Referat Forensik Tanggung Jawab Dokter terhadap Rahasia Kedokteran

  • Upload
    ersada

  • View
    527

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT

RAHASIA KEDOKTERAN BERHUBUNGAN DENGAN TANGGUNG JAWAB DOKTER

Pembimbing dr. Edy Suyanto , SpF Penyusun :1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Ditta Dwiyani Eva Astria Nita Novia Titi Riskanti Gilang Persada Randy Trijunius Kristin Agustina 2003.04.0.0049 2006.04.0.0029 2006.04.0.0033 2006.04.0.0034 2006.04.0.0035 2006.04.0.0036 2006.04.0.0037

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. HANG TUAH RSUD DR.SOETOMO SURABAYA 2012

KATA PENGANTAR Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya sehingga tugas baca yang berjudul Rahasia Kedokteran berhubungan dengan Tanggungjawab Dokter ini dapat selesai dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Forensik di RSUD Dr.Soetomo Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermafaat bagi pengetahuan kita. Dalam penulisan referat ini, tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. H.Hoediyanto Sp.F(K) selaku Ketua Departemen Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD. Dr. Soetomo Surabaya 2. Dr. Edy Suyanto Sp.F, SH selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. 3. Segenap Staf Pengajar serta Karyawan Instalasi Kedokteran RSUD. Dr. Soetomo Surabaya. Semoga makalah ini bisa berguna bagi para pembaca sekalian. Saya menyadari tugas baca ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik maupun saran yang membangun selalu diharapkan .

Surabaya, Mei 2012

Penyusun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia dan diperlakukan secara manusiawi, sesuia dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan jasmani dan rohani kepada dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada orang lain oleh dokter yang merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang bekerjasama dengan dokter tersebut. Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial dikalangan masyarakat, bahkan di lingkup medis sendiri. Seringkali kewajiban untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum. Dokter sangat perlu memperhatikan batasan-batasan dalam merahasiakan dan mengungkapkan rahasia medis kepada umum, dimana hal yang dimaksud diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam karya tulis ini kami akan membahas sisi hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan rahasia medis, sanksi yang berlaku dan kaitannya dengan pembukaan rahasia kedokteran dalam beberapa hal yang berkaitan dengan tanggungjawab dokter itu sendiri. Di samping itu profesi kedokteran merupakan suatu profesi kepercayaan dan dianggap sebagai profesi yang mulia, oleh karena pekerjaan yang dilakukan oleh seorang dokter membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi dan dapat berakibat fatal. Profesi kedokteran baru dapat berlangsung bila ada kerelaan pasien untuk mengungkapkan keadaan dirinya termasuk hal hal yang amat pribadi. Akibatnya dapat dikatakan bahwa konstriksi hubungan dokter pasien adalah berdasarkan azas kepercayaan, artinya dokter percaya bahwa pasien akan mengungkapkan diri seutuhnya sedangkan pasien juga percaya bahwa dokter akan menjaga rahasia yang diketahuinya.

1.2 Permasalahan Berdarsarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam kajian di atas adalah: 1. Bagaimana tanggung jawab dokter terhadap rahasia kedokteran? 2. Bagaimana prosedur penanganan apabila terkena masalah hukum akibat membuka rahasia kedokteran? 1.3 Tujuan Tujuan Umum Memberi penjelasan pada klinisi maupun masyarakat umum tentang rahasia kedokteran berhubungan dengan tanggung jawab seorang dokter. Tujuan Khusus 1. Memberi penjelasan mengenai rahasia kedokteran 2. Memberi penjelasan mengenai siapa saja yang wajib menyimpan rahasia kedokteran 3. Memberi penjelasan mengenai hal hal apa saja yang terdapat dalam rahasia kedokteran

BAB 2 PEMBAHASAN 2. Rahasia Kedokteran 2.1 Pendahuluan Dalam masyarakat tidak jarang timbul berbagai persoalan yang menyangkut hubungan dokter dan pasien. Diantaranya mengenai pembocoran rahasia oleh seorang dokter tentang hal-hal yang diketahui pada diri pasiennya. Harus disadari bahwa tanggung jawab dari profesi kedokteran ini sangat besar dan harus sesuai dengan hukum yang berlaku termasuk kode etik kedokteran dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu akan dibahas mengenai rahasia kedokteran dan permasalahannya yang dapat muncul akibat pembocoran rahasia kedokteran, dengan harapan bahwa nantinya dapat bermanfaat dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter. 2.2 Arti Rahasia Kedokteran Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun masa yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1996 pasal 1, pasal 2, pasal 3. Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu : 1. Rahasia pekerjaan 2. Rahasia jabatan. Rahasia pekerjaan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter. Rahasia jabatan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri, yang

