35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan dalam negeri terutama makanan pokok seperti gandum mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah impor gandum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Aptindo (2014), Indonesia merupakan negara yang banyak melakukan impor gandum dari negara Australia, United States, Kanada, dan Ukraina. Pada tahun 2014 impor gandum sebesar 1,5 juta ton. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia masih bergantung pada negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan produktivitas budidaya pangan dengan memanfaatkan teknologi dan upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya pangan lokal untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Salah satu sumber daya pangan lokal yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal adalah sukun (Artocorpus Commonis). Sukun cukup potensial untuk dikembangkan karena karena kuantitasnya yang melimpah dan kandungan gizi yang tinggi seperti karbohidrat (22,8% - 77,3%), kalsium (15,2% - 31,1%) serta fosfor (34,4%-79%). Menurut Badrie et al. (2010), buah sukun memiliki kandungan vitamin B, vitamin C, niacin, dan thiamine yang

Proposal Penelitian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teknik Kimia Undip

Citation preview

Page 1: Proposal Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan pangan dalam negeri terutama makanan pokok seperti gandum

mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk di Indonesia. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah impor gandum

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Aptindo (2014), Indonesia

merupakan negara yang banyak melakukan impor gandum dari negara Australia,

United States, Kanada, dan Ukraina. Pada tahun 2014 impor gandum sebesar 1,5 juta

ton. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia masih bergantung pada negara lain dalam

hal pemenuhan kebutuhan pangan. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan

produktivitas budidaya pangan dengan memanfaatkan teknologi dan upaya

diversifikasi pangan dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya

pangan lokal untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia.

Salah satu sumber daya pangan lokal yang sampai saat ini belum

dimanfaatkan secara optimal adalah sukun (Artocorpus Commonis). Sukun cukup

potensial untuk dikembangkan karena karena kuantitasnya yang melimpah dan

kandungan gizi yang tinggi seperti karbohidrat (22,8% - 77,3%), kalsium (15,2% -

31,1%) serta fosfor (34,4%-79%). Menurut Badrie et al. (2010), buah sukun memiliki

kandungan vitamin B, vitamin C, niacin, dan thiamine yang cukup tinggi sehingga

bagus untuk metabolisme tubuh. Produksi sukun di Indonesia terus meningkat, dari

89.231 ton pada Tahun 2010, meningkat menjadi 102.089 ton pada Tahun 2011, dan

meningkat lagi menjadi 111.768 ton pada tahun 2012 (BPS, 2013).

Di Indonesia, sukun lebih banyak dimanfaatkan sebagai makanan selingan

dalam bentuk sukun goreng, sukun rebus, getuk, tape, kolak, keripik, dan lain

sebagainya. Di negara-negara lain seperti di kawasan Pasifik, Kepulauan Karibia,

Afrika Barat, Ameika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, India, dan Sri Lanka,

sukun juga dimanfaatkan sebagai sebagai makanan pokok (sumber karbohidrat). Hal

ini disebabkan karena sukun memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.

Salah satu upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya

dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan sukun. Dengan

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi (22,8% - 77,3%) buah sukun berpotensi

Page 2: Proposal Penelitian

untuk dimanfaatkan sebagai tepung sukun. Tepung sukun ini dapat digunakan sebagai

bahan baku untuk pembuatan produk baru ataupun untuk mengganti tepung-tepung

konvensional. Tepung sukun mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan

sebagai salah satu makanan pokok pendamping tepung terigu. Kandungan kalori

tepung sukun yang lebih rendah dapat digunakan sebagai makanan diet rendah kalori

dalam menu sehari-hari. Salah satu kendala dalam pemanfaatan sukun sebagai tepung

adalah kurang dapat mengembang apabila di olah menjadi produk (Mutmainah et al.,

2013). Oleh sebab itu, sebagai upaya perbaikan kualitas tepung dapat dilakukan

dengan memodifikasi sifat-sifat fungsional. Modifikasi sebagai perubahan struktur

molekul dari pati dapat dilakukan secara kimia, fisika maupun enzimatis (Pudjihastuti,

2010).

Menurut penelitian yang pernah dilakukan (Mutmainah et al., 2013) mengenai

perendaman sukun dalam larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15% dapat

meningkatkan daya kembang meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan yaitu

dari 4,97644 gr/gr menjadi 5,21133 gr/gr. Penelitian yang dilakukan oleh Kayode

dkk. (2003), daya kembang pati sukun dapat meningkat dengan cara dioksidasi oleh

NaOCl pada suhu 80oC dan penelitian yang dilakukan oleh Desti et al. (2008) oksidasi

tapioka dengan hidrogen peroksida cukup efektif dalam meningkatkan daya kembang

yaitu dari 8.9 gr/gr menjadi 11 gr/gr. Penelitian yang dilakukan oleh Tolavanen et al.

