Upload
lydang
View
290
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016, dengan Tema “Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran dan Perencanaan
Pembangunan”, dapat diterbitkan.
Tema tersebut dipilih, karena saat ini telah semakin intensif dan meluas
penggunaan informasi geospasial berupa Teknologi Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis (SIG), baik dalam pembelajaran maupun perencanaan
pembangunan yang pada intinya membutuhkan kecerdasan spasial. Oleh karena
itu, perlu dibangun kecerdasan spasial, salah satunya melalui kegiatan seminar.
Seminar Nasional Geografi 2016 dilaksanakan agar berbagai kalangan baik
peneliti, praktisi, dosen, guru, dan mahasiswa dapat bertukar pengalaman dan
wawasan dalam membangun kecerdasan spasial.
Kumpulan makalah dalam bentuk prosiding ini merupakan wujud
ketertarikan dari akademisi, praktisi dan mahasiswa untuk berkomunikasi dan
bertukar gagasan. Mudah-mudahan prosiding ini dapat disebarluaskan dan
dimanfaatkan, demi tercapainya peningkatan kecerdasan spasial di berbagai
kalangan. Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Hartono, DEA, DESS
sebagai pemakalah kunci, Dr.rer.nat. Nandi, S.Pd, MT, M.Sc dan Prof. Dr. Syafri
Anwar, M.Pd sebagai pemakalah utama, selanjutnya para tamu undangan, dan
para peserta Seminar Nasional Geografi 2016. Ucapan terima kasih juga ditujukan
kepada Rektor Universitas Negeri Padang, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
seluruh panitia yang terdiri dari Dosen, Staf Administrasi dan Mahasiswa Jurusan
Geografi, serta pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang telah
membantu terselenggaranya seminar dan terwujudnya prosiding ini.
Semoga Allah SWT meridhai semua langkah dan perjuangan kita, serta
berkenan mencatatnya sebagai amal ibadah. Aamiin.
Padang, 19 November 2016
Ketua Pelaksana
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran
dan Perencanaan Pembangunan
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI 2016
JILID 1. GEOGRAFI
Padang, 19 November 2016
Jurusan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI 2016
KECERDASAN SPASIAL DALAM PEMBELAJARAN DAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Editor:
Dra. Yurni Suasti, M.Si
Ahyuni, ST, M.Si
Penerbit:
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
Jl. Prof. Dr. Hamka, Kampus UNP Air Tawar, Padang 25171
Telp./ Fax. (0751) 7055671
Email: [email protected] Web: http://fis.unp.ac.id
Buku ini diterbitkan sebagai Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 yang
diselenggarakan di Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang, pada tanggal 19 November
2016
ISBN : 978-602-17178-2-0
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
DAFTAR ISI
JILID 1. GEOGRAFI Penulis Judul Hal
Hartono Pemanfaatan Kartografi Penginderaan Jauh dan
SIG dalam Peningkatan Kecerdasan Spasial untuk
Pembangunan
1
Nandi Kecerdasan Spasial dan Pembelajaran Geografi:
Pemanfaatan Media Peta, Penginderaan Jauh dan
SIG dalam Pembelajaran Geografi dan IPS
23
Syafri Anwar Pengembangan Instrumen Kecredasan Spasial
sebagai Alat Ukur Kemampuan Awal Siswa:
Aplikasi Instrumen Penilaian dalam Pembelajaran
Geografi
38
Iswandi Umar Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman
Pada Wilayah Rawan Banjir di Kota Padang
Provinsi Sumatera Barat
44
M. Aliman Model Pembelajaran Group Investigation Berbasis
Spatial Thinking
58
Hendry Frananda Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografi di Bidang Kelautan
69
Ahmad Nubli Gadeng,
Epon Ningrum,
Mirza Desfandi
Mengembangkan Kecerdasan Spasial Melalui
Model Pembelajaran Games Memorization
Tournament
84
Ernawati Penginderaan Jauh dan Kecerdasan Spasial 97
Nofrion,
Ikhwanul Furqon,
Jeli Herianto
Penggunaan Media Prezi Sebagai Media
Pembelajaran Geografi Pada Materi Penginderaan
Jauh
105
Dukut Wido Utomo,
Fani Rizkian Julianti
Sistem Informasi Geografis untuk Memetakan
Kerentanan Pencemaran DAS Cikapundung
112
Rahmanelli Wujud Kecerdasan Spasial (Spatial Inteligence)
dalam Kajian Geografi Regional Dunia
128
Zeffitni Model Agihan Spasial Sistem Akuifer Cekungan
Air Tanah Palu Berdasarkan Pendekatan
Geomorfologi dan Geologi
143
Pitri Wulandari Meningkatkan Kecerdasan Spasial Melalui Model
Discovery Learning pada Materi Mitigasi Bencana
Sosial
154
Ahyuni Pengembangan Bahan Ajar Berfikir Spasial Bagi
Calon Guru Geografi
163
Supriyono Sistem Informasi Geografi untuk Pengendalian 176
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Bencana Tanah Longsor di DAS Sungai Bengkulu
Febriandi Pemanfaatan Informasi Geospasial untuk
Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
188
Yuli Astuti Upaya Peningkatan Kecerdasan Spasial Peserta
Didik di sekolah Menegah Atas Melalui Teknologi
Sistem Informasi Geografi
198
Fevi Wira Citra Pembelajaran Geografi dalam Konsep Geo-Spasial 218
Azhari Syarief Pemanfaatan Teknologi Informas Geospasial
untuk Pemetaan Potensi Nagari dalam
Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan
(Studi Kasus Nagari Simarasok Kecamatan Baso
Kabupaten Agam)
223
Gracya Niken Nindya
Sylvia
Peran Kecerdasan Spasial Terhadap Hasil Belajar
Geografi Melalui Problem Based Learning Kelas
XII SMA Negeri 1 Belitung Kabupaten Oku Timur
231
Debi Prahara,
Yurni Suasti,
Ahyuni
Pengembangan Potensi Objek dan Rute Perjalanan
Ekowisata di Nagari Koto Alam Kecamatan
Pangkatan Koto Baru
242
T.Putri Tiara,
Revi Mainaki
Tingkat Kerentanan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Kecamatan Cimahi
Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat Indonesia
253
Helfia Edial Analisis Spasial Daerah Rawan Longsor di
Sepanjang Jalur Transportasi Darat Padang Aro
Kabupaten Solok Selatan
269
Khoirul Mustofa Meningkatkan Kecerdasan Spasial Melalui Model
Pembelajaran Examples Non Examples dan Media
Peta
277
Muhammad Hanif,
Tommy Adam
Prediksi Dinamika Total Suspendended Sediment
dengan Algoritma Transformasi Citra untuk
Pengelolaan Perairan Kawasan Teluk Bayur dan
Bungus Teluk Kabung
288
Yudi Antomi Analisis Ketimpangan Regional di Provinsi Riau
Tahun 2007-2011
298
Widya Prarikeslan Variasi Musim dan Kondisi Hidrolik 309
Surtani Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Secara Efektif dan Efisien
320
Ratna Wilis Pola Sebaran Tanaman Pangan di Kabupaten
Tanah Datar
326
David Oksa Putra,
Rery Novio
Dampak Kerusakan Lingkungan Penambangan
Bijih Besi PT. Royalty Mineral Bumi di
Kenagarian Pulakek, Kecamatan Pauh Duo,
Kabupaten Solok Selatan
340
Sri Mariya Fenomena Mobilitas Sirkuler Penduduk (Ulak
Alik) ke Wilayah Bagian Utara Kota Padang
348
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Provinsi Sumatera Barat
Affandi Jasrio Arahan Pemanfaatan Lahan di Kota Pariaman
Berbasis Sistem Informasi Spasial Geografi
356
Deded Chandra Penggunaan Radio Isotop dalam Bidang Hidrologi 366
JILID 2. PENELITIAN TINDAKAN KELAS Asli
Penerapan Model Pembelajaran Kuis Kartu
Bervariasi Pada Mata Pelajaran PKn untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa di Kelas V
SDN 02 Koto Nopan Saiyo
371
Ali Udin
Upaya Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa
Melalui Metode CIRC Pada Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di Kelas IX.5 SMPN 1 Panti
379
Bahrul
Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada
Pembelajaran IPA Melalui Penggunaan Model
Cooperative Learning Tipe Time Token di Kelas
IX.2 SMPN 1 Panti
385
Dermirawati
Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Melalui Penerapan Media Gambar Berseri Pada
Pembelajaran Tematik di Kelas I Semester Januari-
Juni 2016 SDN 03 Koto Nopan Saiyo Kecamatan
Rao Utara
393
Ennida Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Menggunakan Model Pembelajaran Contextual
Teaching And Learning (CTL) di Kelas I.A SDN
03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
401
Ety Herawati
Peningkatan Partisipasi Belajar Siswa Melalui
Metode Example Non Example Dalam
Pembelajaran Tematik Di Kelas II SDN 10 Koto
Nopan Saiyo Kecamatan Rao Utara
408
Gusmiati
Penerapan Model Pembelajaran Reciprocal
Teaching untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di
Kelas V SDN 08 Lubuk Layang
Kecamatan Rao Selatan
416
Hodijah
Penerapan Model Pembelajaran Picture And
Picture untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar
Siswa Pada Pembelajaran Tematik di Kelas I.A
SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
424
Nurmaini
Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa Dalam
Pembelajaran Tematik Pada Tema Selalu
Berhemat Energi Melalui Metode Example Non
Example Di Kelas IV.B SDN 01 Pauh Kurai Taji
431
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Kecamatan Pariaman Selatan
Raisen Marjon Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa
Melalui Model Pembelajaran Talking Stick Pada
Mata Pelajaran PJOK di Kelas Vi.A SDN 03
Beringin Kecamatan Rao Selatan
438
Masniari
Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa Melalui
Metode Cooperative Integrated Reading And
Comprehension (CIRC) Pada Pembelajaran IPS di
Kelas VII.5 SMPN 1 Padang Gelugur Kabupaten
Pasaman
445
Saruddin
Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Pkn Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And
Comprehension (CIRC ) di Kelas IV Semester
Juli-Desember 2016 SDN 08 Lubuk Layang
455
Syafiar
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui
Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Co-
Op Co-Op Pada Mata Pelajaran Pkn Di Kelas IV.B
Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin
Kecamatan Rao Selatan
463
Syukrina Hidayati
Penerapan Model Pembelajaran Group
Investigation untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas
V.A Semester Juli-Desember 2016 SDN 03
Beringin Kecamatan Rao Selatan
470
Yani Wati Ningsih
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Menggunakan Model Pembelajaran Example Non
Example Pada Pembelajaran IPA di Kelas VI.A
Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin
Kecamatan Rao Selatan
478
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
163
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERPIKIR SPASIAL
BAGI CALON GURU GEOGRAFI
Ahyuni
Staf Pengajar Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang, Padang-Sumatera Barat
e-mail: [email protected]
Abstrak: Berpikir spasial merupakan kekhasan bidang ilmu Geografi.
Berpikir spasial adalah suatu bentuk berpikir yang kompleks dimana
seseorang harus mengintegrasikan pengetahuan tentang konsep spasial,
kemampuan menggunakan representasi spasial dalam cara yang tepat
dan efektif serta ketrampilan penalaran spasial untuk memcahkan
masalah dan mengambil keputusan. Berpikir spasial dapat
diklasifikasikan dalam kategori berpikir sederhana/ tingkat rendah
sampai kompleks/tingkat tinggi. Hal utama bagi calon guru adalah
menguasai substansi bahan ajar. Dengan penekanan pembelajaran
berpikir spasial calon guru dapat menggunakan strategi berpikir spasial
dalam pembelajaran Geografi.