berbunyi : Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut perintah harus saya rahasiakan, Yang termasuk dalam rahasia kedokteran mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya mencakup segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaannya atau keilmuannya mengenai hal-hal yang diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa permintaan khusus), termasuk dalam hal ini segala fakta yang didapatkan dari pemeriksaan penderita, interpretasi untuk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, dari anamnesa dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran. 2.3 Pihak-pihak yang Diwajibkan Menyimpan Rahasia Kedokteran Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1996 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran pasal 3, yang diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas di lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 2, tenaga kesehatan terdiri dari : 1. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi. 2. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan. 3. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. 4. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. 5. Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan ditisien. 6. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasioterapis, dan terapis wicara.

7. Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi, dan perekam medis. Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran sudah dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap dianut dan menjadi dasar dari kode etik kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara. Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia rahasia kedokteran tersebut. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah dokter yang berbunyi : Saya bersumpah /berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter. 2.4 Hal-hal yang Perlu Dirahasiakan dalam Rahasia Kedokteran Dalam menjalankan keprofesiannya seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai pasiennya, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 pasal 1 dalam Bab penjelasan terdapat kalimat berbunyi: Segala sesuatu yang diketahuinya, mempunyai arti : segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, mulai dari anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya, juga termasuk fakta-fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya.

Seorang ahli obat dan mereka yang berkerja di Apotek harus pula merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan kepada pasiennya. Merahasiakan resep dokter adalah suatu yang penting dari etik pejabat yang bekerja dalam apotek. Kapan seorang dokter dapat membuka rahasia kedokteran: Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan dikalangan kedokteran, yaitu : 1. Pendirian yang mutlak Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia konsekuensinya. Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa ada kepentingan lain yang lebih utama. Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup mulut. Pengikut aliran ini yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837-1906), ia adalah seorang dokter Prancis yang kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris (1879). Prof. Sutomo Tjokronegoro dalam masalah ini menyatakan : Bahwa pendirian demikian tidak hanya kaku, malahan mungkin menyalahi makna rahasia jabatan dokter. Seperti diketahui bahwa dasar dari rahasia jabatan adalah kewajiban moril untuk menjamin kesehatan masyarakat. 2. Pendirian yang nisbi atau relatif. Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang terbanyak diikuti dan dapat dikatakan diikuti umum. Tetapi hal ini tidak berarti penerapannya dalam praktek dan persesuaian pendapat, karena teori ini dalam praktek sering sekali mendatangkan konflik moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut maka Profesor Sudarto, SH mengemukakan bahwa : perlu dipertimbangkan adanya azas profesional dan azas subsider dalam menggunakan hak tolaknya. Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan mana yang lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya yang berarti membuka rahasia atau pekerjaannya ataukan ia akan menyimpan rahasia

yang lebih diutamakan. Dalam mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap persoalan secara kasuistis. Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa yang harus dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan kewajiban untuk menyimpan rahasia. Sebab kalau ini yang menjadi pilihannya, ia harus sudah emperhitungkan resiko yang mungkin dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena diadukannya ke pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat dibukanya rahasi oleh dokter. Bila demikian halnya, dokter supaya siap menghadapinya dengan memberikan alasan-alasan yang dapat membenarkan perbuatannya (fait justifactier) atau yang dapat menghapuskan kesalahannya (fait deexcuse). Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), terdapat pasalpasal yang mengatur hal-hal tersebut diatas, yaitu : KUHP pasal 48 : Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh daya paksa. Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa mutlak, melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan sebagai berikut : a. Melindungi kepentingan umum. Contohnya : seorang guru taman kanak-kanak menderita Koch Pulmonum aktif, menolak untuk berobat dan cuti, maka dapat dilaporkan pada pimpinannya. b. Melindungi kepentingan orang yang tidal bersalah. Contohnya : seorang pengemudi yang menderita epilepsi, menolak untuk berganti pekerjaan, maka dapat dilaporkan kepada majikannya. c. Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya. Contohnya : seorang penderita menceritakan kesulitannya dan bermaksud bunuh diri, apabila dokter tidak dapat mempengaruhi penderita, maka ia dapat memberitahukan keluarganya supaya dijaga agar tidak melakukan bunuh diri.

