Upload
sheren-skyblue-rotty
View
165
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tinjauan Teori ASKEP Lansia dengan CHF
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan, terutama di bidang kesehatan secara tidak
langsung menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk, serta
meningkatkan usia harapan hidup. Hal ini sekaligus berarti peningkatan mutu
kehidupan yang pada gilirannya menimbulkan perubahan struktur penduduk,
dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut.
Di Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur
lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas sekitar 8,4 persen. Persentase lansia berumur lebih
dari 60 tahun persentasenya terus meningkat dari tahun ke tahun, dan pada
tahun 2020 diramalkan mencapai 28,8 juta (11,34%). Dalam hal ini secara
demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur
penduduk yang semakin menua (aging population). Peningkatan usia harapan
hidup akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada
pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit
degenerasi (Depkes, 2012).
Perubahan pola hidup menyebabkan pola penyakit berubah, dari penyakit
infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif kronik
seperti penyakit kardiovaskuler yang paling tinggi prevalensinya dalam
1
masyarakat umum dan berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.
Penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan menjadi penyebab
utama kematian secara menyeluruh dalam waktu lima belas tahun mendatang,
meliputi Amerika, Eropa, dan sebagian besar Asia. Hal tersebut
dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler secara cepat di negara-negara berkembang dan Eropa Timur
(WHO, 2010).
Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit
CHF semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United
States menderita CHF. Penyakit CHF adalah puncak hospitalisasi yang utama
dikalangan pasien United States (U.S) yang berumur lebih daripada 65 tahun
dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian dalam setahun (WHO,
2010). Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian pada pasien
dengan CHF tetap sangat tinggi. Sebagian besar lansia yang di diagnosis
Congestive Heart Failure (CHF) tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun.
(Charlie,2005). Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA)
memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan CHF di Amerika
Serikat pada tahun 2006 dan juga terdapat 23 juta orang dengan CHF di
seluruh dunia (Ramachandran, 2010).
Di Indonesia prevalensi CHF berdasar wawancara terdiagnosis di
Indonesia sebesar (0,13%) dan yang terdiagnosis atau gejala sebesar (0,3 %).
Prevalensi CHF berdasarkan terdiagnosis tertinggi di Yogyakarta (0,25%),
disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,8%). Prevalensi CHF
2
berdasarkan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi
Tengah (0,7%), sementara Sulawesi Selatan dan Papua sebesar (0,5%). Di
Sulawesi Utara sendiri prevalensi CHF mencapai (0,4%) untuk yang
terdiagnosis dan (0,14%) untuk prevalensi gejala. Prevalensi penyakit CHF
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74
tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis, menurun sedikit pada umur ≥75 tahun
(0,4%), tetapi untuk yang gejala tertinggi pada umur ≥75 tahun (1,1%).
(Riskesdas, 2013).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung
sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ketubuh tidak
cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. (Wijaya. 2013).
Peran perawat berdasarkan presentasi dari kejadian pada penyakit
Congestive Heart Failure (CHF) maka perawat mempunyai peran dalam
melakukan asuhan keperawatan kepada pasien CHF, yang meliputi peran
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam upaya promotif perawat
berperan memberikan pendidikan kesehatan meliputi pengertian, penyebab,
tanda gejala, penatalaksanaan medis, komplikasi sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi. Dalam upaya preventif perawat memberikan
pendidikan kesehatan mengenai cara-cara pencegahan dan perawatan untuk
meminimalkan terjadinya komplikasi serta mendapatkan penanganan yang
tepat dan akurat. Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu memberikan
tindakan keperawatan sesuai dengan masalah dan respon pasien terhadap
penyakit yang diderita. (Nursalam, 2004).
3
Sedangkan peran perawat sebagai rehabilitatif adalah meberikan
pengobatan kepada pasien yang sudah terkena penyakit agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diinginkan. Pada penderita penyakit CHF jika tidak
segera mendapatkan penanganan bisa menjadi serius/kronis dan bisa
menyebabkan kematian. (Nursalam, 2004).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat
masalah ini, yang penulis wujudkan dalam bentuk Asuhan Keperawatan pada
klien lanjut Usia dengan CHF di BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulisan ini bertujuan untuk menerapkan Asuhan
Keperawatan pada klien lanjut usia dengan Congestive Heart Failure di
BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.
2. Tujuan khusus
a. Menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien lanjut Usia dengan
Congestive Heart Failure (CHF) di BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou
Manado.
b. Mengidentifikasi adanya perbedaan antara teori dan praktek dalam
penerapan Asuhan Keperawatan pada klien lanjut Usia dengan
Congestive Heart Failure (CHF) di BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou
Manado.
c. Untuk mengidentifikasi adanya faktor penunjang dan faktor
penghambat dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada klien lanjut
4
Usia dengan Congestive Heart Failure (CHF) di BLU RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.
C. Ruang Lingkup
Pada penulisan ini penulis membatasi masalah hanya membahas
mengenai Asuhan Keperawatan pada klien lanjut Usia dengan Congestive
Heart Failure (CHF) di BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi institusi pendidikan
Hasil penulisan ini dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan
tentang pemahaman Asuhan Keperawatan pada lanjut Usia dengan
Congestive Heart Failure (CHF).
2. Bagi rumah sakit
Hasil penulisan ini dapat memberikan informasi tentang asuhan
keperawatan pada lansia dengan CHF sehingga pelayanan kesehatan
pada lanjut usia dengan CHF dapat di tingkatkan.
3. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan
asuhan keperawatan pada lanjut usia dengan Congestive Heart Failure
(CHF) secara tepat.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Lanjut Usia
1. Pegertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan
bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan
dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami
banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya
tahan tubuh, merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang
yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
2. Batasan-Batasan Lanjut Usia
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia/WHO (2009) batasan umur
Lanjut usia meliputi :
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai
59 tahun.
6
2) Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) = antara 76 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old) = di atas 90 tahun.
b. Prof Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohamad (Alm) guru besar
Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, membagi
periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut :
1) 0-1 tahun = masa bayi
2) 1-6 tahun = masa persekolahan
3) 6-10 tahun = masa sekolah
4) 10-20 tahun = masa pubertas
5) 40– 65 tahun = masa setenga umur (prasenium)
6) 65 tahun ke atas = masa lanjut usia (senium).
c. Menurut Departemen Kesehatan RI (2003)
1) Pra lansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-
59 tahun.
2) Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi adalah berusia 70 tahun atau lebih atau
usia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang
atau jasa.
7
5) Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya
mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang
lain.
3. Perubahan Fisik pada Lanjut Usia
a. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Perubahan-perubahan kardiovaskuler pada lanjut usia menurut
Bandiyah (2009) adalah :
1) Elastisitas, dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi
dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) dapat menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan
pusing mendadak).
