Upload
ana-yunitasari
View
106
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Presentasi Kasus
SEORANG ANAK USIA 12 TAHUN DENGAN GANGGUAN
FUNGSI SISTOLIK, TB PARU FASE INTENSIF, SUSPEK
INFEKSI SALURAN KEMIH, ANEMIA DEFISIENSI BESI,
GIZI BURUK TIPE MARASMIK FASE REHABILITASI
Oleh :
Shofariyah Nur Laila G0007020
Ana Yunitasari G0007033
Pembimbing :
Sri Lilijanti W., dr., Sp. A. (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah manifestasi klinis
kompleks dari proses patologis pada ginjal yang ditandai dengan
adanya hematuria atau silinder sel darah merah disertai 2 dari
presentasi klinis lain yaitu edem periorbital, azotemia, oligouria dan
hipertensi. GNA dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis utama
yaitu GNA postinfeksius, GNA berhubungan dengan penyakit
sistemik, GNA idiopatik dan GNA familial (Elzouki, 2001).
Pada anak-anak, penyebab GNA paling banyak adalah
postinfeksi yang meliputi bakteri, virus maupun parasit. GNA
postinfeksi yang paling umum adalah yang mengikuti infeksi
streptococcus β hemoliticus grup A pada faring (faringitis) dan kulit
(pioderma) dikenal dengan istilah Glomerulonefritis Akut Post Infeksi
Streptococcus (GNAPS). GNAPS terjadi dalam dua bentuk yaitu
epidemik dan sporadic (Elzouki, 2001).
Streptococcus β hemoliticus menjadi penyebab yang paling
umum kejadian Glomerulonefritis Akut pada anak-anak di negara
berkembang di Thailand, China, India, Afrika Selatan, Amerika
Selatan, Asia Tenggara, Turki dan Arab. Penelitian mengungkapkan
terdapat beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu: 1.
Kepadatan penduduk per unit rumah (insiden lebih tinggi di negara
dengan jumlah anggota keluarga dalam serumah lebih banyak); 2.
Prevalensi streptococcus strain nefritogenik di populasi (Elzouki,
2001).
Penyakit ini umumnya terjadi pada anak umur 3-7 tahun.
Penyakit ini jarang terjadi pada anak usia < 2 tahun dan paling umum
terjadi pada laki-laki. Penelitian pada 302 anak dengan sporadik
GNAPS menunjukkan bahwa umur rata-rata 7,1 tahun, 85% berumur 4
tahun ke atas dengan rasio laki-laki:perempuan 1,6:1. Kasus GNAPS
biasanya terkluster dalam satu keluarga. Sebuah penelitian
1
mengungkapkan bahwa 20% dari kontak saudara kandung dari pasien
dengan GNAPS berkembang menjadi glomerulonefritis klinis atau
subklinis (Elzouki, 2001).
Dengan tingkat kejadian yang masih tinggi tersebut, maka perlu
untuk dilakukan kajian secara lebih mendalam tentang GNAPS mulai
dari kriteria klinis, diagnosis dan terapi sehingga kasus-kasus GNAPS
dapat ditegakkan dengan tepat dan dapat segera dilakukan
penatalaksanaan yang benar untuk mencegah terjadinya komplikasi
maupun penularan lebih lanjut.
2
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NL
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. Agus Wiranto
Pekerjaan Ayah : Swasta
Nama Ibu : Ibu Priani
Pekerjaan Ibu : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Panularan 2/8 Laweyan Surakarta
Tanggal masuk : 21 April 2012 pukul 10.31 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 25 April 2012
No. RM : 01123794
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 25 April 2012
A. Keluhan Utama : Tidak ada nafsu makan
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 1 bulan SMRS, pasien sulit makan. Dalam sehari pasien
makan 3x1/2 piring nasi. Pasien juga mengeluhkan sering merasa lemas.
Pasien juga mengalami penurunan berat badan ± 1,5 kg dalam 1 bulan.
Pasien tidak mengeluhkan batuk (-), mual (-), muntah (-), maupun pilek
(-). BAK normal, banyak, warna kuning, BAB normal, mencret (-).
Kurang lebih 2 minggu sebelumnya, pasien mengeluhkan badannya terasa
panas. Panas disertai sakit kepala yang hilang timbul. Pasien sebelumnya
memeriksakan diri ke Puskesmas dan didiagnosis menderita TB
3
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat hipertensi sebelumnya : disangkal
2. Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal
3. Riwayat sakit kepala : disangkal
4. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat enteritis : (+) usia 11 bulan
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit ginjal pada orang tua : disangkal
2. Riwayat hipertensi pada orang tua : disangkal
3. Riwayat TB pada orang tua : (+)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Saudara : baik
F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 3x/ 1 bulan
Trimester II : 3x/ 1 bulan
Trimester III : 3x/ 1 bulan
Keluhan selama kehamilan : pusing-pusing (-), mual (-).
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan (-)
G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di praktek bidan, ditolong bidan, dengan berat badan lahir
3700 gram dan panjang 51 cm, lahir spontan, langsung menangis,
menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan 10 hari.
H. Riwayat Postnatal
Rutin ke posyandu untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.
4
I. Status Imunisasi
J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pasien duduk di kelas 5 SD. Pasien mempunyai prestasi sekolah
yang kurang dibandingkan dengan teman sebayanya karena pasien
pernah tinggal kelas sekali. Berat badan pasien juga tidak sesuai
dengan anak seusianya, dan perawakan pasien tergolong pendek.
Kemampuan bahasa pasien cukup baik dibuktikan dengan komunikasi
pasien dengan teman sebayanya.
K. Riwayat Makan Minum Anak
Pasien mendapat ASI sejak usia 0 bulan hingga usia 1 tahun. ASI
diberikan 3-4 kali per hari selama 10 menit. Selanjutnya, pasien
mendapat susu formula sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 3 kali
sehari. Mendapat makanan tambahan berupa bubur susu saat usia 6
bulan sebanyak 2 kali perhari, nasi tim sejak usia 11 bulan.
5
Jenis I II III IV
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Campak
5. Hepatiti
s B
2 bulan
2 bulan
0 bulan
9 bulan
Lahir
-
4 bulan
2 bulan
-
1 bulan
-
6 bulan
4 bulan
-
3 bulan
-
-
6 bulan
-
-
Saat ini, setiap hari pasien makan sebanyak 3 kali yaitu sebelum
pergi ke sekolah, setelah pulang sekolah dan malam hari sebelum tidur.
Dengan porsi setiap makan 1/2 piring nasi. Nafsu makan pasien
kurang, sehingga setiap makan selalu tidak habis. Makanan pasien
sehari-harinya terdiri atas nasi dan lauk-pauk. Lauk-pauk yang sering
digunakan adalah tempe, tahu dan telur goreng. Pasien tidak suka
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Pasien jarang
mengkonsumsi daging, baik daging ayam maupun sapi. Dalam satu
bulan rata-rata hanya 2 kali saja. Konsumsi air putih pasien kurang
lebih 5 gelas dalam satu hari.
