Upload
dokter-zukie
View
184
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lapkas
Citation preview
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan
Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional.
Di dalam Deklarasi Millenium (Millenium Development Goals 2015)
mempunyai delapan tujuan umum yaitu mencakup kemiskinan, pendidikan,
kesetaraan gender, angka kematian bayi, kesehatan ibu, beberapa penyakit menular,
lingkungan, permasalahan global, bantuan dan uang. Tujuan umum tersebut salah
satunya adalah lingkungan. Lingkungan berperan besar sekali dalam penyebaran
penyakit menular seperti sanitasi umum, polusi udara dan kualitas air merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit.1
Demam tifoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit menular yang
erat hubungannya dengan lingkungan, terutama lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan seperti penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi.2
Demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas
yang rendah dari higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang serta prilaku
masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.3
1.2. Tujuan Penulisan
Menganalisa dan menemukan kesesuaian kasus demam tifoid yang dijumpai di
klinik dengan teori dari berbagai literatur yang ada baik dalam hal etiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, terapi dan prognosis.
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typhus abdominalis atau typhoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.4
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia, dimana 600.000 diantaranya meninggal (CFR 3,5 %).5
Dari hasil penelitian Crump, J.A,dkk (2000), insiden rate demam tifoid di
Eropa yaitu 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per 100.000 penduduk dan di
Asia yaitu 274 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2005 insiden rate demam tifoid di
Dhaka yaitu 390 per 100.000 penduduk.6
Angka insiden demam tifoid di Indonesia selama kurun waktu lima tahun dari
tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 mempunyai kecendrungan penurunan dari 64
per 100.000 penduduk pada tahun 2002 menjadi 2.6 per 100.000 penduduk pada
tahun 2006.7
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2005 mencatat
angka kesakitan demam tifoid adalah 500 per 100.000 penduduk dengan kematian
(CFR 0,6 % - 5 %).8
Berdasarkan Data Surveilans tahun 2007, insiden demam tifoid tahun 2007
sangat tinggi sebesar 110,7 per 100.000 penduduk. Propinsi Lampung merupakan
propinsi di seluruh Indonesia yang merupakan insiden demam tifoid yang tertinggi
sebesar 344,7 per 100.000 penduduk.9
Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, demam
tifoid yang rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit
terbesar yaitu 661 penderita dari 12876 pasien rawat jalan (5.1%), sedangkan rawat
2
inap di Rumah Sakit menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbesar yaitu sebanyak
1.276 penderita dari 11.182 pasien rawat inap (11.4 %).10
2.3. Etiologi 3,5,6
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan
rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti
di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu
600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
2.4. Patofisiologi 5,11
2.4.1. Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh
Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, dan
di usus halus tepatnya di ileum dan jejunum akan menembus diding usus. Bakteri
3
mencapai folikel limfe usus halus, ikut aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan
limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuclear di
dalam folike limfe, kelenjar limfe mesenterikal, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cari ini organisme dapay mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dri ileum terminal.
2.4.2. Peran endotoksin
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di
dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan
juga menstimulasi sistem imunologik.
2.4.3. Respon imunologik
Pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun selular baik di tingkat
lokal (gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi bagaimana mekanisme
imunologik ini dalam menimbulkan kekebalan maupun eliminasi terhadap
Salmonella typhi tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan bahwa imunitas selular
lebih berperan.
2.5. Manifestasi Klinis 12, 13
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala
klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga
harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status
4
nutrisi dan imunologik penjamu serta lama sakit di rumahnya. Pada anak, periode
inkubasi demam tifoid antara 5 – 40 hari dengan rata-rata antara 10 – 14 hari. Setelah
masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1) Demam
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit.
Demam dapat berlangsung sampai 3 minggu. Penampilan demam pada kasus demam
tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan
berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2) Gangguan pada saluran pencernaan
Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Bau nafas
tidak sedap dapat dijumpai pada penderita beserta bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue) dengan tepi dan
ujungnya kemerahan. Penderita juga dapat mengeluh obstipasi, obstipasi kemudian
disusul episode diare. Banyak dijumpai gejala meteorismus, pada anak Indonesia
lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.
3) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin dapat pula
ditemukan gejala lain. Rose spot suatu ruam makulopapular berwarna merah dengan
ukuran 2 – 4 um sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan
punggung. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang
bradikardi relatif dan mungkin pula epistaksis pada penderita.
5
2.6. Pemeriksaan Penunjang 5,11
Beberapa jenis pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan
diagnosis demam tifoid adalah:
a) Pemeriksaan hematologi dan kimia klinik
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar
hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia, leukopenia,
leukosit normal, hingga leukositosis.Sedangkan pada pemeriksaan kimia klinik
biasanya akan terlihat peningkatan enzim transaminase.
b) Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid yaitu apabila ditemukannya S.typhi dari darah,
urin, tinja, sumsum tulang, atau cairan doedonum penderita yang dibiakkan didalam
cairan empedu selama kurang lebih 5-7 hari. Metode diagnosis mikrobiologik ini
adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati,
kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah
pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian
kultur sumsum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada
minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat
yaitu 85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme
dalam tinja (biakan pada minggu ke-2 dan ke-3) masih dapat ditemukan selama 3
bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman
Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.
c) Diagnosis serologik dengan uji Widal dan Tubex/Thypdot
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap
S.typhi adalah uji widal. Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat
dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella
typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk
6
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam
tifoid.
