Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI BANGSAL SYARAF
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
PUTRI GEOFANI
NIM : 143110183
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI BANGSAL SYARAF
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan
PUTRI GEOFANI
NIM : 143110183
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulisan karya tulis
ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dari berbagai
pihak, sangat sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Ns. Netti, S.Kep, M.Pd
dan Ibu Hj. Ns. Elvia Metti M. Kep, Sp.Kep. Mat selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Kemudian ucapan terimakasih ditujukan kepada Yth:
1. Bapak H. Sunardi, SKM, M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes RI Padang.
2. Bapak Dr. dr. Yusirwan, Sp.B, Sp.BA (K), MARS selaku Direktur RSUP Dr. M.
Djamil Padang
3. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang.
4. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep M. Kep selaku Ketua Prodi D III Keperawatan
Padang Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang.
5. Bapak Ibu Dosen dan Staf yang telah membantu dan memberikan ilmu dalam
pendidikan untuk bekal bagi peneliti selama perkuliahan di Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang
Akhir kata, peneliti berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan bagi pihak yang membacanya, serta peneliti mendoakan semoga
segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga
dapat membawa manfaat bagi pegembangan ilmu keperawatan nantinya. Amin.
Padang, Juni 2017
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Putri Geofani “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017” Isi : xi + 71 halaman + 12 lampiran
ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur dengan proporsi 15,4% serta menduduki urutan ketiga penyakit berbahaya setelah jantung dan kanker yang berujung kematian 50% (Junaidi, 2011). Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik di bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. Metodologi penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif. Proses penyusunan dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2017 dengan waktu penelitian selama lima hari. Populasi penelitian ada 8 orang dengan diagnosa stroke hemoragik di bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diambil 2 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil pengkajian didapatkan pada partisipan 1 diagnosa utama ketidakefektifan bersihan jalan napas ditandai dengan suara gargling dan penumpukan saliva. Tindakan yang dilakukan yaitu suction dan batuk efektif, masalah teratasi pada hari ke-5. Masalah utama pada partisipan 2 yaitu sesak napas, terdapat retraksi dinding dada saat bernapas dengan diagnosa ketidakefektifan pola napas. Tindakan monitor oksigen, posisi semi fowler dapat teratasi pada hari ke-4 dan 5. Diagnosa kedua dan ketiga pada kedua partisipan sama, yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hambatan mobilitas fisik. Tindakan yang dilakukan diantaranya memantau GCS, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital dan kekuatan otot. Kedua masalah tersebut dapat teratasi pada hari ke-5 untuk pasrtisipan 1 dan 2. Diharapkan bagi perawat ruangan agar dapat memotivasi pasien serta keluarga tentang kasus stroke hemoragik sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara biopsikososial dan spiritual Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Stroke Hemoragik Daftar Pustaka : 27 (2007-2015)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. . i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
HALAMAN ORSINILITAS ………………………………………………….. . iv
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………… v
ABSTRAK……………………………………………………………………. . vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan ............................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
A. Konsep Kasus Stroke Hemoragik .................................................... 7
1. Pengertian ................................................................................... 7
2. Klasifikasi .................................................................................. 7
3. Penyebab .................................................................................... 8
4. Patofisiologi ............................................................................... 11
5. WOC ....................................................................................... 14
6. Manifestasi Klinis ……………………………………………… 16
7. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis .............................. 19
8. Penatalaksanaan ......................................................................... 20
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis................................... ........... 23
1. Pengkajian Keperawatan........................................................ ..... 23
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul .......................... 30
3. Perencanaan Keperawatan ........................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 37
A. Desain Penelitian ............................................................................... 37
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... ........... 37
C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 37
D. Cara Pengumpulan Data…………………………………………… 38
E. Alat/ Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 39
F. Jenis Pengumpulan Data................................................................. .. 40
