Upload
sinta-fatmala-sari
View
129
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis diAsia, Afrika,
Amerika Latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid diseluruh dunia dan
diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia
menempati urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasusdengan
400,000 kematian setiap tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91 % berusia 3-19 tahun dengan
angka kematian 20,000 pertahunnya. Di Indonesia, 14 % demam enteris di sebabkan oleh
sallmonella parathypii A. Demam thypoid pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini
banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutupi kemungkinan untuk orang dewas.
Penyebabnya adalah kuman sallmonella thypii atau sallmonella parathypii A, B, dan C.
Penyakit thypus abdominallis sangat cepat penularannya yaitu melalui kontak dengan
seseorang yang menderita penyakit thypus, kurangnya kebersihan pada minuman dan
makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk
pembiakan bakteri sallmonella, pembuangan kotoran yang tidak memenuhi syarat dan
kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit
thypus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi di dalam
dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid Fever atau Thypus Andominallis, karena pada
umunya kuman menyerang usus, maka usus bisa menjadi luka dan menyebabkan
pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
1.2 Rumusan masalah
Apa konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid ?
1
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Tujuan umum : mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam
Thypoid serta mengimplementasikan asuhan keperawatan Demam Typoid
dilapangan.
1.3.2 Tujuan khusus : mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada
penyakit Demam Thypoid
1.4 Manfaat
1.4.1 Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit demam thypoid
1.4.2 Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengandemam thypoid
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Typi dan Salmonella paratypi A, B, C (Widoyono, 2011).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Demam Typhoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan oleh Salmonella Typi atau salmonella
paratypi A,B,C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi dengan disertai gangguan sistem pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1. Sistem Pencernaan Tubuh Manusia(Sumber : Syaifuddin, 1997)
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
3
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar
(M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong
(jejenum) dan usus penyerapan (ileum).
Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi,
penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus
penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum,
yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
4
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari
usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit
sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c. Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum
dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral
atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
2. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan
dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna
makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
3. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus
besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
5
herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil,
yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
4. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.
Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
5. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan
dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar
dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
6
2.3 Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A, B dan C. Ada
dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
2.4 Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan
gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam
pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.
2.5 Manifestasi klinis
Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari.
2.5.1 Minggu I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
7
2.5.2 Minggu II pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran.
2.6 Epidemiologi Demam Typhoid
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata
antara insiden pada laki-laki dan perempuan.
Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40
tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)
a) Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.
b) Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
c) Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
hygiene dan sanitasi yang rendah.
2.7 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
2.7.1 Komplikasi Intestinal
a) Pendarahan usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah
ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b) Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam
8
tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
2.7.2 Komplikasi Ekstraintestinal
a) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c) Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis.
d) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.
e) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
2.8 Penatalaksanaan
1. Perawat
a. Bedrest kurang lebih 14 hari : mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi sesuai dengan kondisi.
c. Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah decubitus.
2. Diet
a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Obatpilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sumsum tulang, dosis 50-
100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek sampingnya adalah anaplastik anemia.
Obat lain : kontrimoksazol (TMP 8-10 mg/ kgBB dibagi 2 dosis)
a) Ampisilin
9
b) Amoxicillin
2.9 Pemeriksaan diagnostik
1. Tubex TF, spesifik mendeteksi Ig M antibody s thypii 09 LPS antigen Sthypii dan
salmonella sero group D bakteri.
2. Uji Widal, untuk mendeteksi adanya bakteri salmonella thypii
3. Pemeriksaan darah tepi, untuk melihat tingkat leukosit dalam darah, adanya leukopenia,
etc.