d. Melindungi dokter sendiri Contohnya : seorang dokter dituduh melakukan abortus provocarus criminalis, sedangkan sesungguhnya ia hanya menolong penderita yang datang dengan pendarahan akibat tindakan seorang dukun. Dalam keadaan demikian dokter dapat memberikan keterang kepada polisi yang memeriksanya untuk melindungi dirinya terhadap fitnahan tersebut apabila penderita sendiri menolak memberitahukan yang sebenarnya. KUHP Pasal 50 Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan kepentingan Undang-undang, tidak dipidana. Ketentuan ini terutama berkaitan dengan kewajiban seorang dokter melaporkan peristiwa kelahiran, kematian dan penyakit menular. KUHP Pasal 51 Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan atau menjalankan perintah jabatan yang diberikan pembesar yang berhak. Ketentuan ini menyangkut dokter militer dan dokter majelis penguji kesehatan, misalnya : melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan anggota TNI. 2.5 Sanksi Bila Membuka Rahasia Kedokteran Seorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah mengetahui peraturan-peraturn hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan ilmu kedokteran pada umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi pembocoran rahasia jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi-sanksi tersebut adalah : 1. Sanksi pidana, diatur dalam : KUHP Pasal 112

Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. KUHP Pasal 322 1) Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpan karena jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. 2) Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya

itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.

2. Sanksi perdata, diatur dalam : KUH Perdata Pasal 1365 Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugia tersebut. KUH Perdata Pasal 1366 Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya. KUH Perdata Pasal 1367 Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena perbuatan orang-orang yang berada dibawah pengawasannya. 3. Sanksi Administratif.

Diatur dalam undang-undang No. 6 Tahun 1963 pasal 11 yang bunyinya sebagai berikut : Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan administratif dalam hal sebagai berikut : a. b. Melalaikan kewajiban Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang

tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya ataupun sebagai tenaga kesehatan. c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga

kesehatan.

4. Sanksi Sosial Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. Contohnya : Masyarakat enggan berobat ke dokter tersebut. 2.2 Tanggung Jawab Dokter Seorang dokter sama halnya seperti manusia pada umumnya, mempunyai tanggung jawab terhadap setiap perbuatan dan tindakannya, dimana seorang dokter erat kaitannya dengan tanggung jawab dalam upaya pelayanan kesehatan (YANKES). Dalam pengertian Hukum, tanggung jawab berarti keterikatan. Tanggung jawab dokter secara hukum dapat dibedakan antara lain : - Tanggung jawab hukum yang tidak berkaitan dengan profesinya - Tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya, yang dapat dibedakan menjadi tanggung jawab terhadap ketentuanketentuan profesional (KODEKI) dan tanggung jawab terhadap ketentuan-

ketentuan hukum (hukum pidana, dan hokum perdata, dan bidang administrasi). Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesional, menurut KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) terbagi atas : I. Kewajiban Umum Dokter a. Pasal 1 Wajib menjunjung tinggi, menghayati, mengamalkan Sumpah Dokter. b. Pasal 2 Wajib senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. c. Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. d. Pasal 4 Perbuatan yang dipandang bertentangan dengan etik, setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri : - menerapkan pengetahuan dan keterampilan baik bersama maupun sendiri tanpa kebebasan profesi. - menerima imbalan diluar kelayakan sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan dan atau kehendak penderita. e. Pasal 5 Setiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan penderita. f. Pasal 6 Senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya. g. Pasal 7 Hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. h. Pasal 8

Mengutamakan kepentingan masyarakat dan memerhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. i. Pasal 9 Bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lain serta masyarakat harus memelihara saling pengertian secara sebaik-baiknya. II. Kewajiban dokter terhadap penderita 1. Pasal 10 Harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi makhluk insani. 2. Pasal 11 Wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. 3. Pasal 12 Harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluaraga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. 4. Pasal 13 Wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan setelah penderita itu meninggal dunia. 5. Pasal 14 Wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya. III. Kewajiban dokter terhadap teman sejawatnya 1. Pasal 15 Memberlakukan diperlakukan. 2. Pasal 16 Tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya tanpa persetujuannya. teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

IV.

Kewajiban dokter terhadap diri sendiri 1. Harus memelihara kesehatannnya supaya dapat bekerja dengan baik. 2. Senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia.