5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatanya
resistensi dari pembuluh darah perifer, sistolis normal ± 140
mmHg. Diastolis normal + 90 mmHg.
b. Sistem Persarafan
1) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya setelah usia ± 30 tahun).
8
2) Cepatnya menurun hubungan persarafan.
3) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stres.
4) Mengecilnya saraf panca indra.
5) Mengurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
6) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Pendengaran
1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran), hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi atau suara-suara atau nada-nada tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata 50% terjadi pada usia
di atas umur 65 tahun.
2) Membran tempani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
3) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
4) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.
d. Sistem Penglihatan
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar.
2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
9
3) Lensa lebih suram (kekeruan pada lensa) menjadi katarak,
jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam
gelap.
5) Hilangnya daya akomodasi.
6) Menurunnya lapangan pandang,berkurang luas pandangannya.
7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada
skala.
e. Sistem Respirasi
1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
2) Menurunnya aktifitas dari silia.
3) Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya
berkurang.
5) O² pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) CO² pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada, dan kekuatan otot
pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
10
f. Sistem Gastrointestinal
1) Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease
yang biasa terjadi setalah umur 30 tahun, penyebab lain
meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari
selaput lendir, atropi indera pengecap (80%) hilangnya
sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa manis
dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang
rasa asin asam dan pahit.
3) Esofagus melebar
4) Lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun)
asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu).
7) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
g. Sistem Reproduksi
1) Menciutnya ovarium dan uterus.
2) Atrofi payudara.
3) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
4) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (asal
kondisi kesehatan baik), yaitu :
11
a) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia.
b) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual.
c) Tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami.
d) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus,
sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan
terjadi perubahan-perubahan warna.
5) Orang-orang yang menua, seksual masih juga dibutuhkan,
tidak ada batasan umur tertentu untuk fungsi seksual
seseorang berhenti frekuensi cenderung menurun secara
bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan
menikmati jalannya terus sampai tua
h. Sistem Genitorurinaria
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan metabolisme tubuh,
melalui urine darah yang masuk ke ginjal disaring oleh satuan
(unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di
glomelurus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi,
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% fungsi tubulus
berkurang akibat kurangnya kemampuan mengkonsentrasi
urine, berat jenis urine menurun proteinuria (biasanya + 1),
12
BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria (kandung kemih) otot-otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 mL atau menyebabkan
frekuensi membuang air seni meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urine.
3) Pembesaran otot dialami oleh pria usia di atas 65
i. Sistem Endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Pituitari
4) Pertumbuhan hormon rendah dan hanya didalam pembuluh
darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, dan
LH.
5) Menurunnya aktifitas tiroid, menurunnya BMR (Basal
Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
6) Menurunnya produksi aldosteron.
7) Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya : progesteron,
estrogen, dan testeron.
i. Sistem Kulit (Integumentary System)
1) Kulit mengkerut atau kriput akibat kehilangan jaringan lemak.
13
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses
keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel
epidermis).
3) Menurunnya respon teradap trauma.
4) Mekanisme proteksi kulit menurun
a) Produksi serum menurun
b) Penurunan produksi Vit D
c) Gangguan pigmentasi kulit
5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
7) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi.
8) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
9) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
10) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
11) Kelenjar keringat berkurang jumlanya dan fungsinya.
12) Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya
j. Sistem Muskulosletal (Musculosceletal System)
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.
2) Kifosis
3) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
4) Discus interveterbralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang).
14
5) Persendian membesar dan menjadi kaku
6) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
7) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil)
8) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh
4. Perubahan-Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia
menurut Bandiyah (2009).
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Kenangan (memory) meliputi :
1) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari
yang lalu mencangkup beberapa perubahan.
2) Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit kenangan
buruk.
g. IQ (Intellgentia Quantion)
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal.
2) Berkurangnya penampulan persepsi dan ketrampilan
psikomotor terjadi perubaan pada daya membayangkan karena
tekanan-tekanan faktor waktu.
15
5. Perubahan-perubahan Psikososial
a. Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun
(Purna Tugas) ia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara
lain :
1) Kehilangan finansial (income berkurang)
2) Kehilangan status
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareners of
mortality).
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
lebih sempit.
d. Ekonomi, akibat pemberentian dari jabatan (economic
depribation).
e. Meningkatnya biaya hidup pada pengasilan yang sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
f. Penyakit kronis
16
B. Konsep Teoritis
1. Definisi
CHF adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian darah pada vena normal (Mutaqqin, 2009).
CHF adalah sindrom klinis yang kompleks yang timbul disebabkan
kelainan sekunder dari abnormalitas struktur jantung dan atau fungsi (yang
diwariskan atau didapat) yang merusak kemampuan ventrikel kiri untuk
mengisi atau mengeluarkan darah (Braunwald, 2007).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung
memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi. Istilah Congestive Heart Failure (CHF) paling
sering digunakan kalau terjadi CHF sisi kiri dan sisi kanan (Brunner &
Suddarth, 2002).
Congestive Heart Failure (CHF) terjadi sewaktu kontraktilitas
jantung berkurang dan venrikel tidak mampu memompa keluar darah
sebanyak yang masuk selama diastolik, hal ini menyebabkan volume
diastolik-akhir ventrikel secara progresif bertambah (Corwin.J.E, 2001).
CHF adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung. Kelainan ini mengakibatkan jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Atau, jantung
hanya mampu memompa darah jika disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal (Mansjoer, 2000).
17
2. Anatomi Fisiologi Jantung
Gambar 1.1. Anatomi bagian luar jantung
Gambar 1.1. Anatomi bagian dalam jantung
(http://lifqual.com/bagaimana-struktur-jantung-normal/)
Jantung merupakan organ muscular berongga, bentuknya
menyurupai piramid atau jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi
darah keseluruh tubuh, terletak dalam rongga toraks pada bagian
mediasternum. Ujung jantung mengarah ke bawah, kedepan bagian kiri:
18
Basis jantung mengarah ke atas ke belakang, dan sedikit ke arah kanan.
Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas
dan bawah dan pembulu balik paru
a. Lapisan jantung
1) Pericardium: lapisan yang merupakan kantong pembukus jantung,
terletak didalam mediastinum minus, terletak dibelakang korpus sterni
dan rawan iga II-VI.
a) Pericardium fibrosum ( visceral ): Bagaian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat dibawa sentrum tentidium
diagfragma, bersatu dengan pembulu darah besar, melekat pada
sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
b) Pericardium serosum ( parietal ), dibagi menjadi dua bagian:
pericardium parietalis membatasi pericardium fibrosum, sering
disebut epikardium, dan pericardium visceral ( kavitas pericardium
) yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi melumas untuk
mempermuda pekerjaan jantung.
Di antara dua lapisan ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk mejaga
agar pergesekan atara pericardium tersebut tidak menimbulkan
gangguan terhadapat jantung. Pada permukaan posterior jantung
sekitar vena-vena besar membetuk obligus dan sinus tranfersus.
