15
Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Santri Pesantren X, Jakarta Timur Amajida Fadia Ratnasari, Saleha Sungkar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Email: [email protected] Abstrak Latar belakang Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di lingkungan padat hunian seperti pondok pesantren. Karakteristik santri diduga berperan terhadap kejadian skabies.Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X, Jakarta Timur. Metode Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada tanggal 10 Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi terhadap semua santri (192 orang). Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square. HasilHasil penelitian menunjukkan prevalensi skabies 51,6% (laki-laki 57,4% dan perempuan 42,9%; tsanawiyah 58,1% dan aliyah 41,3%) dengan lokasi lesi skabies terbanyak di bokong (33,8%) dan di sela-sela jari tangan (29,2%). Uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi skabies berdasarkan jenis kelamin (p=0,048) dan tingkat pendidikan (p=0,023). Kesimpulan Disimpulkan prevalensi skabies di Pesantren X, Jakarta Timur adalah 51,3% dan berhubungan dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Kata kunci: prevalensi, skabies, santri, jenis kelamin, tingkat pendidikan Abstract The Prevalence of Scabies and Its Association with Gender and Education Level of Students Pesantren X, East Jakarta Background Scabies is a common skin disease, especially in crowded places, like pesantren. Characteristics of the students there are believed to be associated with scabies. The purpose of this study was to determine the prevalence of scabies and its association with gender and education level of students Pesantren X, East Jakarta. Method This cross sectional study was conducted on June 10, 2012 by performing anamnesis and dermatology examination to all students (192 students). Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test. Results The results showed that the prevalence of scabies was 51,3% (male 57,4% and female 42,9%; education level tsanawiyah 58,1% and aliyah 41,3%). Most lesions are found Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Santri Pesantren X, Jakarta Timur

Amajida Fadia Ratnasari, Saleha Sungkar

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak Latar belakang Skabies merupakan penyakit kulit yang banyak ditemukan di lingkungan padat hunian seperti pondok pesantren. Karakteristik santri diduga berperan terhadap kejadian skabies.Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X, Jakarta Timur. Metode Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada tanggal 10 Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi terhadap semua santri (192 orang). Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square. HasilHasil penelitian menunjukkan prevalensi skabies 51,6% (laki-laki 57,4% dan perempuan 42,9%; tsanawiyah 58,1% dan aliyah 41,3%) dengan lokasi lesi skabies terbanyak di bokong (33,8%) dan di sela-sela jari tangan (29,2%). Uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi skabies berdasarkan jenis kelamin (p=0,048) dan tingkat pendidikan (p=0,023). Kesimpulan Disimpulkan prevalensi skabies di Pesantren X, Jakarta Timur adalah 51,3% dan berhubungan dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

Kata kunci: prevalensi, skabies, santri, jenis kelamin, tingkat pendidikan

Abstract

The Prevalence of Scabies and Its Association with Gender and Education Level of Students Pesantren X, East Jakarta

Background Scabies is a common skin disease, especially in crowded places, like pesantren. Characteristics of the students there are believed to be associated with scabies. The purpose of this study was to determine the prevalence of scabies and its association with gender and education level of students Pesantren X, East Jakarta. Method This cross sectional study was conducted on June 10, 2012 by performing anamnesis and dermatology examination to all students (192 students). Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test. Results The results showed that the prevalence of scabies was 51,3% (male 57,4% and female 42,9%; education level tsanawiyah 58,1% and aliyah 41,3%). Most lesions are found

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 2: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

in buttocks (33,8%) and interdigital space of the hand (29,2%). Chi square test have shown significant difference between the prevalence of scabies with gender (p=0,048) and educational level(p=0,023) of the students. Conclusion In conclusion, the prevalence of scabies in Pesantren X, East Jakarta is 51,3% and there is association between the prevalence of scabies with gender and educational level of the students.

Keywords: prevalence, scabies, students, gender, educational level Pendahuluan

Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan

subtropis,1,2 seperti Afrika, Amerika selatan, Kepulauan Karibia, Australia tengah, Australia

selatan, dan Asia.3,4Prevalensi skabies di daerah endemis di Asia adalah sebesar 13% di

India, 23-29% pada anak berusia 6 tahun di daerah kumuh di Bangladesh, dan 43% di

Kamboja. Di wilayah Asia Tenggara, studi di rumah kesejahteraandi Pulau Pinang, Malaysia

pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi skabies 30%5dan studi di empat distrik di Timor

Leste pada tahun 2010menunjukkan prevalensi 17,3%.4,6

Skabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas

penanganannya rendah, namun sebenarnya skabies kronis dan berat dapat menimbulkan

komplikasi yang berbahaya.Skabies menimbulkan ketidaknyamanan karena menimbulkan

lesi yang sangat gatal. Akibatnya, penderita sering menggaruk dan mengakibatkan infeksi

sekunder terutama oleh bakteri Group A Streptococci7 (GAS) serta Staphylococcus

aureus.7Komplikasi akibat infestasi sekunder GAS dan S. aureussering terdapat pada anak-

anak di negara berkembang.7,8

Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies di negara berkembang terkait

dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kebersihan, akses air yang

sulit, dan kepadatan hunian.9,10Tingginya kepadatan hunian yang diikuti dengan tingginya

interaksi atau kontak fisik antar individu memudahkan transmisi dan infestasi tungau skabies.

Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan

kepadatan hunian dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, barakpengungsi, panti

asuhan, dan pondok pesantren.1,3,10

Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut

santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama namun dititikberatkan

pada pelajaran agama Islam.11

Di Indonesia, sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk muslim terbesar

di dunia, terdapat 14798 pondok pesantren.12 Penelitian cross sectional mengenai skabies di

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 3: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

pondok pesantren di Indonesia menunjukkan prevalensi cukup tinggi. Pada tahun 2003,

prevalensi skabies di 12 pondok pesantren di Kabupaten Lamongan adalah 48,8%13dan di

Pondok Pesantren An-Najach Magelang pada tahun 2008 menunjukkan prevalensi sebesar

43%.14

Santri yang mengidap skabies terganggu kualitas hidupnya karena keluhan gatal yang

hebat serta infeksi sekunder.Keluhan tersebut menurunkan prestasi akademik. Pada tahun

2008 sebanyak 15,5% santri penderita skabies di Provinsi Aceh dilaporkan nilai rapornya

menurun.15 Hal tersebut sesuai dengan penelitian Sudarsono di Medan pada tahun 2011 yang

menunjukkan prestasi belajar santri menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum menderita

skabies.16

Di Jakarta Timur, terdapat pesantren yang padat penghuni dan santrinya banyak yang

mengeluh kudisan sehingga sering sakit. Untuk mengetahui apakah keluhan tersebut adalah

skabies, perlu dilakukan survei; jika penyakit kulit yang diderita adalah skabies, santri perlu

diobati.

Pengobatan skabies, mudah dilakukan dengan cure rate yang tinggi,7 namun jika

tidak secara masal dan serentak, maka rekurensi segera terjadi. Dengan demikian,

pengobatan skabies harus diikuti dengan penyuluhan kesehatan agar santri dapat mencegah

rekurensi skabies.

Agar penyuluhan kesehatan memberikan hasil yang baik, penyuluhan harus

disesuaikan dengan karakteristik demografi santri antara lain jenis kelamin dan tingkat

pendidikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi skabies

di Pesantren X, Jakarta Timur dan hubungannya dengan jenis kelamin dan tingkat

pendidikan.

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara

prevalensi skabies dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X Jakarta

Timur? Hipotesis yang diajukan adalah prevalensi skabies berhubungan dengan jenis

kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X Jakarta Timur.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan prevalensi skabies dengan jenis

kelamin dan tingkat pendidikan santri Pesantren X Jakarta Timur. Selain itu, terdapat

beberapa tujuan khusus, yaitu:

a) Mengetahui prevalensi skabies di Pesantren X Jakarta Timur

b) Mengetahui sebaran karakteristik santri Pesantren X Jakarta Timur berdasarkan

jenis kelamin dan tingkat pendidikan

c) Mengetahui distribusi lokasi lesi skabies pada santri Pesantren X Jakarta Timur

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 4: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

Tinjauan Teoritis

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau

Sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya pada tubuh.2Infestasi tungau dimulai

ketika satu atau beberapa tungau betina yang sedang gravid ditransfer dari kulit orang yang

terinfeksi ke orang lain.1,17 Di kulit yang hangat,19tungau tersebut berjalan mencari tempat

yang sesuai untuk membuat terowongan di permukaan kulit.3,18,19

Tungau akan menggunakan mulut dan kaki serta mengeluarkan sekret berupa enzim

yang akan mencerna kulit inang sambil membuat terowongan di permukaan kulit inang.

Cairan plasma kulit inang yang tercerna oleh enzim tersebut digunakan sebagai sumber

nutrisi tungau.18 Ujung terowongan, di stratum granulosum kulit, merupakan tempat tungau

betina meletakkan 2-3 telur per hari4,18,20

Kontak langsung dari kulit ke kulit merupakan mekanisme utama dalam proses

transmisi skabies, seperti yang dibuktikan dalam studi klasik oleh Mellanby.4,9,10Tungau juga

dapat ditransmisikan melalui pakaian dan sprei, namun cara tersebut hanya sedikit berperan

dalam proses transmisi skabies tipikal.9,10

Proses transmisi tungau dipengaruhi oleh berapa lama rentang waktu tungau dapat

bertahan hidup di luar tubuh inang yang bervariasi dan bergantung pada temperatur dan

kelembaban. Pada permukaan yang kering, baju, maupun sprei, tungau hanya dapat bertahan

hidup selama beberapa jam.18 Meskipun demikian, pada temperatur dan kelembaban ideal

(21oC dan 40-80% kelembaban relatif),3,21 rentang waktu hidup tungau dapat meningkat

hingga 3-4 hari.18,20 Rentang waktu hidup tungau bahkan lebih panjang pada temperatur

rendah4 dan kelembaban tinggi.