Kata Kunci: Berpikir Spasial, Konsep Spasial, Representasi Spasial,
Penalaran Spasial
PENDAHULUAN
Siswa perlu didorong untuk belajar dan berpikir. Jerome Bruner merupakan
salah satu pakar yang prihatin dengan pengajaran pengetahuan secara pasif di
kelas yang justru menghambat siswa berpikir. Berpikir mestinya menjadi buah
dari proses belajar. Dia mencontohkan bagaimana siswa kelas lima belajar
berpikir dalam pelajaran Geografi. Berikut ringkasan deskripsi dari Bruner pada
tahun 1959 (National Research Council, 2006).
Kelas diberikan peta kosong yang hanya menampilkan unsur sungai, danau
dan sumberdaya alam lainnya. Pertanyaan yang diajukan kepada siswa,
dimana kota utama terletak? dimana jalur rel kereta? dan dimana jalan
raya? Setelah tugas ini diselesaikan selanjutnya didiskusikan kenapa kota
terletak disitu? kenapa kota besar disana? kenapa jalan dan rel jalurnya
disitu? Diskusi kelas yang panas terjadi. Setelah satu jam, peta daerah
sebenarnya ditampilkan (peta satu negara bagian di AS). Seorang anak
berteriak senang: “Yaa, Chicago terletak dibagian selatan danau,”. Anak
lain menyahut: “Ok, tetapi Chicago tidak perlu dekat sungai, letaknya disini
karena dekat kota besar (St. Louis)”. Situasi tersebut menunjukkan bagi
anak-anak berpikir dan belajar adalah sarana untuk membantunya.
Setengah lusin anak-anak, kata Bruner, bertanya-tanya kenapa tidak ada
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
164
kota besar pada pertemuan tiga danau yang ada di situ. Bruner kemudian
berkomentar: pakar transportasi bisa jadi agak kaget dengan pertanyaan
ini.
Cerita diatas adalah contoh praktek berpikir khususnya berpikir spasial yang
merupakan salah satu dari banyak bentuk berpikir lainnya (verbal, logis,
matematis, statistikal dan lain-lainnya). Cara berpikir spasial secara umum sangat
penting dalam berbagai bidang ilmu dan khususnya dalam bidang ilmu Geografi.
Cerita lain berikut menjadi contoh klasik tentang penerapan berpikir spasial yang
berhasil dalam kehidupan sehari-hari dan disampaikan untuk menunjukkan
kekuatan dari berpikir spasial (National Research Council, 2006).
Ketika epidemi kolera terjadi di London pada tahun 1984, Dr. John Snow
berhasil menemukan hubungan penyebab kolera dan sumber air. Dia
memperhatikan bahwa terdapat perbedaan tingkat kematian di wilayah
Kota London. Pada saat itu terdapat dua perusahaan yang menyediakan air
untuk Kota London yang satu sumber airnya dari Sungai Thames dan
satunya lagi dari sumur pompa. Data daerah pelayanan dari kedua
perusahaan penyedia air minum itu tidak tersedia dan untuk mengetahui
sumber air, dia memeriksa salinitas dari air. Berdasarkan peta distribusi
salinitas air tersebut, bisa dipetakan pelayanan air bersih dari kedua
perusahaan (menariknya ternyata terdapat adanya area dimana terdapat
tumpang tindih pelayanan air bersih). Selain itu Snow juga memetakan
tingkat kematian akibat kolera per 1.000 rumah. Dia menghubungkan
informasi dari peta distribusi sumber air, dan peta tingkat kematian akibat
kolera. Ternyata ditemukan bahwa daerah dengan sumber air bersih dari
sungai Thames memiliki tingkat kematian 71 orang per 1.000 rumah,
sementara daerah dengan sumber air bersih dari sumur pompa memiliki
tingkat kematian 5 orang per 1.000 rumah. Jadi disimpulkan bahwa
penyebab epidemi kolera adalah dari pemakaian air sungai. Penjelasannya
air sungai yang tercemar akibat menjadi tempat pembuangan limbah.
Cerita dari bapak epidemiologi diatas menjadi contoh dari penerapan
kekuatan berpikir spasial yang berangkat dari pemahaman tentang ruang,
kemampuan menampilkan data spasial dalam bentuk peta serta melakukan
penalaran spasial untuk memecahkan suatu kasus masalah spasial.
Berpikir Spasial
Menurut Bednarz (2006) berpikir spasial menjadi inti dalam pengetahuan
geografi dan merupakan suatu cara berpikir (ways of thinking). Geografer berpikir
dalam konsep spasial dan representasinya dalam bentuk peta, diagram atau
tampilan grafis lainnya untuk memecahkan masalah manusia dan lingkungan yang
kompleks. Berpikir spasial menurut Jo dan Bednarz (2009) merupakan gabungan
antara pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran dalam hal ini berarti proses
dengan mana seseorang dapat mendapatkan pengetahuan tentang konsep spasial;
mempelajari keterampilan menggunakan alat menampilkan informasi spasial
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
165
untuk mengingat, memahami, menganalisis, dan mengkomunikasikan informasi;
dan mempelajari proses kognitif tingkat lebih tinggi untuk memecahkan masalah
dan mengambil keputusan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki. Berpikir spasial dengan demikian menuntut pembelajaran yang
lebih terintegrasi dan memperhatikan tingkat kesulitan berpikir. National
Research Council Amerika Serikat (2006: 12) mendefinisikan berpikir spasial
sebagai:
“Suatu keterampilan kognitif yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-
hari, dalam bekerja, dan dalam sains untuk menstrukturkan masalah,
menemukan jawaban dan mengekspresikan solusi dengan menggunakan
sifat-sifat ruang. Hal ini dapat dipelajari dan diajarkan secara formal kepada
siswa dengan menggunakan alat, teknologi dan kurikulum yang tepat”
(a cognitive skill that can be used in everyday life, the workplace, and
science to structure problems, find answers, and express solutions using the
properties of space. It can be learned and taught formally to students using
appropriately designed tools, technologies, and curricula).