2.2.1 Tanggung Jawab Dokter Secara Pidana Dalam menyelesaikan masalah hubungan dokter dengan pasien dimana didalamnya diduga ada tindakan pidana, yang dapat dijadikan pedoman di dalam KUHP ialah : 1. Barangsiapa karena khilafan menyebabkan orang mati, dipidana dengan penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun (UU No.1 Tahun 1960, Pasal 359 KUHP). 2. a) Barangsiapa karena kehilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan penjara dengan kurungan selama-lamanya satu tahun. b) Barangsiapa karena kekhilafannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara dipidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau dipidana kurungan selama-lamanya Sembilan bulan atau pidana denda setinggi-tingginya empat ribu rupiah. Bambang Purnomo, SH menyebutkan Bahwa seseorang melakukan perbuatan yang bersifat melanggar hukum, atau melakukan sesuatu perbuatan mencocoki dalam rumusan undang-undang sebagai perbuatan pidana belumlah berarti bahwa dia langsung dipidana. Dia mungkin dipidana tergantung dari kesalahannya. Seseorang tersebut mungkin dipidana tergantung dari kesalahan yang diperbuatnya. Untuk dapat mempidana seseorang, terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu keadaan yaitu perbuatan yang melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan perbuatan yang dilakukan dapat

dipertanggungjawabkan sebagai sendi kesalahan. Putusan untuk menjatuhkan pidana harus ditentukan adanya perbuatan pidana dan adanya kesalahan yang terbukti dari alat bukti dengan keyakinan Hakim terhadap tertuduh. (Waluyadi, SH, 2000; h 121) Oleh karena itu untuk mempidana seseorang didasarkan oleh dua hal : 1. Seseorang itu harus melakukan perbuatan melawan hukum. 2. Seseorang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Perbuatan melawan hukum menurut hukum pidana diartikan dengan barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana. Kemampuan bertanggung jawab dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Kemampuan bertanggung jawab secara hukum pidana 2. Kemampuan bertanggung jawab secara hukum perdata KUHP tidak menyebutkan secara pasti apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggung jawab. Bambang Purnomo, SH, mengungkapkan bahwa kemampuan bertanggung jawab meliputi tiga hal, yaitu : 1. Tentang keadaan jiwa / batin yang sakit. 2. Tentang keadaan jiwa / batin seseorang yang terlampau muda sehingga kondisi psikologisnya belum matang. 3. Tentang keadaan jiwa / batin yang organ batinnya baik akan tetapi fungsinya mendapat gangguan sehingga tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Secara ilmu pengetahuan hukum, untuk dapat dikatakan seseorang itu mampu bertanggung jawab, pada saat ia melakukan perbuatan. 1. Ia mengetahui akibat dari apa yang hendak diperbuatnya dan mengerti bahwa perbuatannya bertentangan dengan Hukum; 2. Ia mempunyai pilihan untuk berbuat atau tidak berbuat yang oleh undang undang dilarat atau diperintahkan;

3. Ia tidak dalam keadaan tertentu sehingga ia menginsyafi perbuatannya (tidak terganggu jiwanya) (Waluyadi, SH. Ibid, 127). Di dalam KUH Pidana, telah memberikan pengecualian kepada beberapa pihak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Pihak-pihak tersebut terbatas pada pihak-pihak (seseorang) yang pada saat melakukan tindak pidana itu : a. Ia kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. b. Ia dalam pengaruh daya paksa yang sedemikian rupa. c. Yang ia lakukan dalam rangka membela dirinya atau diri orang lain, atau memperkenankan peri kesopanan atau harta benda kepunyaannya sendiri atau kepunyaan orang lain, daripada serangan yang melakukan hak dan mengancam pada ketika itu juga. d. Ia melakukan perbuatannya itu oleh karena menjalankan perintah jabatan (pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 KUH Pidana) (Waluyadi, SH loccit 127) Dasar hukumnya diatur dalam pasal 48-51, 224, 244, 267-268, 304-306, 322, 344-361, dan pasal 531 KUHP. Pasal 48 KUHP Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. Pasal 49 ayat 1 KUHP Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana. Pasal 50 KUHP Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang undang, tidak dipidana.

Pasal 51 ayat 1 KUHP Tidak dikenakan hukuman pidana seorang yang melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan suatu perintah, diberikan oleh seorang atasan yang berwenang untuk memberikan perintah itu.

Pasal 224 KUHP Barangsiapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang bulan. b. Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 bulan. Pasal 244 KUHP Barang siapa meniru atau memalsu mata uang atau kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 267 KUHP (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan. ia sebagai demikian harus melakukan: a. Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9

(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Pasal 268 KUHP (1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu. Pasal 304 KUHP Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 305 KUHP Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Pasal 306 KUHP (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancamdengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan. (2) Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 322 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Pasal 345 KUHP Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri. Pasal 346 KUHP Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Pasal 350 KUHP Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5. Pasal 351 KUHP (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Pasal 352 KUHP (1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya. (2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353 KUHP (1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun Pasal 354 KUHP (1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Pasal 355 KUHP (1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lams lima belas tahun. Pasal 356 KUHP Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga: 1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya; 2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah; 3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

Pasal 357 KUHP Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan pasal 353 dan 355, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 3o No. 1 - 4.

