Upload
letuyen
View
244
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LAHAN BASAH
TAHUN 2016 JILID 3
Penyunting: Mochamad Arief Soendjoto
Maulana Khalid Riefani
Lambung Mangkurat University Press
Banjarmasin
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LAHAN BASAH TAHUN 2016 JILID 3 Potensi, Peluang, dan Tantangan Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah Secara Berkelanjutan Banjarmasin, 05 November 2016
Penyunting/Editor: Mochamad Arief Soendjoto Maulana Khalid Riefani Pendesain Sampul: Halimudair Penyelenggara: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat Jalan Hasan Basri, Kayutangi, Banjarmasin 70123 Mitra Penyelenggara: Himpunan Mahasiswa Pacasarjana Pendidikan Biologi, Universitas Lambung
Mangkurat Diterbitkan oleh: Lambung Mangkurat University Press, 2017 d/a Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan Unlam Jl. H.Hasan Basry, Kayu Tangi, Banjarmasin 70123 Gedung Rektorat Unlam Lt 2 Telp/Faks. 0511-3305195 ——————————————————————————————————————————————— Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak Buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan cara apa pun, baik secara mekanik maupun elektronik, termasuk fotocopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit ——————————————————————————————————————————————— x + 255 h, (20 x 28) cm Cetakan pertama, Mei 2017
ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016, Universitas Lambung
Mangkurat telah selesai diterbitkan. Prosiding ini bisa jadi ditunggu-tunggu oleh para pemakalah, karena sebagai bukti bahwa para pemakalah ini telah menjalankan tugas menyampaikan, mentransfer, menyebarluaskan, mengomunikasikan, atau berbagi (berandil, sharing) ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) yang dikuasainya dengan komunitas pemakalah atau orang lain yang memiliki bidang ilmu sama atau bahkan berbeda sama sekali. Pada sisi lain, prosiding ini menjadi petunjuk bahwa banyak hal terkait dengan lahan basah yang perlu menjadi perhatian semua kalangan, baik di Kalimantan Selatan maupun di luar Kalimantan Selatan. Lahan basah bukan sekedar perairan dan seterusnya seperti yang didefinisikan dalam Konvensi Ramsar. Lahan basah adalah potensi, peluang, dan tantangan untuk kesejahteraan manusia atau lebih daripada itu, lahan basah adalah kehidupan alam.
Prosiding ini memang tidak bisa diterbitkan pada tahun 2016, tahun penyelenggaraan seminar. Seperti diketahui, seminar nasional ini tepatnya diselenggarakan pada tanggal 05 November 2016. Tidak cukup waktu bagi para penyunting atau editor untuk menyelesaikan suntingannya sampai akhir tahun 2016. Selain harus menyelesaikan tugas rutinnya pada akhir tahun, para penyunting harus mengerjakan tugas lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu membenahi secara hati-hati banyak hal terkait dengan makalah yang telah disampaikan pada seminar nasional, terutama format makalah atau kebahasaan. Saya pikir hal ini wajar, apabila kemudian prosiding baru bisa diterbitkan pada tahun 2017.
Prosiding ini dibuat dalam format cetakan tiga jilid. Pembagian ini lebih ditekankan pada (1) kepraktisan agar para pembaca tidak mengalami kesulitan ketika membawa prosiding dengan ketebalan seluruhnya sekitar 1.000 halaman dan (2) ketidak-mudahan jilidannya untuk rusak, karena prosiding dibuka-tutup selama pembaca menikmati makalah (artikel prosiding). Prosiding Jilid 1 memuat fokus (1) Konservasi dan Biodiversitas, (2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, (3) Bioteknologi, (4) Hukum dan Kebijakan, serta (5) Sosial, Masyarakat, dan Ekonomi; Jilid 2 memuat fokus (6) Seni dan Budaya, (7) Kedokteran, Obat-obatan, dan Kesehatan, (8) Teknik, Industri, dan Pertambangan, (9) Sumber Daya Alam dan Energi Alternatif Terbaharukan, serta (10) Pendidikan dan Pembelajarannya, dan Jilid 3 memuat artikel-artikel fokus 1 hingga fokus 10 yang penyuntingannya tersendat atau lambat.
Selain format cetakan, prosiding juga dibuat dalam format elektronik (pdf). Format ini diunggah dalam laman www.lppm.ulm.ac.id. Dalam format ini, artikel dimunculkan secara tunggal atau terpisah dari artikel lain.
Selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat, saya menyampaikan terima kasih kepada (1) para penyaji yang telah menyajikan artikelnya pada seminar nasional dan atau menyerahkan artikel tersebut untuk disunting dan akhirnya dimuat dalam prosiding, (2) para penyunting yang bekerja keras menyelesaikan prosiding, (3) para mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat yang membantu mensukseskan penyelenggaraan seminar, serta (4) staf LPPM Universitas Lambung Mangkurat yang memfasilitasi urusan administrasi.
Semoga Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 ini bermanfaat.
Banjarmasin, Maret 2017 Ketua LPPM Universitas Lambung Mangkurat Prof. Dr. M. Arief Soendjoto, M.Sc.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
iv
DAFTAR ISI
Laporan Ketua Panitia Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Universitas Lambung Mangkurat ……………………………………………………………………………………………………
ix
Sambutan Rektor Universitas Lambung Mangkurat ……………………………………………………. x
Panitia Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 …………………………………………………... xi
Petunjuk Umum Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 ………………………………………... xii
JILID 3 (dari 3)
Struktur Populasi Tumbuhan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Sekitar Sungai Uyit Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan …………………………………………………………………………..
Noor Syahdi, Dharmono, Muchyar
870-873
Keanekaragaman Bambu di Kawasan Wisata Air Terjun Rampah Menjangan, Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan …………………………………………………………………………..
Dela Aprilia Lesman, Dharmono, Muchyar
874-879
Burung Paruh Bengkok yang Diperdagangkan di Pasar Ahad Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar Maulana Khalid Riefani, Nooraida, Luhur Pribadi Camsudin
880-883
Konservasi Jenis Ramin (Gonystylus Bancanus Miq. Kurz.) yang Sudah Langka Keberadaannya di Hutan Rawa Gambut Melalui Penyediaan Bibit Cara Stek …………………………………………..
Rusmana, Tri Wira Yuwati
884-891
Jenis dan Kerapatan Musang (Famili Viverridae) di Kawasan Air Terjun Rampah Menjangan Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan …………………………………………………
Rizky Ary Septiyan, Kaspul, Mahrudin
892-895
Perbandingan Morfologi dan Biologi Bunga pada Dua Species Teratai (Nymphaea) di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan ………………………………………………………………………………...
Bakti Nur Ismuhajaroh, Gt. Sugian Noor, M. Ermyn Erhaka
896-900
Inklusi Pengayaan Β-Caroten dan Vitamin A Asal Tepung Daun Murbai Dan Daun Pepaya terhadap Kandungan Kolesterol Telur, Skor Warna Kuning Telur, dan Produksi Itik Alabio ……….
Lilis Hartati, Danang Biyatmoko
901-907
Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Media Pertumbuhan Jamur Merang (Volvariella volvaceae) dalam Upaya Diversifikasi Pangan …………………………………………………………………………
Reny Purindraswari, Udiantoro, Lya Agustina
908-912
Penampilan Kedelai Varietas: Grobogan, Lawit dan Menyapa di Kebun Percobaan Banjarbaru ..….. Eddy William, Muhammad Saleh
913-915
Pengujian Formulasi Biofertilizer pada Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut ……………….............. Nurita, Muhammad Saleh
916-920
Efektivitas Ekstrak Galam sebagai Pestisida Nabati terhadap Hama Krop Kubis (Crocidolomia pavonana) Skala Laboratorium ……………………………………………………………………………...
Syaiful Asikin
921-926
Pemanfaatan Tanaman Air (Eceng Gondok, Kiambang, dan Kayu Apu) yang Difermentasi Aspergillus sp. dalam Ransum Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipelihara dalam Jaring Apung ……………………………………………………………
Herliwati, Riswandi Bandung
927-931
Faktor–faktor Pengembangan Organisasi untuk Implementasi Sistem Pelaporan Terintegrasi Sektoral (Studi pada Pemda di Kalimantan Selatan) …………………………………………………...