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar
pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada umumnya
antibodi ini O meningkat di hari ke 6-8 dan antibodi H hari ke 10-12. Jika infeksi
yang terjadi aktif maka titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali
lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a) Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b) Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi
c) Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
Pemeriksaan serologi lain yan tersedia dalah thypdot atau tubex yang
mendeteksi antibodi IgM antibodi spesifik O9 lipopolisakarida S. Thypi. Pemeriksaan
ini mememiliki sensitivitas 70%-80%. Pemeriksaan serologi ini dapat dibaca dalam
waktu 10 menit dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna
dengan nilan > 6 dianggap positif kuat. Namun interpretasinya harus dilakukan
dengan hati hati karena pada kasus tersangka demam tifoid di daerah endemis karena
Igm dapat bertahan sampai 3 bulan sedangkan Ig G sampai 6 bulan.
2.7. Diagnosis Banding 11,12
Pada stadium dini demam tifoid beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis
dapat merupakan diagnosis banding, yaitu :
1) Influenza
2) Gastroenteritis
3) Bronkitis
4) Bronkopneumonia
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti :
1) Tuberkulosis
7
2) Infeksi jamur sistemik
3) Bruselosis
4) Tularemia
5) Shigelosis
6) Leptospirosis
7) Riketsia
8) Malaria
Pada demam tifoid yang berat dapat dipikirkan diagnosis banding berikut :
1) Sepsis
2) Thalasemia
3) Leukemia
4) Penyakit Hodgkin
2.8. Diagnosis 5,13
Diangnosis ditenggak berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan untuk
memperkuat diagnostik dilakukan kultur sebagai gold standar dan pemeriksaan
serologi. Kedua pemeriksaan ini sebaikknya dilakukan pada waktu masuk dan setiap
minggu berikutnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, maka
seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid terutama apabila
gejala khas demam tifoid ini jelas terlihat. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi
S. typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.
typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang
dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan
spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi,
hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif,
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat
dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan
hasil yang cukup baik.
Uji serologi widal merupakan suatu metode serologik yang memeriksa antibodi
aglutinasi terhadap antigen somatik (O) dan flagella (H) yang banyak dipakai untuk
8
membuat diagnosis demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O agglutinin
≥ 1/40 dengan memakai uji Widal menunjukkan hasil positif sekitar 96%. Artinya
apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila
negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O
aglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka
diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan
pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi agglutinin dipakai pada deteksi
pembawa kuman S. typhi (karier).
Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik Widal kurang dapat
dipercaya sebab timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat
timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.
2.9. Tatalaksana 12,13
Adapun rencana tatalaksana pada demam tifoid adalah sebagai berikut :
a) Umum, termasuk :
1. Isolasi
2. Tirah baring selama panas
3. Diet makanan lunak yang mudah dicerna
b) Khusus, yaitu :
1. Eradikasi kuman, dapat menggunakan antibiotik :
a. Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari (bayi < 2 minggu : 25 mg/kgBB/hari)
diberikan per oral dibagi 4 dosis selama 10 – 14 hari
b. Kotrimoksazol 50 mg/kgBB/hari per oral dibagi 3 dosis selama 10 – 14 hari
c. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari per oral dalam 3 – 4 dosis selama 10 – 14
hari
d. Ampisilin 200 mg/kgBB/hari per oral dalam 3 dosis
e. Sefiksim 20 mg/kgBB/hari per oral dalam 2 dosis selama 7 hari
f. Seftriakson 50 mg/kgBB/hari i.v. sehari 1x, selama 5 hari
g. Ofloksasin 15 mg/kgBB/hari per oral selama 2 hari
2. Kortikosteroid digunakan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran
(stupor, koma), gangguan sirkulasi dan gejala berkepanjangan, pilihan berupa :
9
a. Deksametason 3 mg/kgBB dosis inisial, diikuti 1 mg/kgBB/6 jam untuk 48
jam
b. Prednison 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan per oral dibagi 3 dosis
c) Lain-lain, berupa :
1. Vitamin
2. Bila terjadi perdarahan usus puasa selama 24 jam sampai tak ada perdarahan,
diberikan antibiotik per i.v., transfusi bila diperlukan dan operasi (bila terdapat
indikasi)
2.10. Prognosis 11
Umumnya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat berobat.
Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik
atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
1) Panas tinggi.
2) Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, delirium atau koma.
3) Terdapat komplikasi yang berat seperti dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia dan lain-lain.
4) Keadaan gizi penderita buruk.
