27
Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008 1 BAB I PERENCANAAN ATAP 1.1. Rencana Gording Rencana atap pada bangunan merupakan bagian yang sangat penting, mengingat fungsi dan estetika bangunan yang bersangkutan. Dalam perencanaan atap perlu dipertimbangkan lebih dulu perencanaan gording dari atap tersebut. 6 A B2 B B1 D C B3 1 L1 L1 L1 2 3 L1 L1 4 5 b b b b GN a a a a a a a a GN S G N G G G G G G G IA IA IA IA GN : GUNUNG-GUNUNG KETERANGAN : N K G S IA : GORDING C__________ : IKATAN ANGIN Ø____ : KUDA-KUDA RANGKA BAJA : SAG-ROD Ø_____ : NOK 2C__________ K K K K S S S Gambar 1.1 Denah rencana atap Untuk merencanakan gording perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. a) Jarak gording mendatar untuk atap genteng atau sirap antara 1800mm sampai maksimum 2500mm, sedang untuk atap seng atau asbes antara 1000 sampai 1300mm.

Praktek Peranc Bangunan Gedung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teknik Sipil

Citation preview

Page 1: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008 1

BAB I PERENCANAAN ATAP

1.1. Rencana Gording

Rencana atap pada bangunan merupakan bagian yang sangat penting,

mengingat fungsi dan estetika bangunan yang bersangkutan. Dalam perencanaan

atap perlu dipertimbangkan lebih dulu perencanaan gording dari atap tersebut.

6

A

B2

B

B1

DC

B3

1

L1L1

L1

2

3

L1L1

4

5

b b

bb

GN

a a a a a a a a

GN

S

GN G G GGGGG

IA

IA IA

IA

GN : GUNUNG-GUNUNG

KETERANGAN :

N

KG

SIA

: GORDING C__________

: IKATAN ANGIN Ø____

: KUDA-KUDA RANGKA BAJA

: SAG-ROD Ø_____: NOK 2C__________

K

K

K

K

S

S S

Gambar 1.1 Denah rencana atap

Untuk merencanakan gording perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.

a) Jarak gording mendatar untuk atap genteng atau sirap antara 1800mm sampai

maksimum 2500mm, sedang untuk atap seng atau asbes antara 1000 sampai

1300mm.

Page 2: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 2

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

b) Bentang gording ditentukan oleh jarak antar kuda-kuda, sebaiknya jarak kuda-

kuda sama dengan jarak kolom struktur. Tetapi kalau tidak memungkinkan

jarak kuda-kuda diambil antara 2500mm sampai 4000mm untuk atap genteng

atau sirap. Untuk atap seng atau asbes jarak kuda-kuda bisa diambil sampai

6000mm.

c) Jumlah sag-rod atau batang tarik penahan beban arah sumbu lemah gording

ditentukan oleh bentang gording (jarak kuda-kuda). Jarak sag-rod ini bisa

diambil maksimum 2000mm.

d) Batang ikatan angin dipasang dengan bentuk silang diantara kuda-kuda. Ikatan

angin ini tidak perlu dipasang pada setiap kuda-kuda, tetapi dapat dipasang

selang-seling.

e) Setelah semua hal tersebut dipertimbangkan, dibuatlah gambar denah rencana

atap seperti pada contoh gambar 1.1.

Setelah denah rencana atap dibuat, kemudian direncanakan gording seperti

dijelaskan gambar 1.2 berikut.

L1

L1

3 3L1

3L1

Beban gording arah sb-3

Beban gording arah sb-2

q sinααP sin

αq cosαP cos

2

α3

Gambar 1.2. Rencana Gording

Beban gording : - berat sendiri = diperkirakan = ……. kN/m’

- berat atap = αcos

ax berat atap = ……. kN/m’

- berat plafon = a x berat plafon = ……. kN/m’

Dead Load (D) rencana gording q = …….. kN/m’

Beban pekerja P diambil sebesar 1,0 kN sebagai beban Live (L)

Rencana momen gording :

( ) ( )

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛+=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

+==

3 sin

41

3 sin

81

cos41 cos

81

1,2

21

,2

1,32

1,3

LPM

LqM

LPMLqM

LD

LD

αα

αα

*,2

,2,2,2

,2,2

*,3

,3,3,3

,3,3

besaryang pilih 6,12,1

4,1

besaryang pilih 6,12,1

4,1

ULDU

DU

ULDU

DU

MMMM

MM

MMMM

MM

⎭⎬⎫

+=

=⎭⎬⎫

+=

=

Kemudian pilih dimensi gording C, dan dari tabel profil diperoleh property

penampang antara lain : I3 = Ix (mm4) ; I2 = Iy (mm4) ; W3 = Wx (mm3) dan W2 = Wy

(mm3)