Pasal 358 Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat; 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati. Pasal 359 KUHP Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal 360 KUHP (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 361 KUHP

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditamhah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicahut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

Pasal 531 KUHP Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2.2.2 Tanggung jawab dokter secara perdata Sebelum ulas lebih lanjut tentang pertanggungjawaban dokter secara perdata, perlu diketahui bahwa seorang pasien berhak meminta ganti rugi atas kesalahan tenaga kesehatan Tahun 1992 tentang kesehatan. - Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada beberapa hal pertanggung jawaban dokter yang pokok, yaitu pertanggung jawaban atas kerugian yang disebabkan : 1. Wanprestasi Pengertian wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan suatu perjanjian / kontrak. Wanprestasi dapat berarti tidak memenuhi prestasi sama sekali, atau terlambat memenuhi prestasi, atau memenuhi prestasi secara tidak baik. 2. Perbuatan Melawan Hukum seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 23 KESEHATAN pasal 55 menyebutkan :

- Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian tenaga

Pengertiannya mencakup berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri atau kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri sendiri atau benda orang lain. Kesalahan diartikan secara luas, yang meliputi : - Kesengajaan - Kelalaian - Kurang berhati-hati 3. Mengakibatkan kematian karena kekurang hati-hatian atau dengan sengaja mengakibatkan cacat tubuh. Dasar hukumnya diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Hukum perikatan, pasal 1243, 1365, 1370, dan pasal 1371. Pasal 1243 KUH Perdata Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Pasal 1365 KUH Perdata Tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Pasal 1370 KUH Perdata Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. Pasal 1371 KUH Perdata

Penyebab luka tau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kapada si koraban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak.

2.2.3 Tanggung jawab Dokter dalam bidang Hukum Administrasi Dimuat dalam : - UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan - PP No. 36 Tahun 1964 tentang pendaftaran ijazah dan pemberian ijin menjalankan Pekerjaan Dokter, Dokter Gigi, Apoteker. BAB I. PENDAFTARAN IJAZAH .hukuPasal 1 (1) Selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan sesudah menerima ijazah sarjana kesehatan yang dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, menyampaikan ijazah (asli) tersebut kepada Departemen Kesehatan di Jakarta untuk didaftar. (2) Bagi sarjana kesehatan yang datang dari luar Negeri dan memiliki ijazah dari suatu Fakultas di luar Negeri pelaksanaan ketentuan dalam ayat (1) dilakukan dalam waktu satu bulan setelah tiba di Indonesia. (3) Menteri Kesehatan dapat mengadakan pendaftaran ulangan berkala. Pasal 2 Menteri Kesehatan dapat menetapkan Instansi-instansi Kesehatan di Daerah untuk menyelenggarakan pendaftaran yang dimaksudkan dalam pasal 1. Pasal 3 Pendaftaran ijazah sarjana kesehatan diselenggarakan pada sebuah buku register, dimana tercatat nomor pendaftaran dan keterangan-keterangan lain yang bertalian dengan pendaftaran tersebut. Pasal 4

Setelah ijazah yang dimaksudkan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah ini didaftar pada buku register, kepada sarjana kesehatan yang berkepentingan diberikan surat keterangan bahwa ijazahnya telah terdaftar. BAB II. PEMBERIAN IZIN UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER INDONESIA GIGI/APOTEKER DI WILAYAH NEGARA

Pasal 5 Untuk memperoleh izin buat menjalankan pekerjaan dokter/ dokter gigi/apoteker di wilayah Negara Indonesia, sarjana kesehatan yang berkepentingan harus mengajukan permohonan kepada Menteri Kesehatan. Pasal 6 Kepada sarjana kesehatan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan physik dan mental dan yang ijazahnya telah terdaftar dan sebagainya, oleh Menteri Kesehatan diberikan surat keterangan bahwa ia mendapat izin untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter gigi//apoteker di wilayah Negara Indonesia. BAB III. PEMBERIAN IZIN UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER PERSEORANGAN Pasal 7monline.com (1) Kepada dokter/dokter gigi/apoteker yang memiliki surat keterangan ijazah terdaftar yang dimaksudkan dalam pasal 4 dan surat izin menjalankan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker di wilayah Negara Indonesia yang dimaksudkan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah ini, oleh Inspektur Kesehatan dapat diberikan izin untuk menjalankan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker selaku swasta perseorangan GIGI / APOTEKER SELAKU SWASTA

