35
ANESTESI DENGAN LMA ( LARYNGEAL MASK AIRWAY ) Muhamad Ali Badar, La Duwi 1. Pendahuluan Tanggung jawab utama dari seorang ahli anestesi adalah menjamin respirasi yang adekuat bagi pasien. Unsur vital dalam menyediakan fungsi respirasi adalah jalan nafas. Tidak ada anestesi yang aman tanpa melakukan usaha keras untuk memelihara jalan nafas yang lapang. Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian. Resiko tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan jalan nafas pasien. Tujuan dari referat ini adalah mendiskusikan penatalaksanaan anestesi dengan LMA. 2. Anatomi dan Fisiologi Respirasi 1,2,3 Struktur Saluran nafas atau traktus respiratorius meruakan suatu kesatuan dari beberapa organ yang saling mendukung 1

Referat LMA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Referat LMA

ANESTESI DENGAN LMA

( LARYNGEAL MASK AIRWAY )

Muhamad Ali Badar, La Duwi

1. Pendahuluan

Tanggung jawab utama dari seorang ahli anestesi adalah menjamin respirasi

yang adekuat bagi pasien. Unsur vital dalam menyediakan fungsi respirasi adalah

jalan nafas. Tidak ada anestesi yang aman tanpa melakukan usaha keras untuk

memelihara jalan nafas yang lapang.

Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah.

Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan

jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas

tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal

adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien.

Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan

otak sampai kematian. Resiko tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya

penatalaksanaan jalan nafas pasien. Tujuan dari referat ini adalah mendiskusikan

penatalaksanaan anestesi dengan LMA.

2. Anatomi dan Fisiologi Respirasi 1,2,3

Struktur

Saluran nafas atau traktus respiratorius meruakan suatu kesatuan dari beberapa

organ yang saling mendukung satu sama lainnya. Dalam menjalankan kinerjanya,

mekanisme pernafasan, traktus respiratorius tidak lah berdiri sendiri, sehingga proses

bernafas menjadi sesuatu hal yang komples dan saling mengikat. Komponen lain yang

mendukung dan menjalankan mekanisme bernafas adalah tulang-tulang penyusun

toraks dan otot-otot yang menyokongnya.

Otot-otot Pernafasan

Otot otot ventilasi adalah otot yang memiliki daya tahan. Nutrisi yang buruk,

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan udara yang terperangkap, dan

peningkatan resistensi jalan nafas memicu terjadinya kegagalan ventilasi yang

disebabkan oleh kelelahan otot ventilasi. Otot-otot ventilasi antara lain adalah

diafragma, otot intercostae, otot abdomen, otot cervical, otot sternomastoid, dan otot

1

Page 2: Referat LMA

intervertebrae. Otot ventilasi primer adalah diafragma, dengan sedikit kontribusi dari

otot-otot intercostae. Normalnya, pada saat istirahat, inspirasi membutuhkan usaha

sedangkan ekspirasi merupakan usaha pasif. Ketika usaha ventilasi meningkat, otot

abdomen diikuti dengan depresi iga, dan peningkatan tekanan intra abdomen

memfasilitasi terjadinya ekspirasi. Dengan peningkatan usaha, otot cervical

membantu mengangkat sternum dan dada bagian atas. Otot paravertebra pada bahu

memiliki peran penting selama usaha ventilasi maksimum. Pada paru-paru normal,

proses bernafas dan batuk dapat dibantu oleh otot diafragma. Otot-otot ventilasi harus

memiliki usaha yang cukup untuk mengangkat iga dan menciptakan tekanan

subatmosfer pada rongga intrapleura.

Bernafas memerlukan fiber otot tahan lelah yang ditandai dengan kedutan

lambat yang merupakan respon terhadap stimulasi elektrik. Fiber otot tersebut

membentuk sekitar 50% fiber diafragma dan memiliki kapasitas tinggi oksidatif.

