prosedur yang penting karena dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien yang menjalani rekontruksi payudara

memiliki morbiditas psikologis lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang

tidak menjalaninya.

a. Indikasi

Setiap pasien yg akan atau telah menjalani mastektomi, diberi

keterangan mengenai rekonstruksi payudara. Bila pasien menolak, tidak boleh

ada pemaksaan atau bujukan. Pembicaraan yg dilakukan dengan atau bujukan.

Pembicaraan yg dilakukan dengan pasien meliputi pilihan teknik rekontruksi,

yang disesuaikan dengan habitus, teknik mastektomi, staging, histopatologi,

dan keadaan mamma kontralateral.

Rekontruksi payudara dapat dilakukan segera (pada saat mastektomi)

atau setelah beberapa waktu (setelah pengobatan adjuvan). Keuntungannya

adalah berkurangnya total biaya pengobatan, hasil operasi yang lebih baik

secara kosmetik, dan morbiditas psikologis yang lebih kecil.

Sampai saat ini penelitian menunjukan tidak ada perbedaan angka

keselamatan maupun rekurensi antara rekontruksi payudara pascamastektomi

segera maupun tertuda dengan yang tidak menjalanirekontruksi.

b. Pemilihan teknik rekonstruksi

Pemilihan teknik rekonstruksi bergantung dari problem yang dihadapi

yaitu apakah masih cukup kulit yang sehat namun kekurangan massa, atau

kekurangan kulit dan massa payudara. Solusi yang bias dipilih yaitu (1)

menggunakan ekpander jaringan untuk melebarkan kulit, (2) menggunakan

flap miokutaneus konvensional untuk mengatasi kekurangan massa dan kulit,

(3) menggunakan flap miokutaneus dengan bedah mikro untuk mengatasi

masalah kekurangan massa dan kulit, (4) menggunakan implant atau

prosthesis payudara untuk mengatasi kekurangan massa.

Implant dapat sigunakan pada rekonstruksi payudara yang berukuran

kecil hingga sedang.

Operasi dilakukan dengan menggunakan insisi 2 cm di lipatan

inframamaria dilanjutkan dengan membuat ruang yang cukup lebar untuk

menempatkan implant.

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infreksi kontraktur kapsul,

hilangnya lipatan inframamaria, dan asimetri atau malposisi implant.

Ekspander jaringan digunakan bila kualitas kulit dada cukup baik tetapi

kuantitasnya kurang untuk penempatan implan. Keuntungan menggunakan

ekspander ajringan adalahdidapatkannya tonjolan mamma dengan kualitas

kulit (warna dan tekstur) sama seperti kulit sehat, serta parut yang minimal.

Kekurangan prosedur ini antara lain perlunya kekunjungan berkala untuk

menambah volume ekspander, ras tidak nyaman akibat proses ekspansi, dan

bentuk payudara yang asimetri selama masa ekspansi. Komplikasi yang sering

terjadi antara lain infeksi, erosi kulit akibat ekstruksi ekspander, bocor,

malposisi, kerusakan port, serta rasa nyeri dan asimetri selama ekspansi.

Dengan teknik flap aksial, defek payudara pascareseksi tumor maupun

trauma dapat ditutup menggunakan jaringan tubuh sendiri berupa otot dan

kulit disekitar payudara yang ditutupi oleh suatu pembuluh darah tertentu (flap

muskulokutaneus). Contoh flap yang dapat digunakan yaitu flap latisimus

dorsi, flap TRAM (tranverse rectus abdominis muscle), flap DIEP (deep

inferior epigastris perforator), flap SIEA (superficial inferior epigastric artery),

flap DCIA (deep circumflex iliac artery), serta flap gluteus.

Kerugian teknik adalah terbentuknya parut baru di dada, perut bawah,

atau punggung. Komplikasi yang mungkin terjasi adalah nekrosis flap,

komplikasi akibat penggunaan implant, serta terbentuknya seroma donor.

c. Augmentasi Payudara

Augmentasi payudara diindikasikan pada payudara yang memiliki

volume inadekuat akibat kelainan bawaan, memiliki volume inadekuat akibat

kelainan bawaan, kelainan perkembangan, atau involusi setelah melahirkan.

Bentuk kelainan tersebut antara lain aplasia, hipoplasia, asimetri, tuberous

breast shape, dan involusi setelah kehamilan.

Penggunaan implant payudara yang berisi gel silicon telah dilakukan

sejak tahun 1972. Meskipun pada tahun 1992 keamanan implan tersebut

pernah dipertanyakan oleh Food and Drug Administration (FDA), implan

payudara telah terbukti tidak menyebabkan keganasan atau penyakit autoimun.

Gel silicon juga tidak menyebar difus, meskipun terjadi kebocoran pada

implan, kebocoran ini hanya menimbulkan reaksi inflamasi local nonspesifik.

Deteksi keganasan pada payudara maupun kesintasan penderitanya tidak

berbeda antara pasien yang menjalani augmentasi atau tidak. Demikian pula,

tidak terdapat gangguan menyusui pada pasien yang menjalani augmentasi

payudara.