Unsur-Unsur Berpikir Spasial
Kunci berpikir spasial adalah gabungan dari tiga unsur: konsep ruang, alat
representasi dan proses penalaran.
1. Konsep Spasial
Memberikan kerangka konseptual dan analisis untuk mengintegrasikan,
menghubungkan dan menstrukturkan data menjadi satu kesatuan. Konsep
spasial seperti unit pengukuran, sistem koordinat, dan sifat atau dimensi ruang
seperti lokasi, tempat, jarak, arah, pergerakan, hubungan, region, distribusi,
pola, dan skala.
2. Representasi Spasial
Memberikan bentuk untuk menyimpan, menganalisis, memahami dan
mengkomunikasikan informasi yang telah terstruktur. Representasi tersebut
terkait ciri-ciri dari objek spasial dan hubungan spasial antar objek.
3. Proses Penalaran Spasial
Menyediakan cara untuk memanipulasi, menafsirkan dan menjelaskan
informasi yang terstruktur. Proses penalaran menggunakan berbagai cara
berpikir spasial (spatial ways of thinking and acting).
Cara berpikir spasial tersebut dengan menerapkan berbagai strategi untuk
menghadapi berbagai kasus masalah spasial. Strategi tersebut seperti: membawa
ide kedalam konteks spasial; melihat kesamaan dan perbedaan; menggambar
diagram dan grafik; mencari pola dan melihat adanya anomali dari pola; melihat
klaster; menggunakan analisis statistik untuk melihat hubungan spasial; melihat
hubungan antara pola-pola spasial yang berbeda; melihat perubahan dalam ruang
dari data perubahan dalam waktu; membuat representasi diperlukan selama proses
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
166
berpikir dan ada yang dimaksudkan untuk komunikasi kepada pemirsa (misalnya
peta kognitif dipakai untuk menstrukturkan ide selama proses berpikir).
Proses penalaran bisa digerakkan dengan memberikan pertanyaan seperti:
Apa yang terjadi kalau terjadi perubahan satu unsur dalam sistem spasial (what
happens if...) atau Seperti apa jadinya kalau ... (what would it look like if....).
Penalaran spasial bisa dipakai misalnya untuk memecahkan masalah seperti:
Mana jalan terpendek menghubungkan antar tempat?. Dengan menguasai
keterampilan berpikir spasial maka kita bisa menjadi terdidik atau mahir dalam
berpikir spasial (spatially literate) dan bisa mengembangkan sikap spasial (spatial
attitude) yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, ditempat kerja, atau
didalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini berarti kemauan dan kemampuan untuk
menstrukturkan masalah dalam kerangka pemahaman spasial dan lebih lanjut
misalnya membuat prediksi kalau terjadi perubahan dalam pola spasial atau
struktur spasial, membuat hipotesis terhadap laju perubahan, atau mengubah
perspektif, sudut pandang atau skala pandang.
Dapat dipahami bahwa berpikir spasial melibatkan berbagai proses kognitif
yang mendukung eksplorasi, penemuan, memvisualkan hubungan,
membayangkan trasnformasi antar skala, melihat sesuatu dari sudut yang lain,
menggugah imaji tentang tempat dan lainnya. Berpikir spasial mempunyai tiga
fungsi:
1. Fungsi deskriptif; menunjukkan dimensi dari objek dan hubungan antara
objek.
2. Fungsi analitis; memahami struktur dari objek-objek yaitu bagaimana
hubungan antara unsur pembentuk ruang. Objek-objek dalam ruang memiliki
keteraturan, hubungan dan pola.
3. Fungsi inferensial; menjawab dan mempertanyakan fungsi dari objek-objek
dan perubahannya yaitu pemahaman tentang bagaimana sesuatu bekerja, dan
bagaimana secara sistemik berubahnya. Dalam inferensi spasial, kita bisa
membuat hubungan sekuensial dalam waktu dan hubungan sebab akibat.
Jadi berpikir spasial adalah kemampuan memahami struktur spasial dan
fungsi spasial dari objek-objek dalam ruang dan hubungannya sehingga kita bisa
membuat hipotesis, membuat prediksi dan menguji konsekuensinya.
Komponen Berpikir Spasial dalam Pendidikan Geografi
Jo dan Bednarz (2009) merumuskan klasifikasi dari outcome pendidikan
atau taksonomi dari berpikir spasial yang diturunkan dari definisi berpikir spasial
sebagai ketrampilan kognitif yang terdiri dari tiga komponen yaitu: konsep
spasial, alat representasi spasial, dan proses penalaran.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
167
Komponen 1: Konsep Spasial
Bednarz (2004) mengidentifikasi berbagai aspek berpikir spasial yang seringkali
ditemui dalam pelajaran Geografi. Aspek berpikir yang diidentifikasi
menyangkut konsep penting (seperti distribusi ruang, pola, hirarki) dan proses
kognitif yang terkait dengan berpikir spasialnya (seperti mengenal,
membayangkan, membandingkan). Aspek tersebut yaitu:
Kemampuan mengenali distribusi ruang dan pola spasial
Mengenali bentuk
Mengingat kembali dan menampilkan dalam peta.
Menghubungkan lokasi
Membuat korelasi antara fenomena spasial
Memahami dan menggunakan hirarki spasial
Membuat perwilayahan (regionalisasi)
Memahami perubahan spasial terhadap jarak (distance decay) dan
pengaruh dari distribusi (buffering)
Mencari jalan yang terbaik dalam kerangka referensi ruang (wayfinding
in real world frames of reference)
Membayangkan peta dari deskripsi verbal
Membuat sketsa peta
Membandingkan peta-peta
Menampalkan peta dan membuat peta baru
Banyak kategori konsep ruang yang dirumuskan ahli. Konsep ruang yang
kelihatannya lebih komprehensif telah diidentifikasi oleh Jo dan Bednarz (2009)
yang membagi atas 4 kategori: non spatial, spatial primitives, simple-spatial, dan
complex-spatial.