G. Rencana Analisis................................................................................. 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….. A. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………… 42
B. Hasil………………………………………………………………. . 42
1. Pengkajian ……………………………………………………. . 42
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………….. 50
3. Intervensi keperawatan ………………………………………… 51
4. Implementasi keperawatan............................................................ 54
5. Evaluasi keperawatan …………………………………………... 56
C. Pembahasan ………………………………………………………… 57
1. Pengkajian ………………………………………………………. 57
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………….. 62
3. Intervensi Keperawatan ……………………………………… .. 64
4. Implementasi keperawatan ............................................................ 66
5. Evaluasi keperawatan …………………………………………... 68
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….. 69
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 69
B. Saran................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 WOC.................................................................................................... 14
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tanda dan gejala stroke berdasarkan lokasi………………………..…… 18
Tabel 2.2 Perbedaan PIS dan PSA……………………………………………….. 19
Tabel 2.3 Nilai kekuatan otot……………………………………………………… 27
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan…………….…………………………………… 31
Tabel 4.1 Pengkajian……………………………………………………………… 43
Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………… 49
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………….. 50
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan................................................................... 55
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Proposal PenelitianPembimbing 1
Lampiran 3 : Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 2
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 1
Lampiran 5 : Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 2
Lampiran 6 : Persetujuan Menjadi Responden (Infonmed Consent) Partisipan 1
Lampiran 7 : Persetujuan Menjadi Responden (Infonmed Consent) Partisipan 2
Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 9 : Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 10 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 11 : Format Pengkajian Penelitian Partisipan 1
Lampiran 12 : Format Pengkajian Penelitian Partisipan 2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Putri Geofani
Tempat / Tanggal Lahir : Padang Panjang / 18 Januari 1996
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jln. Bahder Johan nomor 21 RT XVI
Kecamatan Padang Panjang Timur
Kelurahan Guguk Malintang Kota
Padang Panjang
Nama Orang Tua
Ayah : Sudarman S. H
Ibu : Ermiyetti S. Sn
Riwayat Pendidikan
1. TK Diniyyah Puteri Padang Panjang Tahun Lulus 2002
2. SD Negeri 04 Padang Panjang Tahun Lulus 2008
3. MTsN Padang Panjang Tahun Lulus 2011
4. SMA Negeri 2 Padang Panjang Tahun Lulus 2014
5. Poltekkes Kemenkes Padang Tahun Lulus 2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak (National Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009) Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya sekitar 50% kasus stroke hemoragik akan berujung kematian, sedangkan stroke iskemik hanya 20% yang berakibat kematian. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri pecah tersebut misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat (Junaidi, 2011). Tekanan darah tinggi / hipertensi merupakan faktor risiko paling penting berdasarkan derajat risiko terjadinya stroke. Menurut Tarwoto (2013), 50-70% kasus stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lain nya seperti merokok, hiperlipidemia, fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung dan diabetes (Goldszmith, 2013). Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko utama yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka para ahli epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar 12 juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi terkena stroke (Yastroki dalam Sikawin 2013). Stroke berdampak pada kecacatan bahkan kematian tergantung pada lokasi dimana terjadi gangguan suplai darah ke otak. Suplai darah yang berkurang menyebabkan kematian sel neuron, jika berlangsung hingga 72 jam dapat terjadi kerusakan otak (Corwin, 2009). Menurut Junaidi (2011), terdapat beberapa perubahan pada pasien stroke seperti : perubahan pikiran, perubahan emosi, perubahan kepribadian, hilang rasa hingga epilepsi. Banyak penderita pasca stroke menjadi penyandang cacat yang cukup berat sedang umurnya masih panjang. Dampak stroke tidak hanya terhadap penderita tetapi juga terhadap keluarga. Menurut penelitian Pambudi (2010), keluarga umumnya akan mengalami perubahan perilaku dan emosional yang lebih luas diantaranya ansietas, syok, penolakan, marah. Hal tersebut merupakan respon