disamping tugas pekerjaannya pada Pemerintah, Badan Swasta dan sebagainya. (2) Izin untuk menjalakan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker selaku swasta perseorangan semata-mata, tanpa tugas fungsi lain, diberikan Kesehatan. oleh Menteri Pasal 8 (1) Untuk memperoleh izin yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) dokter/dokter gigi/apoteker yang berkepentingan mengajukan surat permohonan kepada Inspektur Kesehatan/Provinsi di mana ia bertempat tinggal. (2) Untuk memperoleh izin yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (2) dokter/dokter gigi/apoteker yang berkepentingan mengajukan surat permohonan kepada Menteri Kesehatan. (3) Surat permohonan tersebut di atas disertai dengan surat- surat keterangan bekerja dan sebagainya. Pasal 9 (1) Kepada dokter/dokter gigi/apoteker yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) oleh Inspektur Kesehatan dapat diberikan keterangan bahwa melakukan swasta pekerjaan di dokter/dokter samping tugas selaku perseorangan ia mendapat izin untuk gigi/apoteker (2) lain, umpamanya : keterangan tentang berkelakuan baik, keterangan dari Instansi, di mana ia bekerja atau telah

pekerjaannya pada Pemerintah, Badan Swasta dan sebagainya. Dalam Surat izin bagi dokter/dokter gigi/apoteker yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini yang diberikan oleh Menteri Kesehatan, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. Daerah tempat di mana pekerja dokter/dokter gigi/apoteker selaku swasta perseorangan akan dijalankan. b. Jangka waktu berlakunya izin untuk menjalankan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker selaku swasta perseorangan (selamalamanya 5 tahun).

Pasal 10 Atas permohonan yang berkepentingan oleh Menteri Kesehatan dapat diberikan perpanjangan waktu berlakunya surat izin menjalankan pekerjaan dokter/doktergigi/apoteker selaku swasta- perseorangan yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (2) tersebut.

BAB IV.PEMBERIAN IZIN BERSYARAT / PENOLAKAN PERMOHONAN Pasal 11 Menteri Kesehatan dapat menolak permohonan yang dimaksudkan dalam pasal 1, 5 dan 7 Peraturan Pemerintah ini, atau memberikan izin bersyarat kalau: a. dokter/dokter gigi/apoteker yang berkepentingan melakukan atau telah melakukan sesuatu perbuatan pidana; b. melakukan atau telah melakukan perbuatan yang melanggar susila kedokteran/kedokteran gigi/kefarmasian; c. kesehatan fisik maupun mental terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik; d. membuat kesalahan-kesalahan teknis dalam bidang tugas/pekerjaan yang berbahaya; e. melakukan hal-hal yang membahayakan kepentingan umum. Pasal 12 Menteri Kesehatan dapat mendengar pertimbangan Dewan Pelindung Susila Kedokteran atau Instansi-instansi lain yang dianggap perlu, dalam melaksanakan ketentuan dalam pasal 11 tersebut. BAB V. PASAL PERALIHAN Pasal 13 (1) Dalam waktu setahun sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dokter/dokter gigi/apoteker yang ijazahnya terdaftar dan memperoleh izin

menjalankan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker menurut peraturan yang lama harus sudah memiliki surat keterangan yang dimaksudkan dalam pasal 4, 6 dan 9 dari pada Peraturan Pemerintah ini. (2) Bagi dokter/dokter gigi/apoteker di luar Jawa jangka waktu dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan 18 (delapan belas) bulan.

BAB VI.KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah mengenai pendaftaran ijazah Pasal 15 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari ditetapkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. dan pemberian izin menjalankan pekerjaan dokter/dokter gigi/apoteker".

2.3 Penanganan Kasus Pembocoran Rahasia Kedokteran Dalam pelayanan kesehatan tidak jarang dokter mengetahui penyakit pasien yang merupakan aib untuk diri pasien atau rahasia pribadi pasien yang terpaksa disampaikan oleh pasien tersebut sebagai bagian dari proses pengobatan penyakit, sehingga dokter berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran dan dituangkan dalam medical record sebagai kewajiban profesinya. Hal ini sejalan dengan doktrin profesinya bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya sebagai dokter. Jika terjadi pelanggaran ini, maka sudah seharusnya kita sebagai dokter untuk mengetahui jalur jalur apa saja yang dapat ditempuh oleh pasien untuk menuntut seorang dokter, serta bagaimana cara kita untuk menanganinya.