Interval waktu antara paparan tungau dengan timbulnya gatal pada tubuh inang

umumnya sekitar 4-6 minggu tetapi, pada orang yang sebelumnya pernah terinfestasi tungau

skabies, gejala pada paparan ulang akan muncul dalam 48 jam atau kurang, bergantung pada

tingkat sensitivitas orang tersebut.20

Skabies umumnya ditemukan di wilayah beriklim tropis dan subtropis4,8,22 dan

negara berkembang. Prevalensi yang sangat tinggi ditemukan pada suku aborigin di

Australia, Afrika, Amerika Selatan serta di negara berkembang lain.1,2

Skabies paling banyak ditemukan pada anak-anak21,22 karena imunitas yang rendah

dan kontak interpersonal yang lebih sering dan dekat.4Pada tahun 2009 penelitian retrospektif

terhadap 29 078 anak di India menunjukkan bahwa skabies merupakan penyakit kulit paling

umum kedua di kelompok umur anak dan paling umum ketiga di bayi.21Meskipun demikian,

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 5: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

skabies dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan segala usia, kelompok etnis, dan tingkat

sosioekonomi.4,20,21 Tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan dan laki-laki

dengan angka kejadian skabies. Survei serologi pada orang asli di Malaysia oleh Normaznah

et al, menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara perbedaan jenis kelamin dengan

kejadian skabies.23

Skabies secara umum dapat dikategorikan menjadi scabies tipikal dan scabies

atipikal.20 Pada pasien dengan skabies tipikal atau konvensional, biasanya terdapat 10-1520

atau kurang dari 5018 tungau betina dewasa di permukaan kulit. Transfer tungau dari satu

orang ke orang lain diperkirakan membutuhkan kontak dekat selama 15-20 menit.24 Pruritis

atau rasa gatal intensif yang semakin memburuk saat malam hari merupakan salah satu gejala

klinis skabies konvensional akibat respons delayed type-4 hipersensitivity terhadap tungau,

telur, atau kotoran tungau.18,20,21 Tanda klinis lain adalah ruam eritomatosa pada kulit.23Lesi

akibat tungau umumnya ditemukan di area tubuh seperti pinggang, pergelangan tangan, sela-

sela jari, siku, lipatan aksila anterior, lipatan paha atau alat kelamin, aerola, dan bokong.21,22

Skabies dapat didiagnosis melalui berbagai metode, antara lain kerokan kulit,18,20

dermoskopi,biopsi kulit dengan melihat infiltrasi sel radang perivaskular, dan presentasi

klinis.21 Baku emas diagnosis skabies adalah visualisasi tungau, telur, atau kotoran tungau

secara langsung melalui preparat KOH hasil kerokan kulit pasien, tetapi, keberadaan kotoran

tungau saja sebaiknya tidak digunakan sebagai pertimbangan diagnostik karena isolat kotoran

tungau dapat terlihat seperti debris.7

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi berdesain cross sectional yang menggunakan metode

observasi analitik untuk mengetahui hubungan antara prevalensi skabies dengan jenis

kelamin dan tingkat pendidikan subjek.Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren X, Jakarta

Timur.Pondok Pesantren X dipilih karena tingginya prevalensi skabies di populasi

tersebut.Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012.

Populasi target penelitian adalah santri yang sedang menjalani masa pendidikan di

Pondok Pesantren X, Jakarta Timur, sedangkan populasi terjangkau penelitian adalah murid

pesantren yang tinggal di asrama di Pondok Pesantren X, Jakarta Timur, berada di lokasi

penelitian ketika pengambilan data.

Penelitian ini menggunakan metode total population sehingga tidak dilakukan

perhitungan besar sampel. Dengan demikian, setiap santri yang hadir saat pengambilan data

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 6: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

diikutsertakan dalam penelitian. Total santri diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 192

orang.

Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan

subjek penelitian sementara variabel terikat adalah prevalensi skabiesdi Pesantren X.

Variabel perancu dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, perilaku hidup bersih dan

sehat dan kepadatan hunian.

Saat peneltiian, subjek penelitian terlebih dahulu diberi arahan singkat mengenai

metode penelitian kemudian diminta untuk memberi pernyataan tertulis yang berisi

persetujuan untuk diikutsertakan dalam penelitian. Apabila subjek menyetujui, maka

pengambilan data akan dilakukan.Untuk mendiagnosis subjek penelitian menderita skabies

atau tidak, peneliti bekerja sama dengan dokter spesialis kulit dan kelamin yang akan

melakukan pemeriksaan dermatologi sementara hasil pemeriksaan akan dicatat oleh peneliti.

