37
PRESENTASI KASUS ABORTUS Disusun Oleh : Viny Octofiad 1320221104 Pembimbing : dr. Hary Purwoko, SpOG, KFER 1

presentasi kasus3-abortus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jhjkh

Citation preview

PRESENTASI KASUSABORTUS

Disusun Oleh :Viny Octofiad 1320221104

Pembimbing :

dr. Hary Purwoko, SpOG, KFERKEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANANRUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWAPERIODE 20 Oktober 27 Desember 2014LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR

KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Presentasi KasusAbortusDiajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidananan

Rumah Sakit Umum AmbarawaDisusun Oleh :

Viny Octofiad 1320.221.104

Telah disetujui oleh Pembimbing

Nama Pembimbing

Tanda Tangan Tanggal

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER

Mengesahkan :

Koordinator Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan

dr. Hary Purwoko, Sp.OG,KFER

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul ABORTUS. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan di RSUD Ambarawa.Penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tak lepas dari pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam merampungkan laporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER atas bimbingan dan kesabarannya selama penulis menempuh pendidikan di kepaniteraan klinik.

2. dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG atas kesabaran dan bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di kepaniteraan klinik.

3. Para staf medis dan non-medis yang bertugas di Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan di RSUD Ambarawa atas bantuannya untuk penulis.

4. Teman-teman seperjuangan di kepaniteraan klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan di RSUD Ambarawa.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang dapat membangun laporan ini kedepannya sangat penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Ambarawa, Desember 2014 PenulisDAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN5BAB II LAPORAN KASUS............................................17BAB III ANALISIS KASUS 21DAFTAR PUSTAKA25

BAB I

PENDAHULUAN

ABORTUS

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter spesialis, yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa.

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih kegururan yang berurutan.

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).

Etiologi

Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut: Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik

Mendelian

Multifaktor

Robertsonian

Resiprokal

Kelainan kongenital uterus

Anomali duktus Mulleri

Septum uterus

Uterus bikornis

Inkompetensi serviks uterus

Mioma uteri

Sindroma Asherman

Autoimun

Aloimun

Mediasi imunitas humoral

Mediasi imunitas seluler

Defek fase luteal

Faktor endokrin eksternal

Antibodi antitiroid hormon

Sintesis LH yang tinggi

Infeksi

Hematologik

Lingkungan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.Penyebab Genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan karotip.

Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan.Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah 35 tahun.Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan.

Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.

Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis.

Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan karotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus.

Penyebab Anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.

Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.Penyebab Autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun. Misalnya pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE.

Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR, dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi: Trombosis vaskular

Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.

Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.

Komplikasi kehamilan

Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.

Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal.

Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat.

Kriteria laboratorium

aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.

aCL diukur dengan metode ELISA standar.

Antibodi fosfolipid/antikoagulan

Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT, dan CT ).

Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet normal. Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid.

Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.

Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case control menunjukkan pemberian heparin 5000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari dua kali tes APLAs positif. Yang perlu diperhatikan adalah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan terhadap resiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.

Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain :

Bakteri

Listeria monositogenes

Klamidia trakomatis

Ureaplasma urealitikum

Mikoplasma hominis

Bakterial vaginosis

Virus Sitomegalovirus

Rubela

Herpes simpleks virus

HIV

Parvovirus

Parasit

Toksoplasmosi gondii

Plasmodium falsiparum Spirokaeta

Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut :

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya Mikoplasma hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.

Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus, Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV) (Prawirohardjo, 2008)

Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu (Cunningham et al, 2005). Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.

Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22 persen kasus. Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 persen abortus berulang (Cunningham et al, 2005). Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat.

Kelainan Endokrin HipotiroidismeAutoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata. Diabetes melitusAbortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk. mendapatkan bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka abortus spontan yang setara dengan angka kontrol nondiabetik. Namun, kurangnya pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan abortus spontan yang mencolok. Defisiensi progesteron

Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus. Klasifikasi abortus

A. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus berdasarkan pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Perlu mendapat persetujuan minimal 3 dokter spesialis (spesialis Kandungan dan Kebidanan, spesialis Penyakit Dalam, spesialis Jiwa)2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

B. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus spontan terbagi lagi menjadi :1) Abortus IminensMerupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

2) Abortus Insipiens

Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

3) Abortus Inkompletus

Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.

4) Abortus Kompletus

Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

5) Missed Abortion

Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih tertahan dalam kandungan lebih dari 4 minggu.

6) Abortus Habitualis

Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.

7) Abortus Infeksious

Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.

8) Abortus septik

Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam pembuluh darah atau peritoneum.

Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu

Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.

Pada kehamilan 8-14 minggu

Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.