Kedutan cepat pada fiber otot yang memiliki peran pada kelelahan otot, memiliki

respon yang cepat terhadap stimulasi elektrik, menyediakan kekuatan, dan membantu

otot memproduksi usaha yang lebih selama periode tertentu. Oleh karena itu,

diafragma yang terdiri dari fiber-fiber kedut cepat berguna selama beberapa periode

usaha ventilasi maksimal. Otot otot dinding abdomen, otot ekspirasi yang paling kuat ,

sangat penting untuk usaha ekspulsif seperti proses batuk. Dengan sistem respirasi

yang lengkap, jaringan paru yang mengembang mengisi rongga pleura. Pleura

viseralis dan parietalis secara konstan bersentuhan satu sama lain, menciptakan

rongga intrapleura yang tekanannya menurun ketika diafragma depresi dan rongga

toraks mengembang. Pada akhir inspirasi, akibat dari tekanan subatmosfer intrapleura

terjadi usaha antara kecenderungan paru untuk kolaps dan otot dinding dada untuk

tetap mengembang. Usaha pada akhir inspirasi menyebabkan Kapasitas Sisa

Fungsional (Functional Residual Capacity), volum udara paru pada akhir ekspirasi.

Rongga intrapleura normalnya memiliki tekanan sub ambient (-2 s/d -3 mmHg) pada

Kapasitas Sisa Fungsional. Dengan inspirasi, tekanan intrapleura menjadi lebih

negatif ketika dinding dada mengembang.

Traktus Respiratorius

Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara

pernapasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa,

metabolism hormon dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh

yang menerima darah dari seluruh curah jantung.

2

Page 3: Referat LMA

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas terdiri dari

hidung, ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring,

menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk saluran pernafasan dan bagian

bawah terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli. Trakea adalah pipa

fibromuskular pada dewasa panjangnya 10-12 cm, diametr 18-20 mm. diameter

cabang-cabangnya ialah bronkus utama ±13mm, bronkus lobaris 7-5mm, bronkus

segmental is 4-3mm, bronkus kecil ±1mm, bronkiolus utama 1-0,5mm, bronkiolus

terminalis ±0,5mm, bronkiolus respiratorius ±0,5mm, duktus alveolaris 0,3 mm dan

sakus alveolaris 0,3mm. trakea terdiri dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat

mensekresi lensir. Setiap sel memiliki 200 silia yang selalu bergerak 12-20 kali setiap

menitnya mendorong lender ke faring dengan kecepatan 0,5-1,5 cm/menit.

Secara fisiologis sistem pernafasan dibagi menjadi bagian konduksi, dari

ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli

respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah, bawah) dan

paru kiri dual obi (atas dan bawah).

Saluran nafas selanjutnya terdiri dari batang bronkus kanan dan kiri. Diameter

bronkus kanan lebih besar daripada kiri . Pada dewasa, bronkus kanan meninggalkan

trakea pada ~25O dari axis vertikal trakea, dimana sudut bronkus kiri ~45O. Oleh

karena itu, intubasi endobronkial atau aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada

paru kanan daripada kiri. Oleh karena itu, lobus bronkus kanan atas menghilang pada

sudut ~90O posterior dari bronkus kanan. Benda asing dan aspirasi cairan biasanya

jatuh ke lobus kanan atas. Pada anak-anak kurang dari 3 tahun sudut yang dibuat oleh

bronkus kanan dan kiri biasanya sama, dengan sudut sekitar 55O. Bronkus kanan

dewasa memiliki panjang ~2,5 cm sebelum bercabang menjadi bronkiolus. Tetapi,

sekitar 10% orang dewasa, bronkus kanan atas berpisah dari bronkus utama kanan

kurang dari 2,5 cm dari carina. Pada 2-3% orang dewasa bronkus kanan atas terbuka

ke trakea diatas carina. Pasien dengan kelainan ini membutuhkan pertimbangan

khusus ketika memasang trakeal tube double lumen, khususnya jika diperlukan

pemasangan endobronkial tube sebelah kanan. Bronkus kiri memiliki panjang ~5cm

sebelum akhirnya bercabang menjadi lobus kiri atas dan lingual. Dan berlanjut ke

bronkus kiri bawah. Bronkiolus dengan diameter 1 mm, terdiri dari jaringan kartilago

dan sebagian besar otot polos pada dindingnya. Tiga perempat bagian bronkiolus,

bagian akhir adalah bronkiolus terminalis yang merupakan komponen terakhir jalan

nafas yang tidak berperan dalam pertukaran udara.