umum yang disebabkan oleh stress. Bila dibiarkan, ini akan berlanjut pada depresi (Sutrisno, 2007) Stroke hemoragik yang disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi agar tidak terjadi edema serebri yang akan menyebabkan gejala seperti : sakit kepala, kebingungan, pusing, mual, muntah, ngantuk berlebihan, kelemahan, apatis, kejang, kehilangan kesadaran bahkan sampai koma (Aminoff dan Josephson, 2014). Edema serebri sangat berbahaya bagi penderita stroke sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut dengan “golden periode”. Apabila penderita stroke dapat ditangani dalam 6 jam , maka sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh sempurna, namun apabila dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan penanganan yang maksimal maka akan terjadi kecacatan / kelemahan fisik (Levine, 2008). Sedangkan penurunan tekanan darah diastole 5-6 mmHg dan systole 10-12 mmHg selama 2 sampai 3 tahun akan menurunkan risiko stroke antara 4,5-7% (Rudd dalam Tarwoto 2013). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam Ghani (2015) bahwa peningkatan jumlah pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pertahun pada tahun 2000 menjadi 1,5 juta pertahun pada tahun 2025. American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin, 2013). Suatu saat 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 milyar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk membiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Sedangkan menurut National Health Services (NHS) Inggris menghabiskan sekitar 4% total anggarannya untuk menyediakan perawatan bagi penderita stroke. Lembaga-lembaga pelayanan sosial juga menghabiskan biaya yang besar untuk menyediakan pelayanan yang berkesinambungan bagi penderita stroke, baik yang di rawat di rumah maupun di pelayanan kesehatan (Rudd 2010 dalam Yudha 2014) Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013) Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bahwa di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi
15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke. Sumatera Barat dalam prevelansi penyakit stroke menempati urutan ke 6 (enam) dari 33 provinsi setelah provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Gorontalo, DKI Jakarta, NTB, dengan presentase 10,6% (BPS, 2011). Berdasarkan data dari buku laporan Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2016 jumlah pasien yang dirawat di ruangan yaitu sebanyak 542 orang, pasien dengan stroke hemoragik 35,9% (189 orang). Menurut Junaidi (2011) dalam 6-12 bulan setelah stroke, 1 dari 10 orang bisa terserang stroke kedua. Terjadinya stroke ulangan bergantung pada jenis stroke awal, usia, penyakit terkait, dan faktor risikonya, serta kurun waktu kejadian stroke. Menurut Tarwoto (2013), mobilisasi sangat penting untuk meningkatkan kekuatan otot, jantung dan pengembangan paru pada pasien pasca stroke. Sehingga latihan gerak pada pasien stroke setelah stroke pertama dapat meminimalkan terjadinya stroke kedua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2010) bahwa kekuatan otot dan kemampuan fungsional meningkat secara signifikan setelah diberikan latihan. Berdasarkan survei awal di bangsal syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang, didapatkan data jumlah pasien stroke pada bulan Maret sebanyak 27 pasien. Lima belas diantaranya terdiagnosis stroke hemoragik. Enam pasien dirawat di ruangan High Care Unit (HCU), dan 9 pasien di ruang pemulihan. Pada pasien yang di rawat di ruangan HCU keadaan bed rest, belum bisa membalas respon yang diberikan perawat dan mengalami tekanan darah tinggi. Pasien juga mengeluarkan saliva yang banyak. Sedangkan yang di rawat di ruangan pemulihan, pasien banyak mengeluh masih merasakan nyeri kepala hebat dan lemah anggota gerak sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Masalah keperawatan pada pasien di ruangan HCU diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan bersihan jalan napas dan ketidakefektifan pola napas. Sedangkan masalah keperawatan yang muncul di ruang pemulihan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik dan risiko jatuh. Menurut Tarwoto (2013), masalah keperawatan yang biasanya muncul pada pasien stroke hemoragik diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, gangguan perawatan diri (ADL), hingga gangguan eliminasi. Peran perawat yang paling utama di ruang HCU bangsal syaraf menurut Junaidi (2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC (Airway, Breathing, Circulation), serta memantau tekanan darah tiap jam dan bagi pasien yang mengalami penumpukan saliva dilakukan suction serta perubahan posisi miring setiap 2-4 jam. Setelah dilakukan observasi di ruangan HCU bangsal
syaraf, tekanan darah pasien hanya dipantau per shift kerja (setiap 8 jam) dengan menggunakan tensimeter manual dan pasien tidak terpasang monitor. Selain itu, pada saat pemberian obat dan perubahan posisi, perawat kurang berkomunikasi dengan keluarga sehingga keluarga tidak mendapatkan informasi / edukasi atas tindakan keperawatan yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan “Asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang tahun 2017 “.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien stroke hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik di Bangsal Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyaki Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan yang pada pasien
dengan penyakit Stroke Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang
D. Manfaat
1. Bagi peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
2. Bagi lahan penelitian/Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk Rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk mencapai gelar diploma keperawatan. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan Padang dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke Hemoragik
1. Pengertian Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak. Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009)
2. Klasifikasi Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya trombositopenia,
leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011) Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).
