Upload
buidieu
View
259
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
PREVALENSI KOKSIDIOSIS DAN IDENTIFIKASI
OOKISTA EIMERIA spp. PADA SAPI PERAH DI
KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK)
KABUPATEN BOGOR
ZIKRA DOVIANSYAH
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi Koksidiosis
dan Identifikasi Ookista Eimeria spp. Pada Sapi Perah di Kawasan Usaha
Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Zikra Doviansyah
NIM B04110082
ABSTRAK
ZIKRA DOVIANSYAH. Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria
spp. pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.
Koksidiosis merupakan salah satu penyakit patogen pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh Eimeria spp. Terdapat banyak masalah yang
disebabkan oleh infeksi Eimeria seperti diare, penurunan produksi susu,
penurunan berat badan dan pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menduga prevalensi koksidiosis dan identifikasi spesies Eimeria pada anak sapi
perah. Total sampel dari 142 sampel diperoleh dengan menggunakan selang
kepercayaan 95%, prevalensi dugaan 50% dan tingkat kesalahan 8%. Sampel
feses diperiksa dan dihitung Ookista Tiap Gram Tinja (OTGT) dengan metode
McMaster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi total Eimeria pada
sapi perah Kunak adalah 62.4% dengan Selang Kepercayaan (SK 95%; 63.6%–
80.2%). Sementara itu, prevalensi berdasarkan kelompok umur, tertinggi pada
umur 6 sampai 12 bulan sebesar 85.7% (SK 95%; 51.8%–91.0%), dan prevalensi
berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada sapi jantan 82.1% (SK 95%; 75.8–88.4).
Derajat infeksi koksidiosis berdasarkan OTGT tertinggi pada umur kurang dari 6
bulan (1607.3). Terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) pada umur dan jenis
kelamin dengan derajat infeksi koksidiosis. Hasil identifikasi menemukan 5
spesies Eimeria spp. dan spesies tertinggi adalah E. bovis (16.5%)
Kata kunci: Eimeria, koksidiosis, KUNAK, sapi perah, prevalensi
ABSTRACT
ZIKRA DOVIANSYAH. Prevalence of Coccidiosis and Identification of Eimeria
spp. Oocysts in Kunak Dairy Cattle Bogor District. Supervised by UMI
CAHYANINGSIH and ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.
Coccidiosis is one of the most pathogenic intestinal disease caused by
Eimeria spp. There are many problems caused by Eimeria infection, such as
diarrhea, decreasing milk production, reduce weight and growth. The aims of this
study were to estimate prevalence of coccidiosis and identification of Eimeria
species in dairy calves. The total sample of 142 samples was determined by 95%
convidence interval, 50% expected prevalence and 8% desired absolut precision.
The faecal samples were examined and counted of Oocyst Per Gram (OPG) by
McMaster method. The result showed that the overall prevalence of Eimeria in
KUNAK dairy calves was 62.4% with Confidence Interval (CI) 95%; 63.6%–
80.2%). While the highest infection was observed in cattle age 6 until 12 months
was 85.7% (CI 95%; 51.8%–91.0%). There were statistically significant difference (P<0.05) in age and sex with infection rate of coccidiosis. Five spesies
of Eimeria were identified in present study and the highest species was E. bovis
(16.4%).
Keywords: coccidiosis, dairy cattle, Eimeria, KUNAK, prevalence
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan
PREVALENSI KOKSIDIOSIS DAN IDENTIFIKASI
OOKISTA EIMERIA spp. PADA SAPI PERAH DI
KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK)
KABUPATEN BOGOR
ZIKRA DOVIANSYAH
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi: Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria spp. pada
Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten
Bogor
Nama : Zikra Doviansyah
NIM : B04110082
Disetujui oleh
Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih, MS Drh Arifin Budiman Nugraha, MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai
Agustus 2014 ini ialah Prevalensi Koksidiosis dan Identifikasi Ookista Eimeria
spp. pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten
Bogorr.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih
MS dan Drh Arifin Budiman Nugraha MSi selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Elma Nefia dan Dory Sylvianisah Pohan
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Zikra Doviansyah
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Taksonomi dan Morfologi 2
Siklus Hidup 3
Patogenisitas dan Gejala Klinis 3
Epidemiologi 4
Kerugian Ekonomi 4
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Metode Penarikan Contoh 5
Koleksi Sampel Feses 6
Metode Mc Master 6
Identifikasi Spesies Eimeria spp. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Pembahasan 7
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Spesies Eimeria spp. pada sapi 2
2 Perhitungan prevalensi berdasarkan wilayah 7
3 Perhitungan prevalensi berdasarkan umur 8
4 Perhitungan prevalensi berdasarkan jenis kelamin 8
5 OTGT pada kelompok umur berbeda 9
6 Identifikasi spesies Eimeria spp. 10
DAFTAR GAMBAR
1 Siklus hidup Eimeria sp pada sapi 4
1
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi.
Namun, sampai saat ini kecukupan gizi di masyarakat Indonesia belum merata.
Berbagai upaya telah dilakukan demi tercukupinya kebutuhan gizi masyarakat
khususnya peningkatan produksi di bidang peternakan. Usaha peningkatan
produksi ternak harus diimbangi dengan manajemen ternak yang baik. Melalui
manajemen ternak yang baik inilah dapat diperoleh produk sapi yang berkualitas
tinggi dan mengurangi penyakit.
Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan gizi yaitu susu. Masalah yang sering dihadapi
dalam peternakan sapi perah adalah penyakit
Penyakit hewan secara umum dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme diantaranya bakteri, virus dan parasit. Menurut Kristensen et al.