(2008) menunjukkan bahwa oksidasi dengan menggunakan hidrogen peroksida

sebagai oksidator lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan NaOCl.

Tepung/pati sukun sebelum termodifikasi masih memiliki karakteristik yang

kurang dikehendaki yakni kurang dapat mengembang dan sedikit mengikat air

(Mutmainah et al., 2013). Untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional tepung/pati

sukun, maka dilakukan modifikasi dengan cara oksidasi menggunakan H2O2.

Pemilihan H2O2 sebagai oksidator dikarenakan penggunaanya tidak bergantung pada

kondisi iklim dan menghasilkan produk yang lebih homogen (Desti et al., 2008) serta

lebih ramah lingkungan (Tolavanen et al., 2008). Tepung/pati sukun termodifikasi

diharapkan dapat digunakan untuk bahan baku produksi roti sehingga import gandum

dapat dikurangi sehingga kita harus mencari inovasi teknologi dengan memanfaatkan

sumber daya lokal yang ada.

Page 3: Proposal Penelitian

1.2 Perumusan Masalah

Pati sukun yang diperoleh dari penggilingan irisan sukun dengan ditambah air

kemudian diendapkan sudah dapat digunakan sebagai bahan pangan. Namun pati

sukun ini masih memiliki kelemahan, diantaranya kelarutan dalam air dan daya

kembang yang masih tergolong rendah. Oleh karena itu, pati sukun ini perlu diolah

lebih lanjut untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.

Modifikasi pati sukun untuk memperbaiki sifat fisiko-kimianya dapat

dilakukan dengan cara kimia seperti oksidasi. Menurut penelitian yang sudah

dilakukan oleh Alvaro, dkk (2011), oksidasi merupakan cara modifikasi yang cocok

untuk diaplikasikan pada pati karena viskositasnya rendah, stabilitasnya tinggi, serta

kemurnian dan sifat pengikatan yang bagus. Oksidasi pati sudah banyak diaplikasikan

di industri, seperti industri kertas, tekstil, dan material pengikat untuk bahan pelapis

permukaan suatu benda (Alvaro dkk., 2011).

Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi tepung sukun dengan cara

oksidasi menggunakan H2O2 tanpa penambahan katalis. Pemilihan H2O2 sebagai

oksidator dikarenakan penggunaanya tidak bergantung pada kondisi iklim dan

menghasilkan produk yang lebih homogen (Desti et al., 2008) serta lebih ramah

lingkungan dibandingkan dengan NaOCl (Tolavanen et al., 2008). Modifikasi dengan

cara kimia yaitu teknik oksidasi dengan oksidator H2O2 dan katalis CuSO4.5H2O telah

terbukti dapat meningkatkan sifat fisiko-kimia tepung umbi talas (Ariyanti dan

Budiyati., 2013). Namun kelemahan dari penggunaan katalis adalah terjadinya

penurunan kualitas tepung umbi talas khususnya pada warna dan rasa (Ariyanti dan

Budiyati., 2014). Oleh sebab itu, pada penelitian ini katalis tidak digunakan dalam

proses oksidasi.

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi hidrogen

peroksida yang efektif untuk meningkatkan daya kembang pati sukun. Variabel yang

digunakan adalah perbandingan konsentrasi hidrogen peroksida yang digunakan serta

suhu dan perbandingan air dan pati sukun.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Page 4: Proposal Penelitian

1. Mengkaji pengaruh konsentrasi H2O2 , suhu operasi serta perbandingan air dan

pati sukun terhadap sifat psikokimia, daya kembang dan kelarutan pati sukun

termodifikasi.

2. Mengkaji kondisi operasi optimum dalam modifikasi pati sukun dengan

oksidasi H2O2 terhadap sifat psikokimia, daya kembang dan kelarutan.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini, dapat dihasilakn produk olahan sukun berupa

pati modifikasi sukun yang mempunyai daya kembang tinggi dan sifat psikokimia

yang baik. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi

ilmiah berkaitan dengan pengaruh kondisi operasi oksidasi yang optimum dalam

proses pembuatan pati sukun termodifikasi terhadap daya kembang dan sifat

psikokimia yang dihasilkan.

