Upload
tranquynh
View
237
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PROPOSAL PENELITIAN
STUDI KOMPETENSI GURU TEKNIK INFORMASI DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN) SE KABUPATEN
SINJAI
OLEH:
ZAID, S.Pdi
ABDUL ZAHIR, S.Pd
MAKASSAR
2011
JUDUL: STUDI KOMPETENSI GURU TEKNIK INFORMASI DAN
KOMUNIKASI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI
(SMAN) SE KABUPATEN SINJAI
A. LATAR BELAKANG
Konstitusi negara Indonesia dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat menyatakan dengan jelas bahwa negara mempunyai kewajiban untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa agar setiap warga negara dapat mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat dilakukan dengan cara
mengembangkan seluruh potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat
berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis dan
bertanggung jawab sebagaimana yang dijabarkan dalam pasal 3 UU RI No.20 Thn
2003 tentang system pendidikan nasional. Dengan demikian perhatian terhadap
dunia pendidikan merupakan sebuah tugas besar yang harus diemban.
Jika berbicara tentang proses dan pengelolaan pendidikan maka itu tidak
terlepas dari sejauh mana peran dan upaya guru dalam mengelola proses belajar
mengajar, karena dalam proses belajar mengajar guru memiliki posisi yang sangat
penting dimana guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
melatih, mengarahkan, menilai serta mengevaluasi peserta didik. Menurut kajian
Pullias, Manan, serta yelon dan Weinstein dalam Mulyasa (2005), dapat
diidentifikasikan bahwa ada 19 peran guru yakni sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model teladan, pribadi,
peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah
kemah, pembawa cerita, aktor, emansipatoris, evaluator, pengawet dan
kulminator.
Guru sebagai pendidik merupakan tokoh, panutan dan identifikasi peserta
didik serta lingkungannya meskipun sebenarnya keberhasilan pendidikan tidak
hanya bergantung pada satu komponen saja misalnya guru melainkan sebagai
sebuah sistem kepada beberapa komponen antara lain berupa program kegiatan
pembelajaran murni, sarana, dana, masyarakat dan kepemimpinan kepala sekolah.
Akan tetapi semua komponen yang teridentifikasi di atas tidak akan berguna bagi
terjadinya perolehan pengalaman belajar yang maksimal bagi murid bilamana
tidak didukung keberadaan guru yang profesional. Oleh karena itu, guru dituntut
memiliki profesionalisme dalam menjalankan perannya guna menuju pendidikan
yang bermutu dan berkwalitas. Guru merupakan komponen yang menjadi
pelaksana program dari proses belajar mengajar dan menerapkan konsep belajar
mengajar sebagaimana yang telah dirumuskan dengan melakukan improvisasi
sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswanya.
Selain itu guru juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
peserta didik melalui interaksi yang terbangun dalam ruang kelas dan di luar kelas
sehingga memungkinkan bagi guru untuk dapat memahami karakter, potensi, sifat
dan kemampuan memahami dari peserta didiknya. Karena itu guru sangat
berperan dalam mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan
kecerdasan lainnya bahkan kecerdasan spiritual siswanya. Guru pula yang
mengembangkan minat, bakat kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh
siswanya. Dengan demikian guru merupakan tokoh kunci dari keberhasilan
pendidikan.
Menurut Dr. Fasli Djalal (2006) bahwa kompetensi guru secara nasional
masih rendah, terutama pada penguasaan materi pelajaran. Hal senada
diungkapkan oleh Misbandono (2006) mengatakan bahwa kompetensi guru
SMK/SMA masih memprihatinkan.
Kompetensi guru merupakan suatu hal yang sangat penting karena
menyangkut kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk melakukan
aktivitas proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Kompetensi seorang guru akan berbanding lurus dengan output yang dihasilkan.
Kompetensi yang tinggi dan merata pada setiap guru pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan secara nasional.
Akan tetapi realitas yang terjadi, justru ouput peserta didik yang
dihasilkan kurang berkualitas. ini merupakan salah satu indikator bahwa
kualitas/kompetensi guru masih belum maksimal sehingga tidak semua guru dapat
menjalankan perannya dengan baik karena cita ideal yang dirumuskan seperti
meningkatkan kualitas pembelajaran guru yang dilakukan tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Kemampuan professional guru pada hakekatnya dipengaruhi oleh banyak
faktor termasuk pelatihan serta pengalaman mengajar. Sesuai dengan fungsinya
pelatihan dan pengalaman yang dimiliki oleh guru dapat meningkatkan
kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Dengan pelatihan, guru dapat
memperoleh tambahan pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan tugas-
tugas mereka yang bersifat urgen dan mendesak. Dalam upaya pengembangan
kemampuan guru TIK yang menjadi fokus kajian adalah pengembangan
profesionalisme guru melalui kegiatan pelatihan professional atau penataran yang
diikuti khususnya kegiatan pelatihan yang relevan dengan tugas mata pelajaran
komputer.
Peningkatan kemampuan akademik atau professional guru pada
dasarnya dapat dilakukan melalui berbagai jalur, diantaranya jalur pelatihan,
magang, studi banding, seminar dan lokakarya. Penyelenggaraan pelatihan bagi
guru menjadi sangat signifikan jika dikaitkan dengan upaya peningkatan mutu,
efesiensi dan relevansi pendidikan baik ditingkat kabupaten, provinsi maupun
nasional. Melalui pelatihan kompetensi guru pada setiap jenjang diharapkan
meningkat, kompeten, terstandar dan professional.
Berdasarkan data awal dari data yang diperoleh dari berbagai sumber dan
pengamatan kami, guru yang mengajar pada mata pelajaran teknik informasi dan
komunikasi di berbagai SMA di kabupaten Sinjai tidak sesuai standar kompetensi
pengajarannya. Banyak guru yang mengajar TIK tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikan, ada guru kimia atau kesenian yang memberi pengajaran.
Untuk itu penelitian ini bermaksud untuk melihat sejauh mana tingkat kompetensi
guru. Hal ini menjadi persoalan yang penting karena secara teoritis seharusnya
pelatihan dan pengalaman mengajar guru memiliki pengaruh terhadap tingkat
kompetensi guru yang pada gilirannya dapat berpengaruh pada keefektifan dan
efesien dari hasil pembelajaran.
Selain itu faktor pengalaman guru juga memiliki pengaruh terhadap
tingkat kompetensi guru termasuk kompetensi professionalnya. Dari rumusan
tersebut diatas terkait dengan kompetensi guru, maka kami tertarik untuk meniliti
tingkat kompetensi guru teknik informasi dan komunikasi sekolah menengah atas
se Kabupaten Sinjai.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Seberapa besarkah tingkat pelatihan guru TIK di SMAN se-Kab Sinjai ?
2. Seberapa besarkah pengalaman mengajar guru TIK di SMAN se-Kab
Sinjai?
3. Seberapa besarkah tingkat kompetensi akademik guru TIK di SMAN se-
Kab Sinjai?