(2008) parasit merupakan masalah utama yang dapat menyebabkan penurunan
bobot badan, pertumbuhan lambat dan kematian. Hal ini terjadi karena parasit
tersebut mengambil nutrisi yang dibutuhkan, memakan jaringan tubuh, dan
menghisap darah inangnya. Salah satu penyakit pada ternak sapi adalah
koksidiosis. Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa
Eimeria spp. yang menyerang sel epitel saluran pencernaan dan menyebabkan
kerusakan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan ternak. Gejala klinis yang
disebabkan oleh infeksi Eimeria spp. diantaranya diare, penurunan berat badan,
dehidrasi dan kelelahan (Daugschies dan Najdrowski, 2005). Keparahan gejala
klinis yang timbul tergantung dari jumlah ookista yang tertelan, jika ookista yang
tertelan banyak maka gejala klinis yang ditimbulkan akan parah (Levine 1985).
Kerugian yang ditimbulkan akibat koksidiosis meliputi mortalitas, penurunan
berat badan, nafsu makan menurun, produksi daging turun, meningkatnya biaya
pengobatan, upah tenaga kerja dan lain-lain. Penurunan produktivitas ternak dapat
memberikan dampak negatif bagi peternak, salah satunya menyebabkan
rendahnya nilai atau harga jual ternak. Berdasarkan hal tersebut perlu melakukan
kajian prevalensi koksidiosis pada sapi perah di KUNAK Kabupaten Bogor.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menduga prevalensi koksidiosis pada sapi
perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dan mengidentifikasi jenis-jenis
Eimeria spp. pada setiap tingkatan umur berbeda.
Manfaat Penelitian
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai prevalensi koksidiosis pada sapi perah di
KUNAK Kabupaten Bogor.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi
Eimeria merupakan parasit uniseluler yang memiliki inang spesifik.
Eimeria dapat menginfeksi hewan sapi, sehingga menyebabkan kerusakan pada
sel epitel saluran pencernaan. Menurut Levine (1985) taksonomi Eimeria adalah
sebagai berikut:
Filum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoa
Ordo : Eucoccidiorida
Subordo : Eimeriorina
Genus : Eimeria
Spesies : Eimeria sp
Morfologi Eimeria dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk dan ukuran
ookista. Bentuk ookista yang paling umum adalah bulat, bulat telur (ovoid) dan
silinder. Ookista memiliki dinding transparan berfungsi melindungi kelangsungan
hidup ookista di alam. Beberapa spesies memiliki pori kecil yang terbuka di salah
satu ujung ookista yang disebut mikrofil (topi). Ookista dapat dibedakan menjadi
ada 2 tipe yaitu ookista belum bersporulasi dan ookista sudah bersporulasi.
Ookista belum besporulasi memiliki sel tunggal yaitu sporon. Sedangkan ookista
yang sudah bersporulasi memiliki empat sporokista, masing-masing berisi dua
sporozoit. Menurut Levine (1985) dan Soulsby (1968) karakteristik bentuk ookista
Eimeria spp. secara lengkap tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik ookista Eimeria pada sapi menurut Levine (1985)
dan Soulsby (1986)
Jenis Eimeria spp. Levine (1985) Soulsby (1968)
Bentuk Ukuran (µm) Bulat Ukuran (µm)
E. alabamensis Bulat 13-24 × 11-16 Ovoid 13-24×11-16
E. aubernensis Ovoid 32-45 × 20-25 Ovoid 32-46×20-25
E. bovis Ovoid 23-34 × 17-23 Oval 23-34×17-23
E. brasiliensis Ellips 34-42 × 24-29 Bulat 34.2-42.7×24.2-29.9
E. bukidnonensis Bulat 33-41 × 24-28 Ellips/Silinder 44.0×31.1
E. canadensis Ellips 28-37 × 20-27 Silinder 28-37×20-27
E. cylindra Silinder 16-27 × 12-15 Ellips 16-27×12-15
E. ellipsoidalis Ellips 12-27 × 10-18 Ovoid 12-27×10-18
E. subspherica Suspherica 9-13 × 8-12 Ovoid 9-11×8-12
E. wyomingensis Ovoid 37-45 × 26-38 Suspherica/Ellips 37-44.9×26.4-30.8
E. zuernii Suspherica/Ellips 12-22 × 13-18 Suspherica/Ellips 15-22×13-18
Siklus Hidup
Siklus hidup Eimeria spp. secara umum terdiri atas 3 stadium, yakni
skizogoni, sporogoni dan gametogoni. Stadium skizogoni dan sporogoni
merupakan stadium aseksual, sedangkan stadium gametogoni adalah stadium
seksual. Ookista yang belum bersporulasi dikeluarkan bersama feses jika kondisi
oksigen sesuai, kelembaban tinggi dan suhu optimal sekitar 27°C nukleus
3
membelah diri berubah menjadi bulat untuk membentuk sporoblas. Sporoblas
akan mensekresikan bahan pembentuk dinding menjadi sporokista. Ookista
matang terdiri dari 4 sporokista dan masing-masing sporokista berisi 2 sporozoit
selanjutnya menjadi ookista bersporulasi yang merupakan stadium infektif dari
Eimeria spp. Jika tertelan oleh induk semang (sapi) sporozoit akan keluar dari
sporokista dan akan menembus sel epitel saluran pencernaan lalu menjadi
tropozoit. Tropozoit matang menjadi skizon melalui proses skizogoni. Skizon ini
selanjutnya akan membelah dan menghasilkan merozoit pertama, kedua, ketiga
bahkan ke empat. Merozoit yang dihasillkan akan berkembang menjadi salah satu
gamet jantan dan gamet betina. Levine (1985) menerangkan bahwa dalam
pembentukan beberapa gamet hanya sebagian kecil saja yang bertemu dan
berfertilisasi sehingga terbentuknya zigot. Kesatuan zigot dan dinding yang
mengelilinginya disebut ookista. Siklus hidup Eimeria sp dapat dilihat pada
gambar 1.