Implant payudara dapat dibagi berdasarkan (licin atau bertekstur),

bentuk (bulat atau anatomik), isi (gel silicon atau NaCl), dan tipe inflatable

atau tidak. Saat ini, banyak digunakan implan dengan permukaan bertekstur

yang terbukti menurunkan insidens komplikasi kontraktur kapsular.

Insisi untuk memasukan implant silicon melalui beberapa tempat

dengan keuntungan dan kekurangannya masing-masing, yaitu melalui lipatan

inframamaria, periareola, dan aksila.

Umumnya implan diletakkan subglandular. Penempatan implan

submuskular (di bawah m.pectoralis) menurunkan insidens kontraktur

kapsular, tetapi tidak dapat digun akan pada mamma yang ptosis karena akan

menimbulkan gambaran double bubble.

Komplikasi yang tersering adalah terbentuknya kapsul jaringan ikat

disekitar implant atau kontraktur kapsular. Penyebab kontraksi kapsular antara

lain hematoma, infeksi, kurang luasnya diseksi, teknik operasi yang kurang

baik, serta penggunaan implant yang tidak berstruktur. Komplikasi lain

meliputi hematoma, infeksi, nyeri, perut hipertrofi, dan rupture implant.

d. Reduksi Payudara

Payudara yang berat menggantung menyebabkan nyeri pada payudara

tersebut (mastodinia). Nyeri juga dirasakan pada leher, bahu, dan punggung,

yang bila berlanjut dapat menyebabkan kifosis dan artritisservikal. Selain itu,

timbul lecet bahu akibat tali bra yang menyangga payudara yang berat.

Lipatan dibawah payudara sering mengalami maserasi dan dermatitis akibat

selalu lembab karena keringat.

Etiologi makromastia belum diketahui secara pasti, tetapi diduga

bersifat multifaktoral dengan pola familial. Gambaran klinis khusus dijumpai

pada hipertrofi juvenile(virginal hipertrophy) mamma, yaitu keadaan

gigantomastia pada gadis prapubertas yang diduga disebabkan oleh

hipersensitivitas lokal terhadap estrogen. Pada kasus ini, reduksi dapat

dilakukan pada usia sangat muda. Pasien harus diberi tahu bahwa kelainan ini

kemungkinan besar akan berulang. Penggunaan tamoksifensitrat dilaporkan

berhasil menekan angka rekurensi.

Operasi. Pasien berusia diatas 35 tahun harus menjalani mammografi

praoperasi. Pemeriksaan tersebut bermanfaat sebagai data dasar terutama bila

pascaoperasi terdapat daerah yang mengeras atau klasifikasi. Terdapat banyak

teknik reduksi mamma, salah satunya adalah McKissock.

Komplikasi. Reduksi payudara dapat menimbulkan berbagai komplikasi, yaitu

posisi areola yang tidak simetris, bentuk mamma tidak simetris, bentuk

mamma tidak baik (berbentuk kotak, amorfus atau ireguler), hilangnya fungsi

laktasi dan berubahnya warna kompleks areola jika terjadi komplikasi

gangguan vascular sehingga kompleks aerola harus dibetulkan dengan

grafting.

e. Mastopeksi

Ptosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jatuh”, menunjukan

posisi NAC (nipple areolar complex) terhadap lipatan inframamaria. Pada

ptosis sejati, baik NAC dan sebagian besar parenkim mamma berada dibawah

lipatan inframamaria, dengan posisi NAC cenderung pada titik terendah pada

mamma saat pasien tegak. Pada pseudoptosis atau ptosis glandular, parenkim

mamma mengalami penurunan dibawah lipatan inframamaria, tetapi posisi

NAC tetap berada di atas lipatan inframaria.

Ptosis dapat terjadi akibat gaya gravitasi pada payudara yang besar,

hipertrofi kelenjar, regresi hormone (pascapersalinan, menopause), atau

setelah mengalami penurunan berat badan. Patofisiologi ptosis payudara

berhubungan dengan elongasi, atrofi, dan hilangnya elastisitas jaringan ikat

fasia klavipektoral (membungkus mamma dan menambatkan payudara pada

dinding dada)dan ligament suspensorium Cooper (menghubungkan fasia

klavipektoralis dan kulit payudara).

Operasi. Sama seperti pada reduksi mamma, pasien yang berusia diatas 35

tahun diharuskan menjalani pemeriksaan mammografi praoperasi. Pada

pemeriksaan ditentukan derajat ptosis dan volume parenkim mamma.

Terdapat beberapa teknik mastopeksi yaitu : (1) reseksi kulit saja, (2)

mastopeksi dengan atau tanpa melekatkan kelenjar mamma pada dinding dada

anterior, (3) plikasi kelenjar hingga memberi bentuk kerucut, (4) mastopeksi

ditambah augmentasi.

Komplikasi yang dapat terjadi sama dengan reduksi mamma tetapi

lebih ringan.