Syaiful Hifni, Akhmad Sayudi, Chairul Sa’roni
932-940
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
v
Model Penerimaan Teknologi Budidaya Padi Organik di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan Suprijanto, Hilda Susanti, Masyhudah Rosni, Luki Anjardiani
941-946
Merger Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang Dimiliki Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten di Kalimantan Selatan …………………………………………………………………………
Atma Hayat, Fifi Swandari
947-955
Evaluasi Metode Perhitungan Harga Tandan Buah Segar oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam Perspektif Fair Value (International Accounting Standard 41) ………………………
Nur Fatiah, Rawintan Endas Binti, Muhammad Hudaya
956-960
Strategi Adaptasi Masyarakat Desa Hutan dalam Menghadapi Perubahan dan Alih Guna Kawasan Hutan Rawa Gambut Menjadi Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Barito Kuala ……
Hafizianor, Arfa Agustina Rezekiah, Adi Rahmadi
961-967
Seni Sastra dan Lingkungan Hidup (Kajian Teks pada Kumpulan Puisi Penyair Kalimantan Selatan) ………………………………………………………………………………………………………
Maria Lusia Anita Sumaryati
968-973
Kesenian Musik Kuriding di Masyarakat Kalimantan Selatan (Kajian Perubahan Sosial Budaya) Muhammad Najamudin
974-982
Konsep Konservasi Kawasan Pusaka Lahan Basah untuk Melestarikan Rumah Bubungan Tinggi Telok Selong …………………………………………………………………………………………………
J.C. Heldiansyah, Naimatul Aufa, Prima Widia Wastuty
983-993
Strategi Pengembangan Ekowisata Lahan Basah Pesisir Pantai Batakan di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan ………………………………………………………………………………….............
Noor Mirad Sari, Zainal Abidin, Lusyiani, Khairun Nisa
994-997
Studi Penataan Lahan Permukiman di Tepi Sungai dengan Metode Buffer Zone untuk Kelestarian Lingkungan di Kelurahan Alalak, Kota Banjarmasin …………………………………………………….
Hudan Rahmani, Akhmad Gazali, Abdurrahman, Fathurrahman
998-1005
Rapid Assesment Limnologis sebagai Indikator Pengelolaan (Regulasi dan Pemanfaatan Perairan) di Zona Penyangga Lahan Basah Reservat Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan …………………………………………………………………………………………..
Pathul Arifin, Ardiannor, Dini Sofarini, Yunandar
1006-1010
Penerapan Ading (Automatic Feeding) Pintar dalam Budidaya Ikan Pada Kelompok Petani Ikan Sekitar Sungai Irigasi di Kelurahan Komet Raya Banjarbaru …………………………………………..
Ade Agung Harnawan, Iwan Sugriwan, Bagus Prasetyo
1011-1015
Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Kearifan Lokal di Pulau Kalimantan …………………………. Kadhung Prayoga
1016-1022
Potensi Kawasan Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Desa Torosiaje Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo ……………………………………………………………………………..
Marini Susanti Hamidun
1023-1027
Dinamika Kualitas Air dan Kecenderungan Perubahannya untuk Pengelolaan Budidaya Perikanan Karamba Berbasis Daya Dukung Perairan di Sub DAS Riam Kanan ………………………………….
Mijani Rahman
1028-1037
Model Dinamik Konsentrasi Nutrien di Perairan Estuaria ……………………………………………… Maulinna Kusumo Wardhani
1038-1044
Delineasi Otomatis Hutan Mangrove dari Citra LDCM Menggunakan Metode Hibrid Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Dan Normalized Difference Water Index (NDWI) ……………..
Syam’ani , Abdi Fithria, Leila Ariyani Sofia, Siti Saidah
1045-1054
Cara Baru Pencegahan Kebakaran Hutan Rawa Gambut melalui Pendekatan Silvikultur ……….. Acep Akbar
1055-1066
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
vi
Kajian Spasial Penggunaan Lahan dan Kualitas Air Sungai: Studi Kasus Sub-DAS Kampwolker Papua …………………………………………………………………………………………………………
Mujiati, Muh.Saleh Pallu, Farouk Maricar, Mary Selintung
1067-1072
Kemampuan Pemulihan Areal Bekas Terbakar Pada Hutan Rawa Gambut Di Kalimantan Tengah Muhammad Abdul Qirom
1073-1078
Film Animasi Budidaya Buah Naga Kuning (Selenicerius Megalanthus) di Lahan Gambut ……….. Walidatush Sholihah, Annis Aulia Zulfa
1079-1084
Model Pengelolaan Daerah Rawan Bencana Banjir Berbasis Masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan …………………………………………………………….
Akhmad Nafarin, Sidharta Adyatma, Deasy Arisanty, Selamat Riadi
1085-1089
Pengabdian Pada Masyarakat di Pesisir Kepala Burung: Pembelajaran dari Kampung Saubeba di Tambrauw, Propinsi Papua Barat …………………………………………………………………………
Freddy Pattiselanno, Abel Wondikbo, Agustina Emaury, Alfrida Farwas, Ishak Rumayomi, Nofriyanto Towansiba
1090-1093
Kajian Tentang Kesiapan Siswa SMKN dalam Penguasaan Pemahaman Teks Bahasa Inggris Berbasis Pendidikan Karakter Lahan Basah (Wetland) sebagai Local Wisdom di Kota Banjarmasin
Vivi Aulia
1094-1101
Integrasi Pendidikan Karakter pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama …………………………………………………………………………………………
Mailita
1102-1108
Penerapan Bimbingan Kelompok untuk Mencegah Dampak Negatif Sex Bebas di SMAN 4 Padangsidimpuan Tahun Akademik 2015-2016 …………………………………………………………
Khairul Amri
1109-1111
Neraca Ketersediaan Pupuk; Perbaikan Sistim Distribusi dan Efisiensi Penggunaannya untuk Mendukung Program ―Pajale‖ (Padi, Jagung, Kedelai) di Kabupaten Banjar …………………………
Yusuf Azis, Abdullah Dja’far
1112-1117
Potensi Pemberdayaan Masyarakat Lokal pada Industri Kelapa Sawit ……………………………….. Taufik Hidayat, Mariana
1118-1124
-----
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
vii
LAPORAN KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL LAHAN BASAH TAHUN 2016
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di tempat ini untuk menghadiri atau melaksanakan Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016.
Seminar Nasional Lahan Basah 2016 ini merupakan wadah temu ilmiah yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarat (LPPM) Universitas Lambung Mangkurat, sebagai fórum interaksi, kolaborasi, dan integrasi antara pendidik, peneliti, dan praktisi. Melalui seminar nasional ini kita dapat memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia dan berbagi melalui penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis pada lahan basah. Seminar yang bertemakan ―Potensi, Peluang, dan Tantangan Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah Secara berkelanjutan‖ ini menghadirkan tiga pembicara utama, yaitu 1). Prof. Dr. Ir. Hadi S Alikodra (Guru Besar Ekologi Satwa, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB); 2). Prof. Dr. Ir. H Gusti Muhammad Hatta, MS (Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat), dan 3). Prof. Dr. agr. Mohamad Amin, S.Pd, M.Si (Guru Besar Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang).
Alhamdulillah, seminar ini disambut antusias oleh para akademisi dan praktisi dari seluruh Indonesia. Catatan kami menunjukkan bahwa jumlah makalah yang diterima dan akan dipresentasikan sebanyak 273 dengan topik kajian meliputi: 1). Konservasi dan Biodiversitas; 2). Pertanian dan Ketahanan Pangan; 3). Bioteknologi; 4). Hukum, dan Kebijakan; 5). Sosial, Masyarakat, dan Ekonomi; 6). Seni dan Budaya; 7). Kedokteran, obat-obatan dan Kesehatan; 8). Teknik, industri, dan pertambangan; 9). Sumber Daya Alam dan energy Alternatif Terbaharukan; 10). Pendidikan dan Pembelajarannya. Peserta pemakalah berasal dari berbagai perguruan tinggi, lembaga pendidikan, dan instansi di seluruh Indonesia; antara lain Universitas Andalas.Universitas Lancang Kuning (Pekanbaru), Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Universitas Esa Unggul Jakarta, Universitas Terbuka (UPBJJ-UT SERANG), Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Malang, Universitas Airlangga PDD (Banyuwangi), Institut Teknik Surabaya, Universitas Mulawarman,Universitas Palangka Raya, IAIN Antasari Banjarmasin,Universitas Islam Kalimantan MAB, Politeknik Negeri Tanah Laut, Universitas Achmad Yani Banjarmasin,zdc STKIP PGRI Banjarmasin, Universitas Kristen Palangka Raya, ATPN Banjarbaru, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Sam Ratulangi, Politeknik Negeri Manado, Universitas Papua (Manokwari), Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Banjarbaru), Universitas Negeri Gorontalo, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam,Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa,PT Riset Perkebunan Nusantara, Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja,Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon,SMPN 1 Paramasan,MTsN Amuntai Utara,dan SMA Muhammadiyah Kuala Kapuas. Universitas Brawijaya, dan tentu saja Universitas Lambung Mangkurat sebagai tuan rumah.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Ketua dan staf LPPM Universitas Lambung Mangkurat, dosen dan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat, serta seluruh pengurus Himpunan Mahasiswa Magister Pendidikan Biologi (HIMPABIO) Universitas Lambung Mangkurat yang memberikan dukungan dan kontribusi guna terselenggaranya seminar ini. Kami mohon maaf apabila dalam penyelenggaraan seminar ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Salam sejahtera, Wassalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh.