Pada kehmilan minggu ke 14-22 :

Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol. ABORTUS IMMINENS

Abortus tingkat permulaan dan merupakam ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetaui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan buang air kecil terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.Setengah dari abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan terus berlangsung. Beberapa kepustakaan menyebutkan adanya resiko untuk terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation) pada kasus seperti ini.Penanganan abortus iminens terdiri atas :

1. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan berkurangnya rangsangan mekanik sehingga perdarahan berhenti, dilarang untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan.2. Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat controversial. Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan adanya kekurangan hormon progesterone.3. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin.4. Bila perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahab berlangsung lama, nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola).Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus yaitu tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

BAB IILAPORAN KASUSA. Identitas PenderitaNama

: Ny. NI

Umur

: 29 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Doplang RT 08 RW 04 Bawen Kabupaten SemarangAgama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RSUD: 1 November 2014Tanggal periksa

: 1 November 3 November 2014No.RM

: 037960B. AnamnesisKeluhan utama

: keluar flek-flek sejak tiga hari yang lalu

Keluhan tambahanNyeri perut bagian bawah, mual, muntah (dua kali), keputihan berwarna putih susu, berbau, tidak gatal sejak kurang lebih seminggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien G2P1A0 dengan usia kehamilan 9 minggu mengaku kelelahan karena beberapa hari terakhir ikut membantu acara pernikahan di lingkungan rumahnya, kemudian pada pagi harinya keluar flek-flek berwarna kemerahan dan perut bagian bawah sakit hingga sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah mengalami keluhan yang sama, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan tidak ada riwayat jatuh.Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitusRiwayat Sosial

Pasien tidak merokok dan minum alkohol, tetapi suami sering merokok di dalam rumah.Riwayat Operasi

Belum pernah mengalami operasi sebelumnya

HPHT : 8 April 2013

Riwayat Haid

Menarche pada usia 12 tahun. Lama haid 7 hari dengan siklus 28 hari, teratur

Riwayat ANC

Antenatal Care dilakukan di bidan, sebulan sekali, teratur

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku pernah diberikan obat pusing oleh bidan dan vitamin

C. Pemeriksaan FisikDilakukan di bangsal Bougenville kamar kelas II, 18 Juni 2013.1. Keadaan umum : Baik2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Vital sign

Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Respiration Rate: 18 x/menit

Suhu

: 36,0 0C

4. Berat badan

: 47,5 kg

5. Tinggi badan

: 155 cm

6. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala

Mesocephal, simetris2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata3) Mata

Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)

5) Hidung

Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)b. Pemeriksaan leher

Pembesaran kelenjar tiroid (-)c. Pemeriksaan thoraksParu: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak

ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan bentuk dada (-) Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor, suara dasar vesikuler, ronki (-) , Wheezing (-)Jantung: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)d. Pemeriksaan abdomen

Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)Hepar

: Tidak teraba

Lien: Tidak terabae. Pemeriksaan ekstremitas

Edema (-), varises (-), akral dingin, capillary refill < 2 detik7. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah Rutin

Hemoglobin: 12.0 g/dl

Leukosit: 7.0 ribu

Eritrosit: 5.08 juta

Hematokrit: 35.8 % (L)Trombosit: 320 ribu

MCV

: 70.5 mikro m3 (L)MCH

: 23.6 pg (L)MCHC

: 33.5 g/dl

RDW

: 12.4 % MPV

: 6.6 mikro m3 (L)Limfosit: 2.1 103/mikroL

Monosit: 0.4 103/mikroL

Granulosit: 4.6 103/mikroL

Limfosit %: 2.1 %

Monosit %: 0.4 %

Granulosit %: 4.5 %

PCT

: 0.211%

PDW

: 14.5%

b. USGTampak janin intrauterin dalam keadaan baik, ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan 9 minggu.D. DiagnosisG2P1A0 hamil 9 minggu dengan Abortus Imminens

E. Penatalaksanaan

Non Farmakologi: bed rest

Farmakologi:

Criax (2 x 1 gr intravena)

Progeston (3 x 1 tab)

Spasmolit (3 x 1 tab)

BAB IIIANALISA KASUS

Identifikasi Masalah (SOAP)