1. Non spatial.
Tidak ada pertanyaan yang terkait dengan aspek spasial dalam kategori ini.
Pertanyaan tanpa komponen spasial tidak dianggap sebagai pertanyaan
berpikir spasial.
Contoh pertanyaannya: Berapa penduduk beragama Islam di Kota Manado?
2. Spatial Primitives.
Konsep terendah dalam berpikir spasial yang merupakan “building-block” dari
ruang meliputi konsep dasar tentang: lokasi, identitas tempat spesifik, dan
besaran (magnitude).
Contoh pertanyaan: apa kota yang terletak di wilayah pesisir Sumatera?
Pertanyaan ini tentang identitas tempat spesifik.
3. Simple-Spatial.
Konsep tentang ruang yang lebih tinggi yang meliputi: jarak, arah, hubungan
dan keterkaitan, pergerakkan, transisi, batas, region, bentuk, susunan,
kedekatan.
Contoh pertanyaan: Kota Padang terletak dalam wilayah tipe iklim apa?
Pertanyaan ini termasuk kedalam konsep region.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
168
4. Complex-Spatial.
Konsep tertinggi tentang ruang yang merupakan kombinasi dari dari konsep
sebelumnya yang meliputi: distribusi, pola, penyebaran dan pengelompokan,
kepadatan, difusi, dominansi, hirarki dan jaringan, asosiasi spasial,
penampalan, lapisan (layer), gradien, profil, relief, proyeksi peta, dan buffer.
Contoh pertanyaan: dimana lokasi pabrik sawit yang paling tepat ditempatkan
di Provinsi Sumatera Barat. Pertanyaan ini menggunakan konsep distribusi
dan asosiasi spasial.
Komponen 2: Alat Representasi Spasial
Alat untuk menampilkan informasi spasial berupa peta, grafis, diagram, model
atau tampilan lain yang berguna untuk menjawab suatu pertanyaan. Pertanyaan
dapat dibagi atas dua kategori: menggunakan tampilan spasial dan tidak
menggunakan tampilan spasial (use or non use of a representation).
1. Menggunakan representasi spasial.
Kalau pertanyaan membutuhkan alat seperti peta atau tampilan visual lainnya
untuk menjawab.
Contoh pertanyaan: dimana lokasi kawasan perumahan kumuh di Kota Jakarta
dihubungkan dengan kawasan komersial?
2. Tidak menggunakan representasi spasial.
Kalau pertanyaan tidak perlu menggunakan tampilan spasial maka tidak
termasuk pertanyaan dalam berpikir spasial.
Contoh pertanyaan: apa yang disimbolkan oleh patung Monas di Jakarta?
Pertanyaan ini tidak membutuhkan peta, grafik atau tampilan visual lainnya
untuk menjawabnya.
Alat untuk menampilkan informasi spasial tidak hanya untuk mendisplay
input informasi tetapi juga sebagai alat untuk memproses informasi dan
mengevaluasi, merancang, menemukan, membayangkan, membuat generalisasi,
memodelkan dan lainnya yang dalam kerangka ini termasuk kategori output
dalam komponen yang akan dijelaskan berikut ini. Dengan kata lain
merepresentasikan informasi spasial tidak menyangkut hanya tentang display
informasi tetapi juga konstruksi dan interpretasi informasi.
Komponen 3: Proses Penalaran Spasial
Proses penalaran menjadi inti berpikir spasial karena dapat mengkombinasikan
pengetahuan tentang ruang dan tampilan ruang untuk pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan yang menjadi tujuan terakhir dari berpikir spasial. Proses
penalaran spasial terdiri atas tiga kategori yaitu: input, proses, dan output.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
169
1. Input
Tingkat pertama dalam proses penalaran yaitu menerima informasi yang
meliputi: nama, definisi, mengidentifikasi, mengenali, mengulang kembali,
mengingat kembali, mengamati, menguraikan, memilih, melengkapi,
menghitung dan mencocokkan. Dalam menjawab pertanyaan pada tingkat ini
siswa mengumpulkan informasi dengan indra atau mengingat kembali
informasi dari memori.
Contoh pertanyaan: Sebutkan tiga kota terpadat di Indonesia? Pertanyaan ini
meminta siswa memberi nama.
2. Proses
Tingkat yang lebih tinggi dalam kegiatan menganalisis informasi yang
diterima yang meliputi: menjelaskan, menganalisis, membuat hubungan
kausalitas, membandingkan, mengkontraskan, meringkas, mensintesis,
menarik kesimpulan (inferring), membuat analogi, memberi contoh, menguji
coba, dan menunjukkan sekuens.
Contoh pertanyaan: Apakah ada korelasi antara kepadatan penduduk dengan
tingkat kriminalitas dikota. Pertanyaan ini meminta siswa menganalisis
hubungan antara dua hal yang termasuk kedalam proses.
3. Output
Tingkat tertinggi dari penalaran spasial yang menggunakan hasil analisis
informasi pada tingkat proses untuk mengevaluasi, memprediksi, meramalkan,
membuat hipotesis, menduga (speculate), merencanakan, membuat,
merancang, menemukan, membayangkan, membuat generalisasi,
memodelkan, atau menerapkan suatu prinsip. Dalam tingkat ini berkaitan
dengan penalaran karena melakukan sesuatu dengan informasi yang disebut
“going beyond the information”.
Contoh pertanyaan: Berdasarkan data kepadatan penduduk kota, kota mana
yang diprediksi yang cenderung memiliki kecenderungan tingkat kriminalitas
yang tinggi?.