4. Pemeriksaan urin, untuk melihat adanya bakteri salmonella thypii dan leukosit.
5. Pemeriksaan feses, untuk melihat adanya lendir dan darah yang dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
6. Pemeriksaan sumsum tulang, untuk mendeteksi adanya makrofag.
7. Serologis, untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin)
8. Radiologi, untuk mengetahui adanya komplikasi dari demam typhoid
9. Pemeriksaan SGOT dan SGPT, SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
10
2.10 WOC Typhoid
Kontaminasi salmonella typiiPada makanan dan minuman
Masuk dalam lambung
Lolos dariasam lambung Dimusnahkan olehAsam lambung
Bakteri masuk usus halus
Masuk pembuluh limfe
Perdarahan darah(bakteremia primer)
Masuk retikulo endotelial(RES) terutama hati dan limfa
Berkembang biak masuk aliran darahDihati dan limfa (bakteri sekunder)
Splenomegali & Hepatomegali Empedu Endotoksin
Penurunan/peningkatan Lesi plak peyer terjadi kerusakan selMobilitas usus
Erosi merangsang pelepasan zatPenurunan/peningkatan epirogen oleh leukositPeristaltik usus
Zat pirogen beredar dalam darahKonstipasi/diare Peningkatan asam
Lambung mempengaruhi pusat thermoregulatorDi hipotalamus
anorexia, mual, muntah
Intake turun
BAB 3
11
Gangguan pada eliminasi
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Hipertermi
Potensial defisit vol. cairan
Nyeri tekan
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.T DENGAN THYPOID
DI RUANG INAYAH KAMAR 11
PKU MUHAMMADIYAH GAMBONG
3.1 PENGKAJIAN
Tanggal masuk RS : 10-05-2011
Jam masuk RS : 19.45 WIB
Tanggal pengkajian : 15-05-2011
Jam pengkajian : 20.30 WIB
Pengkaji : Ira Indra Imawati
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : An.T
Tempat/tgl lahir : Kebumen,06-11-2006
Umur : 4,6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Bahasa yang dimengerti : Jawa/Indonesia
Dx Medis : Thypoid
No Rekam Medis : 0198092
Orang tua/wali :
Nama ayah/ibu/wali : Tn.K
12
Pekerjaan ayah/ibu/wali : Buruh
Alamat ayah/ibu/wali : Wonorejo,1/2 karanganyar
2. KELUHAN UTAMA
Pasien panas .
3. RIWAYAT KELUHAN SAAT INI
Pada tanggal 10 mei 20011 pukul 19.45 WIB klien di bawa ke IGD PKU
Muhammadiyah Gombong dengan keluhan panas sejak 5 hari yang lalu, pusing, mual,
lemes. Pada saat di IGD pasien mendapatkan terapy Aminopilin 2x300 g/l, amoxilin
g/l, Infus RL 12tpm, puyer (Paracetamol 250mg 3x1). Tanda-tanda vital Nadi di IGD;
110 x/mnt, suhu; 40º C, RR ; 16x/mnt, BB; 12Kg
Pasien dibawa ke bangsal inayah sekitar jam 20.00 WIB. Pada saat di ruangan
Kondisi klien tampak lemas, akral hangat, pusing, pasien mual, tidak mau makan,
tanda tanda vital; S: 38,8 0C, N: 100x/m, R:20x/m.
4. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Prenatal :
Selama kehamilan ibu klien melakukan ANC ke bidan secara teratur sesuai
dengan anjuran dari bidan, selama hamil tidak ada keluhan dan penyakit yang
diderita ibu klien
2. Perinatal dan post natal :
An. N lahir spontan ditolong bidan, BBL 3,2 kg, langsung menangis.
3. Penyakit yang pernah diderita :
Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah sakit yang mengharuskan dirawat di
RS, baru kali ini.
4. Hospitalisasi/tindakan operasi :
Klien belum pernah mengalami hospitalisasi sebelum sakit yang sekarang.
5. Injuri/kecelakaan :
Ibu klien mengatakan anaknya belum pernah mengalami kecelakaan
6. Alergi :
Ibu klien mengatakan anaknya tidak mempunyai riwayat alergi demikian juga
dengan keluarga, tidak ada yang mempunyai riwayat alergi.