3. Penyebab Stroke Hemoragik
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya : a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah: 1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada : 1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama-kelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low-Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (High-Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.
4. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013) Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri
dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013) a. Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat. Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial. Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.
5. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi: a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),
terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan masuk ke esophagus
h. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri
Table 2.1
Tabel tanda dan gejala stroke berdasarkan lokasi Lokasi Syndrome
Arteri Karotis Interna (ICA) a. Kelumpuhan pada tangan, kaki
dan wajah yang berlawanan
dengan kerusakan otak
b. Gangguan sensori pada kaki,
wajah, dan tangan yang
berlawanan dengan kerusakan
otak
c. Afasia, apraksia, agnosia
Middle Cerebral Arteri
(MCA)
a. Hemiplegi kontralateral
b. Gangguan sensori kontralateral
c. Afasia
Anterior Cerebral Arteri a. Paralisis kontralateral
(ACA) b. Gangguan berjalan
c. Kehilangan sensoris
d. Kerusakan kognitif
e. Inkontinensia urine
Arteri Vertebra a. Pusing
b. Nistagmus
c. Dispagia
d. Disatria
e. Nyeri pada muka, hidung, atau
mata
f. Kelemahan pada wajah
g. Gangguan pergerakan
Arteri basiler a. Quadriplegia
b. Kelemahan otot wajah, lidah, dan
faringeal
Sumber : Tarwoto (2013)
Table 2.2 Tabel perbedaan PIS dan PSA
Gejala dan tanda PIS PSA
Kelainan / defisit Hebat Ringan
Sakit kepala Hebat Sangan Hebat
Kaku kuduk Jarang Biasanya ada
Kesadaran Terganggu Terganggu sebentar
Hipertensi Selalu ada Biasanya tidak ada
Lemah sebelah tubuh Ada sejak awal Awalnya tak ada
LCS Erotrosit > 5000/mm3 Eritrosit . 25.000/mm3
Angiografi Shift ada Shift tidak ada
CT-Scan Area putih Kadang normal
Sumber: Junaidi, 2011
6. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis
a. Fase akut
1) Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin perfusi jaringan yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.
2) Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
3) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral yang dapat mengancam kehidupan.
4) Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan
b. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan
biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,
kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan
bowl.