Page 3: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 3

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

Cek tegangan pada profil C :

yUU

b FW

MW

Mf ≤+=

2

*,2

3

*,3

φφ, jika tidak dipenuhi pilih profil yang lain

dengan nilai φ = 0,9 untuk lentur dan geser (tabel 6.4-2 SNI 03-1729-2002)

Cek defleksi gording :

( ) ( ) 31

41

3

31

41

2 3 sin

481

3 sin

3845 dan

cos481 cos

3845

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=+=

LEI

PLEI

qEI

LPEI

Lq ααδαα

δ

122

23 240

1 L≤+= δδδ , sesuai batas lendutan maksimum (tabel 6.4-1 SNI 03-1729-

2002)

Hitungan sag-rod : Jumlah gording di bawah nok pada gambar 1.1 sejumlah n=4 baris, sehingga

gaya sag-rod terbesar ialah : αα sin2

dan sin3 ,

1, PnFq

LnF LtDt =⎟

⎞⎜⎝

⎛=

Kombinasi beban : *t

,,,

,, besaryang pilih 6,12,1

4,1F

FFFFF

LtDtUt

DtUt

⎭⎬⎫

+=

=(kN)

Luas batang sag-rod yang diperlukan : 23*

mm10.

y

tsr F

FAφ

= → pilih diameter sag-rod

yang dibutuhkan.

Hitungan sag-rod :

Untuk batang ikatan angin biasanya tidak ada hitungan yang terperinci,

biasanya langsung ditentukan dengan mempertimbangkan bentang dan jarak kuda-

kuda. Untuk kasus ini batang ikatan angin ditentukan φ16mm.

1.2. Rencana Beban Kuda-kuda

Untuk merencanakan beban kuda-kuda dapat dilakukan setelah dimensi

gording, sag-rod dan lainnya ditentukan. Dengan melihat denah rencana atap dapat

dibuat bagan kuda-kuda seperti ditunjukkan Gambar 1.3. Lebar tritisan diambil

sebesar b, yang besarnya bervariasi antara 750mm sampai dengan 1250mm.

Beban-beban P1, P2 dan P3 dihitung sesuai dengan jarak gording (lebar atap

yang didukung) dan panjang gording (jarak antara kuda-kuda), yang dijelaskan

seperti berikut. Berat atap dan plafon diambil dari peraturan pembebanan yang

berlaku, untuk berat sendiri kuda-kuda diperkirakan 0,50 kN/m’.

Page 4: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 4

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

aaaaaaaa

α

P1

2P

P2

P2

P3

2P

2P

P2

1P

bb

Gambar 1.3. Bagan rencana kuda-kuda

Beban P1 : - berat sendiri kuda-kuda = 2a

x berat kuda-kuda = ……. kN

- berat gording = L1 x berat gording per-m’ = ……. kN

- berat atap = αcos

2⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ + ba

x L1 x berat atap = ……. kN

- berat plafon = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ + ba2

x L1 x berat palfon = ……. kN

Beban P1 = ……. kN Beban P2 : - berat sendiri kuda-kuda = a x berat kuda-kuda = ……. kN - berat gording = L1 x berat gording per-m’ = ……. kN

- berat atap = αcos

a x L1 x berat atap = ……. kN

- berat plafon = a x L1 x berat palfon = ……. kN Beban P2 = ……. kN Beban P3 : - berat sendiri kuda-kuda = a x berat kuda-kuda = ……. kN - berat gording = 2 x L1 x berat gording per-m’ = ……. kN

- berat atap = αcos

a x L1 x berat atap = ……. kN

- berat plafon = a x L1 x berat palfon = ……. kN Beban P3 = ……. kN

Beban P1, P2 dan P3 tersebut adalah beban mati (D), beban hidup (L) diambil

sesuai ketentuan dalam Peraturan Pembeban, dalam hal ini diambil sebesar 1,0 kN

pada setiap joint.

Untuk beban angin ditentukan koefisien angin tiup (Cti) dan angin isap (Cis)

sesuai dalam Peraturan Pembebanan, dan dijelaskan pada gambar 1.4. Beban angin

dikerjakan pada tiap joint atas kuda-kuda seperti dijelaskan berikut.

Page 5: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 5

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

b b

1W

α

a a a a a a a a

isC

aaaaaaaa

α

Cti

bb

(a) Koefisien beban angin

(b) Beban angin dari kiri pada joint

W2

W2

W2

W3 4WW5

5W

5W

W6

6W

W5

W5

5WW4 3W

2W

2W

2W

(c) Beban angin dari kanan pada joint

aaaaaaaa

α

W1

bb

Gambar 1.4. Bagan rencana kuda-kuda

Beban angin dari kiri, besarnya W1, W2, W3, W4, W5 dan W6 dihitung sesuai

dengan besar tiupan angin (Qw), koefisien beban angin (Cti atau Cis), jarak gording

(lebar atap yang didukung) dan panjang gording (jarak antara kuda-kuda), yang

dijelaskan seperti berikut.