2) Moikardium: lapisan otot jantung menerima darah dari arteri
koronaria. Arteri koronaria kiri bercabang menjadi arteri desending
anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri koronaria kanan memberikan
19
darah untuk sino atrial node (SA node), ventrikel kanan, permukaan
diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke
sinus kemudian bersirkulasi langsung ke dalam paru
Susunan mokardium;
a) Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur, serabut-
serabutnya disusun dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup
kedua atria. Serabut ini paling nyata dibagian depan atria.
Beberapa serabut masuk ke dalam septum artioventrikular. Lapisan
dalam terdiri dari serabut-serabut berbentuk lingkaran .
b) Susunan otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari
cincin artrioventrikular sampai ke apeks jantung.
c) Susunan otot atrioventrikular: merupakan dinding pemisah antara
serambi dan bilik ( atrium dan ventricular )
3) Endokardium ( permukaan dalam jantung ). Dinding dalam atrium
diliputi oleh membrane yang mengikat, terdiri dari jaringan endotel
atau selaput lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan
sinus vena kava. Disini terdapat bundel otot parallel berjalan ke depan
krista. Kearah aurikula dari ujung bawah krista terminalis terdapat
sebuah lipatan endokardium yang menonjol dikenal sebagai vulvula
vena kava inferior, berjalan didepan muara vena inferior menuju ke
tepi disebut fossa ovalis, orifisium artikular.
20
b. Ruang-ruang Jantung
1) Atrium dekstra: terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membetuk suatu rigi atau krista terminalis. Bagian utama
atrium yang terletak posterior terhadap rigi terhadap dinding halus
yang secara embriologis berasal dari sinus venosis.
Bagian atrium yang terletak di depan rigi mengalami trabekulasi
akibat berkas serabut otot yang berjalan dari krista terminalis. Muara
pada atrium kanan
a) Vena kava superior: bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan.
Muara ini tidak mempunyai katup, mengembalikan darah dari
separuh atas tubuh.
b) Vena kava inferior: lebih besar dari vena kava superior, bermuara
ke dalam bagian bawah atrium kanan, mengembalikan darah
separuh dari badan bagian bawah.
c) Sinus koronarius: bermuara ke dalam atrium kanan antara vena
kava inferior dengan osteum ventrikular, dilindungi oleh katub
yang tidak berfungsi.
d) Osteum atrioventrikuler dektra: bagian anterior vena kava inferior
dilindungi oleh vulvula bikuspidalis. Di samping itu banyak
bermuara vena-vena kecil yang mengalirkan dara dari dinding
jantung ke dalam atrium kanan.
2) Ventrikel dekstra berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum
atrioventrikular dekstrum dan dengan traktus pumonalis melalui
21
osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari
atrium kanan.
3) Atrium sinistra terdiri dari rongga utama dan aurikula terletak
dibelakang atrium kanan, membentuk sebagian besar basis ( fascies
posterior ), dibelakang sinistra terdapat sinus oblig pericardium
serosum dan pericardium fibrosum. Bagian dalam atrium sinistra halus
dan bagian aurikula mempunyai rigi otot seperti aurikula dekstra.
Muara atrium sinistra vena pulmonalis dari masing-masing paru
bermuara pada dinding posterior dan mempunyai vulvula osteum
atrioventrikular sinistra dilindungi oleh vulvula mitralis.
4) Ventrikel sinistra: ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra
melalui osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui
osteum aorta. Dinding ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal dari
ventrikel kanan. Tekanan darah intra ventrikuler kiri enam kali lebih
tinggi dibanding tekanan dari ventrikel dekstra.
c. Peradaran darah
1) Koronaria kanan berasal dari sinus anterior aorta berjalan kedepan
antara trunkus pulmonalis dan aurikula dekstra, memberikan cabang-
cabang ke atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Pada tepi inferior
jantung menuju sulkus atrioventrikularis untuk beranostomosis dengan
arteri koronaria kiri memperdarahi ventrikel dekstra.
2) Koronaria kiri lebih besar dari arteri koronaria dekstra dari sinus
posterior aorta sinistra berjalan ke depan antara trukus pulmonalis dan
22
aurikula kiri masuk ke sulkus atrioventrikularis menuju ke apeks
jantung memberikan darah untuk ventrikel dekstra dan septum
intrventrikularis.
3) Aliran vena jantung sebagai darah dari dinding jantung mengalir ke
atrium kanan melalui sinus koronarius yang terletak di bagian belakang
sulkus atrioventrikuler merupakan lanjutan dari V.kardiak magma yang
bermuara ke atrium dekstra sebelah kiri vena kava inferior V.kardiak
manimae dan media merupakan cabang sinus koronarius, sisanya
kembali ke atrium dekstra melalui vena kardiak anterior, melalui vena
kecil lansung ke ruang-ruang jantung.
d. Fisiologi jantung
Jantung terdiri dari tiga tipe otot utama yaitu otot atrium, otot
ventrikel, dan serat otot khusus pengantar ransangan, sebagian
pencetetus ransangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontontrasi
dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi yang
lebih lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pecetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali, sebab serat-serat ini
hanya mengandung sedikit serat kontraktif. Serat ini menghambat
irama dan beberapa kecepatan konduksi, sehingga serat ini bekerja
sebagai suatu sistem pencetus ransangan bagi jantung.
Fungsi umum otot jantung
1) Sifat ritmisitas / otomatis : otot jantung secara potensial dapat
berkontraksi tanpa adanya ransangan dari luar. Jantung dapat
23
membetuk rangsangan ( implus ) sendiri. Pada keadaan fisiologi sel-sel
miokardium memiliki daya kontraksi yang lebih tinggi.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: bila implus yang di lepas
mencapai ambang ransangan otot jantug maka seluruh jantung akan
berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung sensitif sehingga
implus jantung segera dapat mencapai semua bagian jantung. Jantung
selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama. Kekuatan kontraksi
dapat berubah-ubah bergantung pada faktor tertentu, misalnya serat
otot jantung, suhu, dan hormon tertentu.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik: Refaktor absolute pada otot jantug
berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung merupakan
upaya tubuh untuk melindungi diri.
Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot: Bila seberkas otot
rangka di regang kemudian di ransang secara maksimal, otot tersebut
akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu. Serat otot jantung akan
bertambah panjang bila volume diastoliknya bertambah. Bila
peningkatan diastolik mempunyai batas tertentu kekuatan kontraksi
akan menurun kembali.
e. System konduksi jantung
System konduksi jantung meliputi:
1) Sinoatrial node ( SA node ) suatu tumpukan jaringan neuromuskular
yang kecil berada didalam dinding atrium kanan di ujung krista
24
terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung. Dari
inpuls diteruskan ke atrioventrikuler node.
2) Atrioventrikuler node ( AV node ): susunannya sama seperti sinoatrial
node, berada didalam septum atrium dekat muara sinus koronari.
