111
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam era globalisasi ini semakin banyak penyakit dalam masyarakat yang timbul karena perubahan tingkat sosial ekonomi dan gaya hidup, terutama terjadi di kalangan masyarakat kota yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin baik juga mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif dalam mengkonsumsi makanan sehari- hari. Tanpa disadari makanan yang dikonsumsi sehari- hari adalah makanan yang kurang sehat karena keterbatasan waktu yang digunakan untuk bekerja sehingga makanan yang dikonsumsi adalah makanan instan. Pola hidup ini menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti diabetes mellitus dan kelainan nutrisi. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang mempunyai karakteristik adanya ketidakseimbangan tubuh dalam memetabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Gambaran utamanya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) yang disebabkan oleh kelainan sekresi 1

Praktikum Kering Dm-malnutrisi

  • Upload
    heny

  • View
    123

  • Download
    15

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam era globalisasi ini semakin banyak penyakit dalam masyarakat

yang timbul karena perubahan tingkat sosial ekonomi dan gaya hidup,

terutama terjadi di kalangan masyarakat kota yang mengalami pertumbuhan

ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di

pedesaan. Adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin baik juga mengubah

pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif dalam mengkonsumsi

makanan sehari-hari. Tanpa disadari makanan yang dikonsumsi sehari-hari

adalah makanan yang kurang sehat karena keterbatasan waktu yang digunakan

untuk bekerja sehingga makanan yang dikonsumsi adalah makanan instan.

Pola hidup ini menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti diabetes

mellitus dan kelainan nutrisi.

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang mempunyai

karakteristik adanya ketidakseimbangan tubuh dalam memetabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak. Gambaran utamanya adalah peningkatan

kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) yang disebabkan oleh kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia yang menetap

dapat mempengaruhi hampir seluruh jaringan di tubuh dan berhubungan

dengan komplikasi berbagai sistem organ termasuk mata, saraf, ginjal, dan

pembuluh darah (Soegondo S, 2004).

Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan peningkatan kadar gula

darah secara menahun disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat

gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi menahun pada

berbagai organ target (Depkes RI, 2007). Laporan data epidemiologi Mc Carty

dan Zimmer menunjukkan bahwa jumlah penderita DM di dunia dari 110,4

juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan

melonjak dua kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006).

International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005

1

Page 2: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes dan diduga 20 tahun

kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang.

Dalam Diabetes Atlas tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi

diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan

diprediksikan bahwa di tahun 2025 akan terjadi pengidap diabetes sebanyak

2,8% (5,2 juta orang). Perkiraan jumlah ini akan menjadi kenyataan apabila

tidak ada upaya dari kita semua untuk mencegah atau paling tidak

mengeliminasi faktor-faktor penyebab ledakan jumlah penderita diabetes

tersebut (Depkes RI, 2007).

Untuk masalah kelainan nutrisi dapat berupa over nutrition yang biasa

disebut dengan penyakit obesitas, maupun under nutrition atau penyakit gizi

buruk. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh yang biasanya disimpan

dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh, dan terkadang

terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Terjadinya obesitas lebih

ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu sedikit latihan atau aktivitas

fisik, maupun keduanya (Misnadierly, 2007).

Obesitas juga merupakan keadaan yang menunjukkan adanya

ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat adanya kelebihan

jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang

melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).

Obesitas merupakan keadaan patologis sebagai akibat dari konsumsi

makanan yang jauh melebihi batas kebutuhannya (psychobiological cues for

eating) sehingga terdapat penimbunan lemak yang berlebihan dari jumlah

yang diperlukan untuk fungsi tubuh (Tumbuh Kembang Remaja dan

Permasalahannya, 2004). Data tentang obesitas di Indonesia belum nisa

menggambarkan prevalensi obesitas di seluruh penduduk, akan tetapi data

obesitas pada orang dewasa yang tinggal di ibukota provinsi seluruh Indonesia

cukup untuk menjadi perhatian. Survey nasional yang dilakukan pada tahun

2008 di ibukota seluruh provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 8,1%

penduduk laki-laki dewasa (≥18 tahun) mengalami overweight (BMI 25-27)

dan 6,8% mengalami obesitas.sedangakn untuk penduduk wanita dewasa

2

Page 3: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

10,5% mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas. Pada kelompok

umur 40-49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu

masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki, dan 43% pada perempuan

(Depkes, 2009; dalam Oetomo, 2011).

Sedangkan untuk gizi buruk atau under nutrition merupakan status

kondisi seseorang dimana terjadi kekurangan nutrisi atau nutrisinya dibawah

rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yaitu, gizi buruk karena

kekurangan protein (kwashiorkor), gizi buruk karena kekurangan karbohidrat

atau kalori (marasmus), dan kekurangan keduanya (marasmik-kwashiorkor)

(Nency, 2005).

Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur

menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau

sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila

jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah

salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).

Kondisi gizi anak-anak Indonesia rata-rata lebih buruk disbanding gizi

anak-anak dunia dan bahkan juga dari anak-anak Afrika (Anonim, 2006).

Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya

kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak

meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan

(Anonim, 2008). Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54%

kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah

gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO,

2011).

Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat

menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang

pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita

gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen.

Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk

atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia.

Selain itu, penyakit rawan yang dapat diderita balita gizi buruk adalah diabetes

3

Page 4: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

(kencing manis) dan penyakit jantung koroner. Dampak paling buruk yang

diterima adalah kematian pada umur yang sangat dini (Samsul, 2011).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah definisi dari diabetes mellitus dan kelainan nutrisi yang meliputi;

obesitas, marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor?

2. Apakah etiologi yang menyebabkan timbulnya penyakit diabetes mellitus

dan kelainan nutrisi?

3. Bagaimanakah proses pathogenesis dari timbulnya penyakit diabetes

mellitus dan kelainan nutrisi?

4. Bagaimanakah gejala klinis yang timbul dari adanya penyakit diabetes

mellitus dan kelainan nutrisi?

5. Bagaimanakah cara pemeriksaan dalam mendiagnosis adanya penyakit

diabetes mellitus dan kelainan nutrisi?

6. Apakah manifestasi oral dari penyakit diabetes mellitus dan kelainan

nutrisi?

7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit diabetes mellitus dan kelainan

nutrisi?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan definisi dari penyakit

diabetes mellitus dan kelainan nutrisi yang meliputi; obesitas, marasmus,

kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor.

2. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan etiologi dari diabetes

mellitus dan kelainan nutrisi.

3. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan pathogenesis dari

diabetes mellitus dan kelainan nutrisi.

4. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan gejala klinis yang

timbul dari penyakit diabetes mellitus dan kelainan nutrisi.

4

Page 5: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

5. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan cara pemeriksaan

untuk mendiagnosis adanya penyakit diabetes mellitus dan kelainan

nutrisi.

6. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan adanya manifestasi

oral dari penyakit diabetes mellitus dan kelainan nutrisi.

7. Mampu memahami, menyebutkan dan menjelaskan cara penatalaksanaan

dari penyakit diabetes mellitus dan kelainan nutrisi.

5

Page 6: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang mempunyai

karakteristik adanya ketidakseimbangan tubuh dalam memetabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak. Gambaran utamanya adalah peningkatan

kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) yang disebabkan oleh kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia yang menetap

dapat mempengaruhi hampir seluruh jaringan di tubuh dan berhubungan

dengan komplikasi berbagai sistem organ termasuk mata, saraf, ginjal, dan

pembuluh darah (Soegondo S, 2004). Diabetes mellitus adalah kumpulan

gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya

peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut

maupun relative (Arjatmo, 2002).

Klasifikasi utama diabetes mellitus adalah DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Diabetes mellitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak (<40 tahun) dan

meliputi 5% dari seluruh kasus, sedangakn untuk DM tipe 2 biasanya terjadi

pada usia paruh baya (>40 tahun) dengan puncak onset pada usia 60 tahun dan

meliputi 95% dari seluruh kasus. Hampir 50% kasus DM tipe 2 tidak

terdiagnosis dikarenakan gejalanya sering tidak disadari dan fase preklinisnya

berlangsung selama 5-10 tahun.

Umumnya timbulnya penyakit diabetes adalah karena adanya gangguan

pada proses sekresi insulin maupun karena kerja insulin yang terhambat.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan

oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan

pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah

sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara

fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone

glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.

6

Page 7: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim

peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin,

yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles)

dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,

proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya

sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme

secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses

utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat,

merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta

dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino

dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan

terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis

dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang

cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah

adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses

glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta

dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah

senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam

proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut

glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2

(GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses

masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses

ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami

proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan

molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap

selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran

sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel

yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti

7

Page 8: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang

memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar

ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui

mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel

tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa

intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-

obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes

sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama

dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran

sel beta (Tjokroprawiro, 1999).

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan

tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk

biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan

terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan

atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi

glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun

setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang

berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu

dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang

fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi

insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul

cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai

puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk

mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera

setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi

regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar

dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian,

kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan

berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang

8

Page 9: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia

akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial

spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia

kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2

(sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat

secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah

berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih

oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama,

seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa

besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin.

Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap

kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi

mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.

Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan

memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap

dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2

sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini

diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi

Glukosa Terganggu (Impaired Glucose Tolerance = IGT), dan Diabetes

Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi

insulin yang juga normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2

juga akan berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan

(ekstra) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat

mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang

memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat

memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan

berbagai dampak negatifnya.