3

Page 4: Referat LMA

Alveoli-kapiler memiliki struktur yang rumit dan desain yang mensupport

pertukaran udara. Dilihat dari mikroskop electron, dinding alveoli terdiri dari sel

epitel kapiler, membran basement, sel endotel kapiler paru, dan lapisan surfaktan. Sel

alveoli tipe I skuamosa meliputi 80% permukaan alveoli. Sel tipe 1 terdiri dari nuklei

dan ekstensi sitoplasma yang sangat tipis yang menyediakan permukaan untuk

pertukaran udara. Sel-sel tipe I terbatas dalam diferensiasi dan metabolik yang

meningkatkan risiko perlukaan. Ketika sel-sel tipe I terluka (karena luka akut paru

atau sindroma gawat napas pada dewasa), sel-sel tipe II bereplikasi dan bermodifikasi

untuk membentuk sel-sel tipe I yang baru. Sel-sel alveoli tipe II berselang-seling

dengan sel-sel tipe I khususnya pada ikatan septum alveoli. Sel-sel polygonal ini

memiliki aktivitas metabolik dan enzimatik yang luas, dan memproduksi surfaktan.

Aktivitas enzimatik yang diperlukan untuk produksi surfaktan sekitar 50% aktivitas

total enzimatik pada sel-sel tipe II. Sisa aktivitas enzimatik mengatur keseimbangan

elektrolit lokal, seperti pada endotel dan fungsi sel sel limfatik. Sel-sel alveoli tipe I

dan II memiliki ikatan kuat intraseluler, oleh karena itu memproduksi barrier

nonpermeabel terhadap cairan. Sel-sel alveoli tipe III, makrofag alveoli, sangat

penting untuk perlindungan paru. Perpindahan dan aktivitas fagositik menyebabkan

proses penghancuran benda asing dalam rongga alveoli. Walaupun secara fungsional

makrofag paru mengurangi insiden infeksi paru, mereka juga merupakan bagian dari

respon inflamasi paru. Oleh karena itu, baik (untuk mengurangi perubahan akibat

infeksi) buruknya (berkontribusi pada respon inflamasi)keberadaaan mereka masih

kontroversial. Sebagian besar sel-sel endotel kapiler meningkatkan area permukaan.

Mereka juga menyediakan kontak yang intim antara sel-sel endotel kapiler dan volum

darah sirkulasi. Oleh karena itu, membran alveoli-kapiler memiliki dua fungsi utama

yaitu transport udara respirasi dan produksi beberapa variasi substansi lokal dan

humoral.

4

Page 5: Referat LMA

Gambar 1. Traktus Respiratorius

Sistem Vaskularisasi Pulmoner

Dua sistem sirkulasi utama mensuplai darah bagi kedua paru, yaitu pembuluh

darah pulmoner dan bronkial. Sistem vaskular pulmoner mengirimkan percampuran

darah vena dari ventrikel kanan ke dasar kapiler pulmoner melalui arteri pulmoner.

Setelah pertukaran gas terjadi pada dasar kapiler pulmoner, darh kaya oksigen dan

miskin karbon dioksida kembali ke atrium kiri melalui vena pulmoner. Vena-vena

pulmoner berjalan secara independen sepanjang jaringan ikat intralobaris. Sistem

vaskularisasi pulmober secara adekuat menyediakan kebutuhan metabolis dan

oksigenasi parenkim alveolar. Akan tetapi, sitem arteri bronkial harus menyediakan

oksigen bagi saluran-saluran udara konduktif dan pembuluh-pembuluh darah

pulmoner. Hubungan anatomis antara sirkulasi vena bronkial dan pulmoner

menciptakan pintasan absolut 2% hingga 5% dari total cardiac output dan

menciptakan “pintasan normal. Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian

respirasi paru sampai ke alveoli. Setelah O2 menembus epitel alveoli, membrane

basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan

hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%).

5

Page 6: Referat LMA

Gambar 2. Sistem vaskularisasi pulmoner.