Patogenitas
Eimeria yang menginfeksi sapi terakhir diketahui terdapat 15 spesies
Eimeria. Namun, E. bovis dan E. zuernii yang mempunyai tingkat patogenisitas
paling tinggi. Kedua spesies tersebut diketahui dapat menyebabkan kematian dan
diare berdarah. Spesies lain juga dapat menimbulkan gejala klinis jika sapi
tertelan ookista dalam jumlah yang banyak yaitu E. auburnensis, E. ellipsoidalis,
dan E. alabamensis (Fraser 2006).
Infeksi terjadi setelah hewan tertelan ookista infektif. Sampai sejauh ini
hanya ookista yang bersporulasi saja yang infektif dan bila inang yang peka
menelan ookista bersporulasi dalam jumlah banyak maka akan menimbulkan
gejala klinis. Kehebatan gejala klinis yang timbul tergantung dari jumlah ookista
yang tertelan, jika ookista yang tertelan banyak maka gejala klinis yang
Gambar 1. Siklus hidup Eimeria sp (Levine 1985)
4
ditimbulkan akan makin hebat. Menurut Mundt et al. (2005) ada atau tidaknya
gejala klinis tergantung keseimbangan antara imunitas dengan dosis infeksi.
Gejala penyakit ini dapat muncul dalam berbagai situasi disaat keseimbangan
(imunitas dan dosis infeksi) gagal terbentuk akibat kondisi yang antara lain
dipengaruhi oleh cuaca, pakan yang buruk dan stress pada hewan. Patogenisitas
koksidiosis tergantung beberapa faktor yaitu jumlah sel inang yang rusak, jumlah
merozoit dan lokasi parasit di dalam jaringan sel inang.
Gejala Klinis
Gejala koksidiosis yang parah ditandai dengan diare yang hebat, tinja cair
bercampur mukus dan darah yang berwarna merah sampai kehitaman beserta
reruntuhan sel-sel epitel. Diare ini seringkali mengotori daerah sekitar perianal,
kaki belakang dan pangkal ekor. Pada kondisi diare, hewan terus merejan dan
dapat mengakibatkan prolapsus rektum. Perjalanan klinis penyakit ini bervariasi
antara 4–14 hari (Fraser 2006). Menurut Radostits et al. (2006) kejadian
koksidiosis sebagian besar terjadi pada pedet selama musim hujan dimana pedet
sudah terinfeksi dari induk atau saat dipindahkan ke peternakan lain. Gejala klinis
lainnya seperti kehilangan nafsu makan dan berat badan turun, anemia, anoreksia
dan umumnya hewan terlihat kurus. Pengembangan gejala klinisnya itu
tergantung dari beberapa faktor seperti jenis-jenis spesies Eimeria spp., umur,
jumlah ookista yang tertelan dan adanya infeksi sekunder, serta sistim tata laksana
peternakan (Daugschies dan Najdrowsk 2005).
Epidemiologi Koksidiosis
Koksidiosis pada sapi pertama kali dilaporkan di Amerika Utara oleh Smith
pada tahun 1893. Kejadian koksidiosis pada sapi di Indonesia diantaranya di
Kabupaten Wonogiri 43.2% (Nugroho 2013), Boyolali 48.3% (Sumiarto 2013),
Klaten 41.4% (Budiharta 2013), Kabupaten Sragen 38.8% (Nanditya 2014), dan
Kabupaten Sleman 78% (Raharjo 2013). Sementara itu prevalensi koksidiosis
juga telah dilaporkan di beberapa negara antara lain: US 96% (Lucas et al. 2014),
Ethiopia 68.1% (Abebe et al. 2008), Jerman 70% (Himmelstjerna et al. 2005) dan
di India sebesar 20.8% (Priti et al. 2013).
Kerugian Ekonomi Koksidiosis
Menurut Kirkpatrick (2007) kerugian ekonomi akibat infeksi koksidiosis
diperkiran USD 1 000 000 atau lebih pertahun. Sementara itu Lawrance dan
Williamson (2009) melaporkan kerugian karena koksidiosis diduga sekitar USD
2 600 000 serta biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kontrol terhadap
koksidiosis diduga sebesar USD 9 130 000 perekor sapi tiap tahunnya. Sementara
itu di Indonesia Kamiludin (2009) menganalisis total pendapatan peternak di
KUNAK adalah Rp 458 222 570 pertahun. Pendapatan yang diperoleh untuk
memelihara satu ekor sapi perah adalah Rp 3 916 696, sedangkan biaya kesehatan
5
ternak dan obat-obatan yang dikeluarkan sebesar Rp 163 800 000 pertahun. Oleh
karena itu pentingnya menerapkan tata laksana peternakan yang baik untuk
mengurangi kerugian ekonomi.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan
Agustus 2014. Feses diambil dari peternakan sapi perah, yaitu Kawasan Usaha
Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemeriksaan sampel
feses dilakukan di Laboratorium Protozoologi Departermen IPHK FKH IPB.
Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kunak sapi perah terletak di
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor seluas 94.4 ha. Topografi lokasi
Kunak merupakan bentuk perbukitan dan lereng gunung. Suhu udara pada lokasi
ini antara 20-28°C dan curah hujan rata-rata 2400 mm/tahun (Kamiludin 2009).
Kawasan ini dibagi menjadi dalam dua wilayah yang lokasinya berdekatan yaitu
Kunak I dan Kunak II.
