bahan referat forensik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

forensik

Citation preview

KORELASI LUKA DERAJAT SEDANG BERDASAR PASAL 352 KUHP DENGAN DURASI WAKTU PENYEMBUHAN KLINIS PADA LUKA ROBEK KEKERASAN TUMPUL

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORODAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................1DAFTAR ISI............................................................................................................2BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...............................................................................................41.2. Perumusan Masalah.......................................................................................51.3. Tujuan Penulisan........................................................................................61.4. Manfaat Penulisan .6BAB II. PEMBAHASAN

II. 1KULIT .... 8

Anatomi Kulit.. 8

Fisiologi Kulit......... 13II. 2LUKA.............................................................................................................. 14

Definisi Luka... 14

Mekanisme Luka..... 15

Klasifikasi Luka.. 17II. 2. 1Akibat Trauma................................................................................................ 32

Aspek Medik... 32

Aspek Yuridis.. 35II. 2. 2Derajat Luka.................................................................................................... 35II. 2. 3Penyembuhan Luka Normal............................................................................ 37II. 2. 4Fase Penyembuhan Luka................................................................................. 39II. 2. 5Penyembuhan di Jaringan Tertentu................................................................. 40II. 2. 6Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka... 42II. 2. 7Komplikasi Penyembuhan Luka. 44II. 2. 8Perawatan Luka... 45II. 3 ASPEK MEDIKOLEGAL.......... 56BAB III PENUTUP

III. 1Kesimpulan................................................................................................... 60III. 2Saran............................................................................................................. 61DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................63BAB IPENDAHULUANI. 1 Latar Belakang

Tindak pidana terhadap tubuh dan nyawa manusia diatur dalam KUHP. Dalam tindak pidana ini, ada tiga benda yang terkait langsung dengan tindak pidana yang dikenal sebagai barang bukti, yaitu korban, pelaku, dan alat atau senjata. Korban dan pelaku adalah barang bukti biologi sedangkan alat merupakan barang bukti non biologis. Barang bukti biologi berbeda dengan barang bukti non biologis dalam hal sebagai berikut: berbeda dengan barang bukti non-biologis yang tidak berubah menurut waktu, barang bukti biologis akan berubah menurut waktu. Suatu luka akan berubah, sembuh dan menjadi jaringan parut atau malah menjadi borok. Sebagai suatu barang bukti, keadaan awal luka ini harus didokumentasi oleh seseorang ahli (yaitu dokter) untuk dijadikan alat bukti di Pengadilan. Pemeriksaan oleh dokter ini kita kenal sebagai pemeriksaan forensik dan hasil dokumentasi dari pemeriksaan ini yang kita kenal sebagai Visum et Repertum.1

Di seluruh dunia, pada tahun 2000 diperkirakan 5 juta orang meninggal akibat trauma. Lebih dari 90% cedera terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tingkat kematian tertinggi dari cedera terjadi di negara-negara miskin di Eropa Timur, dan tingkat kematian terendah terdapat di Amerika Utara, Eropa Barat, Cina, Jepang dan Australia. Cedera atau perlukaan mewakli 9% dari kematian di seluruh dunia dengan kecelakaan lalu lintas dan kekerasan sebagai penyebab utama.2

Pada prinsipnya penentuan derajat luka dilakukan berdasarkan dampak cedera tersebut terhadap kesehatan tubuh korban. Pembatasan dalam penentuan derajat luka adalah ketentuan pasal 90 KUHP yang mendefinisikan luka berat versi hukum. Dengan demikian tugas dokter dalam penentuan derajat luka yang tidak memernuhi kriteria pasal 90 KUHP adalah hanya membedakan luka derajat satu dan dua. Hal penting lain dalam pembicaraan mengenai derajat luka adalah bentuk formulasi kalimat dalam kesimpulan Visum et Repertum (VER), untuk mencegah kesalahan interpretasi oleh penyidik. Dalam menyimpulkan derajat luka, dokter tidak menyatakan bahwa luka tersebut merupakan luka derajat karena formulasi ini tidak dikenal oleh penyidik, jaksa maupun hakim. Sebagai gantinya dokter harus mencantumkan kalimat atau frase yang sesuai dengan bunyi pasal-pasal yang dilanggar dalam KUHP.1,3

Oleh karena itu, salah satu informasi penting yang perlu dicantumkan dalam Visum et Repertum (VER) korban hidup adalah derajat atau kualifikasi luka. Informasi ini dikatakan penting karena berdasarkan informasi inilah penyidik dalam menentukan tindak pidana yang terjadi, pasal mana yang dilanggar serta berapa besar ancaman sanksinya.1

Atas dasar ini maka dokter diminta penyidik untuk memeriksa korban yang berkewajiban mencatat segala perlukaan seakurat dan sedetil mungkin, serta mengumpulkan berbagai bukti tindak pidana lainnya yang terdapat pada tubuh korban.1I. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul pertanyaan yang hendak dijawab oleh penulis, yaitu:

1.Apa definisi luka?

2. Bagaimana klasifikasi luka?

3. Bagaimana kualifikasi luka korban hidup pada bidang forensik?

4. Bagaimana aspek medikolegal luka terhadap kepentingan forensik?

5. Bagaimana menentukan hubungan kualifikasi luka korban hidup dengan lamanya perawatan?

I. 3 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kualifikasi korban luka korban hidup dengan lamanya perawatan.

b. Tujuan Khusus1. Mengetahui definisi luka.

2. Mengetahui klasifikasi luka

3. Mengetahui kualifikasi luka korban hidup pada bidang forensik.

4. Mengetahui aspek medikolegal luka terhadap kepentingan forensik.

5. Mengetahui hubungan kualifikasi luka korban hidup dengan lamanya perawatan.I. 4Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa.

Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari beberapa sumber dan teknik penulisan.

Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu makalah.

Menambah pengetahuan mengenai traumatalogi. Menambah pengetahuan mengenai hubungan kualifikasi luka korban hidup dengan lamanya perawatan.2. Bagi instansi terkait (FK UNDIP)

Menambah bahan referensi bagi dokter dan calon dokter dalam memahami traumatologi. Menambah pengetahuan bagi dokter dan calon dokter dalam menentukan derajat luka yang berpatokan pada kriteria medis.3. Bagi pemerintah

Sebagai dasar pertimbangan untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam menentukan derajat/kualifikasi luka yang berpatokan pada kriteria medis agar maksud yang dikandung oleh pernyataan dokter dapat dimanfaatkan untuk proses hukum di Pengadilan.4. Bagi masyarakat

Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat BAB IITINJAUAN PUSTAKAII. 1KULIT

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada didalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata kurang lebih 2 m2 dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak dan berat ini sekitar 16 % dari berat badan seseorang.4

Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.4

Anatomi Kulit

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis).4,5,6

Gambar 1. Anatomi kulit

(Sumber: http://www.medsci.indiana.edu )

1. Epidermis (Kulit ari)

Epidermis merupakan bagian kulit yang paling luar serta mempunyai ketebalan yang berbeda pada berbagai bagian tubuh. Paling tebal berukuran 1 mm misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel penyusun epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu: 4,6a. Stratum Corneum (Lapisan tanduk)

Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling atas. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal. 4,6

Lapisan ini terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. 4,6b. Stratum Lucidum (Lapisan bening) disebut juga lapisan barrier

Terletak tepat di bawah stratum corneum, dan terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari stratum lucidum. 4,6c. Stratum Granulosum (Lapisan berbutir)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki. 4,6d. Stratum Spinosum (Lapisan bertaju) disebut juga lapisan malphigi

e. Stratum Germinativum atau Stratum Basale (Lapisan benih)

Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. 4,6

Gambar 2. Anatomi kulit

(Sumber: http://www.medsci.indiana.edu)

2. Dermis

Lapisan dermis sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % lapisan dermis membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata dermis diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki.4,5,6

Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam dermis, memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar asam merupakan penghalang alami yang efektif dalam menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik lainnya di permukaan kulit. 4

Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Di dalam lapisan dermis terdapat dua macam kelenjar, yaitu:4a. Kelenjar keringatKelenjar keringat bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Kelenjar keringat berfungsi mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa metabolisme dari tubuh. 4b. Kelenjar sebasea

Terletak pada bagian atas dermis berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel).43 Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, serta saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf tersebut menuju ke lapisan dermis. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.4,6Fisiologi Kulit

Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :

1. Pelindung atau proteksi

Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari. 42. Penerima rangsang

Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi. 43. Pengatur panas atau thermoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 Farenheit atau sekitar 36,50C. 4

4. Pengeluaran (ekskresi)

Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari. 45. Penyimpanan.

Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak. 46. Penyerapan terbatas

Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya. 47. Penunjang penampilan

Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut. 4II. 2LUKADefinisi Luka

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis dari jaringan normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ada beberapa cara menentukan klasifikasi luka secara susunan anatomis. System klasifikasi luka memberikan gambaran tentang status intregitas kulit, penyebab luka, keparahan atau luasnya cedera atau kerusakan jaringan kebersihan luka, atau gambaran kerusakan. Ada beberapa sudut pandang luka misal luka penetrasi akibat pisau disebut luka terbuka, dan luka memar ( coontusio) disebut luka tertutup. Adanya berbagai klasifikasi luka memudahkan perawat memahami resiko yang berhubungan dengan luka dan implikasi keperawatannya. Sangat logis apabila luka terbuka menimbulkan risiko infeksi yang lebih besar dari pada luka tertutup sehingga luka abrasi hanya membutuhkan sedikit balutan dibandingkan dengan luka penetrasi yang dalam.7

Mekanisme luka

Gaya mekanik yang menyebabkan luka dapat berasal dari alat atau objek yang bergerak, atau gerakan tubuh itu sendiri. Contohnya antara lain, gaya lawan yang dihasilkan oleh inersia tubuh, kekakuan yang dari beberapa objek yang diam terhadap tubuh yang dalam keadaan jatuh. Pada beberapa kasus, kombinasi dari peristiwa ini terjadi. Sebagai akibat dampak antara gaya dorong dan gaya lawan, energi ditransfer ke jaringan tubuh dan terjadi perubahan disaat istirahat atau bergerak. Tubuh manusia bukanlah massa yang seragam tetapi terdiri dari banyak jaringan kompleks yang sangat bervariasi dalam sifat fisiknya (negara bagian soliditas, fluiditas, densitas dan elastisitas), perubahan dalam keadaan istirahat atau gerak tubuh, disebabkan oleh dampak yang kuat, tidak mempengaruhi keseragaman jaringan. Sejumlah energi yang ditransfer dapat dikeluarkan dan menyebabkan tubuh bergerak secara keseluruhan, tapi banyak energi dapat menyebabkan gerakan non-seragam dari bagian lokal dari jaringan tubuh. Sebagai akibat dari gerakan non-seragam itu, jaringan yang terkena akan dikompresi atau ditraksi atau kombinasi dari keduanya. Semua jaringan tubuh, kecuali yang mengandung gas, tahan terhadap kompresi, misalnya telah diperkirakan bahwa kekuatan tekanan 10.000 ton diperlukan untuk mengurangi otak manusia setengah dari volume normal. Penerapan gaya mekanik pada tubuh tidak mengarah pada kompresi dari jaringan tetapi pada perpindahan dan deformasi bentuk, dan traksi dibentuk dalam jaringan yang terkena. Tegangan tersebut mungkin karena kekuatan yang menyebabkan pemanjangan jaringan, tetapi hal itu mungkin karena mekanisme yang lebih kompleks seperti membungkuk, torsi atau bergeser. Karena banyak variasi dalam perlawanan dari jaringan yang berbeda pada gaya traksi, jaringan-jaringan tersebut pecah dengan berbagai kemudahan sebagai ketahanan yang lebih. Jaringan tubuh yang kaku, misalnya tulang, menolak usaha deformasi dengan reaksi tegangan, tetapi fraktur terjadi jika batas elastisitasnya terlampaui oleh kekuatan-kekuatan traksi. Jaringan lunak tubuh seperti plastik dan siap berubah bentuk ketika mengalami deformasi. Perubahan bemtuk yang terjadi dibatasi oleh kohesi antara sel-sel jaringan, dengan jaringan ikat dan pembuluh darah sebagai kerangka berbagai organ, dan dengan pemabatas kapsul membran. Ketika struktur ini membentang di luar batas daya tarik mereka, jaringan tersebut akan pecah dan terluka.8Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang terkenal dimana kekuatan = masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan. Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan tidak menimbulkan memar. Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya. Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya sedikit perlukaan pada otot namun dapat menyebabkan ruptur paru atau intestinal, sementara pada torsi mungkin tidaka memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan fraktur spiral pada femur. 10Klasifikasi Luka

Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:

1. Mekanik:

Kekerasan oleh benda tumpulKekerasan oleh benda tajamTembakan senjata api

2. Fisika:

Suhu

Listrik dan petir

Perubahan tekanan udara

Akustik

Radiasi

3. Kimia:

Asam atau basa kuat9Luka akibat kekerasan benda tumpul

ABRASI

Abrasi adalah luka yang paling superfisial. Definisinya ialah luka yang penetrasinya tidak mencapai ketebalan penuh dari epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak menyebabkan perdarahan, karena pembuluh darah berada di dermis. Namun, karena terjadi pengerutan alami pada papilla dermis, banyak abrasi memasuki korium dan perdarahan terjadi. Definisi lainnya menjelaskan abrasi sebagai luka superficial pada kulit, yaitu penetrasi dari bagian teratas dermis lebih jarang daripada epidermis, sehingga perdarahan dapat terjadi. 10

KONTUSIO ATAU MEMAR

Meskipun sering bersamaan dengan abrasi dan laserasi, memar murni terjadi karena kebocoran pada pembuluh darah dengan epidermis yang utuh oleh karena proses mekanis. Ekstravasasi darah dengan diameter lebih dari beberapa millimeter disebut memar atau kontusio, ukuran yang lebih kecil disebut ekimosis dan yang terkecil seukuran ujung peniti disebut petekie. Baik ekimosis dan petekie biasanya terjadi bukan karena sebab trauma mekanis. 10Kontusio disebabkan oleh kerusakan vena, venule, arteri kecil. Perdarahan kapiler hanya dapat dilihat melalui mikroskop, bahkan petekie berasal dari pembuluh darah yang lebih besar dari kapiler. Kata memar mengacu pada lesi yang dapat dilihat pada kulit atau yang terjadi pada subkutanea, sementara kontusio dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja seperti limpa, mesenterium atau otot. Penggunaan kata memar lebih banyak digunakan dokter saat memberikan laporan atau keterangan pada kalangan non-medik. 10Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya Memar:

1.Kebocoran pembuluh darah. Harus ada ruangan yang cukup untuk darah yang keluar berakumulasi. Ini menjelaskan kenapa memar lebih mudah terjadi pada skrotum daripada tumit dimana jaringan jaringan fibrosanya padat. Karena banyaknya jaringan subkutanea pada orang yang gemuk, mereka lenih mudah terjadi memar daripada orang yang kurus jika faktor lain seperti fragilitas pembuluh dan umur sama.