Banjarmasin 05 November 2016 Ketua Panitia Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Universitas Lambung mangkurat, Dr. Dharmono, M.Si.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
viii
SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Yang saya hormati Prof. Dr. H. Hadi S. Alikodra, M.S. (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor), Prof. Dr. Muhammad Amin (Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang), Prof. Dr. H. Gusti Muhammad Hatta (Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat), Ibu/Bapak/Saudara pemakalah dan peserta seminar nasional yang berbahagia/
Pertama, selaku Rektor Universitas Lambung Mangkurat saya mengucapkan Selamat Datang para pemakalah dan peserta Seminar Nasional Lahan Basah ini di Banjarmasin, bumi Lambung Mangkurat. Penghargaan bagi saya bahwa seminar nasional ini dihadiri oleh pemakalah atau peserta dari seluruh Indonesia, seperti yang telah disampaikan oleh Ketua Panitia sekitar 200-an orang hadir.
Ibu/bapak/saudara dari luar Kalimantan Selatan mungkin berpendapat bahwa Banjarmasin sama dengan kota tempat tinggal. Ibu/bapak/saudara menginjak tanah dan dapat berjalan leluasa dari satu tempat ke tempat lain. Perlu diketahui bahwa kondisi ini bukan hal yang sebenarnya. Ibu/bapak/saudara berada di tanah urugan. Banjarmasin adalah ibukota Kalimantan Selatan yang sejatinya berada di bawah permukaan air laut.
Kedua, penetapan Universitas Lambung Mangkurat sebagai universitas dengan unggulannya Lingkungan Lahan Basah tidak dilakukan hanya dalam semalam, seminggu, sebulan, atau bahkan setahun. Banyak hal yang dipertimbangkan oleh dosen-dosen kita, senat, atau pemimpin mulai dari program studi hingga ke tingkat universitas, sehingga akhirnya universitas tertua ini menetapkan lingkungan lahan basah sebagai unggulannya. Ceritanya cukup panjang.
Namun, satu hal yang pasti adalah sebagian besar Kalimantan Selatan berupa lahan basah dan dapat dikatakan, hampir semua penduduknya bergantung pada lahan basah. Tidak ada seorang pun di Kalimantan Selatan tidak mengenal baras gambut, baras unus, atau baras karang dukuh. Tidak juga seorang pun tidak mengenal haruan, papuyu, patin. Berbagai bahan pangan ini adalah hasil dari lahan basah. Satu kelompok adalah hasil budidaya dan kelompok lainnya dipanen dari alam.
Pendek kata, lahan basah dan potensinya sudah menyatu dengan urang Banua, sebutan untuk orang Banjar atau orang yang bermukim di Kalimantan Selatan. Lingkungan lahan basah harus dimanfaatkan secara lestari. Urang Banua telah mengembangkan rumah panggung, rumah tradisional yang konstruksinya mengatasi kondisi lahan basah. Urang Banjar (Haji Idak) juga mengembangkan sistem pertanian khusus dalam kerangka mengatasi lahan yang selalu tergenang air.
Pemanfaatan lahan basah memang tidak boleh sembarangan. Pada satu sisi, kondisi lingkungan lahan basah adalah peluang, tetapi pada sisi lain merupakan tantangan. Dengan kalimat lain, lingkungan lahan basah itu sendiri dan pengelolaannya memiliki resiko. Resiko yang ditimbulkan atau dampak negatif dari pengelolaan lingkungan itu tentu harus diminimalkan. Minimal ini istilah yang bernuansa pembenaran yang menegaskan bahwa pasti ada resiko yang tidak dapat dihindari, ketika kita memanfaatkan lahan basah.
Saya tidak perlu berpanjang-panjang tentang hal ini. Kita akan mendapatkan pengetahuan tentang lahan basah, lingkungan, dan pengelolaannya dalam seminar ini.
Terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Panitia Seminar yang dengan luar biasa menyiapkan kegiatan ini. Hanya Allah yang membalas kerja keras Panitia.
Akhir kata, dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, saya nyatakan Seminar Nasional Lahan Basah 2016 Universitas Lambung Mangkurat dengan tema ―Potensi, Peluang, dan Tantangan Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah Secara Berkelanjutan‖ dibuka.
Selamat berseminar, saling bertukar pikiran, berkomunikasi, dan saling berbagi ilmu terutama terkait dengan lahan basah. Banjarmasin, 05 November 2016 Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
ix
PANITIA SEMINAR NASIONAL LAHAN BASAH TAHUN 2016
(Dicuplik dari SK Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Lambung
Mangkurat Nomor 390c/UN8.2/KP/2016 Tanggal 24 Oktober 2016 tentang Panitia Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung
Mangkurat)
Pengarah : Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. Penanggungjawab : Prof. Dr. M. Arief Soendjoto, M.Sc. Ketua : Dr. Dharmono, M.Si. Sekretaris : Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc. Bendahara : Dra. Sa’adaturrahmi Dra. Hj, Sri Mariani, M.M. Dwi Mulyaningsih, S.Pd. H.M. Irfansyah Kesekretariatan : Rifani, S.A.P. Halimudair, S.Pd. Hery Fajeriadi, S.Pd. Acara : Riza Arisandi, S.Pd. Rezky Ari Setiawan, S.Pd. Noor Syahdi, S.Pd. Wahyudi Aldo Rahadian Wicaksono Makalah dan : Misbah, M.Pd. Persidangan Laila Azkia, S.Sos., M.Si. Asdini Sari, M.Pd. Al Mubarak, M.Pd. Publikasi dan : Rakhman Farisi, S.T. Dokumentasi M. Fuad Sya’ban, M.Pd. M. Wira Yudha, A.Md. Ilhamsyah Darusman Perlengkapan : M. Wahyu Firmansyah, M.A.P. M. Lutvi Ansari, S.Pd. M. Fitriansyah, S.Pd. Mahdiani Konsumsi : Yenny Miratriana Hesty, S.P. Nurul Hidayati Utami, M.Pd. Saiyidah Mahtari, M.Pd. Riya Irianti, M.Pd. Ahmad Yani Ketua LPPM M. Arief Soendjoto
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
x
PETUNJUK UMUM SEMINAR NASIONAL LAHAN BASAH TAHUN 2016
Makalah Utama 1. Makalah utama disajikan secara pleno di Ruang SIdang Utama. 2. Pemakalah Utama: Prof. Dr. H. Hadi S. Alikodra, M.S., Prof. Dr. Muhammad Amin, Prof. Dr. H. Gusti
Muhammad Hatta). 3. Moderator: Prof. Dr. Mochamad Arief Soendjoto, M.Sc. 4. Peserta penyajian makalah utama terdiri atas
a. pemakalah panel yang akan menyajikan makalah secara paralel, b. bukan pemakalah yang telah memenuhi atau melengkapi syarat administrasi, c. tamu undangan dari panitia seminar.
5. Alokasi waktu 2 jam: 0,5 jam untuk setiap pemakalah dan 0,5 jam untuk diskusi (tanya jawab).
Makalah Panel
1. Makalah panel terdiri atas 10 fokus dan disajikan secara paralel (terpisah) di ruang-ruang sidang kecil. 2. Setiap ruang sidang panel dilengkapi dengan laptop dan LCD proyektor. 3. Pemakalah panel adalah peserta seminar yang telah mengirim/menyerahkan makalah dan
kelengkapannya serta mendapat undangan resmi sebagai pemakalah panel dari panitia. 4. Penyajian makalah panel dipandu oleh moderator yang ditetapkan oleh panitia. 5. Moderator dibantu oleh seorang notulis dan seorang operator laptop. 6. Pemakalah diminta menyerahkan soft file materi presentasi kepada operator sebelum penyajian dimulai. 7. Alokasi waktu setiap pemakalah untuk menyajikan makalahnya 7 menit (termasuk diskusi). 8. Penyajian makalah dapat dilaksanakan perorangan atau panel per tiga orang (disesuaikan). 9. Pemakalah diwajibkan mengisi lembar tanya jawab yang disediakan panitia, untuk merekap pertanyaan
dan jawaban yang ada selama diskusi. 10. Pemakalah, moderator, notulis, dan operator wajib mengisi dan atau menandatangani daftar hadir
(presensi) yang disediakan di setiap ruang paralel. 11. Setelah selesai sidang, moderator, notulis, dan operator segera mengumpulkan notulen dan berkas lain
terkait dengan penyajian makalah dan menyerahkannya kepada panitia.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1028
DINAMIKA KUALITAS AIR DAN KECENDERUNGAN PERUBAHANNYA UNTUK PENGELOLAAN BUDIDAYA PERIKANAN KARAMBA BERBASIS DAYA DUKUNG
PERAIRAN DI SUB-DAS RIAM KANAN
The Dynamic of Water Quality and the Tendency of Its Changes for Managing of Carrying-capacity-based Cage Aquaculture in Riam Kanan Water Basin
Mijani Rahman * Fakultas Perikanan dan Kelautan Unlam, Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Indonesia
*Surel korespondensi: [email protected] Abstract. The rapid development of aquaculture cages of the Riam Kanan river cause problems such as increased mortality. Degradation of water quality is a major cause of high mortality of fish farming for exceeding the carrying capacity of organic waste waters due to residual feed and fish feces. The aim of research was focused on evaluating the activities of the dynamics of water quality and flow rate as a basis for formulating fisheries management model based on the carrying capacity of the cages aquaculture. Of the 10 water quality parameters were analyzed, Ammonia, DO, BOD5 and COD are water quality parameters that are in conditions that are less feasible to support fish life. The critical values for four parameters that tend to occur in August and September. This condition occurs due to a drastic decrease in flow rates in these months. Keywords: water quality, fish culture, carrying capacity
1. PENDAHULUAN Usaha budidaya ikan di karamba dan karamba
jaring apung di daerah pengaliran Sungai (DPS) Riam Kanan telah berkembang sejak tahun 1980an. Kualitas air yang baik dengan debit aliran yang mendukung semakin memacu berkembangnya usaha budidaya karamba/KJA di daerah pengaliran sungai Riam Kanan. Hampir semua penduduk desa yang berada di sepanjang daerah pengaliran air Sungai Riam Kanan, terutama yang berada di wilayah Kecamatan Aranio dan Karang Intan mengusahakan budidaya ikan dalam karamba/KJA.