Berpikir spasial dapat dibagi atas tingkat rendah, sedang sampai tingkat
tinggi. Scholz et.al. (2014) menyederhanakan model Jo dan Bednarz menjadi
hubungan antara konsep spasial dan proses penalaran pada hanya materi yang
memerlukan pemakaian alat representasi spasial sebagai kerangka berpikir spasial
(Gambar 1). Dari penyederhanaan tersebut tingkatan berpikir dibagi atas berpikir
tingkat rendah (low level) yang sama dengan berpikir spatial primitives. Berpikir
tingkat menengah (medium level) yang sama dengan berpikir simple spatial dan
berpikir tingkat tinggi (high level) yang sama dengan berpikir complex spatial.
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa berpikir tingkat rendah berada pada sel kiri
bawah (SPI) yang merupakan gabungan antara konsep spasial primitif dan proses
penalaran pada tingkat input. Berpikir tingkat tinggi yang terakhir berada pada sel
kanan atas (CSO) yang merupakan gabungan konsep spasial kompleks dan proses
penalaran pada tingkat output.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
170
Gambar 1. Tingkatan Berpikir Spasial (Scholz, 2014).
Contoh pertanyaan berpikir spasial tingkat rendah SPI: “Kota apa yang
terletak di pesisir pulau Sumatera”? Pertanyaan ini termasuk konsep spaial
primitives menyangkut identitas spesifik tempat dengan proses penalaran
termasuk input: memberi nama/mengenali/ mengingat kembali). Contoh
pertanyaan tingkat tinggi CSO: “Petakan perbedaan pertumbuhan penduduk alami
di Eropah, negara mana yang maju pesat dan mana yang tumbuh lambat pada 20
tahun kedepan? Kemudian hubungkan dengan migrasi ke Eropah. Dengan
mempertimbangkan dua faktor ini bagaimana peta perubahan populasi 20 tahun
kedepan?” atau “Lahan pertanian semakin menyusut disuatu wilayah, dapatkah
kamu membayangkan konsekuensinya?” Pertanyaan ini termasuk konsep spasial
kompleks dengan proses penalaran termasuk output: mengevaluasi/ prediksi.
Berpikir spasial tingkat tinggi menurut Scholz akan membantu siswa
mengembangkan pengetahuan melalui penemuan (discovery) dari pada hanya
sekedar mengenal dan mengingat (memorization). Oleh karena pertanyaan tingkat
tinggi harus lebih banyak diberikan di kelas dan dimasukkan ke dalam buku teks
Geografi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Materi Pelajaran Geografi dalam Kemampuan Berpikir Spasial
Kemampuan berpikir spasial merupakan salah satu kemampuan dasar bekal
hidup bagi siswa selain matematika, bahasa dan lain-lainnya. Walaupun berpikir
spasial bersifat umum dalam arti menjadi dasar berpikir dalam ilmu lain seperti
sains, teknologi, rekayasa, dan matematik (istilah umum dikenal dengan STEM
atau science, technology, engineering, mathematics), jika dikaitkan dengan
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
171
pengertian Geografi yang merupakan ilmu tentang ruang dan tempat di
permukaan bumi maka berpikir geografis pengertiannya bisa disamakan dengan
berpikir spasial. Seperti dikatakan oleh Scholz et.al. (2014), berpikir spasial
sangat esensial dalam Pendidikan Geografi karena studi tentang tempat dalam
ruang (place) merupakan kekhasan studi Geografi yang membedakannya dari
bidang ilmu lain. Artinya mendorong berpikir/ bernalar spasial merupakan hal
yang pokok dalam Geografi. Selain itu pengorganisasian tentang penalaran ruang
ternyata tersimpan dalam bagian berbeda dalam otak yang dapat berkembang
penuh pada usia muda, dan intervensi pada usia dewasa akan memperkuat
kemampuan penggunaan penalaran spasial sehingga penalaran spasial pada
pendidikan dasar sangat penting bagi loncatan penalaran tahap berikutnya.
(Gersmehl dan Gersmehl, 2007).
Pertanyaannya apakah kemampuan berpikir spasial yang sangat penting ini
telah menjadi fokus dalam Pendidikan Geografi di Indonesia? Dikhawatirkan
kurikulum Pendidikan Geografi di Indonesia lebih banyak menekankan
pengajaran yang bersifat deskriptif dengan banyak hanya memperkenalkan
pengetahuan sehingga dalam interaksi siswa lebih bersifat pasif tanpa mencoba
lebih banyak meningkatkan kemampuan berpikir spasial dan membangkitkan
imajinasi geografis mereka. Pandangan kritis Mulder (2000) tentang pelajaran
IPS dan khususnya tentang materi pelajaran Geografi pada tingkat Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah perlu menjadi perhatian karena menilai dengan tajam
materi pembelajaran yang ada. Pengamatannya terhadap materi buku pelajaran
Geografi di Indonesia pada saat itu menarik untuk dikutip.
“Garis lintang, garis bujur, skala, dan hal-hal lainnya yang bersifat teknis
membawa kita kepada latihan membaca peta dan nama semua provinsi dan
banyak lagi kota lainnya. Awal kelas tiga yang memberi harapan tidak
menjadi matang: Geografi telah menjadi sesuatu yang berat. Masalahnya,
Geografi terlalu sarat dengan fakta dan hal-hal untuk diketahui, yang begitu
saja diberikan tanpa pengintegrasian.”
Dalam uraian selanjutnya mengomentari pelajaran Geografi kelas lima.
“Buku yang bersangkutan mulai dengan wilayah Indonesia.……. kemudian
menyusul uraian yang sangat mendetail mengenai Demografi, Geografi, dan
Meteorologi, dan sebuah bab tentang kehidupan fauna dan flora. Berikutnya
wilayah waktu diterangkan, tetapi secara teramat teknis sehingga imajinasi
geografis tidak tergugah: wilayah waktu dijadikan latihan berhitung.”