1. Subjektif (S)Pasien G2P1A0 dengan usia kehamilan 9 minggu memiliki keluhan utama keluar flek berwarna kemerahan sejak 3 hari yang lalu, hal tersebut sesuai dengan pengertian dari abortus yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan keluhan utamanya adalah adanya perdarahan pervaginam. Keluhan tersebut mengarah ke abortus imminens karena perdarahan pada abortus iminens umumnya sedikit (dapat berupa spotting atau flek) tetapi dapat menetap selama beberapa hari sampai hitungan minggu. Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara lain adalah infeksi. Pada pasien ini didapatkan keluhan tambahan keputihan berwarna putih susu, berbau, tidak gatal sejak kurang lebih seminggu yang lalu, kemungkinan telah terjadi suatu infeksi (vaginitis) yg merupakan salah satu faktor resiko terjadinya abortus. Riwayat penyakit dahulu dan keluarga pasien diketahui tidak ada diabetes mellitus dimana dapat menjadi faktor resiko terjadinya abortus. Pasien juga rutin melakukan Antenatal Care di bidan pada trimester pertama ini, sehingga kehamilannya terkontrol dan terpantau dengan baik. Namun, beberapa hari terakhir pasien memiliki banyak kegiatan yang dapat meningkatkan rangsangan mekanik sehingga dapat menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan pervaginam (abortus imminens). Dari riwayat sosial, suami pasien sering merokok di rumah, dengan kata lain pasien adalah perokok pasif (menghisap asap rokok dari suaminya), karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok dapat menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.2.Objektif (O)

Pada pemeriksaan mata, konjungtiva tidak anemis dan pemeriksaan penujang darah rutin kadar hemoglobin 12,0 g/dl, yaitu dalam batas normal. Hal tersebut menunjukkan perdarahan pervaginam tidak berat dan tidak sampai menimbulkan anemia. USG: Tampak janin intrauterin dalam keadaan baik, ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan 9 minggu.Pemeriksaan USG memperkuat diagnosis abortus imminens karena ukuran kantong gestasi sesuai dengan usia kehamilan berdasarkan HPHT, selain itu juga tidak terlihat adanya penipisan serviks uterus atau pembukaannya.3. Assessment (A)

Diagnosis : Abortus Imminens

Abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa kontraksi, tanpa dilatasi cerviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus imminens sifatnya adalah mengancam, tetapi masih ada kemungkinan untuk mempertahankan hasil konsepsi.4.Planning (P)

Tatalaksana

Non Farmakologik: Tirah baring (bed rest)

Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanik.

Farmakologik

1. Criax (2 x 1 gr intravena)Komposisi : ceftriaxone Na (broad spektrum)Indikasi: infeksi saluran napas, genital, abdomen, ginjal, tulang dan jaringan lunak. GO, ISK, sepsis, meningitis, profilaksis pra-opKontraindikasi: diketahui hipersensitif terhadap sefalosporinPerhatian: hipersensitivitas terhadap penisilin, syok anafilaktik, gagal ginjal dan hati beratEfek Samping: gangguan GI, enterokolitis, pseudomembran (jarang), gangguan koagulasi darah, oliguria, mikosis, demam, peningkatan kreatinin serum

US FDA Pregnancy Category : B2. Progeston 3 kali sehari 1 tablet (5 mg)Komposisi

: allylestrenol

Memperbaiki fungsi plasenta, berharap progesteron muncul dari plasenta. Sifat progesteron, otot polos (relaksasi) menambah efek kerja spasmolit

Indikasi dan dosis: untuk ancaman abortus 1 tablet 3 kali sehari untuk 5-7 hari. Turunkan dosis secara bertahap jika gejala hilang

Kontraindikasi

: hipersensitivitasEfek samping: mual muntahPerhatian: pemberian pada pasien diabetes harus dimonitor. Bila terjadi gangguan penglihatan, diplopia lesi retinal vaskuler atau terjadi migrain selama terapi, pemberian obat harus dihentikan.3. Spasmolit 3 kali sehari 1 tabletKomposisi: Hyoscine / Hiosin-N-butilbromida.

Indikasi : Kejang pada saluran pencernaan, saluran empedu, dan saluran kemih. Perhatian : Trimester pertama kehamilan.Interaksi obat : Aktifitas antikolinergik bisa ditingkatkan oleh parasimpatolitik lainnya. Guanetidin, histamin, dan Reserpin bisa mengantagonis efek penghambatan antikolinergik pada sekresi asam lambung. Antasida bisa mengganggu absorpsi.Efek Samping: Peningkatan tekanan dalam bola mata, siklopegia, midriasis, mulut kering, pandangan kabur, kemerahan pada wajah dan leher, retensi dan hesitansi urin, takhikardia, berdebar, sembelit (susah buang air besar), peningkatan suhu tubuh. Perangsangan susunan saraf pusat, ruam kulit, muntah, fotofobia.Indeks keamanan pada wanita hamil: C (Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin)4. PrognosisPrognosis baik (ad bonam).

DAFTAR PUSTAKAWiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312

Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange. Stanford Connecticut. 2007:856-877

Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2008:11-17

Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-147

Perdarahan dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas http://srobgyn.www3.50megs.com/mnh/Obs4.html;Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217

Latest Research : spontaneous Abortion. Diakses dari http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdfEstronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari http://www.gennexhealth.comSaifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002

Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265. 25