Page 5: Proposal Penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Sukun

Sukun (Artocarpus communis) merupakan tanaman pekarangan yang telah ratusan

tahun dikenal sebagai aman penghijau di Indonesia. Tanaman sukun berasal dari New

Guinea Pasific dan berkembang sampai ke Indonesia. Tanaman ini merupakan

tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis, baik pada dataran rendah

maupun dataran tinggi (sampai 1000 m di atas permukaan laut). Tanaman sukun

memiliki toleransi dan daya adaptasi yang tinggi serta tahan terhadap penyakit (Shadily

1984 yang dikutip dalam Anonim 2002). Hal ini menyebabkan pohon sukun tersebar

meluas Indonesia. Taksonomi tumbuhan sukun secara lengkap adalah sebagai berikut:

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas: Dilleniidae

Ordo: Urticales

Famili: Moraceae (suku nangka-nangkaan)

Genus: Artocarpus

Spesies: Artocarpus communis Forst

Sukun merupakan tanaman tahunan yang berbuah musiman dengan panen raya di

bulan Januari-Februari dan panen susulan di bulan Juli-Agustus. Pada usia 4 tahun

setelah tanam, sukun sudah menghasilkan buah yang produksinya bertambah sejalan

dengan pertambahan umur tanaman. Produksi sukun berkisar antara 200-750

buah/pohon/tahun (Syah & Nazaruddin 1994).

Page 6: Proposal Penelitian

(a) (b)

Gambar 2.1 Buah Sukun (a) dan pohon sukun (b)

Buah sukun mempunyai potensi sebagai cadangan ketahanan pangan

nasional karena sukun mampu berproduksi sepanjang tahun selain itu buah sukun

mengandung gizi yang tidak kalah dengan jagung maupun umbi-umbian (Irwanto,

2006). Nilai gizi buah sukun tidak kalah dengan bahan-bahan pangan lainnya yang

sering digunakan sebagai bahan pangan pokok ataupun bahan pangan pokok

alternatif di Indonesia. Bahkan dalam beberapa hal sukun tampak lebih unggul dari

bahan pangan lainnya. Dengan demikian sukun, khususnya tepung sukun mempunyai

prospek yang sangat baik sebagai bahan pangan pengganti gandum.

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi buah sukun dengan sumber karbohidrat lain

Sumber: USDA 2004

Page 7: Proposal Penelitian

2.2. Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat

pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama

sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang (Jane,

1995; Koswara, 2006).

Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering

disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena

itu digunakan untuk identifikasi. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama

yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak Umumnya pati

mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara. Struktur dan

jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati

tersebut (Greenwood dkk., 1979).

Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai beberapa

sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain

(Tharanathan dkk., 2005). Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat,

tidak berbau dan tidak berasa, dimana secara mikroskopik granula pati dibentuk oleh

molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat (Koswara, 2006; Niba

dkk., 2002). Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, dimana ada yang berbentuk

bulat, oval, atau bentuk tak beraturan. Demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron

sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Granula Beberapa Jenis Pati (Koswara, 2006; Niba dkk.2002).

Pati Tipe Diameter Bentuk

Jagung

Kentang

Biji-bijian

Umbi-umbian

15 μm

33 μm

Melingkar, poligonal

Oval, bulat Gandum

Tapioka

Biji-bijian

Umbi-umbian

15 μm

33 μm

Melingkar, lentikuler

Oval, kerucut potong

Sifat-sifat pati sangat tergantung dari sumber pati itu sendiri. Faktor yang

menentukan sifat pati antara lain yaitu gelatinisasi. Beberapa karakterisasi gelatinisasi dari

Page 8: Proposal Penelitian

pati singkong (tapioka), jagung, kentang, dan gandum seperti yang disajikan pada Tabel

2.

Tabel 2. Karakterisasi Gelatinisasi Beberapa Jenis Pati (Koswara,2006)

PatiSuhu gelatinisasi

Koffer (oC)

Suhu pemanasan

Brabender (oC)

”Peak” viskositas

Brabender (BU)

Jagung 62-72 75-80 700

Kentang 58-68 60-65 3000

Gandum 58-64 80-85 200

Tapioka 59-69 65-70 1200

2.2.1. Granula Pati

Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang

berbeda-beda. Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti bentuk, ukuran,

keseragaman, bersifat khas untuk setiap jenis pati. Bentuk butiran pati secara fisik

berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Greenwood

dkk.,1979). Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim.

Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati

secara keseluruhan (Jane, 1995).

Pati yang berasal dari biji-bijian tertentu hanya mengandung

amilopektin saja yang dikenal dengan istilah “waxy” atau lilin. Spesies yang

penting adalah sorgum lilin, jagung lilin dan beras lilin (Jane, 1995).

2.2.2. Amilosa

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari

amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-

(1,4) dari unit glukosa, yang membentuk rantai lurus, yang umumnya dikatakan

sebagai linier dari pati. Meskipun sebenarnya amilase dihidrolisa dengan β-

amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna,

β- amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan

memutus ikatan α-(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa

menghasilkan maltosa (Hee-Joung An, 2005).