2.Jumlah darah yang keluar

3.Ruangan yang cukup

4.Kedalaman memar yang terjadi

5.Fragilitas pembuluh darah

6.Pada orang yang berbaring lama

Pergerakan dari Memar

Pada daerah superfisial memar muncul dengan cepat, sementara pada area yang dalam membutuhkan waktu untuk muncul ke permukaan. Memar dapat bergerak mengikuti gaya gravitasi. Contohnya, perdarahn subkutanea dapat turun melewati alis mata dan muncul di orbita mata yang memberikan gambaran mata hitam yang dapat disalahartikan sebagai trauma langsung. Begitu juga memar pada lengan atas atau betis, dapat turun sampai pada siku atau tumit. 10Perubahan Memar oleh Waktu

Dengan berlalunya waktu, hematom yang terbentuk pecah oleh pengaruh enzim jaringan dan infiltrasi seluler. Sel darah merah menutupi ruptur dan mengandung Hb membuat degradasi secara kimiawi yang memyebabkan perubahan warna. Hemoglobin pecah menjadi hemosiderin, biliverdin dan bilirubin yang menyebabkan perubahan wanra memar dari ungu atau coklat kebiruan menjadi coklat kehijauan, kemudian hijau kekuningan sebelum akhirnya samar. Memar kecil pada dewasa muda yang sehat akan menghilang dalam waktu 1 minggu. 10Namun pada memar akibat gigitan asmara (cupang) akan menghilang dala waktu beberapa hari, ini dikemukakan oleh Roberts yang mengadakan penelitian.

Beberapa faktor yang berpengaruh antara lain:

1) Besarnya ekstravasasi

2) Umur korban

3) Idosinkrasi seseorangBeberapa observasi yang ditemukan:

Jika ditemukan memar yang nampak baru tanpa disertai perubahan warna, diperkirakan terjadi 2 hari sebelum kematian. Jika memar terdapat perubahan warna kehijauan, diperkirakan terjadi tidak lebih dari 18 jam sebelum kematian. Jika ada beberapa memar dengan beberapa warna yang berbeda, berarti tidak terjadi pada saat yang sama. Penting pada kasus penyiksaan anak. 10Memar pada Tanda Khusus

Kumpulan memar bentuk koin kecil merupakan karakterisitik tekanan jari baik pada pemegangan atau tusukan. Sering nampak pada kasus penyiksaan anak, dimana orang yang dewasa memegang dengan pegangan yang nyaman. Biasa disebut memar sixpenny. Ketika permukaan kulit dilanggar oleh roda atau obyek berpola seperti rotan, memar yang nampak mengikuti pola obyek tersebut. 10 Luka Gores/LaserasiBerbeda dengan luka iris dimana pada luka gores jaringan yang rusak merobek bukan mengiris.

Laserasi dapat dibedakan dari luka iris :

1. Garis tepi memar dan kerusakan memiliki area yang sangat kecil sehingga untuk pemeriksaanya kadang dibutuhkan bantuan kaca penbesar.

2. Keberadaan rangkaian jaringan yang terkena terdapat pada daerah bagian dalam luka, termasuk pembuluh darah dan saraf .

3. Tidak adanya luka lurus yang tajam pada tulang dibawahnya,terutama jika yang terluka daerah tulang tengkorak.

4. Jika area tertutup oleh rambut seperti kulit kepala, maka rambut tersebut akan terdapat pada luka. 9,10Luka Akibat Kekerasan Benda Tajam

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keepig kaca, gelas, loga, sembilu, bahkan tepi kertas atau rumput.9Ciri-ciri umum dari luka akibat benda tajam adalah :

- Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata, sudutnya runcing dan dasar luka berbentuk garis atau titik.

- Bila ditautkan akan menjadi rapat ( karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk lurus atau sedikit lengkung.

- Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.

- Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar11

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan luka bacok.9

Luka iris terjadi karena mata tajam dari senjata tersebut ditekankan lebih dahulu ke suatu bagian tubuh, kemudian digeser kearah yang sesuai dengan arah senjata, maka mempunyai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam dengan panjang luka lebih besar dari dalamnya luka.11

Luka bacok disebabkan karena senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai suatu bagian dari tubuh. Tulang-tulang dibawahnya biasanya berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut menderita luka. Luka bacok mempunyai ciri umum luka akibat benda tajam, ukuran luka besar dan menganga, panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka, biasanya tulang- tulang di bawahnya ikut menderita luka.11

Luka iris atau sayat dan bacok mempunyai kedua sudut luka lancip, dalam luka tidak melebihi panjang luka, sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila bersamaan dengan gerakan memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis.9

Luka tusuk diakibatkan karena bagian ujung dari senjata tajam ditembakan pada suatu bagian dari tubuh dengan arah tegak lurus atau miring, dan kemudian ditekan kedalam tubuh sesuai arah tadi. 11

Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.9

Kulit disekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.9

Umumnya luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:9, 11PembunuhanBunuh diriKecelakaan

Lokasi lukaSembarangTerpilihTerpapar

Jumlah lukaBanyakBanyakTunggal/banyak

PakaianTerkenaTidak terkenaTerkena

Luka tangkisAdaTidak adaTidak ada

Luka percobaanTidak adaAdaTidak ada

Cedera sekunderMungkin adaTidak adaMungkin ada

,

Tabel 1. Akibat Kekerasan Benda Tajam

Ciri-ciri pembunuhan di atas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan dapat tunggal.9, 11

Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan tungkai.9. 11

Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara pisau- kain- tubuh, yaitu melihat letak/ lokasi/ kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi ( reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), Serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darahnya. 9

Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya diarahkan pada tempat yang cepat mematikan misalnya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut ( harakiri) dan lipat paha. Bunuh diri dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka pada tempat yang terjangkau oleh tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya korban menyingkap pakaian terlebih dahulu. 9

Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam, sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat berupa luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan biasanya sejajar. Yang dimaksud dengan kecelakaan pada tabel diatas adalah kekerasan tajam yang terjadi tanpa unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri, kecelakaan pada kegiatan sehari-hari, sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang terjadi bukan akibat benda tajam penyebab, misalnya luka yang terjadi akibat terjatuh.9Luka akibat Suhu/TemperaturSuhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer. Temperatur kulit yang tinggi dan rendahnya pelepasan panas dapat menimbulkan kolaps pada seseorang karena ketidakseimbangan antara darah sirkulasi dengan lumen pembuluh darah. Hal ini sering terjadi pada pemaparan terhadap panas, kerja jasmani berlebihan dan pakaian yang terlalu tebal. Dapat pula terjadi heat exhaustion sekunder akibat kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (dehidrasi). Heat stroke adalah kegagalan kerja pusat pengatur suhu akibat terlalu tingginya temperatur pusat tubuh. Suhu letal eksogen adalah 43C. Pelepasan panas tubuh secara konduksi dan radiasi sudah mulai berlangsung saat suhu eksogen mencapai 30C, sedangkan di atas 35C panas tubuh harus dilepas melalui penguapan keringat. Sun stroke dapat terjadi akibat panas sinar matahari yang mengakibatkan hipertermia sedangkan Heat Cramps terjadi akibat terjadi menghilangnya NaCl darah dengan cepat akibat suhu tinggi. 9

Luka Bakar

Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi. Kerusakan kulit yang terjadi bergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai 66C, sedangkan pada ledakan bensin dalam waktu singkat mencapai suhu 47C. Luka bakar sudah dapat terjadi pada suhu 43-44C bila kontak cukup lama. 9Pelebaran kapiler bawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53-57C selama kontak 30-120 detik.