10
BAB III
Presentasi dan Analisa Kasus
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : P M
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Mns Manyang-Maisarah
No CM : 76-32-09
Tanggal Masuk : 11 November 2012
Tanggal Kasus Diterima : 21 November 2012
II. ANAMNESIS
I. Anamnesis Saat Pasien Masuk (11 November 2012)
1. Keluhan Utama :Mencret
2. Keluhan Tambahan :Demam, batuk kering (+), dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang dengan keluhan mencret, dengan frekuensi sebanyak 4 kali tadi pagi dan sudah terjadi sejak 3 hari yang lalu, kotoran berbentuk cair, air > ampas. Mencret pertama seperti warna putih tapi mencret seterusnya berwarna kuning. Selain mencret pasien juga mengeluhkan muntah-muntah sebanyak 4 kali dalam sehari. Muntah berisi makanan dan minuman yang dimakan. Pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Demam yang dialami besifat naik turun. Meningkat biasanya pada malam hari dan menurun pada siang hari. Demam juga biasanya akan menurun setelah minum obat penurun panas. Batuk kering (+) sejak 3 hari yang lalu, lemas (+), nafsu makan menurun (+). Riwayat perdarahan spontan (-).
11
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sebelumnya pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Abang kandung pasien menderita ASMA. Saudara sepupu menderita DBD kurang lebih 3 bulan yang lalu (dekat rumah).
6. Riwayat Pemakaian Obat :Sanmol syrup
1. Riwayat Persalinan
Pasien lahir pervaginam, di rumah bersalin dan di tolong oleh bidan.
2. Riwayat Pemberian Makanan
0 – 6 bulan : ASI + pisang ayam
6 – 12 bulan : ASI + nasi Tim + bubur Milna
1tahun – 2tahun : ASI + nasi Tim
2tahun – 3tahun : Susu formula + nasi lembek
3. Riwayat Tumbuh Kembang
0-3 Bulan : Mengangkat kepala
4-6 Bulan : Tengkurap
7-9 Bulan : Duduk
10-12 Bulan : Berdiri dan berjalan
4. Riwayat Imunisasi
Orang tua Os mengaku imunisasi lengkap.
5. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Tampak sakit, lemas, lesu- Kesadaran : delirum- Nadi : 94 x/menit- Pernafasan : 22 x/menit- Suhu : 37,9oC- Keadaan Gizi : Cukup
Kulit
12
Warna : Sawo Matang
Turgor : Cepat Kembali
Parut Cacar : (-)
Cyanosis : (-)
Icterus : (-)
Oedema : (-)
Anemia : (-)
Kepala Rambut : Hitam, sukar dicabut
Wajah : Simetris, oedema (-), deformitas (-)
Mata : Conjunctiva pucat ( -/- ), ikterik (-
/- ), sekret (-
/- ), refleks cahaya (+/+),
Pupil isokor bulat 3 mm/3 mm
Telinga : Serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Mulut :
- Bibir : Bibir kering ( + ), mukosa kering (+), sianosis ( - ).
- Lidah : Tremor (+), beslaque ( + ), hiperemis ( - ).
- Tonsil : Hiperemis (-/- ) T1 – T1,
LeherInspeksi : Simetris, retraksi ( - )Palpasi : TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran KGB ( - )
Thorax Inspeksi
- Statis : Simetris, cardic bulging ( - ), bentuk normochest
13
- Dinamis : Pernafasan thoracoabdominal, retraksi suprasternal ( - ) retraksi
intercostal ( - ), retraksi epigastrium ( - )
Paru Inspeksi : Simetris statis, dinamis
Palpasi : Kanan KiriDepan Fremitus N Fremitus N Belakang Fremitus N Fremitus N
PerkusiDepan sonor sonor
Belakang sonor sonor
AuskultasiDepan vesikuler vesikuler Belakang vesikuler vesikuler
JantungInspeksi : Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi : Ictus Cordis teraba, thrill ( - )Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : Sela iga II Kiri : dua jari medial linea mid-clavicularir
Kanan : linea parasternal kananAuskultasi : BJ I > BJ II , murmur ( - ), gallop ( - )
AbdomenInspeksi : Simetris, distensi ( - ), vena kolateral ( - ) Palpasi : Nyeri Tekan ( + ), defans muscular ( - )
Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Ginjal : Ballotement tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)Auskultasi : Peristaltik meningkat
Genetalia : Tidak diperiksaAnus : Tidak diperiksaTulang Belakang : SimetrisKelenjar Limfe : Pembesaran KGB ( - )
14
Ekstremitas : Superior Inferior Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - - Oedema - - - -
6. Hasil laboratorium tanggal 11 November 2012
HEMATOLOGI
Hb : 11,8 gr/dl
Leukosit : 7x10³ /ul
Hematokrit : 34 %
KIMIA KLINIK
Ureum : 19 mg/dl
KGDS : 83 mg/dl
SEROLOGI
Dangue Blot IgG : Negatif
Dangue Blot IgM : Negatif
7. Diferensial Diagnosa1. Demam tifoid2. Malaria3. ISK4. GEA
Diagnosa Sementara/Diagnosa KerjaDemam Tifoid
8. Rencana Pemeriksaan Penunjang1. Widal test2. DDR3. Darah rutin
Terapi- Bed rest- Observasi febris- IVFD Ringer Laktat 10 gtt/i - Paracetamol 3 x 250 mg- Zink 1 x 10 mg- Dialac 3 x 1
