28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi bioetik Sepanjang perjalanan sejarah dunia Kedokteran, banyak defenisi dan paham mengenai bioetika yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai belahan dunia. Pendapat pendapat ini dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman bersama tentang apa itu bioetika. Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai- nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya 4

referat bioetik forensik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: referat bioetik forensik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi bioetik

Sepanjang perjalanan sejarah dunia Kedokteran, banyak defenisi dan

paham mengenai bioetika yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai

belahan dunia. Pendapat pendapat ini dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman

bersama tentang apa itu bioetika.

Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang

berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi

interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang

biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa

mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum

bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus,

euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik,

membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup

kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan

kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula

terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.

Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-

masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak

hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi

juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang

4

Page 2: referat bioetik forensik

5

2.1.1 Kaidah dasar bioetik

1. Beneficence

Beneficence (tindakan berbuat baik) merupakan positif dari segi tidak

merugikan. Tindakan berbuat baik menuntut kita harus membantu orang lain demi

kepentingan mereka dengan memastikan ia tidak membawa risiko kepada diri

sendiri. Kita mempunyai kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan orang

lain dan menolong mereka dengan batas kerugian diri sendiri. Tahapan dalam

melakukan kebaikan ada empat. Pertama, kondisi dimana orang yang kita bantu

akan mengalami bahaya besar atau risiko kehilangan sesuatu yang penting.

Kedua, adanya pemikiran bahwa saya sanggup melakukan sesuatu yang secara

langsung menyumbangkan untuk mencegah terjadinya kerugian atau kehilangan

bagi orang tersebut. Ketiga, perbuatan saya kemungkinan akan mencegah

terjadinya kerugian atau kehilangan tersebut. Keempat, akan ada manfaat yang

diterima orang tersebut sebagai akibat perbuatan saya. Beneficence terbagi kepada

General beneficence dan Specific beneficence. General beneficence merangkumi

hal-hal seperti melindungi dan mempertahankan hak yang lain, mencegah terjadi

kerugian pada yang lain dan menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada

orang lain. General beneficence adalah berbuat baik kepada siapa pun. Specific

beneficence adalah apabila tindakan baik ditujukan pada orang yang kita kenal,

pasien orang cacat dan sebagainya. Di dalam bioetika, beneficence merangkumi

mengutamakan kepentingan pasien, maksimilasikan akibat-akibat baik dan

memandang pasien tidak hanya menguntungkan dokter.

Page 3: referat bioetik forensik

6

2. Non-Maleficence

Non-maleficence bermaksud tidak merugikan adalah berdasarkan prinsip

Primum non nocere yang bermaksud above all do no harm atau yang terpenting

tidak merugikan. Ini adalah prinsip dasar yang diambil dari tradisi Hipokratik.

Asas non-malificence ialah kita berkewajiban untuk tidak mencelakakan.

Kerugian yang harus dihindar terutama adalah kerugian fisik atau bisa meliputi

juga kerugian terhadap kepentingan seseorang. Metode tradisional untuk

memeriksa boleh tidak adanya resiko atau efek-efek yang merugikan adalah

prinsip double effect. Prinsip double effect ini harus memenuhi empat syarat.

Pertama, apa yang mau kita lakukan tidak boleh bersifat tidak baik dari segi

moral. Kedua, kerugian yang sedang kita pertimbangkan itu tidak boleh menjadi

sarana untuk mencapai efek yang baik. Ketiga, efek yang tidak baik atau

merugikan itu tidak boleh dimaksudkan. Dan yang keempat, harus ada alasan

proposional untuk melakukan perbuatannya, bagaimanapun akibat perbuatan itu.

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal seperti pasien dalam

keadaan sangat darurat atau beresiko hilangnya sesuatu yang penting, dokter

sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut, tindakan dokter tadi efektif,

dan bermanfaat bagi pasien lebih banyak daripada kerugian dokter.

3. Autonomy

Autonomy atau self-determination adalah suatu bentuk kebebasan

bertindak, di mana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang

ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur tangan pihak luar.