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang
L. Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita mengikuti KB suntik 3 bulanan.
M. Pohon Keluarga
6
An.NL
An.NL,
BB:18,7kg, TB: 127 cm
Penderita merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Riwayat anak lahir
meninggal tidak ada, riwayat keguguran satu kali saat usia kehamilan 6
bulan. Ayah dan ibu menikah satu kali.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : lemah, tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
Status gizi : kesan gizi kurang
B. Tanda vital
Nadi : 113 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 24 x/menit,reguler, dalam, tipe thorakoabdominal
Suhu : 35,6º C (per axiler)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
BB : 18,7 kg
TB : 127 cm
C. Kulit
Warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-)
D. Kepala
Bentuk mesosefal
E. Mata
Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
cowong (-/-), air mata (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), refleks cahaya
(+/+).
F. Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
G. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga
Bentuk normal, tragus pain (-), mastoid pain (-), sekret (-)
7
I. Tenggorok
Nyeri telan (-), tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (-), kripte melebar (-),
detritus (-), mukosa faring hiperemis (-)
J. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak
membesar, JVP tidak meningkat.
K. Lymphonodi
Preaurikuler : tidak membesar
Retroaurikular : tidak membesar
Submental : tidak membesar
Submandibular : tidak membesar
Jugularis superior : tidak membesar
Jugularis media : tidak membesar
Jugularis inferior : tidak membesar
Supraklavikula : tidak membesar
Cervical posterior : tidak membesar
L. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba normal, dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara bronchial
(-/-), suara tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi :.iktus kordis teraba di SIC V Linea
...Medioklavikularis Sinistra, iktus kordis …
tidak kuat angkat
Perkusi :
* RBCD: 1 jari sebelah medial sepanjang
linea sternalis dekstra
8
* LBCD: sepanjang SIC II linea sternalis
sinistra hingga 1 jari sebelah medial SIC V
linea midklavikularis sinistra dengan bagian
di SIC IV dan SIC III bergeser lebih ke
medial, yaitu pada pinggang jantung.
(Batas jantung kesan tidak melebar)
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas meningkat,
..regular, bising (+) sistolik grade III/VI di
..SIC III-IV, penjalaran di Linea
..Parasternalis Sinistra.
M. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit baik, undulasi (-)
N. Urogenital : edema labia (-)
O. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
+ + - -
Capillary Refill Time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
P. Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Kepala : rambut jagung (-), mudah dicabut (+)
Mata : CA (+/+), cowong (-/-), bercak bitot (-)
Mulut : Mukosa basah (+), pucat (-)
Otot : wasting (-)
Kulit : kulit keriput (-), dermatitis (-)
9
Dada : iga gambang (+)
Ekstremitas : akral dingin - -
+ +
Status gizi secara klinis : gizi kesan kurang
2. Secara Antropometris
Umur : 12 tahun
BB : 35 kg
TB : 145 cm
BB : 18,7 x 100% = 62% BB/U< p3 (CDC, 2000)U 30
TB : 127 x 100% = 42% TB/U< p3 (CDC, 2000)U 138
BB : 18,7 x 100% = 74 % p25< BB/TB< p50 (CDC, 2000)TB 25
Status gizi secara antropometri : gizi kurang
TB Ayah = 158 cm
TB Ibu = 142 cm
TPG = (158 + (142 + 13) ± 8,5
2
= 156,5 ± 8,5 cm (148-165 cm) Perawakan pendek
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab Darah
PEMERIKSAAN RUJUKANa. Hematologi
1) Rutin:Hb: 7,5 g/dl (↓)Hct: 24 % (↓)Leukosit:7,7 ribu/µlEritrosit 3,94 juta/ (↓)Trombosit: 423 ribu/µl
2) Indeks Eritrosit:MCV:59,7/umMCH: 19,0 pg (↓)MCHC: 31,9 g/dl (↓)RDW: 20.0 % (↑)
14.0 – 17.533 – 454.5-14.53.80 – 5.80150 – 450
80.0 - 96.028.0 – 33.033.0 – 36.011.6 - 14.6
10
MPV: 8.1 gPDW: 17 % (↓)
3) Hitung Jenis:Granulosit: 72,70 % (↑)Limfosit: 18,20 % (↓)Monosit: 9,1 % (↑)
b. Kimia KlinikAlbumin: 2.8 g/dl (↓)Glukosa Darah Sewaktu: 118 (↑)
c. ElektrolitNatrium: 132 mmol/L Kalium: 3.9 mmol/LKlorida: 103 mmol/L
d. SerologiASTO: 200-400 IU/ml (↑)CRP : 13,83
7.2 - 11.125 – 65
52.00 - 67.0033.00 – 48.000.00 - 6.00
3.8-5.460-100
132 - 1453.1 – 5.198 - 106
< 200<4.1
2. Pemeriksaan Urinalisa
11
a. Kimia Urin:Warna: yellowKejernihan: sl cloudyBerat Jenis: 1.020pH: 5.0Nitrit: negatifGlukosa: normalKeton: negatifUrobilinogen: normalBilirubin: 1Leukosit: 100 /µl (↑)Protein: 25 mg/dl (↑)Eritrosit: 150 (↑)
b. Mikroskopis:Eritrosit: 12.1/ µl (↑)Eritrosit: 2/LPBLeukosit: 23.7 /µl (↑)Leukosit: 4 /LPB Epitel Transisional: - /LPBEpitel squamous: 1-2 /LPBEpitel Bulat: - /LPB
c. Silinder:Hyline: 0/LPKGranulated: 1-2 /LPK (↑)Lekosit: -Bakteri :76.2Yeast like cell: 0.00Mukus: 0,24 /µl (↑)Sperma: 0.0Konduktivitas: 29.9 mS/cm
d. EKGQPS Axis: +60Gelombang P: 1,5 mmInterval PR : 0,24 detik (memanjang)Interval QRS : 0,04 detik (memanjang)
1.015 – 1.0254.5 – 8.0 negatifnormalnegatifnormalnegatifnegatifnegatifnegatif
0-8.70-50 – 7.40 – 12NegatifNegatifNegatif
0 – 3negatifnegatif0.0-2150.00.0 – 0.00.0 – 0.00.0 – 0.03.0 – 32.0
V. RESUME
Seorang pasien An. FA, laki-laki, umur 14 tahun dengan keluhan
utama pusing (sakit kepala). Pasien mengeluhkan panas tinggi selama
12
2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan riwayat batuk (+), pilek (+),
dan nyeri telan (+). Tampak bengkak pada kedua palpebra dan kedua
kaki. Air kencing pasien berwarna seperti air teh.
Riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran normal,
dengan usia kehamilan 37 minggu. Riwayat pemeliharaan postnatal
baik. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat nutrisi kualitas dan
kuantitas kesan baik. Riwayat perkembangan baik. Sedangkan riwayat
pertumbuhan didapatkan perawakan pendek.