Beban W1 =αcos

2⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ + ba

x Cti x L1 x Qw = ……. kN

Beban W2 = αcos

a x Cti x L1 x Qw = ……. kN

Beban W3 =αcos2

1 a x Cti x L1 x Qw = ……. kN

Beban W4 = αcos2

1 a x Cis x L1 x Qw = ……. kN

Page 6: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 6

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

Beban W5 = αcos

a x Cis x L1 x Qw = ……. kN

Beban W6 = αcos

2⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ + ba

x Cis x L1 x Qw = ……. kN

Untuk beban angin dari kanan, beban-beban W1, W2, W3, W4, W5 dan W6

arahnya dibalik seperti dijelaskan pada gambar 1.4( c).

Dari bentuk kuda-kuda dan beban-beban yang telah ditentukan, kemudian

dibuat model dalam 2 dimensi menggunakan soft-ware SAP2000 atau yang lain,

untuk diketahui defleksi dan gaya-gaya dalamnya. Setelah defleksi di-cek terhadap

syarat dalam SNI 03-1729-2002 bab 6.4.3, kemudian dibuat tabel gaya batang

seperti yang dijelaskan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Rencana gaya-gaya batang pada kuda-kuda

No Batang

Panjang (mm)

Beban DL (kN

Beban LL (kN)

Beban Angin

Kiri Wki (kN)

Beban Angin

Kanan Wka (kN)

1,4DL 1,2DL + 1,6 LL

1,2DL + 1,3 Wki + 0,5 LL

1,2DL + 1,3 Wka + 0,5 LL

Gaya rencana

(kN)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11)

1

2

3

4

5

6

7

dst

Tabel 1.1 tersebut merupakan kombinasi pembebanan untuk kuda-kuda

sesuai SNI 03-1729-2002 bab 6.2.2. Gaya-gaya rencana pada kolom 11, diperoleh

dari kombinasi yang diberikan pada kolom 7, 8, 9 dan 10, dipilih yang terbesar.

1.3. Rencana Elemen Kuda-kuda

Pada perencanaan elemen kuda-kuda ada dua hal yang perlu diperhatikan.

Pertama adalah perencanaan elemen tarik (tanda positif), dan perencanaan elemen

tekan (tanda negatif).

Page 7: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 7

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

Untuk perencanaan elemen tarik dapat digunakan persamaan (10.1.1-1) pada

SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.

yg

ut f

AN

f ≤= φ

, dengan nilai φ = 0,9 (1-1)

dan syarat kelangsingan:

r

Lk=λ <300 untuk elemen sekunder (1-2a)

rLk=λ <240 untuk elemen primer (1-2b)

dengan : ft = tegangan tarik (MPa) Nu = gaya aksial tarik rencana (N) Ag = luas penampang bruto profil (mm2) λ = angka kelangsingan Lk = panjang elemen (mm) r = jari-jari girasi minimum (mm)

Untuk perencanaan elemen tekan dapat digunakan persamaan (9.3-6) pada

SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.

yg

uc f

AN

f ≤=

φω

, dengan nilai φ = 0,85 (1-3)

dan syarat kelangsingan:

r

Lk=λ <200 untuk elemen struktur tekan (1-4)

nilai ω dihitung dengan persamaan (7.6-5) SNI 03-1729-2002 seperti berikut: untuk λc < 0,25 maka ω = 1

untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω = cλ67,06,1

43,1−

untuk λc > 1,2 maka ω = 1,25(λc )2

dengan nilai Ef

rL yk

c πλ 1

=

Keterangan : fc = tegangan tarik (MPa) Nu = gaya aksial tekan rencana (N) Ag = luas penampang bruto profil (mm2) λ = angka kelangsingan Lk = panjang elemen (mm) r = jari-jari girasi minimum (mm) 1.4. Rencana Sambungan Elemen Kuda-kuda

Untuk perencanaan sambungan elemen kuda-kuda ada dua macam

sambungan yang digunakan, ialah sambungan baut dan sambungan las. Dua

macam sambungan ini dipilih karena dalam praktik banyak dijumpai. Sebenarnya

disamping dua macam sambungan tersebut masih ada macam sambungan yang

Page 8: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 8

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

lain, seperti misalnya sambungan paku keling, tetapi sambungan ini untuk saat ini

sudah jarang dijumpai.

Untuk merencanakan sambungan harus diikuti ketentuan dalam SNI 03-

1729-2002 bab 13, khususnya bab 13.1.3, 13.1.4, 13.2 sampai 13.5. Pada bab

13.1.4 butir b).(iii) sambungan sendi pada balok sederhana harus diperhitungkan

gaya geser minimum sebesar 40 kN.