Page 9: Proposal Penelitian

Suatu karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan

membentuk koil yang sangat panjang dan fleksibel yang selalu bergerak

melingkar. Struktur ini mendasari terjadinya interaksi iodamilosa membentuk

warna biru. Dalam masakan, amilosa memberikan efek keras bagi pati (Hee-

Joung An, 2005). Struktur rantai amilosa cenderung membentuk rantai yang

linear seperti terlihat pada Gambar1.

Gambar . Rumus struktur amilosa

2.2.3. Amilopektin

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-(1,4) pada rantai

lurusnya, serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Struktur rantai

amilopektin cenderung membentuk rantai yang bercabang seperti terlihat

pada Gambar 2. Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4–5 % dari

seluruh lkatan yang ada pada amilopektin (Ann-Charlotte Eliasson, 2004).

Biasanya amilopektin mengandung 1000 atau lebih unit molekul glukosa

untuk setiap rantai. Berat molekul amilopektin glukosa untuk setiap

rantai bervariasi tergantung pada sumbernya. Amilopektin pada pati umbi-

umbian mengandung sejumlah kecil ester fosfat yang terikat pada atom karbon

ke 6 dari cincin glukosa (Koswara, 2006).

Amilopektin dan amilosa mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa

lebih mudah larut dalam air dibandingkan amilopektin. Bila amilosa

direaksikan dengan larutan iod akan membentuk warna biru tua, sedangkan

amilopektin akan membentuk warna merah (Greenwood dkk., 1979).

Dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya

proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang

kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah.

Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung

Page 10: Proposal Penelitian

menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi

secara terbatas (Hee-Joung An, 2005).

Gambar . Rumus struktur amilopektin

2.3. Sifat-sifat psikokimia dan rheologi produk pati sukun termodifikasi

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi

kimia (esterifikasi, sterifikasi atau oksidasi) atau dengan menggangu struktur asalnya. Pati

diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk

memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat sebelumnya atau untuk

merubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam,

alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia

baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati (Tharanathan dkk.,

2005).

Beberapa metode yang dapat memodifikasi pati antara lain modifikasi dengan

pemulian tanaman, konversi dengan hidrolisis, cross linking, derivatisasi secara kimia,

merubah menjadi sirup dan gula serta perubahan sifat-sifat fisik. Modifikasi dengan

konversi dimaksudkan untuk mengurangi viskositas dari pati mentah hingga dapat dimasak

dan digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, pati akan lebih mudah larut dalam

air dingin dan memperbaiki sifat kecenderungan pati untuk membentuk gel atau pasta

(Tharanathan dkk., 2005).

Sifat psikokimia pati yaitu sifat yang menunjukkan morfologi, struktur, dan

kristalinitas dari pati. Sifat ini akan berpengaruh pada granula pati baik dalam bentuk gel,

larutan, maupun kristal. Kandungan amilosa dan amilopektin memilik i pengaruh yang

sangat besar pada sifat fisik pati (Ann-Charlotte Eliasson, 2004). Keduanya saling

Page 11: Proposal Penelitian

berhubungan dalam mengubah maupun membentuk sifat yang berbeda–beda tergantung

pada perlakuannya. Dalam hal ini yang termasuk sifat– sifat psikokimia pati antara lain

kandungan amilosa dan amilopektin, viskositas, gelatinisasi, dan swelling power (Murillo

dkk., 2008).

Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan bentuk dan aliran

bahan yang biasanya digunakan pada bahan makanan. Rheologi data yang biasa

dibutuhkan dalam industri makanan antara lain (James N. Be Miller dkk.,1997):

1. Quality control dari produk akhir

2. Mengevaluasi tekstur makanan

3. Secara fungsional menentukan komposisi dalam meningkatkan produk.

Sifat-sifat psikokimia dan rheologi produk pati termodifikasi seperti: swelling power,

kelarutan, gugus karbonil, dan gugus karboksil memiliki standard tertentu berdasarkan pada

penelitian yang sudah dilakukan terdahulu, seperti yang terlihat pada Tabel.3. Faktor-faktor

yang mempengaruhi antara lain: perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan

distribusi berat molekul.

Tabel.3. Sifat-sifat Psikokimia dan Rheologi Pati Sukun (K.O. Adebowale et

al,2005)

Sifat Psikokimia Value

Swelling Power (g/g) 1.33 ± 0.06

Kelarutan (%) 48,87 ± 0.02

Alkaline water retention capacity 1.00 ± 0.00

Gugus Karbonil (%) 0,48

Gugus Karboksil (%) 0,10

Viskositas (cp) 641.75

2.4 Modifikasi Pati

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi

kimia atau dengan mengganggu struktur asalnya. Pati diberi perlakuan tertentu dengan

tujuan menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk

merubah beberapa sifat sebelumnya atau sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup

penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan

Page 12: Proposal Penelitian

menghasilkan gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati.

