Rangkuman Hukum Adat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rangkuman hukum adat semester 2

Citation preview

RANGKUMAN HUKUM ADATSEJARAH HUKUM ADAT SEBELUM KEMERDEKAAN

DISUSUN OLEH :NADIA CHOSSY ULUL AZZMYE1A114078

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANLATAR BELAKANGSistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus 1945 antara lain sistem hukum Hindia Belanda berupa sistem hukum Barat (Civil Law) dan sistem hukum asli (Hukum adat). Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di masyarakat adalah menggunakan hukum adat. Pada masa itu hukum adat diberlakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai pengaturan mengenai hukum adat yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Hukum adat sangat ditaati masyarakat pada masa itu karena mengandung Nilai-nilai baik nilai keagamaan, nilai-nilai kesusilaan, tradisi serta nilai kebudayaan yang tinggi.Salah satu tokoh yang meneliti hukum adat adalah Van Vollenhoven dimana penelitiannya mengenai hukum adat dimulai sejak tahun 1906 dan selesai pada tahun 1931. Hukum adat di Indonesia menurut Van Vollenhoven diartikan sebagai hukum nonstatutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaaan dan sebagian hukum islam. Hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat-berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai fitrahnya sendiri, hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.Hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia.

1. MASA KOMPENI (VOC) (1596 1808)Kompeni (VOC) adalah pada hakikatnya suatu perseroan dagang. Oleh karena itu, kompeni hanyalah mengutamakan kepentingannya sebagai badan perniagaan. Pada tahun 1619 VOC di bawah pimpinan Gubernur Jendral Jan Pieter Zoon Coen merebut Jakarta, sejak masa itu Belanda menanamkan kekuasaanya di Indonesia. VOC mempunyai dua sifat[footnoteRef:2], yaitu sebagai pengusaha dagang dan sebagai badan pemerintah, hal mana didasarkan pada hak otroi yang didapatnya dari Staten Generaal Belanda, dimana VOC dapat melakukan perdagangan sendiri, dapat mendirikan benteng-benteng serta boleh mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Indonesia. [2: Supomo Prof. Dr. R. Dan Djokosutono Prof.Mr.R. Sejarah Politik Hukum Adat, penerbit Jambatan, 1951, hal. 7]

Dalam proses berpolitiknya, kompeni menjalankan politik opportuniteit. Dalam zaman kompeni terdapat beberapa kitab hukum dan tulisan-tulisan tentang hukum adat yang salah satunya merupakan kitab hukum Mogharraer yang dibuat dalam tahun 1750 untuk keperluan Pengadilan Negeri di Semarang. Buku hukum ini tidak membuat hukum adat yang hidup pada rakyat, akan tetapi sebagian besar memuat hukum pidana Islam ... walaupun rupanya telah agak luntur.[footnoteRef:3] [3: Kern dalam Javaansche Rechtsbedeeling halam 411]

Dapat disimpulkan bahwa dalam masa kompeni belum mengerti seluk-beluk, corak, sifat serta isi dari hukum adat.2. MASA PEMERINTAHAN DAENDELS (1808 1811)Dalam masa pemerintahannya, daendels tidak membuat perubahan-perubahan yang penting dalam hukum anak negeri (hukum adat).[footnoteRef:4] Selama pemerintahan daendels dapat dikatakan segala hukum penduduk tetap tinggal seperti sedia kala dan umumnya dilakukan untuk bangsa bumiputera hukumnya sendiri serta acara hukum yang biasa dipakainya dengan pengertian, bahwa guna pengusutan sesuatu perkara pidana tidak lagi diperlukan adanya dakwaan orang yang menjadi korban atau keluarganya serta tentang hukumannya diperbolehkan menyimpang dari hukum adat.[footnoteRef:5] Menurut daendels, hukum adat dihinggapi beberapa kekecewaan (terutama tentang hukum pidana), merasa segan untuk mengganti hukum adat itu sekaligus dengan hukum Eropa. [4: Mackay, halaman 123] [5: Encyclopaedie van Nederland-Indie bagian II, halam 561]