Metode Penarikan Contoh
Sampel diambil dari KUNAK, Cibungbulang Kabupaten Bogor. Jumlah
populasi sapi perah diwilayah ini adalah 1000 ekor. Besaran sampel didapat
dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, prevalensi dugaan 50%,
dan tingkat kesalahan sebesar 8%, sehingga didapat jumlah ukuran sampel
sebanyak 142 ekor. Komposisi sampel dari setiap peternak terdiri atas sapi yang
berumur kurang dari 6 bulan, 6 sampai 12 bulan dan lebih dari 12 bulan.
Rumus ukuran contoh untuk menduga prevalensi penyakit adalah
(Thrusfiled 2005):
Keterangan :
: ukuran contoh
p : prevalensi dugaan
q : (1 ‒ p)
L : tingkat kesalahan
6
Koleksi Sampel Feses
Pengambilan feses diambil secara perektal sebanyak 20 gram dan
dimasukkan ke dalam plastik. Feses tersebut diidentifikasi berdasarkan nama
peternak, umur dan nomor ternak. Feses dimasukkan ke dalam cooler box selama
perjalanan dan disimpan di dalam lemari pendingin suhu 4°C sampai dilakukan
pemeriksaan.
Penghitungan Ookista
Feses ditimbang sebanyak 4 gram kemudian dilarutkan ke dalam 56 mL
larutan garam jenuh. Selanjutnya dihomogenkan dan dilakukan penyaringan untuk
mengurangi serat dan kotoran lainnya. Hasil saringan tersebut diambil
menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster. Sebelum
dilakukan pemeriksaan sampel didiamkan terlebih dahulu selama 5-10 menit,
setelah itu diperiksa dengan mikroskop pada perbesaran 100 kali. Menurut Dong
et al. (2012) rumus untuk menghitung Ookista Tiap Gram Tinja (OTGT) yaitu:
Keterangan :
: Ookista Tiap Gram Tinja
: Jumlah ookista yang ditemukan
: Berat feses (gram)
: Volume larutan pengapung (ml)
: Volume kamar hitung (ml)
Identifikasi Ookista Eimeria spp.
Identifikasi ookista Eimeria spp. dilakukan dengan menggunakan
mikroskop yang dilengkapi lensa mikro okuler dengan mengukur panjang dan
lebar ookista. Selanjutnya setiap ukuran yang didapat dikalikan dengan nilai
konversi dari kalibrasi mikroskop 7.5 untuk mendapatkan ukuran ookista yang
sebenarnya (µm). Selain itu juga dilakukan penghitungan indeks ookista (rasio
panjang dan lebar). Setelah itu untuk menentukan jenis Eimeria spp. dibandingkan
dengan literatur menurut Soulsby (1968) dan Levine (1985).
Analisis Data
Data diolah menggunakan perangkat lunak SPSS 20 Data variabel
dianalisis secara statistik menggunakan uji nonparametrik dengan menggunakan
metode Kruskall Wallis, Dunn Test dan Mann Whitney U Test.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kunak
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan prevalensi total koksidiosis adalah
62.4% dengan Selang Kepercayaan (SK 95%; 63.6%–80.2%) sedangkan
prevalensi berdasarkan wilayah yakni Kunak 1 dan Kunak 2 masing-masing
sebesar 71.9% (SK 95%; 64.7%–79.1%) dan 55.3% (SK 95%; 63.9%–79.9%).
Hasil prevalensi koksidiosis pada sapi perah Kunak disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Prevalensi koksidiosis pada sapi perah KUNAK Cibungbulang Bogor
Wilayah Total Jumlah Sampel
Positif
Prevalensi
Koksidiosis (%) SK 95%
Kunak 1 60 46 71.9 64.7–79.1
Kunak 2 82 47 55.3 63.9–79.9
Total 142 93 62.4 63.6–80.2
Prevalensi total koksidiosis pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan di daerah lainnya yaitu di
Kabupaten Wonogiri sebesar 43.2% (Nugroho 2013), Boyolali 48.3% (Sumiarto
2013), Klaten 41.4% (Budiharta 2013), dan Kabupaten Sragen 38.8% (Nanditya
2014). Namun, lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Sleman yakni
sebesar 78% (Raharjo 2013). Sementara itu prevalensi koksidiosis juga telah
dilaporkan di beberapa negara diantaranya adalah USA 96% (Lucas et al. 2014),
Ethiopia 68.1% (Abebe et al. 2008), Jerman 70% (Himmelstjerna et al. 2005) dan
di India sebesar 20.8% (Priti et al. 2013). Dalam penelitian ini prevalensi Kunak 1
lebih tinggi dibandingkan Kunak 2, hal ini disebabkan cara menyimpan pakan
masih diletakan di atas lantai. Penyimpan pakan pada lantai ini menimbulkan
ookista lebih mudah dalam mengontaminasi pakan. Namun pakan yang disimpan
pada tempat pakan khusus atau tidak langsung pada lantai prevalensi koksidiosis
lebih rendah diduga karena ookista Eimeria spp. lebih sedikit mengontaminasi
pakan tersebut.
Perbedaan prevalensi dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah
musim (kelembaban, temperatur), jenis kelamin hewan, sistim perairan, sistim
pemberian pakan dan perkandangan (Waruiru et al. 2000). Hal serupa juga
dilaporkan Khan et al. (2013) bahwa prevalensi koksidiosis dipengaruhi oleh 5
faktor utama yaitu sistim perkandangan, sistim pemberian pakan, sistim perairan,
jenis lantai dan ukuran kandang.
Prevalensi Koksidiosis pada Kelompok Umur yang Berbeda
Prevalensi koksidiosis tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 sampai 12
bulan yaitu 85.7% (SK 95%; 51.8%–91.0%). Data prevalensi koksidiosis pada
kelompok umur berbeda disajikan pada Tabel 2.