Luka bakar yang terjadi dapat dikategorikan ke dalam 4 derajat luka bakar:

1. Eritema

2. Vesikel dan Bula

3. Nekrosis Koagulatif

4. Karbonisasi

Kematian pada luka bakar dapat terjadi melalui berbagai mekanisme :

1. Syok neurogenik; commotion neuro vascularis2. Gangguan permebilitas akibat pelepasan histamin dan kehilangan NaCl kulit yang cepat (dehidrasi).Pemaparan terhadap suhu rendah misalnya di puncak gunung yang tinggi, dapat menyebabkan kematian mendadak. Mekanisme kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pusat pengatur suhu maupun akibat rendahnya disosiasi Oxy-Hb. Bayi dan orang tua secara fisiologis kurang tanggap terhadap dingin, demikian juga pada kelelahan, alcoholism, hipopituarism, myoderma dan steatorea. Pada kulit dapat terjadi luka yang terbagi menjadi beberapa derajat kelainan:1. Hiperemia

2. Edema dan Vesikel

3. Nekrosis

4. Pembekuan disertai kerusakan jaringan 9Luka Akibat Trauma Bahan Kimia

Trauma kimia sebanarnya hanya merupakan efek korosi dari asam kuat dan basa kuat. Asam kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi yang kering, keras seperti kertas perkamen, sedangkan basa kuat bersifat membentuk reaksi penyabunan intra sel sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan terus berlanjut sampai dalam. Karena biasanya bahan kimia asam atau basa terdapat dalam bentuk cair (larutan pekat), maka bentuk luka biasanya sesuai dengan mengalirnya bahan cair tersebut. 9Luka Akibat Trauma Listrik

Faktor yang berperan pada cedera listrik ialah tegangan (Volt), kuat arus (ampere), tahanan kulit (ohm) dan lama kontak. Tegangan rendah (< 65 V) biasanya tidak berbahaya bagi manusia, tetapi tegangan sedang (65-1000V) dapat mematikan. Banyaknya arus listrik yang mengalir menuju tubuh manusia menentukan juga fatalitas seseorang. Makin besar arus, makin berbahaya bagi kelangsungan hidup. Selain faktor-faktor kuat arus, tahanan dan lama kontak, hal lain yang penting diperhatikan adalah luas permukaan kontak. Suatu permukaan kontak seluas 50 cm2 dapat mematikan tanpa menimbulkan jejas listrik, karena pada kuat arus letal (100 mA), kepadatan arus pada daerah selebar telapak tangan tersebut hanya 2 mA/cm persegi, yang tidak cukup besar untuk menimbulkan jejas listrik. Kuat arus yang masih memungkinkan bagi tangan yang memegangnya untuk melepaskan diri disebut let go current yang esarnya berbeda-beda untuk setiap individu. Gambaran makroskopik jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, di sekitarnya terdapat daerah yang pucat dikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda penyebabnya. Metalisasi dapat juga ditemukan pada jejas listrik sesuai dengan mekanisme terjadinya, gambaran serupa jejas listrik secara makroskopik juga bisa timbul akibat persentuhan kulit dengan benda/logam panas (membara). Walaupun demikian keduanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopis. 9Luka akibat Trauma Ledakan

PatofisiologiCedera ledakan dibagi menjadi 4 kategori: cedera primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Seorang pasien mungkin akan terluka oleh lebih dari satu mekanisme.

Sebuah cedera ledakan primer semata-mata disebabkan oleh efek langsung dari overpressure ledakan pada jaringan. Udara mudah terkompresi, tidak seperti air. Akibatnya, cedera ledakan primer hampir selalu mempengaruhi struktur udara seperti paru-paru, telinga, dan gastrointestinal (GI) saluran. Cedera ledakan sekunder disebabkan oleh benda-benda terbang yang menghantam seseorang.

Cedera ledakan tersier adalah suatu akibat dari ledakan energi tinggi. Jenis cedera ini terjadi ketika seseorang terbang di udara dan menyerang benda-benda lainnya. Cedera ledakan kuartener mencakup semua luka lain yang disebabkan oleh ledakan, seperti luka bakar, cedera menghancurkan, dan menghirup gas beracun. Sebagai contoh, kecelakaan dua pesawat jet yang menghantam World Trade Center, kejadian itu hanya menghasilkan gelombang tekanan yang relatif rendah, tetapi api yang dihasilkan dan bangunan yang runtuh menewaskan ribuan orang.PenyebabCedera ledakan primerCedera ledakan primer (Primer Blast Injury/PBI) adalah kerusakan organ dan jaringan yang disebabkan hanya oleh gelombang ledakan yang besar.Tepi depan gelombang ledakan disebut ledakan depan. Ketika ledakan mencapai depan korban, ini menyebabkan kenaikan tekanan ambien mendadak. Sebagai contoh, ledakan C4 dapat membuat tekanan awal lebih dari 4 juta pon per inci persegi (30GPa). Karena gas peledak terus berkembang dari titik asal mereka, sebuah tekanan negatif (vakum relatif) mengikuti puncak tekanan positif. Baik tekanan positif dan kanante negatif mampu menyebabkan PBIaledakan primer yang signifikan.16Karena udara mudah dikompresi oleh tekanan sementara air tidak, organ yang mengandung gas, terutama paru-paru, usus, dan telinga bagian tengah, merupakan organ yang paling rentan terhadap cedera ledakan primer. Barotrauma paru adalah cedera yang paling sering menyebabkab cedera ledakan primer yang fatal. Ini termasuk memar paru, emboli udara sistemik, dan luka-luka radikal bebas terkait seperti trombosis, lipoxygenation, dan koagulasi intravaskuler diseminata (DIC). ARDS mungkin akibat cedera paru langsung atau syok dari cedera tubuh lainnya. Pada dada, cedera ledakan primer menghasilkan respon kardiovaskular yang unik, yang diamati di tempat lain di kedokteran, yang cukup untuk menyebabkan kematian dalam tidak adanya cedera fisik dibuktikan. Respon sistem kardiovaskular terhadap cedera ledakan paru adalah penurunan detak jantung, stroke volume, dan indeks jantung. Peningkatan refleks normal dalam resistensi vaskuler sistemik tidak terjadi, sehingga tekanan darah turun. Efek ini terjadi dalam hitungan detik. Jika keadaan ini tidak fatal, pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 15 menit untuk 3 jam. Namun, cedera ledakan primer dapat mengganggu kinerja paru dalam hitungan jam atau hari. Cedera ledakan primer mungkin dapat menyebabkan tamponade perikardial bahkan tanpa adanya trauma penetrasi (cedera ledakan sekunder) .16Gas emboli akut (Acute Gas Embolism/AGE), suatu bentuk barotrauma paru, memerlukan perhatian khusus. Emboli udara paling sering menutup aliran pembuluh darah di otak atau sumsum tulang belakang. Gejala neurologis yang terjadi harus dibedakan dari efek langsung dari trauma. Barotrauma usus lebih sering karena cedera ledakan dalam air dibanding cedera ledakan udara. Meskipun usus besar biasanya paling sering terluka, organ lain dari saluran pencernaan mungkin terluka. Telinga adalah organ yang paling rentan terhadap cedera ledakan primer. Barotrauma Akustik sering menyebabkan ruptur. Hemotympanum tanpa perforasi juga telah dilaporkan. Fraktur atau dislokasi tulang kecil dapat terjadi karena energi tinggi ledakan. Cedera ledakan primer pada otak mungkin menyebabkan terganggunya fungsi vaskular serebral termasuk mekanisme kompensasi untuk cedera otak traumatis. Jenis oksigen reaktif, termasuk oksida anion superoksida radikal dan nitrat, kemungkinan memeberi kontribusi yang besar. 16Cedera ledakan sekunder

Cedera ledakan sekunder (Secunder Blast Injury/ SBI) disebabkan oleh benda-benda terbang yang menghantam sesorang. Mekanisme ini bertanggung jawab atas sebagian besar korban dalam ledakan. Trauma toraks penetrasi , termasuk laserasi jantung dan pembuluh darah besar, merupakan penyebab umum kematian dalam cedera ledakan sekunder. Sebagai contoh, kaca depan gedung Alfred P. Murrah Federal Building di kota Oklahoma hancur menjadi ribuan potongan kaca berat yang mendorong melalui daerah yang diduduki bangunan tersebut. Selama 1998, pemboman teroris Kedutaan Besar AS di Nairobi, pecahan kaca yang terbang melukai banyak orang hingga jarak 2 km. Lapisan luar barang peledak militer (misalnya, granat tangan) secara khusus dirancang untuk menjadi fragmen dan untuk memaksimalkan kerusakan yang dibuat oleh fragmen-fragmen yang terbang (pecahan peluru). Teroris sipil pembom (misalnya, Olympic Park di Atlanta) sering sengaja menaruh sekrup atau benda logam kecil di sekitar senjata mereka untuk meningkatkan luka ledakan sekunder.16Cedera ledakan tersier