Data primer yang diperoleh diolah dan dianalisis oleh peneliti menggunakan program

komputer IBM SPSS 20.0for windows.

Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat

digunakan untuk mengetahui distribusifrekuensi dari analisis distribusi variabel dependen

dan variabel independen sementara nalisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi

hubungan antara prevalensi skabies di Pesantren X dengan jenis kelamin dan tingkat

pendidikan.Penelitian ini menggunakan uji chi square.

Apabila ternyata data tidak memenuhi syarat uji chi-square, yaitu nilai expected

count< 20% atau terdapat nilai expected value kurang dari lima pada salah satu sel, maka

peneliti akan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Nilai uji hipotesis dua arah <0,05

dianggap signifikan secara statistik.Penyajian data menggunakan tabel dan narasi deskriptif.

Hasil

Di Pesantren X, Jakarta Timur terdapat 205 santri, namun yang diikutsertakan dalam

penelitian ini adalah 192 santri karena 12 santri tidak hadir saat pengambilan data dan 1

santri tidak mengisi data tingkat pendidikan. Hasil pemeriksaan kulit menunjukkan bahwa 99

santri menderita skabies (prevalensi 51,6%).

Tabel 1.Distribusi Skabies Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan

Karakteristik Positif (%) Negatif (%)

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 7: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

Jenis kelamin

Laki-laki 66 (57,4%) 49 (42,6%)

Perempuan 33 (42,9%) 44 (57,1%)

Tingkat Pendidikan

Tsanawiyah 68 (58,1%) 49 (41,9%)

Aliyah 31 (41,3%) 44 (58,7%)

Pada tabel 1 tampak bahwa berdasarkan jenis kelamin, prevalensi skabies pada santri

laki-laki (57,4%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (42,9%). Pada uji chi square

diperoleh nilai p=0,048 yang berarti terdapat perbedaan signifikan pada prevalensi skabies

berdasarkan jenis kelamin. Hal tersebut menunjukkan prevalensi skabies di pesantren X

berhubungan dengan jenis kelamin.

Prevalensi skabies pada santri aliyah (41,3%) lebih rendah dibandingkan santri

tsanawiyah (58,1%) dengan nilai p=0,023 (chi square). Hal tersebut menunjukkan terdapat

hubungan antara prevalensi skabies pada santri dengan status pendidikan.

Tabel 2.Distribusi Skabies pada Santri Laki-Laki Berdasarkan Pendidikan

Tingkat Pendidikan Positif Negatif Tsanawiyah 47 (67,1%) 23 (32,9%) Aliyah 19 (42,2%) 26 (57,8%)

Pada santri laki-laki, hasil uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna

(p=0,008) yang berarti terdapat hubungan antara prevalensi skabies pada santri laki-laki

dengan status pendidikan.

Tabel 3. Distribusi Skabies pada Santri Perempuan BerdasarkanPendidikan

Tingkat Pendidikan Positif Negatif Tsanawiyah 21 (44,7%) 26 (55,3%) Aliyah 12 (40%) 18 (60%)

Pada santri perempuan, hasil uji chi square menunjukkan perbedaan tidak bermakna

(p=0,686) yang berarti prevalensi skabies pada santri perempuan tidak terbukti berhubungan

dengan status pendidikan.

Tabel 4. Distribusi Lokasi Lesi Skabies pada Santri

Lokasi Lesi Laki-laki (%,n=115) Perempuan (%, n=77) Total (%, n=192)

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 8: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

Sela-sela jari tangan 37 (32,2) 19 (24,7) 56 (29,2) Tangan 16 (13,9) 1 (1,3) 17 (8,8) Pergelangan tangan 23 (20,0) 11 (14,3) 34 (17,7) Lengan 14 (12,2) 9 (11,7) 23 (12,0) Siku 26 (22,6) 2 (2,6) 28 (14,6) Ketiak 12 (10,4) 0 (0,0) 12 (6,3) Kaki 23 (20,0) 23 (29,9) 46 (23,9) Perut 24 (20,9) 15 (19,5) 39 (20,3) Dada 7 (6,1) 2 (2,6) 9 (4,7) Mammae 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Punggung 12 (10,4) 0 (0,0) 12 (6,3) Bokong 40 (34,8) 25 (32,5) 65 (33,8) Area genital 38 (33,0) 2 (2,6) 40 (20,8) Regio inguinal 18 (15,6) 1 (1,3) 19 (9,9) Kepala 2 (1,7) 0 (0,0) 2 (1,0) Sela-sela jari kaki 15 (13,0) 5 (6,5) 20 (10,4)

Tabel 4 menunjukkan distribusi lokasi lesi pada santri. Secara keseluruhan lesi

skabies pada santri paling banyak ditemukan di bokong (33,8%) dan di sela-sela jari tangan

(29,2%). Pada santri laki-laki, lokasi lesi skabies paling banyak di bokong (34,8%), area

genital (33,0%), dan sela-sela jari tangan (32,2%). Pada santri perempuan, lokasi lesi skabies

paling banyak di bokong (32,5%), kaki (29,9%), dan sela-sela jari tangan (24,7%).