Pada mekanisme pernafasan, gradasi tekanan dibutuhkan untuk menciptakan

aliran udara. Pada prenafasan spontan, aliran inspirasi didapatkan dengan

menciptakan tekanan subatmosfer di alveoli (dalam kisaran 5 cmH2O selama

pernafasan biasa) dengan meningkatkan volume rongga toraks melalui aksi otot-otot

inspirasi. Selama eksirasi tekanan intra alveolar menjadi sedikit lebih tinggi

dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga membuat udara mengalir ke luar.

Elastisitas Paru dan Tahanan Aliran Udara

Pada keadaan dimana tidak terdapat dorongan untuk bernafas, paru-paru akan

beristiraahat pada titik Kapasitas Residual Fungsional (FRC). Untuk bergerak dari

posisi ini dan menciptakan gerakan respirasi, ada dua aspek yang harus

dipertimbangkan, yang bertolak belakang dengan ekspansi paru dan aliran udara, dan

oleh sebab itu perlu diimbangi dengan aktivitas otot-otot pernafasan. Hal ini adalah

resistensi aliran udara dan kapasitas paru dan dinding dada. Tahanan aliran udara

menggambarkan obstruksi aliran udara yang dihadirkan oleh konduksi aliran udara,

yang dihasilkan sebagian besar oleh aliran udara yang besar, ditambah kontribusi dari

resistensi jaringan yang dihasilkan dari gesekan ketika jaringan dari paru saling

bergeser satu sama lainnya selama proses bernafas. Peningkatan tahanan ini

6

Page 7: Referat LMA

dihasilkan dari penyempitan aliran udara, seperti pada bronkospasme, menjadi

penyakit aliran nafas. Pada penyakit obstruksi saluran nafas, menjadi ekspektasi

bahwa aliran udara dapat membaik dengan upaya respirassi yang lebih besar

(meningkatkan gradien tekanan) untuk mengimbangi peningkatan tahanan aliran

udara.

Gambar 3. Volume paru pada dewasa muda sehat yang diukur dengan spirometri dengan

pernafasan biasa dan satu kali pernafasan maksimal

Ketika hal ini normal terjadi pada inspirasi, ini tidak menjadi keharusan

selama ekspirasi, dimana terjadi peningkatan tekanan intrapelural yang bertindak

menekan saluran udara proksimal dari alveoli, mendorong kearah obstruksi lebih

lanjut dengan tidak adanya peningkatan aliran ekspirasi dan terjebaknya udara

didistal, menunjukkan mengapa ekspirasi biasanya menjadi masalah utama selama

serangan astma. Kemampuan paru menunjukkan kemapuan meregang (peregangan)

dan pada pengaturan klinis merujuk kepada gabungan paru dan dinding dada, yang

ditentukan dengan perubahan volume per perubahan tekanan (V/P). Ketika

kemampuan paru rendah, paru menjadi lebih kaku dan dibutuhkan usaha lebih untuk

mengembangkan alveoli. Kondisi-kondisi yang memperburuk kemampuan paru,

seperti fibrosis pulmoner, menciptakan penyakit paru restriktif. Kemampuan paru juga

7

Page 8: Referat LMA

bervariasi antar masing-masing paru bergantung kepada derajat inflasi. Buruknya

kemampuan paru tampak pada volume terendah (disebabkan oleh kesulitan inflasi

paru inisial) dan pada volume tertinggi (disebabkan batasan pada ekspansi dinding

dada), dengan kemampuan terbaik pada rerata ekspansi menengah.

Gambar 4. Kurva kemampuan paru menunjukkan kemampuan daripada paru pada berbagai level

inflasi. FR pada individu muda sehat, bagian yang tebuka berinflasi dengan baik (melalui puncak

kurva) dan oleh karenanya lebih kurang diventilasi dibandingkan dengan area pertengahan dan basis,

dimana merupakan kurva kemampuan paling rendah dan landai.

Kontrol Ventilasi

Mekanisme yang mengatur pernafasan adalah sesuatu yang kompleks.