Tingginya intensitas pengusahaan budidaya karamba/KJA di daerah pengaliran Sungai Riam Kanan merupakan salah satu penyebab turunnya daya dukung perairan untuk kehidupan biota akuatik (Rahman, 2012). Kondisi ini memacu munculnya masalah baru terhadap usaha tersebut dan pengguna air lainya. Mortalitas ikan budidaya yang tinggi dan kematian massal ikan budidaya dalam karamba dan KJA telah menjadi fenomena tahunan yang akan mengancam keberlangsungan usaha budidaya ikan. Penurunan debit aliran di musim kemarau merupakan pemicu utama kematian massal ikan budidaya yang selama ini diusahakan masyarakat.
Pengurangan debit aliran akan menurunkan flushing rate yang berakibat menurunnya daya
dukung perairan untuk budidaya ikan dalam karamba/KJA di DPS Riam Kanan. Penurunan daya dukung dapat berakibat pada meningkatnya mortalitas ikan hingga kematian massal ikan yang dipelihara. Kematian massal ikan budidaya dalam karamba/KJA yang mencakup wilayah yang luas dan merugikan pembudidaya ikan pernah terjadi pada tanggal 26 – 28 Oktober 2012. Kejadian yang sama berulang kembali pada tanggal 23 – 27 Oktober 2014. Fenomena demikian akan terus berulang jika tidak ada upaya pengelolaan yang menyeluruh yang melibatkan berbagai pengguna sumberdaya air. Langkah awal untuk menggali potensi permasalahan tersebut memerlukan informasi profil kualitas air.
2. METODE 2.1 Penetapan Stasiun Pengukuran
Stasiun pengamatan dan pengukuran kualitas
air untuk keperluan identifikasi dan evaluasi kondisi perairan sungai Riam Kanan ditetapkan di bagian hulu dan di lokasi penempatan aktifitas budidaya perikanan karamba/KJA yang berada di sepanjang sungai Riam Kanan. Lokasi pengamatan di bagian hulu sungai ditetapkan sebanyak 2 titik, yaitu: di perairan waduk dan outlet power house PLTA PM. Noor. Pengamatan dan pengukuran kualitas air di lokasi kegiatan usaha budidaya perikanan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1029
karamba/KJA dilakukan di sungai Riam Kanan yang melewati desa Aranio dan Awang Bangkal Barat (Kecamatan Aranio); desa Lihung, Karang Intan dan Lok Tangga (Kecamatan Karang Intan).
2.2 Pengambilan dan Pengukuran Contoh Air
Pengambilan dan pengukuran sampel air
pada setiap lokasi sampling dilakukan dengan metode composite sampling (gabungan tempat). Contoh air waduk diambil pada permukaan dan ½ kedalaman dan contoh air sungai diambil pada ¼, ½ dan ¾ lebar sungai pada ½ kedalaman sungai. Pengukuran dan pengumpulan data dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval waktu antar pengukuran selama 1 bulan.
Contoh air yang mudah berubah kadarnya (suhu, pH, DO) diukur langsung di lapangan (in situ) dan untuk parameter yang relatif stabil dan memerlukan peralatan standar dilaksanakan analisis di laboratorium. Volume sampel air yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Sampel air yang diambil untuk keperluan analisis di laboratorium dimasukkan dalam botol kaca (reagent bottle) kemudian dimasukkan dalam kontainer (cold box) dengan perlakuan pengasaman dan pendinginan selama pengangkutan ke laboratorium. Pengambilan dan pengukuran contoh air (Tabel 1) mengacu pada Standar Nasional Indonesia.
Tabel 1. Parameter dan metode analisis kualitas air
Parameter Satuan Spesifikasi Metode
Suhu ºC SNI 06-2413-1991 pH - SNI 19-1140-1989 TSS mg l-1 SNI 06-1135-1989 NH3-N mg l-1 SNI 05-2479-1991 NO3-N mg l-1 SNI 06-2480-1991 PO4-P mg l-1 SNI 06-2470-1991 BOD5 mg l-1 SNI 06-2503-1991 COD mg l-1 SNI 06-2504-1991 DO mg l-1 SNI 06-2525-1991 Hg µg l-1 SNI 6989.78:2011
2.3 Analisis Data Contoh Air
Analisis data hasil pengukuran kualitas fisika-kimia air ditujukan untuk mengetahui dinamika dan kecenderungan perubahannya antar waktu. menggunakan analisis evaluasi kecenderungan (trend evaluation), dan evaluasi tingkat kritis (critical level evaluation).
Evaluasi kecenderungan adalah evaluasi untuk melihat kecenderungan (trend) perubahan kualitas
lingkungan dalam rentang ruang dan waktu tertentu. Perubahan data kualitas fisik-kimia air dapat menggambarkan secara lebih jelas mengenai kecenderungan proses atau perubahan kualitas lingkungan perairan yang diakibatkan oleh faktor alamiah dan non alamiah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Bendungan PLTA Ir. Pangeran Muhammad
Noor atau sering pula dikenal oleh masyarakat Kalimantan Selatan sebagai Bendungan Riam Kanan dibangun di Sungai Riam Kanan yang berada di wilayah administratif Desa Aranio. Bendungan ini diresmikan penggunaanya pada tanggal 30 April 1973 oleh Presiden RI (Soeharto) yang pada saat itu masih bernama PLTA Riam Kanan. Nama PLTA Riam Kanan kemudian diganti menjadi PLTA Ir. Pangeran Muhammad Noor (Ir. PM. Noor) pada tanggal 19 Januari 1980 sebagai wujud penghormatan atas jasa putra daerah Kalimantan Selatan (Ir. Pangeran Muhammad Noor) yang telah memprakarsai pembangunan bendungan tersebut.
Pembangunan waduk Ir. PM. Noor dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama dilakukan pembangunan 2 unit turbin. Pembangunan tahap ke 2 (Juli 1980 – Mei 1981) dilakukan dengan penambahan 1 unit turbin, sehingga sekarang PLTA PM. Noor memiliki 3 unit turbin. Pada tahap awal pembangunannya, waduk difungsikan sebagai pembangkit listrik dan kemudian pemanfaatannya berkembang sebagai: a) pengendali banjir di aliran Sungai Martapura, b) sumber air irigasi pertanian, perikanan dan
sumber air baku bagi PDAM Kota Banjarbaru, Martapura dan Banjarmasin,
c) objek wisata di bagian hulu dan hilir waduk d) prasarana transportasi antar-desa sekitar
waduk. Pemanfaatan yang beragam inilah yang
mendorong perlunya upaya pengelolaan yang komprehensif dari hulu (waduk) hingga ke hilir (sungai Riam Kanan) agar multi manfaat perairan dapat berkesinambungan.