4. Seberapa besarkah hubungan antara pelatihan dan pengalaman mengajar
dengan kompetensi akademik guru TIK di SMAN se-Kab Sinjai?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara tingkat
pelatihan dan pengalaman mengajar dengan tingkat kompetensi guru dengan
pemetaan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui tingkat pelatihan guru TIK di SMAN se-Kab Sinjai.
2. Untuk mengetahui pengalaman mengajar guru TIK di SMAN se-Kab
Sinjai.
3. Untuk mengetahui tingkat kompetensi akademik guru TIK di SMAN se-
Kab Sinjai.
4. Untuk mengetahui hubungan antara pelatihan dan pengalaman mengajar
guru dengan kompetensi akademik guru TIK di SMAN se-Kab Sinjai.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui tingkat kompetensi guru teknik informasi dan
komunikasi sekolah menengah atas se Kabupaten Sinjai
2. Sebagai bahan masukan bagi institusi terkait untuk peningkatan
kompetensi dan profesionalitas guru-guru teknik informasi dan
komunikasi sekolah menengah atas se Kabupaten Sinjai.
3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang
pendidikan.
4. Bagi Penulis, sebagai usaha pengkajian ilmiah tentang kompetensi
guru.
E. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Guru
Guru diasumsikan sebagai pihak yang memiliki kemampuan mengajar
dan mendidik untuk membantu manusia (sebagai peserta didik) dalam
mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan kecerdasan lainnya
bahkan kecerdasan spritual siswanya. Oleh karena itu guru memiliki andil yang
sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran peserta didik dalam upaya
meningkatkan bakat, minat, kemampuan dan potensi-potensinya. Guru merupakan
pemegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Karena didalam proses
belajar mengajar terdapat suatu proses yang mengandung serangkaian hubungan
timbal balik antara guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Guru merupakan elemen penting dalam pendidikan. Siswa dapat
membaca, menulis, berpikir secara jernih dan sistematis berkat jasa dari seorang
guru yang telah mengajarkan tentang banyak hal. Dalam skala yang lebih besar,
guru meyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa,
serta mensejahterakan masyarakat, untuk kemajuan bangsa dan negara. Di era
sekarang, yang menuntut setiap manusia untuk mempunyai pengatahuan yang
lebih, sehingga peran guru juga demikian beratnya karena guru harus
mempersipkan manusia-manusia yang mampu untuk berkompetisi secara sehat
dan mempunyai moralitas yang baik dan menjaga dimensi spritualitasnya.
Dalam proses belajar mengajar guru memiliki posisi yang sangat penting
dimana guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih,
mengarahkan, menilai serta mengevaluasi peserta didik. Menurut kajian Pullias,
Manan, serta Yelon dan Weinstein dalam Mulyasa (2005), dapat diidentifikasikan
bahwa ada 19 peran guru yakni sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,
penasehat, pembaharu (inovator), model teladan, pribadi, peneliti, pendorong
kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa
ceritera, aktor, emansipatoris, evaluator, pengawet dan kulminator.
Selain itu guru juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
peserta didik melalui interaksi yang terbangun dalam ruang kelas dan diluar kelas
sehingga memungkinkan bagi guru untuk dapat memahami karakter, potensi, sifat
dan kemampuan memahami dari peserta didiknya. Karena itu guru sangat
berperan dalam mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan
kecerdasan lainnya bahkan kecerdasan spiritual siswanya. Guru pula yang
mengembangkan minat, bakat kemampuan dan potensi yang dimilki oleh
siswanya. Dengan demikian guru merupakan tokoh kunci dari keberhasilan
pendidikan.
Mengenai istilah guru, terdapat beberapa argumen menyebutkan bahwa
pengertian guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Sedangkan Roestiyah dalam Wibowo (2003) berpendapat bahwa dalam
pandangan tradisional, guru dilihat sebagai seseorang yang berdiri di depan kelas
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, atau minimal dapat diartikan bahwa guru
adalah seseorang yang menyebabkan orang lain mengetahui atau mampu
melaksanakan sesuatu atau yang memberikan pengetahuan atau keterampilan pada
orang lain. Kata guru juga dapat diartikan dari asal kata bahasa Sangsekerta yakni
guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harfiahnya adalah "berat" adalah
seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam Bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pada arti pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam definisi yang lebih luas,
setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang
guru. Secara formal Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia
dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal
karena guru sebagai pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan sebagai sasaran peserta didik. Jadi guru adalah orang
yang bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih dan
menilai peserta didik serta mempunyai kualifikasi atau kompetensi.
Dalam melaksanakan tugas sebagai guru, bahwa hal terpenting yang
harus diperhatikan bagi sorang guru adalah persoalan kewibawaan. Pendidik harus
meliliki kewibawaan (keluasan batin dalam mendidik) dan menghindari
penggunaan kekuasaan lahir, yaitu kekuasaan semata-mata pada unsur
kewenangan jabatan yang mengakibatkan guru bertindak otoriter. Kewibaan
justru menjadikan suatu pancaran batin yang dapat memimbulkan pada pihak lain
untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh pengertian atas keluasaan
tersebut.
Kewibawaan pendidik hanya dimiliki oleh mereka yang dewasa. Yang
dimaksud dengan kedewasaan disini adalah kedewasaan jasmani dan rohani.
Kedewasaan jasmani tercapai bila individu telah mencapai puncak perkembangan
jasmani yang sudah jadi mantap. Kedewasaan rohani tercapai bila individu telah
memiliki cita-cita hidup dan pandangan hidup yang tepat. Cita-cita pandangan
hidup ini dijalaninya kedalam dirinya dan selanjutnya berusaha direalisir dalam
bentuk tingkah laku dan perbuatan.
Sebagai pendidik, merealisasikan cita-cita dan pandangan hidupnya itu
secara konkrit berlangsung melalui aktivitasnya sebagai pendidik maupun sebagai
orang tua. Orang dewasa adalah orang yang mampu mempertanggungjawabkan
segenap aktivitas yang bertalian dengan statusnya. Yang dimaksud tanggung
jawab adalah kemampuan untuk menyatukan diri dengan norma-norma.
pertanyaanya adalah mengapa pendidik harus memiliki kewibawaan dimata
perserta didik. Intinya adalah peserta didik membutuhkan sesuatu (perlindungan,
bantuan, bimbingan, dll) dari pendidik dan peserta bersedia dengan rela
memenuhinya, sepanjang antara peserta didik dengan pendidiknya tetap dalam
suasana hubungan gayuh bersambut kata berjawab, maka selama itu pula terdapat
pengakuan akan adanya kewibawaan pendidik oleh peserta didik.