2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik
otak
3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri
kepala clauster
4) Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
7. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas : a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium
dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan
untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan
natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid
c) Antikolvusan : fenitoin
Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah : a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical
dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per
hari selama 5-10 hari
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
d) Profilaksis Vasospasme
(1) Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV
diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
(2) Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic
(dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti
oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi : 1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah 4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor) Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada
saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
Tabel 2.3 Nilai kekuatan otot
Respon Nilai Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot,
lumpuh total
0
Terdapat sedikit kontraksi otot,
namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut
1
Didapatkan gerakan , tapi gerakan
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
2
Dapat mengadakan gerakan melawan
gaya berat
3
Disamping dapat melawan gaya berat
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
4
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA
(2010) dan Tarwoto: Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan
(2013)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
obstruksi jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
e. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan kardiak output
g. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran,
disfungsi otak global
h. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)
i. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
fungsi bicara, afasia
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan depresi pusat pencernaan
k. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas Batasan karakteristik : 1. Batuk yang
tidak efektif
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan menjadi efektif dengan kriteria hasil 1. Status pernafasan :
a. Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
b. Irama pernafasan teratur
c. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
2. Tanda-tanda vital: a. Irama pernafasan
teratur b. Tekanan darah
Manajemen jalan nafas a) Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
b) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
c) Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender
d) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
e) Auskultasi suara nafas f) Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
2. Dispnea 3. Gelisah 4. Perubahan
frekuensi nafas
Faktor yang berhubungan :
1. Benda asing dalam jalan nafas
2. Sekresi yang tertahan
normal (120/80mmHg)
c. Tekanan nadi normal (60-100 x/menit)
Monitor pernafasan a. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi otot
c. Monitor suara nafas tambahan
d. Monitor pola nafas e. Auskultasi suara nafas,
catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
f. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
g. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
h. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer)
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Definisi : rentan mengalami oenurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan Batasan karaketristik : 1. Tanda-tanda
vital 2. Status
sirkulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan serebral pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil : a. Tanda-tanda vital
normal b. Status sirkulasi lancer c. Pasien mengatakan
nyaman dan tidak sakit kepala
d. Peningkatan kerja pupil
e. Kemampuan komunikasi baik
1. Kaji status neurologic setiap jam
2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
3. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata
4. Kaji reflek kornea 5. Evaluasi keadaan
motorik dan sensori pasien
6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
7. Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur
8. Pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang,
Faktor yang berhubungan : 1. Hipertensi 2. Embolisme 3. Tumor otak
(missal: gangguan serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor)
batasi pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
9. Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak menekuk/fleksi
10. Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras atau mengedan
11. Pertahankan suhu normal
12. Pertahankan kepatenan jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik
13. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
14. Bantu pasien dalam pemeriksaan diagnostic
15. Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping (1) Antikoagulan:hepari
n (2) Antihipertensi (3) Antifibrolitik :
Amicar (4) Steroid,
dexametason (5) Fenitoin,
fenobarbital (6) Pelunak feses
Ketidakefektifan Pola Nafas Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil: 1. Status pernafasan
a. Frekuensi pernafasan normal
Manajemen jalan nafas a. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
Batasan karaketristik :
1. Dispnea 2. Pola nafas
abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
Faktor yang berhubungan :
1. Disfungsi Neuromuskular
2. Gangguan neurologis (misal: elektroensefalogram [EEG] positif, trauma kepala, gangguan kejang)
(16-25x/menit) b. Irama pernafasan
teratur c. Suara auskultasi
nafas normal d. Kepatenan jalan
nafas e. Retraksi dinding
dada tidak ada
2. Tingkat kelelahan berkurang dengan kriteria hasil : a. Kelelahan tidak
ada b. Nyeri otot tidak
ada c. Kualitas istirahat
cukup d. Kualitas tidur
cukup
c. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
d. Auskultasi suara nafas e. Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
Terapi oksigen a. Siapkan peralatan
oksigen dan berikan melalui system humidifier
b. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
c. Monitor aliran oksigen d. Monitor efektifitas
terapi oksigen e. Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi oksigen
f. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
Monitor tanda-tanda vital a. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat
b. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi
c. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
d. Monitor keberadaan nadi dan kualitas nadi
e. Monitor irama dan tekanan jantung
f. Monitor suara paru-paru
g. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
h. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
Hambatan mobilitas fisik Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah Batasan karakteristik : 1. Penurunan
kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
2. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Faktor yang berhubungan : 1. Gangguan
neuromuskular
2. Gangguan sensoriporseptual
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik tidak terganggu kriteria hasil : 1. Peningkatan aktifitas
fisik 2. Tidak ada kontraktur
otot 3. Tidak ada ankilosis
pada sendi 4. Tidak terjadi
penyusutan otot
1. Kaji kemampuan
motorik 2. Ajarkan pasien untuk
melakukan ROM minimal 4x perhari bila mungkin
3. Bila pasien di tempat tidur, lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh a. Gunakan papan kaki b. Ubah posisi sendi
bahu tiap 2-4 jam c. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan alamiah
4. Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema atau tanda lain gangguan sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama pada daerah tertekan, beri bantalan lunak
6. Lakukan massage pada daerah tertekan
7. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
8. Kolaborasi stimulasi elektrik
9. Kolaborasi dalam penggunaan tempat tidur anti dekubitus
Sumber: Bulecheck, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier Global Rights.