Terdapat dua unsur autonomy, yang pertama adalah kemampuan untuk

mengambil keputusan tentang suatu rencana bertindak yang tertentu. Yang kedua,

Page 4: referat bioetik forensik

7

harus mampu untuk mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Autonomy

menuntut bahwa kita sendiri menentukan siapakah kita ini dan bersedia untuk

bertanggungjawab atas pilihan itu. Autonomy seorang pasien ialah pasien sebagai

manusia yang berakal budi tidak boleh dijadikan semata-mata alat tetapi tujuan.

Prinsip autonomy adalah dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medis

terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien dulu, setelah diberi

informasi dan penerangan.

4. Justice

Justice bermaksud keadilan. Keadilaan adalah pembagian manfaat dan

beban, serta pembagian barang dan jasa menurut standar yang adil. Justice adalah

memberi perlakuan yang sama untuk setiap orang. Memberi sumbangan relatif

terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka. Menurut pengorbanan relatif

sama, diukur dengan kemampuan mereka. Terdapat dua jenis keadilan, keadilan

komparatif dan distributif. Keadilan komparatif adalah apa yang diterima oleh

satu orang atau grup ditentukan dengan membandingkan orang atau grup lain

yang juga berhak berdasarkan kebutuhan. Keadilan distributiv adalah kebajikan

membagikan dengan cara merata secara material kepada setiap orang andil yang

sama, setiap orang sesuai dengan kebutuhannya, setiap orang sesuai upayanya,

sesuai kontribusinya jasanya. Kasus-kasus yang sejenis harus diperlakukan

dengan cara sejenis dan kasus-kasus yang tidak sejenis boleh diperlakukan dengan

cara tidak sejenis.

Perbedaan etik dan norma-norma budaya harus dipertimbangkan.

Meskipun prinsip prinsip etik tentang beneficence, non maleficence, autonomy

dan justice dapat diterima di seluruh budaya, tetapi prioritas prinsip-prinsip

Page 5: referat bioetik forensik

8

tersebut dapat bervariasi antara kebudayaan yang berbeda. Di Amerika Serikat

sebagian besar penekanan pada otonomi individual. Di Eropa lebih menekankan

pada penyedia layanan kesehatan otonomi yang menjadi tugas mereka dalam

mengambil keputusan bila timbul masalah. Sedangkan di Asia keputusan

kelompok masyarakat mendominasi keputusan yang diambil.

2.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP)

2.2.1 Definisi

Resusitasi atau reanimasi mempunyai arti harfiah menghidupkan kembali,

dimaksudkan sebagai sebuah prosedur medis yang bertujuan mengembalikan

fungsi dari sistem kardiovaskular dan atau sistem respirasi pada seseorang yang

sedang mengalami episode henti jantung atau paru berlanjut menjadi kematian

biologis, lebih dikenal dengan nama resusitasi jantung paru (RJP).6

Henti jantung merupakan kegagalan mendadak dari jantung untuk

mempertahankan sirkulasi yang adekuat. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi

ventrikel, asystole, atau ketiadaan aktivitas kelistrikan jantung. Penting untuk

mengetahui bahwa apakah tindakan RJP akan memberikan pengaruh pada kondisi

pasien atau tidak, karena jika memberikan pengaruh yang efektif maka harus

dilaksankan dengan secepatnya dan akan lebih baik jika dilakukan kurang dari 3

menit setelah henti jantung terjadi.7

RJP merupakan salah satu bentuk intervensi medis yang memerlukan

perhatian yang lebih. RJP terdiri dari beberapa teknik yang dirancang untuk

memperbaiki sirkulasi dan respirasi pada kejadian henti jantung atau paru. RJP

merupakan serangkaian prosedur medis yang dirancang untuk mengembalikan

Page 6: referat bioetik forensik

9

fungsi pernapasan dan sirkulasi pada seseorang yang mengalami henti napas,

hilangnya denyut jantung, atau kehilangan kedua fungsi tersebut.2

RJP bentuk yang paling sederhana adalah dari mulut ke mulut dan

insuflasi kompresi dada, hal ini diajarkan kepada orang-orang untuk digunakan

dalam situasi darurat. Defibrillator eksternal otomatis (AED) sekarang tersedia

untuk digunakan oleh orang awam. Di rumah sakit, RJP biasanya dilakukan oleh

tim terlatih yang bertugas untuk panggilan darurat. Teknik RJP meliputi kompresi

dada tertutup, intubasi dengan ventilasi, elektrokonversi aritmia, dan penggunaan