Terdapat kelompok pusat-pusat pengatur pernafasan, bertempat di batang otak, yang

memproduksi aktivitas bernafas secara otomatis. Hal ini kemudian diregulasi terutama

oleh input dari kemoreseptor.Kontrol ini dapat diambil alih oleh kontrol volunter dari

ada korteks. Menahan nafas, kehilangan kesadaran, atau menghela nafas adalah salah

satu contoh pernafasan volunter. Pusat pernafasan utama adalah pada dasar daripada

ventrikel ke empat, beserta kelompok-kelompok neuron inspirasi (dorsal) dan

ekspirasi (ventral). Neuron-neuron terpacu secara otomatis, tetapi respon ekspirsai

hanya digunakan selama ekspirasi makasimal. Dua pusat lainnya adalah pusat

apnuistik, yang memacu inspiprsai, dan pusat pneumatik, yang memacu inspirsi

dengan mengambat kelompok neuron dorsal diatasnya.

Kemoreseptor yang mengatur pernafasan keduanya berlokasi secara sentral

dan perifer. Normalnya, kendali diberikan oleh reseptor pusat yang berlokasi di

8

Page 9: Referat LMA

medula, yang memberikan respon terhadap konsentrasi ion hihdrogen di LSC, yang

kemudian ditentukan oleh CO2, yang berdifusi ecara bebas melewati sawar darah otak

melalui darah arteri. Respon ini cepat dan sensitif terhadap perubahan kecil pada

pCO2 arteri (PaCO2). Selain itu, terdapat pula kemoreseptor perifer yang berlokasi di

badan aorta dan karotis yang terutama merespon terhadap penurunan drastis dari O2,

tetapi beberapa juga merespon pada peningkatan CO2 arteri. Derajat hipoksia

dibutuhkan untuk memproduksi aktivasi signifikan dari reseptor O2 dan bahwasanya

mereka tidak memberikan pengaruh pada keadaan normal, tetapi akan memberikan

arti jika terbukti terdapat hipoksia (PaO2 < 8kPa), sebagai contoh pada ketinggian

yang tinggi ketika menghirup udara. Hal ini juga terjadi ketika respon terhadap CO2

tidak adekuat, yang dapat terjadi jika PaCO2 meningkat secara kronis, mengakibatkan

sensitivitas reseptor pusat yang berlebihan.

3. Laringeal Mask Airway

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya

pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab

dokter anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang

adekuat untuk pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara

intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing

dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring ( 2 )

Dibawah ini tabel 1 keuntungan dan kerugian pemakaian LMA jika

dibandingkan dengan ventilasi facemask atau intubasi ET ( 3 ) :

9

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan dengan ventilasi facemask

atau intubasi trachea

Page 10: Referat LMA

3.1. Desain dan Fungsi

Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain

untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi

spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O)

tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil,

anak besar, kecil, normal dan besar ( 1 ).

Gambar 5. Berbagai macam ukuran LMA

Dibawah ini tabel 2 dengan berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang berbeda

yang tersedia untuk pasien-pasien ukuran berbeda ( 4 )

10

Page 11: Referat LMA

3.2. Macam-macam LMA

LMA dapat dibagi menjadi 3 ( 5 ) :

1. Clasic LMA

2. Fastrach LMA

3. Proseal LMA

4. Flexible LMA

Gambar 6. Jenis-jenis LMA

3.2.1. Clasic LMA

Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang

dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi

facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukkan dengan tepat maka tip LMA

berada diatas sfingter esofagus, cuff samping berada di fossa pyriformis, dan cuff

11

Tabel 2. Berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang berbeda yang tersedia untuk pasien-pasien

ukuran berbeda

Page 12: Referat LMA

bagian atas berlawanan dengan dasar lidah. Dengan posisi seperti ini akan

menyebabkan ventilasi yang efektif dengan inflasi yang minimal dari lambung ( 5 )

3.2.2. LMA Fastrach ( Intubating LMA )

Gambar 7 Jenis LMA Fastrack.

LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung ( diameter

internal 13 mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan

suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA

Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat epiglottic ( 4 )

Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang

khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-nya

kaku, lebih pendek dan diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proximal

ILMA terdapat metal handle yang berfungsi membantu insersi dan membantu

intubasi, yang memungkinkan insersi dan manipulasi alat ini. Di ujung mask terdapat

”pengangkat epiglotis”, yang merupakan batang semi rigid yang menempel pada

mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan leher yang netral ( 5 )

Ukuran ILMA : 3 – 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang

dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 – 8,0 mm internal

diameter.

ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus

bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi pada

ILMA bersifat ”blind intubation technique”. Setelah intubasi direkomendasikan untuk

memindahkan ILMA. Nyeri tenggorok dan suara serak biasanya ringan, namun lebih

sering terjadi pada pemakaian ILMA dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan

penting dalam managemen kesulitan intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk

12

Page 13: Referat LMA

pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical. Dan dapat dipakai selama

resusitasi cardiopulmonal. ( 5 )

Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi

konvensional dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi ILMA

dari belakang, depan atau dari samping pasien dan dengan posisi pasien supine, lateral

atau bahkan prone, yang berarti bahwa ILMA merupakan jalan nafas yang cocok

untuk insersi selama mengeluarkan pasien yang terjebak ( 5 )

ILMA merupakan alat yang mahal dengan harga kira-kira 500 dollar America

dan dapat digunakan sampai 40 kali.

Gambar 8 Jenis LMA Intubating

3.2.3. LMA Proseal

Gambar 9 Jenis LMA Proseal

13

Page 14: Referat LMA

LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan

lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif.

Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan

rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara

saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube

yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube

orogastric untuk dekompresi lambung ( 5 )

PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai “mangkuk” yang lebih

lunak dan lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube

yang melintas dari ujung mask, melewati “mangkuk” untuk berjalan paralel dengan

airway tube. Ketika posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang

mengelilingi cricopharyngeal, dan “mangkuk” berada diatas jalan nafas. Lebih jauh

lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara fungsi terpisah ( 5 )

PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit

dapat melalui suatu jalur rel melalui suatu bougie yang dimasukkan kedalam

esofagus. Tehnik ini paling invasif tetapi paling berhasil dengan misplacement yang

kecil.

Terdapat suatu teori yang baik dan bukti performa untuk mendukung

gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA, berkurangnya kebocoran gas,

berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari regurgitasi isi

lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi alat

tersebut ( 5 )

Harga PLMA kira-kira 10 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan

untuk 40 kali pemakaian.

Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan

jalan nafas, ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan inflasi

yang tinggi dan mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru, Proseal LMA telah

dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang lebih besar dan tube

drain yang memungkinkan insersi gastric tube. Versi ini sering lebih sulit untuk

insersinya dan pabrik merekomendasikan dengan bantuan introduser kaku. ( Gambar

3 )

14

Page 15: Referat LMA

Gambar 10. Proseal LMA

Pada suatu penelitian, ProSeal LMA juga dapat digunakan dalam jangka waktu

panjang ( 40 jam ) tanpa menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kerusakan

mukosa hypopharing. Laporan terakhir, satu kasus injury nervus lingual telah

dilaporkan saat pemakaian ProSeal LMA ( 6 ). Sementara juga dilaporkan terjadi

hypoglossal palsies oleh karena pemakaian clasic LMA ( 6,7 ). Meskipun begitu

komplikasi tadi sangat jarang terjadi, frekwensi injury pada nervus cranialis dapat

dikurangi dengan cara menghindari trauma saat dilakukan insersi, menggunakan

ukuran yang sesuai dan meminimalisir volume cuff ( 6 ). Disarankan untuk membatasi

tekanan jalan nafas kurang dari 20 cmH2O selama inflasi paru dan untuk

menggunakan volume tidal yang kecil ( 6 – 10 ml/kgBB ).

3.2.4. Flexible LMA

Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube

terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang

memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan

pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan

THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap laryng dari sekresi dan

darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk pembedahan nasal dan

pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy. Airway tube fLMA lebih panjang dan

lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of breathing. Ukuran

15

Page 16: Referat LMA

fLMA : 2 – 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway

tube. Mask dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah

ke belakang. Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan

direkomendasikan untuk digunakan 40 kali.