Apa yang disampaikannya, walaupun cukup panjang tetapi dengan informasi
padat diatas menjadi potret terhadap materi pelajaran Geografi di sekolah
Indonesia. Pelajaran Geografi hanya berada pada tingkat terendah dalam berpikir
spasial (spatial primitive), dan itupun tanpa integrasi konsep spasial dan
representasi spasial dan tidak diperlukan penalaran spasial. Sehingga yang terjadi
menurut ungkapan Mulder tentang umumnya buku pelajaran sekolah di Indonesia
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
172
adalah: “bacaan yang menjemukan dan pengertian yang campur aduk”; “sama
sekali tidak menanamkan kemampuan berpikir analitis yang tajam”; “dipenuhi
dengan skema-skema yang kabur dan kata-kata sukar”.
Kalau kita renungkan uraian Mulder diatas (meskipun sudah relatif lama
sebelum kurikulum tahun 2013) tetapi mungkin masih relevan untuk
didiskusikan). Terasa kurang terintegrasinya berpikir spasial dalam berbagai
materi yang diberikan. Oleh karena itu kajian tentang materi berpikir spasial yang
menjadi dasar berpikir geografis dalam pelajaran Geografi di sekolah di Indonesia
menjadi hal penting untuk dilakukan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Purwanto et.al. (2015) pada buku teks Geografi SMA kelas XI
yang digunakan di Malang Jawa Timur yang sudah mengimplementasikan
kurikulum 2013, menemukan (1) Terkait dengan isi, kesalahan dalam
mengorganisasikan buku teks secara keseluruhan 28,69%, ketidaktepatan contoh
dan perbandingan 30,65%, miskin penjelasan 22,85%, penjelasan yang tidak
cukup sebanyak 17,35%, dan (2) Terkait dengan standar yang diacu berdasarkan
Badan Standar Pendidikan Nasional (2014), terdapat kesalahan penjelasan konsep
sebesar 54,8%, kesalahan penjelasan fakta sebesar 57,1%, kesalahan generalisasi
28,6% kesalahan penggunaan bahasa 21,4% dan kesalahan dalam penggunaan
media sebesar 59,5%.
Tata cara berpikir spasial yang telah dirumuskan tersebut telah diterapkan
untuk mengevaluasi materi buku teks oleh Mishra (2015); Scholz (2014); Jo dan
Bednarz (2009 dan 2011). Penelitian Jo dan Bednarz (2011) menemukan bahwa
dalam empat buku teks Geografi tingkat Sekolah Menengah Atas tentang
Geografi Dunia di Texas Amerika Serikat, ternyata 80-90 pertanyaan yang
diajukan tidak terintegrasi. Artinya pertanyaan yang diajukan tidak
mempraktekkan integrasi ketiga komponen berpikir spasial. Penelitian lain
mereka tahun 2009 menemukan bahwa 76% pertanyaan tidak mengintegrasikan
ketiga komponen berpikir spasial. Dari 24% sisanya hanya 18% yang
membutuhkan tingkat berpikir spasial kompleks.
Mishra (2015) menemukan bahwa dalam pengetahuan topografi yang sangat
terkait dengan komponen representasi ternyata sebanyak 80% pertanyaan dalam
buku teks termasuk dalam kategori konsep nonspatial dan hanya 4% dari total
pertanyaan terkait dengan konsep simple-spatial dan complex-spatial. Scholz
(2014) menemukan bahwa porsi berpikir non spasial dalam buku Geografi di
tingkat universitaspun masih besar. Porsi pertanyaan non spasial dalam
pertanyaan mencapai 65%, dan dari 35% pertanyaan termasuk kedalam berpikir
spasial tingkat rendah, menengah, dan tinggi masing-masingnya 8%, 15%, dan
2%.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
173
IMPLIKASI
Selama ini kritik yang sering muncul adalah guru dinilai mahir dalam hal
pemahaman dan penguasaan metodologi pengajaran (pedagogical method),
namun kurang canggih dalam penguasaan substansi bahan ajar (subject
knowledge) (Sardjoko, 2016), sehingga calon guru Geografi perlu mendapat
penekanan pembelajaran berpikir spasial artinya guru memahami konsep spasial,
memahami representasi spasial dan mengetahui cara-cara mendorong penalaran
spasial. Penerapan berpikir spasial dalam konten pelajaran Geografi sangat
mendasar dan merupakan kemampuan esensial bagi siswa Geografi. Mengutip
National Research Council Amerika Serikat (2006), berpikir spasial dapat
diajarkan secara formal dengan didukung peralatan, teknologi dan kurikulum
yang tepat (“spatial thinking is a basic and essential skill that can be learned, that
can be taught formally to all students, and that can be supported by appropriate
tools, technologies, and curriculum”).
Mengajarkan berpikir spasial dari sisi guru dan kurikulum dengan demikian
membutuhkan upaya guru dengan dilengkapi pedoman pembelajaran untuk
memfasilitasi penguasaan pengetahuan tentang konsep spasial dan keterampilan
siswa menggunakan berbagai alat untuk merepresentasikan dan kemudian
melakukan penalaran spasial. Membuat pertanyaan yang tepat seperti telah
diuraikan sebelumnya menjadi langkah penting untuk mengimplementasikan
pembelajaran. Sementara dilihat dari sisi siswa, ketika mereka mempraktekkan
berpikir spasial maka mereka akan dapat mengkonstruksi pemahaman mereka
sendiri tentang dunia.