15
II. Reanamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Kembali (21 September 2012)
1. Keluhan Utama : Demam, mencret sudah tidak dirasakan lagi.
2. Keluhan tambahan : Batuk kering
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mencret, dengan frekuensi sebanyak 4 kali tadi pagi dan sudah terjadi sejak 3 hari yang lalu, kotoran berbentuk cair, air > ampas. Mencret pertama seperti warna putih tapi mencret seterusnya berwarna kuning. Tapi, sekarang pasien tidak mengeluhkan mencret lagi semenjak tanggal 14-11-2012. Selain mencret pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak 17 hari yang lalu. Demam yang dialami besifat naik turun. Meningkat biasanya pada malam hari dan menurun pada siang hari. Demam juga biasanya akan menurun setelah minum obat penurun panas. Batuk kering (+) sejak 13 hari yang lalu, lemas (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-). Riwayat perdarahan spontan (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Sebelumnya pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Abang kandung pasien menderita Asma. Saudara sepupu terkena DBD sejak
3 bulan yang lalu, tempat tinggalnya di dekat rumah.
6. Riwayat Penggunaan ObatSanmol sirup.
7. Riwayat KelahiranPasien lahir dengan normal di tolong bidan.
8. Riwayat Pemberian Makanan 0 – 6 bulan : ASI + pisang ayam
6 – 12 bulan : ASI + nasi Tim + bubur Milna
1tahun – 2tahun : ASI + nasi Tim
2tahun – 3tahun : Susu formula + nasi lembek
9. Riwayat Tumbuh Kembang
0-3 Bulan : Mengangkat kepala
4-6 Bulan : Tengkurap
7-9 Bulan : Duduk
10-12 Bulan : Berdiri dan berjalan
16
9. Riwayat Imunisasi
Orang tua Os mengaku imunisasi lengkap.
10. Riwayat Persalinan
Os lahir dengan persalinan normal dan segera menangis.
III. STATUS PRESENT
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg
- Heart rate : 88 x / menit
- Respiratory rate : 24 x / menit
- Temperatur : 38,7 ˚C
- Berat Badan Sekarang : 23kg
- Tinggi Badan Sekarang : 127cm
- Status Gizi :
-BBU
× 100 %=79,3%= gizi kurang
-TBU
×100 %=95,4 % = gizi baik
-BBTB
× 100 %=%
- Kesimpulan: Gizi kurang
IV. STATUS INTERNUS
a. Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : kembali cepat
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Oedema : (-)
Anemia : (-)
b. Kepala
Rambut : hitam, lebat, distribusi merata
17
Wajah : Simetris, edema (-)
Mata : Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-),sekret (-/-
), refleks
cahaya (+/+), Pupil isokor bulat 3 mm/3 mm
Telinga : Serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Mulut : Dalam batas normal
Kesimetrisan : Simetris.
Bibir : Bibir pucat (-), mucosa basah (+), sianosis (-)
Plica nasolabialis : Hilang (-/-)
Menggembungkan pipi : (-/-)
Lidah : Tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : Hiperemis (-/-)
Faring : Hiperemis (-)
c. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-)
d. Thorax
Inspeksi
Statis : kesan normal
Dinamis : kesan normal
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Palpasi :
Stem Fremitus Paru Kanan Paru Kiri
Lapangan Paru Atas Normal Normal
Lapangan Paru Tengah Normal Normal
Lapangan Paru Bawah Normal Normal
Perkusi:
Paru Kanan Paru Kiri
Lapangan Paru Atas Sonor Sonor
Lapangan Paru Tengah Sonor Sonor
Lapangan Paru Bawah Sonor Sonor
18
Auskultasi :
Suara Nafas Pokok Paru Kanan Paru Kiri
Lapangan Paru Atas Vesikuler Vesikuler
Lapangan Paru Tengah Vesikuler Vesikuler
Lapangan Paru Bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Nafas Tambahan Paru Kanan Paru Kiri
Lapangan Paru Atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lapangan Paru Tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lapangan Paru Bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
e. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Auskultasi : BJ I > BJ II, bising (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (+)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
g. Genitalia : Tidak diperiksa
h. Anus : Dalam batas normal