9

Page 10: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Insu

lin

Sec

reti

on

Intravenous glucose stimulation

First-Phase

SecondPhase

IGTNormalType 2DM

Basal

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme

dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial

perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,

terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan

dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada

membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan

semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa

didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya

belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam

meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga

pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan

translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke

intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses

metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika

sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.

10

0 5 10 15 20 25 30 ( minute )

Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta ( Ward, 84)

Page 11: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap

insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya

diabetes tipe 2 (Girard, 1995).

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan

metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana

GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati

membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan

dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah

puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen

yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar.

Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol

oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin,

maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa

endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat

resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses

glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi

glukosa dari hepar.

11

Page 12: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi

glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali

menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.

Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di

jaringan perifer ( Girard, 1995 )

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan

gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang

ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi

glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara

klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada

diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering

ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama

yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang

sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh

faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1),

gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada

dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang

tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung

menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang

pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni

peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa

(makan atau minum).

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan

faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan

penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan

metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh

karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis

sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan

kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat

12

Page 13: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin (insulin secretagogue)

atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang

berkhasiat menurunkan resistensi insulin (insulin sensitizer).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase

2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan

terhadap kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap

dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa

Terganggu yang disebut juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini

mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami

defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan kadar glukosa

darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar

glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan 75 g glukosa

dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200

mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa

antara 100 – 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah Puasa

Terganggu ( GDPT ).

Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap

diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap

hari sejak tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara

jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar

glukosa darah (glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity)

bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui

stres oksidatif, dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau

konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor

resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun

berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap

awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun

hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama

mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan

gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin

13

Page 14: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar

glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar

semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan

inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan

semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar (Ferrannini, 1998).

Jadi, perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja

fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2, dan

berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).

Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin

(defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons

jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh

lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat progresivitas

perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada

gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai

jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi

insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai

akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma

metabolik.

B. KELAINAN NUTRISI

Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan

fungsinya, yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Rock CL (2004), nutrisi

adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk

membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk

berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan

kebutuhan nutrisi.

Bentuk pemberian kalori yaitu :

a. Karbohidrat: karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap

gram karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan

14

Page 15: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

karbohidrat di dalam diit sebaiknya berkisar 50%-60% dari kebutuhan

kalori (Setiati, 2000).

b. Lemak: komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral

maupun parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat

mencapai 20% -40% dari total kebutuhan. Satu gram lemak

menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai

sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak,

menyediakan asam lemak esensial, membantu dan melindungi organ-

organ internal, membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi jaringan-

jaringan tubuh (Setiati, 2000).

c. Protein (Asam Amino): kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau

kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Namun selama sakit kritis

kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2-1,5gr/kgbb/hari. Pada

beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus dikontrol, misalnya

kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan protein dibatasi sebesar

0,5gr/kgbb/hari (Wiryana, 2007). (Setiati, 2000) juga berpendapat,

kebutuhan protein untuk BBLR 2,0-2,5g/kgbb/hari, bayi

2,5-3,0g/kgbb/hari, anak 1,5-2,5g/kgbb/hari.

Penilaian terhadap status gizi seseorang biasa dilihat dari perhitungan

dengan menggunakan indeks massa tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau

biasa disebut juga Body Mass Index (BMI) merupakan cara termudah untuk

menentukan komposisi nutrisi dalam tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) adalah

nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan

(TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan

kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh

secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi

dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing

dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002).

IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena

murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

15

Page 16: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Menurut rumus metrik:

Berat badan (Kg)

IMT = -------------------------------------------------------

[Tinggi badan (m)]2

Atau menurut rumus Inggeris:

IMT = Berat badan (lb) / [Tinggi badan (in)] 2 x 703

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi

menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua

umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT

adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).

Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obes. Standar baru

untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998 mengklasifikasikan BMI di

bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai

berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas.

IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9.

Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-

40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2002).

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi

berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara

berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk

Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1: Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT KATEGORI

< 18,5 Berat badan kurang

18,5 – 22,9 Berat badan normal

≥ 23,0 Kelebihan berat badan

16

Page 17: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

23,0 – 24,9 Beresiko menjadi obes

25,0 – 29.9 Obes I

≥ 30,0 Obes II

Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

Dari sumber data IMT dapat diketahui bagaimana status gizi seseorang,

dengan begitu akan diketahui apakah seseorang tersebut mempunyai status

gizi yang ideal, gizi kurang, maupun gizi berlebih.

BAB III

17

Page 18: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

a. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis metabolisme abnormal yang

memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan, dan obat-obatan

(Carpenito, 1999:143). Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik

yang kompleks yang melibatkan (1) kelainan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak dan (2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler,

mikrovaskuler dan neurologis (Long, 1996: 4). Diabetes melitus adalah

gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak

yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan

insulin (Tucker et all, 1992: 401). Dibetes melitus adalah gangguan

metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan

manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1992:

1111). Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang mempunyai

karakteristik adanya ketidakseimbangan tubuh dalam memetabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak. Gambaran utamanya adalah peningkatan

kadar glukosa dalam darah (hiperglikemi) yang disebabkan oleh kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia yang menetap

dapat mempengaruhi hampir seluruh jaringan di tubuh dan berhubungan

dengan komplikasi berbagai sistem organ termasuk mata, saraf, ginjal, dan

pembuluh darah (Soegondo S, 2004). Diabetes mellitus merupakan suatu

keadaan peningkatan kadar gula darah secara menahun disertai dengan

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan

berbagai komplikasi menahun pada berbagai organ target (Depkes RI, 2007).

Menurut Savitri Ramaiah (2008:1), diabetes mellitus adalah suatu kondisi

yang mengakibatkan meningkatnya kadar gula di dalam darah. Selain itu,

beliau juga menyatakan bahwa diabetes mellitus adalah suatu kelainan reaksi

kimia dalam hal pemanfaatan yang tepat atas karbohidrat, lemak, dan protein

dari makanan karena tidak cukupnya pengeluaran atau kurangnya insulin.

18

Page 19: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Dengan kata lain, diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan

beberapa makanan karena kekurangan produksi insulin. Endang Lanywati

(2011:7) menyatakan, bahwa penyakit diabetes mellitus, kencing manis atau

penyakit gula, diketahui sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya

gangguan menahun terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak,

dan juga protein dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan

kurangnya insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi

tenaga serta sintesis lemak.

b. Obesitas

Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan di dalam badan

atau kegemukan yang berlebihan (KBBI, 1996). Papalia dan Olds (1995)

mengatakan bahwa obesitas atau kegemukan terjadi jika individu

mengkonsumsi kalori yang berlebihan dari yang mereka butuhkan. Sarafino

(1998) juga mengatakan bahwa obesitas adalah sebagai suatu simpanan yang

berlebih dalam bentuk lemak yang berdampak buruk bagi kesehatan.

Pengertian obesitas dalam psikologis menurut Wurtman & Wurtman (1996)

adalah simpanan energi yang berlebihan dalam bentuk lemak, yang

berdampak buruk bagi kesehatan dan perpanjang usia. Dari penjelasan-

penjelasan dapat disimpulkan bahwa obesitas merupakan keadaan yang tidak

dikehendaki, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan

dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal.

Obesitas merupakan kelainan dari sistem pengaturan berat badan yang

ditandai oleh akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Dalam masyarakat

primitif, dimana kehidupan sehari-hari membutuhkan aktivitas fisik yang

tinggi dan makanan hanya tersedia sesekali, kecenderungan genetik akan

berperan dalam penyimpan kalori sebagai lemak karena makanan yang

dikonsumsi tidak melebihi kebutuhan (Richard Harvey et al., 2005).

Obesitas didefinisikan sebagai keadaan di mana adanya peningkatan

yang sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak). Obesitas bisa

disalahartikan sebagai peningkatan berat badan yang sangat berlebihan bagi

19

Page 20: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

kebanyakan masyarakat. Namun, konsep ini tidak begitu relevan karena

konsep obesitas tidak bisa diambil akibat peningkatan berat badan semata-

mata melainkan adanya peningkatan massa jaringan adiposa (Gabriel Uwaifo,

2009). Obesitas dan kegemukan merupakan faktor resiko utama untuk

sejumlah penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker.

Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi,

tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan kegemukan semakin meningkat

di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan

(WHO, 2010).

c. Marasmus

Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting merusak.

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat

kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun

pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Marasmus

adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.

Marasmus berasal dari kata marasmos (bahasa jerman) yang berarti sekarat.

Mal nutrisi jenis ini biasanya biasanya berupa kelambatan pertumbuhan,

hilangnya lemak di bawah kulit, mengecilnya otot, menurunnya selera makan

dan keterbelakangan mental. Marasmus adalah salah satu bentuk Malnutrisi

paling sering ditemui pada balita penyebabnya antara lain karen amasukan

makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas,

penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan memiliki satu atau

lebih tanda defisiensi protein dan kalori.

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat

kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun

pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland,

1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan

kalori protein (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada

bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang.