3.1 Budidaya Perikanan Karamba Sebagian besar masyarakat desa yang
bermukim sepanjang sungai Riam Kanan mengusahakan budidaya ikan di karamba/KJA, baik sebagai pekerjaan utama atau pekerjaan sampingan. Usaha budidaya perikanan di perairan sungai tersebut mulai diusahakan sejak tahun 1980
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1030
– 2001. Pada awal pengusahaannya, kegiatan budidaya ikan di sungai menggunakan karamba yang dibuat dari kayu besi, baik untuk rangka utamanya maupun untuk dinding keliling karamba. Kualitas kayu besi yang baik dan relatif mudah didapatkan di tahun 1980an, menjadikan kayu besi sebagai pilihan utama untuk bahan pembuat karamba. Karena keterbatasan dan sulitnya mendapatkan kayu besi pada masa sekarang, maka untuk peremajaan dan pembuatan fasilitas budidaya pada periode waktu berikutnya menggunakan bahan yang terbuat dari jaring untuk sisi keliling fasilitas budidaya. Sedangkan untuk rangkanya masih menggunakan kayu besi. Penamaan fasilitas budidayanya pun diubah menjadi karamba jaring apung (KJA).
Lingkungan perairan umum yang menjadi habitat ikan dapat digolongkan kedalam dua tipe, yaitu habitat lentic dan lotic (Odum, 1977; Dodds, 2002). Pada kedua tipe habitat itu dapat dikembangkan usaha budidaya ikan dengan berbagai fasilitas budidaya seperti: jaring apung, karamba dan fish pens (Masser, 1997; Swann et al., 1994). Unit budidaya tersebut dapat berbentuk persegi, persegi panjang dan selinder berbahan dasar kayu, bambu, jaring atau logam yang disusun dengan jarak tertentu dan menutupi seluruh sisi atau bagian samping dan bawah sehingga arus air dapat melewatinya (Schimittou et al., 2004).
Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pengembangan perikanan budidaya tergantung pada praktek budidaya yang dilakukan, besarnya luasan usaha yang dikembangan, tingkat teknologi, beban limbah alami maupun limbah budidaya yang dihasilkan, volume badan air, laju pergantian massa air (flushing rate), serta karakteristik lain dari badan air (Phillips, 1985; Cornel & Whoriskey, 1993). Kemampuan lingkungan perairan untuk mendukung keberlangsungan hidup sejumlah ikan secara alamiah dalam suatu habitat ditentukan oleh daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan yang bersangkutan (Turner, 1988; Kenchington & Hudson, 1984).
3.2 Kondisi Kualitas Air Sungai Riam Kanan
Hasil pengukuran kualitas air pada tujuh lokasi, 4 kali pengambilan sampel kualitas air, dan interval antar waktu sampling 1 bulan sebagai berikut.
3.2.1 Suhu air Hasil pengukuran suhu air yang dilakukan pada periode Juni – September 2016 pada 7 lokasi
pengukuran masih berada pada kondisi ideal, yaitu berkisar 28,5 – 31,9 °C. Kisaran suhu air antar lokasi sampling tidak memperlihatkan perbedaan yang besar (< 3,0°C). Kecenderungan suhu air lebih tinggi terukur pada lokasi pengukuran VII (desa Lok Tangga). Pengukuran suhu air pada bulan Agustus dan September cenderung lebih tinggi diabandingkan periode pengukuran bulan Juni dan Juli. Kisaran suhu air antar lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil pengukuran suhu air selama penelitian masih berada dalam kisaran suhu ideal untuk pertumbuhan ikan di alam yang menghendaki suhu 23 – 30°C (Balon, 2006; Peteri, 2006; Balik et al., 2006: FAO, 2009). Peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, dan CH4. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air yang selanjutnya menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen.
Gambar 1. Profil suhu air antar lokasi pengukuran
Peningkatan suhu perairan sebesar 10°C
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat. Di sisi lain, peningkatan suhu air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut dalam air sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Suhu perairan antara 27°C – 29°C bahkan sampai 30°C dan 31°C masih merupakan kisaran suhu normal untuk kehidupan kebanyakan species ikan daerah tropis (Alabaster dan Lloyd, 1982).
Perubahan suhu air mendadak (thermal sock) karena thermal pollutant atau karena bencana alam (letusan gunung berapi) dapat menyebabkan kematian massal pada ikan. Perubahan suhu perairan yang mendadak biasanya lebih berbahaya
26 28 30 32 34
I
II
III
IV
V
VI
VII
Suhu air (oC)
Lokas
i P
engukura
n
Sept
Agust
Juli
Juni
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1031
bagi ikan daripada perubahan suhu perairan secara bertahap karena ikan memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri (Laevastu dan Hayer, 1981). Untuk menunjang kelangsungan hidup ikan diperlukan perubahan suhu harian kurang dari ± 3°C (Anonymous, 2001).
3.2.2 TSS (Total Suspended Solid)
Hasil pengukuran kadar TSS pada ketujuh lokasi pengukuran selama periode penelitian berkisar 14,0 – 160,0 mg/L. Kisaran kekeruhan terendah terukur pada desa lok tangga, yaitu 14,0 – 21,0 mg/L. Profil TSS antar lokasi pengukuran dan periode pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
Nilai TSS yang tinggi menggambarkan banyaknya partikel tersuspensi di dalam air yang dapat berdampak langsung dan tidak langsung terhadap ikan peliharaan. Dampak langsung dari tingginya kadar TSS adalah menghalangi penyerapan oksigen karena tertutupnya filamen insang oleh partikel tersuspensi tersebut. Sedangkan dampak tidak langsung dapat menghalangi penglihatan ikan untuk mendapatkan makanan. Jika hasil pengukuran TSS pada ketujuh lokasi pengukuran dikaitkan dengan kepentingan perikanan, maka kadar TSS berada pada kondisi sedikit berpengaruh hingga kurang baik terhadap usaha budidaya perikanan. Lokasi yang paling tinggi kadar TSS nya adalah desa Karang Intan.
Gambar 2. Profil TSS di berbagai lokasi pengukuran
3.2.3 Derajad keasaman (pH) Hasil pengukuran pH air antar lokasi pengukuran dan periode pengamatan menunjukkan kisaran 6,74 – 8.12 dan masih berada kriteria ideal untuk kehidupan ikan yang mempersyaratkan pH pada kisaran 6,0 – 9,0 (Anonymous, 2001). Profil pH diberbagai lokasi pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Profil pH di berbagai lokasi pengukuran
Produktifitas ekosistem perairan dianggap rendah bila pH air < 5,0. Nilai pH yang rendah akan mempengaruhi resirkulasi nutrien dalam ekosistem perairan yang ditandai dengan penurunan rata-rata penguraian bahan organik dan terhambatnya fiksasi nitrogen (Dodds, 2002; Effendi; 2003). Dekomposisi bahan organik akan meningkatkan kelarutan senyawa asam yang akan menurukan pH perairan (Cole, 1988 dan Mackereth et al., 1989). Fluktuasi pH di lokasi pengukuran yang sama selama periode penelitian berada dalam kondisi ideal, yaitu berkisar 0,22 – 1,26. Namun rentang fluktuasi pH dapat menjadi lebih besar jika kelarutan bahan organik meningkat.
Derajad keasaman air yang ideal untuk budidaya ikan adalah 7,5 – 8,5, namun demikian pH antara 6,5 – 9,0 masih dapat dikategorikan baik untuk pemeliharaan ikan (Alabaster dan Lloyd, 1982 dan Anonymous, 2001) tetapi lebih kecil atau lebih besar dari nilai tersebut dapat menurunkan pertumbuhan ikan mas (Faramarzi et al., 2011). Nilai pH antara 9 dan 10 membahayakan beberapa jenis ikan dan di atas pH 10 dan di bawah 4 sudah bisa mematikan ikan (Alabaster dan Llyod, 1982; Efendi, 2003).
3.2.4 Nitrogen nitrat (NO3-N)
Pakan buatan yang diberikan kepada ikan peliharaan pada usaha budidaya ikan intensif seperti halnya budidaya ikan dalam karamba (intensive cage fish culture) merupakan sumber limbah nutrien terhadap lingkungan perairan di sekitar areal budidaya ikan. Limbah nutrien tersebut berasal dari pakan yang tidak termakan, urine dan faecal (Asir and Pulatsu, 2008; Johnsen et al., 1993 dan Rachmansyah et al., 2005). Masuknya limbah nutrien ke dalam lingkungan perairan dapat menyebabkan peningkatan kadar total-P dan Nitrogen organik yang merupakan nutrien utama penyebab eutrofikasi danau dan aliran (Chun et al., 2010). Hasil pengukuran kadar nitrogen nitrat di 7 lokasi pengukuran masih berada pada kondisi ideal
0 50 100 150 200
I
II
III
IV
V
VI
VII
TSS (mg/L)
Lokas
i P
engukura
n
Sept
Agust
Juli
Juni
.000 5.000 10.000
I
II
III
IV
V
VI
VII
pH
Lokas
i P
engukura
n
Sept
Agust
Juli
Juni
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1032
yaitu berkisar <0,10 – 0,62 mg/L dengan kisaran fluktuasi di lokasi pengukuran yang sama sebesar 0,1 – 0,5 mg/L. Kisaran kadar NO3-N belum memicu munculnya blooming alga. Untuk perairan yang berada di kawasan budidya perikanan sangat potensial mengalami peningkatan kadar NO3-N yang bersumber dari dekomposisi pakan yang tidak termakan dan kotoran ikan yang terlarut dan tersedimentasi di perairan. Kondisi ini dapat muncul jika terjadi perubahan dinamika massa air dari berarus menjadi diam. Profil nitrogen nitrat di berbagai lokasi dan periode pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Profil nitrogen nitrat di berbagai lokasi
pengukuran
Pengkayaan nutrien pada budidaya perikanan intensif berdampak potensial pada perubahan kualitas air (Philips et al., 1993; Boyd, 1999). Menurut Mc Donad et al., (1996) 30% dari jumlah pakan yang diberikan tidak termakan dan 25-30% dari pakan yang dimakan akan diekskresikan. Sebagai akibatnya terdapat sejumlah bahan organik yang cukup besar (47,5% – 51%) masuk ke badan air. Wallin dan Hakanson (1991) menyatakan bahwa Nitrogen yang masuk ke tubuh ikan antara 21-30%, terlarut dalam air 49-60%, dan ke sedimen 15-30%.