Diskusi

Skabies adalah penyakit yang berhubungan dengan kepadatan hunian dan perilaku

kebersihan.Penelitian ini dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur yang mempunyai

kepadatan penghuni yang tinggi. Hasilnya menunjukkan prevalensi skabies yang tinggi, yaitu

51,6%. Hasil tersebut sesuai dengan berbagai penelitian yang melaporkan bahwa prevalensi

skabies di pesantren tergolong tinggi.Hilmi25 pada tahun 2011 melaporkan prevalensi skabies

di suatu pesantren di Jakarta Timur sebesar 51,6%. Tingginya prevalensi skabies di pesantren

disebabkan padatnya hunian kamar tidur, yaitu 30 orang dalam satu ruangan yang luasnya

35m2.Dengan kepadatan hunian yang tinggi, kontak langsung antar santri menjadi tinggi

sehingga memudahkan penularan skabies.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi skabies berhubungan dengan jenis

kelamin, yaitu prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dan laki-laki lebih berisiko

terinfestasi skabies dibandingkan perempuan.Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan

Khobir yang menyatakan bahwa di pesantren di daerah Pekalongan didapatkan bahwa

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 9: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

prevalensi skabies pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.Khobir26 menyatakan hal

tersebut mungkin karena santri perempuan lebih memperhatikan kebersihan diri. Penelitian

oleh Fakoorziba, et al27 di Iran juga menunjukkan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada

laki-laki.

Amro et al28 melakukan penelitian pada 1734 pasien yang mendatangi klinik

dermatologi di Palestina pada tahun 2005-2010. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil

bahwa insidens dan prevalensi skabies pada perempuan dan laki-laki tidak memiliki

perbedaan signifikan. Hal yang sama dilaporkan oleh peneliti di Gaza29 Brazil,30 Egypt,31 dan

Malaysia.23 Penelitian oleh Shawa29 di Gaza pada tahun 2005 menunjukkan prevalensi

skabies sedikit lebih tinggi pada laki-laki, yaitu 57%, dibandingkan pada perempuan, yaitu

43%, tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.Normaznah, et al23 juga melaporkan

di Malaysia tidak ada perbedaan signifikan antara prevalensi skabies pada laki-laki (26,1%)

dengan perempuan (23,6%).

Berbeda dengan hasil penelitian di atas, insidens skabies di Inggris32,33 lebih tinggi

pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Dalam penelitian mengenai skabies di

Edinburgh sejak tahun 1815 hingga 2000, Savin33 melaporkan jumlah penderita skabies

perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki sejak tahun 1937 dengan usia puncak antara

11 sampai 20 tahun.Penelitian oleh Downs, et al32 di Inggris juga melaporkan prevalensi

skabies lebih tinggi pada perempuan (p < 0,000001).

Secara umum, tingkat pendidikan mempengaruhi prevalensi penyakit di

komunitas.Pada komunitas dengan tingkat pendidikan yang tinggi, prevalensi penyakit

menular umumnya lebih rendah dibandingkan dengan komunitas yang mempunyai tingkat

pendidikan rendah. Raza et al34 melaporkan tingkat pendidikan rendah (< 10 tahun)

merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian skabies pada tentara laki-

laki di Pakistan. Dalam penelitian tersebut diduga orang berpendidikan rendah memiliki

kesadaran rendah mengenai pentingnya higiene pribadi dan tidak mengetahui bahwa higiene

pribadi yang buruk berperan penting dalam penularan penyakit.Dalam penelitian Fakoorziba

M., et al27 di Iran dilaporkan bahwa prevalensi skabies tertinggi terdapat pada orang dengan

pendidikan rendah.

Pada penelitian ini didapatkan prevalensi skabies berhubungan dengan tingkat

pendidikan santri.Prevalensi skabies lebih rendah pada santri yang memiliki tingkat

pendidikan aliyah dibandingkan yang memiliki tingkat pendidikan tsanawiyah.Hasil

penelitian ini sesuai dengan laporan Hilmi25 yang menyatakan prevalensi skabies pada santri

aliyah lebih rendah dibandingkan pada santri tsanawiyah.Wahjoedi35 juga melaporkan bahwa

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 10: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

prevalensi skabies berhubungan dengan tingkat pendidikan, yaitu prevalensi skabies lebih

tinggi pada santri tsanawiyah dibandingkan aliyah.Kuspriyanto36 pada penelitiannya di

pesantren di Pasuruan, Jawa Timur melaporkan hubungan antara prevalensi skabies dengan

tingkat pendidikan.Pawening37 yang melakukan penelitian di Pekalongan juga melaporkan

prevalensi skabies berhubungan dengan tingkat pendidikan.