20

Page 21: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan

satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori (Nelson, 1999: 212).

d. Kwashiorkor

Kwashiorkor atau busung lapar merupakan suatu istilah untuk

menyebutkan gangguan gizi akibat kekurangan protein. Kwashiorkor berasal

dari bahasa salah satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang

ibu". Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams pada

rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada

tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi

dari nutrien apa. Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi

penyebabnya. Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan

oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori

tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar

adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai

Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan beberapa karakteristik berupa edema

dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis. Kwashiorkor

adalah salah satu dari tiga bentuk kekurangan gizi (malnutrisi) ketika tidak ada

cukup protein dalam diet (Kamus Kesehatan). Kwashiorkor ialah gangguan

yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994).

Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya

yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita)

(Ngastiyah, 1995).

e. Marasmik-Kwashiorkor

Marasmik-kwashiorkor (marasmic-kwashiorkor) adalah manifestasi

malnutrisi protein serius dimana baik kondisi marasmus maupun kwashiorkor

hadir. Marasmik-kwashiorkor menunjukkan bahwa dalam praktiknya sulit

untuk memisahkan fitur dari kondisi marasmus dengan fitur dari kwashiorkor

karena keduanya saling terkait. Marasmik – kwashiorkor merupakan kelainan

21

Page 22: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

gizi yang menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan

kwashiorkor (Markum, 1996). Marasmik – kwashiorkor merupakan malnutrisi

pada pasien yang telah mengalami kehilangan berat badan lebih dari 10%,

penurunan cadangan lemak dan protein serta kemunduran fungsi fisiologi

(Graham L. Hill, 2000). Marasmik – kwashiorkor merupaan satu kondisi

terjadinya defisiensi, baik kalori, maupun protein. Ciri-cirinya adalah dengan

penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan dan dehidrasi.

2. ETIOLOGI

a. Diabetes Mellitus

Diabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem

imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil

insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu

terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan

bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu

berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan

faktor genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian

diabetes tipe 2.

Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan

lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang

juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan

dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi

(hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki

kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor

lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah

makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.

Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan hormonal yang terjadi

selama kehamilan. Peningkatan kadar beberapa hormon yang dihasilkan

plasenta membuat sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin

(resistensi insulin). Karena plasenta terus berkembang selama kehamilan,

produksi hormonnya juga semakin banyak dan memperberat resistensi insulin

22

Page 23: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

yang telah terjadi. Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan

insulin yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal) untuk mengatasi

resistensi insulin yang terjadi. Namun, jika jumlah insulin yang dihasilkan

tetap tidak cukup, kadar glukosa darah akan meningkat dan menyebabkan

diabetes gestasional. Kebanyakan wanita yang menderita diabetes gestasional

akan memiliki kadar gula darah normal setelah melahirkan bayinya. Namun,

mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes gestasional

pada saat kehamilan berikutnya dan untuk menderita diabetes tipe 2 di

kemudian hari.

Selain itu ada beberapa hal yang menjadi factor penyebab timbulnya

diabetes mellitus. Factor-faktor ini bukanlah merupakan factor utama namun

akan memperparah timbulnya penyakit diabetes mellitus. Menurut (Mirza,

2008) faktor tersebut diantaranya adalah;

1) Banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula, masyarakat

semakin sulit menghindari makanan yang mengandung gula, hal tersebut

sangat mudah di jumpai seperti es krim, sirup, minuman dalam kemasan,

permen, aneka jajanan kue dan lain-lain. Semua makanan dan minuman

tersebut kadang tanpa kita sadari mengandung banyak gula. Yang patut

diwaspadai adalah gula yang terkandung dalam makanan dan minuman

tersebut tidak pernah kita ketahui berapa takarannya. Berbeda jika kita

minum teh atau kopi buatan sendiri, yang sudah diketahui berapa sendok

teh takarannya. Kita boleh minum teh manis dan kopi selama dalam batas

yang wajar.

2) Kurang tidur, dapat menyebabkan berkurangnya sistem kekebalan tubuh

sehingga tubuh mudah terserang penyakit. Selain itu kebiasaan begadang

sambil minum kopi dan merokok mempunyai resiko terkena penyakit

diabetes. Oleh karena itu hindarilah kebiasaan begadang, istirahatlah

secara cukup, yaitu 8 jam dalam sehari agar tubuh dapat fit kembali.

3) Makan terlalu banyak karbohidrat dari nasi atau roti, tubuh mempunyai

kemampuan yang terbatas dalam mengolah makanan yang masuk ke

dalam tubuh. Jika makan terlalu banyak karbohidrat, maka tubuh akan

23

Page 24: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

menyimpannya dalam bentuk gula dalam darah (glikogen). Jika hal ini

berlangsung setiap hari, maka dapat dibayangkan besarnya penumpukan

glikogen yang disimpan dalam tubuh. Inilah pemicu awal terjadinya gejala

diabetes.

4) Merokok, merupakan salah satu kebiasaan yang tidak baik selain minum

minuman beralkohol. Merokok dapat menjadi pemicu terjadinya diabetes.

Selain merusak paru-paru, merokok juga dapat merusak hati dan pankreas

dimana hormon insulin diproduksi sehingga dapat mengganggu produksi

insulin di dalam kelenjar pankreas.

5) Kurangnya aktivitas fisik, gaaya hidup naik mobil ketika berangkat kerja,

naik lift ketika berada dikantor, duduk terlalu lama di depan komputer

serta kurangnya aktivitas fisik lainnya membuat sistem sekresi tubuh

berjalan lambat. Akibatnya terjadilah penumpukan lemak di dalam tubuh

yang lambat laun berat badan menjadi berlebih.

Sebagai pencegahan, dapat memperbanyak aktivitas fisik selama bekerja.

Misalnya jalan kaki ketika berangkat ke kantor, naik tangga, melakukan

senam ringan sehabis duduk terlalu lama dan lain-lain.

6) Faktor keturunan, diabetes juga dapat disebabkan karena faktor keturunan

atau genetika. Biasanya jika ada anggota keluarga yang menderita

diabetes, maka kemungkinan besar anaknya juga menderita penyakit yang

sama. Para ahli diabetes telah sepakat menentukan persentase

kemungkinan terjadinya diabetes karena keturunan. Jika kedua orang

tuanya (bapak dan ibu) menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya

menderita penyakit diabetes yaitu 83%. Jika salah satu orang tuanya

(bapak atau ibu) adalah penderita diabetes, maka kemungkinan anaknya

menderita penyakit diabetes yaitu 53%. Sedangkan jika kedua orang

tuanya normal/tidak menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya

menderita penyakit diabetes yaitu 15%.

b. Obesitas

24

Page 25: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Penambahan berat badan terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan

antara jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan

yang dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori

tersebut akan ditukar atau disimpan sebagai lemak. Pada awalnya, hanya

ukuran sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel

tersebut tidak bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi

bertambah banyak. Apabila tubuh mengalami pengurangan berat badan, yang

kan berkurang hanyalah ukuran sel-sel lemak, bukan jumlahnya yang

berkurang mengakibatkan lemak akan mudah terbentuk semula. Terdapat

banyak penyebab obesitas. Ketidakseimbangan asupan kalori dan konsumsi

bervariasi bagi tiap individu. Turut memainkan peranan dan berkontribusi

adalah usia, jenis kelamin, genetik, psikososial, dan faktor lingkungan (Gayle

Galletta, 2005).

1) Faktor Genetik, obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini

disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya

hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak

menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Gayle Galletta,

2005).

2) Faktor Emosional, sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam

jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak

alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Ini tidak berarti

bahwa penderita obesitas mengalami lebih banyak masalah emosional

daripada orang normal yang lain. Tetapi hanya berarti bahwa perasaan

seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang makan

terlalu banyak. Dalam kasus yang jarang, obesitas dapat digunakan sebagai

mekanisme pertahanan akibat tekanan sosial yang dihadapi terutama pada

dewasa putri. Dalam kasus seperti ini ditambah dengan masalah emosional

yang lain, intervensi psikologis mungkin menberikan manfaat (Gayle

Galletta, 2005).

3) Faktor Lingkungan, adalah yang paling memainkan peranan adalah gaya

hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi

25

Page 26: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan aktivitas yang pasif

(tidak aktif) merupakan faktor resiko utama terjadinya obesitas (Gayle

Galletta, 2005).

4) Faktor Jenis Kelamin, cecara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang

lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari

wanita bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak

berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan

lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan

kalori yang sama (Gayle Galletta, 2005).

5) Faktor Usia, semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung

kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar

metabolism juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang

diperlukan lebih rendah (Gayle Galletta, 2005).

6) Kehamilan, pada wanita berat badannya cenderung bertambah 4 – 6

kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum

kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat

badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita (Gayle

Galletta, 2005).

c. Marasmus

Menurut Laren et al (2000), marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-

protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara

kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada

beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga

berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab

marasmus ialah masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat

masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan

yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya

pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi

enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis

26

Page 27: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

dan sifilis kongenital. Kelainan struktur bawaan, misalnya penyakit jantung

bawaan. Marasmus juga dapat disebabkan oleh Prematuritas dan penyakit

pada masa neonates. Dimana pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI

kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat. Tetapi pemberian ASI yang

terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup juga akan

menyebabkan terjadinya marasmus. Gangguan metabolik misalnya renal

asidosis, idiopathic hypercalcemia, galacosemia, lactose intolerance serta

penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang

akan menimbulkan marasmus.

Menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori

protein yang dapat terjadi karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan

yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena

kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil

akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain

faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa

sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis

besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut: 

1) Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori

yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang

dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya

pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. 

2) Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi

enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,

pielonephiritis dan sifilis kongenital. 

3) Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis

pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.

4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut

pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.

5) Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan

yang cukup.

27

Page 28: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

6) Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.

7) Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan

bila penyebab maramus yang lain disingkirkan.

8) Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan

tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus.

9) Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan

susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila

disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak

jatuh dalam marasmus (Sunita Almatsier, 2009).

d. Kwashiorkor

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein

yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas

menurut (IDAI, 2004) antara lain:

1) Pola makan, protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan

anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan

mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung

protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya

mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang

tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju,

tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu

mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi

kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti

ASI.

2) Faktor social, di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk

menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat

menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

28

Page 29: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

3) Faktor ekonomi, kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang

tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi

anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi

kebutuhan proteinnya.

4) Faktor infeksi dan penyakit lain, bahwa adanya interaksi sinergis antara

malnutrisi energy protein (MEP) dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat

memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat

ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

e. Marasmik-Kwashiorkor

Menurut Suryanah (1996), gizi buruk merupakan penyakit lingkungan,

oleh karena itu faktor-faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya

penyakit tersebut antara lain:

1) Peranan diit, menurut konsep klasik gizi yang mengandung cukup energi

tapi kurang protein menyebabkan anak menjadi kwashiorkor sedangkan

diit kurang energi walaupun zat-zat esensialnya seimbang akan

menyebabkan marasmus tetapi dalam penelitian Gopalan dan Narasanya

(1971) terlihat bahwa diit yang kurang pada anak yang lain timbul

marasmus. Mereka menyimpulkan peranan diit merupakan faktor yang

penting.

2) Peranan faktor social, pantangan untuk menggunakan bahan makanan

tertentu dapat mempengaruhi, penyakit gizi buruk. Faktor-faktor sosial

lain yang mempengaruhi terjadinya KEP adalah:

a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai

anak banyak dengan suaminya sehingga merupakan pencari nafkah

tunggal.

b) Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak,

sehingga dengan pendapatan kecil tidak dapat memberi cukup makan

pada anggota keluarga yang cukup besar itu.

29

Page 30: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu tertentu misalnya

bekerja pada musim panen, sehingga perhatian ke anak kurang,

terutama soal makan.

3) Peranan kepadatan penduduk, MC Laren (1982) memperkirakan bahwa

marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak, jika suatu daerah padat

penduduknya dengan keadaan higiene buruk, sedang kwashiorkor terdapat

jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai

kebiasaan makanan tambahan berupa tepung terutama pada anak-anak

yang tidak mau atau tidak mendapat cukup ASI.

4) Infeksi, infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi, pada

daya tahan tubuh terhadap infeksi.

5) Peranan kemiskinan, pentingnya kemiskinan dalam laporan Oda Advisory

Commite on Protein tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan

merupakan dasar penyakit gizi buruk, dengan kemiskinan dan mempunyai

penghasilan yang rendah, ketidak mampuan menambahkan makanan

sendiri, ditambah dengan timbulnya gizi buruk lebih dipercepat (Pudjiadi,

2000).

3. PATOGENESIS

a. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus tipe I merupakan penyakit autoimun yang ditentukan

secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses

bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.

Bukti untuk determinan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan

dengan tipe-tipe HLA spesifik (DW3 dan DW4). DW3 dan DW4 → memberi

kode terhadap protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit

→ protein ini akan mengatur respon sel T → jika sel T mengalami gangguan

maka sel T akan berperan dalam perusakan sel-sel langerhans.

Selain itu juga terdapat peningkatan antibodi terhadap sel – sel pulau

langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel beta

30

Page 31: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

→ terjadi gangguan sekresi insulin → defisiensi insulin → kadar glukosa

darah tinggi → DM tipe1.

Diabetes mellitus tipe II dimana sekresi insulin fase 1 (sekresi insulin

segera setelah sel beta mendapat rangsangan dari glukosa, muncul cepat dan

berakhir dengan cepat dengan puncak yang relatif tinggi, dan berfungsi untuk

mengantisipasi kadar glukosa yang meningkat tajam sesaat setelah makan)

yang inadekuat dan kurang sensitivnya reseptor jaringan tubuh terhadap

insulin → defisiensi sekresi insulin fase 1 → terjadi HAP (hiperglikemia akut

pascaprandial) atau peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau

minum → karena terjadi HAP maka sekresi insulin fase 2 (sekresi insulin

yang kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang

relatif lama, puncaknya akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa

darah di akhir fase 1) mengalami overkompensasi dengan cara menyekresi

insulin yang berlebih → lambat laun sel beta mengalami kelelahan karena

kerjanya terlalu berat → terjadi defisiensi insulin absolut → sekresi insulin

tidak bisa mengimbangi kadar glukosa darah yang tinggi → DM tipe 2.

Semakin tinggi resistensi insulin (kurang sensitivnya jaringan tubuh

terhadap insulin) → semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap

produksi glukosa endogen yang berlebihan → kadar glukosa darah semakin

tinggi → meningkatkan keparahan DM.

31

Page 32: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Gambaran proses pathogenesis diabetes mellitus beserta gejala yang ditimbulkan.

32

gagal ginjal

gagal sirkulasi perifer neuropati ↓ BB

KEMATIAN

Aliran darah ke otak ↓

atrofi dan lipolisissel menciut

volume darah ↓

polidipsidehidrasi

Anterosklerosis

Penyakit kardiovaskuler

(neuropati = nyeri tidak terasa)

Disuntik osmotik

poliuria

polifaghi

(-) glukosa intra sel

Penumpukan kolesterol, lemak, dan

glukosa

Glukosuria

(-) sensitive terhadap reseptor insulin

Typoglikemi

↓ penyerapan glukosa oleh sel

Diabetes Mellitus Tipe II

↑ sekresi glukosa oleh hati

Defisiensi Insulin

Diabetes Mellitus Tipe I

Page 33: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

b. Obesitas

Secara umum, obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori,

yang diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada

bayi (infant), penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan

pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan ini memiliki

kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi.

Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energi bergantung pada diet

seseorang.Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu

makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan

humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan,

dan sinyal psikologis. Mekanismeini dirangsang oleh respons metabolik yang

berpusat pada hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi

menhadi 3 komponen sesuai gambar 1.

a. Sistem perifer/sistem aferen menyalurkan sinyal dari berbagai tempat,

dimana komponen utamanya adalah leptin dan adiponektin (dariadiposit),

ghrelin (dari lambung), Peptida YY/PYY (dari ileum dan colon), insulin

(pancreas).

b. Nukleus arkuatus dalam hipotalamus memproses dan mengintegrasikan

sinyal periferal dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde

pertama, yaitu (a) POMC (pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and

amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY), dan

AgRP (Agouli-related peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi

dengan neuron orde kedua

c. Sistem eferen yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari

hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi.

Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan tengah untuk

mengontrol sistem saraf otonom.

Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan

penurunan berat badan dengan menghasilkan MSH (-Melanocyte Stimulating

Hormone), dan mengaktifkan reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R)

sebagai neuron orde ke 2 sebagai efek anoreksigenik. Sedangkan neuron

33

Page 34: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake) dan peningkatan berat badan

dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde ke2nya sebagai efek

oreksigenik.

Gambar 1. (Pengaturan keseimbangan energi. Jaringan lemak menghasilkan sinyal

aferen yang mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan

kekentyangan. Sinyal ini mengnurunkan intake makanan dan menghambat siklus

anabolik, dan mengaktifkan pemakaian energi dan mengaktifkan siklus katabolik.)

34

Page 35: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Gambar 2. (Jalur neurohumoral di hipotalamus yang mengatur kesetimbangan

energi. Terlihat POMC dan CART sebagai neuron anoreksigenik, dan serta NPY

dan AgRP sebagai neuron oreksigenik di hipotalamus bagian nukleud arkuatus.)

c. Marasmus

Sebenarnya malnutrisi marasmus merupakan suatu sindrom yang terjadi

akibat banyak factor. Factor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga factor

penting yaitu: tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment

(lingkungan). Memang factor diet (makanan) memegang peranan penting

tetapi factor lain ikut menentukan.

Pada keadaan ini yang mencolok adalah pertumbuhan yang kurang atau

terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada

mulanya keadaan tersebut adalah proses fisiologis untuk kelangsungan hidup

jaringan tubuh memerlukan energi yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan

yang masuk, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri.

Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi

kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan

kaborhidrat, protein dan lemak merupakan hal sangat penting untuk

mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh

jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk

menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat

terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein setelah beberapa jam

dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di

hepar dan di ginjal. Selama keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam

lemak, gliserol dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan

makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan

sampai mencegah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh

(Muchsan Lubis, 2002).

d. Kwashiorkor

35

Page 36: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

MEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi,

dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi

(AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi

lainnya.

Disebut malnutrisi primer bila kejadian MEP akibat kekurangan asupan

nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan

serta rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi

masalah nutrisi seperti di atas disebabkan karena adanya penyakit utama,

seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan

metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan

nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai

cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,

dimulai dengan pembakaran cadangan karbonhidrat kemudian cadangan

lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stress

katabolik (infeksi) maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat

status gizi masih di atas -3 SD (-2SD- -3SD), maka terjadilah kwashiorkor

(malnutrisi akut / ”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting

peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada

saat status gizi di bawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor.

Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai di bawah -3 SD

maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik/compensated malnutrition).

Dengan demikian pada MEP dapat terjadi: gangguan pertumbuhan,

atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,

penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesis enzim.

Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang

sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori

dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan

perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena

kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino

36

Page 37: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke

jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan

menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian

berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan

pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati terganggu

dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.

Gambar 1. Mekanisme edema pada kwashiorkor

e. Marasmik-Kwashiorkor

Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan  perubahan

sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan tersebut merupakan

gejala yang mencolok.

Defisiensi protein dalam diit menyebabkan kekurangan berbagai asam

amino esensiil untuk tujuan sintesis. Sedangkan hidrat arang yaang cukup

dalam diit menyebabkan produksi insulin me ningkat, sehingga asam amino

serum yang sudah berkurang akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam

amino akan menyebabkan produksi albumin di hati berkurang. Albumin serum

rendah menyebabkan edema.

37

Page 38: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Di hati terjadi perubahan jaringan berupa perlemakan yang disebabkan

penimbunan lemak akibat pengangkut lemak (beta lipoprotein) dari hati ke

depot lemak berkurang. Penyakit yang sering menyertai kwashiorkor adalah

defisiensi vitamin A, noma, tuberkulosis paru, bronkopneumonia, askariasis

dll

4. GEJALA KLINIS

a. Diabetes Mellitus

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan

kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah

makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal

untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan

diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul

rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien

mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa

lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat

kehilangan kalori. Selain itu pasien juga mengeluh lelah dan mengantuk (Price

and Wilson, 2005).

Pada diabetes tipe I, pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul

ketoasidosis, serta dapat meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan

dengan segera. Sedangkan pada diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak

memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan

pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.

Biasanya pasien tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak

defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif (Price and Wilson, 2005).

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa

gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala

tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering

buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah

lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi

gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul

38

Page 39: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan

menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),

iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang

dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa

diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika

penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe

2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya

penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,

obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

b. Obesitas

Obesitas dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis obesitas

dapat bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat sekali.

Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding

dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak

nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan

pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya

pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari

penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa menyebabkan berbagai

masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk

osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga

kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas

memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan

berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan

mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema

(pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan

pergelangan kaki. Menurut Soedibyo (1986), gejala klinis pada individu yang

mengalami obesitas adalah sebagai berikut:

39

Page 40: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Perumbuhan berjalan dengan cepat/pesat disertai adanya

ketidakseimbangan antara peningkatan berat badan yang berlebihan

dibandingkan dengan tinggi badannya.

Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan kulit lebih

daripada yang normal dan kulit nampak lebih kencang.

Kepala nampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan tubuhnya atau

dibandingkan dengan dadanya (pada bayi).

Bentuk pipi lebih tembem, hidung, dan mulut tampak relatif lebih kecil,

mungkin disertai dengan bentuk dagunya yang berganda (dagu ganda).

Pada dada terjadi pembesaran payudara yang dapat meresahkan bila terjadi

pada anak laki-laki.

Perut membesar menyerupai bandul lonceng, dan kadang disertai garis-

garis putih atau ungu (striae).

Kelamin luar pada anak wanita tidak jelas ada kelainan, akan tetapi pada

anak laki-laki tampak relatif kecil.

Pubertas pada anak laki-laki terjadi lebih awal dan akibatnya pertumbuhan

kerangka lebih cepat berakhir sehingga tingginya pada masa dewasa relatif

lebih pendek.

Lingkar lengan atas dan paha lebih besar daripada normal, tangan relatif

lebih kecil dan jari-jari bentuknya meruncing.

Dapat terjadi gangguan psikologis berupa: gangguan emosi, sukar bergaul,

senang menyendiri dan sebagainya.

Pada kegemukan yang berat mungkin terjadi gangguan paru-paru dan

jantung yang disebut sindroma Pickwickian dengan gejala sesak napas,

sianosis, pembesaran jantung, dan kadang-kadang penurunan kesadaran.

c. Marasmus

Penderita biasanya mempunyai gejala klinis sangat kurus, tampak tulang

terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput,

jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang,

sering disertai penyakit infeksi dan diare.

40

Page 41: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan

kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor

pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan

hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama

beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat

kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya

normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi

kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat

muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering,

tinja berisi mukus dan sedikit (Nelson, 1999).

Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat

mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya

ialah wajah si anak lonjong,berkeriput dan tampak lebih tua (old man face).

Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan

maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak

lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun

menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa

rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih

sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit

kronik dan Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.

Selain itu ciri penderita marasmus adalah sebagai berikut:

1) Badan kurus kering tampak seperti orangtua

2) Lethargi

3) Irritable

4) Kulit keriput (turgor kulit jelek)

5) Ubun-ubun cekung pada bayi

6) Jaringan subkutan hilang

7) Malaise

8) Kelaparan

41

Page 42: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

d. Kwashiorkor

Umumnya penderita mengalami edema, yang dapat terjadi di seluruh

tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan

seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis,

pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit

dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit

infeksi terutama akut, diare dan anemia.

Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi energi

protein kwashiorkor, antara lain:

1) Wujud Umum, secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat,

kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta

asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.

Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar baby).

42

Page 43: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

2) Retardasi Pertumbuhan, gejala penting ialah pertumbuhan yang

terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan

dengan anak sehat.

3) Perubahan Mental, biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan

rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa

menurun, dan anak menjadi pasif. Perubahan mental bisa menjadi tanda

anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk dapat mempengaruhi

perkembangan mental anak. Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan hal

tersebut: karakteristik perilaku anak yang gizinya kurang menyebabkan

penurunan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini selanjutnya

akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain

mengatakan bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan

struktural dan fungsional pada otak.

4) Edema, pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan

maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan

hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari

gangguan eliminasi ADH.

Gambar 1. Edema pada kwashiokor

43

Page 44: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

5) Kelainan Rambut, perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai

bangunnya (texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita

kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit.

Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus,

kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi

panjang. Rambut yang mudah dicabut di daerah temporal (Signo de la

bandera) terjadi karena kurangnya protein menyebabkan degenerasi pada

rambut dan kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari keratin

(senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan

kelainan pada rambut. Warna rambut yang merah (seperti jagung) dapat

diakibatkan karena kekurangan vitamin A, C, E.

Gambar 2. Kelainan rambut pada kwashiorkor

6) Kelainan Kulit, kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan

garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan

hiperpigmentasi dan persisikan kulit karena habisnya cadangan energi

maupun protein. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit

yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis

yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam

ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama

bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau

44

Page 45: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat

paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-

bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu

untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan

bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang

masih hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan

tryptophan menyebabkan gampang terjadi radang pada kulit.

Gambar 3. Crazy pavement dermatosis

7) Kelainan Gigi dan Tulang, pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan

dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga

ditemukan caries pada gigi penderita.

8) Kelainan Hati, pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga

ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol

lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi

sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor

lipotropik.

9) Kelainan Darah dan Sumsum Tulang, anemia ringan selalu ditemukan

pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi

parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat.

45

Page 46: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk

pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6).

Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum

tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi

protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan

tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem

komplimen.

10) Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain, di pankreas dan kebanyakan

kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus terjadi

perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan

produksi enzim pankreas terutama lipase.

11) Kelainan Jantung, bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi

jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.

12) Kelainan Gastrointestinal, gejala gastrointestinal merupakan gejala yang

penting. Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala

pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan

sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini

terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus,

intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan

defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam

empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa

usus halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi enzim

disakaridase.

13) Atrofi Otot, massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga

dibakar untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.

14) Kelainan Ginjal, malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi

atrofi glomerulus sehingga GFR menurun.

46

Page 47: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

e. Marasmik-Kwashiorkor

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari Marasmus-kwashiorkor

pada dasarnya adalah campuran dari gejala marasmus dan kwashiorkor, ciri

khas yang dapat terlihat secara klinis yakni:

1) Beberapa gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk dalam hal Berat

Badan (BB/U) berada dibawah < -3 SD dan bila di konfirmasi dengan

BB/TB dikategorikan sangat kurus: BB/TB < – 3 SD).

2) Kwashiorkor secara klinis terlihat disertai edema yang  tidak mencolok

pada kedua punggung kaki.

47

Page 48: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

5. PEMERIKSAAN

a. Diabetes Mellitus

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa

darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes

Toleransi Glukosa Oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM, seperti

usia dewasa tua, tekanan darah tinggi, obesitas, dan adanya riwayat keluarga,

dan menghasilkan hasil pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan penyaring

setiap tahun. Bagi beberapa pasien yang berusia tua tanpa faktor resiko,

pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Tabel interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110 – 199 >200

48

Page 49: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Darah kapiler <90 90 – 199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110 – 125 >126

Darah kapiler <90 90 – 109 >110

Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO

Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti,

namun tidak dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada

pasien dengan manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia.

Cara pemeriksaannya adalah :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani cukup

3. Pasien puasa selama 10 – 12 jam

4. Periksa kadar glukosa darah puasa

5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum

dalam waktu 5 menit

6. Periksa kadar glukosa darah saat ½, 1, dan 2 jam setelah diberi glukosa

7. Saat pemeriksaan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok

Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa individu yang dirawat

jalan dengan toleransi glukosa normal adalah 70 – 110 mg/dl. Setelah

pemberian glukosa, kadar glukosa akan meningkat, namun akan kembali ke

keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang < 200 mg/dl

setelah ½. 1, dan 1 ½ jam setelah pemberian glukosa, dan <140 mg/dl setelah

2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan sebagai nilai TTGO normal.