8
Tabel 2 Prevalensi koksidiosis pada tingkat umur yang berbeda sapi perah
KUNAK Cibungbulang Bogor
Umur Total Jumlah Sampel
Positif
Prevalensi
Koksidiosis (%) SK 95%
0–6 bulan 65 54 83.1 73.7–92.4
6–12 bulan 14 12 85.7 51.8–91.0
12–36 bulan 63 25 39.7 27.3–52.1
Total 142 91 62.4 63.6–80.2
Prevalensi koksidiosis telah dilaporkan tertinggi terjadi pada sapi berumur
satu bulan sampai dengan satu tahun (Fraser 2006; Yakhchali dan Zareii 2008;
Rahmeto et al. 2008). Menurut Faber et al. (2002) anak sapi rentan terinfeksi
Eimeria spp. karena perkembangan sistem imun belum sempurna dibandingkan
sapi dewasa yang sudah terpapar Eimeria spp. Dalam penelitian ini peternak
umumnya mencampurkan ternak dalam satu kandang sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi silang. Koksidiosis pada sapi umumnya subklinis atau tidak
terlihat gejala klinisnya. Gejala klinis yang sering timbul misalnya diare, feses
terlihat encer yang bercampur dengan darah kemudian diikuti anemia, lemas,
dehidrasi, nafsu makan berkurang dan kekurusan (Daugschies dan Najrowski
2005). Hewan yang terinfeksi koksidiosis produktifitas susu tidak lagi maksimal
karena saluran pencernaan sudah terganggu (Levine 1985). Hal ini memberi
dampak buruk pada perekonomian karena dapat menyebabkan kerugian jutaan
dollar per tahun (Abebe et al. 2008).
Derajat Infeksi Koksidiosis pada Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Berbeda
Derajat infeksi (OTGT) tertinggi ditemukan pada kelompok umur kurang
dari 6 bulan yaitu 1607.3 dengan Selang Kepercayaan 95% (SK) 1871.5%–
1343.1%. Derajat infeksi berdasarkan OTGT masing-masing kelompok umur dan
jenis kelamin disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4 Derajat infeksi berdasarkan OTGT pada kelompok umur dan jenis
kelamin
Kategori Umur Rata-rata SK 95% P
Umur 0–6 bulan 1607.3a 1871.5–1343.1 0.000*
6–12 bulan 319.1b 266.7–371.5
12–36 bulan 173.5c 145.8–202.1
Jenis kelamin Jantan 502.2a 419.7–584.7 0.005*
Betina 1541.8b 1288.3–1795.3
Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan pada P<0.05
(*) terdapat hubungan yang nyata pada P<0.05
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
(P<0.05) antara umur dengan derajat infeksi yang ditunjukkan dengan produksi
9
ookista (OTGT). Prevalensi koksidiosis tertinggi terdapat pada umur 6 sampai 12
bulan tetapi derajat infeksi (keparahan koksidiosis) terdapat pada umur kurang
dari 6 bulan. Abebe et al. (2008) melaporkan bahwa prevalensi koksidiosis
tertinggi terjadi pada sapi perah umur kurang dari 6 bulan dan umur 6 sampai 12
bulan. Demikian juga pada kategori jenis kelamin memiliki hubungan yang nyata
(P<0.05). Derajat infeksi koksidiosis dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok
yaitu, ringan (50 sampai 1 000), sedang (1 000 sampai 5 000) dan tinggi (lebih
besar dari 5 000) (Bangoura et al. 2011). Sedangkan menurut Arslan dan Tuzer
(1998) menjelaskan bahwa jumlah OTGT di atas 5 000 dapat menimbulkan gejala
klinis pada sapi. Berdasarkan nilai rata-rata OTGT kelompok umur kurang dari 6
bulan masuk ke dalam infeksi sedang sedangkan kelompok umur lainnya masuk
ke dalam infeksi ringan. Infeksi sedang dan ringan umumnya tidak menunjukkan
gejala klinis. Pada umumnya sapi menunjukkan gejala klinis apabila jumlah
ookista yang ditemukan sebanyak 5 000 sampai 10 000 ookista tiap gram tinja.
Prevalensi Koksidosis Berdasarkan Jenis Kelamin
Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada sapi jantan
yaitu 82.1% (SK 95%; 75.8–88.4). Data prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis
kelamin tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Prevalensi koksidiosis berdasarkan jenis kelamin
Jenis
Kelamin Total
Jumlah
Sampel Positif
Prevalensi
Koksidiosis
(%)
SK 95%
Jantan 28 23 82.1 75.8–88.4
Betina 114 68 59.6 51.3–67.9
Total 142 91 62.4 63.6–80.2
Hasil ini serupa dengan yang dilaporkan Dawid et al. (2012) bahwa
prevalensi berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina didapatkan masing-masing
sebesar 29.4% dan 20.7%. Berbeda dengan Khan et al. (2013) melaporkan
prevalensi tertinggi adalah sapi betina sebesar 51.5% dibandingkan sapi jantan
44.5%. Sementara itu, di Indonesia menurut Fitriastuti et al. (2011) dilaporkan
bahwa sapi betina di Indonesia sebagian besar terkena infeksi ringan koksidiosis.
Variasi ini umumnya dipengaruhi oleh keadaan fisiologis, stress, serta
berhubungan dengan masa kebuntingan dan kelahiran. Menurut Priti et al. (2013)
kejadian koksidosis pada sapi betina berhubungan dengan stress fisiologis
terutama pada masa bunting sapi dan kelahiran. Dalam penelitian ini prevalensi
sapi jantan lebih tinggi dibandingkan sapi betina karena kebersihan sapi jantan
tidak terlalu diperhatikan oleh peternak daripada sapi betina yang akan diperah.