7. Imunisasi dan tes laboratorium :
13
Ibu klien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap.
8. Pengobatan :
Apabila klien sakit ibu klien membawa ke bidan atau dokter.
5. RIWAYAT SOSIAL :
1. Yang mengasuh : Yang mengasuh klien adalah ibunya
sendiri
2. Hubungan dengan anggota keluarga :Hubungan dengan keluarga dan orang
lain baik, komunikasi masih belum lancar karena masih dalam taraf
perkembangan.
3. Hubungan dengan teman sebaya : Hubungan dengan teman sebaya baik
4. Pembawaan secara umum :Klien nampak pendiam,
kooperatif, tidak takut dengan petugas
6. RIWAYAT KELUARGA
1. Sosial ekonomi : Ibu klien sebagai seorang ibu rumah tangga dan bapak
klien sebagai buruh.
2. Lingkungan rumah : Ibu klien mengatakan lingkungan rumahnya cukup
bersih dan ventilasi udara cukup, lantai rumah dari semen, jumlah jendela 6 buah,
tidak ada sumber polusi yang dekat dengan rumahnya.
3. Penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga, saudara yang mempunyai
penyakit menular ataupun menurun.
7. PENGKAJIAN TINGKAT PERKEMBANGAN SAAT INI
1. Personal sosial
Pada usia 4,6 tahun sesuai DDST klien sudah bisa memakai baju, gosok gigi
dengan bantuan ibunya, cuci dan mengeringkan tangan, menyebutkan nama
temanya.
2. Motorik halus
Pada usia 4,6 tahun sesuai DDST klien sudah bisa membuat menara dari 6 kubus,
meniru garis vertikal.
3. Bahasa
14
Pada usia 4,6 tahun sesuai DDST klien sudah bisa bicara cukup mengerti,
menyebut 4 gambar, mengatakan 2 nama kegiatan
4. Motorik kasar
Pada usia 4,6 tahun sesuai DDST klien sudah bisa melompat dan melempar bola
lengan ke atas Interpretasi Pertumbuhan dan perkembangan normal
8. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN KLIEN
1. Pemeliharaan kesehatan :
Selama ini apabila anaknya sakit atau ada anggota keluarga yang sakit maka
akan priksa ke bidan kalau tidak sembuh dibawa ke dokter ataupun di bawa ke
rumahsakit
2. Nutrisi :
Saat ini klien mendapatkan diet bubur kasar, ibu klien mengatakan klien susah
makan sejak sebelum sakit biasanya hanya makan pagi dan sore saja dan paling
hanya 8- 10 sendok makan, pada saat dikaji ibu klien mengatakan klien makan
hanya 1-3 sendok. Ibu klien mengatakan anaknya muntah.
3. Cairan :
Sebelum sakit klien minum susu 1-3 gelas perhari, selama sakit klien minum
susu 1 gelas dan kadang minum air putih serta mendapatkan terapi cairan IV RL.
4. Aktivitas :
Sebelum sakit klien tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dapat bermain dengan
teman-teman sebayanya di rumah, sekarang klien hanya tiduran, tidak bisa
beraktifitas seperti biasanya, ADL dibantu oleh ibunya dan perawat.
5. Tidur dan istirahat :
Sebelum sakit klien tidur sekitar pukul 19.30 s.d 05.00, tidur siang 2x dengan
konsistensi 1 jam , pada saat sakit klien tidur sekitar jam 20.00 sampai jam 05.00,
tidur siang sekitar 3 jam dengan konsistensi 1 jam.
6. Eliminasi :
Sebelum sakit klien biasanya BAB 1x /hari BAK: 4-6x/hari
Pada saat dikaji klien BAB 1x konsistensi padat dan BAK 3-4x/hari
7. Pola hubungan :
Hubungan dengan orang tua baik, dengan orang lain dan perawat baik.