i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
j. Ekstremitas :
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
19
Oedema - - - -
Fraktur
-
-
- - - -
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Widal test
- Urin Rutin
VII. Hasil Laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 11 November 2012
HEMATOLOGI
Hb : 11,8 gr/dl
Leukosit : 7x10³ /ul
Hematokrit : 34 %
KIMIA KLINIK
Ureum : 19 mg/dl
KGDS : 83 mg/dl
SEROLOGI
Dangue Blot IgG : Negatif
Dangue Blot IgM : Negatif
Hasil laboratorium tanggal 12 November 2012
HEMATOLOGI
Hb : 10,6 gr/dl
Leukosit : 8,2 x10³ /ul
Hematokrit : 31 %
Trombosit : 90 x10³ /ul
WIDAL TEST :
20
TITER
S. Thypi P. Thypi A P. Thypi A P. Thypi C
Antigen O 1/320 Negatif 1/320 Negatif
Antigen H Negatif 1/160 Negatif Negatif
Hasil laboratorium tanggal 13 November 2012
HEMATOLOGI
Hb : 10,9 gr/dl
Leukosit : 7,8 x10³ /ul
LED : 50 mm/jam
Eritrosit : 4 x10³ /ul
Trombosit : 105 x10³ /ul
Hematokrit : 30 %
MCV : 76 ll
MCH : 27 pg
MCH : 27 pg
MCHC : 35 g/dl
Hit. Jenis
(%)
Eos
(1-3)
Bas
(0-1)
N. Blg
(2-6)
N. Seg
(50-70)
Lim
(25-40)
Mo
(2-8)
0 0 2 74 19 5
KIMIA KLINIK
Protein total : 7,0 U/L
Albumin : 4,4 g/dl
Globulin : 2,6 g/dl
SGOT : 64 U/L
SGPT : 29 U/L
Alk. Posfatase : 164 U/L
21
Gula Darah Acak : 106 mg/dl
Hasil laboratorium tanggal 14 November 2012
URINALISIS
Berat Jenis : 1.005 mg/dl
PH : 9
Leukosit : Negatif
Nitrit : Negatif
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Uribilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Blood : Negatif
SEDIMEN URINE
Eritrosit :1-2/LPB
Leukosit :1-2/LBP
Epitel :1-2/LPK
FESES RUTIN
Warna : Coklat
Bau : Khas
Konsistensi : Lunak
Lendir : Negatif
Darah : Negatif
Eritrosit : Negatif
Leukosit : Negatif
Telur Cacing : Negatif
Parasit : Negatif
Hasil laboratorium tanggal 19 November 2012
HEMATOLOGI
Hb : 11,8 gr/dl
22
Leukosit : 5,0 x10³ /ul
LED : 42 mm/jam
Trombosit : 395 x10³ /ul
Hematokrit : 33 %
Parasit Malaria : Negatif
Hit. Jenis
(%)
Eos
(1-3)
Bas
(0-1)
N. Blg
(2-6)
N. Seg
(50-70)
Lim
(25-40)
Mo
(2-8)
0 0 0 65 22 13
VIII. Diagnosa Sementara/Diagnosa KerjaDemam Tifoid
IX. Terapi Bed rest Kompres jika demam IVFD Dex 5% Nacl 0,45% = 20 gtt/i mikro Nicodril syr 3 x ¾ cth Paracetamol syr 2 x cth2 (k/p) dapat diberikan /4 jam Zink 1 x 10 mg (H9) Dialac 3 x 1 (k/p) Indoralit 50cc – 100cc x/mencret (k/p) Diet MBII 2300 kkal dengan 46 gr protein Inj. Kloromphenikol 500 mg/6jam/iv
X. Prognosis
Umunya prognosis baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita
yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi kurang buruk apabila terdapat gejala klinis
berupa :
1. Panas tinggi
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, delirium, atau koma
3. Terdapat komplikasi berat seperti peritonitis, sepsis, atau meningitis
4. Keadaan gizi penderita buruk.
XI. Analisa Kasus
23
InkubasiSelama 15 hari& asimtomatik
40◦C
37 ◦C 0 7 21 hari Masa invasi Bakteremia Penyembuhan Sakit kepalademam menetapkarier Lemas dan lesuhepatomegali relaps Tidak enak perutsplenomegalikomplikasi Konstipasi konstipasi Diare diare Lidah kotor
Demam tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Setelah seseorang terinfeksi S. Typhi periode asimtomatik berlangsung
7 sampai 14 hari. Awitan bakteremia ditandai dengan munculnya demam dan
malaise. Pasien pada umunya datang ke rumah sakit menjelang akhir minggu
pertama setelah terjadi gejala demam yang biasanya meningkat pada malam
hari dan turun pada siang, gejala mirip infuenza, nyeri kepala, anoreksia,
nausea, nyeri perut, batuk kering, dan mialgia. Setelah melewati minggu
pertama gejala gastrointestinal mulai menonjol seperti lidah kotor, nyeri
abdomen, diare atau konstipasi, hepatomegali dan splenomegali. Pada minggu
ini demam juga akan meningkat secara progresif, seringkali tinggi dan
menetap (39-40 C). Memasuki minggu ketiga komplikasi bisa saja terjadi dan
biasanya terjadi pada 10%-15% kasus. Komplikasi yang sering terjadi adalah
perforasi saliran cerna dan ensepalopati tifoid.
