Upload
introvertt
View
154
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus
SEORANG LAKI-LAKI DATANG DENGAN
KELUHAN DEMAM SEJAK SATU MINGGU
SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
Oleh:
Eka Handayani Oktharina, S.Ked
Elia Puspita Noviyanti, S.Ked
Pembimbing:
dr. Norman Djamaludin, Sp.PD
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2009
0
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul seorang
wanita datang dengan keluhan demam semakin tinggi sejak dua hari sebelum
masuk rumah sakit. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada dr. Norman Djamaludin, Sp.PD selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada residen-residen, teman-
teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Palembang, Agustus 2009
Penulis
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul
SEORANG LAKI-LAKI DATANG DENGAN KELUHAN DEMAM SEJAK SATU
MINGGU SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
Oleh:
Eka Handayani Oktharina, S.Ked
Elia Puspita Noviyanti, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 3
Agustus-12 Oktober 2009
Palembang, Agustus 2009
dr.Norman Djamaludin, Sp.Pd
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar 1
Halaman Pengesahan 2
Daftar isi 3
Pendahuluan 4
Tinjauan Pustaka.............................................................................................6
Laporan kasus 19
Analisis Kasus 39
Referensi 41
3
BAB I
PENDAHULUAN
Keadaan demam sejak zaman hipocrates sudah diketahui sebagai pertanda
penyakit. Demam pada umumnya dapat dartikan suhu tubuh diatas 37,2˚C dan
hiperpireksia jika suhu tubuh sampai setinggi 41,2˚C atau lebih. Suhu pasien
biasanya diukur dengan termometer air raksa dan tempat pengambilannya dapat di
aksila, oral, atau rektum. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar
0,5˚C, suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Beberapa tipe demam yang
dijumpai antara lain demam septik, demam remitten, demam intermitten, demam
kontinyu dan demam siklik. Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan
dengan suatu penyakit tertentu, misalnya tipe demam intermitten untuk malaria.
Keluhan demam mungkin dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang jelas,
seperti misalnya: abses, pneumonia, infeksi saluran kemih atau malaria, tetapi
kadang-kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang
jelas. Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
karena keganasan atau reksi terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat
regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperatur seperti heat
stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dalam upaya penegakkan diagnosis penyebab
demam.
Salah satu penyakit yang menyebabkan demam adalah pneumonia.
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bawah akut yang menimbulkan angka
kesakitan dan kematian tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Pnemonia
menyerang bagian parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius.
Dispepsia adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk
menjelaskan keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau
tidak nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang
4
dan borborygmi ( suara keroncongan dari perut ). Gejala ini bisa akut, intermiten
atau kronis. Istilah gastritis yang biasanya dipakai untuk menggambarkan gejala
tersebut di atas sebaiknya dihindari karena kurang tepat. Dispepsia akan sering
kita temui di masyarakat, sama halnya dengan kasus ini yang berhubungan
dengan sindroma dispepsia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyakit ini
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang
dikenal sebagai malaria berat.
Malaria termasuk penyakit yang ikut bertanggung-jawab terhadap
tingginya angka kematian di banyak negara dunia. Diperkirakan, sekitar 1,5-2,7
juta jiwa melayang setiap tahunnya akibat penyakit ini. Walau sejak 1950 malaria
telah berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa, Amerika Tengah dan
Selatan, tapi di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara, penyakit ini
masih menjadi masalah besar. Sekitar seratus juta kasus penyakit malaria terjadi
setiap tahunnya, satu persen diantaranya berakibat fatal. Seperti kebanyakan
penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara
berkembang. Penyebaran malaria juga cukup luas di banyak negara, termasuk
Indonesia.
2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit infeksi adalah plasmodium, yang selain
menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung,
reptil, mamalia. Termasuk genus plasmodium dan famili plasmodidae.