8. Koping atau temperamen dan disiplin yang diterapkan :
15
Orang tua klien memberikan kebebasan kepada anaknya untuk bermain bersama
teman-temannya asalkan tidak melebihi waktunya beristirahat.
9. Kognitif dan persepsi :
Tidak ada keluhan tentang penglihatan, penciuman, pendengaran dan perabaan,
klien berumur 4,6 tahun kemampuan kognitifnya baik,
10. Konsep diri :
Ibu klien mengatakan pingin anaknya cepat sembuh karena tidak tega melihat
anaknya sakit.
11. Seksual dan menstruasi :
Klien berjenis kelamin perempuan usia 4, 6 tahun, belum mengalami menstruasi.
12. Nilai :
Tidak ada nilai-nilai keluarga yang bertentangan dengan kesehatan
9. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Keadaaan umum :
a. Tingkat kesadaran : composmentis.
b. S: 38,80C, N: 100x/m, R:20x/m.
c. BB; 11 kg, TB; 105 cm, LLA ; 18 cm, LK; 49 cm, LD; 60cm
2. Kulit :
Warna sawo matang, kulit teraba hangat, kuku pendek dan bersih, turgor kulit
menurun,
3. Kepala :
Bentuk mesochepal, warna rambut hitam, lurus, tersisir rapi dan bersih.
4. Mata :
Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
5. Telinga :
Simetris, discharge (-) bersih, bentuk normal.
6. Hidung :
Simetris, discharge (-), bentuk normal,
7. Mulut :
Simetris, mukosa bibir kering, gigi normal, bersih, karies (-), Lidah kotor/ putih
8. Leher :
16
JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran limponodi.
9. Dada :
a. Paru-paru
I : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : vesikuler
b. Jantung
S1-S2 murni, tak ada murmur, bising (-).
10. Payudara :
Tak ada keluhan, simetris.
11. Abdomen :
I : terlihat membesar
A : bunyi bising usus 10x/m
P : perut kembung, agak keras
P : bunyi thimpany
12. Genetalia :
Tak ada keluhan.
13. Muskuleskeletal :
Tak ada keluhan, pergerakan sendi sesuai jenis, ROM baik.
14. Neurologi :
Normal, tak ada keluhan.
10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG
a. Lab darah
Tanggl :15-05-2011
Pukul :10.44 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Bilirubin total 0,90 mg/dl 0.00-1.00
Bilirubin direk0.30 mg/dl < 0,20
SGOT 22.0 u/l 40.0 u/l
SGPT 23.0 u/l 41.0 u/l
Leokosit 12.61 4.80-10.80
17
Eritrosit 4.52 4.20- 5.40
Hemoglobin 11,9 g/dl 12-16 g/dl
Hematokrit 34.9 % 37-47 g/dl
MCV 77.2 79-99
MCH 34.1 g/dl 33.0-47.0
Trombosit 178x 10 /ul 82.0-95.0
HbSag Negative negatif
Gol. Darah O -
b. Widal (+)
c. Terapi
Tanggal Per-oral Per-interal
- Paracetamol 250 mg
- Ctm 3x1
- Curliv 2x1
1. Ceftriaxon 2x 3 mg
2. Dexa 3 x2 mg
3. Sotatic 2x 1 ½
4. N. 500 /drip
5. Inffus RL 20 tpm
6. D5 15 tpm
3.2 ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 DS:
Ibu klien mengatakan anaknya badannya
panas.