Impuls-impuls di teruskan ke bundle atrioventrikuler melalui berkas
wenkebach.
3) Bundle atrioventrikuler: mulai dari bundle AV berjalan kearah depan
pada tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
intraventrikuler. Pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan
ventrikel disebut analus fribosus rangsangan terhenti 1/10 detik,
selanjutnya menuju apeks kordiks dan bercabang dua;
a) Pars septalis dekstra : melanjut ke arah bundel AV di dalam pars
muskularis septum intrikular menuju ke depan dinding ventrikel
dekstra.
b) Pars septalis sinistra : berjalan di antara pars membran nasea dan
pars muskularis sampai di sisi kiri septum interikularis menuju basis
papilaris interior ventrikel sinistra. Serabut-serabut pars septalis
kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal.
4) Serabut penghubung terminal nyaman pada endokardium menyebar
pada kedua ventrikel. Jantung mendapat persarafan dari cabang
simpatis dan parasimpatis dari susunan saraf otonom. sistem simpatis
mengingatkan sistem kerja jantung sedangkan sistem parasimpatis
bersifat menghambat kerja jantung. Perangsang simpatis jantung
25
mempunyai efek mempercepat denyut jantung sehingga menyebabkan
takikardi dan daya kontraksi jantung menjadi lebih kuat terutama
kontraksi miokardium ventrikel.
Setiap kerja jantung diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan
melalui pengendalian persarafan. Pada keadaan istirahat pengarauh
nervus vagus lebih besar dari nervus simpatikus. Waktu kerja otot atau
stress tonus simpatis meningkat dan tonus vagus menurun. Pengaturan
jantung oleh persarafan terjadi secara refleks. Untuk menjadi reflleks
diperlukan diperlukan stimulus dan lengkung refleks sehingga
memungkinkan terjadinya jawaban dalam bentuk menggiatkan atau
menghambat kerja jantung.
Pada refleks sinus karotikus rangsangannya mengubah tekanan
darah. Bila tekanan darah meningkat, maka kerja jantung akan
dihambat oleh peningkatan tonus parasimpatiskus dan penurunan tonus
simpatikus. Sebaliknya bila tekanan darah rendah akan terjadi
penggiatan kerja jantung melalui peningkatan tonus simpatikus dan
penurunan tonus vagus. Pengaruh oksigen dan karbondioksiada sukar
di nilai dari hasil percobaan, karena zat ini secara langsung atau
melalui reflex juga mempengaruhi pembuluh darah dan kerja jantung.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi CHF antara lain: keadaan penurunan
fungsi ventrikel (hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati,
26
penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital), dan keadaan
yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati dan
penyakit perikardial).
b. Faktor presipitasi/pencetus
Yang merupakan faktor pencetus CHF antara lain: meningkatnya asupan
(intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti CHF, infak
miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru,
anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab CHF dapat
diklasifikasikan dalam enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang
tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya
kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab
Congestive Heart Failure (CHF), yaitu: kelainan otot jantung,
aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan
27
afterload), peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, penyakit
jantung lain, faktor sistemik.
4. Klasifikasi Gagal Jantung
a. Gagal jantung akut –kronik
1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan
penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini
dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
2) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada CHF kronik
terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan
hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
b. Gagal jantung Kanan- Kiri
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa
darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,
hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
2) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmonal akibat
CHF kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang
terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites,
hepatomegali, efusi pleura, dll.
28
c. Gagal jantung Sistolik-Diastolik
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output
menurun dan ventrikel hipertrofi
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibatnya volume cardiac output turun.
Klasifikasi CHF menurut NYHA (New York Heart Association);
1) Derajat I : tanpa CHF
Gejala :
Aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dyspnea, palpitasi,
tidak ada kongesti pulmonal atau hipotensi perifer
Asimptomatik
Kegiatan sehari-hari tidak terbatas
2) Derajat II : CHF dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis.
Gejala :
Kegiatan sehari-hari sedikit terbatas
Gejala tidak ada saat istirahat
Ada bailar (krekels dan S3 murmur)
3) Derajat III : CHF berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
Gejala :
29
Kegiatan sehari-hari terbatas
Klien merasa nyaman saat istirahat
4) Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik
90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis).
Gejala :
Insufisiensi jantung ada saat istirahat.
5. Patofisiologi
a. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada CHF akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
mengurangi cardiac output dan meningkatnya volume ventrikel.
Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel) maka
terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LEDV).
Dengan meningkatnya LEDV, maka terjadi pula peningkatan tekanan
atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung kedalam
anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan vena
pulmonal. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru
melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema
interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
30
b. Respon kompensatorik
1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik
simpatik yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-
saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal
Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk
menambah cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah keorgan-organ yang rendah
metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan ke
otak dapat dipertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan aliran
balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah
kekuatan kontriksi.
2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas system renin angiotensin
aldosteron (RAA)
Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal,
meningkatkan volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontrakbilitas
miokardium.
3) Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada CHF adalah hidrotropi
miokardium akan bertambah tebalnya dinding.
31
4) Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju
jantung dan memperburuk tingkat CHF.
Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru dan vena
sistemik dan edema, fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah
mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena
menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air
kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri
juga menyebabkan beban akhir dan memperbesar resistensi terhadap
ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat kalau dilatasi ruang
jantung.
Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga
meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan
perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan
oksigen tidak memenuhi maka akan terjadi iskemia miokard, akhirnya
dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan CHF yang
berulang.
6. Manifestasi Klinis
a. Gagal jantung kiri
32
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernapasan
Gejala :
Dyspneu
Orthopneu
Paroxysmal nokturnal dyspneu
Batuk
Mudah lelah
Gelisah dan cemas
b. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik
Gejala :
Oedem perifer
Peningkatan BB
Distensi vena jugularis
Hepatomegali
Asites
Pitting edema
Anorexia
Mual
c. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan perfusi oksigen
kejaringan rendah, sehingga menimbulkan gejala :
Pusing
33
Kelelahan
Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
Ekstremitas dingin
d. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi
aldosteron dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.
7. Komplikasi
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
b. Syok kardiogenik : stadium akhir dari gagal jantung kiri, kongestif
akibat penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak
adekuat ke organ vital (jantung dan otak).
c. Episode trobolitik
Thrombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi
dengan aktivitas thrombus dapat menyumbat pembuluh darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung pericardium, cairan dapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik
vena kejantung → tamponade jantung.
34
8. Pemeriksaan penunjang
a. Radiogram dada
Kongesti vena paru, redistribusi vascular pada lobus-lobus atas paru
dan kardiomegali
b. Kimia darah
Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari CHF
kemudian ditemukan peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen)dan
kreatinin
c. Urine
Pada pemeriksaan urine akan ditemukan air seni menjadi lebih pekat,
BJ meningkat dan Na meningkat.
d. Fungsi hati
Pemanjangan masa protombin dan peningkatan bilirubin dan enzim
hati (SGOT dan SGPT meningkat)
e. Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan EKG (Elektrokardiografi) untuk klien dengan CHF
dapat ditemukan kelainan EKG seperti : left bundle branch block,
kelainan ST/T menunjukan disfungsi ventrikel kiri kronis. Aritmia :
deviasi aksis kekanan right bundle branch block, dan hipertrofi
ventrikel kanan, menunjukan adanya disfungsi ventrikel kanan.