Pati dapat dimodifikasi melalui cara hidrolisis, oksidasi, cross-linking atau cross bonding dan

subtitusi (Koswara, 2006).

2.4.1. Hidrolisis Asam

Perlakuan pati di bawah titik pembentukan gel pada larutan asam akan

menghasilkan produk dengan viskositas pasta panas yang rendah dan

mempunyai rasio viskositas pasta dingin dan panas yang tinggi dan angka alkali

(alkali number) yang tinggi dari pati-pati alami. Demikian halnya dalam

pemecahan granula pati oleh air panas tidak sama dengan pati alami walaupun

mempunyai bentuk granula yang hampir sama dengan pati alami.

Dibandingkan dengan pati aslinya, pati termodifikasi asam menunjukkan

sifat-sifat yang berbeda, seperti (1) penurunan viskositas, sehingga

memungkinkan penggunaan pati dalam jumlah yang lebih besar (2)

penurunan kemampuan pengikatan iodine (3) pengurangan pembengkakan

granula selama gelatinisasi (4) penurunan viskositas intrinsik (5) peningkatan

kelarutan dalam air panas di bawah suhu gelatinisasi (6) suhu gelatinisasi lebih

rendah (7) penurunan tekanan osmotik (penurunan berat molekul) (8)

peningkatan rasio viskositas panas terhadap viskositas dingin dan (9)

peningkatan penyerapan NaOH (bilangan alkali lebih tinggi). Akan tetapi sama

seperti pati alami, pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin

(Koswara, 2006). Karakteristik utama dari pati termodifikasi asam ini adalah

kecendurangan untuk rhetrogradasi lebih rendah dibanding pati lainnya (Sriroth,

2002).

Gambar . Reaksi hidrolisis starch dengan asam

2.4.2. Hidrolisis Enzim

Page 13: Proposal Penelitian

Hidrolisis disini adalah dengan memecah rantai pada pati baik amilosa

maupun amilopektin. Enzim yang memecah yaitu α - amilase. terdapat pada

tanaman, jaringan mamalia, jaringan mikroba. Dapat juga diisolasi

dari Aspergillus oryzae dan Bacillus subtilis (Niba L.L dkk., 2002).

Cara kerja enzim α - amilase terjadi melalui dua tahap, yaitu : pertama,

degradasi amilosa menjadi maltosa dan amiltrotriosa yang terjadi secara acak.

Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas

yang cepat pula. Kedua, relatif sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan

maltosa sebagai hasil akhir dan caranya tidak acak. Keduanya merupakan kerja

enzim α - amilase pada molekul amilosa (Koswara, 2006). Hal-hal yang

mempengaruhi hidrolisa enzim antara lain konsentrasi asam, temperatur, dan

waktu pemasakan (O.S Azeez, 2002). Laju hidrolisis akan meningkat bila tingkat

polimerisasi menurun, dan laju hidrolisis akan lebih cepat pada rantai lurus.

Hidrolisis amilosa lebih cepat dibanding hidrolisis terhadap amilopektin (Gnad

T, 2003).

2.4.3. Modifikasi Ikatan Silang (Cross-Linking)

Seperti pada umumnya pati yang dipakai dalam industri ditentukan oleh sifat

rheologi dari pasta pati yang dihasilkan dari pati tersebut seperti viskositas,

kekuatan gel, kejernihan, dan kestabilan rheologi. Cross-linking menguatkan

ikatan hidrogen dalam granula dengan ikatan kimia yang berperan sebagai

jembatan diantara molekul-molekul. Sebagai hasilnya, ketika pati cross-linked

dipanaskan dalam air, granula-granulanya akan mengembang sehingga ikatan

hidrogennya akan melemah. Tahapan proses reaksinya seperti yang ada pada

Gambar 4. (Megumi Miyazaki, 2006).

Cross-linking dipakai apabila dibutuhkan pati dengan viskositas tinggi

atau pati dengan ketahanan geser yang baik seperti dalam pembuatan pasta

dengan pemasakan kontinu dan pemasakan cepat pada injeksi uap. Pati ikatan

silang dibuat dengan menambahkan cross-linking agent dalam suspensi pati pada

suhu tertentu dan pH yang sesuai. Dengan sejumlah cross-linking agent,

viskositas tertinggi dicapai pada temperatur pembentukan yang normal dan

viskositas ini relatif stabil selama konversi pati. Peningkatan viskositas mungkin

tidak mencapai maksimum tapi secara perlahan-lahan meningkat sampai

Page 14: Proposal Penelitian

pemasakan normal, dan ini tidak untuk semua pati karena ada bahan lain terdapat

dalam pati yang dapat mempercepat dan memperluas pengembangan misalnya

gula (Koswara, 2006).