3.2.5 Total fosfat (PO4-P)
Pada danau air tawar dan sungai, phosphor biasanya ditemukan sebagai nutrien pembatas pertumbuhan (the growth-limiting nutrient), sebab ditemukan dalam jumlah relatif kecil untuk kebutuhan tumbuhan. Jika phosphor dan nitrogen terdapat dalam jumlah melimpah di dalam air maka akan terjadi peledakan jumlah alga dan tumbuhan air (eutrofikasi) yang kemudian akan mengalami kematian massal. Selanjutnya bakteri pengurai akan menguraikannya dan menggunakan oksigen yang menyebabkan konsentrasi oksigen turun drastis
yang dapat menyebabkan kematian ikan (Ryding and Rast, 1989; Murphy, 2007). Hasil pengukuran fosfat total pada ketujuh lokasi pengukuran berkisar antara 0,10 – 2,46 mg/l. Kadar fosfat total yang terukur di semua lokasi pengamatan telah berada pada kriteria perairan dengan tingkat kesuburan yang sangat tinggi karena telah melebihi 0,1 mg/l (Yoshimura di dalam Liaw, 1969). Profil kadar fosfat total pada berbagai lokasi pengukuran dan periode pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Profil total phosphate di berbagai lokasi pengukuran
Phosphor merupakan faktor pembatas
produktifitas primer di perairan tawar sebagaimana nitrogen di perairan laut. Pada perairan tawar dan payau, pelepasan phosphor dari unit budidaya dapat menyebabkan hipernutrifikasi yang dapat menimbulkan eutrofikasi. Untuk mencegah eutrofikasi, EPA merekomendasikan kadar total phosphate tidak boleh > 0,05 mg L-1 (sebagai phosphor) dalam aliran pada titik masuk ke danau atau waduk dan tidak boleh > 0,1 mg L-1 dalam aliran yang tidak langsung masuk ke danau atau waduk (Murphy, 2007).
Menurut Morse et al., (2002) sumber fosfor adalah 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia dan yang terbesar, 32% dari limbah peternakan, termasuk perikanan. Tepung ikan yang digunakan dalam pakan ikan mengandung fosfor berkadar 2,6 – 5,3% (Bai, 2001) yang dapat meningkatkan eutrofikasi pada sistem akuakultur dan area sekitarnya.
Sebagian besar fosfat terlarut akan terdeposisi dan dan terjerap di sedimen dasar perairan. Dalam suasana anaerob fosfat yang terjerap di sedimen secara perlahan-lahan (slow releasing) akan dilepaskan kembali ke perairan menambah ketersedian fosfat terlarut. Pemulihan kondisi perairan yang tercemar fosfat memerlukan waktu
.000 .2000 .4000 .6000 .8000
I
II
III
IV
V
VI
VII
NO3-N (mg/L)
Lok
asi
Pen
gu
ku
ran
Sept
Agust
Juli
Juni
.000 1.000 2.000 3.000
I
II
III
IV
V
VI
VII
Total PO4 (mg/L)
Lokas
i P
engukura
n
Sept
Agust
Juli
Juni
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1033
yang lama. Berdasarkan sumber fosfat di perairan dan dinamikanya di lingkungan akuatik, maka pengendalian terhadap kadar P total lebih memungkinkan dilakukan untuk pengelolaan usaha budidaya perikanan karamba sesuai daya dukung perairan. Untuk mencegah hipernutrifikasi karena pelepasan phosphor dari unit budidaya yang dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi, EPA merekomendasikan kadar total phosphate tidak boleh lebih dari 0,05 mg L-1 (sebagai phosphor) dalam aliran pada titik masuk ke danau atau waduk dan tidak boleh lebih dari 0,1 mg L-1 dalam aliran yang tidak langsung masuk ke danau atau waduk (Murphy, 2007).
3.2.6 Nitrogen amonia (NH3-N)
Nitrogen di dalam air terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang bersifat toksik terhadap ikan dan organisme akuatik lainya adalah ammonia (NH3-N) dan nitrit (NO2-N). Senyawa ini selain berasal dari atmosfer juga banyak berasal dari sisa makanan, organisme mati dan hasil ekskresi metabolisme hewan akuatik. Ammonia dan nitrit merupakan senyawa nitrogen yang paling toksik, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada konsentrasi tinggi (Effendi, 2003). Profil kadar NH3-N di berbagai lokasi pengukuran dan periode pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Profil nitrogen amonia di berbagai lokasi
pengukuran
Ammonia dan nitrit termasuk persenyawaan
kimia yang tidak dikehendaki kehadirannya karena bersifat racun. Ammonia dan nitrit dihasilkan dari dekomposisi persenyawaan nitrogen organik yang berasal dari jaringan hidup atau bahan yang mengandung protein pada suasana anaerobic atau defisiensi oksigen. Kadar ammonia 0,25 – 0,5 ppm dapat menyebabkan ikan stres dan lebih dari 1,0 ppm dapat mematikan ikan peliharaan (MacParland,
2008). Hasil pengukuran kadar NH3-N berkisar 0,04 – 0,27 mg/l.
3.2.7 Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Karena pengaruh langsungnya terhadap kehidupan ikan, yaitu mempengaruhi kadar oksigen yang dikandung pembuluh darah arteri. Oleh karena itu jika diketahui level kritis oksigen untuk kehidupan normal ikan yang dibudidayakan diketahui, maka dapat diduga daya dukung unit budidaya yang dikembangkan (Itazawa, 1971). Konsentrasi oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan sangat bervariasi dan tergantung pada jenis, stadia dan aktifitas organisme. Level kritis oksigen terlarut untuk jenis carp pada 20 – 23°C adalah 3 mg L-1 ekuivalen dengan tingkat kejenuhan 47 – 49%, belut (eel) sekitar 2 mg L-1 atau ekuivalen dengan tingkat kejenuhan 29% (Chiba, 1966; Itazawa, 1971). Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut selama pengamatan berkisar 3,10 – 10,10 mg/L. Profil kadar oksigen terlarut (DO) pada berbagai lokasi pengukuran dan periode pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 7. Profil oksigen terlarut di berbagai lokasi
pengukuran
Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara
harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Brown, 1987). Kadar oksigen terlarut di perairan tawar sebesar 15 mg L-1 pada suhu 0°C dan 8 mg L-1 pada suhu 25°C (McNeely et. al, 1979). Kandungan oksigen dalam air yang ideal untuk ikan pada suhu 20°C - 30°C adalah 5 – 7 mg L-1 (Itazawa, 1971) dan untuk pemeliharaan burayak ikan mas dibutuhkan kadar oksigen 6,0 – 8,0 mg L-1 (Budi, 1994; Wildan, 1994). Jika
.000 .1000 .2000 .3000
I
II
III
IV
V
VI
VII
NH3-N (mg/L)
Lokas
i P
engukura
n
Sept
Agust
Juli
Juni
.000 5.000 10.000 15.000
I
II
III
IV
V
VI
VII
DO (mg L-1)
Loka
si P
en
guku
ran
Sept
Agust
Juli
Juni
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1034
dikaitkan dengan kriteria kadar oksigen terlarut untuk kehidupan ikan, kondisi lingkungan perairan yang diamati berada pada kondisi kurang ideal hingga ideal untuk menunjang kehidupan ikan. Fluktuasi kadar oksigen yang cukup besar antar waktu pengukuran teridentifikasi di lokasi desa Lihung dan Karang Intan. Fluktuasi kadar oksigen terlarut bersifat dinamis antar waktu dan musim.
Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat terjadi karena kenaikan suhu air, respirasi dan dekomposisi bahan organik. Masuknya limbah organik yang mudah terurai ke dalam air merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut dengan tajam (Efendi, 2003; Hynes, 1960). Pengurangan kadar oksigen terlarut (hypoxia) akan memacu pelepasan nutrien anorganik seperti, meningkatnya reduksi sulfat, meningkatkan denitrifikasi serta meningkatnya pelepasan nutrien inorganik seperti nitrat, nitrit, ammonium, silikat, dan phosphat (Barg, 1992; Buschman et al, 1996; McDonald et al., 1996; Schmittou, 1991). Kondisi hypoxia dapat berlangsung dalam jangka panjang yang disebut sebagai low dissolved oxygen syndrome (lodos). Karena itu pengurangan kadar oksigen terlarut merupakan faktor pembatas utama yang menjadi perhatian serius dalam usaha budidaya ikan (McLean et al., 1993).
3.3 Dampak Limbah Budidaya terhadap Lingkungan Perairan
Limbah yang dihasilkan kegiatan budidaya
mengandung bahan organik dan nutrien yang tinggi yang berasal dari sisa pakan dan faeces yang terlarut ke dalam perairan sekitarnya (Johnsen et al., 1993; Buschamann et al., 1996; McDonald et al., 1996; Boyd et al., 1998; Boyd, 1999; Rachmansyah et al., 2005). Pemberian pakan buatan pada usaha budidaya ikan dalam karamba menyebabkan akumulasi limbah organik yang mempengaruhi tingkat kesuburan (eutrofikasi) dan kelayakan kualitas air untuk kehidupan ikan yang dibudidayakan.
Pengkayaan nutrien pada budidaya perikanan intensif berdampak potensial pada perubahan kualitas air (Philips et al., 1993; Boyd, 1999). Menurut Mc Donad et al., (1996) 30% dari jumlah pakan yang diberikan tidak termakan dan 25-30% dari pakan yang dimakan akan diekskresikan. Sebagai akibatnya terdapat sejumlah bahan organik yang cukup besar (47,5% – 51%) masuk ke badan air.
Wallin dan Hakanson (1991) menyatakan bahwa Nitrogen yang masuk ke tubuh ikan antara 21-30%, terlarut dalam air 49-60%, dan ke sedimen 15-30%. Sedangkan Posfor diserap 15 - 30%, larut dalam air 16 - 26%, dan ke sedimen 51 - 59%. Udang dalam tambak intensif memakan 85% pakan dan 15% sisanya larut dalam air. Dari 85% tersebut, hanya 17% yang dipanen, 48% untuk eksresi, molting, dan pemeliharaan; dan 20% lagi kembali kedalam air melalui faeces.
Beberapa kasus pengkayaan bahan organik dapat menyebabkan penurunan produktifitas budidaya dan meningkatkan mortalitas komoditas ikan budidaya (Johnsen et al., 1993). Kiberia et al. (1996) menegaskan terdapat hubungan linier positif antara laju kehilangan phosphor per ton ikan silver perch (Bidayus bydius) dengan feed conversion ratio (FCR). Karena itu perbaikan FCR sangat penting untuk mereduksi beban limbah P dari sistem akuakultur ke dalam perairan (Ambasankar dan Ali, 2002).
Buschmann et al., (1996) menyatakan untuk memproduksi 100 ton ikan salmon akan dihasilkan sebanyak 7.800 kg N dan 950 kg P hari-1 ke lingkungan perairan. Konsentrasi TP sebesar 0,15 kg L-1 (Kiberia et al., 1996) dan P terlarut sebesar 0,1 ppm (Alabaster, 1982) cenderung dapat menimbulkan proses eutrofikasi badan air yang menerima beban limbah budidaya perikanan.
Akumulasi sisa pakan dan kotoran ikan di lapisan bawah atau dasar perairan yang menampungnya pada kondisi anaerob akan terdekomposisi dan menghasilkan: CO2, H2S, NH3, CH4 yang bersifat toksik terhadap ikan. Dinamika massa air di perairan lotic (mengalir) akan menyebabkan terangkatnya persenyawaan hasil dekomposisi bahan organik tersebut ke permukaan perairan yang dapat mengakibatkan kematian massal pada ikan peliharaan. Kasus kematian massal ikan yang dipelihara pada karamba jaring apung di waduk Saguling sebanyak 1.042 ton pada tahun 1993, di waduk Cirata sebanyak 1.039 ton pada tahun 1994, di waduk Juanda-Jatiluhur sebanyak 1.560 ton pada tahun 1996 merupakan akibat penyuburan perairan yang bersumber dari budidaya perikanan (Krismono, 2004) dan tidak terkendalinya pertambahan jumlah unit karamba (Machbub, 2010). Fenomena ini terjadi karena pengangkatan massa air (upwelling) yang mengandung senyawa hasil dekomposisi bahan organik (Azwar et al., 2004).
Kematian massal ikan budidaya di dalam karamba/KJA yang diakibatkan oleh fenomena serupa juga terjadi berulang kali di Sungai Riam
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1035
Kanan. Pada tanggal 26 – 28 Oktober 2012, kita disontakkan oleh berita kematian massal ikan budidaya di dalam Karamba yang terjadi sepanjang Sungai Riam Kanan, khususnya di Desa-desa Sungai Arfat, Mali-Mali, Lok tangga (Kecamatan Karang Intan) dan Desa Pingaran Ulu (Kecamatan Astambul). Jumlah ikan budidaya ukuran konsumsi yang mati mencapai 2.340 ton yang berasal dari 1.900 unit KJA dan jumlah bibit baru tebar yang mati mencapai 1.515.000 ekor yang berasal dari 77 unit KJA. Kerugian pembudidaya ikan ditaksir sebesar Rp. 42.402.625,000 (Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar, 2012). Jumlah kerugian yang tercatat tadi hanya berasal dari ikan budidaya karamba, padahal akibat kematian massal ikan budidaya karamba tersebut; ikan baung, puyau, abang-abang, belut sungai dan udang sebagai penghuni perairan sungai juga ikut mati massal. Kejadian yang sama berulang kembali pada tanggal 23 – 27 Oktober 2014. Kematian massal ikan yang dibudidayakan di dalam karamba/KJA sangat merugikan pembudidaya ikan. Fenomena demikian akan terus berulang jika tidak ada upaya pengelolaan yang menyeluruh yang melibatkan berbagai pengguna sumberdaya air.
3.4 Dampak Kegiatan Lain terhadap Kelangsungan Budidaya Perikanan KJA
Kelangsungan usaha budidaya perikanan
karamba/KJA di sungai Riam Kanan dipengaruhi oleh kegiatan itu sendiri dan kegiatan lain. Kegiatan budidaya perikanan karamba/KJA akan berdampak menurunkan kualitas air yang dapat menghambat pertumbuhan hingga kematian ikan peliharaan. Sedangkan potensi dampak dari kegiatan lain berupa pengurangan debit aliran karena penyedotan air sebagai bahan baku air minum pada intake PDAM Bendungan Karang Intan.
Pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) regional yang saling terhubung antara tiga kabupaten dan dua kota untuk penanggulangan kesulitan air bersih melalui program Banjar Bakula (Kota Banjarmasin dan Banjarbaru, kabupaten Banjar, Barito Kuala dan Tanah Laut) dapat menjadi ancaman kelangsungan usaha budidaya perikanan karamba/KJA.
Kelangsungan usaha budidaya perikanan karamba/KJA di sungai Riam Kanan dipengaruhi oleh kegiatan itu sendiri dan kegiatan lain. Kegiatan budidaya perikanan karamba/KJA akan berdampak menurunkan kualitas air yang dapat menghambat pertumbuhan hingga kematian ikan peliharaan. Sedangkan potensi dampak dari kegiatan lain
berupa pengurangan debit aliran karena penyedotan air sebagai bahan baku air minum pada intake PDAM Bendungan Karang Intan.
Pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) regional yang saling terhubung antara tiga kabupaten dan dua kota untuk penanggulangan kesulitan air bersih melalui program Banjar Bakula (Kota Banjarmasin dan Banjarbaru, kabupaten Banjar, Barito Kuala dan Tanah Laut) dapat menjadi ancaman kelangsungan usaha budidaya perikanan karamba/KJA.
4. SIMPULAN Usaha budidaya ikan dalam karamba memiliki
manfaat yang bersifat mulidimensional. Disamping sebagai sumber protein hewani, produk budidaya ikan karamba/KJA memiliki manfaat ekonomi sebagai sumber penghasilan keluarga dan manfaat sosial menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu kesinambungan usaha budidaya ikan dalam karamba/KJA di perairan sungai Riam Kanan perlu diupayakan agar dapat memberikan manfaat yang optimal untuk masyarakat yang mengusahakannya.