Pada sambungan baut perlu diperhitungkan terhadap kegagalan geser dan

kegagalan tumpu. Dari kedua hal tersebut diambil nilai yang menentukan, ialah

nilai yang kecil.

Pada kegagalan geser kuat geser rencana baut dihitung sesuai persamaan

(13.2-2) dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:

bbufd AfrV 1φ= dalam (N) (1-5)

dengan : φf = faktor reduksi kekuatan untuk fraktur sebesar 0,75 r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser fub = tegangan tarik putus baut (MPa) Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm2)

Pada kegagalan tumpu kuat tumpu rencana baut tergantung pada yang

terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi

terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar dari 1,5 kali diameter

lubang, jarak antar lubang lebih besar dari 3 kali diameter lubang, dan ada lebih

dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dihitung sesuai

persamaan (13.2-7) dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:

upbfd ftdR 4,2 φ= dalam (N) (1-6)

dengan : φf = faktor reduksi kekuatan untuk fraktur sebesar 0,75 db = diameter baut (mm) tp = tebal pelat terkecil yang disambung (mm) fu = tegangan tarik putus yang terendah antara baut atau pelat (MPa) Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm2)

Catatan: untuk tebal tp ditentukan dengan memilih antara 2 kali tebal siku dan 1 kali tebal pelat simpul, kemudian dipilih yang terkecil.

Page 9: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 9

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

siku

pelat sambung/ pelat simpul

2 bidang geser baut

Gambar 1.5. Penampang geser baut

Untuk menghitung jumlah baut dipilih nilai yang terkecil antara kuat geser

baut dan kuat tumpu pelat. Dari persamaan (1-5), karena pada kasus ini ada dua

bidang geser, maka kuat geser baut menjadi 2Vd, dan kuat tumpu pelat pada

persamaan (1-6) tetap Rd , maka nilai 2Vd dan Rd dipilih yang terkecil, hal ini

dijelaskan pada gambar 1.5, kemudian jumlah baut dihitung dengan :

dd

ub RV

Nn

atau 2= (1-7)

dengan : nb = jumlah baut, minimal 2 buah baut Nu = gaya elemen yang disambung (N) 2Vd = dua kali kuat geser baut (N) Rd = kuat tumpu pelat (N)

Jarak baut ditentukan sesuai bab 13.4 SNI 03-1729-2002, yang dijelaskan

bahwa jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali diameter

nominal pengencang. Jarak dari tepi pelat sampai pusat pengencang harus dipenuhi

seperti pada tabel 13.4-1 sesuai SNI 03-1729-2002, sedang jarak maksimum

ditentukan seperti pada bab 13.4.3 dan 13.4.4 pada SNI 03-1729-2002.

Jenis sambungan las dibedakan dalam las sudut, las tumpul, las pengisi atau

las tersusun. Las tumpul ialah jenis sambungan las dimana terdapat penyatuan

antara las dan bahan induk sepanjang kedalaman penuh sambungan. Las sudut

ialah jenis sambungan las dimana las mengisi sisi-sisi diantara dua bahan yang

disambung. Las pengisi ialah jenis las sudut disekeliling lubang bulat atau selot.

Untuk jelasnya dapat dilihat gambar 1.6.

Page 10: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 10

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

ltwt

tw

(a) Las tumpul (b) Las sudut

Gambar 1.6. Macam sambungan las

Macam elektroda las (kawat las) dijelaskan pada Persyaratan Umum Bahan

Bangunan di Indonesia (PUBI-1982). Kawat las yang banyak digunakan dalam

praktik adalah E420-xx dan E490-xx dalam satuan SI. Dalam satuan psi E420-xx

setara dengan E60-xx, dan E490-xx setara dengan E70-xx.

Beberapa penjelasan yang penting diberikan apda tabel 1.2 dan 1.3 berikut.

Tabel 1.2 Klasifikasi Elektrofa Las

Klasifikasi Jenis lapisan Posisi pengelasan *) Jenis arus **)

E420-10 Natrium, Selulosa tinggi F, H, V, OH DC+

E420-11 Kalium, Selulosa tinggi F, H, V, OH AC atau DC+

E420-12 Natrium, Titania tinggi F, H, V, OH AC atau DC−

E420-13 Kalium, Titania tinggi F, H, V, OH AC atau DC+

E420-20 Oksida besi tinggi F, H-las sudut

AC atau DC+ AC atau DC−

E420-27 Oksida besi Serbuk besi

F, H-las sudut

AC atau DC+ AC atau DC−

E490-14 Serbuk, Titania F, H, V, OH AC atau DC+

E490-15 Natrium Hydrogen rendah F, H, V, OH DC+

E490-16 Kalium Hydrogen rendah F, H, V, OH AC atau DC+

E490-18 Serbuk besi, Hydrogen rendah F, H, V, OH AC atau DC+

E490-24 Serbuk besi, Titania F, H las sudut AC atau DC+

E490-28 Serbuk besi, Hydrogen rendah F, H las sudut AC atau DC+ Diambil dari tabel 80-1 dan tabel 80-2 PUBI-1982 *) F=posisi bawah tangan, V=poisi vertikal, H=posisi horisontal, OH=posisi di atas kepala **) DC+=arus searah elektroda di positif, DC−=arus searah elektroda di negatif, DC+=arus searah elektroda di positif

atau negatif, AC=arus bolak-balik

Page 11: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 11

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

Tabel 1.3 Kuat tarik dan batas ulur Elektrofa Las

Klasifikasi Kuat tarik minimum (MPa)