Identifikasi Spesies Eimeria spp.
Sebanyak 5 spesies ditemukan dalam penelitian ini yaitu, E.
bukidnonensis, E. wyomingensis, E. brasiliensis, E. canadensis dan E. bovis.
10
Sementara itu, menurut Fraser (2006) terdapat 15 spesies Eimeria yang
menginfeksi sapi, tetapi dari 15 spesies tersebut hanya E. bovis dan E. zuernii
yang patogenisitas paling tinggi. Hal ini sejalan dengan Nalbantoglu et al. (2008)
dan Priti et al. (2008) bahwa E. bovis dan E. zuernii bersifat patogen serta
menyebabkan diare berdarah sehingga menimbulkan kerugian ekonomi di seluruh
dunia.
Tabel 5 Prevalensi koksidiosis berdasarkan pengelompokkan spesies Eimeria spp.
Jenis
Eimeria spp.
Total
Prevalensi (%)
1 spesies 36 39.6
E. bukidnonensis 11 12.1
E. wyomingensis 2 2.2
E. brasiliensis 5 5.5
E. canadensis 3 3.3
E. bovis 15 16.5
>1 spesies 55 60.4
Total 91 100
Berdasarkan hasil penelitian bahwa infeksi yang terjadi dikelompokkan
menjadi dua yaitu, infeksi tunggal (satu spesies) dan infeksi campuran (lebih dari
satu spesies) tersaji pada Tabel 5. Menurut Levine (1985) infeksi yang paling
sering terjadi adalah infeksi campuran. Pada penelitian ini terdapat 55 sampel
terinfeksi lebih dari 1 spesies (60.4%) sedangkan terdapat 36 sampel yang
terinfeksi 1 spesies (39.6%). Pada kondisi alami ookista Eimeria spp. banyak
terdapat dilingkungan. Berdasarkan pengamatan dilapang kondisi alas kandang
masih kurang diperhatikan dan belum tertanganinya limbah kotoran ternak secara
baik. Hal inilah yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi campuran. Menurut
Dawid et al. (2012) faktor predisiposisi variasi jenis-jenis Eimeria spp. dalam
suatu peternakan diantaranya kondisi higiene dan manajemen, nutrisi dan sanitasi
rendah, perubahan pakan, ras, stress, iklim, kondisi geografis dan keberadaan
ookista di lingkungan. Sementara itu menurut Cahyaningsih dan Supriyanto
(2007) perbedaan frekuensi kemunculan jenis Eimeria spp. disebabkan oleh siklus
hidup dari Eimeria spp. ookista Eimeria spp. Siklus hidup ini berkaitan dengan
waktu sporulasi dan periode prepaten. Periode prepaten adalah interval waktu dari
saat infeksi ookista sampai ookista keluar pada feses untuk pertama kalinya.
Sedangkan sporulasi adalah waktu yang dibutuhkan ookista keluar dari tinja yang
belum bersporulasi sampai membentuk ookista yang sudah bersporulasi. Ookista
yang bersporulasi ini adalah yang dapat menginfeksi induk semang (sapi). Ookista
Eimeria spp. biasanya terdapat pada hewan yang masih muda dan kondisi gizinya
kurang baik, sehingga hewan yang kondisi gizinya baik kemungkinan kecil
ditemukan ookista Eimeria spp.
SIMPULAN
Prevalensi koksidiosis pada sapi perah di KUNAK sebesar 62.4% (SK
95%; 63.6%–80.2%). Sementara itu prevalensi berdasarkan kelompok umur
11
tertinggi pada umur 6 sampai 12 bulan sebesar 85.7% (SK95%; 51.8%–91.0%),
dan prevalensi berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada sapi jantan 82.1 (SK 95%;
75.8–88.4). Derajat infeksi koksidiosis berdasarkan OTGT tertinggi terdapat pada
umur kurang dari 6 bulan sebesar 1607.3. Hasil identifikasi menemukan 5 spesies
Eimeria spp. yaitu, E. bukidnonensis, E. wyomingensis, E. brasiliensis, E.
canadensis dan E. bovis. Spesies tertinggi adalah E. bovis (16.5%).
SARAN
Saran untuk penelitian ini adalah perlu dilakukan pemisahan sapi perah
berdasarkan kelompok umur untuk mengurangi infeksi silang serta penyuluhan
tentang pencegahan dan pengendalian koksidiosis pada sapi perah.
DAFTAR PUSTAKA
Abebe R, Kumesa B, Wessene A. 2008. Epidemiology of Eimeria infections in
calves in Addis Ababa and Debre Zeit Dairy Farms, Ethiopia Intern. J
Appl Res Vet Med. [Internet] [diunduh 2015 Mei 2]; 6: 24-30. Tersedia
pada: http// www.jarvm.com/articles/Vol6Iss1/Kumsa%2024-30.
Alemayehu A, Belina T, Nuru M. 2013. Prevalance of bovine coccidia in
Kombolcha district of South Wollo, Ethiopia. J Vet Med. [Internet]
[diunduh 2015 Mei 2]; 5(2): 41-45. Tersedia pada:
http;//academicjournals.org/article/article137602657.
Arslan MO, Tuzer E. 1998. Prevalence of Bovine Eimeridosis in Thracia, Turkey.
Tr J Vet Anim Sc [Internet]. [diunduh 2015 Juni 21]; 22(1998); 161-164.
Tersedia pada: http://journals.tubitak.gov.tr/veterinary/issues/vet-98-22.