obat-obatan kardiotonik dan vasopresin.2,4

The Joint Commision on Accreditation of Health Care Organizations

mengharuskan rumah sakit memiliki kebijakan resmi mengenai RJP. Biasanya,

kebijakan tersebut mengharuskan RJP menjadi urutan tetap, yaitu RJP akan

dilakukan pada setiap pasien yang menderita serangan jantung atau pernapasan

tanpa perintah tertulis yang biasanya diperlukan untuk mengotorisasi prosedur

rumah sakit. Kebijakan itu mengharuskan suatu perintah tertulis untuk

mengotorisasi kelalaian RJP untuk pasien tertentu. Dengan demikian, dokter bisa

tidak melakukan RJP ketika ada pernyataan tertentu bahwa itu harus tidak

dilakukan. Pernyataan ini disebut do not resuscitate (DNR) atau do not attempt

resuscitation (DNAR) dan sering ditetapkan sebagai no code. Kelalaian RJP

setelah menilai cardiopulmonary akan mengakibatkan kematian pasien.

Page 7: referat bioetik forensik

10

2.2.2 Indikasi dilakukan RJP

a. Henti Napas

Penyebab dari henti napas primer (respiratory arrest) dapat berupa banyak

hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi

asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik,

tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik

(suffocation), trauma dan lain-lain. Jika henti napas mendapatkan

pertolongan segera maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan

sebaliknya jika terlambat akan berakibat henti jantung.

b. Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest) merupakan ketidaksanggupan curah

jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya

secara mendadak dan dapat kembali normal, jika dilakukan tindakan yang

tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung

ditandai dengan denyut nadi besar tak teraba, sianosis atau pucat sekali,

pernapasan berhenti atau satu-satu, dilatasi pupil dan tidak bereaksi

terhadap rangsang cahaya, dan pasien tidak sadar.

2.2.3 Kontraindikasi dilakukannya RJP

1. Fraktur Kosta, trauma thorax

2. Pneumothorax, Emphysema berat

3. Cardiac tamponade

4. Cardiac arrest lebih dari 5-6 menit

Page 8: referat bioetik forensik

11

5. Keadaan terminal penyakit yang tidak dapat disembuhkan, misalnya Gagal

Ginjal Kronis.

2.2.4 Penghentian RJP

1. Jika penderita sudah tidak memberikan respon yang stabil.

2. Pupil dilatasi maksimal

3. Tidak ada respon spontan setelah RJP selama 15-30 menit

4. Gambaran EKG sudah flat

2.3 Do Not Resuscitate (DNR)

Keputusan untuk menulis perintah DNR harus didasarkan pada dua

pertimbangan penting. Yang pertama adalah penilaian bahwa RJP akan sangat

tidak mungkin untuk berhasil dalam memulihkan irama jantung kembali ke

normal. Kedua didasarkan pada preferensi pasien, Seperti yang diungkapkan oleh

salah satu pasien atau pengganti. Preferensi pasien seringkali mencerminkan

penilaian mereka sendiri terhadap kualitas hidup senidiri. Kedua aspek harus

dinilai dalam setiap keputusan untuk menulis perintah DNR.

1. Indikasi dan kontraindikasi medis untuk DNR

Semua orang yang menderita henti kardiorespirasi tak terduga harus

dilakukan RJP, kecuali:

A. Pasien memiliki perintah DNR.

B. Ada bukti yang meyakinkan bahwa pasien sudah mati, seperti rigor

mortis, pemenggalan kepala, atau sianosis

Page 9: referat bioetik forensik

12

C. Tidak ada manfaat fisiologis yang dapat diharapkan karena fungsi vital

telah memburuk meskipun telah diberikan terapi maksimal untuk

kondisi seperti syok kardiogenik.