Pada pemeriksaan vital sign, diperoleh tekanan darah 150/110
mmHg. Pada pemeriksaan fisik mata diperoleh edema palpebra (+/+),
konjungtiva anemis (+/+). Pemeriksaan tenggorok diperoleh ukuran
tonsil T3-T3, tonsil dan mukosa faring hiperemis. Pada auskultasi
jantung didapatkan bising sistolik grade III/6 di SIC III LPSS. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pada kedua kaki.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil yang
menurun yaitu Hb 9,6 g/dl, Hct 30%,dan eritrosit 3,6 juta. Nilai indeks
eritrosit juga menurun yaitu MCH 26,6 pg, MCHC 31,6 g/dl. Hitung
jenis granulosit meningkat 80,20%, limfosit menurun 14, 50%.
Pemeriksaan kimia klinik didapatkan kreatinin dan ureum meningkat
yaitu 1,1 mg/dl dan 89 mg/dl. Pemeriksaan serologi didapatkan ASTO
yang meningkat yaitu >400 IU/ml. Pemeriksaan kimia urin didapatkan
hasil yang meningkat yaitu leukosit 25/µl, protein 500 mg/dl, eritrosit
250/ µl. Pemeriksaan mikroskopis urin didapatkan leukosit meningkat
yaitu 14/LPB. Didapatkan silinder granulasi 2-3/LPK dan small round
cell 5,2/ µl.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan PR interval memanjang yaitu
0,24 detik. QRS interval memanjang yaitu 0,04 detik.
VI. DAFTAR MASALAH
1. Pusing (sakit kepala)
2. Edema palpebra dan kedua kaki
3. Conjungtiva anemis
13
4. Tekanan darah 150/110 mmHg
5. TB/U < P3
6. Tonsil T3-T3
7. Bising sistolik grade III/6
8. Hb 9,6 g/dl, MCH 26,6 pg, MCHC 31,6 g/dl
9. ASTO > 400 IU/ml
10. Leukosit urin 25/ µl
11. Protein urin 500 mg/dl
12. Ureum 89 mg/dl, kreatinin 1,1 mg/dl
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi grade II e/c GNAPS DD non PS
2. Tonsilofaringitis akut
3. Anemia mikrositik hipokromik e/c infeksi dd defisiensi Fe
4. Infeksi saluran Kemih
5. Sindroma nefrotik
6. Perawakan pendek
7. Kelainan jantung: DE: PJR; DA: AR Trivial dan TR ringan; DF:
NYHA I.
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. Hipertensi grade II e/c GNAPS
2. Tonsilofaringitis akut
3. Anemia mikrositik hipokromik e/c infeksi
IX. PENATALAKSANAAN
1. Diet nefritis 2100 kalori/hari
2. Paracetamol 3 x 100 mg p.o. (bila t> 38oC)
3. Injeksi Furosemid 35 mg/12 jam iv
4. Captopril 0,3 mg/KgBB/kali p.o
X. PLANNING
1. Swab tenggorok (kultur dan sensitivitas tes)
2. C3 komplemen
3. CRP
14
4. Urinalisa, kultur urin
5. SI/TIBC (saturasi transferin), Feritin
6. Foto rontgen thoraks
7. Echocardiografi
XI. MONITORING
1. KU/VS/TD/4 jam
2. BC/D/8 jam
X. EDUKASI
Pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung
garam dan air yang terlalu banyak.
LEMBAR MONITORING
Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS29-03-12 14.00 HR = 90 x/1’
RR = 23 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 100/90 mmHg
01-03-12 14.00 HR = 100 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
16.00 HR = 110 x/1’RR = 25 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
18.00 HR = 108 x/1’RR = 32 x/1’S = 36,7oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
18.00 HR = 104 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
22.00 HR = 96 x/1’RR = 18 x/1’S = 36,1oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
20.00 HR = 98 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,7oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
02.00 HR = 100 x/1’RR = 80 x/1’S = 36,5oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
22.00 HR = 100 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
06.00 HR = 82 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
00.00 HR = 88 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,2oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
02-04-12 14.00 HR = 72 x/1’RR = 23 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
02.00 HR = 84 x/1’RR = 20 x/1’S = 36,4oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
18.00 HR = 84 x/1’RR = 28 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/90 mmHg
15
04.00 HR = 84 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 120/100 mmHg
22.00 HR = 88 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,5oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
06.00 HR = 86 x/1’RR = 30 x/1’S = 36,2oC (peraxiler)TD = 140/100 mmHg
02.00 HR = 86 x/1’RR = 23 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
30-03-12 07.00 HR = 105 x/1’RR = 28 x/1’S = 37,0oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
06.00 HR = 80 x/1’RR = 23 x/1’S = 35,3oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
FOLLOW UP PASIEN
Follow up DPH I (29 Maret 2012) DPH II (30 Maret 2012)
S Batuk (+), demam (-), BAK (+) warna teh ,
BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-), pusing
(+)
Batuk (+), demam (-), BAK (+) warna teh, BAB
(+) kuning, muntah (-), mual (-), pusing (+)
O kompos mentis, tampak kesakitan, gizi baik kompos mentis, tampak lemas, gizi baik
Tanda Vital HR : 98 x/menit
RR : 24 x/menit
t : 37,0oC (per axiler)
TD : 140/110 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 30 x/menit
t : 36,2 oC (per axiler)
TD : 140/100 mmHg
Kepala Mesocefal Mesocefal
Telinga bentuk normal bentuk normal
Mata Edema palpebra (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Edema palpebra (+/+), Pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+) Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok Nyeri telan (+,) Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis
(+), kripte melebar (-), detritus (-), mukosa
faring hiperemis (+)
Nyeri telan (+,) Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis
(+), kripte melebar (-), detritus (-), mukosa
faring hiperemis (+)
Thorax Retraksi (-)
Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di
SIC V LMCS, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (+), sistolik grade III/6, p.m di SIC III
Linea parasternalis sinistra Pulmo: Fremitus
Retraksi (-)
Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di
SIC V LMCS, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (+), sistolik grade III/6, p.m di SIC III
Linea parasternalis sinistra Pulmo: Fremitus
16
raba normal, SD vesikuler (+/+), RBK(-/-),
Suara bronchial (-/-), Suara tambahan (-/-)
raba normal, SD vesikuler (+/+), RBK(-/-),
Suara bronchial (-/-), Suara tambahan (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, pekak alih
(-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
turgor < 2 detik, peristaltik (+) normal, undulasi
(-)
Supel, Dinding perut // dinding dada, pekak alih
(-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
turgor < 2 detik, peristaltik (+) normal, undulasi
(-)
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema kedua kaki (+)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema kedua kaki (+)
CRT < 2 detik
Asessment 1. Hipertensi Grade II e/c DD GNAPS, GNA
nonPS
2. DE : PJR
DA : Tsk Mitral Stenosis
DF : NYHA I
3. Perawakan pendek
4. Anemia Mikrositik Hipokromik e/c infeksi
DD defisiensi Fe
5. Tsk ISK
1. GNAPS
2. Hipertensi stage II
3. DE : PJR
DA : Tsk Mitral stenosis
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek
5. Anemia Mikrositik Hipokromik e/c infeksi
DD defisiensi Fe
6. Tsk ISK
Terapi - Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
- Amoxicilin 3 x 500 mg p.o (I)
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
-Amoxicilin 3 x 500 mg p.o (II)
Plan - Swab tenggorok - Tunggu hasil swab tenggorok