Gambar 3.1 Perjalanan penyakit demam tifoid
Kondisi ini sudah sesuai dengan pasien yang datang kerumah sakit pada akhir
minggu pertama atau setelah 7 hari demam. Gejala yang ditemukan adalah
demam bersifat naik turun dan biasanya meningkat pada malam hari dan
menurun pada siang hari. Selain itu pasien juga mengeluhkan gejala seperti
flu pada awal penyakit yaitu batuk berdahak. Sejalan dengan perjalan
penyakit pasien juga mengeluhkan sakit perut, lemas, mencret, BAK kuning
24
ditambah lagi dengan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik juga
ditemukan adanya lidah kotor dan nyeri tekan di seluruh lapangan perut Hal
ini sesuai dengan alur perjalanan penyakit demam tifoid yang diterlihat di
gambar di atas. Namun pada pasien ini tidak ditemukannya adanya
hepatomegali dan splenomegali hal ini bisa disebabkan karena cepatnya
pemberian antibiotik sehingga peredaran bakteri di hepar dan lier tidak
berlangsung lama sehingga menimbulkan organomegali.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini yaitu dari
pemeriksaan hematologi, serologi yaitu melalui widal test, Widal test yang
positif (titer aglutinin O untuk S. Thypi 1/320) pada minggu ke dua juga
menunjukkan adanya infeksi Salmonella thypi. Hal ini sesuai dengan hasil
laboratorium yang dapat kita temukan apabila seseorang terinfeksi S. Thypi.
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar
hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia,
leukopenia, leukosit normal hingga leukositosis. Pemeriksaan fungsi hati
dapat berubah namun gangguan hati yang bermakna jarang ditemukan.
Pemeriksaan widal test memiliki sensitivitas 40%, spesifitas 91,4% dan nilai
prediksi positif 80%. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada akhir minggu
pertama dan selanjutnya karena aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada
minggu kelima atau keenam sakit. Titer aglutinin O yang positif dapat
berbeda dari >1/80 sampai >1/320 antar laboratorium tergantung endemitas
demam tifoid dimasyarakat setempat. Namun sebaiknya pemeriksaan tes
serologi widal dilakukan dua kali pengambilan spesimen yaitu pada masa
akut dan masa konvalensi dengan interval waktu 10-14 hari. Pengambilan
tunggal pada fase akut sebaiknya dihindari karena tidak dapat membedakan
apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru atau infeksi lama. Pada pasien
ini hanya dilakukan 1 kali pengambilan sampel untuk uji widal pada hari sakit
yaitu pada akhir minggu pertama karena 10 hari kemudian pasien pulang.
Gold standar dalam menentukan infeksi demam tifoid adalah biakan
empedu. Sampel untuk kultur dapat diambil dari darah, sumsum tulang, tinja
dan urin. Sampel darah diambil saat demam tinggi pada minggu ke-1. Sampel
25
tinja dan urin pada minggu ke-2 dan minggu selanjutnya. Kultur memerlukan
waktu kurang lebih 5-7 hari. Sampel ditanam dalam biakan empedu (gaal
culture). Pada pasien ini kultur Empedu tidak dilakukan karena membutuhkan
waktu yang lama sedangkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium sudah menunjang untuk ditegakkan diagnosa
demam tifoid. Selain itu prognosis demam tifoid juga ditentukan oleh
cepatnya pasien berobat, jadi apabila menunggu hasil biakan empedu untuk
memberikan anti biotik maka hal ini akan memperburuk prognosis pasien.
Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada
negara berkembang didasarkan pada faktor efikasi, ketersediaan dan biakan.
Berdasarkan ketiga hal tersebut kloramfenikol masih masih menjadi obat pilihan
utama pengobatan demam tifoid pada anak dengan dosis. Namun obat ini
memiliki efek samping berupa anemia aplastik yang serius dan berpotensi fatal,
agranulositosis yang menginduksi leukimia dan menyebabkan gray baby
syndrom. Selain itu obat ini dapat juga memiliki angka relaps yang tinggi dan
tidak bisa digunakan untuk mengobati karier s. Typhi. Namun untuk daerah
dimana terdapat keterbatasan biaya dan ketersediaan untuk obat jenis lain,
membuat obat ini masih digunakan sebagai obat lini utama. Pasien di rumah sakit
RSUDZA mendapatkan obat cefriaxone dengan dosis 80 mg/kgbb/24 jam yang
di bagi dua dosis. Obat ini bisa digunakan untuk demam tifoid dengan komplikasi
atau demam tifoid yang sudah resistensi dengan waktu penyembuhan lebih cepat.
Pemberian obat ini sebaiknya selama 14 hari.
26
XII. Follow Up
Tanggal
11/09/12
H0
BB=23 kg
TB=127cm
VS/
HR : 98 x/i
RR : 22 x/i
T : 37,50C
KU :
Demam sejak 7
hari yang lalu,
demam naik
turun terutama
setiap malam
(+)
KT :
Muntah (+),
batuk kering
(+), sakit perut
(+), BAK
kuning (+),
lemah (+),
mencret (+),
riwayat
perdarahan (-),
saat os dirawat
merupakan hari
sakit ke-7.