Bangoura B, Daugschies A. 2007. Parasitological and clinical parameters of
experimental Eimeria zuernii infections in calves and influence on weight
gain and haemogram. J Parasitol Res. 100: 1331-1340. [Internet] [diunduh
2015 Juni 6]; 100:1331-1340. Tersedia
pada:http;//link.springer.com/article/10.1007/s00436-006-0415.
Budiharta, S. 2013. Prevalensi Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten Klaten Jawa
Tengah [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada
Berry DP, Lee JM, Macdonald KA, Stafford K, Matthews L, Roche JR. 2007.
Associations among body condition score, body weight somatic cell count,
and clinical mastitis in seasonally calving dairy cattle. J Dairy Sci.
[Internet] [diunduh 2015 Mei 10]; 90:637-648. Tersedia
pada:http//www.sciendirect.com/science/article/pii/S0022030207715461.
Cahyaningsih U, Supriyanto. 2007. Kejadian Koksidiosis pada Domba Umur 6-12
Bulan di Ciomas Bogor. Di dalam: Cahyaningsih U, Supriyanto, editor.
Pembangunan Nasional Berbasis IPTEKS Untuk Kemandirian Bangsa;
2007 Agustus 9; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Cornelissen AWCA, Verstegen R, Brand H, Perie NM, Eysker M, Lam TJGM,
Pijpers A. 1994. An observational study of Eimeria species in housed
cattle on Dutch dairy farms. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Mei
12
10]; 56: 7-16. Tersedia
pada:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7732653.
Dawid F, Amede Y, Bekele M. 2012. Claf coccidiosis in selected dairy farms of
Dire Dawa, Eastern Ethiopia. Global Veterinaria. [Internet] [diunduh 2015
Mei 10]; 9(4): 460-464. Tersedia pada:http://vri.cz/docs/vetmed/59-6-
271.pdf.
Daugschies A, Najdrowsk M. 2005. Eimeriosis in cattle: current understanding. J
Vet Med. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 5(2): 417-427. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16364016.
Dong H, Zhao Q, Han H, Jiang L, Zhu S, Li T, Kong C, Huang B. 2012.
Prevalence of Coccidial Infection in Dairy Cattle in Shanghai, China. J
Parasitol. 98 (5): 963-966.doi: 10.1645/GE-2966.1.
Faber JE, Kollmann D, Heise A, Bauer C, Failing K, Burger HJ, Zahner H. 2002.
Eimeria infections in cows in the periparturient phase and their calves:
oocyst excretion and levels of specific serum and colostrum antibodies. J
Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 104(1): 1-17. Tersedia
pada:http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030440170100610
0.
Fitriastuti ER, Atikah N, Ria NM. 2011. Studi Penyakit Koksidiosis pada Sapi
Betina di 9 Provinsi di Indonesia Tahun 2011. Bogor (ID): Balai Besar
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obar Hewan
Fraser CM. 2006. The Merck Veterinary Manual, A Hand Book of Diagnosis
Therapy and Disease Prevention and Control for Veterinarians. Ed ke-7.
Amerika Serikat (US): NIT.
Hammond DM, Ernst JV, Minner ML. 1966. The development of first generation
schizonts of Eimeria bovis. J Protozool. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28];
54: 559-568. Tersedia pada:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.15507408.1967.tb02076.x/abs
tract.
Hammond DM, Fayer R. 1968. Cultivation of Eimeria bovis in three established
cell lines and in bovine tracheal cell line cultures. J Parasitol Res.
[Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 88: 301-307. Tersedia pada:
http://www.jstor.org/stable/3277083?seq=1#page_scan_tab_contents.
Himmelstsjerna S et al. 2005. Clinical and epidemiological characteristic of
Eimeria infections in first year grazing cattle. J Vet Parasitol. [Internet]
[diunduh 2015 Mei 28]; 136(2006): 215-221. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401705005662.
Kamiludin A. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di
Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor
[Skripsi]: Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kirkpatrick JG. 2008. Coccidiosis in cattle. Di dalam: Kirkpatrick JG, editor.
Oklahoma Cooperative Extension Seavice VTMD-9129; 2008 Agustus 7;
Oklamoma, Amerika Serikat. Amerika Serikat (US): Oklahoma State
University.
Khan MN, Rehman T, Sajid MS, Abbas RZ, Zaman MA, Sikandar A, Riaz M.
2013. Determinants influencing prevalence of coccidiosis in Pakistan
Buffaloes. Pak Vet J. [Internet] [diunduh 2015 Mei 29]; 33(3): 287-290.
Tersedia pada: http://www.pvj.com.pk/pdf-files/33_3/287-290.pdf.
13
Kristensen EL, Ostergaard S, Krogh MA, Enevoldsen C. 2008. Technical
indicators of financial performance in the dairy herd. J Dairy Sci.
[Internet] [diunduh 2015 Mei 29]; 91: 620-631. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18218749.
Lassen B. 2009. Diagnosis, Epidemiology and Control of Bovine Coccidiosis in
Estonia [Thesis]. Estonia (ET) : University of Life Sciences Estonian.
Lassen B, Ostergaard A. 2012. Estimation of the economical effects of Eimeria
infections in Estonian dairy herds using a stochastic model. J Vet Med.
[Internet] [diunduh 2015 Mei 29]; 100(2012): 258-265. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22608299.
Levine N. 1985. Protozoologi Veteriner. Soekardono S, penerjemah; Brotowidjojo
MD, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Lucas AS, Elvinger FC, Lindsay DS, Neel JPS, Scaglia G, Swecker WS, Zajac
AM. 2014. A study of the level and dynamics of Eimeria populations in
naturally infected grazing beef cattle at various stages of production in the
Mid-Atlantic USA. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Mei 29];
202: 201-206. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24680603.