4. Tehnik Anestesi LMA

4.1. Indikasi ( 4 ) :

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway

management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET

menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak

diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan

diri.

4.2. Kontraindikasi ( 4 ) :

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada

emergency adalah pengecualian ).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal

yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada

tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan

inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir

kebocoron cuff dan pengembangan lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu

lama.

d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat

memicu terjadinya laryngospasme.

4.3. Efek Samping ( 4 ) :

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan

insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping

yang utama adalah aspirasi.

16

Page 17: Referat LMA

4.4. Tehnik Induksi dan Insersi

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih

besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan

selama pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering membuat posisi

mask yang tidak sempurna ( 5 )

Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak ber respon dengan

mandibula yang relaksasi dan tidak ber-respon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi,

insersi cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot.

Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh otot.

Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan pemakaian

pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex proteksi yang di

tumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma yang berhubungan

dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver jaw thrust tidak dilakukan ( 9 )

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat

menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau

terjadinya gerakan.

Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding

pharing akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan

kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis

besar propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung ( 9 )

Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian induksi

thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi atau dengan

penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk memperbaiki insersi

mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset cepat ( seperti fentanyl atau

alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat di insersi dibawah anestesi topikal.

Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy ( Sniffing

Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama

dilakukan insersi. Cuff cLMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior

diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan insersi.

17

Page 18: Referat LMA

Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih

menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini akan

menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing ( 9 )

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu

tangan men-stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang

cLMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput

pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher bagian atas. cLMA

dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi

cLMA harus menyerupai rute masuknya makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan

ke arah posterior sepanjang palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti aspek

posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA ”berhenti” selama insersi, ujungnya

telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya sudah

berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu gerakan yang

lembut untuk meyakinkan ”titik akhir” ter-identifikasi ( 5 )

Gambar 11. Insersi LMA ( 1 )

Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan. Lima tes

sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA ( 5 ):

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

18

Page 19: Referat LMA

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di

inflasi.

4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut.

Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari

pembuat LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk dicatat

bahwa volume yang direkomendasikan adalah volume yang maksimum.Biasanya

tidak lebih dari setengah volume ini yang dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk

mencapai sekat bertekanan rendah dengan jalan nafas. Tekanan didalam cuff tidak

boleh melebihi 60 cmH2O. Inflasi yang berlebihan akan meningkatkan resiko

komplikasi pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf ( glossopharyngeal,

hypoglossal, lingual dan laryngeal recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi

jalan nafas ( 5 )

Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat

perbedaan kecil terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan perubahan pada

tekanan intra cuff dan sekat jalan nafas. N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam

cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff sama dengan tekanan campuran gas

anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam cuff pada 30 menit

pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang berlebihan dapat dihindari dengan

mem-palpasi secara intermiten pada pilot ballon ( 5 )

Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging

dengan lembut. Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat bertekanan

rendah sekitar laryng dan tekanan jalan nafas diatas sekat ini akan menyebabkan

kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan lembut, ventilasi tangan akan

menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya suara ribut pada jalan nafas atau

kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi oksigen harus stabil. Jika kantung

reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya

kebocoran yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi

terjadi maka cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang.

Pemakaian LMA sendiri dapat juga menimbulkan obstruksi ( 10 ). Untuk itu

diperlukan suatu algoritme untuk memfasilitasi diagnosis dan penatalaksanaan

obstruksi jalan nafas dengan LMA :

19

Page 20: Referat LMA

Gambar 12. Algoritma LMA

cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya migrasi

keluar. Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat sirkuit tadi tidak

menarik cLMA yang dapat menyebabkan pergeseran.

4.5. Maintenance ( Pemeliharaan )

Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang

dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O.

Tekanan diatas 20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan

kebocoran gas dari cLMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada

tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan

yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan meningkatkan

resiko regurgitasi dan aspirasi ( 5 )

20

Page 21: Referat LMA

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang

lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan

akses ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea.

Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anak-anak

secara umum mempunyai paru-paru dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan

nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan

pada orang dewasa.

Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas

yang bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat

terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit

anestesi harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus digunakan

selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini terdeteksi. Jika

posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas jalan nafas selama

pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan, sambungkan kembali ke sirkuit

anestesi dan periksa ulang jalan nafas ( 5 )

4.6. Tehnik Extubasi

Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun

dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas

telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak

diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas

seperti laryngospasme. Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat

ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi

tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan

sekret tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi

jika cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik

dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan

hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya

laryngospasme ( 5 )

4.7. Komplikasi Pemakaian LMA

21

Page 22: Referat LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena

regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada

pasien-pasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak

puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan

pada pasien obes.

Pada penelitian Turan et all, LMA dibandingkan dengan beberapa alat yang

juga digunakan untuk menjaga patensi jalan nafas ( laryngeal tube dan perilaryngeal

airway ) dan dihasilkan ( Tabel 4 )

Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 % 13

dimana insidensi ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 %

- 30 % ( Wakeling et al ), 28,5 % ( Dingley et al ) dan sampai 42 % ( 10 )

Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan nafas

yang lebih kecil dibandingkan dengan ET ( 10). Namun clasic LMA mempunyai

kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah ( rata-rata 18 – 20

cmH2O ) ( 11,12 ), sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan

menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas akan berhubungan

dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung ( 11 ). Lebih lanjut lagi, clasic

22

Tabel 4. Perbandingan efek samping antaraLMA, LT, PLA

Page 23: Referat LMA

LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi lambung. Proseal

LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama

situasi emergensi pembiusan ( 12,13 )

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama

ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 %

dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi

kebocoran dari jalan nafas ( 10 ). Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan

meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung

jika hal ini terjadi ( 10 )

5. Kesimpulan :

1. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam

penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi

adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan.

2. Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain

untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk

ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15

cm H2O) tekanan positif

3. LMA dapat dibagi menjadi 4 : Clasic LMA, Fastrach LMA, Proseal LMA,

Flexible LMA dengan spesifikasinya masing-masing.

4. Pemasangan LMA tetap membutuhkan pemilihan kasus yang selektif. Dengan

memperhatikan indikasi dan kontraindikasi.

5. Untuk insersi LMA membutuhkan kedalaman anestesi yang adekuat

6. Digunakan ventilasi bertekanan rendah setelah dilakukan insersi dan pasien

dapat di ektubasi dalam keadaan sadar penuh.

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: Referat LMA

1. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed.

2000

2. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF,

Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott

William & Wilkins; 2006

3. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-Hill

Companies. 2006

4. Peter F Dunn. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General

Hospital. Lippincot Williams & Wilkins. 2007

5. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update in

Anaesthesia

6. Cook TM, Lee G, Nolan JP. The ProSeal laryngeal mask airway ; a review of

the literature. Can j Anesth 2005

7. Brimacombe J, Clarke G, Keller C. Lingual nerve injury associated with the

ProSeal laryngeal mask airway : a case report and review of the literature. Br

J Anaesth 2005

8. Brimacombe J, Keller C, Kurian S, Myles J. Reliability of epigastric

auscultation to detect gastric insufflation. Br J Anaesth 2002

9. Turan et al. Comparison of the laryngeal mask ( LMA ) and laryngeal tube

( LT ) with the new perilaryngeal airway ( CobraPLA ) in short surgical

procedures. EJA 2006

10. Brimacombe J. The advantage of the LMA over the tracheal tube or face

mask : a meta analysis. Can J Anaest 1995

11. Devitt JH, Wenstone R, Noel AG, O’Donnell MP. The laryngeal mask airway

and positive-pressure ventilation. Anesthesiology 1994

12. El-Ganzouri A, Avramov MN, Budac S, Moric M, Tuman KJ. Proseal

laryngeal mask airway versus endotracheal tube : ease of insertion,

hemodynamic response and emergence characteristic. Anesthesiology 2003 ;

99 : A571

13. Laxton CH, Kipling R. Lingual nerve paralysis following the use of the

laryngeal mask airway. Anaesthesia 1996 ; 51 ( 9 ) : 869 – 870

24