Sebaliknya hukum adat itu tidak akan dipakainya:1. Apabila dipakainya hukum adat itu akan berakibat si penjahat dapat menarik diri dari hukumannya2. Apabila hukumannya yang dijatuhkan tidak sebanding dengan perbuatan kejahatan atau hukuman itu tidak cukup untuk menjamin keamanan umum3. Apabila hukum acara adat tidak mungkin dipakai untuk mendapatkan pembuktian atau untuk menjadi dasar keinsafan hakimJadi jalan pikiran Daendels banyak membuat perubahan dalam hukum adat pidana, tidak saja terbatas bagi holongan penduduk orang pribumi tetapi juga penduduk non-pribumi, seperti terhadap orang Cina dengan dikeluarkannya resolusi 13 Maart 1809 yang semata-mata mengatur untuk mengadili golongan Cina di Bogor. Sebagai ketua untuk mengadili orang Cina adalah prefect sedang hukum yang diperlukan apabila orang Cina yang menjadi terdakwa adalah menurut hukum adat dan kepatutan.Sedangkan jalan pikiran Daendels terhadap Hukum Adat perdata dapat dillihat dari pasal 2 aturan acara perkara bagi drossaart di daerah Jakarta dan sekitarnya yang mengatakan:Dalam pemeriksaan dan penyelesaian sesuatu perkara mengenai agama, adat, perkawinan bagi orang yang tidak beragama Kristen harus sedapat-dapatnya diperhatikan hukum adat mereka, agar supaya ia dapat dipakai sebagai dasar keputusan.Jadi pada zaman daendels umumlah anggapan bahwa hukum adat terdiri atas hukum islam. Namun, daendels menganggap derajat hukum eropa lebih tinggi dari hukum adat. Karena menganggap hukum adat itu tidak cukup baik untuk eropa.[footnoteRef:6] [6: Profesor Soepomo dan Propfesor Djokosoetono dalam Sejarah Politik Hukum Adat I halaman 60]

3. MASA PEMERINTAHAN RAFLES (1811 1816)Raffles memiliki pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan penduduknya berkat hasil penelitiannya sewaktu ia memangku jabatan adjunctsecretaris di pulau Pinang. Bagaimana anggapan Raffles tentang corak dan sifat hukum adat? Raffles mengira bahwa hukum adat itu tidak lain ialah hukum Islam. Hukum adat menurut Raffles tidak mempunyai serajat setinggi hukum eropa, hukum adat dianggap hanya baik untuk bangsa Indonesia, akan tetapi tidak patut jika diperlakukan atas orang eropa.[footnoteRef:7] [7: Profesor Soepomo dan Propfesor Djokosoetono dalam Sejarah Politik Hukum Adat I halaman 82]

Hukum adat disamakan saja dengan Hukum Islam yang dapat dipelajari dari kitab-kitab hukum islam. Hal ini bertentangan dengan pendapat panitia Mackenzie yang menunjukkan bahwa hukum adat yang berlaku tidak dapat dibaca dari buku-buku saja akan tetapi harus diteliti didalam kehidupan masyarakat sehari-hari.4. MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (1816 1848)Setelah Raffles, datang zaman Commisie Generaal dengan penasehat Mr. Herman Warner Muntinghe. Muntinghe ini terkenal dengan memori-memorinya sebagai berikut:a. Ditujukan untuk Commissie-Generaal dalam tahun 1817 yang menceritakan misalnya tentang seda di Jawa dan hukum tanahnya, dimana ia mengemukakan, bahwa pemberian tanah apa pun kepada orang Eropa hanya diperbolehkan jika tidak merugikan hak orang Indonesia, oleh karena orang Indonesia harus didahulukan.b. Untuk Gubernur-Jenderal Van der Capellen dalam tahun 1821, yang berisi perkebunan bebas dan pajak yang teratur, serta disusul dalam tahun 1822 dengan memori tentang politik agraria di mana ia mengutarakan, bahwa tidak dapat dibenarkan untuk memberikan tanah kepada orang Eropa.Ada beberapa peneliti hukum adat di Indonesia yang terkenal, yaitu Snouck Hurgronje, Van Vollenhoven, Ter Haar. Menurut Van Vollenhoven, hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada perundang-undangan yang dibuat pemerintah, oleh karenanya ia tidak teratur, tidak sempurna dan tidak tegas[footnoteRef:8]. Sedangkan menurut Sumpah Pemuda tahun 1928 Hukum Adat adalah salah satu dasar untuk memperkuat persatuan bangsa Indonesia. [8: Perhatikan Van Vollenhoven, Het Adatrecht van Ned. Indie, Jilid I halaman 4-7]