Spesies plasmodium pada manusia adalah, Plasmodium falcifarum
(P.falciparum), Plasmodium vivak (P.vivax), Plasmodium Ovale (P.ovale),
dan Plasmodium malariae (P.malariae). Jenis plasmodium yang banyak
ditemukan di Indonesia adalah P.falcifarum dan P.vivax, sedangkan
P.malariae dapat ditemukan di beberapa propinsi antara lain Lampung,
6
Nusa tenggara timur, dan Papua. P.ovale pernah ditemukan di Nusa
tenggara timur dan Papua.
Plasmodium pada manusia dapat menginfeksi eritrosit atau sel
darah merah dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan
eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu nyamuk
anopheles betina.
2.1.3 Transmisi dan Epidemiologi
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya,
yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina
Siklus pada manusia
pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia.
Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama kurang lebih setengah jam. Setelah itu sporozoit
akan masuk kedalam sel hati dan akan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10000-30000 merozoit
hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama
lebih kurang 2 minggu. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati
tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi
bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal di dalam
sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila
imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan
relaps atau kambuh.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah
merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai
skizon(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi pecah
dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus ini disebut siklus eritrositer.
7
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit
jantan dan betina)
Siklus pada nyamuk anopheles betina.
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang
mengandung gametosit, didalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkenbang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. pada dinding luar
lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit. Sporozoit ini akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang
eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivax
reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen duffy Fya atau Fyb. Hal
ini menyebabkan individu dengan golongan darah duffy negatif tidak
terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P.falcifarum diduga suatu
glycophorins, sedangkan pada P.malaria dan P.ovale belum diketahui.
Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring,
pada P.falcifarum menjadi bentuk stereo-headphones, yang mengandung
kromatin dan dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah
memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen
yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit
yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah menjadi
lonjong, pada P.falcifarum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang
disebut knob yang penting dalam proses cytoadherence dan rosetting.
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi skizon
dan bila skizon pecah akn mengeluarkan banyak merozoit dan siap
menginfeksi eritrosit yang lain.
Tingginya slide positive rate menentukan endemisitas suatu daerah
dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas
daerah dibagi menjadi:
8
HIPOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 0-10%
MESOENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 10-50%
HIPERENDEMIK : bila parasit rate atau spleen rate 50-75%
HOLOENDEMIK : bila parasite rate atau spleen rate >75%
parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia
2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan
anemia berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak
malaria serebral pada usia anak-anak, sedangkan pada daerah
hipoendemik/ daerah tidak stabil banyak dijumpai malaria serebral, dengan
gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal pada usia dewasa.
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis malaria falcifarum dipengaruhi oleh faktor parasit dan
faktor pejamu(host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas
transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk
dalam faktor pejamu adalah tingkatan endemisitas daerah tempat tinggal,
genetik, usia, status nutris dan status imunologi. Parasit dalam stadium
eritrosit secara garis besar mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada
24 jam pertama dan stadium matur pada 24 jam kedua. Permukaan eritrosit
stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-eritrocyte surface
antigen) yang menghilang setelah parasit masuk ke stadium matur.
Permukaan membran eritrosit stadium matur akam mengalami penonjolan
membentuk knob dengan histidin rich protein-1 (HRP-1) sebagai
komponen utamanya. Selanjutnya bila eritrosit tersebut mengalami
merogoni, akan dilepaskan toksim malaria berupa GPI yaitu
glikosilfosfatidil inositol yang merangsang pelepasan TNF-α dan
interleukin-1 (IL-1) dari makrofag.
Secara keseluruhan gambaran klinis ditentukan oleh faktor parasit,
faktor pejamu dan sosial-geografi
9
Faktor parasit
Resistensi obat, kecepatan multiplikasi, cara invasi, sitoadherence,
rosetting, polimorfisme antogenik, variasi antigenic, toksin malaria.
Faktor pejamu (host)
Imunitas, sitokin proinflamasi, genetik, umur kehamilan
Faktor sosial-geografi
Akses mendapat pengobatan, faktor budaya, faktor ekonomi,
stabilitas politik, intensitas transmisi nyamuk.