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen: a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu: a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif dengan pendekatan studi kasus yaitu studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi (Saryono, 2013). Hasil yang didapatkan oleh peneliti adalah melihat penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik di ruangan Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Januari-Juni 2017. Penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik dilakukan dari tanggal 24 Mei 2017 sampai dengan tanggal 28 Mei 2017 lima hari untuk masing-masing pasrtisipan.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pasien dengan Stroke Hemoragik sebanyak 8 pasien dari 16 pasien. Empat orang stroke primer (pertama) dan 2 orang dengan Perdarahan Intra Serebral (PIS)
2. Sampel
Sampel yang diambil berjumlah 2 orang yang didapat dari populasi dengan kriteria inklusi: a. Pasien dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik di bangsal syaraf
RSUP Dr. M. Djamil Padang
b. Pasien / keluarga bersedia mejadi responden
c. Kejadian stroke dari kedua partisipan merupakan serangan stroke
pertama (stroke primer)
d. Klasifikasi stroke dari kedua partisipan sama
e. Lama hari melakukan asuhan keperawatan minimal 5 hari
Kriteria ekslusi a. Pasien meninggal dan pindah ruang rawatan dengan hari
melakukan asuhan keperawatan kurang dari 5 hari
D. Prosedur Pengambilan Data
1. Prosedur Administrasi
Prosedur administrasi yang dilakukan peneliti meliputi: a. Peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang
b. Meminta surat rekomendasi ke RSUP Dr. M. Djamil Padang
c. Meminta izin ke Kepala RSUP Dr. M. Djamil Padang
d. Meminta izin ke Kepala Keperawatan Bangsal Syaraf RSUP Dr.
M. Djamil Padang
e. Melakukan pemilihan sampel yaitu berdasarkan pasien yang ada
waktu jadwal penelitian. Saat peneliti melakukan observasi
partisipan pada tanggal 23 Mei 2017, ada 8 orang partisipan
dengan diagnosa stroke hemoragik. Setelah di lihat dari buku status
keperawatan ada 4 orang dengan stroke kejadian pertama (stroke
primer) dan 2 orang yang penyebab nya sama yaitu dengan
Pendarahan Intra Serebral (PIS). Peneliti langsung menetapkan 2
pasien tersebut menjadi partisipan untuk penelitian karena
memenuhi kriteria inklusi penelitian.