(Mutaqqin, 2009)
35
f. Ekokardiografi : dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang
jantung dan kelainan kontraktilitas. (Corwin, 2000).
9. Penatalaksanaan
a. Terapi oksigen digunakan untuk mengurangi kerja jantung
b. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran
balik vena dan peregangan terhadap serat-serat otot jantung
berkurang.
c. Diberikan digoxin (digitalis) untuk meningkatkan kontraktilitas.
Digoxin bekerja secara langsung pada serat-serat otot jantung untuk
meningkatkan kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung pada
panjang serat otot. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah
jantung sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel berkurang.
d. Diberikan penghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE)
untuk menurunkan pembentukan angiotensin II. Hal ini mengurangi
afterload (TPR) dan volume plasma (preload). Nitrat juga diberikan
untuk mengurangi afterload dan preload. (Corwin,2000)
e. Inotropik positif : dopamin dapat juga digunakan untuk meningkatkan
denyut jantung (efek beta I) pada keadaan bradikardia disaat atropine
tidak menghasilkan kerja yang efektif pada dosis 5-20 mg/kg/menit.
f. Sedative, diberikan untuk mengurangi kegelisahan pada keadaan
CHF berat, dengan tujuan mengistirahatkan klien, dan member
relaksasi pada klien.
36
g. Diet : mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung
minimal dan status nutrisi terpelihara sesuai dengan selera dan pola
makan klien. (Mutaqqin, 2009)
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada lokakarya nasional, tentang perawatan yang dilaksanakan di
Jakarta pada tahun 1983, telah disepakati pengertian keperawatan sebagai
berikut:
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan,berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual
yang komprehensif, ditujukan pada individu keluarga dan masyarakat
baik sehat maupun sakit maupun sehat mencakup seluruh proses
kehidupan manusia. (Nursalam, 2004)
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien,
pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan
metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan,
dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang dan
tanggung jawab keperawatan .(Nursalam, 2004)
Proses keperawatan terdiri dari :
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
37
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan, sesuai dengan kebutuhan individu.
Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan
kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan respon individu sebagaimana yang telah itentukan dalam standar
praktik keperawatan dari ANA (Amerikan Nursing Asociation ).
(Nursalam, 2004).
Dasar data pengkajian penyakit Congestive Heart Failure (CHF)
menurut Marilynn E. Doengoes adalah :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari.
Insomnia.
Nyeri dada dengan aktivitas
Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda :
Gelisah, perubahan status mental, misalnya letargi.
Tanda vital berubah pada saat aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala :
38
Riwayat hipertensi, IM (Infark Miokard) baru/akut, episode CHF
(Congestive Heart Failure ) sebelumya, penyakit jantung, bedah
jantung, endokarditis, SLE (Sistemik Lupus Eritematosus), anemia,
syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
TD : mungkin rendah (gagal pemompaan) ; Normal (CHF ringan atau
kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan/ peningkatan tahanan
vakuler sistemik).
Tekanan nadi : Mungkin sempit menunjukan penurnan volume
sekuncup
Frekuensi jantung : Takikardia
Irama jantung : Disritmia, misalnya fibrilasi atrium, kontraksi
ventrikel premature / takikardia, blok jantung.
Nadi apikal : Titik denyut jantung maksimal mungkin menyebar dan
berubah posisi secara inferior kekiri.
Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik ; S4 dapat terjadi ; S1 dan
S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis
katup atau insufisiensi.
Nadi : Nadi perifer berkurang, kekuatan dalam denyutan dapat terjadi
; nadi sentral mungkin kuat misalnya ; nadi jugularis, karotis,
abdominal terlihat .
Warna kulit : Pucat, kebiruan, abu-abu, sianosis.
39
Punggung kuku : Pucat atau sianosis dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar ; Pembesaran dapat teraba, reflex hepatojugularis.
Bunyi napas : krekels, ronkhi.
Edema : Mungkin dependen, umum atau pitting, khusunya pada
ekstremitas ; DVJ (Distensi Vena Jugularis)
c. Integritas ego
Gejala :
Ansietas, kuatir dan takut.
Stress yang berhubungan dengan penyakit atu keprihatinan financial
(pekerjaan atau biaya perawatan medis)
Tanda :
Berbagai manifestasi perilaku, misalnya ansietas, marah, ketakutan,
mudah tersinggung.
d. Eliminasi
Gejala :
Penurunan berkemih, urine berwarna gelap.
Berkemih malam hari (Nokturia).
Diare/konstipasi.
e. Makanan dan cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan.
Mual/muntah.
Penambahan berat badan signifikan.
40
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Pakaian/sepatu terasa sesak.
Diet tinggi garam/ makan yang telah diproses lemak, gula dan kafein.
Tanda :
Penambahan berat badan cepat.
Distensi abdomen (asites); edema (umum, dependen, tekanan, pitting)
f. Hygiene
Gejala :
Keletihan/kelemahan, kelelahan selama kativitas perawatan diri.
Tanda :
Penampilan menandakan kelainan perawatan personal
g. Neorosensori
Gejala :
Kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda :
Letargi, kusut piker, disorientasi.
Perubahan perilaku, mudah tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Nyeri dada, angina akut atau kronis.
Nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda :
Tidak tenang, gelisah.
41
Fokus menyempit (menarik diri).
Perilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
Gejala :
Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal.
Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum.
Riwayat penyakit paru kronis, pengguanaan bantuan pernapasan,
misalnya oksigen atau medikasi.
Tanda :
Pernapasan : takipnu, napas dangkal pernapasan labored; penggunaan
otot aksesori pernapasan, nasal faring.
Batuk : kering/nyaring/nonproduktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan atau tanpa pembentukan sputum.
Sputum: mungkin bersemuh darah, merah mudah/berbuih (edema
pulmonal).
Bunyi napas : mungkin tidak terdengar dengan krekels basilar dan
mengi.
Fungsi mental : mungkin menurun, letargi, kegelisahan.
Warna kulit: pucat atau sianosis.
j. Keamanan
Gejala :
42
Perubahan dalam fungsi mental.