Tes Benedict

49

Page 50: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai spesimen.

Cara kerja :

1. Masukkan 1 – 2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi

2. Masukkan 1 ml reagen Benedict ke dalam urin tersebut, lalu dikocok

3. Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit

4. Perhatikan jika adanya perubahan warna

Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada

keadaan DM, kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak

kapiler dan glomerulus ginjal, sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami

”kebocoran” dan dapat berakibat terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal.

Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan yang benar untuk

mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi, maka akan terjadi berbagai

komplikasi sistemik yang pada akhirnya menyebabkan kematian karena Gagal

Ginjal Kronik.

Hasil dari Benedic Test

50

Page 51: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Interpretasi (mulai dari tabung paling kanan) :

0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa Bukan DM

+1 = Berwarna Hijau. Ada sedikit Glukosa Belum pasti DM, atau DM stadium

dini/awal

+2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa Jika pemeriksaan kadar glukosa darah

mendukung/sinergis, maka termasuk DM

+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa Positif DM

+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa DM kronik

Rothera test

Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai,

Rothera agents, dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk berguna untuk

mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan

adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani.

Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh

tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam

keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk

menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah

Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.

Cara kerja :

1. Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi

2. Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut

3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium

hidroxida secara perlahan – lahan melalui dinding tabung

4. Taruh tabung dalam keadaan tegak

5. Baca hasil dalam setelah 3 menit

6. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan

menandakan adanya zat – zat keton

51

Page 52: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Pemeriksaan Radiografi

Untuk pemeriksaan radiografi, pada penyakit DM didapatkan

manifestasi oral yaitu gigi goyang yang dikarenakan jumlah kolagen yang

berkurang dan mengakibatkan resorpsi tulang alveolar.

(The Book of Oral Radiologi)

b. Obesitas

1) Pemeriksaan Fisik, pengukuran antropometri dapat dilakukan untuk

mengetahui status gizi. Dengan penghitungan BMI (Body Mass Indez)

dapat diketahui golongan dari kondisi tubuh sesorang. Rumus yang

dapat digunakan:

BMI =      BB

                (TB)2

           BB = Berat Badan (dalam kg)       TB = Tinggi badan (dalam m)

(Guyton, A.C., John E. Hall, 1997)

NO BMI Klasifikasi

52

Page 53: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

1 < 18,5 Underweight

2 18,5 – 24,9 Normal

3 25 – 29,9 Overmeight

4 20 – 34,9 Obese gr I

5 35 – 39,9 Obese gr II

6 > 39,9 Extremely obese

(Budiyanti, 2007)

2) Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

LDL : ≥ 160 mg/dL (Normal : < 200 mg/dL)

HDL : ≤ 35 mg/dL (Normal : 35 – 65 mg/dL)

Asam Urat (Normal : ♂: 3 – 7 mg/dL ; ♀: 2,4 – 6 mg/dL)

Trigliserida (Normal : < 150 mg/dL)

Gula Darah puasa (Normal : 110 – 120 mg/dL)

USG : untuk mengetahui penampakan hepar.

Cara pengukuran melalui Diagnosa lemak tubuh melalui 2 tahapan, yaitu:

a. Cara Mengukur Lemak Tubuh. Tidak mudah untuk mengukur lemak tubuh

seseorang. Cara-cara berikut memerlukan peralatan khusus dan dilakukan

oleh tenaga terlatih:

Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air

dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang

tersisa.

BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah

dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah

udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.

53

Page 54: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai skening

tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari

lemak tubuh.

Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik), penderita

berdiri diatas skala khusus dan sejumlah arus listrik yang tidak

berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.

Dua cara berikut lebih sederhana dan tidak rumit:

Jangka kulit, ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur 

dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai

forseps).

Penyebaran Lemak. Cara lain untuk mengetahui distribusi lemak tubuh

adalah dengan cara melihat bentuk tubuh.

a. Pemeriksaan diagnostic, meliputi:

1) DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai skening tulang.

Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh.

2) BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah dikomputerisasi.

Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara yang tersisa

digunakan untuk mengukur lemak tubuh.

3) Jangka kulit, ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur

dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai forseps).

b. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Test Darah, selama pemeriksaan fisik, dokter akan mengeluarkan tes darah

untuk memeriksa kondisi banyak termasuk diabetes, kolesterol tinggi,

masalah jantung, dan gangguan hati. Dengan tes darah, dokter mungkin

dapat menangkap dan merawat kondisi tertentu sebelum mereka menjadi

masalah.

c. Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmik-Kwashiorkor

Untuk menegakkan diagnosis kelainan nutrisi under nutrition ini bisa

kita lihat melalui pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium. Dari

54

Page 55: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

pemeriksaan fisis yang pertama adalah inspeksi, dapat kita lihat fisik penderita

secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain edema dan kurus,

pucat, moon face, kelainan kulit misalnya hiperpigmentasi, crazy pavement

dermatosis. Pada palpasi ditemukan hepatomegali.

Sementara untuk pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang

penting diperhatikan berupa :

 tes darah (Hb, glukosa, protein serum, albumin)

 kadar enzim pencernaan

 biopsi hati

 pemeriksaan tinja & urin

Perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin

dalam serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena

kekurangan makanan, tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit

lebih lanjut.

Kadar glukosa darah yang rendah, pengeluaran hidrosiprolin melalui

urin,kadar asam amino dalam plasma dapat menurun,jika dibandingkan

dengan asam-asam amino yang tidak essensial dan dapat pula ditemukan

aminoasiduria meningkat.

Kerap kali juga ditemukan kekurangan kalium dan magnesium.Terdapat

juga penurunan aktifitas enzim-enzim dari pancreas dan xantin oksidase,tetapi

kadarnya akan kembali menjadi normal segera setelah pongobatan dimulai.

Pemeriksaan Laboratorium

Hampir semua kasus kwashiorkor memperlihatkan penurunan kadar

albumin, kolestrol dan glukosa dalam serum. Kemudian pada umumnya kadar

imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat. Meskipun kadar IgA

sekretori merendah. Gangguan imunitas seluler khususnya jumlah populasi sel

T merupakan kelainan imunologik yang paling sering dijumpai pada

malnutrisi berat.

55

Page 56: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

6. MANIFESTASI ORAL

a. Diabetes Mellitus

Pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat adanya manifestasi dalam

rongga mulut penderita, misalnya ginggivits dan periodontitis, disfungsi

kelenjar saliva dan xerostomia, infeksi kandidiasis, sindroma mulut terbakar

serta terjadinya infeksi oral akut.

1. Gingivitis dan periodontitis

Gingivitis merupakan inflamasi pada gusi yang mudah untuk

disembuhkan, dimana pada jaringan ginggiva terlihat kemerah-merahan disertai

pembengkakan dan bila disikat dengan sikat gigi akan berdarah. Gingivitis akan

menimbulkan terbentuknya periodontal pocket disertai adanya resorpsi tulang,

sehingga gigi goyang dan akhirnya tanggal.

Gb. Periodontitis pada penderita Diabetes Mellitus

Gb. Gingivitis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II

56

Page 57: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

2. Xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva

Hiperglikemia mengakibatkan meningginya jumlah urin sehingga cairan

dalam tubuh berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Dengan

berkurangnya saliva, dapat mengakibatkan terjadinya xerostomia. Dalam

rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba,

misalnya : Lactoferin, perioxidase, lysozyme dan histidine yang berinteraksi

dengan mukosa oral dan dapat mencegah pertumbuhan kandida yang

berlebihan. Pada keadaan dimana terjadinya perubahan pada rongga mulut

yang disebabkan berkurangnya aliran saliva, sehingga enzim-enzim

antimikroba dalam saliva tidak berfungsi dengan baik, maka rongga mulut

menjadi rentan terhadap keadaan mukosa yang buruk dan menimbulkan lesi-

lesi yang menimbulkan rasa sakit. Pasien diabetes mellitus yang mengalami

disfungsi kelenjar saliva juga dapat mengalami kesulitan dalam mengunyah

dan menelan sehingga mengakibatkan nafsu makan berkurang dan terjadinya

malnutrisi.

3. Infeksi kandidiasis

Kandidiasis oral merupakan infeksi bakteri oportunistik yang terjadi

dalam keadaan hiperglikemia karena keadaan tersebut dapat menyebabkan

terjadinya disfungsi aliran saliva karena adanya kehilangan cairan dari tubuh

dalam jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva juga berkurang. Selain itu,

juga menyebabkan komplikasi berupa microangiopathy yang paling sering

57

Page 58: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

muncul pada penderita diabetes mellitus terkontrol atau tidak terkontrol. Oleh

itu, Kandidiasis dapat ditemukan pada penderita diabetes mellitus bila

didukung berbagai faktor yang ada pada penderita diabetes mellitus, seperti

terjadinya defisiensi imun, berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi dan

pemakaian gigi tiruan dengan oral hygiene yang buruk.

