23
MALPRAKTEK D efinisi malpraktek Malpraktek bukan hanya terjadi pada profesional medis, melainkan juga terjadi pada semua profesional, termasuk profesional di bidang hukum, perbankan, konstruksi, akuntansi dan bidang lainnya. Kita pernah mendengar kisah malpraktek profesi non medis seperti "mafia peradilan", praktek kekerasan di kepolisian, runtuhnya jembatan yang sedang/baru dibangun, laporan akuntan publik yang "palsu", musibah BLBI di dunia perbankan, dan lain-lain. Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (WMA) yaitu “Medical malpractice involves the physician failure to conform the standard of care for treatment of the patient condition, or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patient yang artinya malpraktek medis berhubungan dengan kegagalan tenaga medis dalam melakukan prakteknya sesuai dengan standar pelayanan terhadap kondisi pasien, atau kurangnya kemampuan atau ketidakpedulian dalam penyediaan pelayanan terhadap pasien yang menjadi penyebab utama terjadinya cedera terhadap pasien. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam 1

Referat Medikolegal Indra Edit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

MALPRAKTEK

Definisi malpraktekMalpraktek bukan hanya terjadi pada profesional medis, melainkan juga terjadi pada semua profesional, termasuk profesional di bidang hukum, perbankan, konstruksi, akuntansi dan bidang lainnya. Kita pernah mendengar kisah malpraktek profesi non medis seperti "mafia peradilan", praktek kekerasan di kepolisian, runtuhnya jembatan yang sedang/baru dibangun, laporan akuntan publik yang "palsu", musibah BLBI di dunia perbankan, dan lain-lain.Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (WMA) yaitu Medical malpractice involves the physician failure to conform the standard of care for treatment of the patient condition, or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patient yang artinya malpraktek medis berhubungan dengan kegagalan tenaga medis dalam melakukan prakteknya sesuai dengan standar pelayanan terhadap kondisi pasien, atau kurangnya kemampuan atau ketidakpedulian dalam penyediaan pelayanan terhadap pasien yang menjadi penyebab utama terjadinya cedera terhadap pasien.WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek atau kelalaian medik. "An injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result, for which the physician should not bear any liability". Dengan demikian suatu akibat buruk yang unforeseeable dipandang dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran pada saat dan dalam situasi dan fasilitas yang tersedia tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada dokter.Sedangkan Black's Law Dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai "professional misconduct or unreasonable lack of skill" atau "failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them" yaitu kesalahan profesional atau kurangnya ketrampilan yang tidak seharusnya atau kegagalan seseorang memberikan pelayanan profesional untuk mempraktekkan derajat kemampuan dan pembelajaran yang pada umumnya diaplikasikan di bawah semua lingkungan di masyarakat oleh anggota profesi dengan hasil luka, kehilangan atau kerusakan pada mereka yang menerima pelayanan tersebut atau kepada mereka yang bersandar terhadap pelayanan tersebut.Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan di wilayah tersebut. Andai kata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut(risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya(inspaning verbintenis)dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaaverbintenis).Karena ketidak tahuan masyarakat pada umumnya tumbuh miskonsepsi yang menganggap bahwa setiap kegagalan praktek medis (misalnya, hasil buruk atau tidak diharapkan selama dirawat di rumah sakit) sebagai akibat malpraktek medis atau akibat kelalaian medis. Padahal perlu diingat bahwa suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang kedokteran sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu :1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.2. Hasil dari suatu risiko yang dapat diterima sebagaimana diuraikan di atas.3. Hasil dari suatu kelalaian (culpa).4. Hasil dari suatu kesengajaan (dolus).