Kehilangan kekuatan / tonus otot.
k. Interaksi sosial
Gejala :
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran dan pengajaran
Gejala :
Menggunakan atau lupa menggunakan obat-obat jantung
Tanda :
Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
m. Riwayat Psikososial
Riwayat perubahan keperibadiaan, ansietas, depresi, euphoria atau
makakronik.Investaris Depresi Beck
1) Pesimisme
3 saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak
dapat membaik
2 saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandag ke depan
1 saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 saya optimis tentang masa depan
2) Rasa kegagalan
3 saya merasa benar-benar gagal sebagai seseorang (ortu/suami/istri)
2 bila melihat kebelakang, semua yang saya lihat adalah kegagalan
43
1 saya merasa telah gagal melebih orang pada umumnya
0 saya tidak merasa tidak gagal
3) Ketidakpuasan
3 saya tidak puas dengan segalanya
2 saya tidak lagi mendapatkan kepuasan
1 saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 saya tidak merasa tidak puas
4) Rasa bersalah
3 saya merasa seolah-olah saya sangat buruk dan tidak berharga
2 saya merasa sangat bersalah
1 saya merasa buruk atau tidak berharga sebagai bagian dari waktu
yang baik
0 saya tidak merasa benar-benar bersalah
5) Tidak menyukai diri sendiri
3 saya benci diri saya sendiri
2 saya muak dengan diri saya sendiri
1 saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri
6) Membahayakan diri sendiri
3 saya akan membunuh diri saya sendiri bila ada kesempatan
2 saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 saya merasa lebih baik mati
44
0 saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan
diri
7) Menarik diri dari sosial
3 saya telah kehilangan minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semua
2 saya telah kehilangan minat saya pada orang lain dan mempunyai
sedikit perasaan pada mereka
1 saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
0 saya tidak kehilangan minat pada orang lain
8) Keragu-raguan
3 saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 saya berusaha mengambil keputusan
0 saya membuat keputusan yang baik
9) Perubahan gambaran diri
3 saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam
penampilan saya dan ini membuat saya menarik
1 saya kuatir bahwa saya tampak tua atau takmenarik lagi
0 saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari sebelumnya
10) Kesulitan kerja
3 saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
45
2 saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 ini memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu
0 saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
11) Keletihan
3 saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 saya lelah lebih dari biasanya
0 saya tidak lebihlelah dari sebelumnya
12) Anoreksia
3 saya tidak lagi mempunyai nafsu makan
2 nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Penilaian :
0-4 depres tidak ada/minimal
5-7 depresi ringan
8-15 depresi sedang
>16 depresi berat
n. Status Fungsional, Kognitif, Afektif dan Sosial
1) Status fungsional
46
Kemandirian pada ADLyang diukur menggunakan INDEKS KATZ
berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien
dalam mandi, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berpindah, kontine
dan makan.
INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lin-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G
2) Status kognitif
Menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPSMQ)
untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari
47
10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan
kemampuan perawatan diri, memori jauh dan kemampuan otomatis.
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)
SKOR NO PERTANYAANJAWABAN
+ -
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang (hari, tanggal, tahun)
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telpon anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah kesalahan total
Penilaian SPSMQ
Kesalahan 0-2 : fungsi intelektual utuh
48
Kesalahan 3-4 : penurunan fungsi intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : penurunan fungsi intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : penurunan fungsi intelektual berat
Catatan :
a. Bisa memaklumi lebih dari satu kesalahan bila subyek hanya
berpendidikan SD
b. Bisa memaklumi bila kurang dari satu kesalahan bila subyek
berpendidikan di atas SMA
c. Bisa dimaklumi bila lebih dari satu kesalahan untuk subyek kulit hitam
dengan menggunakan kriteria pendidikan yang sama
Selain menggunakan instrument di atas, untuk menguji aspek-
aspek kognitif dari fungsi mental : orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa, dapat menggunakan Mini
Mental State Exam (MMSE). Nilai kemungkinan paling tinggi adalah
30, nilai 21 atau kurang menunjukkan adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan lanjut.
ASPEK KOMPOSISI NILAI MAKSIMAL
Orientasi Waktu Tempat
Registrasi Subyek
Tahun, musim, bulan, tanggal,,hariNegara, provinsi, kota, RS, kamar
Apel, meja, koin
0-50-5
0-3
49
mengulangAtensi dan kalkulasi
RecallPenamaanPengulang kataMelaksanakan 3 perintah
Perintah tulis menuliskonstruksi
Pengurangan serial 100-7 atau mengeja terbaik “WAHYU”
Pensil, bukuNamun, tanpa, bilaAmbil kertas itu dengan tangan anda, lipat menjadi dua dan diletakkan di lantai
Pejamkan mata andaMenulis kalimat spontan Gambar pentogen bertumpuk
Jumlah nilai
0-5
0-30-20-10-3
0-10-10-1
0-30
Skor
Nilai 24-30 = normal
Nilai 17-23 = mungkin gangguan kognitif
Nilai <16 = pasti ada gangguan kognitif
a. Pengkajian Keseimbangan Lansia
Beri 0 jika tidak terdapat kondisi di bawah ini dan jika 1 klien
menunjukkan kondisi di bawah ini :
Komponen utama dalam bergerak
Langkah-langkah Kriteria Nilai
A. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Bangun dari kursi
Duduk ke kursi
Menahan dorongan pada sternum (mata terbuka)
Sda (mata ditutup)
Perputaran leher
Tidak bangun dari tempat duduk dengan satu gerakan, tetapi mendorong dengan tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali.
Menjatuhkan diri kekursi, duduk ditengah kursi
Pemeriksa mendorong sternum (perlahan-lahan sebanyak 3 kali). Klien menggerakkan kaki memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya.
Criteria sama dengan criteria untuk mata terbuka.
Menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan kaki tidak menyentuh sisi-sisinya, keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak
50
Gerakan menggapai sesuatu
Membungkuk
stabil.
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi max, sementara berdiri pada ujung-ujung jari kaki tidak stabil, memegang sesuatu untuk dukungan.
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objrk-objek kecil dari lantai, memegang objek untuk bias berdiri, memerlukan usaha untuk multiple untuk bangun.
B. Gaya berjalan/gerak
Minta klien untuk berjalan ketempat yang ditentukan
Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki saat berjalan)
Kontinuitas langkah kaki (diobservasi dari samping klien)
Kesimetrisan langkah (diobservasi dari samping klien)
Penyimpangan jalur pada saat berjalan (diobservasi dari belakang klien berbalik)
Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan.
Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggesr atau menyeret kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi (>50 cm) setelah langkah-langkah awal.
Langkah menjadi tidak konsisten, memulai mengangkat satu kaki sementara yang lain menyentuh tanah.
Tidak berjalan pada garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi.
Tidak berjalan pada garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi.
Berhenti sebelum berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang, memegang objek untuk dukungan.
Inventaris hasil0-5 = resiko jatuh rendah6-10 = resiko jatuh sedang11-15= resiko jatuh tinggi
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi
51
dan memberi intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito dan
Nursalam, 2004).