Gb. Kandidiasis pada penderita Diabetes Mellitus

4. Sindroma mulut terbakar

Pasien dengan sindroma mulut terbakar biasanya muncul tanpa tanda-

tanda klinis, walaupun rasa sakit dan terbakar sangat kuat. Pada pasien dengan

diabetes mellitus tidak terkontrol, faktor yang menyebabkan terjadinya

sindroma mulut terbakar yaitu berupa disfungsi kelenjar saliva, kandidiasis

dan kelainan pada saraf.6,16 Adanya kelainan pada saraf akan mendukung

terjadinya gejala-gejala paraesthesias dan tingling, rasa sakit / terbakar yang

disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut.

5. Infeksi oral akut

Pada penderita diabetes mellitus dapat menyebabkan banyak komplikasi

lain yang masih belum dijumpai, hal ini memungkinkan terjadinya mekanisme

patogen yang berhubungan dengan infeksi-infeksi periodontal yang berperan

penting dalam perkembangan.

b. Obesitas

58

Page 59: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Mekanisme berperannya obesitas sebagai faktor resiko bagi periodontitis

adalah melalui TNF-α (tumor necrosis factor – alpha). TNF-α adalah salah

satu sitokin yang berperan dalam terjadinya penyakit periodontal melalui

aktivitasnya, yang antara lain memicu proliferasi, diferensiasi, dan aktivitas

osteoklas yang berakibat terjadinya resorpsi tulang, dan mengiduksi produksi

proteinase di dalam sel-sel mesenkim yang ikut bertanggung jawab dalam

destruksi jaringan ikat. Sitokin ini telah diteliti pada binatang dan manusia

yang gemuk kadarnya meningkat. Pada penderita periodontitis terjadi

peningkatan level TNF- α, yang akan menurun setelah dilakukan perawatan

periodontal.

Terdapat hubungan antara obesitas dengan TNF- α, dimana peningkatan

level TNF- α akan menjurus ke keadaan hiperinflamatori yang selanjutnya

meningkatkan resiko bagi penyakit periodontal. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa level TNF- α dalam plasma berkaitan secara bermakna dengan BMI

dan glukosa darah. Peningkatan level TNF- α tersebut tampaknya ada kaitan

dengan lokasi obesitasnya. Level TNF- α yang meningkat lebih dijumpai pada

individu dengan obesitas abdominal disbanding dengan obesitas perifer.

c. Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmik-Kwashiorkor

Marasmus dan kwarsiokhor merupakan penyakit malnutrisi akibat

kekurangan gizi (protein). Keduannya tergolong dalam penyakit under nutrisi.

Manifestasi oral yang sering terjadi pada rongga mulut dapat berupa:

1) Stomatitis, Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan radang yang

terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser

ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu dan dapat terjadi

berulang-ulang pada mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu

penyakit. SAR dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir

bagian dalam, lidah, serta palatum dalam rongga mulut. Penyakit ini relatif

ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular,

namun SAR sangat menganggu.

59

Page 60: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

gb. stomatitis

2) Angular cheilitis, resistensi terhadap infeksi mengalami penurunan

sehingga mudah terjadi infeksi pada jaringan periodontal. Salah satunya

berupa angular cheilitis. Angular Cheilitis merupakan suatu keadaan reaksi

inflamasi pada sudut mulut atau komisura labial yang biasanya dimulai

dari mucocutaneous junction dan dapat berlanjut ke kulit.

Dikarakteristikkan sebagai bentuk berfisur, kulit merekah, sensasi rasa

terbakar, dan mengering pada sudut mulut. Angular Cheilitis merupakan

penyakit klinis yang multifaktorial yang dapat disebabkan oleh empat

faktor utama yaitu agen infeksi, faktor mekanikal, defisiensi imun, dan

defisiensi nutrisi yang dapat terjadi secara sendiri atau berupa kombinasi

beberapa faktor. Umumnya pada orang dewasa disebabkan oleh agen

infeksi atau faktor mekanikal, sedangkan pada anak-anak yang lebih

menonjol disebabkan defisiensi nutrisi dan defisiensi imun. Keadaan

tersebut menyebabkan terjadinya sistem imun yang lemah dan

mikroorganisme yang biasa menjadi flora normal seperti Candida albicans

dapat berproliferasi dan menyebabkan infeksi. Infeksi inilah yang dapat

menyebabkan angular cheilitis.

gb. Agular cheilitis

60

Page 61: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

3) Glositis Defisiensi, kekurangan zat besi, asam foliat, vitamin B12 (jarang

vitamin B yang lain) dapat menimbulkan nyeri lidah yang tampak normal,

atau tampak merah, serta tidak berpapil. Lidah tampak normal, terlihat lesi

garis atau bercak merah (terutama pada kekurangan vitamin B12), tidak

memiliki papilla, dengan eritema (pada kekurangan zat besi, asam foliat,

atau vitamin B), atau pucat (kekurangan zat besi). Depapilasi lingual

dimulai pada ujung dan tepi dorsum, tetapi nantinya akan mengenai

seluruh bagian dorsum. Ada berbagai pola dari keadaan ini. Selain itu,

juga terlihat ulserasi mulut dan stomatitis angularis.

gb. glossitis

4) Leukoplakia, paling sering menyerang membran mukus pada mulut yang

terjadi karena iritasi. Lesi biasanya akan berkembang pada bagian lidah,

tetapi terkadang berkembang pula pada bagian dalam lidah. Akibat

kekurangan protein, tubuh menjadi kekurangan energy untuk bisa

mensintesis vitamin salah satunya vitamin A. Dampaknya defisiensi

vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi

dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa

respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula

merupakan manifestasi dari asupan vitamin A yang tidak cukup. Apabila

kelainan tersebut parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain

itu, pada percobaan dengan menggunakan binatang tikus, dapat diketahui

bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan

hiperkeratotik.

61

Page 62: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

gb. Leukoplakia

5) Gangguan pertumbuhan gigi, protein sangat berperan terutama pada masa

pertumbuhan jaringan termasuk perkembangan gigi sejak awal

pertumbuhannya. Selain itu protein berperan dalam pembentukan antibodi

yang melindungi seluruh jaringan termasuk mukosa mulut dan darerah

sekitarnya terutama dari infeksi. Akibat dari defisiensi protein,

pertumbuhan tulang terganggu sehingga erupsi baik pada gigi permanen

dan sulung menjadi terhambat.

7. PENATALAKSANAAN

a. Diabetes Mellitus

Menurut (Sibbuea, 1997) tujuan penatalaksanan diet pada penderita

diabetes adalah:

1) Memberikan semua unsur makanan esensial (mis. Vitamin dan

mineral)

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

3) Memenuhi kebutuhan energy

4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-

cara yang aman dan praktis

5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

6) Mencegah komplikasi akut dan kronik

7) Meningkatkan kualitas hidup

62

Page 63: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Prinsip dasar diit diabetes (Perencanaan Makan Penderita Diabetes

Dengan Sistem Unit, 1997): Prinsip dasar diit diabetes adalah pemberian

kalori sesuai dengan kebutuhan. Cara sederhana untuk mengetahui kebutuhan

dasar adalah sebagai berikut:

Untuk wanita: (Berat Badan Ideal x 25 kalori) ditambah 20 % untuk

aktifitas.

Untuk pria     : (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20 % untuk

aktifitas.

Prinsip kedua adalah menghindari konsumsi gula dan makanan ynag

mengandung gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat

arang hasil dari pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat

arang olahan ini akan lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah.

Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan

sehari-hari. Tubuh penderita diabetes akan lebih mengalami kelebihan lemak

darah, kelebihan lemak ini berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai

energi.

Prinsip keempat adalah memperbanyak konsumsi serat dalam makanan.

Yang terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin (ada dalam buah apel),

segala jenis kacang-kacangan dan biji-bijian (asal tidak digoreng!). serat larut

air ini terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat akan

memperbaiki pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta

memperlambat penyerapan gula dan lemak.

Perencanaan makan bagi penderita diabetes sesuai standar yang

dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70%, protein

10-15%, lemak 20-25%.makanan dengan komposisi KH sampai 70-75%

masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan <

300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh

(MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Poly

Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25

gr/hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan yang tidak bergizi, yang aman

dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang

63

Page 64: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium dan sucralose

(PERKENI, 2002). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status

gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

b. Obesitas

Menurut (Guntur, 2001) penatalaksaan obesitas yang tepat adalah

melalui empat cara, yaitu:

1) Diet, dianjurkan diet dengan rendah kalori tetapi cukup gizi, ialah 15 – 20

kalori/kg.bb.,dengan komposisi 20% protein, 65% karbohidrat dan 15%

lemak, komposisi tersebut mirip dengan komposisi diet B1 dari Askandar.

2) Olah Raga, di samping mempercepat metabolisme, juga dapat membuat

kondisi tubuh lebih segar dan dapat menambah estetika. Olah raga

dimaksudkan agar jumlah kalori yang dikeluarkan tubuh lebih banyak

daripada jumlah kalori yang masuk. Dengan olah raga yang baik akan

terjadi peningkatan metabolisme.

3) Obat-obatan, obat-obatan yang banyak digunakan untuk obesitas terdiri

dari obat penahan nafsu makan di antaranya adalah golongan amfetamin,

obat yang meningkatkan/mempercepat metabolisme tubuh misalnya

preparat tiroid, obat pemacu keluarnya cairan tubuh misalnya diuretika;

pencahar. Namun obat-obat tersebut bila digunakan dalam jangka panjang

akan menyebabkan efek samping sangat merugikan tubuh. Oleh karena itu

penggunaannya sebaiknya disertai kontrol ketat.