Menurut M. J. Langeveld dalam Hamalik (2003) mengatakan bahwa:
“Ada tiga sendi kewibawaan, yaitu kepercayaan, kasih sayang dan
kemampuan. Pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa mendidik dan
juga harus percaya bahwa peserta didik dapat dididik. Kasih sayang,kasih
sayang mengandung dua makna, yaitu penyerahan diri kepada yang
disayangi dan pengendalian terhadap yang disayangi. Dengan adanya sifat
penyerahan diri, maka timbul kesediaan untuk berkorban dalam bentuk
konkretnya berupa pengabdian dalam kerja. Pengendalian terhadap yang
disayangi dimaksudkan agar peserta didik tidak berbuat sesuatu yang
merugikan dirinya. Kemampuan, Kemampuan mendidik dapat
dikembangkan melalui beberapa cara, antara lain pengkajian terhadap ilmu
pengetahuan kependidikan, mengambil manfaat dari pengalaman kerja.”
Untuk dapat mengikuti kewibawaan, maka pendidik harus mengerti
tentang kewibawaan. Hal ini dapat diperoleh dengan perantaraan pergaulan
dengan peserta didik. Pendidik harus menyadari bahwa ia hanya sekedar perantara
kewibawaan, dan dirinya bukan kewibawaan itu sendiri. Sebagaimana tujuan
pendidikan ialah menuruti kewibawaan oleh pendidik dan bukannya menuruti
pendidiknya. Oleh sebab itu, pendidik secara berangsur-angsur harus melepaskan
diri dari ikatannya dengan peserta didik.
1.2 Jenis-jenis Kompetensi Guru
Efektivitas proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas sangat
ditentukan oleh kompetensi para guru. Untuk menjalankan tugas seorang guru
secara efektif dan efisien para guru harus memiliki kompetensi tertentu. Merujuk
pada konsep yang dianut dilingkungan Depdiknas, sebagai “Insructional Leader”
maka guru harus memiliki 10 kompetensi sebagai berikut: (a) mengembangkan
kepribadian, (b) menguasai landasan pendidikan, (c) menguasai bahan pengajaran,
(d) menyusun program pengajaran, (e) melaksanakan program pengajaran, (f)
menilai hasil dan proses belajar mengajar, (g) meyelenggarakan program
bimbingan, (h) menyelenggarakan administrasi sekolah, (i) kerjasama dengan
sejawat dan masyarakat, (j) menyelenggarakan penelitian sederhana untuk
keperluan pengajaran.
Peningkatan kompetensi mengajar guru dalam rangka mencapai hasil
yang oftimal banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Thoha dalam Kete
(2005) mengemukakan bahwa kemampuan seorang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu faktor individu dan lingkungan organisasi. Faktor individu meliputi
kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, dan penghargaan. Sedangkan faktor
lingkungan organisasi meliputi hirarki organisasi, tugas, tanggungjawab dan
kompetensi manajerial (mengelola) pemimpin. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Sigit dalam Kete (2005) yang menyatakan bahwa “pada hakekatnya
kemampuan seseorang itu dipengaruhi oleh faktor pembawaan yang dibawa sejak
lahir dan faktor lingkungan sekitar (pendidikan dan dalam hidup)
Handoko dalam Kete (2005) mengemukakan bahwa kemampuan
seseorang dipengaruhi oleh faktor motivasi dan prestasi kerja yang tinggi. Lebih
lanjut Yulk mengemukakan bahwa “seseorang yang mempunyai pengalaman
dalam melaksanakan tugas, akan memperoleh standar keunggulan atau akan
mengembangkan cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu”. Kossen dalam
Kete (2005) menyatakan bahwa “keterampilan seseorang dapat dikembangkan
melalui pengalaman langsung ketika bekerja”.
Menurut Purwanto (1982) menyatakan semakin seseorang mengulangi
sesuatu, maka semakin bertambah kecakapan serta pengetahuan terhadap hal
tersebut, dan dia akan menguasainya. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa
setiap orang yang melaksakan pekerjaan akan menemukan hal yang baru dari
pekerjaan tersebut dan jika memahami hal-hal tersebut maka akan menjadi suatu
perjalanan yang memadai untuk menyelesaikan pekerjaan yang diembankan
kepadanya. Boediwono dalam Kete (2005) menyatakan bahwa kemampuan guru
banyak dipengaruhi latar belakang pendidikannya.
Dengan pendidikan maka seorang guru mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, jenis pendidikan
tempat membina dan mengembangkan kompetensi mengajar guru sebelum
seorang guru mulai melaksakan tugasnya dalam bentuk pre-service, maupun
tambahan dan penataran pada waktu mereka sudah betugas yakni dalam bentuk
in-service. Berdasarkan pendapat diatas dapat disempurnakan bahwa kompetensi
mengajar guru dapat dilihat dari dua faktor yaitu faktor intrinsik adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru yang berasal dari individu dan
adanya motivasi untuk melaksanakan pekerjaan.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah berupa pengalaman dalam mengajar,
jenjang pendidikan yang ditempuh maupun jenis pelatihan yang pernah diikuti.
Faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam
membentuk kompetensi mengajar guru. Untuk keperluan analisis tugas guru
sebagai pengajar maka kompetensi guru yang berhubungan dengan kompetensi
ialah merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan mengelola
proses belajar mengajar dan menilai sejauh mana keberhasilan proses belajar
mengajar. Terkait dengan kompetensi, ada beberapa hal yang harus dilakukan
oleh seorang guru. Tarigan dalam Hadi (2002) mengklasifikasi kompetensi
dengan berbagai cara, tergantung dari sudut pandangnya. Mereka menagatakan
bahwa :
Jika sudut pandang kompetensi dari sisi kemahiran fungsional, maka
terdiri atas 3, yaitu: (a) Kompetensi Partisipatif adalah kemampuan untuk
memberikan respon secara memadai terhadap tuntutan-tuntutan tugas kelas dan
kepada kaidah-kaidah prosedural untuk menyelesaikannya. (b) Kompetensi
Interaksional adalah kemampuan untuk memberi respon secara memadai terhadap
kaidah-kaidah wacana kelas dan kaidah-kaidah sosial, berinteraksi secara
memadai dengan teman-teman sebaya maupun orang dewasa waktu
menyelesaikan tugas kelas. (c) Kompetensi Akademik adalah kemampuan
memperoleh keterampilan-keterampilan baru, mengasimilasikan atau memahami
informasi-informasi baru dan membentuk/membangun konsep-konsep baru.
Suharsimi membagi atas tiga kompetensi: kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru, yaitu : (a) Kompetensi Personal adalah bahwa guru
marus memiliki keperibadian yang mantap, sehingga menjadi sumber intensifikasi
bagi subjek. Pengertian yang lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki
keperibadian yang patut diteladani seperti yang dikemukakan oleh Ki hajar
Dewantara yakni “ Ing Ngarso Suntulodo, Ing Madyo Mangunkarso dan Tut Wuri
Handayani” (b) Kompetensi Sosial adalah bahwa guru harus memiliki
kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan siswa, dengan sesama guru,
dengan pegawai tata usaha sekolah, dan bahkan dengan anggota masyarakat
lingkungan sekolah. (c) Kompetensi Profesional adalah bahwa guru harus
memiliki pengetahuan yang lebih luas dan mendalam tentang subjek matter
(Bidang Studi yang akan diajarkan), serta penguasaan metodologi dalam arti
pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu
menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Demikian halnya dengan kompetensi yang dipersyaratkan dalam pasal 10
ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang
memberi pembagian lebih spesifik yang terbagi atas empat, yakni : (a)
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
(b) Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. (c)
Kompetensi Profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam. (d) Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
a. Kompetensi Pedagogik
Dalam Dalam PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a, dikemukakan bahwa: “kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai kompetensi yang dimilikinya”.