Luka ledakan tersier terjadi ketika seseorang terbang di udara dan menabrak benda-benda lainnya, umumnya disebabkan oleh ledakan energi tinggi. Kecuali ledakan energi yang sangat tinggi atau fokus dalam beberapa cara (misalnya, melalui pintu atau lubang), orang dengan luka ledakan tersier biasanya sangat dekat dengan sumber ledakan. Bersama dengan cedera ledakan sekunder, kategori ini menyumbang sebagian besar korban anak dalam pemboman Kota Oklahoma. Sebuah insiden tinggi patah tulang tengkorak (termasuk 17 anak-anak dengan cedera otak terbuka) dan cedera tulang panjang termasuk amputasi traumatik occurred.16

Cedera ledakan kuartener

Cedera ledakan yang terkait dengan cedera lain, kadang-kadang disebut cedera ledakan kuartener, termasuk luka bakar (kimia atau panas); cedera dari benda jatuh; jatuh akibat ledakan, dan pemaparan debu beracun, gas, atau radiasi. Methemoglobinemia akut telah dilaporkan terjadi setelah penyerapan transkutan nitrogliserin yang dihasilkan dari ledakan bom.II. 2. 1Akibat Trauma

Kelainan yang terjadi akibat trauma dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:

Aspek medik.

Aspek yuridis14.Aspek Medik

Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda akan tetap bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu merubahnya. Selanjutnya Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya berhasil menemukan metode yang dapat dipakai untuk mengukur dan menghitung energi.14

Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam bentuk kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan kulit. 14

Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa: 141. Kelainan fisik/organik.

Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa:

Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.

Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu. 142. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.

Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam. 143. Infeksi.

Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan irritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus, Escheria coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangren. 144. Penyakit.

Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi. 145. Kelainan psikik.

Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. 14Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma didasarkan atas: 14 Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.

Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.

Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.

Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau fungsinya dapat mempengaruhi emosi (organ genital, payudara, mata, tangan, atau wajah).

Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.

Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.

Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya. 14Aspek Yuridis

Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), recklessness (ceroboh) atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka. 14

Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap:

Kesehatan jasmani.

Kesehatan rohani.

Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.

Estetika jasmani.

Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian.

Fungsi alat indera. 14II. 2. 2Derajat Luka:

Luka ringan.

Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya (tanpa luka, luka lecet atau memar kecil di lokasi yg tdk berbahaya/yg tidakmenurunkan fungs alat tubuh tertentu).14 Luka sedang.

Luka sedang adalah luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya untuk sementara waktu. 14 Luka berat.

Luka berat adalah luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:

a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna.

Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan kornea rusak.

Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.

b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.

Dapat mendatangkan bahaya maut pengertiannya memiliki potensi untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh.

c. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.

Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat dikategorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan pekerjaan tersebut selamanya.

d. Kehilangan salah satu dari panca indera.

Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan kehilangan indera. Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas.

e. Cacat besar atau kudung (teramputasi).

f. Lumpuh.

g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya.

Gangguan daya pikir tidak harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya. 14

h. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang dimaksud dengan keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses yang sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedang kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi menunjukkan tanda-tanda hidup. Tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.14II. 2. 3Penyembuhan Luka NormalPENUTUPAN LUKA

I. Penutupan primer : luka ditutup segera setelah ada luka

II. Penutupan primer tertunda

1. Luka dibiarkan terbuka beberapa hari (sampai 3 hari) sebelum ditutup

2. Mengurangi risiko infeksi pada luyka yang terkontaminasi berat, pada luka yang tidak mampu dilakukan debridement dengan baik atau karena perdarahan yang tidak dapat dikuasai.

III. Penutupan sekunder

1. Luka menutup sendiri setelah ada epitelisasi dari samping.

2. Sesuai untuk luka yang terinfeksi atau terkontaminasi.

3. Memungkinkan drainase eksudat.

4. Memungkinkan debridement saat penggantian penutup luka

5. Proses inflamasi yang diperpanjang, meningkatkan terjadinya parut dan

kontraktur.

IV. Penutupan pada kehilangan epitel kulit misalnya pada luka bakar derajat 2 atau luka donor split thickness skin graft.V. Penutupan luka dari I sampai IV dikenali dengan keringnya bekas luka, karena telah ada epitel yang menutupi luka tersebut. Luka biasanya mengering antara 7 hari sampai beberapa minggu. Luka yang kering bukan berarti sembuh, yang dimaksud dengan sembuh itu adalah bila telah melalui proses remodeling antara 6 bulan sampai 1 tahun, bahkan bisa mencapai 2 tahun lamanya.

VI. Luka telah benar-benar sembuh apabila dijumpai hal-hal berikut:

1. Gatal sangat berkurang

2. Warna kemerahan tidak ada lagi

3. Lebih rata dan menipis

4. Bila ditekan teraba lunak

II. 2. 4 Fase Penyembuhan LukaA. Fase Inflamasi

1. Dimulai saat mulai terjadi luka, bertahan 2 hingga 3 hari.

2. Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai hemostasis (efek epinefrin dan tromboksan).

3. Trombus terbentuk dan rangkaian pembekuan darah diaktifkan sehingga terjadi deposisi fibrin.

4. Keping darah melepaskan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor B(TGF B) dari granula alfa, yang menarik sel-sel inflamasi terutama makrofag.

5. Setelah hemostasis tercapai, terjadi vasodilatasidan permeabilitas pembuluh darah meningkat (akibat histamin, platelet activating factor, bradikinin, prostaglandin I2, prostaglandin E2, dan nitrit oksida ), membantu infiltrasi sel-sel inflamasi ke daerah luka.

6. Jumlah neutrofil memuncak pada 24 jam dan membantu debridement.

7. Monosit memasuki luka, menjadi makrofag, dan jumlahnya memuncak dalam

2- 3 hari.

8. Sejumlah kecil limfosit juga memasuki luka, akan tetapi peranannya tidak

diketahui.

9. Makrofag menghasilkan PDGF dan TGF B akan menarik fibroblast dan merangsang pembentukan kolagen.

B. Fase Proliferasi

1. Di mulai pada hari ke 3, setelah fibroblast datang, dan bertahan hingga minggu ke 3.

2. Fibroblas ditarik dan diaktifkan PDGF dan TGF B memasuki luka pada hari ke 3, mencapai jumlah terbanyak pada hari ke 7.3. Terjadi sintesis kolagen (terutama tipe III), angiogenesis, dan epitelisasi.4. Jumlah kolagen total meningkat selama 3 minggu, hingga produksi dan pem,ecahan kolagen mencapai keseimbangan, yang menandai dimulainya fase remodeling.

C. Fase Remodelling

1. Peningkatan produksi maupun penyerapan kolagen berlangsung selama 6 bulan-1 tahun.

2. Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III, hingga mencapai perbandingan 4:1 (seperti pada kulit normal dan parut yang matang).3. Kekuatan luka meningkat sejalan dengan reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross link kolagen.4. Penurunan vaskularitas.5. Fibroblas dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka sel;ama fase remodeling.

II. 2. 5Penyembuhan di Jaringan TertentuKulit : 1. Selain penyembuhan jaringan penyambung dan kontraksi luka terjadi epitelisasi.

2. Selapis sel tumbuh dari tepi luka (dan struktur adnexa pada luka partial-thickness), kemudian membentuk lapisan-lapisan setelah lapisan pedan banyak prtama lengkap.