4) Pembedahan, operasi jejuno-ileal by-pass dilakukan memotong sebagian

usus halus yang menyerap makanan, tetapi resikonya cukup besar

sehingga hal tersebut harus dilakukan dengan indikasi yang cukup kuat,

yaitu apabila obesitas tak dapat diobati dengan tindakan konservatif.

Operasi pengambilan jaringan lemak (adipektomi), lebih cenderung

bersifat estetika namun sekarang ini tidak sesuai lagi.

c. Marasmus

64

Page 65: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet

tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita

marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan

mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang

mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu

mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat

di RS dibagi dalam beberapa tahap.

Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu

tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan

dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang

diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%.

Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg

BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20

jam berikutnya.

Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak

memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai

dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama

jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata

50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan

secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg

BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk

mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan

diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.

Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak

200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari

ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat

ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya

xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah.

Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV

atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa

MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium oral 30 mg/kg BB/hari.

65

Page 66: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM), selanjutnya

diberikan preparat oral atau dengan diet.

Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat

ialah susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan

penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan

makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu

yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan

lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas

1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan

padat. Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai

infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan

penicilin dan streptomycin (Aziz, 2008).

d. Kwashiorkor

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase

stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil

memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini

digunakan baik pada penderita kwashiorkor.

1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan

hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap

penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau

lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan

mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang

diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang

dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung.

Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada,

berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti

makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan

66

Page 67: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan

keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk

meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari

tiap 2-3 jam.

e. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan

lewat pipa (per-sonde)

2. Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik,

secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga

konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram

protein/kg berat badan sehari.

3. Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan

memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang

tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang

mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan

kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan

adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral

atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin

67

Page 68: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis

maksimal 400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi

(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya

menyertai KKP berat (Behrman, 2000).

e. Marasmik-Kwashiorkor

1) Marasmus Kwashiokor Ringan, tidak memerlukan perawatan di RS,

mengubah menu makan :2-3 gr protein dan 100-150 kkal/kgBB.

2) Marasmus Kwashiokor Berat, perlu perawatan untuk mencegah

komplikasi, Berdasarkan tanda bahaya dan tanda penting, dibagi:

Kondisi I : Renjatan (syok), letargis, muntah, diare atau dehidrasi.

a) Pasang O2 1-2L/menit,

b) Pasang infuse RLdan D10 % dengan perbandingan 1: 1 (RLG 5 %)

c) Glukosa 10 % intravena (IV) bolus dengan dosis 5 ml/kgBB

bersamaan dengan ReSoMal 5 ml/kgBB melalui NGT.

Kondisi II: letargi, muntah, diare atau dehidrasi, bolus glukosa 10%

intravena, 5 ml/kgBB, lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir

10% melalui NGT sebanyak 50 ml. Berikan ReSoMal dalam 2 jam

pertama secara oral/NGT setiap 30 menit, dengan dosis : 5 ml/kgBB setiap

pemberian. Catat frekuensi nadi, nafas dan pemberian ReSoMal.

Kondisi III: ditemukan muntah dan atau diare atau dehidrasi, berikan 50

ml glukosa atau larutan gula pasir 10 % (oral/NGT). Berikan ReSoMal

dalam 2 jam pertama secara oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5 ml/kgBB

setiap pemberian. Catat frekuensi nadi, nafas dan pemberian ReSoMal

Kondisi IV : ditemukan letargi, bolus glukosa 10% intravena, 5 ml/kgBB,

lanjutkan dengan glukosa atau larutas gula pasir 10 % melalui NGT

sebanyak 50 ml. Berikan F 75 dalam 2 jam pertama setiap 30 menit, ¼

dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat badan(NGT). Catat frekuensi

nadi dan nafas.

68

Page 69: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Kondisi V: tidak ditemukan renjatan (syok), letargi, muntah dan atau diare

atau dehidrasi, berikan glukosa atau larutan gula pasir 10 % melalui NGT

sebanyak 50 ml. Catat nadi, frekuensi nafas dan kesadaran.

Prinsip dasar pengobatan rutin Marasmus Kwashiokor (10 langkah utama):

1) Penanganan hipoglikemi

2) Penanganan hipotermi

3) Penanganan dehidrasi

4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5) Pengobatan infeksi

6) Pemberian makanan

7) Fasilitasi tumbuh kejar

8) Koreksi defisiensi nutrisi mikro

9) Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

10) Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh

69

Page 70: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit diabetes mellitus dan kelainan nutrisi merupakan penyakit yang

umum dijumpai di masyarakat. Diabetes mellitus biasanya dijumpai pada

orang yang tinggal di perkotaan, dimana tidak diperhatikanya asupan kalori

yang masuk. Diabetes bisa diakibatkan oleh karena kerusakan pancreas dalam

memproduksi insulin ataupun karena gangguan insulin dalam mensistesis

glukosa, selain itu juga disebabkan factor pendukung lain seperti genetic,

penyakit sindrom, neoplasma, dll.

Sedangkan kelainan nutrisi over nutrition disebabkan karena adanya

asupan makanan yang tak terkendali ke dalam tubuh melewati batas yang

dibutuhkan sehingga akhirnya kelebihan makanan tersebut disimpan dalam

bentuk lemak. Obesitas atau over nutrition biasanya bisa dikarenakan oleh

karena keturunan, ataupun pola diet yang salah dengan kurangnya aktivitas

tubuh.

Under nutrition yang bisa dibagi menjadi marasmus, kwashiorkor, dan

marasmik-kwashiorkor diakibatkan karena kekurangan asupan karbohidrat,

protein, ataupun keduanya. Hal ini biasa terjadi di daerah terpencil dimana

masyarakat kurang memahami asupan nutrisi pada anak maupun terjadi di

daerah yang mengalami kesusahan dalam mendapatkan bahan pangan.

Umumnya penderita mengalamu perut yang buncit dan tulang yang sangat

kelihatan seperti tengkorak hidup.

Penatalaksanaan dari semua penyakit ini umumnya mengobati gejala dan

mengeliminasi factor pencetus sehingga diharapkan nantinya Indonesia bisa

menjalankan pembangunan nasional sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan.

70

Page 71: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Donna L Wong dkk. 2001.  Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Behrman dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.

Sibbuea, W. (1997), Perencanaan Makan Penderita Diabetes Dengan sistem

Unit, Jakarta: Infomedika

Girard J, 1995. NIDDM and glucose transport in cells. In ( Assan, R, ed )

NIDDM and glucose transport in cells. Molecular Endocrinology and

Development CNRS Meudon, France: 6 – 16.

Ferrannini E, 1998. Insulin resistance versus insulin deficiency in non insulin

dependent diabetes mellitus: Problems and prospects. Endocrine Reviews 19: 477-

90.

Tjokroprawiro A, 1999. Diabetes mellitus and syndrome 32 (A step forward to

era of globalisation–2003). JSPS-DNC symposium, Surabaya: 1-6.

Ward WD, 1984. Pathophysiology of insulin secretion in non insulin

dependent diabetes mellitus. Diabetes Care 7 : 491 – 502

Laren A et al. 2000. Malnutrition. Classification Pathogenesis, Prevalence and

Prevention. In-Mc Laren. 

Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic

Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders, An imprint of Elsevier Inc.

2010; 438-442

Hermawan, A. Guntur . 2001. Komplikasi Obesitas dan Usaha

Penanggulangannya. Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. (vol 2). Edisi 15. Jakarta : EGC

White,Stuart C.1982.Oral Radiologi Principles and Interpretation Fifth

Edition.Missouri:Westline Industrial

Al Homsi MF, Lukic ML. 2000. An Update on the pathogenesis of Diabetes

Mellitus. Faculty of Medicine and Health Sciences, UAE University, Al Ain,

United Arab Emirates.

71

Page 72: Praktikum Kering Dm-malnutrisi

Madson, J.D. dan Eley, B.M.1993.Buku Ajar Periodonti. Alih bahasa:

drg.Anastasia S. Ed.2. Jakarta : Hipokrates.

Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2006. Obesitas Sebagai Faktor Resiko

Penyakit Periodontal. Dentika Dental Jurnal, Volume 11 no.2. Hal 184-7.

Fidianingsih, Ika. 2007. Sel Lemak Dan Peranannya Dalam Penyakit. Jurnal

UII, Volume 386. Hal 129-137.

Birnbaum W. 2009. Diagnosis Kelainan dalam Mulut: Petunjuk bagi Klinisi.

Jakarta: EGC.

Carranza F.A., Newman M.G., Takei H.H. 2002. Caranza’s Clinical

Periodontology,9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Langlais, Robert P. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang

Lazim. Jakarta: Hipokrates.

Alimul, aziz. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.

Salemba Medika : Jakarta.

Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes.

McGill University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 51–71

Golden M.H.N., 2001. Severe Malnutrition. Dalam: (Golden MHN ed).

Childhood Malnutrition: Its consequences and mangement. What is the etiology

of kwashiorkor? Surakarta: Joint symposium between Departement of Nutrition &

Departement of Paediatrics Faculty of Medicine, Sebelas Maret University and the

Centre for Human Nutrition, University of Sheffielob UK, 1278-1296.

Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:

IDAI.

Rani A, et al.1998. Malnutrition In Children Under Five Years Old at the

Departement of Child Health. Jakarta: Majalah Kedokteran Nusantara.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit

Diabetes Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta.

Price, SA dan LM Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep, Klinis, Proses-proses

Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta.

72