Dalam penelitian ini, dilakukan uji statistik untuk mengetahui hubungan antara

prevalensi skabies berdasarkan jenis kelamin dengan tingkat pendidikan. Uji chi square

menunjukkan hubungan antara prevalensi skabies pada santri laki-laki dengan status

pendidikan sedangkan pada santri perempuan tidak berhubungan. Hal tersebut kemungkinan

disebabkan santri perempuan lebih memperhatikan kesehatan kulit dibandingkan laki-laki.

Lesi skabies umum ditemukan di pergelangan tangan, sela-­‐sela   jari,   siku,   lipatan  

aksila  anterior,  lipatan  paha  atau  alat  kelamin,  aerola,  dan  bokong.22-­‐24 Data deskriptif pada

penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum, lokasi lesi paling banyak di bokong

(33,8%) dan sela-sela jari tangan (29,2%) sementara Das, et al38 yangmelaporkan lokasi lesi

skabies terbanyak pada pasien Indian adalah di genitalia (60%) diikuti sela-sela jari tangan

(57%).

Pada santri laki-laki, lokasi lesi skabies paling banyak di bokong (34,8%), area genital

(33,0%), dan sela-sela jari tangan (32,2%) sementara pada santri perempuan, lokasi lesi

skabies paling banyak di bokong (32,5%), kaki (29,9%), dan sela-sela jari tangan (24,7%).

Pada penelitian ini, banyaknya lesi skabies di area genital pada santri laki-laki, tetapi tidak

pada area genital santri perempuan kemungkinan karena santri laki-laki di pesantren tersebut

memiliki kebiasaan memakai pakaian bawah berlapis-lapis, yakni dari dalam ke luar adalah

celana dalam, celana pendek, celana luar panjang, dan sarung. Selain itu, lokasi tersebut

menjadi lokasi lesi tersering karena tungau skabies lebih mudah membuat terowongan di

stratum korneum yang lembab dan tersembunyi.18,20

Kesimpulan

Prevalensi skabies di Pesantren X, Jakarta Timur adalah 51,6% dengan prevalensi

skabies pada santri laki-laki 57,4% dan perempuan 42,9% serta pada santri tsanawiyah

58,1% dan pada santri aliyah 41,3%. Prevalensi skabies berhubungan dengan jenis kelamin

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 11: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

dan tingkat pendidikan.Lokasi lesi terbanyak pada santri adalah di bokong (33,8%) dan di

sela-sela jari tangan (29,2%).

Saran Perlu dilakukan pemberantasan skabies di Pesantren X, Jakarta Timur dengan

melakukan pengobatan masal dan penyuluhan kesehatan.Penyuluhan kesehatan tersebut perlu

diberikan kepada semua santri, dengan perhatian khusus pada santri laki-laki dan santri

dengan tingkat pendidikan tsanawiyah.Pemeriksaan skabies perlu dilakukan dengan

mengamati tempat predileksi, terutama bokong dan sela-sela jari tangan.

Daftar Referensi

1. Steer AC, Jenney AWJ, Kado J, Batzloff MR, Vincent SL, Waqatakirewa L, et al. High

burden of impetigo and scabies in a tropical country. PLoS Negl Trop Dis. [serial di

internet]. 2009 Jun 23. [diakses: 2012 Mar 28];3:e467. Diunduh dari:

http://www.plosntds.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pntd.0000467

2. Baker F. Scabies management. Paediatr Child Health. [serial di internet]. 2010 Okt.

[diakses: 2012 Mar 29];6:775-7. Diunduh dari:

http://www.cps.ca/english/statements/ii/ii01-01.htm

3. Shelley FW, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in human and

animal populations. CMR. [serial di internet]. 2007 Apr. [diakses 2012 Mar 19]; 268–

279. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1865595/pdf/0042-

06.pdf

4. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a ubiquitous neglected

skin disease. Lancet Infect Dis. 2006. [diakses 2012 Mar 29];6:769-79.

5. Zayyid M, Saadah S, Adil AR, Rohela, Jamaiah M. Prevalence of scabies and head lice

among children in a welfare home in Pulau Pinang, Malaysia. Tropical Biomedicine.

[serial di internet]. 2010. [diakses 2012 Mar 29];27:442–6. Diunduh dari:

http://www.msptm.org/files/442_446_Muhammad_Zayyid_M.pdf

6. Department of Child and Adolescent Health Environment WHO. Epidemiology and

management of common skin disease in children in developing countries. [serial di

internet]. 2005. [diakses 2012 Apr 8]. Diunduh dari:

http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_FCH_CAH_05.12_eng.pdf

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 12: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

7. Golant AK, Levitt JO. Scabies: a review of diagnosis and management based on mite

biology. Pediatr Rev. [serial di internet]. 2012 Mar 26. [diakses 2012 Apr 7]; 33: e1-e12.