2. Permintaan DNR sepihak

Hal ini didapatkan dari persetujuan dari pasien atau wali pasien untuk

tidak dilakukan RJP. Namun, ahli etika medis memberikan beberapa pertanyaan,

apakah pernah secara etis dapat diterima oleh seorang dokter untuk membuat

keputusan sepihak, yaitu keputusan untuk tidak melakukan resusitasi tanpa

persetujuan dari pasien atau wali pasien, bahkan mungkin dalam menghadapi

keberatan dari pasien atau pengganti. Mereka yang mendukung keputusan sepihak

berpendapat bahwa penilaian medis untuk tidak melakukan RJP bukan indikasi

medis ketika akan probabilistic yang sia-sia. Dalam kasus seperti itu, mereka

berpendapat, tidak harus ditawarkan sebagai pilihan klinis yang wajar. Mereka

yang menolak keputusan sepihak mempertahankan bahwa pasien harus selalu

memiliki hak untuk menolak atau memilih RJP, Karena keputusan tentang tujuan

pengobatan, dan kemungkinan diterima untuk mencapai tujuan tersebut adalah

pertimbangan nilai yang hanya dapat dibuat oleh pasien tersebut. Tergantung pada

tujuan bahkan kesempatan terkecil untuk kesuksesan resusitasi kepada pasien.

para kritikus juga mencatat bahwa ada kekurangan kesepakatan tentang apa yang

dimaksud dengan "sia-sia" dan bahwa dokter tidak konsisten dalam aplikasi

mereka dalam konsep kesia-siaan. Akhirnya, mereka juga memperingatkan bahwa

keputusan sepihak terbuka bagi minoritas biasa terhadap resiko ras dan pasien lain

yang mungkin mengalami diskriminasi.

Page 10: referat bioetik forensik

13

3. Dokumentasi permintaan DNR

Dokter harus jelas menulis dan menandatangani perintah DNR dalam

grafik pasien. Catatan kemajuan harus mencakup fakta-fakta medis dan pendapat

yang mendasari tatanan dan ringkasan dari diskusi dengan pasien, konsultan, staf,

dan keluarga. Status permintaan harus diubah jika diperlukan karena kondisi

pasien. Semua orang yang terlibat dengan perawatan pasien harus diberitahu

tentang permintaan DNR dan dasar pemikirannya. karena penelitian telah

menunjukkan bahwa DNR berarti hal yang berbeda untuk praktisi yang berbeda,

dokter menulis permintaan harus berhati-hati untuk mendokumentasikan

persyaratan spesifik dari permintaan. Keputusan untuk menahan atau menarik

intervensi selain DNR harus dicatat dengan penulisan perintah khusus bukan

menggunakan urutan DNR untuk menutupi berbagai keputusan. Penulisan

permintaan DNR seharusnya tidak memiliki bantalan langsung pada setiap

pengobatan selain RJP. Dokter harus ingat bahwa banyak pasien untuk

permintaan DNR bertahan untuk menunggu surat persetujuan permintaan pasien

dikeluarkan dari rumah sakit. Jika pasien diterima kembali, Permintaan DNR yang

ada di grafik pasien dari pengakuan sebelumnya harus ditinjau bersama pasien

dan pengganti dan dalam indikasi medis yang jelas.

Jika perintah DNR belum ditulis, pasien dianggap menjadi "kode penuh".

umum, petugas rumah dan perawat yang ingin mengetahui kode status pasien

sakit parah atau dengan pengganti, terutama jika pengakuan pasien yang tiba-tiba

dan tak terduga. jika pasien untuk siapa kode status belum ditentukan menderita

serangan jantung, upaya pernafasan yang wajar harus berlaku, kecuali dalam

sebuah contoh dari kesia-siaan fisiologis yang jelas.

Page 11: referat bioetik forensik

14

4. Portabilitas DNR

Pasien untuk permintaan DNR telah ditulis di rumah sakit mungkin debit

dengan harapan bahwa mereka akan segera mati. Dan pasien ingin mati di rumah

sendiri daripada di rumah sakit. Anggota keluarga terkadang memanggil bantuan

darurat jika pasien mengalami kondisi krisis di rumah. Di Amerika Serikat,

paramedis yang datang ke rumah pasien untuk memberikan resusitasi biasanya

tidak menanyakan perihal adanya advance directive yang dimiliki pasien, dan

kemudian memberikan resusitasi tanda mempertimbangkan keinginan pasien.