DO :
1. klien tampak lemas,
2. akral teraba hangat
3. Suhu: 38,80C
4. Nadi: 100x/ menit
5. RR: 20x/ menit
6. Widal (+)
Bakteri masuk aliran
darah
Endotoksin
Terjadi kerusakan sel
Merangsang pelepasan
zat epirogen oleh
leukosit
Zatepirogen beredar
dalam darah
Hipertermi
18
Mempengaruhi pusat
thermoregulator
hipotalamus
hipertermi
2 DS :
a. ibu klien mengatakan klien makan
susah hanya 1-3 sendok.
b. Ibu klien mengatakan anaknya
muntah ± 2-3x setiap makan.
c. Ibu klien
mengatakan anaknya badan nya
panas
DO :
a. klien muntah
b. BB : 11 kg
c. Porsi makan dari RS hanya
dimakan 1-3 sendok
Splenomegali
Penurunan/peningkatan
mobilitas usus
Penurunan/peningkatan
peristaltik usus
Peningkatan asam
lambung
Anorexia, mual, muntah
Intake turun
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Ganguan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
3 DS:
P : Ibu pasien megatakan anaknya
nyeri bila beraktifitas/bergerak,
hilang apabila saat beristrahat.
Q : ibu pasien mengatakan nyeri anak
nya seperti ditusuk-tusuk
R : ibu Pasien mengatakan nyeri anak
nya pada perut bagian kanan atas.
S : Skala nyeri 4
T : nyeri timbul hingga 5 menit
Bakteri berkembang
biak di splenomegali
Lesi plak peyer
Erosi
Nyeri tekan
Nyeri tekan
19
DO:
a. Wajah pasien tampak menahan
nyeri.
b. TTV
N :100x/mnt
S : 38 C
RR: 20x/mnt
Widal (+)
c. Ps lemah, ps tampak gelisah, ps
merintih kesakitan
d. Nafsu makan menurun, mual (+)
e. Konjungtiva anemis
f. Akral hangat
g. Pasien menangis
3.3 PRIORITAS MASALAH
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
2. Nyeri b.d proses inflamasi
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia ( mual & muntah)
3.4 RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnoses Tujuan Intervensi
1 Hipertermi
berhubungan
dengan proses
ifeksi salmonella
thypi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh normal
dengan
KH:
Mempertahaankan suhu
tubuh dalam batas normal
yaitu 36,5 0C sampai 37,5 0C
1. Monitoring TTV terutama
pantau suhu minimal 2 jam
sekali
2. Ajarkan pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
3. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
4. Pantau aktifitas kejang
5. Kolaborasi: Pemberian terapi
20
Obat anti piretik sesuai
program
2 Nyeri b.d proses
inflamasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan nyeri berkurang,
dengan
KH:
1. Skala nyeri menjadi 3
2. Pasien nampak lebih
rileks
3. Nyeri terkontrol
1. monitor KU
2. kaji tingkat nyeri intensitas
dan skala nyeri
3. jelaskan penyebab nyeri
4. ajarkan teknik distraksi
relaksasi(nafas dalam)
5. posisikan pasien senyaman
mungkin
6. kolaborasi dengan tim medis
pemberian obat analgesik
3 Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan b.d
anoreksia
( mual, muntah)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
kebutuhan nutrisi adekuat
KH :
1. Klien tidak muntah
2. Porsi makan yang
disediakan habis
1. Kaji pola dan kebiasaan
makan
2. Menganjurkan keluarga
untuk memberi makanan
dalam porsi kecil tapi sering
dan tidak merangsang
produksi asam (biskuit)
3. Memberikan terapi
pemberian cairan dan nutrisi
sesuai program
4. Observasi adanya muntah
5. Memberikan terapi
pemberian anti emetik sesuai
program
3.5 IMPLEMENTASI
Dx 1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tgl Implementasi Respon pasien Ttd