Konsep belajar berpikir spasial kelihatannya sama seperti diharapkan dalam
pendekatan pembelajaran kognitivisme. Dalam pendekatan ini terdapat konsep
antara lain pembelajaran kontruktivisme, pembelajaran penemuan, atau
pembelajaran generatif dimana pada dasarnya informasi perlu direkonstruksi
sendiri sampai menjadi pengetahuan dan pemahaman sendiri. Konsep berpikir
spasial berdasarkan tingkat berpikir kelihatannya juga berkesesuaian dengan
konsep pembelajaran “atas-bawah” dalam pendekatan kontruktivisme atau prinsip
pembelajaran Gestalt, dimana siswa diajarkan memahami keseluruhan atau
pemecahan masalah yang kompleks terlebih dahulu. Hal ini senada dengan pada
yang dikatakan Ansyar (2015) bahwa pendekatan pembelajaran kognitivisme
berarti pengembangan kognitif, konstruktif, penemuan, penerimaan, bermakna
dan adanya pemahaman awal. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam
mendorong berpikir spasial:
1. Konsep Spasial.
Calon Guru sudah mengetahui dimensi-dimensi spasial yang umum seperti
jarak, lokasi, dan lainnya akan tetapi konsep seperti struktur spasial, hubungan
spasial, pola spasial serta fungsi spasial yang mengintegrasikan unsur-unsur
spasial perlu didukung dengan perbendaharaan contoh-contoh penerapannya
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
174
yang banyak. Artinya kemampuan penerapan yang terintegrasi tersebut
menjadi keterampilan bagi calon guru.
2. Representasi Spasial.
Calon guru perlu mahir dalam menampilkan representasi spasial dalam bentuk
peta atau bagan untuk memudahkan melihat hubungan antar data spasial.
Dalam hal ini kemampuan menampilkan dalam GIS sangat disarankan.
3. Penalaran Spasial.
Calon guru perlu diajarkan strategi berpikir spasial, seperti mencari pola,
melihat hubungan antar objek, membayangkan hubungan sebab akibat,
membayang perubahan dalam waktu dan sebagainya.
Seperti contoh belajar berpikir spasial pada kelas lima pada mata pelajaran
Geografi pada awal tulisan ini, guru berperan dalam menyediakan materi untuk
mendorong siswa berpikir dan memfasilitasi proses berpikir. Guru perlu
menyediakan problem (masalah) untuk diselesaikan sehingga siswa bisa
melakukan penalaran spasial dengan memanfaatkan berbagai strategi berpikir
spasial untuk memecahkannya. Dalam metoda problem solving untuk mendorong
berpikir tingkat tinggi (high-order thinking skills) misalnya dikenal metoda
IDEAL (Brookhart, 2010). IDEAL merupakan singkatan dari I: Identify the
problem (mengenali masalah); D: Define and represent the problem
(mendefinisikan dan menampilkan masalah); E: Explore possible strategies
(mencari kemungkinan strategi yang mungkin diterapkan); A: Act on the
strategies (menerapkan strategi); dan L: Look back and evaluate the effects of
your activities (melihat kembali dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan).
Dari contoh kasus berpikir spasial pada kelas lima Geografi diawal tulisan,
guru menyediakan unsur I dan D sementara siswa melakukan E, A, dan L.
Terlihat bahwa dalam contoh kasus memecahkan masalah tersebut, pertama kali
diberikan peta buta dan kemudian diberikan peta sebenarnya sebagai alat melihat
kembali dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan (L). Metoda lain yang bisa
dilakukan dalam mendorong penalaran spasial siswa seperti penerapan metoda (if-
then). Guru misalnya menyediakan topik seperti: perkembangan penduduk di
kawasan pinggiran hutan, bencana yang menyebabkan kota terisolasi,
pertumbuhan penduduk kota yang pesat dan sebagainya. Diskusi tentang topik ini
akan mendorong siswa melakukan penalaran dengan melibatkan berbagai istilah
spasial seperti membayangkan hubungan spasial, struktur spasial, fungsi spasial,
memprediksi perubahan spasial dan membayangkan solusi spasial. Dalam hal ini
bahan dan data-data untuk mendukung pembelajaran tersebut perlu di rencanakan
dengan matang sebelum semester dimulai, misalnya pengumpulan data dari
sumber-sumber tertentu seperti internet, dan dari instansi pemerintah seperti PU,
BPN, BPBD, Bappeda, BPS dll. Dalam hal ini kesungguhan menyiapkan bahan
ajar perlu dilakukan.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
175
DAFTAR PUSTAKA
Ansyar, Mohamad. 2015. Kurikulum: Hakekat, Fondasi, Desain dan
Pengembangan. Penerbit Kencana: Jakarta
Bednarz, S. W. 2004. Geographic Information Systems: A Tool To Support
Geography And Environmental Education?. GeoJournal 60:191-199.
Brookhart, Susan. M. 2010. How to Assess Higher-Order Thinking Skills. ASCD:
Virginia
Gersmehl, P.J., & Gersmehl, C.A. 2006. Spatial Thinking by Young Wanted: A
Concise List Of Neurologically Defensible And Assessable Spatial Thinking
Skills. Research in Geography Education, 8, 5-38.
Jo, Injeong and Bednarz, S. W. 2009. Evaluating Geography Textbook Questions
from a Spatial Perspective: Using Concepts of Space, Tools of
Representation, and Cognitive Processes to Evaluate Spatiality. Journal of
Geography 108: 4–13
_________________ 2011. Textbook Questions to Support Spatial Thinking:
Differences in Spatiality by Question Location. Journal of Geography 110:
70–80
Mishra, Rishabh Kumar. 2015. Mapping The Knowledge Topography: A Critical
Appraisal Of Geography Textbook Questions. International Research in
Geographical and Environmental Education. Vol. 24, No. 2: 118-130,
Mulder, Niels. 2000. Individu, Masyarakat, dan Sejarah: Kajian Kritis Buku-Buku
Pelajaran Sekolah di Indonesia (terjemahan dari Individual, Society and
History According to Indonesian School Texts). Kanisius: Yogyakarta.
National Research Council. 2006. Learning To Think Spatially. Washington,
D.C.: National Academy Press.
Purwanto, E. et al. 2016. Development of Geography Text Books Used by Senior
High School Teachers Case Study at East Java-Indonesia. Journal of
Education and Learning. Vol 5(1): 60-67.
Scholz Michael A.; Huynh, Niem Tu; Brysch, Carmen P.; Scholz, RuojingWang.
2014. An Evaluation of University World Geography Textbook Questions for
Components of Spatial Thinking. Journal of Geography 113: 208-219.