Diunduh dari: http://pedsinreview.aappublications.org/content/33/1/e1.full

8. Gilmore SJ. Control strategies for endemic childhood scabies. PloS One. [serial di

internet]. 2011 Jan 25. [diakses 2012 Mar 16];6:e15990. Diunduh dari:

http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0015990

9. Johnstone P, Strong M. Scabies. BMJ. [serial di internet]. 2008 Okt. [diakses 2012 Apr

2]; 8:1707. Diunduh dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907996/pdf/2008-1707.pdf

10. Roodsari MR, Malekzad F, Ardakani ME, Alai BA, Ghoraishian M. Original article:

prevalence of scabies and pediculosis in Ghezel Hesar Prison, Iran. IDTMRC. [serial di

internet]. 2007 Jul 1. [diakses 2012 Mar 24]; 16: 201-204. Diunduh dari:

http://www.jpad.org.pk/OctDec%202006/3.Original%20article%20Prevalence%20of%2

0scabies%20and%20pediculosis%20in%20Ghezel%20Hesar%20prison,%20Iran.pdf

11. Haningsih S. Peran strategis pesantren, madrasah, dan sekokah islam di Indonesia. El

Tarbawj Jurnal Pendidikan Islam. [serial di internet]. 2008. [diakses 2012 Apr 6]; 1:1.

Diunduh dari: http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/186/175

12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penyelenggaraan dan pembinaan pos kesehatan

pesantren. 2007. Diunduh dari:

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/814/4/BK2008-G37.pdf

13. Ma’rufi I, Keman S, Notobroto HB. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap

prevalensi penyakit skabies. Jornal Unair. [serial di internet]. 2005 Jul. [diakses 2012

Mar 13]; 2:1. Diunduh dari:

http://www.journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=514&med=5&bid=3

14. Saad. Pengaruh faktor higiene perorangan terhadap angka kejadian skabies di Pondok

Pesantran An-Najach Magelang. Universitas Diponegoro. [serial di internet]. 2009.

[diakses 2012 Apr 7]. Diunduh dari: http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/250/gdlhub-

gdl-s1-2010-indriasari-12496-fkm590-k.pdf

15. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies pada pesantren di

Kabupaten Aceh Besar tahun 2007. [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2008.

16. Sudarsono. Tanjung C. Lakswinar S. Yusuf EA. Pengaruh skabies terhadap prestasi

belajar santri di sebuah pesantren di Kota Medan. Medan: Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara. 2011

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 13: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

17. Department of Child and Adolescent Health and Development World Health

Organization Discussion paper of children health: The Current Evidence for the Burden

of Group A Streptococcal Diseases. [serial di internet].2005. [diakses 2012 Mar 16]. [60

halaman]. Diunduh dari: http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_FCH_CAH_05.07.pdf

18. California Department of Public Health Division of Communicable Disease Control

.Prevention and control of scabies in California long-term care facilities. 2008. [diakses

2012 Mar 19]. [20 halaman]. Diunduh dari:

http://www.cdph.ca.gov/pubsforms/Guidelines/Documents/PrevConofScabies.pdf

19. Sampathkumar K, Mahaldar AR, Ramakrishnan M, Prabahar S. Norwegian scabies in a

renal transplant patient. Indian J Nephrol. [serial di internet]. 2010 Apr. [diakses 2012

Mar 28];20:89-91. Diunduh dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2931140/?tool=pubmed

20. Los Angeles County Department of Public Health Acute Communicable Disease Control

Program. Scabies prevention and control guidelines acute and sub-acute care facilities.

2009 Jul. [diakses 2012 Apr 9]. [33 halaman]. Diunduh dari:

http://publichealth.lacounty.gov/acd/docs/ScabiesGuidelinesFinal8.20.09_1.pdf

21. Wong SSY, Woo PCY, Yuen K. Unusual laboratory findings in a case of norwegian

ccabies provided a clue to diagnosis.J. Clin. Microbiol. [serial di internet].2005 Jan 6.

[diakses 2012 Apr 5]; 3(5):2542. Diunduh dari:

http://jcm.asm.org/content/43/5/2542.full.pdf+html (17)

22. Lapeere H, Naeyaer JM, Weert JD, Maeseneer JD, Brochez L. Incidence of scabies in

Belgium. Epidemio Infect. [serial di internet]. 2007 Mei 16. [diakses 2012 Mar 15]; 136:

395-398. Diunduh dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2870815/pdf/S0950268807008576a.pdf

23. Normaznah Y, Saniah K, Nazma M, Mak JW, Khrishnasanmy M, Hakim LS.

Seroprevalence of sarcoptes scabiei var canis antibodies among aborigines in Peninsular

Malaysia. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1996 Mar. [diakses 15 Okt 2013];

27(1): 53-56.