Sitoadherensi adalah perlekatan antara eritrosit stadium matur pada
permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul
adhesif yang terletak dipermukaan knob eritrosit melekat dengan molekul-
molekul adhesif yang terletak di permukaan endotel vaskular. Molekul
adhesif di permukaan knob eritrosit secara kolektif disebut PfEMP-1,
P.falcifarum eritrhrocyte membrane protein-1. Molekul adhesif
dipermukaan sel endotel vaskular adalah CD-36, trombospondin,
intercellular-adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion
mollecule-1 (VCAM-1), Endotel leucocyte adhesion mollecule (ELAM-1)
dan glycosaminoglycan chondroitine sulfate. PfEMP-1 adalah protein-
protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di
permukaan knob.
Sekuestrasi terjadi ketika parasit dalam eritrosit matur yang tinggal
dalam jaringan mikrovaskular tidak beredar kembali kedalam sirkulasi.
Hanya P.falcifarum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium
lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi
terjadi pada organ-organ vital dan hampir pada semua jaringan dalam
tubuh. Sekuestrasi tertinggi terjadi pada otak, diikuti oleh hepar dan ginjal,
paru, jantung , usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memiliki peranan
penting dalam patofisiologi malaria berat.
Rosetting ialah berkelompoknya eritrosit matur yang diselubungi
10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat
melakukan sitoadherensi juga dapat melakukan rosetting. rosetting dapat
10
menyebabkan obstruksi aliran darah lokal dalam jaringan sehingga
mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, makrofag setelah
mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS,GPI) sitokin ini antara lain
TNF-α (tumor necrosis factor-alpha), Interleukin-1, Interleukin-6 ,
Interleukin 3, LT (lymphotoxin) dan Interferon-gamma (INF-γ). dari
beberapa penelitian dapat dibuktikan bahwa penderita malaria serebral
yang meninggal atau dengan komplikasi yang berat seperti hipoglikemia
mempunyai kadar TNF-α yang tinggi. Selain itu juga terdapat peran
neurotransmiter yang lain sebagai freeradical seperti Nitrit okside yang
berperan sebagai faktor dalam malaria berat.
Nitrit okside memberikan peran protektif karena membatasi
perkembangan parasit dan menurunkan molekul adhesi. Diduga produksi
NO lokal di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu
fungsi organ tersebut. sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO
yang tepat, memberikan perlindungan terhadap malaria berat. Kadar NO
yang rendah yang dapat menyebabkan malaria berat, ditunjukkan dengan
rendahnya kadar nitrit dan nitrat pada cairan serebrospinal. Anak-anak
penderita malaria serebral di afrika mempunyai kadar arginin yang rendah.
Masalah peran sitokin inflamasi masih dan NO pada malaria berat masih
kontroversial dan masih banyak yang belum jelas dan berbagai penelitian
ada yang saling bertentangan.
2.1.5 Patologi
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah
yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan
merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan
berbagai macam sitokin, antara lain TNF-α. TNF akan dibawa aliran darah
ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur tubuh dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang
berbeda-beda. P.falcifarum memerlukan waktu 36-48 jam, P.vivax/ovale
48 jam, P.malariae 72 jam. demam pada P.falcifarum dapat terjadi setiap
11
hari, P.vivax/ovale selang waktu satu hari dan P.malariae demam timbul
selang waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. P.falcifarum menginfeksi semua jenis sel
darah merah, sehingga anemia dapat terjadi secara akut atau kronis.
P.vivax dan ovale menginfeksi sel darah muda yang jumlahnya hanya 2 %
dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P.malariae menginfeksi
sel darah tua yang jumlahnya hanya 1 % dari jumlah sel darah merah.
Sehingga anemia yang disebabkan oleh plasmodium vivax,ovale dan
malariae hanya terjadi pada keadaan kronis.
Splenomegali tejadi akibat adanya penghancuran sel-sel radang
oleh sistem retikuloendotelial oleh sel-sel makrofag dan limfosit.
Malaria berat akibat Plasmodium falcifarum mempunyai
patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan
mengalami proses skuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit
tersebut ke dalam pembuluh darah tubuh,terutama pembuluh darah kapiler.
Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob
yang berisi antigen plasmodium falcifarum. Pada saat terjadi sitoadherensi,
knob tersebut akan berikatan dengan reseptor endotel kapiler. Akibat dari
proses ini adalah akan terjadi obstruksi dalam pembuluh darah kapiler
yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini
juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette” yaitu bergerombolnya
sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada
proses sitoadherensi ini juga diduga ada proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator lainnya antara lain sitokin (TNF,
Interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam
gangguan fungsi pada jaringan tertentu.
Kadang dijumpai pada otak, pembengkakan dengan pendarahan
ptekiae, yang multipel pada jaringan putih, dan tidak dijumpai herniasi.
Hampir seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada
jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif normal, bila anemia
tampak pucat dan dilatasi. Pada paru dijumpai gambaran edema
12
paru,pembentukan membran hialin, adanya agregasi leukosit. Pada ginjal
tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler
glomerolus dan proliferasi sel mesangial dan endotel. Pada saluran cerna
dijumpai pendarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga dijumpai
iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang dijumpai
dyserytropoises, makrofag mengandung banyak pigmen dan
erythrophagocytosis.
2.1.6 Gambaran klinis
Gejala klinis malaria tergantung dari imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria. Berat ringannya infeksi juga dipengaruhi oleh
jenis plasmodium (P.falcifarum sering mengakibatkan komplikasi), daerah
asal infeksi (untuk mengetahui resistensi pengobatan), umur (usia lanjut
dan bayi biasanya lebih berat), adanya konstitusi genetik, keadaan
kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya.
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik,
anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi masing-masing
plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam
berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di
punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak
enak, dan diare ringan. Keluhan prodormal ada pada P.vivax dan ovale,
sedangkan pada P. malariae dan falcifarum gejala prodormal tidak jelas
dan biasanya mendadak.
Gejala yang klasik adalah “trias malaria” secara berurutan adalah:
o periode dingin terjadi selama 15-60 menit dimulai oleh mulai
menggigil, penderita biasanya akan membungkus diri dan seluruh
badan bergetar.
o periode panas terjadi dimana penderita merasa mukanya akan
merah, nadi cepat, panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti
oleh keadaan berkeringat.
13
o periode berkeringat penderita berkeringat banyak dan temperatur
mulai turun, penderita mulai merasa sehat.
Anemia merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi
malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah pengrusakan
eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis,
eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh
sitokin. Pembesaran limpa sering dijumpai pada penderita malaria, limpa
akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dan limpa menjadi
bengkak, nyeri dan hiperemis.
Beberapa keadaan klinik pada perjalanan infeksi malaria adalah:
o Serangan primer adalah keadaan mulai dari akhir masa inkubasi
dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin,
menggigil, panas, dan berkeringat.
o Periode latent adalah periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia
selama terjadi infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua
keadaan paroksismal.
o Recrudescence adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia
dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
Recrudescence dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik
sesudah periode laten dari serangan primer.
o Recurrence adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia
setelah 24 minggu berakhirnya masa serangan primer.
o Relapse adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang
lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi
primer yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5
tahun), biasanya terjadi karena infeksi yang tidak sembuh atau oleh
bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax dan ovale.
14
2.1.7 Pengobatan
Pengobatan pada malaria berat tergantung komplikasinya.
Dilakukan pengobatan simptomatis dan mengurangi kegagalan organ.
Berikut ini merupakan obat anti malaria yang digunakan dalam
pengobatan malaria berat :
Golongan Artemisin
1. Artesunat
2. Artemeter
3. Artemisinin
4. Dihidroartemisinin
Klorokuin difosfat/sulfat
Sulfadoksin-Pirimetamin
Kina sulfat
Primakuin
Kinidin
Doksisiklin atau tetrasiklin
2.2.1 Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-),
berarti sulit , dan "πψη" (Pepse), berarti pencernaan Dispepsia
merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong
saluran pencernaan). Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman
pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas,
perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari
berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari
empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu
15
2.2.2 Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas
menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke
dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan,
seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang
penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci
adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7.Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis,
kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
2.2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas
keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
- Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri
episodik
- Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan
gejala:
a. Mudah kenyang
b.Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
16
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f.Rasa tak nyaman bertambah saat makan
- Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) . Sindroma
dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau
dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).
Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang
lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut kembung). Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa
minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan
berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.
2.2.4 Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
- Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap
dan pemeriksaan darah dalam
tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti
ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau
banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam
lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor,
misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan
karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9.
- Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan
17
- Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui
apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan
pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian Pemeriksaan
penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda,
serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia)
(Mansjoer, 2007).
Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan
sebaiknya dengan kontras ganda.
2.2.5 Pengobatan dyspepsia
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:1. Antasid
20-150 ml/hari. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus,
sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat
dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga
bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena
terbentuk senyawa MgCl2. Antikolinergik perlu diperhatikan, karena kerja obat
ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti
reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%.
18
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. P
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Alamat : Lrg. Darma Bakti No.1035 Talang Kerangga,
Palembang
Pekerjaan : Tukang becak
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
MRS : 9 Agustus 2009
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam tinggi sejak ± 1 minggu SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 1 minggu SMRS os mengeluh demam tinggi, demam hilang
timbul, demam mulai timbul pada sore hari dan mulai tinggi terutama saat malam
hari. Menggigil (-). Keringat biasa. Batuk (+), dahak (+) berwarna hijau, darah (-),
konsistensi kental sebanyak satu sendok makan. Pilek (-). Sesak (+), sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, dan emosi. Sakit kepala (+) berdenyut-denyut di
ubun-ubun kepala. Kejang (-), badan terasa lesu (+), nyeri sendi (-). Nyeri ulu hati
(+), nyeri ulu hati biasanya timbul setelah makan. Mual (+), muntah (+) isi apa
yang dimakan dengan frekuensi 2-3x/hari sebanyak ± ½ gelas belimbing. Pasien
juga mengeluh nafsu makan berkurang. BAK biasa, darah (-), nyeri saat BAK (-),
terasa panas saat berkemih (-). BAB biasa.
Sejak ± 1 hari SMRS os mengeluh semakin lemah dan semakin sesak.
Sesak (+), sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, dan emosi. Demam
tinggi, demam hilang timbul, demam mulai timbul pada sore hari dan mulai tinggi
terutama saat malam hari. Menggigil (-). Keringat biasa. Batuk (+), dahak (+)
berwarna hijau, darah (-), konsistensi kental sebanyak 2-3 sendok makan. Pilek
19
(-).Sakit kepala (+) berdenyut-denyut di ubun-ubun kepala. Kejang (-), badan
terasa lesu (+), nyeri sendi (-). Nyeri ulu hati (+), nyeri ulu hati biasanya timbul
setelah makan. Mual (+), muntah (+) isi apa yang dimakan dengan frekuensi 2-
3x/hari sebanyak ± ½ gelas belimbing. Pasien juga mengeluh nafsu makan
berkurang. BAK biasa, darah (-), nyeri saat BAK (-), terasa panas saat berkemih
(-). BAB biasa. Kemudian os berobat ke dokter praktek. Os mendapatkan obat.
Setelah meminum obat demam menghilang. Namun demam kembali tinggi saat
malam hari sehingga os memutuskan untuk datang ke IRD RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama disangkal
Riwayat pergi ke daerah endemis disangkal
Riwayat sakit typhoid disangkal
Riwayat sakit malaria disangkal
Riwayat sakit kuning disangkal
Riwayat sakit TBC disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita sudah menikah, mempunyai ... orang anak berusia .. tahun. Penderita
bekerja sebagai tukang becak.
Kesan : status sosial ekonomi kurang.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Gizi : cukup
Dehidrasi : (+)
20
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 24 kali per menit, thoracoabdominal
Suhu : 37,5o C
Berat Badan : … kg
Tinggi Badan : … cm
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
sianosis (-), spider nevi (-), temperatur kulit (+) tinggi, pertumbuhan rambut
normal, telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila, inguinal tidak teraba
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, ekspresi tampak sakit, warna rambut hitam, rambut
mudah rontok (-), deformitas (-)
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik, mata cekung (+).