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan
gangguan system kardiovaskuler Congestive Heart Failure (CHF) menurut
Marilynn E. Doengoes (2000) adalah :
1. Curah jantung, menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama atau
imobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus (menurunya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler-alveolus, pengumpulan atau perpindahan
cairan kedalam area interstisial/alveoli.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan, mengenai kondisi, program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/ kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit.
3. Perencanaan keperawatan
52
Diagnosa 1
Curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural.
Tujuan
Curah jantung adekuat, gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak
meluas selama dilakukan tindakan keperawatan dan tanda vital dalam
batas yang dapat ditoleran.
Kriteria hasil
TTV dalam batas yang dapat ditoleransi
Ortopnoe tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Terjadi penurunan episode dispnea
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2Mandiri
1 Auskultasi nadi apikal : kaji frekuensi, irama jantung, (dokumentasikan distritmia bila tersedia telemetri).
Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler, KAP, PAT, MAT, PVC, dan AF disritmia umum berkenan dengan CHF meskipun lainnya juga terjadi. Catatan : distritmia ventrikuler yang tidak responsive terhadap obat diduga
53
aneurisme ventrikuler.
2 Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompentensi/ stenosis katup.
3 Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi dengan denyut radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
4 Pantau TD Pada CHF dini, sedang atau kronis TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi.
5 Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori CHF. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
6 Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan
54
tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali kesirkulasi bila pasien tidur.
7 Kaji pada perubahan sensori, contoh latergi, bingung, disorientasi, cemas, dan depresi.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi selebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
8 Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
Istirahat fisik harus dipertahankan selama CHF akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan.
9 Berikan istirahat psiko-logi dengan lingkungan tenang ; menjelaskan manajemen medik/keperawatan ; membantu pasien menghindari situasi stress, mendengar/berespon terhadap ekspresi perasaan/takut.
Stress emosi menghasilkan vasokontraksi, yang meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.
10 Berikan pispot disamping tempat tidur. Hindari aktivitas respon Valsalva, contoh mengejan selama defekasi, menahan napas selama perubahan posisi.
Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi atau kerja keras menggunakan bedpan. Manuver Valsalva menyebabkan rangsangan vagal diikuti takikardi, yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi jantung/curah jantung.
11 Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.
Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden trombus/pembentukan embolus.
55
Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.
12 Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstermitas.
Menurunnya curah jantung, bending/stasis vena dan tirah baring lama meningkatkan resiko tromboflebitis.
13 Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.
Insiden toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas antara rentang terapeutik dan toksik. Digoskin harus dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar kalium rendah.
Kolaborasi1 Berikan oksigen tambahan
dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
2 Berikan obat sesuai indikasi :
Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan kongestif.
3 Diuretik, contoh furosemide (Lasix) ; asam etakrinik (edecrin) ; bumetanid (Bumex) ; spironolakton (Aldakton).
Tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat CHF dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik blok reabsorpsi diuretik, sehingga mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air.
4 Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril) ; arteriodilator, contoh
Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi
56
hidralasin (Apresoline) ; kombinasi obat,
(vasodilator) dan tahanan vaskuler sistemik (arteriodilator), juga kerja ventrikel.
5 Digoksin (Lanoxin). Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori pada hubungan AV untuk meningkatkan efisiensi/curah jantung.
6 Captopril (Capoten) ; lisinopril (Prinivil) ; enalapril (Vasotec) ;
Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol CHF dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.
7 Morfin sulfat ; Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokard. Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan siklus umpan balik cemas atau pengeluaran katekolamin/cemas.
8 Tranquilizer/sedative ; Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja miokard. Catatan : Ada ‘on trial’ oral yang analog dengan amrinon (inocor) agen inotropik positif, disebut milrinon, yang dapat cocok untuk penggunaan jangka panjang.
9 Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin (Coumadin) ;
Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti stasis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan riwayat episode trombolik sebelumnya.
57
10 Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam.
Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien CHF juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
11 Pantau/ganti elektrolit. Perpindahan cairan dan penggunaan diuretik dapat mempengauhi elektrolit (khususnya kalium dan klorida) yang mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas.
12 Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri coroner. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
13 Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Peningkatan BUN/kreatinin menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal.
14 Pemeriksaan fungsi hati (AST, LDH).
AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan kongestif hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati.
15 PT/APTT atau pemeriksaan koagulasi.
Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau keefektifan terapi anti koagulan.
16 Siapkan untuk insersi/mempertahankan alat pacuh jantung, bila
Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak responsif terhadap intervensi
58
diindikasikan. obat yang dapat berlanjut menjadi gagal kongesti/menimbulkan edema paru.
Diagnosa keperawatan 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama atau
imobilisasi.
Tujuan
Diharapkan klien dapat berakyivitas dengan bantuan minimal atau
peningkatan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil
Menurunnya kelemahan dan kelelahan
Hb Meningkat
Diaporesis berkurang/tidak ada
TTV dalam batas normal
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2Mandiri
1 Periksa tanda vital sebelum dan segara melakukan aktivitas,
Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan
59
khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
2 Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dyspnea, berkeringat, pucat.
Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3 Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker) traquilizer, dan sedative). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energy dan menyebabkan kelemahan.
4 Evaluasi peningkatan intoleran aktifitas.
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.
5 Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selangi periode aktifitas dengan periode istirahat.
Pemutuhan kebutahan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhu setres miokar/kebutuhan oksigen berlibahan.
Kolaborasi1 Implementasikan program
rehabilitasi jantung/aktivitas.
Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
Diagnosa keperawatan 3
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus (menurunya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
60
Tujuan
Volume cairan seimbang, eliminasi urine lancar, bunyi napas
bersih/jelas.
Kriteria hasil
Monitor intake output cairan seimbang
Tidak ada edema
Tidak ada kerusakan integritas kulit
Bunyi napas normal
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2Mandiri
1 Pantau haluaran urine, catat jumlah warna saat hari dimana diuresis terjadi.
Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari) karena penurunan perfusi ginjal. Perfusi terlentang membantu diuresis ; sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan pada malam/selama tirah baring.
2 Pantau/hitung keseimbangan pemasukkan dan pengeluaran selama 24 jam.
Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3 Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi Fowler selama fase akut.
Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4 Buat jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin. Berikan perawatan mulut/es batu
Melibatkan pasien dalam program terapi dapat meningkatkan perasaan mengontrol dan kerjasama dalam pembatasan.
61
sebagai bagian dari kebutuhan cairan.Timbang BB tiap hari.
5 Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan/tanpa pitting ; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai dari kaki/mata kaki (area dependen) dan meningkat sebagai kegagalan paling buruk. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan. Peningkatan kongesti vaskuler (sehubungan dengan CHF kanan) secara nyata mengakibatkan edema jaringan sistemik.
6 Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/bunyi tambahan, contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dyspnea, takipnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksismal, batuk.
Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru dapat menunjukkan CHF kiri akut. Gejala pernapasan pada CHF (dyspnea, batuk, ortopnea) dapat timbul lambat tetapi lebih sulit membaik.