- CRP, SI/TIBC, feritin, saturasi transferin, C3
komplemen, urinalisa, kultur urin
- Tunggu jadwal Echocardiografi
Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
- KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
Follow up DPH III (31 Maret 2012) DPH IV (1 April 2012)
S Batuk (+), demam (-), BAK (+) warna teh, BAB
(+) kuning, muntah (-), mual (-), pusing (+)
Batuk (-), demam (-), BAK (+) warna kuning,
BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-), pusing (+)
O kompos mentis, lemah, gizi baik kompos mentis, KU baik, gizi baik
Tanda Vital HR : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
t : 36,3oC (per axiler)
TD : 120/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
t : 36,8oC (per axiler)
TD : 120/80 mmHg
Kepala Mesocefal Mesocefal
Telinga bentuk normal bentuk normal
Mata Edema palpebra (+/+), Pupil isokor (2mm/2mm), Edema palpebra (-/-), Pupil isokor (2mm/2mm),
17
reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
Sklera ikterik (-/-)
reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
Sklera ikterik (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok Nyeri telan (+) Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (+),
kripte melebar (-), detritus (-), mukosa faring
hiperemis (+)
Nyeri telan (-,) Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (-),
kripte melebar (-), detritus (-), mukosa faring
hiperemis (-)
Thorax Retraksi (-)
Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di
SIC V LMCS, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (+), sistolik grade III/6, p.m di SIC III
Linea parasternalis sinistra Pulmo: Fremitus raba
normal, SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), Suara
bronchial (-/-), Suara tambahan (-/-)
Retraksi (-)
Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di
SIC V LMCS, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (+), sistolik grade III/6, p.m di SIC III
Linea parasternalis sinistra Pulmo: Fremitus raba
normal, SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), Suara
bronchial (-/-), Suara tambahan (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan
(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor < 2
detik,pekak alih (-), peristaltik (+) normal,
undulasi (-)
Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan
(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor < 2 detik,
pekak alih (-), peristaltik (+) normal, undulasi (-)
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Asessment 1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : PJR
DA : Tersangka Mitral Stenosis
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c infeksi
DD defisiensi Fe Tsk ISK
1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : PJR
DA : AR Trivial, TR ringan
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c infeksi
DD defisiensi Fe
6. Tsk ISK
Terapi - Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
- Amoxicilin 3 x 500 mg p.o (III)
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
- Amoxicilin 3 x 500 mg p.o (IV)
Plan - Echocardiogram - Tunggu hasil swab tenggorok
( Hasil Echocardiogram: AR Trivial, TR ringan,
Fungsi sistoilik dan diastolik baik)
Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
- KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
Follow up DPH V (2 April 2012) DPH VI (3 April 2012)
18
S Batuk (-), demam (-), BAK (+) warna kuning,
BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-), pusing (-)
Batuk (-), demam (-), BAK (+) kuning jernih,
BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-), pusing (-)
O kompos mentis, gizi baik kompos mentis, gizi baik
Tanda Vital HR : 82 x/menit
RR : 24 x/menit
t : 36,3oC (per axiler)
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 23 x/menit
t : 35,9oC (per axiler)
TD : 110/80 mmHg
Kepala mesocefal Mesocefal
Telinga bentuk normal bentuk normal
Mata Edema palpebra (-/-), Pupil isokor (2mm/2mm),
reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
Edema palpebra (-/-), Pupil isokor (2mm/2mm),
reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok Nyeri telan (-,) Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis
(-), kripte melebar (-), detritus (-), mukosa
faring hiperemis (-)
Nyeri telan (-,) Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (-),
kripte melebar (-), detritus (-), mukosa faring
hiperemis (-)
Thorax Retraksi (-)
Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di
SIC V LMCS, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (+), sistolik grade III/6, p.m di SIC III
Linea parasternalis sinistra Pulmo: Fremitus
raba normal, SD vesikuler (+/+), RBK(-/-),
Suara bronchial (-/-), Suara tambahan (-/-)
Retraksi (-)
Cor : : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di
SIC V LMCS, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (+), sistolik grade III/6, p.m di SIC III
Linea parasternalis sinistra Pulmo: Fremitus raba
normal, SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), Suara
bronchial (-/-), Suara tambahan (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri
tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor < 2
detik, pekak alih (-), peristaltik (+) normal,
undulasi (-)
Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan
(-), hepar dan lien tidak teraba, turgor < 2
detik,pekak alih (-) peristaltik (+) normal,
undulasi (-)
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Asessment 1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : Obs PJR
DA : AR Trivial, TR ringan
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c infeksi
DD defisiensi Fe
6. Tsk ISK
1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : PJR
DA : AR Trivial, TR ringan
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c infeksi
DD defisiensi Fe
6. Tsk ISK
Terapi - Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
19
- Amoxicilin 3 x 500 mg p.o (V) - Amoxicilin 3 x 500 mg p.o (VI)
Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
- KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus(GNAPS) adalah
sebuah contoh klasik sindrom nefritik akut yang ditandai dengan awitan
mendadak terjadinya hematuria, edema, hipertensi, dan insufisiensi renal
(azotemia). Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus β
hemolitikus grup A di saluran nafas bagian atas atau setelah infeksi di kulit
(Pudjiadi dan Hegar, 2010).
B. EPIDEMOLOGI
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu proses reaksi imunologis
pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Insiden GNAPS mengikuti
infeksi sterptococcus β hemolitikus pada faring atau kulit. Hanya tipe M
tertentu yang berhubungan dengan sekuel tersebut. Pembagian tipe M
berdasarkan lokasi menginfeksi. Tipe 3, 4, 12, 25 berhubungan dengan
GNAPS-faringitis dan tipe 2, 6, 49, 55 dan 57 berhubungan dengan
20
GNAPS-pioderma. GNAPS-faringitis memuncak pada musim semi dan
musim salju sedangkan GNAPS-pioderma lebih prevalen pada musim
panas dan musim gugur. Interval antara terjadinya infeksi streptococcus
dengan perkembangan GNAPS adalah 1-2 minggu (rata-rata 10 hari) pada
GNAPS-faringitis dan 4-8 minggu pada GNAPS-pioderma. Faktor
penentu dimana hanya beberapa strain streptococcus nefritogenik tertentu
yang mampu menginfeksi masih belum jelas (Elzouki, 2001).
Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ditemukan pertama
kali oleh Lohlein 1907 dengan alasan bahwa timbul GNA setelah infeksi
skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus β hemoliticus grup A,
meningkatnya titer antistreptolisin pada serum penderita.
Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus (GNAPS) umumnya
disebabkan oleh serotype 12 dan 25 yang diduga bersifat lebih nefritogen
disbanding serotype yang lain. Penyakit ini sering ditemukan pada anak
berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibanding
wanita. Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi perkembangan menjadi GNAPS (Geetha, 2011).
C. BUKTI ADANYA INFEKSI STREPTOCOCCUS
Isolasi streptococcus dari tenggorok atau kulit dan respon host adalah
bukti adanya infeksi streptococcus. Kultur swab tenggorokdan lesi di kulit
dapat mengungkapkan adanya kuman streptococcus β hemoliticus.
Antibodi humoral terhadap produk ekstraseluler spesifik dari
streptococcus dapat diperiksa dengan menggunakan neutralizing assay.
Antistreptolisin O assay adalah paling umum digunakan. 80% anak yang
tidak mendapatkan perawatan titer ASTO akan meningkat hingga 4x lipat.
Setelah pioderma, respon terhadap ASTO sedikit berkurang. Tetapi
kebalikannya antideoxyribonuclease B (antiDNAase B) dan
antihialuronidase dapat digunakan. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa peningkatan antibodi zimogen streptococcus adalah penanda paling
efektif untuk infeksi streptococcus yang berhubungan dengan GNA. Studi
21
mutakhir melaporkan bahwa kombinasi ASTO dan AntiDNAase B sangat
sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi penyakit post infeksi
streptococcus (sensitifitas 95,5% spesifisitas 88,6%) (Elzouki, 2001).
D. PATOGENESIS
Pada GNAPS, periode laten antara infeksi akut dengan onset nefritis
diperkirakan merupakan periode yang dibutuhkan untuk menghasilkan
jumlah antibodi antistreptococcus yang cukup untuk menginduksi
pembentukan kompleks imun. Beberapa antigen streptococcus telah
berhasil diidentifikasi pada deposit imun dalam glomerulus yaitu
endostreptosin, protein strain nerfritic dan nephritis plasma-binding
protein, yang membuktikan bahwa antigen tersebut adalah target serangan
sistem imun yang selanjutnya menyebabkan kerusakan pada glomerulus.
Hipotesis terakhir mengungkapkan bahwa antigen target pertama kali
terperangkap di dalam glomerulus dan memicu pembentukan kompleks
imun berikutnya di dalam ginjal. Antigen tersebut berasal dari kuman
streptococcus atau merupakan molekul glomerulus normal yang
mengalami reaksi silang (cross reaction) dengan antibody yang sebenarnya
dihasilkan untuk menyerang antigen streptococcus. Imunoglobulin G dapat
menjadi antigen yang tertanam setelah mengalami desialasi oleh
neuraminidase streptococcus dengan pengambilan Imunoglobulin G
elektrostatik akibat paparan muatan permukaan yang positif. Sesaat setelah
deposit imun glomerular terbentuk, aktivasi kaskade komplemen dan
infiltrasi leukosit yang berada dalam sirkulasi akan mengawali terjadinya
kerusakan glomerulus yang bersifat eksudatif dengan banyak neutrofil
intraglomerular dijumpai (Avner dan Davis, 2004).
Hasil penyelidikan klinis-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
dengan beberapa hipotesis yaitu: terbentuknya kompleks antigen antibody
yang melekat pada membrane basalis glomerulus kemudian merusaknya;
streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai
22
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal. Secara garis besar terdapat dua
mekanisme terjadinya glomerulonefrtis yaitu circulating immune complex
dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in situ. Antigen yang
berperan pada pembentukan deposit in situ berasal dari komponen
membrane basal glomerulus sendiri atau substansi dari luar yang terjebak
pada glomerulus. Mekanisme pertama apabila antigen dari luar memicu
terbentuknya antibody spesifik, kemudian membentuk kompleks imun Ag-
Ab yang ikut dalam sirkulasi. Kompleks imun akan mengaktivasi sistem
komplemen yang kemudian berikatan dengan kompleks Ag-Ab. Kompleks
imun yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak dalam glomerulus dan
mengendap di subenditel dan mesangium. Aktivasi sistem komplemen
akan terus berjalan setelah terjadi pengendapan kompleks imun.
Mekanisme kedua apabila antibody secara langsung berikatan dengan
antigen yang merupakan komponen glomerulus. Alternatif lain apabila
antigen non glomerulus yang bersifat kation terjebak pada bagian anionic
glomerulus diikuti pengendapan antibody dan aktivasi komplemen secara
local (Avner dan Davis, 2004).
Meskipun studi morfologis dan penurunan level komplemen serum
(C3) secara kuat mengindikasikan bahwa glomerulonefritis akut post
infeksi streptococcus diperantarai oleh imun kompleks, mekanisme pasti
dimana streptococcus nefritogenik menginduksi pembentukan kompleks
imun belum dapat ditentukan. Selain persamaan klinis dan histologis
dengan serum sickness akut pada kelinci, penemuan kompleks imun yang
bersikulasi pada GNAPS tidak selalu sama dan aktivasi komplemen
terutama melalui jalur alternatif daripada melalui jalur klasik (Avner dan
Davis, 2004).
E. PROSES PATOLOGI
Ginjal tampak secara simetris membesar. Semua glomeruli tampak
melebar dan vaskularisasinya menurun dan menunjukkan proliferasi sel
23
mesangial dengan peningkatan matriks mesangial. Leukosit
polimorfonuklear sering ditemukan di glomeruli pada fase awal penyakit.
Inflamasi sel sabit dan sel interstisiil dapat ditemukan pada tahap yang
berat. Perubahan tersebut tidak khas untuk GNAPS. Mikroskopi
imunofluorescent mengungkapkan adanya lumpy-bumpy deposit dari
immunoglobulin dan komplemen pada dasar membrane glomerulus dan
pada mesangium. Pada electron mikroskopi, deposit electron ditemukan
pada sisi epithelial dari membrane dasar glomerulus (Avner dan Davis,
2004).
F. MANIFESTASI KLINIS
Presentasi Epidemiologis dan Klinis dari 302 anak dengan GNAPS sporadik
Rata-rata interval umur 2-14 tahunRatio Laki-laki : Perempuan 1,6:1Kejadian rata-rata per rumah 8,2Kejadian familial 2%Edema 98%Gross hematuria 60%Hipertensi 64%Encephalopathy 6%Edema pulmo 18%Penurunan kadar C3 90%Serum kreatinin > 2mg/dl 10%
Proteinuria (nefrotik) 10%(Elzouki, 2001)
Gambaran klinis bervariasi. Kadang-kadang gejala ringan tetapi
kadang juga berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/ kencing
berwarna merah daging. Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edem berat
terdapat pada oligouria dan bila ada gagal jantung. Hipertensi terdapat
pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan
ginjal maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan
menjadi permanen bila penyakit menjadi kronis. Hipertensi timbul karena
24
vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum
dan kelainan jantung. Suhu badan tidak terlalu tinggi tapi bisa sangat
tinggi pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun
tidak ada gejala ginjal lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal
seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang
menyertai penderita GNA (Hasan dan Alatas, 2007).