Pemanfaatan ruang perairan sungai untuk penempatan karamba/KJA sudah sangat padat, baik untuk dimensi lebar, panjang maupun kedalaman sungai. Dua per tiga dari lebar sungai telah digunakan untuk penempatan karamba/KJA. Pemanfaatan sungai Riam Kanan sebagai lokasi pengusahaan budidaya perikanan karamba/KJA telah sangat intensif dan cenderung telah melampaui daya dukung perairan dengan indikasi berupa penurunan produksi karena tingginya mortalitas dan lambatnya pertumbuhan ikan.
4. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Rektor dan Ketua LPPM Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan dana dan kepercayaan untuk pelaksanaan penelitian ini.
5. DAFTAR PUSTAKA
Alabaster, J.S. & Lloyd, R. (1982). Water Quality Criteria for Freshwater Fish. Buttherworth, London: Food and Agriculture Organization of United Nations. p. 40 – 48.
Azwar, Z.I., Suhenda, N. & Praseno, O. (2004). Manajemen Pakan pada Usaha Budi Daya Ikan di Karamba dan Jaring Apung dalam Pengembangan Budi Daya Perikanan di Perairan Waduk; Suatu Upaya Pemecahan Masalah Budi Daya Ikan dalam Karamba Jaring Apung. Jakarta: Pusat Riset
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1036
Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. p. 37 – 44
Barg, U.C. (1992). Guidelines for the promotion of environmental management of coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328. FAO Rome. pp.122.
Beveridge, M.C.M. (1984). Cage and Pen Fish Farming. Carrying Capacity Models and Environmental Impact. FAO Fish.Tech.Pap., (255). 85 pp.
Beveridge, M.C.M. (2004). Cage Aquaculture. Third edition. Blackwell Publishing Ltd. Australia.
http://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=5PA7VWhPQf4C&oi=fnd&pg=PR5&dq=principles+of+cage+culture&ots=EVKPjHfU5T&sig=Li_5cr2RFWsC_jpSRY5mn2-NV2Y#v=onepage&q=principles%20of%20cage%20culture&f=false. Diunduh tanggal 28 September 2011 Pukul 10.30 Wita. 368 pp.
Boyd, C.E. (1990). Water quality in ponds for aquaculture. Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University. pp. 482.
Boyd, C.E., Massaut, L. & Weddig, L.J. (1998). Towards reducing environmental impacts of pond aquaculture. INFOFISH Internasional 2/98, p : 27 – 33.
Boyd, C.E. (1999). Management of shrimp pond to reduce the eutrophication potential of effluents. The Advocate:12-14.
Burhanuddin, S. & Tonnek, S. (1994). Budidaya ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) dalam karamba jaring apung volume kecil dengan padat penebaran berbeda. J. Penelitian Budidaya Pantai. 10(2): 57–70
Buschmann A.H., Lopez D.A. & Medina, A. (1996). A review of the environmental effects and alternative production strategies of marine aquaculture in chile, Aquaculture Engineering. 15 (6): 397 – 421.
Charles, A.T. (2001). Sustainable Fishery Systems. Balckwell Sciences. London. UK. p. 122 – 130.
Chiba, K. (1966). A study on the influence of oxygen concentration on the growth of juvenile common carp. Bull. Freshwater fish. Res. Lab. Tokyo. 15: 35-47
Chun, J.A., Cooke, R.A., Kang, M.S., Choi, M., Timlin, D. & Park, S.W. (2010). Runoff Losses of Suspended Sediment, Nitrogen, and Phosphorus from a Small Watershed in Korea. Technical reports : Surface Water Quality. J. Environ. Qual. doi:10.2134/jeq2009.0226. Published online 15 Mar. 2010.
Cornel, G.E. & Whoriskey. F.G. (1993). The effects of rainbow trouth (Oncorhynchus mykiss) cage culture on the water quality, zooplankton, benthos, and sediment of lac du passage, Quebec, Aquaculture, 109:101-117.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar. (2009). Laporan Tahunan Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar Tahun 2008. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan. pp. 122
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. pp. 257
Eley, R.L., Carroll, J.H. & De Woody, D. (1972). Effects of cage catfish culture on water quality and community metabolism of a lake. Proc.Okla.Acad.Sci., 52:10–5
Gurung, T. B., Wagle, S.K., Bista, J.D. & Mulmi, R.M. (2008). Reservoir and Lake Fisheries Management in Nepal, 18. A paper presented in reservoir and Lake Fisheries management project planning meeting. Thailand: NACA-ICEIDA. 13–16 January 2008.
Johnsen, R.I., Grahl-Nielson, O. & Lunestad, B.T. (1993). Environmental distribution on organic waste from marine fish farm. Aquaculture, 118 : 229 – 224.
Kenchington, R.A. & Hudson, B.E.T. (1984). Coral Reef Management Handbook. UNESCO Regional Officer for Science and Technology in South-East Asia. pp. 281
Lin, C. Kwei, Yi, Y., Phuong, N.T. & Diana, J.S. (2003) Environmental Impacts of Cage Culture for Catfish in Chau Doc, Vietnam. Aquaculture Collaborative Research Support Program. Sustainable Aquaculture for a Secure Future. http://pdacrsp.oregonstate.edu/pubs/workplns/wp_10/10ER3.html. pp. 3
Machbub, B. (2010). Model daya tampung beban pencemaran air danau dan waduk. Jurnal Sumber Daya Air. 6 (2):129-144.
McDonald, M.E., Tikkanen, C.A., Axler, R.P., Larsen, C.P. & Host, G. (1996). Fish simulation culture model (FIS-C): a Bioenergetics based model for aquaculture wasteload application. Aquaculture engineering. 15 (4): 243 – 259.
McLean, W.E., Jensen J.O.T., Alderdice D.F., 1993. Oxygen consumption rates and water flow requirements of pacific salmon (Oncorhynchus spp.) in the fish culture environment. Aquaculture. 109: 281 – 313.
Meade, J.W. (1989). Aquaculture Management. An Avi Book. Van Nostrand Reinhold. pp. 175.
Ndahawali, D.H. (2011). Dampak Budidaya Ikan terhadap Kualitas Air: Studi Kasus Budidaya Ikan Jaring Apung di Danau Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. http://garuda.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:11826/q/daya%20dukung%20budidaya%20perikanan/offset/0/limit/15. diakses pada tanggal 11 Agustus 2011 pukul 15.50 Wit.
Penczak, T. (1982). The Enrichment of a mesotrophic lake by carbon, phosphorus and nitrogen from the cage aquaculture of rainbow trout (Salmo gairdneri). J. Appl. Ecol. 19:371–93
Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan.
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai. pp.14.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1028-1037 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 1037
Phillips, M.J., Clarke, R. & Mowat, A. (1993). Phosphorous leaching from Atlantic Salmon diets. Aquacultural Engineering, 12 : 47-54
Pongpasan, D.S., Rachmansyah & Mangawe, A.G. (2001). Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk Formulasi Pakan Bandeng Yang Dipelihara dalam Karamba Jaring Apung di Laut. Maros: Balai Penelitian Perikanan Pantai. pp. 12.
Pulatsü, S. (2003). The application of a phosphorous budget model estimating the carrying capacity of Kesikköprü Dam Lake. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 27 :1127-1130
Rachmansyah, Syarifuddin, T. & Ahmad, T. (2002). Pemanfaatan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Karamba Jaring Apung di Teluk Pegametan, Gondol, Bali. Pros. Konferensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. Denpasar, 21 – 24 Mei 2002.
Rachmansyah, Makmur, Tarunamulia. (2005). Pendugaan daya dukung perairan Teluk Awarange bagi pengembangan budidaya bandeng dalam karamba jaring apung. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (1) : 81 – 93
Rahman, M. (2012). Dampak Budidaya Perikanan Karamba terhadap Daya Dukung Perairan. Banjarbaru: Fak. Perikanan dan Kelautan Unlam.
Schimittou, H.R. (1991). Guidelines for Raising Principally Omnivorous Carps, Catfishes and Tilapias in Cages Suspended in Freshwater Ponds, Lakes and Reservoirs. In: Proceedings of the People's Republic of China Aquaculture and Feed Workshop. D. Akiyama, Editor. American Soybean Association, Singapore, p. 24 - 42.
Schimittou, H.R., Cremer, M.C. & Zhang, J. (2004). Principles and Practices of High Density Fish Culture in Low Volume Cages. American Soybean Association. http://www.soyaqua.org/asaimusbtech/lvhdcagemanual/prefacetoc.pdf. Diakses pada tanggal 8 Sepetember 2011.
Silvert, W. & Sowles, J.W. (1996). Modelling enviromental impacts of finfish aquaculture in marine water. J. Appl. Ichthyology, 12 : 75-81
Sugunan, V.V. (1995). Reservoir fisheries of India. FAO Fisheries technical paper. 345, 423 pp.
Troell, M. (1996). Intensif fish cage farming-impacts, resources demands and increase sustainability through integration. Cambridge scientific abstracts. Aquaculture impacts on the environment.
www.csal.co.uk/hottopics/aquacult/biblio45.html.
-----