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik
Mulut
Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor
(+), tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (+), atrofi papil (-), stomatitis (-),
rhagaden (-), bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
JVP (5-2) cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)
21
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru
Inspeksi : statis-dinamis simetris kanan dan kiri, barrel chest (+)
Palpasi : stemfremitus lapangan paru kanan lebih kuat kiri
Perkusi : hipersonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : bronkial, ronkhi (+) pada kedua lapangan paru, wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan Linea Sternalis dextra, batas kiri
LMC sinistra
Auskultasi : HR 100 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : thympani, ascites (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (+)
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor
22
kembali lambat (+)
Diagnosis Sementara :
Demam ec. Pneumonia+Sindroma Dispepsia
Diagnosis Banding :
Demam ec. Typhoid
Demam ec. TBC
23
Rencana Pemeriksaan :
- Darah Rutin
- Urine Rutin
- DDR
- Test Widal
Penatalaksanaan :
Non Farmakologis :
- Istirahat
- Kompres hangat
- Diet BS TK TP
Farmakologis :
- IVFD RL gtt xxx/m
- Tablet Kloroquin 150 mg
Hari pertama dan kedua :1 x 3 tablet
Hari ketiga : 11 x 2 tablet
- Tablet Primakuin 15 mg 1 x 2 tablet (Hari pertama)
- Tablet Omeperazole 30mg 1x1 tablet
- Tablet Paracetamol 500 mg 3 x 1 (prn)
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
24
Follow Up:
Tanggal 29 Juli 2009
S Demam, mual, muntah
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
Compos mentis
110/70 mmHg
98 x/menit
20 x/ menit
38,60C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik(-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 98 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium (+),
hepar-lien tidak teraba
P : thympani
25
Genitalia
Ekstremitas
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria Klinis + Sindroma Dispepsia
P
Hasil Pemeriksaan
Istirahat
IVFD RL gtt xxx/m
Tablet Kloroquin 150 mg 1 x 3 tablet
Tablet Primakuin 15 mg 1 x 2 tablet
Tablet Omeperazole 30mg 1x1 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg 3 x 1 (prn)
DDR negatif (tidak ditemukan parasit
malaria)
Urinalisa : tidak ditemukan kelainan
Tanggal 30 Juli 2009
S Demam, mual
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Compos mentis
120/80 mmHg
96 x/menit
22 x/ menit
38,20C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
26
Paru
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing
(-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 96 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium (+),
hepar-lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria Klinis +Sindroma Dispepsia
P
Hasil Pemeriksaan
Istirahat
Kompres hangat
Diet BB TK TP
IVFD RL gtt xxx/m
Tablet Kloroquin 150 mg :1 x 3 tablet
Tablet Omeperazole 30mg 1x1 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg 3 x 1 (prn)
Tes Widal negatif (tidak ada peningkatan
yang bermakna)
27
Tanggal 31 Juli 2009
S Demam, mual
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
Compos mentis
110/70 mmHg
90 x/menit
22 x/ menit
37,9 0C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 90 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium (+),
hepar-lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
28
Genitalia
Ekstremitas
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria Klinis +Sindroma dispepsia
P Istirahat
Kompres hangat
Diet BB
IVFD RL gtt xxx/m
Tablet Kloroquin 150 mg :1 x 3 tablet
Tablet Omeperazole 30mg 1x1 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg 3 x 1 (prn)
Tanggal 1 Agustus 2009
S Demam, mual
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Compos mentis
110/80 mmHg
94 x/menit
22 x/ menit
38, 50C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
29
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 94 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P: lemas, nyeri tekan epigastrium(+),
hepar/lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria Klinis +Sindroma dispepsia
P
Rencana Pemeriksaan
Istirahat
Kompres hangat
Diet BB TK TP