Menurut Paulo Praire dalam Murtiningsih (2004) menekankan bahwa
aspek pedagogik yang bertumpu pada proses dialog antara peserta didik dan
pendidik adalah hal yang tidak boleh diabaikan agar pendidikan menghasilakan
produk-produk yang kritis dan progressif. Karena dalam dialog terdapat proses
dimana manusia memperoleh kesadaran yang semakin lama semakin mendalam
tentang realitas kultur dan lingkungannya yang kemudian menyadarkan manusia
akan kemampuananya merubah realitas.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam proses belajar mengajar, sangat
penting untuk membangkitkan kesadarannya. Mengingat bahwa kesadaran
manusia harus berkembang secara maksimal, maka pendidik harus menempatkan
peserta didiknya sebagai pusat kegiatan pedagogiknya sehingga pesertadidik
dapat secara kreatif melahirkan solusi terhadap problem masyarakat yang
dihadapi. Jadi kompetensi pedagogis guru adalah kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran peserta didik dengan cara menciptakan pembelajaran
kreatif dan menyenangkan melaui pendekatan dan metodologi yang menekankan
untuk penciptaan kesadaran serta keberhasilan peserta didiknya.
b. Kompetensi Akademik/Professional
Dalam PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik
memenuhi standar Naional Pendidikan. Menurut Rice dan Bishosrick dalam
Ibrahim (2003) guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya
sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnnya sehari-hari. Profesionalisme guru
oleh kedua pasangan penulis tersebut dipandang sebagai suatu proses yang
bergerak dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh
orang lain (orther-directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri.
Menurut Glikman dalam Asranuddin (2007) menegaskan bahwa
seseorang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki
kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Menurut Suhertian dalam
Asranuddin (2007) mengatakan “kompetensi profesional adalah kemampuan
dalam penguasaan akademik (untuk pelajaran yang diajarkan) dan terpadu dengan
kemampuan mengajarkan sekaligus sehingga guru itu memiliki wibawa
akademis”. Jadi kompetensi profesional guru adalah kemampuan guru dalam
penguasaan bidang studi secara luas dan mendalam serta memiliki konsepsi
pengetahuan tentang pendidikan dan penguasaan teknik atau metodologi
pengajaran.
c. Kompetensi Kepribadian
Dalam PP 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal
28 ayat (3) butir (b), dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Pribadi guru
memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya
dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam
membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan
makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam
membentuk pribadinya
d. Kompetensi Sosial
Sosial berasal dari bahasa latin, yakni socius yang berarti teman. Dalam
bahasa arab disebut syirik yang berarti bergaul. Secara etimologi, sosial berarti
hubungan atau interaksi antar manusia dan manusia yang lain dalam kehidupan
masyarakat. Menurut Bion dalam Sarwono (2005) bahwa kelompok bukanlah
sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri
dinamika dan emosi tersendiri. Ia menganggap bahwa kelompok sebagai versi
makrokosmos (alam semesta) dari individu.
Bennis dan Shepard dalam Sarwono (1998) yang berorientasi
psikoanalis yang merupakan teori perkembangan kelompok memberi perhatian
pokok terhadap proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam interaksi
antara orang-orang yang berada dalam situasi latihan (training). Karena situasi
latihan merupakan situasi kelompok yang khas. Ia memberi ciri-ciri utama dari
kelompok. Bennis dan Shepard mendasarkan teorinya pada pengamatannya
terhadap kelompok-kelompok latihan di national training Laboratory for Group
Development di Bethel, A.S. Peserta latihan dipilih dari berbagai latar belakang
dan kepribadian. Setiap kelompok terdiri atas 6-8 orang dan pada awal pertemuan
anggota kelompok tidak saling kenal. Pada setiap kelompok ditugaskan seorang
pelatih yang harus melakukan tugasnya berdasarkan prosedur. Pertemuan
kelompok dilakukan beberapa kali seminggu selama jangka waktu beberapa
minggu. Tujuan utama latihan kelompok ini adalah:
1.) Pada tingkat individu
a.) Primer
Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengertian
terutama motivasi-motivasinya sendiri dalam bereaksi terhadap orang lain
dan membantu mereka untuk meramalkan secara lebih tepat konsekwensi-
konsekwensi dari tindakan-tindakan.
b.) Sekunder
Peningkatan pemahaman tentang situasi kelompok dan berbagai
daya yang bekerja dalam kelompok selama berlangsungnya tingkah laku
hubungan antar manusia, peningkatan kendali terhadap komunikasi antar
manusia, menambah keragaman perilaku sosial terhadap setiap peserta
latihan.
2.) Pada tingkat kelompok
Membentuk komunikasi yang valid, komunikasi valid berarti setiap
anggota kelompok dimungkinkan untuk mengkomunikasikan perasaan-
perasaannya, motivasinya, keinginannya dan sebagainya secara tepat dan
bebas. Adapun ciri-ciri komunikasi yang valid adalah sebagai berikut;
(a) persepsi masing-masing anggota kelompok tentang
posisinya sendiri dalam kelompok-kelompok cocok dengan persepsi
anggota-anggota kelompok yang lain, (b) tujuan kelompok yang disepakati
bersama, sejalan dengan keinginan masing-masing anggota kelompok, (c)
antar anggota kelompok terbuka kemungkinan untuk berkomunikasi dalam
berbagai tingkatan
Bonner dalam Gerungan (2003) mengatakan bahwa interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan
individu yang lain, atau sebaliknya. Rumusan ini menggambarkan hubungan
timbal balik interaksi sosial yang terjadi antar manusia dengan manusia yang
lainnya. Dalam PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d, bahwa kecerdasan sosial atau kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar
Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru adalah kecerdasan
sosial yang dimiliki seorang guru dalam melakukan interaksi secara timbal balik
dengan subjek pendidikan, seperti siswa, sesama guru, orang tua/wali siswa,
pegawai sekolah dan masyarakat sekitar sekolah melalui komunikasi yang intensif
untuk menciptakan suasana beljar yang menyenangkan. Dalam mengembangkan
kompetensi sosial seorang pendidik, mesti mengetahui dimensi-dimensi
kompetensi tersebut, menurut Kete dalam Asranuddin (2007) bahwa yang
termasuk kompetensi sosial adalah
“kerja tim, melihat peluang, peran dalam kegiatan kelompok, tanggung
jawab sebagai warga, kepemimpinan, relawan sosial, kedewasaan dalam
berelasi, berbagi, berempati, kepedulian terhadap sesama, toleransi, solusi
komplik, menerima perbedaan, kerjasama, dan komunikasi”.