24. Mathieu E. Scabies. [serial di internet]. 2011 Juli 1. [diakses 2012 Apr 9]. Diunduh dari:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-3-infectious-diseases-related-to-

travel/scabies-sarcoptic-itch-sarcoptic-acariasis.htm (18)

25. Hilmi F. Prevalensi penyakit skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri

Pesantren X Jakarta Timur. 2011 Agu.

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 14: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

26. Khobir A. Pengaruh pendidikan thaharah terhadap sikap hidup sehat santri pondok

pesantren di Pekalongan. E-Journal STAIN. [serial di internet]. Tidak ada tanggal.

[diakses: 20 Okt 2013]; 7:1. Diunduh dari:

http://www.ejournal.stainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/article/download/211/18

4

27. Fakoorziba M, Amin M, Moemenbellah-Fard M., Najafi M. The frequency rate of

scabies and its associated demographic factors in Kazerun, fars province, Iran. ZJRMS.

2011 Sep 23. [Diakses: 2013 Okt 18]; 14 (8): 90-91.

28. Amro A, Hamarsheh O. Epidemiology of scabies in the West bank, Palestinian territories

(occupied). Int J Infect Dis. [serial di internet]. 2012 Feb. [diakses: 20 Okt 2013]; 16 (2):

e117-20. Diunduh dari:

http://www.sciencedirect.com/science/article/piii/S1201971211002232

29. Rodina MA. The epidemiology of scabies in Gaza governorates. Journal of Al Azhar

University. [serial di internet]. 2007. [diakses 18 Okt 2013];9:13-20. Diunduh dari:

http://www.alazhar.edu.ps/journal123/attachedFile.asp?seqq1=684

30. Heukelbach J, Wilcke T, Winter B, Feldmeier H. Epidemiology and morbidity of scabies

and pediculosis capitis in resource-poor communities in Brazil. Br J Dermatol. [serial di

internet]. 2005. [diakses 20 Okt 2013]; 153: 150-156.

31. Hegazy AA, Darwish NM, Hamid IAA, Hammad SM. Epidemiology and control of

scabies in an Egyptian village. Int J Dermatol. 1999. [diakses: 20 Okt 2013]; 38: 291-

295.

32. Downs AM, Harvey I, Kennedy CT. The epidemiology of head lice and scabies in the

UK. Epidemiol Infect. 1999. [diakses: 20 Okt 2013];122:471-477.

33. Savin JA. Scabies in Edinburgh from 1815 to 2000. J R Soc Med. 2005. [diakses: 20 Okt

2013]; 124-129.

34. Raza N, Qadir SNR, Agha H. Risk factor for scabies among male soldiers in Pakistan:

case-control study. East Mediterr Health J. [serial di internet]. 2009 Sep. [Diakses: 2013

Okt 18];15:5.Diunduh dari:

http://www/applications.emro.who.int/emhj/1505/15_5_2009_1105_1110.pdf

35. Wahjoedi I. Faktor risiko kejadian penyakit skabies pada Pondok pesantren Kabupaten

Kulon Progo. ETD UGM. [serial di internet]. 2008. [Diakses: 2013 Okt 20].

36. Kuspriyanto. Pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku sehat santri terhadap kejadian

skabies di pondok pesantren Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Jurnal Ilmiah UNS.

[serial di internet]. 2013 Jun. [diakses 15 Okt 2013]; 11: 21. Diunduh dari:

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013

Page 15: Prevalensi Skabies dan Hubungannya dengan Jenis Kelamin

http://www.geografi.jurnal.unesa.ac.id/136_935/pengaruh-sanitasi-lingkungan-dan-

perilaku-sehat-santri--terhadap-kejadian-skabies-di-pondok-pesantren--kabupaten-

pasuruan-jawa-timur

37. Pawening NA. Perbedaan angka kejadian skabies antar kelompok santri berdasarkan

lama belajar di pesantren. UNS Digilib. [serial di internet]. 2004. [diakses 15 Okt 2013].

Diunduh dari: http://www.dglib.uns.ac.id./pengguna.php?mn=showview&id=1262

38. Das S, Chatterjee T, Banerji G, Biswas I. Evaluation of the commonest site,

demographic profile, and most effective theraphy in scabies. IJD. [serial di internet].

2006. [diakses: 2013 Des 18]; 51(3): 186-188. Diunduh dari:

http://www.e-ijd.org/article.asp?issn=0019-

5154;year=2006;volume=51;issue=3;spage=186;epage=188;audast=Das

Prevalensi skabies..., Amajida Fadia Ratnasari, FK UI, 2013