Tablet klorokuin 150mg 1x3 tablet
Tablet Omeperazole 30mg 1x1 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg 3 x 1 (prn)
DDR
Tanggal 2 Agustus 2009
S Demam turun, mual (+)
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Compos mentis
110/80 mmHg
88 x/menit
22 x/ menit
30
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
37,70C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing
(-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 88 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium (+),
hepar-lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria + Sindroma Dispepsia
P Istirahat
Kompres hangat
Diet BB
31
Hasil Pemeriksaan
IVFD RL gtt xxx/m
Tablet Artesunat 200 mg 1 x 2 tablet
Tablet Amodiakuin 50 mg 1 x 2 tablet
Tablet Primakuin 15 mg 1 x 2 tablet
Tablet Omeperazole 30mg 1x1 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg (prn)
DDR positif (ditemukan Plasmodium
Falcifarum stadium tropozoit)
Tanggal 3 Agustus 2009
S Demam tinggi, mual (-)
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Compos mentis
120/70 mmHg
106 x/menit
22 x/ menit
39,10C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
32
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 106 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium(-), hepar-
lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria
P Istirahat
Kompres hangat
Diet NB
Tablet Artesunat 200 mg 1 x 2 tablet
Tablet Amodiakuin 50 mg 1 x 2 tablet
Tablet Primakuin 15 mg 1 x 2 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg (prn)
Tanggal 4 Agustus 2009
S Demam
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Compos mentis
110/60 mmHg
94 x/menit
20 x/ menit
38,20C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
33
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 94 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium(-), hepar-
lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria
P Istirahat
Kompres hangat
Diet NB
Tablet Artesunat 200 mg 1 x 2 tablet
Tablet Amodiakuin 50 mg 1 x 2 tablet
Tablet Paracetamol 500 mg (prn)
34
Tanggal 5 Agustus 2009
S Demam turun
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
Compos mentis
100/60 mmHg
88 x/menit
20 x/ menit
37,50C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing
(-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR = 88 x/ menit murmur (-), gallop
(-)
I : datar
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-),
hepar-lien tidak teraba
35
Genitalia
Ekstremitas
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria dengan perbaikan
P
Rencana Pemeriksaan
Istirahat
Kompres hangat
Diet NB
DDR
Tes Widal
Tanggal 6 Agustus 2009
S Demam turun
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Compos mentis
110/60 mmHg
88 x/menit
20 x/ menit
37,10C
Conjungtiva palpebra pucat (-)
Sclera ikterik (-)
JVP (5-2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
I : statis-dinamis simetris kanan = kiri
P : stemfremitus kanan = kiri
36
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
P : sonor dikedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronchi (-), wheezing (-)
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak teraba
P : batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra,
batas kiri LMC sinistra
A : HR 88 x/ menit murmur (-), gallop (-)
I : datar
P : lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar-
lien tidak teraba
P : thympani
A : bising usus (+) normal
Tak ada kelainan
Edema (-)
A Malaria dengan perbaikan
P
Hasil Pemeriksaan
Istirahat
Diet NB
DDR negatif (tidak ditemukan parasit
malaria)
Tes Widal negatif (tidak ada peningkatan
yang bermakna)
37
PEMERIKSAAN PENUNJANG
29 Juli 2009
Hematologi
N
o
Pemeriksaan Hasil
1 Hemoglobin 12,7g/dl
2 Leukosit 7100/mm3
3 Laju Endap Darah 4mm/jam
4 Hitung jenis 0/1/0/60/32/7%
Urinalisa
No Pemeriksaan Hasil
1 Sel epitel ++
2 Leukosit 2-6 LPB
3 Eritrosit 0-2 LPB
4 Protein -
5 Glukosa -
Pemeriksaan parasit malaria: negatif
30 Juli 2009
Seroimunologi
No Pemeriksaan Hasil
1 Typhi H 1/160
2 Parathypi A-H -
3 Parathypi B-H -
4 Parathypi C-H -
5 Thypi O 1/80
6 Parathypi A-O 1/80
7 Parathypi B-O -
8 Parathypi C-O -
38
2 Agustus 2009
Pemeriksaan parasitologi ditemukan Plasmodium Falciparum stadium
tropozoit.