3. Luka partial-thickness mengalami reepitelisasi selama satu hingga berapa minggu., bergantung pada kedalaman luka dan banyaknya struktur adnexa yang tersedia.

4. Bila epitelisasi menjadi lebih panjang, misalnya pada penyembuhan sekunder atau pada luka partial thickness yang dalam atau pada luka, fase inflamasi bertahan lebih lama sehingga produksi kolagen dan kontraksi luka meningkat, akhirnya menjadi parut hipertrofik.

KARAKTER MEKANIK

A. Luka mempunyai kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase inflamasi dan proliferasi).B. Pada minggu ke 3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodeling

C. Luka memiliki 50% kekuatanya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam beberapa minggu saetelahnya.D. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 12 bulan.E. Kekuatan maksimal adalah 75% dari jaringan.II. 2. 6 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. UsiaAnak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluhdarah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

9. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera

b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.II. 2. 7Komplikasi Penyembuhan Luka1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Oleh karena itu, balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekananbalutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan EviscerasiDehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

II. 2. 8Perawatan Luka Anamnesis yang baik mengenai kejadian sangatlah penting untuk menentukan kemungkinan cedera penyerta dan derajat kontaminasi, misalnya punch bite, cedera akibat injeksi tekanan tinggi, crush injuries.

Pemeriksaan yang menyeluruh terhadap adanya benda asing, fungsi tendon, fungsi neurovaskuler, kontaminasi dan infeksi sangatlah penting.

Luka harus dieksplorasi dengan pemberian anestesi yang memadai untuk memungkinkan penilaian yang menyeluruh.

Jangan mengeksplorasi luka di leher di Instalasi Gawat Darurat (IGD), sesuperfisial apapun luka itu terlihat.

Catat ada tidaknya abnormalitas. Pengambilan foto dapat berguna pada kasus tertentu, misalnya penyiksaan.

Pada kasus berikut ini harus dilakukan pemeriksaan X-Ray (AP/lateral):

1. Semua kasus dengan luka yang diakibatkan oleh kaca

2. Kasus tertentu untuk menyingkirkan adanya fraktur terbuka, keterlibatan sendi dan menyingkirkan adanya benda asing.

Petanda radio opak (misalnya penjepit kertas) yang dilekatkan pada luka dapat membantu untuk identifikasi hubungan antara benda asing dengan luka.

Pemeriksaan apusan luka tidak diperlukan pada cedera yang baru terjadi kecuali berkaitan dengan adanya fraktur.

Perdarahan harus dikontrol dengan bebat tekan dan elevasi tungkai. Jangan gunakan forsep arteri atau tourniquet.

Jangan pernah mencukur alis.

Jangan berusaha melepaskan benda asing berukuran besar yang tertancap pada luka.

Jangan meresepkan antibiotika pada pasien dengan status imunitas normal dengan kontaminasi luka yang minimal.

Antibiotika tidak dapat menggantikan debridement luka yang baik.

Pergunakan kesempatan untuk mengevaluasi status tetanus pasien (riwayat imunisasi, booster terakhir)13Penatalaksanaan

Jika perdarahan hebat:

1. Amankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.

2. Pasang jalur intravena ukuran besar dan lakukan resusitasi cairan.

3. Sediakan darah yang telah diuji silang 2-4 unit.

4. Elevasi anggota gerak yang mengalami perdarahan dan berikan bebat tekan.13 Teknik

1. Pembersihan luka merupakan bagian terpenting perawatan luka. Luka sebaiknya dibersihkan dengan larutan chlorhexidine kecuali luka di daerah wajah (larutan salin normal steril).

2. Jika luka terjadi pada daerah berambut, harus dilakukan pemotongan rambut di sekitarnya dengan gunting, pencukuran dapat menjadi predisposisi infeksi pada luka melalui kerusakan epidermis.

3. Buang semua debu dan benda asing yang terlihat; luka dalam harus diirigasi dengan setidaknya 200 cc larutan steril salin normal.

4. Untuk anestesi lokal gunakan lignocaine 1%, yang digunakan untuk infiltrasi lokal dan blok saraf.

5. Lakukan eksplorasi luka bila (a) kecurigaan adanya benda asing dan (b) dari riwayat terdapat kecurigaan kerusakan yang dalam tanpa didapatkan konfirmasi klinis.13 Metode penutupan:

(Jika terdapat keraguan, penjahitan luka merupakan pilihan terbaik.)1. Steristrips

a. Cara ini relatif tidak terlalu nyeri, dan jarang menyebabkan iskemia jaringan.

b. Hemat waktu

c. Sesuai untuk anak-anak, laserasi flap pada orang berusia lanjut dan penutupan kulit setelah dilakukan jahitan pada lapisan yang lebih dalam.

d. Tidak untuk digunakan di daerah persendian.

2. Perekat jaringan

a. Sesuai untuk luka kecil dan laserasi pada anak-anak dan paling sesuai untuk laserasi dengan jarak antara kedua tepi luka < 3mm.

b. Teknik: bersihkan luka dan lakukan hemostasis dengan baik. Dekatkan kedua tepi luka dan aplikasikan perekat di sepanjang tepi luka dalam bentuk satu garis yang tak terputus. Rekatkan kedua tepi luka dan tahan selama setidaknya 30 detik sampai perekat melekat erat. Jangan meletakkan perekat ini di dalam luka, karena bahan tersebut berperan sebagai benda asing.

3. Teknik penjahitan

a. Gunakan teknik 2 lapis (kulit dan subkutan) pada luka dalam untuk menghasilkan penyembuhan luka yang lebih baik.

b. Gunakan benang yang dapat diserap, misal Dexon atau Vicryl untuk jaringan subkutan: untuk badan dan ekstremitas: 4/0; untuk wajah: 5/0.

c. Gunakan benang yang tidak dapat diserap untuk kulit, misal Prolene atau Silk: untuk scalp: silk 2/0; badan dan ekstremitas: Prolene 4/0; wajah: Prolene 6/0.

d. Secara umum, dapat digunakan benang dengan satu ukuran lebih kecil untuk anak-anak dan jahitan dapat dibuka lebih dini.13 Disposisi: Pertimbangkan rawat inap atau rujukan pada kasus berikut:

1. Jika luka meluas sampai otot, terkontaminasi hebat atau terdapat bukti adanya gangguan motoris atau sensoris, atau tidak dapat memastikan debridement luka yang adekuat, rawat inap di bagian Orthopedi.

2. Rawat inap untuk semua pasien dengan kerusakan tendon. Pasien dengan cedera di distal bahu harus dirawat inap di bagian Bedah Tangan. Kasus lainnya dirawat di bagian Orthopedi.

3. Pasien immunocompromise, misal diabetes, GGK dan pasien onkologi.

4. Luka yang besar: perlu waktu lebih dari 30-60 menit untuk menanganinya.

5. Rujuk luka khusus, seperti laserasi kelopak mata, ke bagian Bedah Plastik.13LUKA YANG TIDAK SESUAI UNTUK PENUTUPAN PRIMER

Luka akibat gigitan, kecuali di bagian wajah.

Luka yang terkontaminasi hebat.

Luka yang telah terinfeksi.

Luka yang usianya sudah >12 jam, kecuali di bagian wajah.13Perawatan luka

Luka harus dibalut dengan pembalut yang tidak melekat, misal Sofra-tulle.

Tidak diperlukan pembalutan untuk luka di daerah wajah dan scalp.

Luka harus dijaga tetap bersih dan kering selama setidaknya 48 jam setelah penutupan primer.

Pengangkatan jahitan:

1. Scalp: 7 hari

2. Wajah: 3-5 hari

3. Tungkai: 10-14 hari

4. Tubuh: 10 hari

Periksa kondisi luka yang terkontaminasi setiap hari; luka bersih dapat diperiksa setelah 3-5 hari.