Jenis jenis malpraktekDitinjau dari segi etika profesi dan segi hukum malpraktek medik dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice).a. Malpraktek Etik(ethical malpractice)Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan.Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan dan norma yang berlaku untuk dokter. Malpraktek etik merupakan dampak negatif dari kenajuan teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien dan membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping maupun dampak negatif dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut antara lain :1. Komunikasi antara dokter dan pasien semakin berkurang2. Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis3. Harga pelayanan medis semaki tinggiPara dokter untuk mengambil keputusan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral, adapun pedomna tersebut antara lain :1. Menentukan indikasi medisnya2. Mengetahui apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati3. Mempertimbangkan dampak tindakan yang akan dilakukan terhadap mutu kehidupan pasien4. Mempertimbangkan halhal kontekstual yang terkait dengan situasi kondisi pasien, misalnya aspek sosial, ekonomi, hukum dan budaya.Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan malpraktek etik antara lain : Bidang diagnostikPemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien, kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepada dokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut. Bidang terapiBerbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut, kadang kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.

b. Malpraktek Yuridis (yuridical malpractice)Malpraktek yuridis dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice) Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.Untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat). b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis). c. Ada kerugian d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita. e. Adanya kesalahan (schuld) Apabila tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukancriminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidananya yakni :a.Apakah perbuatan(positif act ataunegatif act) merupakan perbuatan yang tercelab.Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin(mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien. b.Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan. c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya. d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar. Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana. Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.Untuk membuktikan adanyacivil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri(res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban(dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan(damage).

2) Malpraktek Pidana (criminal malpractice)Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar. b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati. Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa tempatnya bernaung.Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakancriminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin(men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa

3) Malpraktek Administratif (administrative malpractice)Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

Unsur malpraktek1. Unsur kesengajaan (intensional)Unsur kesengajaan (intensional) menyebabkan professional misconducts (melakukantindakan yang tidak benar)

Membuka rahasia kedokteran tanpa hakMasalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidanakarena seringkali menggambarkan nilainilai sosial budaya bangsa. Artinya, pidana mengandung tata nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apayang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Ide menyangkut konsepsi social defence tersebut ternyata diterima oleh ahli hukum pidana di Indonesia, terbukti dalam pasal 322 KUHP. Menurut R. Soesilo dokter yang membuka rahasia dapat dihukum menurut pasal ini, maka elemenelemen di bawah ini harus dibuktikan :a. Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.b. Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan iaharus betulbetul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu.c. Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu.d. Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja. Yang diartikan dengan rahasia yaitu barang sesuatu yang hanya diketahui oleh orang yang berkepentingan, sedang orang lain belum mengetahuinya. Siapakah yang diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiaptiap peristiwa harus ditinjau sendirisendiri oleh hakim yang masuk disitu misalnya seorang dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya.Proses hukum ini perlu dilakukan, agar para dokter lainnya atau para profesional dalam bidang lainnya, tidak seenaknya saja membuka dan membeberkan rahasia jabatan di muka umum. Seringkali didengar para dokter yang dengan enteng membeberkan penyakit dari pasiennya yang sebenarnya termasuk ke dalam rahasia jabatan. Para profesional ini tahu,tentang adanya rahasia kedokteran, tetapi karena tidak pernah terjadi adanya pengaduan dari mereka yang dilanggar haknya atas rahasia kedokteran, maka pelanggaran terhadap hak pasien yang satu ini seringkali terjadi. Tidak dapat dihindarkan bahwa wajib penyimpan rahasia membandingkan berat ringannya kepentingankepentingan yang harus diperhatikan dan yang saling bertentangan. Titik tolaknya adalah menyimpan rahasianya. Hanya kalau dikehendaki oleh kepentingankepentingan yang dianggap lebih berat dari pada kepentingan Pemilik Rahasia ditambah dengan kepentingankepentingan tersebut dan akhirnya pemutusan apakah wajib menyimpan rahasia menggunakan hak tolaknya atau tidak, dilakukan sendiri oleh wajib penyimpan rahasia, kalau dirasa perlu setelah berunding dengan satu orangatau lebih yang ia pilih, rekan atau bukan rekan.Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.Pasal 4 berbunyi demikian :1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :1. Sanksi terhadap pelanggaran dari hukum diterapkan oleh penguasa (orangatau lembaga yang memegang kekuasaan).2. Sanksi terhadap pelanggaran dari etika diterapkan oleh masyarakat.

