14
REFERAT MONITORING Disusun oleh : Eka Widia 2010730030 Suyetno 2008730123 Dokter Pembimbing : dr. Indra K Ibrahim, Sp. An BAGIAN ANASTESI RSUD SYAMSHUDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

Referat Eka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nn

Citation preview

REFERAT

MONITORING

Disusun oleh :

Eka Widia 2010730030

Suyetno 2008730123

Dokter Pembimbing :

dr. Indra K Ibrahim, Sp. An

BAGIAN ANASTESI

RSUD SYAMSHUDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Keajuan dalam bidang mikro-elektonik dan bio-enjerinering

memungkinkan kita mmonitor lebh afektif dan dapat mengetahui peringatan

awal dari masalah yang potensial, sehingga kitadapatcepat mengerjakanhal-hal

yang perlu untukmengembalikan fungsi organ vital sefisiologis mungkin.

Tetapi alat monitorkurang bermanfaat, kalauartidanlimitasi dari infomasiyang

diberikan kurang dimengerti.

Anestesiabertujuan menghasilkan blokade terhadap rangsang nyeri,

bolkade terhadapmemori atau kesadaran dan blokade terhadap otot lurik.

Untuk meniadakan atau diperlukan mengurangi efek samping dari obat atau

tindakan anestesi diperlukan monitoring utnuk mengetahui apakah ketiga hal

diatas cukup adekuat,kelebihan dosis atau malah perlu ditambah.

Pemantauan pada pasien yang di anestesi perlu di lakukan pengumpulan

data, meliputi:

1. Fisiologi hemostasis

Untuk menilai kesadaran pasien segar atau bugar, ada penyakit

sistemik lainnnya atau tidak, perubahan pasien, GCS, kesadaran

2. Respon dari pengobatan yang telah diberikan

Sedang mengalami penyakit apa, sudah diberikan obat apa belum,

respon dari obat yang diberikan, membaik atau memburuk atau tidak

ada perubahan

3. Alat anestesi yang akan digunakan dalam keadaan berfungsi

Dalam pelaksanaan operasi harus mengetahui kondisi pasien pasca

prabedah, Untuk menentukan prognosis (Dachlan. 1989) ASA (American

Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik

pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori

sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan

operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang

baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu

ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan

lekositosis dan

febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat

yang diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis

perforasi dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia

miokardium. ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan

hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua

dengan perdarahan basis krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan

mencantumkan tanda darurat (E = emergency), misalnya ASA 1 E atau III E.

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau

eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan

hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan

pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium

eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan

stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak

menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah,

midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi),

terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang

teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal,

refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan

kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan

bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.

Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke

tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau

overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi.

Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya

sekresi lakrimal (Archibald, 1966).

Standar pemanatauan dasar anestesi oleh american society of

anesthesiologist

1. oxiometry pulse

2. capnography

3. Oxygen analyzer

4. Disconnect alarm

5. Temperature

6. Visual ekg selama operasi

7. Tekanan darah dan heart rate sedikitnya harus dievaluasi tiap 5 menit

PEMANTAUAN YANG TIDAK MEMERLUKAN PERALATAN

1. Inspeksi

Kulit : warna, capilari refill, rash, edema

Kuku: warna, capillary refill

Membaran mukosa : warna, bentuk, bengkak

Surgical field: warna jaringan dan darah, darah yang hilang,

skeletalmuscle relaxation

Gerak : reflex dan ukuran

Eyes : konjungtiva (warna dan bengkak), pupil (ukuran dan refleks

cahaya)

2. Palpasi

Kulit : suhu dan bentuk

Denyut nadi : isi cukup, kuat angkat,reguler

Skeletal muscle : tone

3. Perkusi

Gaster : distensi

Dada : pneumotoraks

4. Auskultasi

Dada : susara paru dan jantung

Tekanan darah

PEMANTAUAN YANG DIGUNAKAN SELAMA PROSES

ANESTESI

1. Tekanan darah

Dapat di ukur manual atau otomatid dengan manset yang harus tepat ukurannya

( lebarnya kira-kira 2/3 lebar jarak olekranon-akromion atau 40% dari keliling

besarnya lengan)

Bila terlalu lebar emasangan menghasilkan nilai lebih rendah, bila terlalu sempit

menghasilkan nilai lebih tinggi.

Yang diperhatikan ialah sistol, diastol, MAP (mean arterial pressure)

13 (sistolik + 2 x diastolik) atau diastol +

13(sistol-diastol)

2. Precordial or esophageal stethoscope

Dapat didengar suara pernapasan, frekuensi nadi, dan irama.

Pada esophageal stetoscope adalah pemasangan kateter khusus yang masuk melalui

esofagus

3. Ekg

Untuk mengetahui kontinyu frekuensi nadi, disritmia, iskemia jantung gangguan

induksi, abnormalitas gelombang, elektrolit dan fungsi peace maker.