Pada pokoknya Commissie-Generaal tetap memperlakukan hukum adat terhadap bangsa Indonesia seperti jaman Raffles. Dengan demikian, maka hukum adat sudah tidak lagi terbatas hanya menarik perhatian kaum penjajah saja, tetapi juga sudah tertarik perhatiannya kaum cerdik pandai bangsa-bangsa asing lainnya. 5. TAHAPAN KELIMA (1848 1928)Untuk pertama kalinya hukum adat mendapat sorotan sebagai masalah hukum oleh Pemerintah Belanda di negerinya adalah pada saat pengangkatan Mr. G.C Hageman sebagai ketua Hoog Gerechtshof Hindia Belanda (Mahkamah Agung pada pemerintahan kolonial Belanda dahulu), yaitu pada tanggal 30 Juli 1830. Hageman beranggapan, bahwa ada kebutuhan adanya buku hukum sipil yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang juga akan berlaku untuk bangsa Indonesia. Jadi Hageman membayangkan adanya persatuan buku hukum yang berlaku bagi Indonesia dan bangsa Eropa.[footnoteRef:9] [9: Van Kan : Uit de Geschiedenis onzer Codificate.]

Suasana disekitar tahun 1848 adalah sangat dikuasai oleh pemujaan nilai dan kepentingan kodifikasi. Suasana inilah yang mendorong atau merupakan sebab utama adanya permulaan untuk menggantikan hukum adat. Konsepsi Van Vollenhoven yang isinya menganjurkan diadakannya pencatatan-pencatatan yang sistematis dari pengertian-pengertian hukum yang sesungguhnya dari penduduk, daerah hukum demi daerah hukum, tetapi didahului dengan penelitian dan penyelidikan yang dipimpin oleh para ahli dan tujuannya adalah untuk memajukan ketentuan hukum dan untuk membantu hakim yang harus mengadili menurut hukum adat, akhirnya pada tahun 1927 diterima.Dualisme progressip, karena mempertahankan hukum adat dilakukan bersama-sama dengan penyelidikan dan pencatatan hukum itu secara resmi, sedangkan asas ini hanyalah boleh ditinggalkan, jika yang demikian itu diperlukan oleh kebutuhan-kebutuhan yang nyata dari dunia modern.[footnoteRef:10] [10: Profesor Soepomo dalam Bab-bab tentang hukum adat halaman 11]

6. TAHAPAN KEENAM (1928 1945)Politik hukum adat semenjak tahun 1927 setelah konsepsi Van Vollenhoven diterima, menghendaki juga re-organisasi sistem pengadilan.[footnoteRef:11] Tanggal 1 Januari 1938 merupakan hari bersejarah bagi hukum adat, karena pada waktu itu dalam Raad van Justitie di kota Betawi didirikan suatu Adatkamer (Kamar Adat) yang mengadili dalam tingkat banding perkara-perkara hukum privat adat yang telah diputuskan oleh Landraden di Jawa, Palembang, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan dan Bali (S. 1937-631). [11: Ter haar: Halverwege de nieuwe adatrechtspolitiek dalam Koloniale Studen 1939 halaman 1 dan seterusnya.]

ARGUMENMenurut pendapat saya tentang hukum adat dalam sejarah hukum adat dalam masa sebelum kemerdekaan bahwa, hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia. Point-point yang lain diantarany yang pertama adalah hukum adat memang telah ada sejak sebelum kemerdekaan terjadi. Kedua, hukum pada masa kompeni atau masa VOC belum dimengerti secara penuh oleh bangsa Belanda dimana mereka belum mengerti seluk beluk, isi, tata cara yang ada di dalam hukum adat. Ketiga, pada masa pemerintahan Daendels hukum adat tidak diberlakukan. Karena menurutnya hukum adat lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan hukum eropa dan kedudukannya sebanding dengan hukum islam. Keempat, pada masa pemerintahan Raffles hukum adat hanya di berlakukan di Indonesia saja. Kelima, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda hukum adat mulai diteliti oleh beberapa peneliti dari luar negeri yang cukup terkenal dengan hasil penelitiannya. Seperti Snouck Hurgronje, Van Vollenhoven, Ter Haar. Keenam, pada tahun 1848-1928 hukum adat sangat dikuasai oleh pemujaan nilai dan kepentingan kodifikasi. Suasana inilah yang mendorong atau merupakan sebab utama adanya permulaan untuk menggantikan hukum adat. Dan terakhir yang ketujuh, pada tahun 1928-1945 dimana hukum adat pada tanggal 1 Januari 1938 Raad van Justitie di kota Betawi didirikan suatu Adatkamer (Kamar Adat) yang mengadili dalam tingkat banding perkara-perkara hukum privat adat yang telah diputuskan oleh Landraden di Jawa, Palembang, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan dan Bali.8