Aborsi illegalNaluri yang terkuat pada setiap mahluk bernyawa termasuk manusia adalah mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikirdan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmupengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua usaha tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani.Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan olehberbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial,hukum, eugenetika, dan sebagainya. Pada umumnya setiap negara mempunyai undang-undang yang melarang abortus provocatus (pengguguran kandungan).Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatustherapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-ubah sesuai perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi,tuberkulosis dan sebagainya. Sebaliknya ada pula negara yang membenarkan indikasi sosial, humaniter, dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss yaitu bukan semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga mempertimbangkan demi keselamatan anak, baik jasmaniah maupun rohaniah.Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan, suaminya dan atau keluarhanya yang terdekat. Hendaknya dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk melakukannya.Menurut penyelidikan, abortus provocatus paling sering terjadi pada wanita bersuami, yang telah sering melahirkan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi rendah. Ada harapan abortus provocatus di kalangan wanita bersuami ini akan berkurang apabila keluarga berencana sudah dipraktekkan dengan tertib. Setiap dokter perlu berperan serta untuk membantu suksesnya program keluarga berencana ini. Seperti yang telah diatur pada pasal 349 KUHP, Jika seorangdokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. dimana dokter dapat dikenakan sanksi 4 tahun penjara.

EuthanasiaEuthanasia memiliki tiga arti, yaitu :a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan bagiyang beriman dengan nama Allah di bibir.b. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) oenderitaan pasien diperingan dengan memberi obat penenang.c. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.Pada suatu saat seorang dokter mungkin menghadapi penderitaan yang tidak tertahankan, misalnya karena kanker dalam keadaan yang menyedihkan, kurus kering bagaikan tulang dibungkus kulit, menyebarkan bau busuk, menjerit-jerit dan sebagainya. orang yang berpendirian pro euthanasia dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien diberi saja morphin dalam dosis lethal, supaya ia bebasdari penderitaan yang berat itu. di beberapa Negara Eropa dan Amerika sudah banyak terdengar suara yang pro-euthanasia. mereka mengadakan gerakan yang mengukuhkannya dalam undang-undang. Sebaliknya, bagi mereka yang kontra euthanasia berpendirian bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan.Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau berazazkan Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada makhlukNya mengandung makna dan maksud terentu. Dokter harus mengerahkan segala kepandaianannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan danmemelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

Memberikan keterangan palsuPada pasal 267 KUHP dinyatakan bahwa :1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsutentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang kedalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Melakukan praktek tanpa ijinPada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyartan untuk memperoleh ijin kerja sesuai profesinya (SID (surat ijin dokter) atau SP (Surat Penugasan)). Untuk melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan perundang undanganyang berlaku (SP, yaitu : Surat Ijin Penugasan).

2. Unsur Pelanggaran Negligence (kelalaian)Kelalaian adalah salah satu bentuk dari malpraktek, sekaligus merupakan bentuk malpraktek yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu:1. Malfeasance (pelanggaran jabatan)Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat dan layak (unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan pengobatan tanpa indikasi yang memadai dan mengobati pasien denga coba-coba tanpa dasar yang jelas.2. Misfeasance (ketidak hati-hatian)Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance). Seperti melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.3. Lack of skill (kurang keahlian)Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter, kecuali pada situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan pembedahan oleh bukan dokter, dan mengobati pasien diluar spesialisasinya

Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu 1. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu. Dalam hubungan perjanjian tenaga medis dengan pasien, tenaga medis haruslah bertindak berdasarkan :1)Adanya indikasi medis2)Bertindak secara hati-hati dan teliti3)Bekerja sesuai standar profesi4)Sudah ada informed consent.2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.Apabila sudah ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di rumah sakit tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku. Jika terdapat penyimpangan dari standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.Di dalam hukum kedokteran, terdapat rumusan tentang kelalaian yang sudah berlaku universal yang dapat dipakai sebagai pedoman, yaitu kelalaian adalah kekurang telitian yang wajar, tidak melakukan apa yang oleh seorang lain dengan ketelitian serta hati-hati akan melakukannya dengan wajar, atau melakukan apa yang seorang lain dengan ketelitian yang wajar justru tidak akan melakukannya. Secara sederhana kelalaian dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau pelakunya. Kelalaian menurut hukum pidana terbagi menjadi dua macam. Pertama, kealpaan perbuatan. Maksudnya ialah apabila hanya melakukan perbuatannya itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Kedua, kealpaan akibat. Kealpaan akibat ini baru merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 359,360 dan 361 KUHP. Dalam pelayanan kesehatan, kelalaian yang timbul dari tindakan seorang adalah kelalaian akibat, misalnya tindakan seorang dokter yang menyebabkan cacat atau matinya orang berada dalam perawatannya, sehingga perbuatan tersebut dapat dicelakan padanya. Sedangkan menurut ukurannya, kelalaian (culpa) dapat dibagi menjadi:1. culpa lata (gross fault/neglect) yang bersifat kasar, berat , yaitu apabila seseorang dengan sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukan 2. culpa levis(ordinary fault/neglect), yakni kesalahan biasa. 3. culpa levissima (slight fault/neglect), yang berarti kesalahan sangat ringan atau kecil. Ukuran kesalahan dalam pelaksanaan tugas profesi berupa kelalaian dalam hukum pidana adalah kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian kecil (culpa levis). Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum De minimis noncurat lex, yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Jika kelalaian sampai menimbulkan kerugian materi, mencelakakan dan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka kelalaian ini merupakan kelalaian serius dan dapat dikatakan sudah mengarah ke tindak pidana. Menurut Yusuf Hanafiah tolak ukur culpa lata adalah:1. bertentangan dengan hukum 2. akibatnya dapat dibayangkan 3. akibatnya dapat dihindarkan 4. perbuatannya dapat dipersalahkan. Sedangkan menurut Jonkers kelalaian memiliki tiga unsur, yaitu:1. peristiwa itu sebenarnya dapat dibayangkan kemungkinan terjadinya (foreseeabilit, voorzienbaarheid). 2. terjadinya peristiwa itu sebenarnya bisa dicegah (vermijdbaarheid). 3. maka si pelaku dapat dipersalahkan karenanya (verwijtbaarheid). Implikasi dari tindak malpraktek adalah bahwa tindakan tersebut melanggar salah satu atau beberapa norma yang dianutnya, yaitu norma-norma etik, disiplin profesi, hukum pidana atau hukum perdata. Masing-masing pelanggaran norma tersebut haruslah diperiksa, dibuktikan dan kemudian dihukum sesuai dengan domainnya.

Sanksimalpraktek1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)a. Pasal 359Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.b. Pasal 360Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang luka berat dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya 1 tahun.c. Pasal 361Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum dengan selamalamanya sembilan bulan atau hukuman selama-lamanya enam bulan atau hukumkan denda setinggi-tingginya Rp 4.500.000,00.2. Undang-Undang Praktek Kedokterana. Pasal 75 ayat 1Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktekkedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00.b. Pasal 76Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa meliki surat izin praktek sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00c. Pasal 79Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- setiap dokter atau dokter gigi yang :1) Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat 1.2) Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat 1.3) Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf a,b,c,d atau e.

KesimpulanMalpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional. Kelalaian dalam praktek medik jika memenuhi beberapa unsur (1) duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang sama, (2) dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut, (3) damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari pelayanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan, (4) direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Sedangkan unsur pelanggaran displin yaitu pelanggaran meliputi negligence, malfeasance, misfeasance, lack of skill.Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya menghindari malpraktek seperti semua tindakan sesuai indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi, membuat informed consent, mencatat semua tindakan yang dilakukan (rekam medik), apabila ragu-ragu konsultasikan dengan senior, memperlakukan pasien secara manusiawi, menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar. Selain itu juga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yaitu meningkatkan kualitas sumber daya, tenaga, peralatan, pelengkapan dan mateial yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan kata lain meningkatkan input dan struktur, memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chazawi A. Malpraktek Kedokteran. Malang: Bayu Media. 20072. Hanafiah J. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.19993. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.4. Hartono HS dkk. 2008. Pemahaman Etik Medikolegal: Pedoman Bagi Profesi Dokter.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

1

15