Untuk menguji sifat-sifat viskositas dari pati yang disebabkan oleh cross-

linking agent dapat dilakukan dengan mengamati pola viskometrik dan suhu. Jadi

untuk produk yang disiapkan untuk membuat makanan asam, salad drysing

diperlukan sejumlah asam organik, agar campuran akhir dapat dipergunakan

untuk membentuk bubur pati sebelum dimasak. Cara ini dapat menghasilkan pati

dengan ikatan silang yang stabil sehingga pada pemanasan pengembangan

granula akan lebih lambat sehingga viskositas akan lebih stabil

(Atichokudomchaia dkk.,2000).

Pada setiap tingkatan konsentrasi ikatan silang dapat diamati pengembangan

granula pati hal ini dapat diamati selama pengolahan. Reaksi yang berlanjut

dapat merusak struktur granula ini sehingga pengolahan produk jadi sukar

untuk ditangani. Jadi apa bila dilakukan suatu reaksi kimia maka harus

dipergunakan cross-linking agar produk derivat pati yang dihasilkan dapat diatur

sesuai dengan karakteristik viskositasnya.Berjenis cross-linking agent telah

banyak digunakan seperti hepikhlorohidrin, tri-meta phosphat dimana keduanya

sering dipakai untuk pembuatan makanan dan juga industri pati. Cross-linking

agent lain yang banyak dipakai dalam industri adalah: aldehid, di-aldehid, vynil

sulfon, di-aldehid, vynil sulfon, di-epoksida, bis-hidroksi metil etilen urea, dan

lain lain (Koswara, 2006).

Gambar . Reaksi ikatan silang (cross-linking) pada pati

Page 15: Proposal Penelitian

2.4.4. Modifikasi Oksidasi

Pati dapat dioksidasi dengan aktivitas dari beberapa zat pengoksidasi

dalam suasana asam, netral atau larutan alkali. Menurut FDA (Food and Drugs

Administration) zat pengoksidasi diklasifikasikan sebagai pemutih dan oksidant

untuk pemutih yang diizinkan adalah oksigen aktif dari peroksida atau khlorin

dari natrium hipokhlorida, kalium permanganat, ammonium persulfat.

Tahapan oksidasi pati seperti terlihat pada Gambar 5 (Koswara, 2006).

Bila pati telah teroksidasi menjadi produk maka pati ini akan larut dalam air

panas membentuk bagian yang lebih kecil tanpa melalui yang mengandung pati

teroksidasi dalam jumlah besar dan produk ini memperlihatkan kekuatan

pereduksi. Lapisan tipis (film) yang diproduksi oleh larutan ini mempunyai

tingkat kekuatan regangan yang rendah dibandingkan dengan pati tak

termodifikasi, hal ini memberikan beberapa keuntungan seperti bentuk yang

transparan dan kekuatan penetrasi dan sifat ini sangat baik untuk industri

kertas,lem dan tekstil (Tharanathan dkk., 2005).

Gambar . Reaksi oksidasi pada pati

Penurunan viskositas pati karena proses oksidasi akan menyebabkan produk

lebih mudah dioksidasi lagi menjadi turunannya (derivatnya) dan pengaruh

yang sama dapat dihasilkan dari oksidasi derivat pati atau

menderivatkan pati teroksidasi, misalnya: pati terposforilasi yang dibuat dengan

Page 16: Proposal Penelitian

mempergunakan NaOH dengan produk reaksi dari epikhlorohidrin dan amina

tertier. Produk derivat ini dioksidasi dengan NaOCI, menghasilkan produk yang

sangat baik untuk pelapis kertas (Tharanathan dkk., 2005).

Modifikasi pati dengan oksidasi diperoleh sifat pati sebagai berikut, gel yang

mempunyai tingkat kejernihan yang tinggi, mempunyai tingkat regangan yang

rendah, berat molekul rendah, viskositas rendah.

2.5 Modifikasi Oksidasi dengan Hidrogen Peroksida

Pemakaian H2O2 sebagai pengoksidasi telah banyak diteliti seperti Whistler dan

Schweiger (1959) meneliti pengaruh ph terhadap H2O2 dengan amilopektin, ditemukan

bahwa pengaruh awal adalah terjadinya depolimerasi dan diikuti dengan oksidasi secara

cepat sampai unit akhir dari rantai sampai menghasilkan CO2 dan asam format.

Pengaruh H2O2 terhadap pati sangat tergantung pada proporsi pengoksidasi yang dipakai

dan suhu reaksi dimana aktivitas utamanya melalui degradasi hidroksil.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan oksidasi dengan hidrogen

peroksida

1. Adanya cahaya ultra violet, dapat mengakibatkan peningkatan pembentukan

gugus karbonil dan karboksil dan juga dapat menurunkan viskositas pati (Harmon

et al., 1971).