Lawrence JA, Williamson SM. 2009. Protozoa Disease in Farm Ruminants. J
Parasitol Res. [Internet] [diunduh 2015 Mei 28]; 9; 12-25. Tersedia pada:
http;//www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/pdf.
Morgan BB, Hawskin PA. 1985. Veterinary Protozoology. Amerika Serikat (US):
Burgess Publishing Company Minnesota.
Mundt HC, Bangoura B, Mengel H, Keidel J, Daughschies A. 2005. Control of
clinical coccidiosis of calves due to Eimeria bovis and Eimeria zuernii
with toltrazuril under field conditions. J Parasitol Res. [Internet] [diunduh
2015 Mei 29]; 97(1): 134-142. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401714005305.
Nalbantoglu S, Sari B, Cicek H, Karaer Z. 2008. Prevalence of coccidian species
in the water buffalo (Bubalus bubalis) in the Province of Afyon, Turkey.
Acta Vet Brno. [Internet] [diunduh 2015 Mei 30]; 77: 111-116. Tersedia
pada: http://actavet.vfu.cz/media/pdf/avb_2008077010111.pdf.
Nanditya WK. 2014. Prevalensi Koksidiosis pada Sapi dan Prevalensi Kematian
Pedet di Sragen Jawa Tengah, Indonesia: Studi Kasus [Skripsi].
Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Nugroho WS. 2013. Prevalensi Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten Wonogiri
[Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada
Pandit BA. 2009. Prevalance of coccidiosis in cattle in Kashmir valley. Vet Scan.
[Internet] [diunduh 2015 Mei 30]; 4: 16-20. Tersedia pada:
http://academicjournals.org/article/article1379602657_Alemayehu%20et%
20al.pdf.
Priti M, Mandal, Sharma, Sincha, Sucheta S, Verma. 2013. Prevalence of bovine
coccidiosis at Patna. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2015 Juni 10];
2(22): 73-76. Tersedia pada:
http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:jvp&volume=22&iss
ue=2&article=018.
14
Radostits OM, Gay CC, Constable PD. 2006. Veterinary medicine a Text Book of
the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goat, and Hourses. Ed ke-8.
Philadelphia (US): Bailliere Tindall.
Raharjo S. 2013. Tingkat Kejadian Koksidiosis pada Pedet Sapi Perah di
Kelompok Ternak Sebrang Wetan Wukirsari Cangkringan Sleman
[Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Rahimah S. 2010. Teknologi Pengolahan Susu dan Telur [Skipsi]. Bandung (ID):
Universitas Sebelas Maret.
Rahmeto A, Abebe W, Bersissa K. 2008. Epidemiology of Eimeria infections in
calves in Addis Ababa and Debre Zeit dairy farms, Ethiopia. Intern J Appl
Res Vet Med. [Internet] [diunduh 2015 Juni 5]; 6:24-30. Tersedia pada:
http://www.jarvm.com/articles/Vol6Iss1/Kumsa%2024-30.pdf.
Ruiz A, Behrendt JH, Zahner H, Hermosilla C, Perez D, Matos L, Munoz MC,
Molina JM, Taubert A. 2010. Development of Eimeria ninakohlyakimovae
in vitro in primary and permanent cell lines. J Vet Parasitol. [Internet]
[diunduh 2015 Juni 10]; 173(1-2): 2-10. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401710003316.
Sanchez RU, Founrage RD, Romero JR. 2007. Dynamics of Eimeria oocyst
excretion in dairy calves in the province of Buenos Aires (Argentina)
during their first 2 month of age. J Vet Parasitol. [Internet] [diunduh pada
Juni 10]; 151(2008): 133-138. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401707005961.
Soulsby, 1968. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal, 6th
ed. London (UK): William and Wilkins Baltimore.
Sumiarto B. 2013. Prevalensi dan Faktor Risiko Koksidiosis (Eimeria sp) pada
Pedet di Kabupaten Boyolali [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas
Gadjah Mada.
Tabbu C. 2006. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology 3rd
edition. Blackwell Publishing
Company. Iowa: USA.
Warairu RM, Kyvsgaard NC, Thamsborg SM, Nansen O, Bough HO, Munyua
WK, Gathuma JM. 2000. The prevalence and intensity of helminth and
coccidial infections in dairy cattle in central Kenya. Vet Res Commun.
[Internet] [diunduh 2015 Juni 12]; 24: 39-53. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10703753.
Yakhchali M, Zareei M. 2008. A survey of frequency and diversity of Eimeria
species in cattle and buffalo in Tabriz region. Iran Vet J. [Internet]
[diunduh 2015 Juni 12]; 4: 94-102. Tersedia pada:
http://vri.cz/docs/vetmed/59-6-271.pdf.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Panjang pada tanggal 19 Januari 1993, anak
dari pasangan Bapak Afdhal dan Ibu Evi Lismai. Pendidikan formal penulis
sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Kota Solok, yaitu SDN 9 Tanah
Garam Kota Solok, SMPN 1 Kota Solok, dan SMAN 1 Kota Solok. Penulis lulus
dari SMA dan pada tahun yang sama diterima di jurusan kedokteran hewan
melalui jalur undangan.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis bergabung dalam organisasi
mahasiswa. Adapun organisasi yang diikuti yaitu Himpunan Minat dan Profesi
Ruminansia sebagai ketua klan sapi potong (2013–2014), Pengurus Cabang Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) Bogor sebagai ketua divisi
zoolipmask (2013–2014). Penulis juga pernah mengikuti IPB Art Contest 2012
sebagai finalis solo vokal, serta beberapa kepanitiaan kegiatan kampus FKH IPB.