Perlu diperhatikan lead II, karena lead II merupakan dapat langsung mendeteksi

cardiac aritmia, karena arah vektor gelombang P menghasilkan amplitudo yang

maximum pada gelombang P ( dapat di jadikan hitung heart rate yang baik) dan

mendeteksi ST depresi yang merupakan gambaran adanya inferior iskemik miokard.

Selain itu perhatikan juga lead v5, yaitu utnuk mendteksi anter0 ischemic myiocard.

4. Pulse oxiometer

Utnuk mengetahui menilai perfusi dan oksigenasi jaringan perifer.

5. Capnograph

Selang untuk menghitung kadar PaCO2 yang dihubungkan dari face mask ke mesin

monitor.

6. Mass spectrometry

Untuk menganalisa gas, menentukan massa atom atau molekul.

Cara kerja sampel dalam bentuk gas mula-mula ditembaki dengan berikan elektron

bernergi tinggi hasilnya atom berionisasi .

Contoh ada emboli maka emboli tersebut dapat di pecahkan oleh elektornnya

kemudian menjadi gas yang tidak menyumbat atau dapat dihisap kembali.

7. Raman spectroscopy

Contoh kerja pada pendeteksi barang di bandara

8. Disconnect alarm

Untuk memantau tekanan darah, nadi, ernapasan sedikitya 5 menit sekali.

Alarm akanberbunyi bila didapatkan nilai yang tidak normal pada monitor

9. Spirometer

Untuk meniali faal paru.

Dalamanestesi untuk memprediksi toleransi atau risiko pasien terhadap prosedur

pembedahan atau anestesi . dan untuk menilai komplien paru saat penekanan O2

10. Urine output

Untuk mengetahui keadaan sirkulasi ginjal, produksi air kemih normal dewasa 0.5 – 1

ml /kgbb.

Pemantauan pada bedahlama bermanfaatuntuk menghindari retensi urin atau distensi

buli-buli juga hemoglubinuria.

11. Peripheral nerve stimulator

Untuk mengetahui apakah sudah cukup obatanestesi yang diberikan karena anestesi

bertujuan menghasilkan blokade neuromuskular dan apakah setelah selesai

anestesitonus oto sudah kembalinormal.

12. Suhu tubuh

Dilakukan pada pembedahan lama atau pada bayi dan anak kecil.

Karena bayi mudah sekal kehinlangan panas secara radiasi, konveksi, evaporasi dan

konduksi, dengan konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia, asidosis,pulih anestesi

lambatdan pada neonatus dapat terjadi persisten fetal.

13. Oxygen analizer

Dikalibrasi dengan udara ruangan dan oksigen dengna menyeting alrm, bila konstrasi

oksigen kurang dari 30% alarm berbunyi

14. Arterial blood gases and pH

Analisa gas darah

15. Central venous pressure catheter dan Pulmonary artery catheter

Dikerjakan secara invasive .

Pulmonary artery chaeter dapatdianalisa curah jantung dan biasanya digunakan pada

pasien dengan cronic heart failure dan infark miokard berulang

16. Echocardiography

Menilai fungsi jantung

17. Electroencephalography

Efek dari anestesi volatile sevoflurance yang dilaporkan dapat menyebabkan aktifitas

atau gerakan listrik mirip kejang pada EGG

18. Bispectral index

Merupakan salah satu dari beberapa tekhnologi berkembang masa kini yag fungsinya

adalah untuk memonitor kdalaman anestesi , membantu dokter merumuskan jenis dan

dosis yang tepat dan optimal dari obat bius atau obat penengan utnuk setiap pasien.

Penggunaan monitor bispectral di perrkirakan akan megnurangi insiden kesadaran

intraoperatif

Bispectral index belum dapat dibuktikan untuk mengukur level kesadaran khususnya

jika disebabkan oleh hal yang menurunkan kesadaran (obat-obat penyakit metabolik,

hipotermi, truma kepala, hipovolemi, tidur alami)

19. Evoked potentials

Termasuk pada jenis tehnik neuro psikologik monitoring. Pemeriksaan melihat respon

dari sistem nervus (sensory stimulation)

Sebagai metode alternatif dari monitoring dan untuk menjaga keselamatan fungsi

syaraf dari seseorang pasien yang ada saat sedang dalam keadaan terbius total.

Daftar pustaka

Robert K, etc, Basic of anesthesi edisi 4; hal 209-221

Said A, dkk, petunjuk praktis anestesiologis edisi kedua ; hal 90-96

Ardin , referat anestesi , intraoperativeawarenessin patient monitored with bispectral index

Gueli SL, Lerman J. Controversies in pediatric anesthesia: Sevofl urane and fl uid management. Curr Opin Anaesthesiol. 2013;26(3):310-7. doi: 10.1097/ACO.0b013e328360e94f.

Nieminen K, Westeren-Punnonen S, Kokki H, Ypparila H, Hyvarinen A, Partanen J. Sevofl urane anaesthesia in children after induction of anaesthesia with midazolam and thiopental doesnot cause epileptiform EEG. Br J Anaesth. 2002;89(6):853–6.