Skema Jalur Jalur Pasien untuk Mengajukan Tuntutan pada Seorang Dokter

Skema jalur jalur untuk dokter jika mendapat tuntutan dari pasien :

Sengketa yang terjadi antara pasien dan dokter dapat diselesaikan melalui sidang peradilan, namun ada pula alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut akan segera diuraikan di bawah ini. 1. Konsultasi Meskipun konsultasi sebagai alternatif dalam penyelesaian sengketa tetapi dalam Undang Undang No.30 tahun 1999 tentang arbitrase, tidak ada satu pasal pun yang menjelaskannya. Menurut Blacks law dictionary, Gunawan dan Widjaya dan Ahmad yani pada prinsipnya konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan konsultasi, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien tersebut. Tidak ada yang mengharuskan si klien harus mengikuti pendapat yang disampaikan konsultan. Jadi hal ini konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, tapi kadang konsultan juga diberi kesempatan untuk merumuskan bentuk bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. 2. Negosiasi dan perdamaian Menurut pasal 6 ayat 2 Undang undang No.30 tahun 1999 pada dasarnya para pihak dapat berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul

di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Negoisiasi adalah mirip dengan perdamaian sebagaimana diatur dalam pasal 1851 s/d 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjajikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dengan ancaman tidak sah. Namun ada beberapa hal yang membedakan, yaitu : pada negosisai diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan diluar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun diluar pengadilan. 3. Mediasi. Berdasarkan pasal 6 ayat 3 undang undang No.39 tahun 1999, atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun seorang mediator. Kesepakatan tertulis wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu lama 30 hari sejak pendaftaran. Mediator dapat diberikan : Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbritrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak.

4. Konsiliasi dan perdamaian

Konsiliasipun tidak dirumuskan secara jelas dalam undang undang No.30 tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. 5. Pendapat hukum oleh lembaga arbitrase Pasal 52 Undang undang No.30 tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari pengertian tentang lembaga arbitrase yang diberikan dalam pasal 1 angka 8 undang undang No.30 tahun 1999 : Lembaga arbitrase adalah badan yan dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dpat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa 6. Arbitrase Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999). Dalam undang undang No.14 tahun 1970 ( tentang pokok kekuasaan kehakiman ) keberadaan abritase dapat dilihat dalam penjelasan psal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui artibrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara litigasi. Adapun beberapa keunggulannya antara lain: 1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;

2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal procedural dan administrative 3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai maalah yang disengketakan, jujur dan adil. 4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase dan 5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

Pada penjelasan disebutkan bahwa : Setiap orang harus dapat meminta pertolongan kedokteran dengan perasaan aman dan bebas. Ia harus dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggunya, baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah, dengan keyakinan bahwa hak itu berguna untuk menyembukan dirinya. Ia tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaannya akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter maupun oleh petugas kedokteran yang bekerja sama dengan dokter tersebut. Setiap tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia tentang penyakit pasien beserta data-data medisnya dapat dijatuhi sanksi pidana, sanksi perdata maupun sanksi administratif, apabila dengan sengaja membocorkan rahasia tersebut tanpa alasan yang sah, sehingga pasien menderita kerugian akibat tindakan tersebut. Akibat yang mungkin timbul karena pembocoran rahasia ini,misalnya :

-Tidak jadi menerima santunan asuransi karena pihak asuransi membatalkan keputusannya setelah mendapat informasi tentang penyakit yang diderita oleh calon kliennya. -Tidak jadi menikah, karena salah satu pihak mendapat informasi mengenai penyakit yang diidap oleh calon pasangannya. -Terjadi perceraian, karena salah satu pihak mengetahui penyakit yang diidap oleh pasangannya. -Seorang pemimpin kalah dalam percaturan politik karena lawan politiknya mendapat informasi mengenai penyakit yang diidapnya. -Merugikan negara, apabila informasi yang dibocorkan itu merupakan rahasia negara.

2.1 Sanksi Disiplin Sanksi disiplin oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sesuai dengan Pasal 64 sampai 70 UU No.29 Tahun 2004. Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.16/KKI/PER/VIII/2006 Tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Disiplin MKDKI, ada tiga alternatif sanksi disiplin, yaitu: a. Pemberian peringatan tertulis b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat ijin praktik c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. 2.2 Sanksi etik Selain sanksi disiplin, dokter yang tidak menjaga rahasia medis dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).