Pertimbangkan pemberian profilaksis antibiotik:

1. Fraktur ujung jari

2. Luka gigitan

3. Luka pada penderita berisiko tinggi, yaitu: penyakit katup jantung dan pasca splenektomi

4. Cedera tembus yang tidak ter-debridement dengan baik

5. Luka yang berusia >6 jam

6. Luka intraoral

7. Pekerja dengan resiko tinggi, misalnya petani, nelayan.

8. Pilihan antibiotika: cloxacillin dan penisillin (organisme yang tersering menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus beta-hemolytic) adalah pilihan yang efektif dari segi biaya, atau Augmentin.13LUKA KHUSUS

Luka tusuk pada telapak kaki

Walaupun luka tidak terlihat serius, ingatlah bahwa persendian pada kaki ridak terletak dalam, sehingga mungkin terjadi penetrasi luka ke dalam sendi dengan peluang terjadinya komplikasi infeksi serius. Area dari collum metatarsal ke distal jari merupakan daerah paling berisiko terjadinya infeksi.

Komplikasi meliputi:

1. Infeksi jaringan lunak oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada sebagian besar pasien.

2. Osteomyelitis (90% osteomyelitis diakibatkan oleh Pseudomonas aeruginosa)

Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya benda asing dan penetrasi sendi.

Tata laksana luka tusuk merupakan hal yang kontroversial. Berikut ini adalah acuan tata laksana pada berbagai presentasi klinis:

1. Luka tusuk sederhana

Biasanya diakibatkan oleh benda yang bersih seperti paku payung, jarum, paku kecil yang tidak berkarat. Jika tidak satupun dari berikut ini terlihat, yaitu:

a. Indikasi adanya benda asing yang tertahan dalam jaringan

b. Tepi luka yang kotor dan non vital, dan

c. Lokasi tusukan yang meninggi atau sangat nyeri

Pembersihan luka dan pemberian salep antibiotika, diikuti dengan penutupan luka dengan plester sudah memadai

Berikan profilaksis tetanus

2. Luka tusuk dengan benda asing yang tertahan di dalam jaringan

a. Luka tusukan seringkali lebih besar dari yang disebutkan sebelumnya. Tepi luka terkontaminasi, dengan bentuk yang tak beraturan.

b. Biasanya akibat paku yang sudah lama dan benda tidak bersih yang saat menusuk patah, atau kemungkinan bagian dari kaus kaki atau sepatu yang terdesak masuk ke dalam luka.

c. Setelah diberikan anestesi, lakukan insisi paralel dengan garis kerutan kulit melalui lokasi tusukan dan buang benda asing tersebut.

d. Lakukan irigasi luka.

e. Jangan menjahit luka. Cukup berikan salep antibiotik dan dekatkan dengan plester.

f. Berikan profilaksis tetanus.

g. Gunakan tongkat penyangga selama 2-3 hari.

h. Pulangkan dengan pemberian antibiotika, misal Augmentin.

i. Beri petunjuk pada pasien untuk mengenali tanda-tanda infeksi.

j. Segera periksa ulang keadaa luka.

3. Luka tusuk dengan komplikasi

a. Curigai adanya benda asing yang tertinggal bila lokasi tusukan mengalami infeksi.

b. Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan benda asing radioopak.

c. Berikan antibiotika spektrum luas IV, misal Unasyn atau Augmentin.

d. Berikan profilaksis tetanus.

e. Rawat inap untuk tata laksana lebih lanjut, yaitu debridement dengan pembedahan.

Catatan:

Penggunaan antibiotika profilaksis pada luka tusuk yang tak terinfeksi tidak didukung oleh hasil penelitian klinis. Penggunaan antibiotika sebaiknya dipertimbangkan hanya pada pasien dan luka yang berisiko tinggi.

Debridement jaringan vital secara ektensif, pemberian irigasi dengan tekanan tinggi atau eksplorasi yang dalam tidak menunjukkan perbaikan hasil akhir.13Luka flap

Suplai darah pada luka flap seringkali terganggu, terutama pada flap distal.

Luka flap sesuai untuk penjahitan primer bila terjadi pada daerah wajah, atau pada pasien muda dimana kualitas kulitnya masih baik.

Kulit pada pasien usia lanjut tipis, sehingga flap seringkali tidak dapat hidup jika dilakukan penjahitan dengan tegangan. Pada kasus ini luka harus dibersihkan dan didekatkan dengan steristrips dan dievaluasi dini. Metode ini meliputi eksisi primer dan tandur alih, terutama bila flap berukuran besar.13Luka pada scalp

Scalp memiliki kecenderungan untuk berdarah sampai pada derajat yang sampai memerlukan resusitasi cairan. Cara terbaik untuk mencapai hemostasis pada luka scalp adalah dengan membersihkan kontaminan kasat mata dan segera bersihkan luka. Setelah itu gunakan benang silk 2/0 untuk melakukan jahitan langsung pada ke-5 lapisan scalp. Tindakan ini akan menghentikan perdarahan. Tidak diperlukan penjahitan atau diatermi pada titik perdarahan.

Seringkali laserasi scalp disertai dengan hematom luas dibawahnya. Hematom tersebut merupakan sumber potensial terjadinya infeksi, dan harus dibuang sebelum dilakukan penutupan luka.

Jangan mencukur rambut. Lebih baik pendekkan saja dengan gunting sedekat mungkin dengan scalp. Tindakan mencukur merusak epidermis dan folikel rambut, dan merupakan predisposisi terjadinya infeksi pada luka. Teknik aposisi rambut (HAT), dimana rambut pada kedua sisi laserasi didekatkan dengan satu simpul dan ditahan dengan perekat jaringan, merupakan teknik baru untuk menangani laserasi scalp.13Luka pada mata

Diperlukan pemeriksaan lengkap mata, termasuk tajam penglihatan.

Pemeriksaan X-Ray orbita diperlukan jika dicurigai adanya benda asing intraokuli, seperti bila terdapat riwayat masuknya benda asing tetapi tidak terlihat adanya benda asing di permukaan kornea atau bila terdapat distorsi bentuk iris.

Laserasi kelopak mata yang melewati tepi kelopak mata, baik yang melalui kedua permukaan kelopak mata, dan yang mungkin disertai kerusakan kelenjar atau duktus lakrimalis, harus dirujuk ke bagian Penyakit Mata atau Bedah Plastik, tergantung dengan kebiasaan setempat.13Luka pada hidung

Periksa kemungkinan adanya hematom septum nasi. Jika terdapat hematom, perlu dilakukan drainase segera.

Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya fraktur untuk menentukan kebutuhan antibiotika profilaksis.

Laserasi fell-thickness akan memerlukan penjahitan luka lapis demi lapis yang teliti. Jika hebat, sebaiknya dirujuk ke bagian Bedah Plastik.

Prinsip utamanya adalah untuk mendekatkan dengan tepat tepian kulit dan mukosa.13Luka pada bibir

Yang amat sangat penting adalah secara akurat menyatukan bagian perbatasan antara kulit dan mukosa bila garis luka melewati perbatasan kulit dan mukosa.

Luka yang dalam harus diperbaiki lapis demi lapis.13Luka pada lidah

Harus diperiksa apakah ada gigi yang tertanam.

Pertimbangkan penggunaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya benda asing.

Luka kecil tidak memerlukan penjahitan.

Jika terdapat perdarahan yang bermakna, rujuk pasien ke bagian Bedah Mulut atau Bedah Plastik.

Gunakan benang yang dapat diserap dengan waktu serap yang singkat, misalnya catgut 5/0.13Luka pada telinga

Gunakan anestesi blok melingkar.

Periksa apakah bagian tulang rawan terkena, karena jika ya perlu dilakukan penjahitan terlebih dahulu sebelum menutup kulit.

Selalu berikan bebat tekan (dengan tampon pita) setelah pembersihan dan penjahitan, untuk mencegah akumulasi hematoma subperikondrium. Jika hal ini tidak dilakukan, dapat terjadi fibrosis dan pembentukan jaringan parut pada pasien (cauliflower ear).