1.3 Pelatihan dan Pengalaman Belajar
a. Pelatihan
Pelatihan pada hakekatanya merupakan salah satu bentuk
kegiatan dari program pengembangan sumber daya manusia (personal
development). Pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu
mata rantai (link) dari siklus pengelolaan personil. Menurut
Wahjosumidjo (1999) dapat diartikan “merupakan proses perbaikan
staf melalui berbagai macam pendekatan yang menekankan realisasi
diri (kesadaran), pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri.
Pengembangan mencakup kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
perbaikan dan pertumbuhan pengetahuan (abilities), sikap (attitudes),
kecakapan (skil) dan pengetahuan dari anggota organisasi”.
Diklat merupakan bentuk pengembangan sumber daya manusia
yang paling strategis. Sebab dalam Diklat selalu berkaitan dengan
masalah nilai, norma dan perilaku individu dan kelompok. Program
Diklat selalu direncanakan untuk tujuan seperti: pengembangan
pribadi, pengembangan, professional, pemecahan masalah, tindakan
remedial, motivasi, meningkatkan mobilitas dan kemampuan
organisasi.
Tujuan utama program Diklat guru adalah untuk memperoleh
kecakapan khusus bagi guru. Kecakapan yang dimaksud adalah
kecakapan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik. Oleh karena itu langkah
utama yang perlu dilaksanakan adalah bagaimana program pelatihan
mencakup; muatan-muatan latihan, metodologi serta peralatan
pelatihan yang dapat tersedia untuk mendukung tercapainya tujuan
pelatihan.
Pelatihan diasumsikan sebagai salah satu upaya pengembangan
kompetensi professional guru. Tujuannya tiada lain agar guru menjadi
ahli dalam berbagai macam tugasnya. Oleh karena itu pelatihan
dimaksudkan bukan hanya karena alasan agar ilmu pengetahuan dan
keterampilannya tetap baru (up to date) tetapi juga karena mereka
harus memiliki keterampilan yang tinggi dalam menghadapi persoalan
yang tidak disangka-sangka.
Wursanto (2000) menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu
para pengajar baik dari segi pengetahuan, kemampuan, keterampilan
dan mentalnya salah satunya adalah melalui pelatihan. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah suatu kegiatan atau
usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang
pegawai dalam melaksanakan tugas tertentu. Dalam Inpres no. 5
Tahun 1974 dalam Wursanto (2000) dijelaskan bahwa latihan adalah
bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk
memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan
formal yang berlaku dalam kurun waktu singkat dengan metode yang
lebih mengutamakan praktek dari pada teori.
Dengan demikian berarti bahwa pelatihan guru adalah suatu
proses pengembangan dalam bidang kecakapan, pengetahuan
keterampilan, keahlian serta sikap dan perilaku guru dalam rangka
meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas mengajarnya. Tiffin
dalam Gani (2006) menyatakan bahwa pegawai harus dididik secara
sistematis jika mereka diharapkan dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Sejalan dengan pendapat tersebut Manulang (1981),
menegaskan bahwa tugas manajer kepegawaian adalah memilih
pegawai yang baik untuk setiap tugas kemudian melatih dan
mendidiknya.
Sehingga berdasarkan defenisi diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pelatihan adalah proses, cara dan perbuatan melatih Guru
sebagai upaya peningkatan dan pemantapan wawasan pengetahuan,
keterampilan sikap, perilaku dan nilai yang sesuai dengan profesi
Guru yang bermanfaat dalam meningkatkan profesionalitasnya
sebagai guru. Oleh karena itu Salah satu tuntutan keberhasilan suatu
pelatihan adalah sebagai salah satu alat peningkatan kualitas sumber
daya peserta pelatihan. Sehingga timbullah tuntutan pragmatis yang
secara esensial yaitu Diklat harus responsive, dilaksanakan secara
efektif dan efesien.
Bersifat responsive artinya Diklat harus direncanakan dan
dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan dan kebutuhan individu
organisasi dan masyarakat yang lebih luas. Bersifat efektif, pelatihan
harus menghasilkan produk yang diperlukan dan dinginkan dan
diselenggarakan sedemikian rupa, suatu cara yang sungguh-sungguh
serta memberikan kepuasan kepada para peserta pelatihan. Bersifat
efesien, berarti pelatihan harus mampu berdaya guna secara ekonomi
dan memperoleh manfaat yang seoptimal mungkin.
Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan yang di ikuti seorang
guru yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru. Adapun
aspek kompetisi yang dimaksud meliputi aspek kompetensi
perdagogik, kompetensi pofesional, kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial yang akan sangat dibutuhkan dalam pelaksananan
tugas mengajarnya. Bentuk pelatihan tersebut seperi pelatihan
pembuatan dan pengembangan silabus, pengembangan materi
pelajaran, pelatihan manajemen kelas, seminar pendidikan dll.
Dalam pelatihan harus dipergunakan metodologi dan sistem
penyampaian baru seperti: program studi lapangan, diskusi, seminar,
konferensi, role playing, simulasi, study kasus dan sebagainya.
Demikianlah program pelatihan guru yang kompleks, tetapi menarik,
mendesak dan amat diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas
sumber daya guru agar kinerja tenaga pengajar menjadi lebih
professional. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana
membuat pelatihan tersebut menjadi relevan (relevansi pelatihan).
Pelatihan harus menjadi lebih relevan dengan kebutuhan sekarang dan
akan datang dan untuk kepentingan masyarakat dimana institusi itu
berada. Pelatihan juga harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan
pengembangan kualitas sumber daya guru.
Pada saat ini terlalu banyak program pelatihan yang tidak
relevan oleh karena itu, program pelatihan yang bermacam-macam
harus dikemas secara rapi, menarik dilaksanakan sesuai dengan daya
tarik dan kebutuhan. Program pelatihan adalah kebutuhan nyata yang
mendesak dan amat diperlukan. Salah satu langkah yang perlu diambil
adalah bagaimana agar pelaksanaan program pelatihan terhindar dari
keusangan, agar para peserta tetap penuh semangat mengikuti
pelatihan, maka setiap program pelatihan secara ideal, proses belajar
harus diintegrasikan dengan melakukan tugas-tugas, study dan praktek
harus saling berhubungan.
b. Pengalaman Belajar
Pengalaman mengajar merupakan akumulasi dari lama mengajar
dan apa yang dialami serta yang dilakukan oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya. sehingga apa yang dialami dan dilakukan
selama melakukan tugasnya tersebut akan mejadi suatu hal yang
sangat berguna baginya dalam melaksanakan tugasnya pada masa
yang akan datang. Pengalaman mengajar yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah lama mengajar dan apa yang dilami serta yang
dilakukan oleh seorang guru dalam menekuni pekerjaannya.
Maksudnya adalah sejak ia memilih profesi menjadi guru sampai pada
saat penelitian ini berlangsung.