Batas Ulur min. (MPa)

Regangan min. (%) pada L0=5d0

E420-10 436 351 22

E420-11 436 351 22

E420-12 471 387 22

E420-13 471 387 22

E420-20 436 351 22

E420-27 436 351 22

E490-14 506 422 22

E490-15 506 422 22

E490-16 506 422 22

E490-18 506 422 22

E490-24 506 422 22

E490-28 506 422 22 Diambil dari tabel 80-4 PUBI-1982

Pada sambungan profil siku terlebih dahulu ditentukan gaya yang didukung

las seperti yang dijelaskan pada gambar 1.7 sebagai berikut.

2 sisi las

pelat sambung/ pelat simpul

siku

eL

Nu,1

u,2N

garis netral profilNu

h - ce

ech

Gambar 1.7. Sambungan las pada profil siku

Besarnya gaya rencana untuk sambungan las ditentukan sebagai berikut :

( )h

chNN eu

u−

=1, (1-8a)

( )hcN

N euu =2, (1-8a)

dengan : Nu = gaya elemen rencana (N) h = tinggi profil siku (mm) ce = jarak garis netral (mm), ada pada tabel profil Nu,1 = gaya rencana 1 (N) Nu,2 = gaya rencana 2 (N) → Nu,1 dan Nu,2 dipilih yang besar

Page 12: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 12

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

Pada sambungan kuda-kuda dengan menggunakan profil siku ganda ini jenis

las yang sesuai adalah las sudut. Ukuran tebal las (tl) minimum pada las sudut

diberikan pada tabel 13.5-1, sedangkan ukuran tebal las maksimum diberikan pada

bab 13.5.3.3 sesuai SNI 03-1729-2002. Panjang efektif las sudut diatur pada bab

13.5.3.5, dan jarak las sudut diatur pada bab 13.5.3.7 dan 13.5.3.8 sesuai SNI 03-

1729-2002.

SIKU 2L100

A SIKU 2L50

SIKU 2L60

PLAT TUMPU 10mmPLAT SIMPUL 8mm

ANGKUR 2Ø16mm

PLAT TUMPU 10mm

POTONGAN A

300300

250

DETAIL DUDUKAN KUDA-KUDASKALA 1 : 20

200

SKALA 1 : 20

ANGKUR 2Ø16mm

LAS

SIKU 2L100SIKU 2L50

(a) Detail dudukan kuda-kuda

SIKU 2L50

SIKU 2L50

DETAIL SAMBUNGAN BAUTSKALA 1 : 10

80 80

SIKU 2L50

8080

2 4 - 80 BAUT Ø12mm

SIKU 2L50

SIKU 2L50

SIKU 2L50

254025

402525

2540

25

252540

SKALA 1 : 10DETAIL SAMBUNGAN LAS

(b) Detail sambungan kuda-kuda

Gambar 1.8. Contoh detail sambungan kuda-kuda siku

Kuat rencana las sudut dapat diambil sesuai persamaan (13.5-3a) dan (13.5-

3b) SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.

)6,0( 75,0 uwlfu ftR φ= → (untuk las) (1-9a)

atau )6,0( 75,0 ulfu ftR φ= → (untuk bahan dasar) (1-9b)

dengan : Ru = kekuatan las (N/mm’)

Page 13: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 13

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

φf = faktor reduksi kekuatan saat fraktur sebesar 0,75 fuw = tegangan tarik putus logam las (MPa) tl = tebal las seperti gambar 1.6 fu = tegangan tarik putus logam bahan dasar (MPa)

Kekuatan sambungan las (Ru) dipilih yang terkecil antara persamaan (1-9a)

dan persamaan (1-9b), kemudian panjang efektif las Le ditentukan dengan :

u

ue R

NL

21,= (1-10a)

Secara teori panjang las pada gaya Nu,2 adalah lebih kecil dibanding dengan

panjang las pada gaya Nu,1 , tetapi dalam praktik panjang las ini dibuat sama sebsar

Le. Hal ini adalah untuk memudahkan dalam pengawasan dan untuk menghindari

kesalahan dari tukang bajanya, misalnya terbalik.