2.3 Sanksi Administratif Sanksi administratif untuk tenaga kesehatan sehubungan dengan peraturan tentang rekam medis diatur dalam pasal 20 PERMENKES Tentang Rekam Medis yang berbunyi : Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan dalam peraturan ini

dapatdikenakan sanksi administratif mulai dari teguran sampai pencabutan ijin. Sanksi administratif untuk tenaga kesehatan tetap diberikan meskipun pasien yang dirugikan telah memaafkan dan tidak mengadukan kepada pihak berwajib sesuai dengan pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

2.4 Sanksi Pidana Pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa : (1)Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurutjabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (2)Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya maupun rahasia jabatan (dan atau rahasia jabatan), baik yang sekarang maupun yang telah lalu, karena dia pindah pekerjaan atau telah pensiun. Ayat (2) menunjukkan bahwa delik ini adalah delik aduan, dimana perkara itu tidak dapat diusut tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan. Pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama belum diajukan ke sidang pengadilan. Namun demikian, pada pasal 4 Penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1966 disebutkan bahwa :

Demi kepentingan umum Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran, meskipun tidak ada suatu pengaduan. Sebagai contoh : Seorang pejabat kedokteran berulangkali mengobrolkan di depan orang banyak tentang keadaan dan tingkah laku pasien yang diobatinya. Dengan demikian ia telah merendahkan martabat jabatan kedokteran dan mengurangi kepercayaan orang kepada pejabat-pejabat kedokteran. Pasal 79 huruf (c) UU No.29 Tahun 2004. Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e. Sedangkan bunyi pasal 51 yang dimaksud adalah : Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Pasal 112 KUHP.

Barang

siapa

dengan

sengaja

mengumumkan

atau

mengabarkan

ataumenyampaikan surat, kabar dan keterangan tentang suatu hal kepadanegara asing, sedang diketahuinya bahwa surat, kabar atau keteranganitu harus dirahasiakan demi kepentingan negara, maka ia dihukum dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. SANKSI PIDANA UNTUK PEMBOCORAN RAHASIA REKAM MEDIS BERDASARKAN KESEHATAN. Pasal 35 huruf d. Tentang Ketentuan Pidana yang diatur dalam PP Nomor 32 tahun 1966 Tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan : Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22ayat 10 dipidana denda paling banyak Rp.10.000.000.00,- (sepuluh jutarupiah). Sedangkan bunyi pasal 22 ayat (1) yang dimaksud adalah : Bagi setiap tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA

tugasprofesinya berkewajiban untuk: a. Menghormati hak pasien b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan e. Membuat dan memelihara rekam medis. 2.5 Sanksi Perdata Apabila pembocoran rahasia tentang penyakit pasien termasuk data-data medisnya, mengakibatkan kerugian terhadap pasien, keluarganya maupun orang lain yang berkaitan dengan hal tersebut, maka orang yang membocorkan rahasia itu dapat digugat secara perdata untuk mengganti kerugian.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Tentang Kesehatan maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil atau Perdata (KUHS). Pasal 55 Undang-Undang Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa : (1)Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2)Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1365 KUHS. Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagiorang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkankerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 58 UU No.36 Tahun 2009 (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 1366 KUHS. Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian karenaperbuatannya, tetapi atas kerugian yang disebabkan karena kelalaianatau kurang hati-hati. Jika membuka rahasia medis pasien bukan inisiatif sang dokter tetapi atas kemauan rumah sakit, maka sanksi perdata sesuai dengan Pasal 1367 KUHPerdata jo. Pasal 46 UU No.44 tentang Rumah Sakit.

Pasal 1367 KUHS. Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yangdisebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yangdisebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannyaatau disebabkan oleh barang-barang yang dibawah kekuasaannya. Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain yang mewakili urusan-urusan mereka mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang ditimbulkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang dipakainya. Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang ditimbulkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka. Tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir, jika orang tua-orang tua, wali-wali, guruguru sekolah dan tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab. Maksud daripada pasal 1367 KUHS ini adalah : Apabila seorang bawahan melakukan kesalahan, maka yang digugat adalah atasannya. Hal ini disebut juga dengan istilah respondeat superior (tanggung jawab atasan). Sedangkan pidananya ditanggung sendiri oleh yang bersangkutan. Pasal 46 UU No.44 tentang Rumah Sakit: Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

BAB 3 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Dokter wajib memenuhi tanggung jawab dokter tentang rahasia kedokteran. Tanggung jawab dokter tentang rahasia kedokteran telah diatur dalam KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) Pasal 13 Wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan setelah penderita itu meninggal dunia. Kewajiban dokter untuk menjaga rahasia kedokteran akan gugur apabila ada ijin dari pasien, dokter dalam keadaan terpaksa, dokter dalam menjalankan peraturan perundang-undangan, dokter melakukan perintah jabatan, demi kepentingan umum, adanya presumed conscent dari pasien. Apabila dokter mendapatkan masalah tuntutan mengenai rahasia kedokteran maka ada prosedur yang dapat dilakukan dokter dalam mengenai masalah tuntutan tersebut.