Tabel 5. Kandugnan karboksil dan karbonil dari oksidasi H2O2 dengan tanpa UV.

Oksidasi Pati Gugus Karboksil

meq asam/g

Persen (%) Gugus karbonil

mmol/g

H2O2 (tanpa UV)

H2O2 (dengan UV)

0.0

0.11

0.0

0.50

0.02

0.22

*) Harmon et al.(1972)

2. Pengaruh adanya katalis, oksidasi yang dilakukan dengan H2O2 dan UV dengan

menambahkan katalis yang berbeda akan memberikan pembentukan karboksil

dan karbonil yang berada seperti yang terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar karboksil dan karbonil dari oksidasi dengan hipoklorit dan FeSO4 dengan udanya UV*

Page 17: Proposal Penelitian

Pati Oksidasi Gugus Karboksil

meq asam/g

Gugus Karbonil

mmol/gFeSO4Hipoklorit

0.11

0.06

0.13

0.24 *) Harmon et al.(1972)

Dari Tabel 6, terlihat bahwa denan katalis FeSO4 menghasilkan gugus karboksil

lebih tinggi dari hipoklorit dan katalis hipoklorit menghasilkan karbonil lebih

tinggi daripada dengan FeSO4.

3. Pengaruh pH terhadap oksidasi dengan H2O2 dan adanya UV seperti terlihat

pada Tabel 7, disini terlihat bahwa ph rendah memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan bila oksidasi dilakukan pada pH tinggi

Tabel 7. Pengaruh pH pada oksidasi pati dengan H2O2 dengan adanya UV*

PH Karboksil

(M/100 AGU)

Karbonil

(MFG/100 AGU)

Viskositas

(Centipoises)

3

5

7

9

1.35

1.13

0.85

0.66

2.81

1.58

1.30

1.13

13.81

10.00

9.90

5.57*) Harmon et al. (1972)

Keterangan :

MFG : Mole of Functional group

AGU : Anhydro Glucose Unit of Starch

4. Pengaruh waktu oksidasi dapat dilihat pada Gambar 5. Dapat terlihat bahwa

peninggalkan pembentukan gugus karbonil dan karboksil terjadi setelah 6 jam

dan setelah itu kenaikanya berlansung lambat.

5. Pengaruh konsentrasi dan pemakaian oksidan, disini terlihat bahwa peningkatan

konsentrasi H2O2 berhubungan dengan peningkatan karbonil dan karboksil yang

terbentuk dan menghasilkan degradasi pati yang banyak yang terbukti dengan

menurunnya viskositas pati (Tabel 8).

Page 18: Proposal Penelitian

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi dan pemakaian oksigen*

H2O2(mol/0.42AGU)

Karboksil

(MFG/100 AGU)

Karbonil

(MFG/100 AGU)

Viskositas

(Centipoises)

1.0

2.0

3.0

4.0

0.85

2.68

3.57

4.52

5.17

5.92

6.99

10.100

6.30

5.43

5.43

3.60*) Harmon et al. (1972)

Page 19: Proposal Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan yang Digunakan3.1.1 Bahan Baku

a. Sukun

3.1.2 Bahan Pembantu

a. Aquadest

b. Hidrogen Peroksida (H2O2) 35%

3.2 Alat yang Digunakan

a. Beaker glass

b. Gelas ukur

c. Erlenmeyer

d. Labu Takar

e. Magnetic stirrer

f. Pipet tetes

g. Filter

h. Cawan petri

i. Oven

j. Alat penggiling tepung

k. Neraca timbang

l. Temperatur Control

m. Waterbath

n. Mixer

3.3 Gambar Rangkaian Alat

Penelitian ini menggunakan eksperimen yang dilakukan di laboratorium dimana

secara garis besar tahapan penelitian yang dilakukan ditunjukan sebagaimana yang tertera

pada Gambar 3.1

Page 20: Proposal Penelitian

Gambar 3.1 Skema Tahapan Penelitian

3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Analisa Bahan BakuAnalisa proksimat meliputi :

1. Kadar Air (AOAC 1995, metode oven)

2. Kadar Abu (AOAC 1995, metode tanur)

3. Karbohidrat (by Difference)

4. Protein (AOAC 1995, metode kjedahl)

5. Lemak (AOAC 1995, metode sokhlet)

3.4.2 Parameter Penelitian1. Variabel kendali

a) Kecepatan pengadukan

2. Variabel Bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a) Prosentase luluhan : 20%, 30%, 40%

b) Jumlah oksidator (H2O2, % berat suspensi pati : 1%, 2%, 3%

c) Suhu percobaan : 30oC, 40oC, 50 oC

3. Variabel Tak bebas

Variabel tak bebas atau respon dari penelitian ini antara lain :

a) Kelarutan dalam air (water solubility)

b) Daya kembang (swelling power)

c) Gugus karboksil

3.4.3 Prosedur Penelitian

Page 21: Proposal Penelitian

3.4.3.1 Modifikasi Pati Sukun Menggunakan Teknik Oksidasi

Pati sukun didispersikan di dalam aquadest untuk memperoleh

suspensi dengan kadar pati sesuai variabel yang ditentukan.