Contoh gambar kuda-kuda baja dan detail sambungan diberikan pada

gambar 1.8 dan gambar 1.9.

Page 14: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 14

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

50x5

0x5

50x5

0x5

50x5

0x5

60x6

0x6

SKA

LA 1

: 50

+8.5

00

60x6

0x6

50x50x5

C15

0x65

x20x

3

50x50x5

RE

NC

AN

A K

UD

A-K

UD

A B

AJA

KU

DA

-KU

DA

KE

TER

AN

GA

N :

PLA

T K

OP

EL

TEB

AL

5mm

JA

RA

K M

AK

S. 5

00m

m

50x50x5

50x50x5

50x50x5

60x6

0x6

1569

1569

1569

1569

1569

1569

2717

50x5

0x5

50x5

0x5

50x5

0x5

60x6

0x6

60x6

0x6

60x6

0x6

100

mm

4 m

m

80 m

m4

mm

PA

NJA

NG

LA

STE

BA

L LA

S

KB

60x6

0x6

50x5

0x5

8mm

PR

OFI

LP

LAT

SIM

PU

LS

AM

BU

NG

AN

LA

S S

UD

UT

2

4 - 1

002

4

- 80

50x50x5

50x50x5

50x50x5

50x50x

5

Gam

bar

1.9

Con

toh

ren

can

a ku

da-k

uda

baj

a si

ku

Page 15: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008 15

BAB II PERENCANAAN TANGGA DAN PELAT

2.1. Denah Ruang Tangga

Untuk merencanakan tangga terlebih dahulu ditentukan denah ruang tangga

seperti yang dijelaskan seperti pada gambar 2.1.

NAIKL1

2

3

B2

L12Ltg

1

B C

(a) Denah ruang tangga (b) Detail anak tangga

Optrede

Antrede

balok tangga

h tg

Gambar 2.1 Perencanaan tangga

Untuk merencanakan ruang tangga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.

a) Menentukan lebar bordes yang besarnya minimum adalah selebar tangga, jadi dalam

hal ini lebar bordes ialah setengah lebar dari L1.

b) Menentukan tinggi optrede (O) yang besarnya antara 150mm sampai 200mm,

sehingga jumlah anak tangga antar lantai adalah tinggi lantai dibagi dengan O

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

Oh

n lttg . Sedapat mungkin besarnya O merupakan bilangan bulat dalam ukuran

milimeter.

c) Besarnya antrede (A) ditentukan 280mm atau 300mm, sehingga lebar tangga Ltg

adalah AOhlt ⎟

⎞⎜⎝

⎛−1

21

d) Sudut kemiringan tangga adalah ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛= −

AO1tanα

Page 16: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Tangga Dan Pelat 16

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

2.2. Rencana Beban Tangga

Untuk merencanakan beban tangga dapat dilakukan setelah dimensi ruang

tangga dan sudut kemiringan tangga diperoleh, kemudian tebal pelat tangga (htg)

diperkirakan. Beban yang bekerja pada tangga dijelaskan seperti pada gambar 2.2 dan

ditentukan sebagai berikut.

qtg

bdq

Ltg 2L1

B1 C Gambar 2.2. Potongan 1 tangga dan beban tangga

Beban qtg : - berat sendiri tangga = αcos

tgh x berat volume beton = ……. kN/m2

- berat anak tanga = O21 x berat volume beton = ……. kN/m2

- berat ubin & spesi = 0,05 x berat volume ubin = ……. kN/m2 - berat railling (diperkirakan) = 1,00 kN/m2 Beban qtg = ……. kN/m2 Beban qbd : - berat sendiri tangga = htg x berat volume beton = ……. kN/m2

- berat ubin & spesi = 0,05 x berat volume ubin = ……. kN/m2 - berat railling (diperkirakan) = 1,00 kN/m2 Beban qbd = ……. kN/m2

Setelah beban tangga ditentukan, kemudian untuk menghitung gaya-gaya

rencana dapat digunakan bantuan soft-ware SAP200, atau dihitung secara manual dan

kemudian digambarkan SFD, BMD seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Gambar SFD dan BMD tangga dari SAP2000

(a) SFD (b) BMD

Page 17: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Tangga Dan Pelat 17

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

2.3. Rencana Penulangan Tangga

Untuk merencanakan penulangan tangga dilakukan setelah gaya-gaya rencana

tangga, antar lain : momen dan geser dihitung. Dari gaya-gaya rencana tersebut

kemudian dihitung luas tulangan tangga, dan di-cek tebal tangga (htg) terhadap gaya

geser rencana.

urLLDLu

DLu MMMM

MM→

⎭⎬⎫

+==

besaryang kombinasi dipilih 6,12,1

4,1

urLLDLu

DLu VVVV

VV besaryang kombinasi dipilih

6,12,14,1

→⎭⎬⎫

+==

Dari Mur diperoleh luas tulangan tangga Atg dalam mm2, dan Vur digunakan untuk cek

ketebalan tangga (htg) dengan Vc > Vur . Jika Vc < Vur maka tebal tangga perlu diperbesar.