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-)
sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : simetris, deviasi (-/-)
Mulut : lidah berselaput (+),
ujung bibir terdapat ulkus (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik
meningkat. H/L/R tidak teraba
Extremitas :
- Superior pucat (-/-)
edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-)
edema (-/-)
DD:
1. Demam
tifoid
2. Malaria
3. Demam
dengue
4. ISK
5. GE
Terapi :
- IVFD Ringer
Laktat 10 gtt/i
- Paracetamol 3 x
250mg
- Zink 1 x 10 mg
- Dialac 3 x 1
Planning/
- Widal test
- Darah rutin
- DDR
- Observasi
27
Tanggal
12/09/12
H1
BB=23 kg
TB=127cm
VS/
HR : 94 x/i
RR : 22 x/i
T : 37,90C
S/
Demam
(+),
Batuk
kering
(+),sakit
perut (+),
mencret
(+), lemah
(+), BAK
kuning (+),
sesak (-),
sakit sendi
(-), minum
dan makan
sedikit
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat
(-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : bibir normal, sudut
mulut ulkus (+), lidah
berselaput (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel,
peristaltik (↑↑).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema
(-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema
(-/-)
DD:
1. Demam
tifoid
2. Malaria
3. ISK
4. Diare akut
tanpa
dehidrasi
Terapi :
- IVFD Ringer Laktat 40
gtt/i mikro
- Paracetamol 3 x 250mg
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H2) =
600cc
- Dialac 3 x 1
Planning/
- Monitor suhu/4 jam
(kurva demam)
28
Tanggal
13/09/12
H2
BB=23 kg
TB=127cm
VS/
HR : 90 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,00C
TD : 100/60 mmHg
S/
Demam (+), Batuk berdahak (+), mencret (+), lemah dan lesu mulai berkurang, sakit perut mulai berkurang, BAK kuning (+)
Makan : 4 sendok makan
Minum : sekitar 600 cc
BAB : hari ini tidak ada
BAK : sekitar 330 cc
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (+), sudut mulut berselaput membaik
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (↑↑).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
DD:
1. Demam tifoid
2. Malaria
3. ISK
4. Diare Akut Tanpa dehidrasi
Terapi :
- IVFD Ringer Laktat 38
gtt/i mikro
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H3) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
29
Tanggal
14/09/12
H3
BB=23
kg
TB=127cm
VS/
HR : 90 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,00C
TD : 100/60 mmHg
S/
Demam (+), Batuk berdahak (+), mencret (+), lemah dan lesu mulai berkurang, sakit perut mulai berkurang, BAK kuning (+)
Makan : 4 sendok makan
Minum : sekitar 600 cc
BAB : hari ini tidak ada
BAK : sekitar 330 cc
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (+), sudut mulut berselaput membaik
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (↑↑).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
DD:
5. Demam tifoid
6. Malaria
7. ISK
8. Diare Akut Tanpa dehidrasi
- IVFD Ringer Laktat 38 gtt/i mikro
- Paracetamol syr 2 x cth 2 (k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H4) = 600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x mencret
30
Tanggal
15/09/12
H4
BB=23
kg
TB=127cm
VS/
HR : 90 x/i
RR : 20 x/i
T : 35,50C
TD : 90/70 mmHg
KU :
Demam (-)Batuk kering sesekali (+), lemas (+).
Makan : ada tapi sedikit
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45% 1500cc/ 24jam
- Inj Ceftriaxon 1 mg/12 jam
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H5) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
31
Tanggal
16/09/12
H5
BB=23
kg
TB=127cm
VS/
HR : 82 x/i
RR : 20 x/i
T : 35,90C
TD : 100/60 mmHg
KU :
Demam (-)Batuk kering sesekali (+), lemas (+).
Makan : ada tapi sedikit
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45% 1500cc/ 24jam
- Inj Ceftriaxon 1 mg/12 jam (H2)
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H6) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
- Nicodril syr 3 x ¾ cth1
32
Tanggal
17/09/12
H6\
BB=23
kg
TB=127cm
VS/
HR : 120 x/i
RR : 28 x/i
T : 38,10C
TD : 100/60 mmHg
KU :
Demam (+)Batuk kering (+), lemas (+).
Makan : ada tapi sedikit
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45% 1500cc/ 24jam= 82 gtt/i mikro
- Inj Ceftriaxon 1 mg/12 jam (H3)
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H7) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
- Nicodril syr 3 x ¾ cth1
Jam 13.45 = T :390C
IVFD naikin 20% = 26 gtt/i mikro
Paracetamol 2c cth 2 dapat diberikan/4 jam jika demam.
Kompres.