15-03-2015 1. Mengukur tanda – tanda
vital
2. Memantau aktifitas kejang
1. S: 37,5 0C, N: 100x/m, R:20x/m.
2. Pasien tidak mengalami kejang
3. Klien sedikit-sedikit mau minum
21
3. Menganjurkan keluarga
untuk memberikan sedikit
minum tapi sering
4. memberikan kompres
hangat
5. memberikan terapi sesuai
program
4. Pasien dikompres pake air biasa
5. Terapi diberikan
16-03-2015 1. Mengukur kembali tanda
– tanda vital
2. Memantau kembali
aktifitas kejang
3. Menganjurkan kembali
keluarga untuk
memberikan sedikit minum
tapi sering
4. memberikan kompres
hangat
5. memberikan kembali terapi
sesuai program
1. S: 36,5 0C, N: 100x/m, R:20x/m.
2. Pasien tidak mengalami kejang
3. Klien sedikit-sedikit mau minum
4. Pasien sudah tidak dikompres
5. Terapi diberikan
Dx 2. Nyeri b.d proses inflamasi
Tgl Implementasi Respon pasien Ttd
15-03-2015 1. Monitor KU / TTV
2. Mengkaji skala nyeri
3. Memberikan posisi yang nyaman.
4. Mengajarkan teknik relaksasi
5. Memberikan motivasi untuk
kompres air hangat pada bagian
yang sakit
6. Memberikan terapi obat analgesik
Keadaan pasien lemah
N : 100 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 37 C
Skala nyeri 4
-terapi masuk
22
Dx 3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia ( mual, muntah)
Tgl Implementasi Respon pasien Ttd
15-03-2015 1. Mengkaji pola dan kebiasaan
makan
2. Mengobservasi adanya muntah
3. Menganjurkan keluarga untuk
memberi makanan dalam porsi
kecil tapi sering dan tidak
merangsang produksi asam
(biskuit).
4. Memberikan terapi pemberian
cairan dan nutrisi sesuai program
5. Memberikan terapi pemberian anti
emetik sesuai program
1. Klien makan hanya 1-3 sdm
2. klien sudah muntah 1x
3. Ibu klien mengatakan
anaknya masih susah makan
4. Infus RL terpasang 20 tpm
5. Terapi diberikan
16-03-2015 1. Mengkaji kembali pola dan
kebiasaan makan
2. Mengobservasi kembali adanya
muntah
3. Menganjurkan kembali pada
keluarga untuk memberi makanan
dalam porsi kecil tapi sering dan
tidak merangsang produksi asam
4. Memberikan kembali terapi
pemberian cairan dan nutrisi sesuai
program
5. Memberikan kembali terapi
pemberian obat anti emetik sesuai
program
1. Klien menghabiskan ¼
porsi dari RS.
2. Klien sudah tidak muntah
terus
3. Klien terlihat makan
biskuit,pisang
4. Infus RL terpasang 20 tpm
5. Terapi diberikan
3.6 EVALUASI
23
Hari / tanggal EVALUASI Ttd
Rabu
18-03-2015
S : ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak panas
O :
1. klien masih tampak lemas,
2. klien sudah tdak muntah
3. TTV Normal
Suhu: 36 C
Nadi: 90x/ menit
RR: 20x/ menit
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan intervensi
Rabu
18-03-2015
S : ibu Pasien mengatakan ,anak nya sudah tidak nyeri perut
O : pasien nampak rileks
A : Masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
Motivasi pasien untuk tetap melakukan teknik relaksasi
distraksi (nafas dalam) bila nyeri timbul
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
Rabu
18-03-2015
S : ibu klien mengatakan ,klien setiap habis makan sudah
berkurang muntah nya.
O : klien masih muntah 1x
1. BB : 11kg
2. Porsi makan dari RS hanya dimakan ¼ porsi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
BAB 4
PENUTUP
24
4.1 Simpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhii. Di Indonesia penderita demam tifoid diperkirakan 800/100.000 penduduk
per tahun, tersebar dimana-mana, dan ditemukan hampir sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tapi yang paling sering pada anak
besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting melakukan pengenalan
dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam yang berkepanjangan (lebih
dari 7 hari), gangguan susunan saraf pusat/kesadaran.
4.2 Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus higiene dan perlunya
penyuluhan kepada masyarakat tentang demam typhoid.
DAFTAR PUSTAKA
25
Ngastiyah. 2005. Perawat Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencergahan & Pemberantasannya Edisi kedua. Jakarta : Erlangga
26