Contoh gambar penulangan tangga diberikan seperti gambar 2.4. berikut.

DETAIL PENULANGAN TANGGA (POT. 1-1)SKALA 1 : 20

3400

G

TEBAL PLAT TANGGA 130mm

P8150

P8-200

D13-300

P8-200

D13-150

650

150±0.000

D13-150150

150

1000

P8-200

D13-150

150

70

200 150

P8-200

D13-150

P8-200

D13-150

-1.800

300300

150

150

150

300 300

P6-200D13-300

300 300 300

BALOK BORDES

+1.050D13-150

P8-200D13-300

P8-200

1300

LANTAI KERJA

Gambar 2.4. Contoh gambar penulanagan tangga

Pondasi tangga direncanakan dengan mempertimbangkan daya dukung ijin

tanah. Untuk merencanakan dimensi pondasi tangga dapat dilakukan langkah berikut.

Beban tangga pada pondasi adalah:

Page 18: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Tangga Dan Pelat 18

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

- beban mati (DL) tangga pada dukungan B1 = ………. kN/m’ - beban hidup (LL) tangga pada dukungan B1 = ………. kN/m’ - beban dinding/sloof tangga = btg x d x γbeton = ………. kN/m’ +

Beban Qtg = ……….... kN/m’

hpondasi

tgQ

B

e B22

B( e)

d

muka tanah

btg

B

Qtg

max min

(a) Beban tangga (b) Tegangan pada tanah

Gambar 2.5. Beban pondasi tangga dan tegangan tanah

Tegangan tanah ijin dikurangi dengan berat tanah dan berat sendiri pondasi akan

diperoleh tegangan tanah neto seperti berikut:

( )( ) ( )betonpondasiahpondasiahneto hhd γγσσ −−−= tantan (2-1)

Lebar pondasi tangga (=B) diperkirakan, dan panjang tegak lurus bidang gambar

dianggap 1 satuan panjang (1 meter), kemudian di-cek tegangan pada tanah yang terjadi:

netotgtg

BeQ

BQ

σσ ≤+= 2max

)(6 (2-2a)

dan 0)(

6 2min ≥−=B

eQB

Q tgtgσ (2-2b)

Untuk merencanakan penulangan pelat pondasi tangga, dihitung tegangan

terfaktor sebagai berikut:

- beban mati (DL) tangga pada dukungan B1 x 1,2 = ………. kN/m’ - beban hidup (LL) tangga pada dukungan B1 x 1,6 = ………. kN/m’ - beban dinding/sloof tangga = btg x d x γbeton x 1,2 = ………. kN/m’ +

Beban Qutg = ……….... kN/m’

Selanjutnya dihitung tegangan max dan min seperti pada persamaan (2-2a) dan

(2-2b), dengan menggantikan Qtg dengan Qutg. Momen dan geser rencana pada pelat

pondasi dihitung sebagai berikut:

( ) 2minmax

21

2221

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+

+= tg

uuu beBM

σσ dan

( )⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+

+= tg

uuu beBV

21

22minmax σσ

Selanjutnya dapat direncanakan tulangan pelat pondasi dari Mu, dan cek ketebalan pelat

pondasi dari gaya geser pelat pondasi Vu.

Page 19: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Tangga Dan Pelat 19

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

2.4. Rencana Pelat Lantai

Untuk merencanakan pelat lantai terlebih dahulu ditentukan denah rencana pelat

lantai, lengkap dengan balok-balok anak. Sebagai contoh diberikan pada gambar 2.6.

Dari denah rencana pelat tersebut kemudian direncanakan pembebanan pelat seperti

ditunjukkan pada tabel 2.1.

L1L1

6

4

5

L1L1

1

2

3

L1

DC

B2

B

B1

A

B3

A B C

CA

CBA

CBA

CBA

Gambar 2.6. Denah rencana pelat lantai

Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelat ini adalah menentukan tebal

pelat yang akan direncanakan. Bab 11.5 pada SNI 03-2847-2002 menjelaskan tentang

lendutan dan tebal minimum balok dan pelat, sedang pada bab 15 dijelaskan tentang

perencanan pelat dua arah.

Untuk menggambar penulangan pelat, sebaiknya tidak terlalu banyak variasi

macam penulangan pelat. Hal ini untuk memudahkan dalam praktik, disamping juga

untuk memudahkan pengawasan di lapangan. Secara teori memang bisa saja macam

penulangan pelat terdiri dari banyak variasi, dengan maksud untuk menghemat baja

tulangan yang digunakan. Namun hal tersebut dalam praktiknya justru akan

mempersulit pemasangan dan juga menyulitkan dalam pengawasannya.