6 Agustus 2009
Seroimunologi
No Pemeriksaan Hasil
1 Thypi H 1/320
2 Parathypi A-H -
3 Parathypi B-H -
4 Parathypi C-H 1/80
5 Thypi O 1/320
6 Parathypi A-O 1/80
7 Parathypi B-O 1/320
8 Parathypi C-O -
9 Anti HCV -
Pemeriksaan parasitologi tidak ditemukan Plasmodium Falciparum.
Diagnosis Akhir :
Malaria dengan perbaikan
39
ANALISA KASUS
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyakit ini
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang
dikenal sebagai malaria berat.
Dispepsia didefinisikan sebbagai rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di
sekitar garis tengah abdomen, tidak termasuk hipokondrium kiri ataupun kanan.
(familiar di masyarakat dengan istilah maag).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pada anamnesis didapatkan gejala dari trias malaria yaitu
menggigil, demam dan berkeringat disertai dengan gejala-gejala pusing, mual,
muntah, nyeri otot dan sendi serta riwayat pergi ke daerah endemis 4 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh
pasien 38,90C, nadi 108x/menit dan adanya nyeri tekan epigastrium.
Pada hari pertama pasien masuk rumah sakit dengan adanya data dari
pemeriksaan fisik dan anamnesis didapatkan diagnosis sementara adalah malaria
klinis dengan sindroma dispepsia. Selanjutnya dilakukan rencana pemeriksaan
darah rutin, urine rutin, DDR, tes widal untuk menghilangkan diagnosis banding
yaitu demam thypoid dan infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan widal pada hari kedua menunjukkan hasil negatif atau tidak
ada peningkatan yang bermakna, sama halnya dengan hasil pemeriksaan urinalisa,
darah rutin dan DDR. Dengan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium maka pasien didiagnosis malaria klinis dengan sindroma dispepsia.
Penatalaksanaan pasien ini berupa penatalaksanaan non farmakologi dan
farmakologi. Non farmakologi seperti istirahat yang cukup, diet BB TK TP
sedangkan secara farmakologi seperti memberikan intravenous fluid drip ringer
40
laktat gtt xxx/menit, tablet kloroquin 150mg 1x3 tablet, omeperazole 30mg 1x1
tablet, parasetamol tablet 500mg 3x1 bila perlu.
Pada hari kelima dirawat di rumah sakit, dengan keluhan subjektif mual
dan demam sudah mulai turun ( 37,70C ), nadi 88x/menit, nyeri tekan epigastrium
masih positif dan didapatkan hasil DDR ditemukan Plasmodium falciparum
stadium tropozoit. Dari data ini didapatkan diagnosis malaria dengan sindroma
dispepsia. Penatalaksanaan berupa farmakologi dan non farmakologi.
Penatalaksanaan secara farmakologi berupa pemberian intravenous fluid drip
ringer laktat gtt xxx/menit, artesunat tablet 200mg 1x2 tablet, amodiakuin 50mg
1x2 tablet, primakuin tablet 15mg 1x2 tablet, parasetamol tablet 500mg bila perlu,
omeperazol tablet 30mg 1x1 tablet.
Keluhan subjektif demam tinggi masih positif dan tidak ada lagi mual
pada hari keenam didiagnosis sebagai malaria. Penatalaksanaan masih berupa
pemberian obat-obat malaria dan penurun panas bila perlu.
Pada hari kedelapan dan sembilan, keluhan berupa demam sudah mulai
turun dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan DDR dan widal didapatkan hasil
yang negatif sehingga didapatkan diagnosis berupa malaria dengan perbaikan.
Penatalaksanaan berupa istirahat dan diet nasi bubur.
41
DAFTAR PUSTAKA
1.Sudoyo Aru , dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV.Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas
Indonesia;Jakarta:2006.
2.Katzung, Betram.Farmakologi Dasar dan Klinik.Salemba Medika;Jakarta:2001.
3.Monsjoer Arif,dkk.Kapita Selekta Kedokteran.Media Aesculapius:2001.
4.Anonim. Definisi dan Klasifikasi Dispepsia.Available from:http://www.geocities.com/HotSprings/4530/dispepsi.htm
42