Seiring dengan perkembangan waktu, dikembangkanlah cara-cara untuk

melindungi pilihan individual pasien yang sudah dibuat sebelumnya, yakni untuk

tidak menerima resusitasi. Metode ini disebut sebagai portable DNR. Metode ini

berupa benda-benda yang sudah dibentuk secara standar seperti gelang, kalung

ataupun kartu yang dapat disimpan pada dompet pasien untuk menandakan bahwa

pasien memiliki permintaan tertentu yang berkaitan dengan aspek medis terhadap

dirinya. Bagi pasien yang memiliki benda-benda yang seperti yang tersebut diatas,

maka petugas paramedic yang dtaang tidak diperkenankan melakukan RJP jika

diperlukan, meskipun perawatan dan pengobatan lainnya dapat dilakukan.

5. Partial codes dan slow codes

Istilah slow codes diartikan sebagai tindakan RJP yang dilakukan dengan

tenaga yang tidak maksimal pada pasien dengan henti jantung atau henti paru

dengan tujuan memperlihatkan pada keluarga bahwa ada yang dilakukan untuk

menstabilkan kondisi pasien. Tindakan ini biasa dilakukan pada 2 kondisi, yakni:

Page 12: referat bioetik forensik

15

1. Ketika RJP dipertimbangkan sebagai tindakan yang sia-sia jika dilakukan

pada pasien dengan kondisi tertentu, namun belum ada diskusi tentang

keadaan pasien dengan keluarga ataupun pasien sendiri.

2. Ketika keluarga meminta dilakukan resusitasi terhadap pasien, namun

tindakan tersebut sudah tidak memberikan pengaruh yang berarti untuk

perbaikan kondisi pasien.

Slow codes adalah tindakan yang dimanipulatif dan tidak bermoral, karena

menurut penelitian klinis pasien sangat jarang dapat sukses diresusitasi dengan

menggunakan tindakan ini.

Partial codes merupakan tindakan resusitasi yang dilakukan dengan

memilah-milah. Misalnya melakukan kompresi dada, membantu pernapasan

dengan ambu bag dan memberikan obat-obatan kardiotonik, namun tidak

melakukan intubasi. Tindakan ini tidak disarankan untuk dilakukan. Hal ini

dikarenakan RJP harus dilakukan sebagai suatu tindakan yang sudah terintegrasi

dan tersusun.

6. Tipe permintaan DNR

Keberagaman pasien, penyakit, dan pengobatan membuat perintah DNR

harus dilakukan penyesuaian sewaktu-waktu. Beberapa contoh pelayanan DNR

yang biasa dilakukan:

DNR pada perawatan

Jenis perintah DNR tipe ini dilakukan langsung ketika pasien

melakukan permintaan. Meliputi pelayanan kesehatan sebelum dan

setelah terjadinya henti jantung ataupun henti paru, termasuk tidak

Page 13: referat bioetik forensik

16

diberikannya obat-obatan resusitasi pada saat akan terjadi henti jantung

atau henti paru. Permintaan ini biasanya diminta oleh pasien dengan

penyakit yang tidak bisa disembuhkan, harapan hidup yang kecil,

kemungkinan bertahan dari RJP yang sedikit, dan keinginan untuk

membiarkan terjadinya kematian secara alami tanpa diberikan

intervensi.

DNR pada henti kardiorespirasi

Jenis DNR ini diberlakukan ketika pasien mengalami henti jantung

atau henti paru. Obat-obat resusitasi masih diberikan pada saat

sebelum terjadinya henti jantung ataupun henti paru, namun tidak saat

kedua kondisi ini terlah terjadi pada pasien. Tipe DNR ini adalah DNR

yang paling sering ditemui sebagai permintaan oleh pasien dan

ditemukan pada rekam medis pasien.