Seorang yang baru terjun ke dunia kerja sesuai dengan
profesinya dalam hal ini guru, maka pada saat itu merupakan awal
pengalamannya melaksanakan pekerjaan dan akan terus berlanjut
sepanjang masa tugasnya. Proses pengalaman kerja seorang guru
diwarnai oleh berbagai pengalaman yang menyangkut profesinya
tersebut. Makin lama masa mengajar seorang guru maka makin bayak
pula pengalaman yang didapatkannya serta akan mempengaruhi
tingkat kompetensinya sebagai guru. Itu merupakan proses belajar
bagaimana tindakan selanjutnya yang lebih baik agar pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dengan efeltif dan efesien sebagaimana
ungkapan yang menyatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik.
Dengan demikian seorang guru yang melakukan pekerjaannya
dengan bekal pengalaman yang banyak tentu akan memiliki
keterampilan dan keunggulan serta akan lebih mudah
mengembangkan cara yang lebih baik untuk menyelesaikan tugasnya.
Perubahan sikap dan tindakan dalam melaksanakan pekerjaan akibat
dari pengalamannya sudah barang tentu diupayakan untuk mencapai
tujuan pengajaran sehingga memperoleh kepuasan tersendiri dari hasil
kerja yang dilakukan berkat pengalaman mengajar yang dilami.
Bernadib dalam Wibowo (2003) menyatakan bahwa
pengalaman merupakan sendi bagi suatu pengetahuan sedangkan
Lingren dalam Sunanto Wibowo (2003) mengatakan bahwa
pengalaman adalah dasar untuk mengorganisasikan informasi ke
konsep. Sedangkan Kossen dalam Sunanto Wibowo (2003)
menyatakan bahwa keterampilan seseorang dapat dikembangkan
melalui pengalaman langsung ketika bekerja. Lebih lanjut sigit dalam
Sunanto Wibowo (2003) pada hakekatnya kemampuan seseorang itu
dipengaruhi oleh factor pembawaan yang dibawa sejak lahir serta
faktor lingkungan sekitar (pendidikan dan pengalaman).
Hal ini sejalan dengan hafidah dalam Sunanto Wibowo (2003)
menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang akan berbeda dalam
suatu kemampuan (ability), yaitu dasar kemampuan yang dibawa
sejak lahir dan kemampuan yang diperoleh dari pendidikan dan
pengaruh lingkungan. Sedangkan Aspul dalam Wibowo (2003)
menyatakan bahwa kemampuan manusia merupakan tenaga,
keterampilan, bakat dan penegetahuan yang secara potensial dapat
digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa. Dalam
mengerjakan sesuatu, sesorang akan menemukan hal baru dari
pekerjaan tersebut dan jika memahami hal-hal tersebut maka akan
menjadi suatu pengalaman yang dimilikinya. Sehingga semakin sering
seseorang mengulang sesuatu maka semakin bertambah kecakapan
serta pengetahuannya terhadap hal tersebut dan akan lebih
menguasainya.
Wibowo (2003) menyatakan bahwa untuk mendapatkan suatu
ketangkasan atau keterampilan yang memadai diperlukan latihan
berkali-kali atau terus menerus terhadap apa yang dipelajari, karena
dengan melakukan secara teratur, pengetahuan tersebut dapat
disempurnakan dan di siapsiagakan. Siagian (1987) menyatakan
bahwa pengalaman merupakan modal yang tidak kecil artinya dalam
mejalankan roda organisasi dan lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Lebih lanjut Yulk (1998) mengemukakan bahwa seseorang yang
mempunyai pengalaman, sedikit saja pengarahan yang diperlukan
karena mereka sudah mempunyai ketrampilan dan pengetahuan untuk
mengetahui apa yang harus dilakukandan bagaimana cara
melakukanya.
Dari pendapat tersebut diatas terlihat bahwa keterampilan harus
dipelajari dan dilatih secara periodik. Ini berarti bahwa pengalaman
mengajar diperoleh sedikit demi sedikit selama seorang menjadi guru,
sehingga dalam mengajar jika seorang guru menemukan hal-hal baru,
maka guru tersebut telah memilki pengalaman mengajar. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa pengalaman mengajar bagi seorang
guru diperoleh melalui pekerjaan atau tugas yang telah dilakukan
selama waktu tertentu, sehinngga semakin lama seorang guru
menekuni pekerjaanya maka semakin banyak pengalaman
mengajarnya. Kemampuan seorang guru dalam pengelolaan
pembelajaran juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman
mengajar yang telah dialaminya.
2. KERANGKA PIKIR
Kemampuan guru pada hakekatnya dipengaruhi oleh banyak
faktor termasuk tingkat pendidikan dan pelatihan. Sesuai dengan
fungsinya pelatihan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan
dan keteampilan. Dengan pelatihan, guru dapat memperoleh tambahan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan tugas-tugas mereka
yang bersifat urgen dan mendesak. Dalam upaya pengembangan
kemampuan guru pelajaran TIK (komputer) yang menjadi fokus
kajian adalah pengembangan profesionalisme guru melalui kegiatan
pelatihan professional atau penataran yang diikuti khususnya kegiatan
pelatihan yang relevan dengan tugas mengajar.
Kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan diharapkan dapat
meningkatkan kompetensi guru. Apabila kompetensi guru meningkat
maka kinerja guru akan meningkat pula dan pada gilirannya mutu
pembelajaran yang meningkat merupakan esesnsi peningkatan mutu
pendidikan. Karena guru sebagai komponen penting dalam
pembelajaran yang mempunyai peran mendidik, mengajar,
mengarahkan, melatih dan menilai peserta didik serta menjadi teladan
peserta didik dan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian
kompetensi pada diri seorang guru sangat penting untuk menunjang
proses pembelajaran yang efektif dan berkwalitas serta menjadi
pribadi yang dapat menjadi panutan (Gani, 2006).
Pengalaman mengajar merupakan akumulasi dari lama mengajar
dan apa yang dialami serta yang dilakukan oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya. Yang diukur berdasarkan skor total yang
diperoleh melalui rentang waktu yang dilalui oleh seorang guru dalam
menekuni profesi/ pekerjaan atau lama melaksanakan tugas.
Pengalaman mengajar memberikan andil yang besar terhadap
kompetensi profesional.
Dengan demikian kompetensi sangat penting dimiliki oleh
setiap guru dalam mendidik dan apabila keempat kompetensi tersebut
dikuasai dengan baik oleh seorang guru maka diyakini guru akan
mampu dan berhasil dalam mendidik karena guru yang berkompeten
akan lebih mudah mernyesuaikan kebutuhan pembelajaran dengan
kemampuan peserta didik dalam proses interaksi belajar mengajar.
Sehingga guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih
mampu mengelola kelasnya.
Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, kompetensi keperibadian dan kompetensi
social. Kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran peserta didik dengan menggunakan berbagai
metode yang menekankan untuk penciptaan kesadaran peserta
didiknya. Kompetensi profesional guru adalah kemampuan guru
dalam penguasaan bidang studi secara luas dan mendalam serta
memiliki konsepsi pengetahuan tentang kependidikan dan penguasaan
teknik atau metodologi pengajaran. Kompetensi keperibadian guru
adalah kemampuan atau kecakapan seorang guru secara personal baik
pikiran, sikap dan perilakunya dalam hal bagaimana seorang guru
dapat memberi kesan yang positif atau baik terhadap peserta didiknya
serta dapat memberi respon yang positif terhadap permasalahan yang
dihadapinya. Kompetensi sosial guru adalah kecerdasan sosial yang
dimiliki seorang guru dalam melakukan interaksi dengan subjek
pendidikan, seperti siswa, sesama guru, orang tua/wali siswa, pegawai
sekolah dan masyarakat sekitar sekolah.
Keempat kompetensi diatas adalah sangat diperlukan dan akan
sangat mendukung terciptanya proses belajar mengajar yang baik.
Keempat kompetensi tersebut mencakup berbagai aspek yang sesuai
dengan kebutuhan dalam proses belajar mengajar serta memenuhi
tuntunan kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Keempat
kompetensi tersebut juga didukung oleh PP 19 tahun 2005 dan
Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang
disahkan oleh DPR pada bulan Desember 2005.
3. HIPOTESIS
Dari uraian pada tinjauan pustaka dan karangka berpikir tersebut,
maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikansi antara tingkat pelatihan
terhadap kompotensi akademik guru Teknik Informasi dan Komunikasi
Sekolah Menengah Atas Negeri se- kabupaten Sinjai.
2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikansi antara pengalaman
mengajar terhadap kompotensi akademik guru Teknik Informasi dan
Komunikasi Sekolah Menengah Atas Negeri se- kabupaten Sinjai.
3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikansi antara tingkat pelatihan
dan pengalaman mengajar terhadap kompotensi akademik guru Teknik
Informasi dan Komunikasi Sekolah Menengah Atas Negeri se- kabupaten
Sinjai.
F. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif,
yaitu dengan memberikan gambaran secara kuantitatif terhadap
permasalahan yang diajukan dan disusun dalam bentuk persentase dan
distribusi frekuensi.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri se-
kabupaten Sinjai mulai tanggal 1 Agustus 2011 sampai dengan tanggal 31
Agustus 2011.
3. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen
(variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat). Untuk variabel
bebas diberi simbol X dan dibagi menjadi X1 dan X2, dimana X1 adalah
Pelatihan guru, dan X2 adalah Pengalaman mengajar guru. Sedangkan
Kompetensi guru TIK merupakan variabel terikat Y.
X1
X2
Y
1
3
2
b. Gambar 1. Desain Variabel Penelitian
Keterangan :
X1 : Pelatihan guru
X2 : Pengalaman mengajar guru
Y : Kompetensi guru komputer
4. Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi sekaligus sampel (total sampling)
dalam penelitian ini adalah semua guru Sekolah Menengah Atas di
Kabupaten Sinjai berjumlah 28 orang. Untuk lebih jelasnya, distribusi
populasi dan sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian
N0 Nama Sekolah Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
SMAN 1 Sinjai
SMAN 2 Sinjai
SMAN 1 Sinjai Timur
SMAN 1 Sinjai Tengah
SMAN 1 Sinjai Selatan
SMAN 1 Sinjai Barat
SMAN 1 Bulupoddo
SMAN 1 Sinjai Tellulimpoe
3 Orang
3 Orang
4 Orang
3 Orang
4 Orang
2 Orang
3 Orang
3 Orang
3 Orang
3 Orang
4 Orang
3 Orang
4 Orang
2 Orang
3 Orang
3 Orang
9 SMAN 1 Sinjai Borong 3 Orang 3 Orang
Jumlah 28 Orang 28 Orang
5. Defenisi Operasional Variabel
a. Pelatihan
Pelatihan adalah sebagai suatu kegiatan yang telah diikuti guru
TIK di SMA Negeri se-Kabupaten Sinjai berdasarkan intensitas
pelatihan menurut jenis, jenjang dan relevansinya dengan profesinya
sebagai guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya yang
diukur dalam jumlah jam pelatihan dari keselurahan kegiatan
pelatihan yang diikuti sesuai dengan bidang tugasnya sebagai baik
pada tingkat lokal, regional dan nasional.
Tabel 2. Distribusi penilaian pelatihan
Lama Diklat
(JP
Internas Nas Provinsi Kab/ Kota Kec
R TR R TR R TR R TR R TR
>640 60 45 50 40 45 35 40 30 35 25
481 - 640 55 40 45 35 40 30 35 25 25 15
161 – 480 45 35 40 30 35 25 30 20 25 15
81 – 160 40 30 35 25 30 20 25 15 20 10
30 – 80 35 25 30 20 25 15 20 10 15 7
8 - 29 30 20 25 15 20 10 15 5 10 3
Keterangan :
R : Relevan, materi diklat mendukung pelaksanaan tugas profesionaliosme guru
TR : Tidak relevan, materi diklat tidak mendukung pelaksanaan tugas
profesionaliosme guru
(DEPDIKNAS, 2009)
2. Pengalaman mengajar
Pengalaman mengajar merupakan akumulasi dari lama mengajar
dan apa yang dialami serta yang dilakukan oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya. Yang diukur berdasarkan skor total yang diperoleh
melalui rentang waktu yang dilalui oleh seorang guru dalam menekuni
profesi/ pekerjaan ata lama melaksanakan tugas.
Tabel 3. Distribusi penilaian pengalaman belajar
pengalaman Belajar Skor
>31 tahun 220
29 – 31 tahun 205
26 – 28 tahun 190
23 – 25 tahun 175
20 – 22 tahun 160
17 – 19 tahun 145
14 – 16 tahun 130
11 – 13 tahun 115
8 – 10 tahun 100
5 – 7 tahun 85
4 tahun 70
Catatan :
Tugas belajar diperhitungkan dalam pengalaman belajar,
(DEPDIKNAS, 2009)
3. Kompetensi Guru
Tingkat kompetensi guru adalah kemampuan yang dimilki oleh
seorang guru sehubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam
proses belajar mengajar dengan segenap pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang dimilikinya. meliputi tanggung jawab profesinya, menguasai
bahan pelajaran secara luas dan mendalam, merencanakan pengajaran,
melaksanakan program pengajaran dan evaluasi terhadap proses belajar
mengajar yang dikelompokkan dalam aspek kompetensi profesional atau
akademik.
6. Teknik Pengumpulan Data
eknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
a. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data sekunder
berupa populasi guru setiap SMAN di Kabupaten Sinjai.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan pada saat melakukan pengambilan data awal
dan pada saat saat untuk memulai pengambilan data di sekolah-
sekolah menengah atas, serta menanyakan tentang kompetensi guru-
guru TIK di sekolah.
c. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengukur tingkat kompetensi guru.
Indikator yang diukur adalah : (a) Penguasaan materi pelajaran,
q
p
S
MMr
d
p
rbi
1
(b) Penguasaan Kurikulum pembelajaran, (c) Penguasaan ilmu
pendidikan dan keguruan.