7 Selidiki keluhan dyspnea ekstrem tiba-tiba, kebutuhan untuk bangun dan duduk, sensasi sulit bernapas, rasa panik atau ruangan sempit.
Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema pau/emboli) dan berbeda dari ortopnea dan dyspnea nokturnal paroksismal yang terjadi lebih cepat dan memerlukan intervensi segera.
8 Pantau TD dan CFP (bila ada).
Hipertensi dan peningktan CFP menunjukkan kelebuhan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya/peningkatan kongesti paru, gagal jntung.
9 Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi, abdomen, konstipasi.
Kongesti visceral (terjadi pada CHF lanjut) dapat mengganggu fungsi gastrointestinal.
62
Diagnosa keperawatan 4
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler-alveolus, pengumpulan atau perpindahan
cairan kedalam area interstisial/alveoli.
Tujuan
Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil
Tidak ada sesak
Bunyi nafas normal
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2Mandiri
1 Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intrevensi lanjut.
2 Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam.
Membantu mencegah atelectasis dan pneumonia.
3 Pertahankan duduk dikursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.
63
Kolaborasi1 Pantau gambaran seri
GDA, nadi oksimetri.Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi biasanya ada pada CHF kronis.
2 Berikasn oksigen tambahan sesuai indikasi.
Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
3 Berikan obat sesuai indikasi :Diuretik contoh furosemide (Lasix) ;Bronkodilator contoh aminofilin.
Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil dan mengluarkan efek dieretik ringan untuk menurunkan kongesti paru.
Diagnosa keperawatan 5
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
Tujuan
Mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan tekhnik atau
perilaku mencegah kerusakan kulit
Kriteria hasil
Ekstremitas baik (tidak ada tanda terjadi kerusakan integritas kulit)
Tidak ada edema
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2Mandiri
64
1 Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi, atau kegemukan/kurus.
kulit beresiko karena ganguan sirkulasi, imobiltas fisik, dan ganguan status nutrisi.
2 Pijat area kemerahan atau yang memutih
meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan
3 Ubah posisi dengan sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak aktif/pasif
memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah
4 Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban/ekskresi
terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan
5 Berikan tekanan alternatif/ kasur, perlindungan siku atau tumit.
menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi.
Diagnosa keperawatan 6
Kurang pengetahuan, mengenai kondisi, program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/ kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit.
Tujuan
mengidentifikasi hubungan terapi, untuk menurunkan episode berulang
dan mencegah komplikasi, mengidentifikasi stres pribadi dan tekhnik
65
untuk menangani, melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang
perlu
Kriteria hasil
Klien tidak cemas, mengerti tentang penyakitnya
Klien menerima prosedur terapi dan mengikuti pantangan
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2Mandiri
1 Diskusikan fungsi jantung normal, jelaskan perbedaan antara serangan jantung dengan Congestive Heart Failure (CHF)
pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan dalam program pengobatan.
2 jelaskan rasional pengobatan
pemahaman program, obat dan pembahasan dapat meningkatkan kerja sama untuk mengontrol gejala
3 Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan dan istirahat diantara aktivitas.
aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi kelemahan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4 Diskusikan obat dan efek samping, berikan instruksi secara verbal atau tertulis.
pemahaman kebutuhan terapeutik, dan pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
66
5 Berikan kesempatan pasien atau orang terdekat untuk menanyakan, mendiskusikan masalah, dan membuat perubahan pola hidup yang perlu.
kondisi kronis/berulang CHF sering melemahkan kemapuan koping.
6 Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor resiko (misalnya, merokok) dan faktor pencetus atau pemberat (diet tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif, terpajan pada suhu ekstrem)
menambahkan pada kerangka pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan control kondisi dan mencegah berulang atau komplikasi.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2004)
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan
tanggung jawab perawat secara professional sebagaimana terdapat dalam
standar praktek keperawatan yaitu :
1. Independen
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa perintah dan
petunjuk dari dokter, atau tenaga kesehatan lainya.
2. Interdependen
67
Adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainya, misalnya tenaga
social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3. Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana
tindakan medis dilaksanakan. (Nursalam, 2004)
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan berapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan sudah tercapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa. (Nursalam, 2004)
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan
yaitu :
1. Proses
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu keefektifitasan terhadap tindakan. Evaluasi formatif terus
menerus dilaksanakan sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
68
Metode pengumpulan data dalam evaluasi formatif terdiri dari analisa
rencana tindakan keperawatan, open chart audit, pertemuan kelompok,
interview dan observasi dengan klien, dan menggunakan format evaluasi.
(Nursalam, 2004)
2. Hasil
Fokus tipe evaluasi ini adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
pasien pada akhir tindakan perawatan klien, tipe evaluasi ini dilaksanakan
pada akhir tindakan perawatan klien.
6. Penyimpangan KDM (Mutaqqin, 2009).
69
Hipervolemia Hipertensi Senosis katup
Katup inkompeten
t
Kerusakan miokardium
pe↑an preload
pe↑an afterload
pe↑an beban kerja jantung
pe↓an kekuatan kontraksi
ventrikel kiri
MK: Penurunan
curah jantung
depan belakang
pe↓an perfusi organ sistemik
pe↑an LVEDV
pe↓an TD sistemik
MK: Intoleran aktivitas
pe↑an preload
pe↓an renal blood
pe↑an ADH
Aktivasi renin-
pe↑an RV preload
pe↓an kekuatan kontraksi
ventrikel kanan
pe↑an RV preload
Pe↓an aliran balik sistemik pe↓an venous
return
DAFTAR PUSTAKA
Andra Wijaya, S.Kep.Ns & Yessie Putri, S.Kep.Ns, 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1, Yogyakarta: Nuha Medika.
Muhamad Ardiansyah, 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa, Yogyakarta:DIVA Press.
Marilynn E. Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta: EGC.
Muttaqin, 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi, Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, 2004. Proses dan dokumentasi keperawatan: Konsep dan praktik, Jakarta : Salemba medika
Damping, Charles E, Soejono, C.H., 2003. Depresi pada geriatri: Apa kekhususannya dalam penatalaksanaan pasien geriatri dengan pendekatan interdisiplin. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Corwin Elizabeth J.,(2000) Buku saku pathofisiologi. Edisi 3,
70
Aktivasi renin-
Retensi Na&air
edema
MK: Resiko tinggi gangguan integritas kulit
pe↑an LA preload
MK: Gangguan pertukaran gas
Edema pulmoner
pe↑an tekanan kapiler
pulmoner
Mendesak lobus hepar
Edema ekstremitas
Kematian sel hepar, fibrosis, sirosis
pe↑an tekana
vena porta
Akumulasi cairan di sirkulasi
mesenteriks
MK: Kelebihan volume cairan
MK: Resiko tinggi gangguan integritas kulit
Jakarta: EGC
http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf\
http://id.scribd.com/doc/142216580/Chapter-II-Framingham-Chf
http://lifqual.com/bagaimana-struktur-jantung-normal/
71