33
34
Tanggal
18/09/12
H7
BB=23 kg
TB=127cm
VS/
HR : 120 x/i
RR : 28 x/i
T : 38,10C
TD : 100/60 mmHg
KU :
Demam (+)Batuk kering (+), lemas (+).Tangan bengkak karena infus.
Makan : ada tapi sedikit
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45% 1500cc/ 24jam= 35 gtt/i makro
- Inj Ceftriaxon 1 mg/12 jam (H4)
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H8) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
- Nicodril syr 3 x ¾ cth1
P/ DDR, Darah Tepi
Tanggal
19/09/12
H8
BB=23
kg
TB=127cm
VS/
HR :84 x/i
RR : 20 x/i
T : 35,20C
TD : 100/60 mmHg
KU :
Demam (-)Batuk kering (+), lemas (+).Tangan kiri bengkak karena infus.
Makan : ada tapi sedikit
Minum : 300cc
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45% 1500cc/ 24jam= 20 gtt/i makro
- Inj Ceftriaxon 1 mg/12 jam (H5)
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H9) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
- Kompres
- Nicodril syr 3 x ¾ cth1
Tanggal
20/09/12
VS/
HR :88 x/i
KU :
Demam (+)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45%
35
H9
BB=23
kg
TB=127cm
RR : 24 x/i
T : 38,70C
TD : 100/60 mmHg
Batuk kering (+), lemas (+).Tangan bengkak karena infus.
Makan : teratur 4 sendok sekali makan.
Minum : 600cc
Mata : conj. palp inf pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
= 20gtt/i makro
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H10) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
- Nicodril syr 3 x ¾ cth1
- Diet MBII 2300 kkal
dengan 46 gr protein.
- Inj Kloromphenikole 500
mg/6jam/iv
Tanggal
21/09/12
VS/
HR :88 x/i
KU :
Demam (+)Batuk kering
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normal
Mata : conj. palp inf pucat
Diagnosis:
Demam tifoid
Terapi :
- IVFD D 5% NaCl 0,45% = 20gtt/i makro
36
H10
BB=23
kg
TB=127cm
RR : 24 x/i
T : 38,70C
TD : 100/60 mmHg
(+), lemas (+).Tangan bengkak karena infus.
Makan : teratur 4 sendok sekali makan.
Minum : 600cc
(-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normal
Hidung : normal
Mulut : lidah berselaput (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris, vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-).
Cor : BJ I > BJ II, bising (-).
Abdomen : soepel, peristaltik (+), organomegali (-).
Extremitas :
- Superior pucat (-/-), edema (-/-)
- Inferior pucat (-/-), edema (-/-)
- Paracetamol syr 2 x cth 2
(k/p)
- Zink 1 x 10 mg (H11) =
600cc
- Dialac 3 x 1
- Indoralit 50cc – 100cc/x
mencret
- Nicodril syr 3 x ¾ cth1
- Diet MBII 2300 kkal
dengan 46 gr protein.
- Inj Kloromphenikole 500
mg/6jam/iv
XIII. RESUME
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonella
paratyphi. Bakteri ini masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman melalui
mulut. Manifestasi klinis penyakit ini sangat bervariasi tergantung galur Salmonella,
status nutrisi dan imunologik serta lama sakit di rumahnya. Penengakan diagnosis
dapat dilakukan melalui manifestasi klinis, uji serologi, dan biakan bakteri.
Pengobatan demam tifoid dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sesuai.
Semakin cepat penegakan diagnosis yang dilakukan semakin cepat penanganan yang
diberikan maka prognosis pada penyakit ini akan semakin baik.
37
Kurva Demam
38
39
40
Daftar Pustaka
1. Brooks GF., Janet SB., dan Stephen AM. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit EGC. Jakarta. 2005.
2. Crump. J.A, dkk. The Global Burden of Thypoid fever.2004. Buletin WHO.3. Ditjen PP & PL. Depkes RI. 2006. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2005. Jakarta.4. Ditjen PP & PL. Depkes RI. 2008. Data Surveilans Epidemiologi Tahun 2007.
Jakarta.5. Ditjen P2M & PL. Depkes RI, 2005. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid Bagi
Tenaga Kesehatan. Jakarta.6. Ditjen PP & PL. Depkes RI, 2007. Buku Data 2006. Subdit Surveilans
Epidemiologi. Dit. Sepim Keswa. Ditjen PP & PL. Depkes RI.2007.7. Depkes RI, 2008. Millenium Development Goals 2015. Jakarta.8. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara 2008. Profil Kesehatan Propinsi
Sumatera Utara Tahun 2008. Sumatera Utara.9. Eddy Soewandojo Soewand. Seri Penyakit Tropik Infeksi; Perkembangan
Terkini Dalam Pengelolaan. Beberapa Penyakit Tropik Infeksi. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya. 2002.
10. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disoder: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.
11. Garna H dan Heda MD. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-3. Penerbit Small & Smart Bandung. Bandung. 2005.
12. Rusepno Hasan. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Jakarta. 2005.
13. Soedarno SS, Garna H, Hadinegoro SR. Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2002.
41