Selalu berikan antibiotik dan periksa ulang keadaan luka setelah 1-2 hari.13II. 3 ASPEK MEDIKOLEGALTujuan Pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam KUHP. Jelaslah ini bahwa pemeriksaan kedokteran forensik tidak ditujukan untuk pengobatan. 9Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan medik atas semua hasil pemeriksaan mediknya. Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencatatan harus lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan Visum et Repertum (VER). Catatan medik yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya sebagian barang bukti di dalam bagian pemberitaan Visum et Repertum (VER). 9Umumnya korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik/pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan membawa serta surat permintaan Visum et Repertum (VER). Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan visum et repertumnya akan datang terlambat. Keterlambatan surat permintaan visum et repertum ini dapat diperkecil dengan diadakan kerjasama yang baik antara dokter/institusi kesehatan dengan penyidik/instansi kepolisian. 9Baik terhadap Surat Permintaan Visum et Repertum yang datang bersamaan dengan korban, maupun yang datang terlambat, harus dibuatkan visum et repertum. Visum et repertum ini dibuat setelah perawatan/pengobatan selesai, kecuali pada visum et repertum sementara, dan perlu pemeriksaan ulang pada korban bila surat permintaan datang terlambat. 9Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP), sedangkan korban dengan luka sedang dapat merupakan hasil dari tindak penganiayaan (pasal 351(1) atau 353 (1)). 9Korban dengan luka berat (pasal 90 KUHP) dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan dengan akibat luka berat (pasal 351(2) atau 353 (2) atau akibat penganiayaan berat(pasal 354(1) atau 355(1)). Perlu diingat bahwa luka-luka tersebut dapat juga timbul akibat kecelakaan atau usaha bunuh diri. 9Derajat LukaBerdasarkan ketentuan dalam KUHP, penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan, sebagaimana pasal 352 KUHP. Umumnya, yang diaanggap sebagai hasil penganiayaan ringan adalah korban dengan tanpa luka atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya atau yang tidak menurunkan alat fungsi tubuh tertentu. Luka luka tersebut kita masukkan ke dalam kategori luka ringan atau luka derajat 1. 9KUHP tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan penganiayaan, tetapi jurispundensi Hoge Read tanggal 25 juni 1894 menjelaskan bahwa menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit/luka. Yang penting bagi dokter menentukan keadaan yang bagaimanakah yang dimaksud dengan sakit/luka. Oleh karena batasan luka ringan sudah disebutkan di atas, maka semua keadaan yang lebih berat dari luka ringan dimasukkan dalam batasan sakit.atau luka. Selanjutnya dokter tinggal membaginya ke dalam kategori luka sedang (luka derajat 2) dan luka berat (luka derajat 3). 9KUHP pasal 90 telah memberikan batasan tentang luka berat, yaitu jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut; yang menyebabkan seseorang terus-menerus tidak mampu untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian; yang menyebabkan salah satu panca indera; yang menimbulkan cacat berat; yang menimbulkan keadaan lumpuh; tergannggunya daya pikir selama 4 minggu atau lebih serta terjadinya gugur atau matinya kandungan seseorang perempuan. 9Dengan demikian, keadaan yang terletak diantara luka ringan dan luka berat adalah keadaan yang dimaksud dengan luka sedang . 9

Namun demikian, perlu diingat bahwa pada saat pemeriksaan pertama kali, dokter sering tidak dapat menentukan apakah sesuatu perlukaan yang sedang diperiksanya adalah luka sedang atau luka berat. Hal ini diakibatkan masih belum berhentinya, perkembangan derajat sesuatu perlukaan sebelum selesainya pengobatan atau perawatan. Kadang- kadang ketidakpastian derajat luka tersebut terjadi berkepanjangan, sehingga pada saat penyidik membutuhkan visum et repertumnya, dokter hanya bisa memberikan visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara ini tidak berisikan kesimpulan derajat luka, melainkan hanya keterangan bahwa hingga ssaat visum et repertum dibuat korban masih dalam perawatan di institusi kesehatan tersebut. 9Visum et repertum sementara juga diperlukan bila korban dipindah rawatkan ke institusi kesehatan lainnya. Visum et repertum lengkap baru dibuat kelak setelah perawatan selesai dan derajat lukanya dapat ditentukan. 9

Didalam bagian pemberitaan visum et repertum biasanya disebutkan keadaan umum korban sewaktu datang, luka-luka atau cidera atau penyakit yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, berikut uraian tentang letak, jenis, dan sifat luka serta ukurannya, pemeriksaan khusus/ penunjang, tindakan medik yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan keadaan akhir saat pengobatan atau perawatan selesai. Gejala atau keluhan yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat dimasukan kedalam bagian pemberitaan, misalnya sesak nafas, nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri sumbu, dan sebagainya. Sedangkan keluhan subyektif yang tidak dapat dibuktikan tidak dimasukan dalam visum et repertum, misalnya keluhan sakit kepala, pusing, mual, dan sebagainya. 9

Dalam bagian kesimpulan, dokter harus menuliskan luka-luka atau cidera atau penyakit yang ditemukan, jenis benda penyebabnya serta derajat perlukaan. Derajat luka dituliskan dalam kalimat yang mengarah ke rumusan delik dalam KUHP. 9

BAB IV

PENUTUP

4.1Kesimpulan

Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan fisik, dan kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang mudah pecah, akibat suhu / temperature, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.

Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka adalah usia, nutrisi, infeksi, sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi, hematoma, benda asing, iskemia, penyakit metabolik, keadaan luka dan penggunaan obat-obatan.

Dari deskripsi luka, kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90, yang pada tindak pidana dipakai untuk menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka. Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.

Dari tinjauan pustaka yang dibahas pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan kualifikasi luka korban hidup dengan lamanya perawatan luka.

4.2Saran Bagi Dokter

Mempelajari lebih lanjut tentang luka dan perawatannya

Bagi Forensik

Memberikan pelayanan yang tepat mengenai deskripsi luka

DAFTAR PUSTAKA

1. Derajat Luka pada Kasus Perlukaan dan Keracunan. posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM Fakultas Kedokteran Indonesia [cited 2010 November 16]. Available from: URL: http://www.derajatluka.blogspot.com

2. Traumatologi [cited 2010 November 16] Available from: URL: http//www.freewebs.com/traumatologize2/traumatologi.htm

3. Idries, A M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupta Aksara. Jakarta. 1997.4. Anatomi dan Fisiologi Kulit. [cited 2010 November 16]. Available from: URL: http://pharzone.com/materi%20kuliah/anfis%202/kulit.pdf5. Skin. [cited 2010 November 16]. Available from: URL: http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/medicine/dermatology/melton/skinlsn/skin.htm6. Anatomy and Organization of Human Skin. [cited 2010 November 16]. Available from: URL: http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_chapter/0632064293/DermChap3.pdf

8. Gordon I, Shapiro H.A, Berson S.D. Forensic Medicine, Third Edition. Churchill Livingstone, New York. 1988. pp: 221-250.9. Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1997.

10. Knight B. Forensic Pathology. Oxford University Press Inc. New York. 1996.

11. Santosa, Relawati R, Maryono, Pranarka K, Intarniati, Rahman A, et al. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2009.

12. Medical Research Unit Faculty of Medicine University of Indonesia . Metode Diagnosis Derajat Luka . Jakarta . 2009.

13. Brunicardi F.C, Andersen D.K, Billiar T.R, Dunn D.L, Hunter J.G, Matthew J.B, et al. Schwartzs Principle of Surgery, Ninth Edition. The Mc Graw Hills Companies, Inc. Amerika. 2010.15. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

16. Pennardt A, Layonas E.J. Blast Injuries. [cited 2010 November 27]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/822587-overview

57