DNR spesifik

Tipe DNR spesifik adalah tipe DNR yang jelas menyebutkan

permintaan dari pasien. Tindakan resusitasi apa yang tidak diinginkan

pasien, waktu yang bagaimana tidak dilakukan lagi resusitasi,

terangkum dalam permintaan DNR tipe ini. Permintaan DNR ini

biasanya tidak bersifat portable dan hanya bisa dilakukan pada rumah

sakit yang memang menjadi tempat pasien biasa mendapatkan

pelayanan medis.

Page 14: referat bioetik forensik

17

2.3.1 Kriteria Pasien Kompeten dan tidak kompeten mengambil keputusan DNR

Kriteria pasien kompeten

1. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa yang telah berusia lebih dari

18 tahun, yang memikili kapasitas yang adekuat untuk membuat keputusan

dan memiliki kesadaran untuk menanggung resiko dari keputusan yang

dibuat.

2. Pasien yang kompeten telah dengan sadar membuat keputusan untuk

melakukan DNR setelah mendengarkan penjelasan tentang segala hal yang

berhubungan dengan tindakan tersebut dan konsekuensinya. Jika terdapat

keraguan, maka pasien dapat berkonsultasi dengan komite etik rumah

sakit.

3. Jika pasien memang kompeten untuk mengambil keputusan tersebut maka

persetujuan keluarga, petugas medis, atau pengambilan keputusan lainnya

tidak dibutuhkan untuk mensahkan keputusan. Adanya ketidaksetujuan

dari keluarga tidak bisa membatalkan keputusan yang diambi9l oleh

pasien yang kompeten.

Kriteria pasien tidak kompeten

1. Seorang pasien yang tidak kompeten adalah pasien yang berusia dibawah

18 tahun, dan atau memiliki retardasi mental sehingga tidak dapat

memutuskan atau mempertanggungjawabkan keoutusan yang diambil

seputar DNR.

2. Ketika menangani pasien yang tidak berkompeten, seorang dokter perlu

memikirkan keputusan medis seperti apa yang sekiranya tidak akan efektif

Page 15: referat bioetik forensik

18

jika diberikan untuk mengantisipasi adanya keinginan pasien membuat

pernyataan DNR.

3. Pada pasien yang tidak kompeten, yang lebih penting untuk dipikirkan

oleh seorang dokter adalah bahwa tindakan permintaan DNR tidak dapat

disetujui oleh dokter yang merawat. Dikarenakan hal tersebut, dokter

harus berdiskusi dengan keluarga pasien untuk mengambil keputusan yang

menyangkut keinginan pasien.

4. Jika pasien mengikuti suatu asuransi, maka dokter yang merawat harus

mengikuti keputusan yang sudah dimiliki oleh asuransi tempat pasien ikut.

Dokter yang merawat perlu mendiskusikan keaadaan pasien dengan dokter

perusahaan yang dimiliki oleh pihak asuransi pasien.

5. Jika pasien memiliki pelindung yang ditunjuk, dokter harus mengikuti

keputusan yang diambil oleh pelindung pasien. Dokter harus

mendiskusikan keadaanpasien dengan pelindung yang memiliki otoritas

terhadap perawatan medis pasien. Dokumen yang berhubungan dengan

hubungan pasien dan pelindung harus disertakan dlaam rekam medis

pasien.

6. Seorang dokter tidak dibenarkan secara etik untuk mempertahankan atau

mengambil keputusan terhadap intervensi yang menyangkut pilihan hidup

pasien. Jika pandangan dokter secara medis berbeda dengan pihak pasien

maka keluarga, wali yang ditunjuk, ataupun pelindung pasien berhak

mencari pandangan lain tentang keadaan pasien pada dokter lainnya. Jika

hal ini terjadi, maka dokter yang merawat pasien harus memberikan

Page 16: referat bioetik forensik

19

tanggung jawab merawat pasien pada dokter yang dipercaya oleh keluarga

untuk merawat pasien.