Selama fase akut, terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang
mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini
kecepatan filtrasi glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum
dan zat lainnya berkurang, sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin
darah meningkat. Fungsi tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium
dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oligouria
dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang. Ureum juga diresorbsi
kembali lebih dari biasanya. Akhirnya terjadi insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolic (Hasan
dan Alatas, 2007).
Pasien akan mengalami sindrom nefritik akut setelah 1-2 minggu
dari infeksi streptococcus tipe faringitis secara antesenden dan setelah 3-6
minggu infeksi streptococcus tipe pioderma. Tingkat keparahan
keterlibatan ginjal bervariasi dari hematuria mikroskopis yang
asimptomatik dengan fungsi ginjal yang masih normal hingga gagal ginjal
akut. Bergantung pada tingkat keparahan keterlibatan ginjal, pasien akan
mengalami berbagai derajat edema, hipertensi, dan oligouria. Pasien
mungkin akan berkembang menjadi encefalopati dan atau gagal jantung
akibat dari hipertensi atau hipervolemia. Encefalopati juga bisa disebabkan
oleh efek toksik secara langsung dari streptococcus pada sistem syaraf
pusat. Edema biasanya disebabkan oleh adanya retensi garam dan air.
Sindrom nefrotik juga bisa muncul pada 10-20% kasus. Gejala nonspesifik
seperti malaise, letargi, nyeri abdominal dan flank, dan demam merupakan
gejala yang paling umum dirasakan pasien. Fase akut pada umumnya akan
25
sembuh dalam 6-8 minggu. Meskipun ekskresi protein urin dan hipertensi
akan normal kembali dalam 4-6 minggu setelah onset. Namun hematuri
mikroskopis dapat bertahan hingga 1-2 tahun setelah kemunculan yang
pertama kali (Hasan dan Alatas, 2007).
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
Riwayat infeksi saluran nafas atas (faringitis) 1-2 minggu
sebelumnya atau infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu
sebelumnya.
Umumnya pasien datang dengan hematuria yang nyata atau
sembab di kedua kelopak mata dan tungkai.
Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan
kesadaran akibat ensefalopati hipertensi.
Oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
(Pudjiadi, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Edema. Edema adalah manifestasi klinis yang paling umum
pada pasien GNAPS, yaitu 90% kasus. Edema biasa terjadi di
pagi hari pada bagian periorbital. Ekstremitas bagian bawah
adalah lokasi kedua untuk retensi cairan. Biasanya tidak
dijumpai ascites atau efusi pleura kecuali pada pasien dengan
sindrom nefrotik. Derajat edema tergantung pada jumlah
garam dalam diet. Pasien dengan edema yang kurang jelas,
dapat kehilangan 1-2 kg berat badan selama masa
penyembuhan.
Hematuria. Gross hematuria adalah tanda umum kedua setelah
edema. Hematuria ini dideskripsikan pasien sebaga air kencing
26
yang berwarna seperti teh atau cola. Warna coklat pada kencing
ini akibat terjadinya hemolisis sel darah merah dengan
pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah menjadi
hematin pada suasana urin yang asam.
Hipertensi. Hipertensi terjadi pada 70-82% kasus, dan dapat
memberat pada setengah dari persentase tersebut. Hipertensi
biasanya muncul bersamaan onset GNAPS. Hipertensi pada
pasien GNAPS berhubungan dengan ekspansi volume
intravaskular dan ekstravaskuler hingga vasospasme akibat
faktor neurogenik dan hormonal. Hipertensi pada GNAPS
adalah bentuk ‘volume-dependent-hypertension’, sehingga
restriksi cairan dan garam serta pemberian diuretik dan
vasodilator mampu mengontrol kejadian hipertensi dengan
optimal.
Hipertensif Ensefalopati. Gejala serebral biasanya berhubungan
dengan peningkatan tekanan darah akut. Gejala ini dilaporkan
terjadi pada 5-10% kasus. Manifestasi cerebral akut yang
paling umum adalah sakit kepala, nausea, muntah, gangguan
kesadaran dan kejang.
Gagal jantung kongestif / Edem Pulmo. Bukti klinis adanya
gagal jantung kongestif yaitu adanya takikardi, takipneu,
respiratory distress, ritme gallop, dan pembesaran hepatik dan
adanya bukti radiologis adanya edem pulmonum yaitu infiltrat
pada alveolar pulmo, cardiomegali, dan penebalan septum
terjadi pada 20% kasus. Hipertensi dan hipervolemia adalah
faktor primer yang menghasilkan gejala gagal jantung
kongestif. Pada GNAPS, volume plasma pada pasien
meningkat, dan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara
volume darah dengan gejala edem pulmonal. Pada anak dengan
distress respiratory, dan foto thoraks dengan cardiomegali dan
27
edem pulmonal, maka analiusa urin harus segera dilakukan
untuk mendiagnosis glomerulonefritis akut. Hemoptisis
(perdarahan pulmonal) juga dapat terjadi pada GNAPS
(Elzouki, 2001).
3. Pemeriksaan Penunjang
Hematuria mikroskopis biasanya muncul pada semua pasien.
Pemeriksaan urin mengungkapkan kadar RBCs dengan bukti
hematuria glomerular, dan silinder eritrosit dapat dilihat pada
spesimen urin segar.
Proteinuria muncul pada 80% kasus dengan GNAPS. Meskipun
begitu proteinuria masif hanya muncul pada 4-10% pasien.
Kadar serum komplemen C3 didapatkan turun pada 80-95%
kasus jika pengukuran dilakukan 2 minggu awal penyakit.
Kadar komplemen biasanya akan kembali normal pada 6-8
minggu. Kadar komplemen yang ,menetap lebih dari 8 minggu
mengindikasikan penyebab lain dari glomerulonefritis .
Fungsi ginjal : azotemia timbul pada GNAPS, biasanya
terdapat penurunan ringan hingga sedang dari laju filtrasi
glomerulus. Serum kreatinin biasanya tidak lebih dari 150
micromole/L pada sebagian besar pasien.
Anemia biasanya timbul ringan berhubungan dengan ekspansi
volume plasma (anemia dilusi).
Laju sedimentasi meningkat selama fase akut penyakit.
Kreatinin dan ureum darah meningkat
ASTO meningkat pada 75-80% kasus
Kultur tenggorok positif mendukung diagnosis atau
menunjukkan bahwa seseorang adalah carrier. Dengan kata
28
lain, titer antibody yang naik terhadap antigen streptococcus
mengkonfirmasi infeksi streptococcus yang baru terjadi.
Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan
hiperkalemia, asidosis metabolic, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia.
Biopsi ginjal harusnya dipertimbangkan bila hanya dijumpai
gagal ginjal akut, sindrom nefrotik, tidak ada bukti infeksi
streptococcus atau kadar komplemen yang normal. Biopsi
ginjal juga dianjurkan bila terdapat hematuria, proteinuria,
hilangnya fungsi ginjal dan kadar C3 yang menetap selama 2
bulan setelah onset (Elzouki, 2001).
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding Glomerulonefritis Post Infeksi AkutA. Sistemic Disease:
1. Sistemic Lupus Eritematosus (SLE)2. Henoch Schonlein Purpura3. Goodpasture syndrome4. Wegener granulomatosis5. Periarteritis dan hipersensitif angitis6. Cryoimmunoglobulinemia7. Hemolytic-uremic syndrome
B. Idiopatic glomerulonephritis:1. Imunoglobulin A nephritis (Berger disease)2. Mensangiocapillary proliferative glomerulonephritis3. Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN)
C. Familial nephritis (Alport disease) (Elzouki,2001)
I. KOMPLIKASI
1. Oligouria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
29
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan
hidremia.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh dfarah
lokal dengan anoksisa dan edem otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietin yang menurun (Geetha, 2011).
J. PENCEGAHAN
Terapi antibiotic sistemik awal untuk streptococcus pada
tenggorokan dan kulit tidak dapat mengurangi resiko berkembangnya
glomerulonefritis. Anggota keluarga yang juga positif menderita GNAPS
sebaiknya dukultur untuk menemukan streptococcus grup A β-hemoliticus
dan diobati jika kultur positif (Geetha, 2011).
K. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh.
Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita
sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk pada perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada dan
30
mencegah terjadinya nefritis pada carrier. Kultur swab tenggorok
sebaiknya juga dilakukan ke anggota keluarga lain yang kemungkinan
terinfeksi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mg/KgBB dibagi dalam 3
dosis. Pemberian obat golongan penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10
hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat
imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi
lagi dengan kuman nefrirtogen yang lain tetapi kemungkinanya sangat
kecil.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/KgBB/hari), dan rendah garam (1 g./hari). Makanan lunak dapat
diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila
suhu sudah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengn larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan
oligouria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Untuk masalah hipertensi diberikan diuretic. Loop diuretic akan
meningkatkan urin output sehingga dapat mengurangi kongesti jantung
dan tekanan darah. Diuretik yang digunakan adalah Furosemid dengan
dosis 20-40 mg, selama 6-8 jam setelah dosis sebelumnya hingga dosis
yang diinginkan tercapai. Furosemid bekerja dengan cara meningkatkan
ekskresi air melalui sistem co transport ion klorida, sehingga akan
menghambat reabsorbsi garam dan klorida di bagian ansa Henle dan
tubulus distal renalis.
5. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretic, dapat digunakan
calcium channel blocker atau angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE inhibitor). Calcium channel blocker menghambat perpindahan
ion calcium melewati membrane sel sehingga tidak terjadi pembentukan
impuls dan konduksi jantung. Jenis yang digunakan biasanya
31
Amlodipine (Norvasc) yang bekerja dengan cara merelaksasi otot polos
jantung dan akan menghasilkan dilatasi arteri koronaria sehingga
oksigenasi jantung meningkat. Sehingga dapat memperbaiki gangguan
fungsi sistolik, hipertensi dan aritmia yang terjadi. Untuk ACE
inhibitor, bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2 sehingga sekresi aldosteron akan menurun. Preparat yang
digunakan adalah Captopril dan Enalapril. Enalapril bekerja dengan
cara menjadi inhibitor kompetitif angiotensin converting enzyme
sehingga dapat mengurangi kadar angiotensin 2 dan menurunkan
sekresi aldosteron. Sehingga mencegah terjadinya retensi air dan
natrium.
6. Untuk hipertensi tipe maligna/emergensi digunakan natrium
nitropruside intravena dan nifedipin parenteral yaitu vasodilator.
Vasodilator bekerja dengan cara menurunkan resistensi vaskuler
sehingga dapat meningkatkan cardiac output dan aliran darah. Preparat
yang digunakan adalah nitroprusid yang bekerja dengan meningkatkan
aktivitas inotropik jantung. Preparat lain adalah Hidralazine yang
bekerja dengan menurunkan resistensi sistemik melalui vasodilatasi
7. Bila anuria berlangsung lama 5-7 hari maka ureum harus segera
dikeluarkan dari darah dengan cara dialysis peritoneum, hemodialisis,
bilas lambung dan usus atau pengeluaran darah vena. Indikasi lain
untuk melakukan dialysis adalah hiperkalemia yang mengancam
kehidupan.
32
ANALISIS KASUS
Seorang pasien An. FA, laki-laki, umur 14 tahun dengan keluhan
utama pusing (sakit kepala). Pasien mengeluhkan panas tinggi selama 2
hari sebelum masuk rumah sakit dengan riwayat batuk (+), pilek (+), dan
nyeri telan (+). Tampak bengkak pada kedua palpebra dan kedua kaki. Air
kencing pasien berwarna seperti air teh.
Riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran normal,
dengan usia kehamilan 37 minggu. Riwayat pemeliharaan postnatal baik.
Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat nutrisi kualitas dan kuantitas kesan
baik. Riwayat perkembangan baik. Sedangkan riwayat pertumbuhan
didapatkan perawakan pendek.
Pada pemeriksaan vital sign, diperoleh tekanan darah 150/110
mmHg. Pada pemeriksaan fisik mata diperoleh edema palpebra (+/+),
konjungtiva anemis (+/+). Pemeriksaan tenggorok diperoleh ukuran tonsil
T3-T3, tonsil dan mukosa faring hiperemis. Pada auskultasi jantung
didapatkan bising sistolik grade III/6 di SIC III LPSS. Pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan edema pada kedua kaki.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil yang
menurun yaitu Hb 9,6 g/dl, Hct 30%,dan eritrosit 3,6 juta. Nilai indeks
33
eritrosit juga menurun yaitu MCH 26,6 pg, MCHC 31,6 g/dl. Hitung jenis
granulosit meningkat 80,20%, limfosit menurun 14, 50%. Pemeriksaan
kimia klinik didapatkan kreatinin dan ureum meningkat yaitu 1,1 mg/dl
dan 89 mg/dl. Sedangkan kadar albumin menurun yaitu 3,0 g/dl.