Indikator di atas dilengkapi dengan daftar pernyataan dan instrumen-
instrumen tersebut disebar kedalam item-item yang berjumlah 32 butir
pilihan dalam bentuk skala likert, dengan empat macam kategori
pilihan yaitu sangat sering (SS), sering (S), kadang-kadang (KK), dan
tidak pernah (TP) serta dilakukan wawancara untuk mendapatkan
informasi tambahan.
7. Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kualitas atau kesahihan
terhadap instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Rumus yang
digunakan adalah yaitu:
(Suharsimi, 2001)
Rpbi = Koefesien korelasi biseral
Mp = Mean skor yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
Mt = Mean skor total
Sd = Standar Deviasi dari skor total
p = Proporsi yang menjawab benar
q = proporsi yang menjawab salah (q = 1-P)
Kriteria validitas yang digunakan untuk menentukan item-item tes
yang mempunyai tingkat validitas yang memadai atau memenuhi
syarat untuk digunakan, yaitu apabila tabelpbi tr pada taraf nyata =
0,05.
b. Uji Realibilitas
Uji realibilitas yang digunakan untuk mengetahui apakah instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipercaya atau diandalkan.
Rumus yang digunakan adalah KR-20 yang dirumuskan sebagai
berikut:
2
2
1 S
pqS
n
nrii
(Suharsimi, 2001)
dengan:
iir = Realibilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = Proporsi subjek yang menjawab salah
pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item
S2 = varians dari item ke 1
8. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul dari hasil penelitian, selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan analisa deskriptif yang dilengkapi dengan tabel
N
N
XX
SD
2
2
distribusi frekuensi, persentase, histogram. Keseluruhan data diolah dalam
penelitian ini dibantu dengan menggunakan program komputer SPSS.
a. Rumus Persentase
%100N
FP (Suharsimi, 2001)
Keterangan:
P = Persentase.
f = Frekwensi data
N = Jumlah sampel
b. Rumus rata-rata
N
xX
(Suharsimi, 2001)
Dimana :
X = Rata-rata
N = Jumlah sampel
E = Jumlah Skor X
b. Rumus Standar Deviasi
(Suharsimi, 2001)
Dimana :
SD = Standar Deviasi
X = Skor nilai
N = Jumlah sampel
Tabel distribusi tiap variabel penelitian disusun dengan menentukan
kelas intervalnya. Penyusunan kelas interval dilakukan dengan
pedoman aturan Sturgest dan disusun menjadi 4 kategori (variabel 1
dan 2) sebagai berikut :
Tabel 4. Penentuan Penilaian terhadap Kompetensi guru
Kategori Skor
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
< (M – 1,5 SD)
( M – SD) s/d (M + SD)
( M + SD) s/d ( M + 1,5 SD)
> (M + 1,5 SD)
(Sudjana, 1992)
Tabel 5. Pengkategorian variabel 3
Kategori Kompeten
Kategori Belum Kompeten
9. = 75 % - 100 %
10. = 0 % - 74 %
(Fausi, 2010)
a. Uji Persyaratan Analisis
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk pengujian hipotesis
variabel-variabel penelitian digunakan analisis statistik inferensial
dengan analaisis regresi ganda dan korelasi parsial. Data yang
diperoleh harus memenuhi kriteria/persyaratan analisis regresi ganda
melakukan uji asumsi data yaitu dengan uji normalitas (Kolmogrov-
Smirnov Goodness of fit tes), uji Liniearitas dan multikolinearitas.
Untuk itu, analisisnya digunakan bantuan komputer dengan program
SPSS.
b. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Untuk menguji hipotesis digunakan
analisis statistik model Korelasi Parsial khusus untuk hipotesis
pertama dan kedua sedangkan untuk hipotesis yang ketiga digunakan
analisis regresi ganda, pengolahannya menggunakan bantuan
komputer program SPSS 17 for Windows.
(untuk hipotesis pertama dan kedua),
Y = β 0 + β1X1+ β2X2+ β3X3 (untuk hipotesis ketiga)
(Thoha, 2003)
G. DAFTAR PUSTAKA
Asranuddin. 2007. Studi Tentang Kompetensi Guru SMK se-Kabupaten
Bulukumba. Makassar. Program Sarjana Pendidikan Teknik
Elektronika. Skripsi Tidak diterbitkan.
DEPDIKNAS, 2009. Buku 3 Pedoman Penyusunan Portofolio. Jakarta :
DEPDIKNAS
Fausi, 2010. Kompetensi Guru Dalam Pelaksanaan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) Di SMK Negeri 2 Bungoro Kabupaten
Pangkep. Program Sarjana Pendidikan Teknik Elektronika. Skripsi
Tidak diterbitkan
Gani, Abd. 2006. Pengaruh Pelatihan Guru Terhadap Tingkat
Kompetensi Professional Guru Matematika Pada SMPN di Kabupaten
Barru. Tesis Tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana UNM
Makassar.
Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Hadi. 2002. Pengaruh Minat Baca dan Sikap Keguruan Terhadap
Kompetensi Professional Guru Madrasah Ibtidaiyah Di Kabupaten
Bantul.Tesis Tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana UNM
Makassar.
Hamalik, umar. 2003. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi. Jakarta; PT Bumi Aksara.
Ibrahim, Baffadal. 2003. Peningkatan Profesinalisme Guru Sekolah
Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Kete, Sumarto. 2005. Hubungan Antara Kompetensi Manajerial Kepala
Sekolah Dan Kompetensi Mengajar Guru Pada Sekolah Menengah
Pertama Negeri Bau-bau. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Program
Pascasarjana UNM
Manulang. 1981. Dasar-dasar Manajemen Cetakan ke tujuh. Medan :
Galia Indonesia
Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung; PT Bumi Aksara.
Murtiningsih, Siti. 2004. Pendidikan Alat Perlawanan, Teori
Pendidikan Radikal Paulo Praire. Yogyakarta: Resist Book.
Purwanto, M Ngalim. 1982. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sarwono, Wirawan Sarlito. 1998. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Sudjana, Nana. 1992. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Tarsito
Siagian, S.P. 1987. Pengembangan Sumber Daya Insani. Jakarta:
Gunung Agung.
Suharsimi, Arikunto. 1991. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Toha, Chatib. 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: raja
Grafinda.
Wibowo, Sunanto. 2003. hubungan antara pendidikan dan pengalaman
mengajar dengan kinerja Guru SD Kec. Kendari. Tesis tidak
diterbitkan Makassar. pasca sarjana UNM
Wursanto. 2000. Manajemen Kepegawaian. Yogya: Knisius
Yulk, Gari. 1998. Kepemimoinan Dalam Organisasi. Jakarta:
Perhellindo
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.
BIODATA
1. Nama : Zaid, S.Pdi
Tempat/ Tanggal Lahir : Palu, 6 Juli 1982
NIP : 19820706 200903 1 010
Sekolah : SMPN 4 Mangarabombang Takalar
Pekerjaan : Mahasisa PPs UNM Jurusan PEP
2. Nama : Abdul Zahir, S.Pd
Tempat/ Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 13 Maret 1986
Pekerjaan : Mahasisa PPs UNM Jurusan PEP