Selanjutnya, oksidasi dilakukan pada suhu sesuai variabel dengan

pengadukan secara terus-menerus (Parovuori dkk., 1995). Larutan

hidrogen peroksida 35% ditambahkan tetes demi tetes hingga

konsentrasinya dalam suspensi sesuai dengan variabel yang

ditentukan. Reaksi dibiarkan berlangsung selama waktu yang

ditentukan pada variabel. Pati teroksidasi yang diperoleh

selanjutnya dicuci dengan aquadest sebanyak 4 kali, disaring,

dikeringkan pada suhu 50oC selama 48 jam.

3.4.3.2 Analisis sifat fungsional pati sukun termodifikasi

Analisis sifat fungsional yang dilakukan pada pati sukun terdiri

dari :

1. Analisa Kelarutan Dalam Air (water solubility)

2. Analisa Daya Kembang (swelling power)

3. Analisa Gugus Karboksil

Buah Sukun

Buah Sukun

Air Sawutan sukun

Slurry sukun

Endapan sukun

Pembersihan dan Pengupasan

Pencucian dan penyawutan

Penggilingan

Pengendapan

Pengeringan

Page 22: Proposal Penelitian

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Pati Sukun

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian

3.5 Analisa Hasil

3.4.1 Analisa Kadar Air (AOAC 1995, metode oven)

3.4.2 Analisa Kadar Abu (AOAC 1995, metode tanur)

Oksidasi

Analisa Gugus Karboksil

Analisa hasil dan analisis data

Produk Olahan.Contoh : roti, kue, dsb

Aquadest + H2O2

Analisa Kelarutan Dalam Air

Pati Sukun

Pati Sukun

Analisa Daya Kembang

Page 23: Proposal Penelitian

3.4.3 Analisa Karbohidrat (by Difference)

3.4.4 Analisa Protein (AOAC 1995, metode kjedahl)

3.4.5 Analisa Lemak (AOAC 1995, metode sokhlet)

DAFTAR PUSTAKA

Ann-Charlott Eliasson., 2004, Starch in Food. Woodhead Publishing Limited Cambridge

England.

Atichokudomchaia Napaporn, Sujin Shobsngobb, Saiyavit Varavinita., 2000, Morphological

Properties of Acid-Modified Tapioca Starch. Weinheim. 283-289.

Azeez.O.S., 2002, Production of Dextrins from Cassava Starch. Electronic Journal of

Biotechnology Pontificia Universidad Catolica de Valparaiso- Chile. Vol.7 No.1.

Greenwood, C.T. dan D.N. Munro.,1979, Carbohydrates. Di dalam R.J. Priestley,ed. Effects

of Heat on Foodstufs. Applied Seience Publ. Ltd., London.

Harmon, R.E., S.K. Gupta dan J. Johnson. 1971. Oxidation of starch by hydrogen

peroxide in the presence of UV light, Part I. Die Starke 24 : 8.

Hee-Young An., 2005, Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of

Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state

University and Agricultural and Mechanical College.

James N. Be Miller dan West Lafayette, 1997, Starch Modification : Challenges and

Prospects, USA, Review 127-131.

Page 24: Proposal Penelitian

Jane, J., 1995, Starch Properties, Modifications, and Application, Journal of

Macromolecular Science, Part A.32:4,751-757.

Kanarong Sriroth, Kuakoon Piyachomwan, Kunruedee Sangseethong dan Christopher

Oates, 2002, Modification of Cassava Starch , Paper of X International Starch

Convention, Cracow, Poland.

Koswara, 2006, Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.

Megumi Miyazakia, Pham Van Hunga, Tomoko Maedad dan Naofumi Morita,2006, Recent

Advances in Applivcation of Modified Starches for Breadmaking, Elsevier Journal.

Niba L.L., Bokanga, Jackson, Schlimme, 2002, Phycsicochemical Properties and Srtarch

Granular Characteristics of Flour from Various Manihot Esculenta (Cassava) Genotypes.

Journal of Food Science. Vol. 67, No.5.

Tharanathan., Rudrapatman., 2005, Starch-Value Addition by Modification, Critical

Reviews in Food Science and Nutrition, Vol 45, 371-384.

Page 25: Proposal Penelitian