Pemeriksaan serologi didapatkan ASTO yang meningkat yaitu >400
IU/ml. Pemeriksaan kimia urin didapatkan hasil yang meningkat yaitu
leukosit 25/µl, protein 500 mg/dl, eritrosit 250/ µl. Pemeriksaan
mikroskopis urin didapatkan leukosit meningkat yaitu 14/LPB. Didapatkan
silinder granulasi 2-3/LPK dan small round cell 5,2/ µl.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan PR interval memanjang yaitu
0,24 detik. QRS interval memanjang yaitu 0,04 detik.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan pada pasien, mengarahkan diagnosis banding bahwa
pasien mengalami Hipertensi stage 2 akibat glomerulonefrtis akut.
Diagnosis hipertensi ditegakkan dengan melihat hasil pengukuran tekanan
darah pasien. Hipertensi pada GNA diakibatkan oleh danya ekspansi
volume intravaskular dan ekstravaskular hingga vasospasme oleh faktor
hormonal dan neurogenik. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menuju otak dan berakibat pada
keluhan yang dirasakan pasien yaitu pusing/ sakit kepala hebat. Adanya
edema diakibatkan oleh retensi air dan natrium akibat menurunnya fungsi
ginjal. Selain itu, ekspansi volume plasma lama kelamaan akan
menyebabkan terjadinya hemodilusi. Hemodilusi ini akan bermanifestasi
dalam bentuk anemia mikrositik hipokromik yang pada pasien ini
ditunjukkan dengan adanya conjungtiva anemis dan penurunan pada kadar
Hb, Hct, MCH dan MCHC.
Kepastian glomerulonefitis akut juga didukung dari hasil
pemeriksaan penunjang lab darah dan urin. Pada glomerulonefritis akut,
dapat dijumpai adanya hematuria akibat terjadinya proses hemolisis sel
darah merah dengan pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah
34
menjadi hematin pada suasana urin yang asam yang pada akhirnya
membuat warna kencing tampak seperti air teh. Selain itu pada
glomerulonefritis akut akan dijumpai peningkatan ureum dan kreatinin
dalam darah serta protein urin karena selama fase akut glomerulonefritis,
terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus
menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat lainnya berkurang,
sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin darah meningkat.
Kemampuan filtrasi ginjal yang buruk mengakibatkan sejumlah besar
protein lolos ke dalam urin tanpa mampu untuk direabsorpsi kembali.
Namun pada pemeriksaan lab, tidak dijumpai adanya hiperkolesterol dan
hipoalbumin sehingga glomerulonefritis akut yang muncul kemungkinan
bukan disebabkan oleh adanya sindrom nefritik. Selain itu, pemeriksaan
lab menunjukkan hasil leukosit urin yang tinggi, kemungkinan pasien ini
juga mengalami infeksi saluran kemih.
Gejala glomerulonefritis akut pada pasien didahului dengan awitan
panas selama 2 hari yang disertai dengan tanda-tanda tonsilofaringitis akut
trainyaitu pembesaran ukuran tonsil T3-T3, nyeri telan dan batuk pilek.
Kemungkinan tonsilofaringitis akut ini akibat infeksi bakteri streptococcus
β hemoliticus grup A. Bakteri Streptococcus β hemoliticus grup A strain
nefritogenik, jika menginfeksi faring, dapat menimbulkan terjadinya
sekuele. Sekuele berupa glomerulonefritis akut post streptococcus
(GNAPS). GNAPS timbul akibat pembentukan kompleks imun antara
antigen yang berasal dari streptococcus dengan antibodi yang berasal dari
host yang mengendap di lapisal basal glomerulus yang bersifat merusak
glomerulus. Mekanisme yang lain juga bisa melalui proses cross reaction
karena antigen dari streptococcus memiliki struktur yang mirip dengan
penyusun lapisan glomerulus sehingga antibodi yang harusnya digunakan
untuk menghancurkan streptococcus disalahgunakan untuk merusak
glomerulus. Keberadaan antigen streptococcus pada pasien ini dibuktikan
dengan tes serologi ASTO yang menunjukkan kadar yang meningkat yaitu
35
sebesar > 400 IU/ml. Selain dengan tes serologi ASTO, adanya GNAPS
juga bisa dibuktikan dengan pemeriksaan kadar komplemen C3 dan kultur
swab tenggorok . Penurunan kadar komplemen C3 dan hasil kultur yang
positif dapat lebih memastikan telah terjadi GNAPS.
Pemeriksaan echocardiografi pada pasien ini digunakan untuk
menilai apakah kuman Streptococcus juga menyebabkan sekuele ke
jantung berupa karditis. Namun dari pemeriksaan echocardiografi pasien
tidak mengalami karditis tapi pasien mengalami vaskulitis pada pembuluh
darah paru-parunya. Vaskulitis ini akan menyebabkan terjadinya edema
pulmonum sehingga tekanan di pulmo menjadi tinggi. Tekanan yang
tinggi di pulmo akan menyebabkan terjadinya regurgitasi trikuspid
sehingga akan menimbulkan bising sistolik yang dapat didengar jelas di
SIC III LPSS.
Terapi GNAPS pada pasien ini, diarahkan terutama untuk mengatasi
hipertensi dan mencegah ekspansi volume plasma yang terjadi. Terapi
yang paling penting adalah dengan membatasi asupan air dan natrium
dalam diet (diet nefritis) yang dianjurkan pada pasien ini sebesar 2100
kkal/hari. Kemudian untuk mengatasi hipertensi diberikan diuretik kuat
furosemid per oral dengan dosis 2 x 20 mg. Furosemid bekerja dengan
cara mencegah reabsorbsi kembali air dan natrium melalui peningkatan
ekskresi dalam kencing sehingga kadar cairan plasma dapat dikurangi.
Sementara itu, pemberian Captopril dengan dosis 3 x 12,5 mg bertujuan
untuk mengurangi jumlah aldosteron yang sifatnya meretensi natrium dan
air. Dengan adanya Captopril yang berperan sebagai ACE inhibitor,
pembentukan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 akan dihambat sehingga
angiotensin 2 tidak akan mampu menginduksi pembentukan aldosteron
dari korteks adrenal. Selain mengatasi hipertensi, pengobatan GNAPS juga
ditujukan untuk mengeradikasi kuman sumber infeksi, yaitu dengan
pemberian amoksisilin dosis 50 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis selama 10
36
hari. Pasien juga disarankan untuk melakukan tirah baring selama kurang
lebih 3-4 minggu selama fase akut.
DAFTAR PUSTAKA
Avner, ED., Davis ID. 2004. Poststreptococcal Glomerulonephritis. Nelson
Textbook of Pediatric. 18th Edition. Pp: 2173-2175
Elzouki, A.Y. 2001. Poststreptococcal Glomerulonephritis Acut. Textbook of
Clinical Pediatrics. Lippincolt Williams & Wilkins. Pp : 2745-2749.
Geetha, Duvuru. 2011. Acute Glomerulonephritis. American Society of
Nephrology and International Society of Nephrology. www.
medscape.com
Hassan, R., Alatas, H (eds). 2007. Glomerulonefritis Akut dalam Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Pudjiadi, H.A., Hegar, B. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
37