2.3.2 Advance Directive

Advance directive atau petunjuk perawatan mendatang adalah suatu

dokumen sah secara hukum, yang ditulis sebelum pasien menderita penyakit yang

bersifat incapacitating, pernyataan ekspresi dari pikiran pasien, tentang

kepeduliannya terhadap keinginan, atau preferensi pada akhir kehidupan. Petunjuk

ini meleluasakan pasien untuk menyatakan preferensinya mengenai perawatan

medis. Terdiri dari dua jenis dokumen yaitu:

Living will

Living Will atau surat wasiat yang menginstruksikan dokter yang

merawat pasien tersebut untuk tidak memberikan pengobatan untuk

memperpanjang hidup jika pasien menderita penyakit yang bersifat

terminal condition atau permanently unconscious. Dalam surat wasiat

ini juga harus dituliskan apabila pasien tidak menginginkan perawatan

seperti pemberian makanan atau minuman melalui alat bantuan.

Durable Power of Attorney for Health care.

Durable Power of Attorney for Health Care atau surat kuasa tanpa waktu tertentu

untuk perawatan kesehatan adalah dokumen yang memberikan wewenang pada

orang yang pasien tunjuk untuk bertindak sebagai wakil pasien untuk membuat

keputusan medis bagi pasien jika dirinya menjadi tidak mampu melakukannya

sendiri. pasien dapat menyertakan petunjuk tentang perawatan apa yang

diinginkan atau tidak diinginkan, berapa lama pasien ingin mencoba pengobatan

Page 17: referat bioetik forensik

20

yang memungkinkan kesembuhan dalam dokumen ini. Adapun urutan prioritas

pembuat keputusan untuk wali yang ditunjuk adalah sebagai berikut:

(1) pasangannya, (2) anak dewasa, (3) orang tua, (4) saudara kandung, (5) orang

yang dipilih pasien sebagai wali pengganti apabila pasien nanti dalam keadaan

inkapasitas dan (6) perawat kesehatan yang profesional yang ditunjuk oleh

hukum. Pengganti atau wali/pengampu harus membuat keputusan yang sesuai

dengan keinginan pasien pada saat pasien tidak mempunyai kapasitas dalam

mengambil keputusan. Jika keinginan pasien tidak diketahui maka keputusan yang

diambil harus berdasarkan kepentingan yang terbaik untuk pasien.

Dokumen-dokumen ini dapat diubah sewaktu-waktu isinya atas

sekehendak pasien. Perbedaan dari kedua jenis dokumen ini adalah, surat wasiat

berlaku apabila pasien sudah tidak memiliki harapan untuk hidup, sedangkan surat

kuasa tanpa waktu tertentu untuk perawatan kesehatan berlaku bilamana pasien

menjadi tidak mampu untuk membuat keputusan – misalnya, sewaktu operasi,

atau bahkan bila pasien dalam keadaan tidak sadar sementara. Dokumen-dokumen

ini dapat dicabut atau dibatalkan oleh pasien secara lisan atau tertulis setiap saat.

Beberapa hal yang memepengaruhi dokumen-dokumen ini seperti perceraian yang

membuat perwalian pengambilan hak keputusan medis menjadi berakhir jika yang

menjadi wali adalah pasangan dari pasien dan pasien belum mencantumkan nama

alternative di dalam dokumen milik pasien. Salinan dari dokumen-dokumen ini

dimiliki oleh dokter, rumah sakit, keluarga dan orang yang dipilih oeh pasien

unutk menjadi walinya dalam mengambil keputusan medis, atau disimpan pada

tempat perawatan jangka panjang, misalnya panti jompo.

Page 18: referat bioetik forensik

21

2.3.3 Konflik yang terjadi antara permintaan DNR dan Advance directive

Konflik yang terjadi antara permintaan DNR dan keinginan pasien yang

tertuang di dalam Advance directive yang harus diikuti ketika seseorang menjadi

tidakefektif dalam berkomunikasi, berada dalam keadaan sekarat, atau penurunan

kesadaran yang berkelanjutan, maka instruksi yang harus diikuti secara bertahap:

1. Living will yang dimiliki oleh orang yang secara permanen mengalami

penurunan kesadaran

2. Durable Power of Attorney for Health care yang telah dimiliki pasien

3. Permintaan DNR