Pada gambar 2.7 dan 2.8 diberikan contoh gambar penulangan pelat, dengan dua

alternatif untuk dipilih. Pada gambar tersebut dianggap variasi tulangan tipe A, B dan C

pada gambar 2.6 disamakan. Walaupun sebenarnya tulangan pelat tipe A dan C jarak

Page 20: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Tangga Dan Pelat 20

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

tulangannya lebih besar secara teori daripada pelat tipe B, tetapi dalam praktik dibuat

sama, untuk memudahkan dalam pelaksanaan.

Tabel 2.1 Contoh pembebanan pada masing-masing fungsi pelat

Fungsi Macam Tebal B. Vol B. Mati, D B.Mati Plat B.Hidup, L Wu=1,2D+1,6L

Plat Pembebanan mm kN/m3 kN/m2 kN/m2 kN/m2 kN/m2

1. Beban sendiri 100 24 2,400

Atap 2. Beban pasir - - -

3. Beban ubin + spesi - - -

4. Beban plafon - - 0,180

5. Lain-lain -> finishing (wp) 20 21 0,420

Total 3,00 0,600 1,000 5,200

1. Beban sendiri 120 24 2,880

Lantai 2. Beban pasir 50 18 0,900

3. Beban ubin + spesi 50 21 1,050

4. Beban plafon - - 0,180

5. Lain-lain

Total 5,010 2,130 2,50 10,012

Tabel 2.2 Contoh analisis penulangan pelat

Ly Koef. Mu Vu φ Vc A Dipasang Tipe Plat

Kondisi Tumpuan Lx

Arah 0,001x kN.m kN kN mm2 T. Pokok mm2 T.Bagi

Atap

A

1,7

Mlx Mtx

59 1) 59

0,940 0,940

4,550

44,7 2)

200 3)

φ 8-200

250

φ 6-200

Wu= 5,200kN/m2

Ly = 3000 Lx = 1750 ht = 120mm

Mly Mty

36 36

0,573 0,573

200 φ 8-200 250 φ 6-200

Lantai

B

2,0

Mlx Mtx

62 62

5,587 5.587

15,018

55,9

298

φ 8-150

333

φ 6-200

Wu= 10,012 kN/m2

Ly = 6000 Lx = 3000 ht = 120mm

Mly Mty

35 35

3,154 3,154

240 φ 8-150 333 φ 6-200

Lantai

C

1,5

Mlx Mtx

56 56

2,243 2,243

10,012

55,9

240

φ 8-150

333

φ 6-200

Wu= 10,012 kN/m2

Ly =3000 Lx = 2000 ht = 120mm

Mly Mty

37 37

1,482 1,482

240 φ 8-150 333 φ 6-200

1) Koefisien momen diambil dari Peraturan Beton Indonesia (PBI) tahun 1971 untuk pelat dengan tumpuan monolit di ke-empat sisi

2) Kuat geser beton Vc berdasarkan pada fc’ = 20 MPa 3) Luas tulangan berdasarkan pada mutu baja fy = 240 MPa

Page 21: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Tangga Dan Pelat 21

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

P6-200

P6-200

P6-2

00

P6-

200

P6-2

00

P6-2

00

P6-200

P6-200

P6-200

P8-

150

P8-150

P8-1

50

P8-1

50

P8-1

50

P8-1

50

5

640

0040

00

300060003000DCBA

4

P8-150 P8-150

P8-1

50P8-150

P8-

150

P8-

150

P8-

150

P6-2

00

P6-

200

P8-150

h = 120 mm

Gambar 2.7. Contoh gambar penulangan pelat lantai alternatif 1

4

P8-

300

P8-

300

P8-

150

P8-

150

P8-

150

P8-300

P8-300P8-300

P8-300

P8-300

P8-300

P8-300P8-300

P8-

300

P8-

300

P8-

300

P8-

300

P8-

300

P8-

300

P6-200

P6-200

P6-200

P6-

200

P6-

200

P6-

200

P6-

200

P6-200

P6-200

A B C D3000 6000 3000

4000

4000

6

5

h = 120 mm

P8-

150

P8-

300

P8-

300

Gambar 2.8. Contoh gambar penulangan pelat lantai alternatif 2

Page 22: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008 22

LAMPIRAN - LAMPIRAN 1. Profil Kanal C Tipis

Page 23: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 23

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

2. Profil Siku Sama-kaki

Page 24: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 24

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

3. Gambar Balok Anak

Page 25: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 25

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

4. Gambar Portal

Page 26: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 26

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

5. Gambar Denah Pondasi & Sloof

Page 27: Praktek Peranc Bangunan Gedung

Perencanaan Atap 27

Modul PRAKTIK REKAYASA oleh Haryanto Yoso Wigroho 2008

6. Gambar Detail Pondasi