f. Mendatangi responden serta keluarga dan menjelaskan tentang
tujuan penelitian
g. Keluarga memberikan persetujuan untuk dijadikan responden
dalam penelitian
h. Keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya
i. Keluarga menandatangani informed concent. Partisipan mengalami
penurunan kesadaran , jadi informed concent ditanda tangani oleh
keluarga saja
j. Selanjutnya perawat dan keluarga melakukan kontrak waktu untuk
pertemuan selanjutnya
2. Prosedur asuhan keperawatan
Proses keperawatan yang dilakukan peneliti adalah: a. Peneliti melakukan pengkajian kepada responden/ keluarga
menggunakan metode wawancara observasi dan pemeriksaan fisik
b. Peneliti merumuskan diagnosis keperawatan yang muncul pada
responden
c. Peneliti membuat perencanaan asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada responden
d. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden
e. Peneliti mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada responden
f. Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang
telah diberikan pada responden mulai dari melakukan pengkajian
sampai pada evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan
E. Alat / instrument Pengumpulan Data
1. Pengkajian
Menggunakan format pengkajian (format terlampir) yang berisi identitas pasien, riwayat kesehatan, pola kesehatan
2. Pemeriksaan fisik
Alat yang digunakan yaitu tensimeter, reflek hammer, penlight, thermometer, stetoskop
3. Diagnosis keperawatan
a. Analisa data
Analisa data pada kedua pasrtisipan Ny.R1 dan Ny.R2 mencakup data pasien, masalah dan penyebabnya (lampiran 11 dan 12)
b. Diagnosis keperawatan
Format diagnosis keperawatan berisi problem, etiologi, dan symptom, tanggal ditemukan masalah serta tanggal dipecahkan masalah (lampiran 11 dan 12)
c. Intervensi
Recana asuhan keeperawatan terdiri dari beberapa komponen diantaranya diagnosis keperawatan, tujuan, kriteria hasil, serta perncanaan keperawatan (lampiran 11 dan 12)
d. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari hari tanggal dilakukan asuhan keperawatan, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan, serta tanda tangan yang melakukan implementasi keperawatan (lampiran 11 dan 12)
e. Evaluasi
Evaluasi terdiri dari nama pasien, hari/tanggal, evaluasi berupa SOAP, serta tanda tangan yang membuat evaluasi keperawatan (lampiran 11 dan 12).
F. Cara Pengumpulan Data
1. Observasi
Berdasarkan observasi peneliti pada hari pertama melakukan penelitian, pada partisipan I (Ny. R1) mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran delirium, terpasang infuse NaCl 12 jam/kolf, terpasang O2 3 liter, posisi kepala tinggi 30°, batuk dan mengeluarkan saliva yang banyak. Obat yang diberikan yaitu Kalnex 4x1, Ranitidine 2x50, Citicolin 2x250, Ceftriaxone 2x1, Flumucyl 2x1 , Ca gluconas 1x1. Pasien mendapat Diit MC 1800 kkal. Sedangkan pada partisipan II (Ny.R2) juga mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran samnolan, terpasang infuse asering 12 jam/kolf, terpasang O2 5 liter, posisi kepala tinggi 30 °, diit MC DD 1500 kkal. Obat yang diberikan yaitu Asam tranexamat 4x1, Citicolin 2x750, Ceftriaxon 1x2, Prosogan injeksi 2x1 amp, Prosogan
drip 2 ampul, Drip manitol 20%, Aspilet 2x80, Simvastatin 1x 20, Nebu combivent 4x
2. Pengukuran
Pada hari pertama melakukan asuhan keperawatan, didapatkan hasil pengukuran pada kedua partisipan yaitu Ny.R1 dan Ny.R2. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, pemeriksaan pupil, pemeriksaan nervus cranial, pemeriksaan reflek fisiologis, reflek patologis serta penilaian kekuatan otot
3. Wawancara
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin. Caranya adalah dengan menanyakan kepada keluarga perihal kejadian yang sebenarnya terjadi pada partisipan dan riwayat kesehatan sebelumnya yang berkaitan dengan penyakit yang dialami partisipan saat ini.
4. Dokumentasi
Dokumen berbentuk status pasien serta catatan keperawatan yang di dokumentasikan ulang menggunakan gambar serta buku kegiatan penelitian.
G. Jenis-jenis Data
1. Data Primer
Data ini meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa hasol laboratorium, hasil CT-Scan, hasil Rontgen, catatan perkembangan keperawatan
H. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik. Data yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakkan diagnosis, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus stroke hemoragik. Analisa yang dilakukan untuk menentukan apakah ada kesesuaian antara teori yang ada dengan kondisi pasien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP DR.M.Djamil Padang di Bangsal Syaraf.
Ruangan nya terdiri atas HCU pria, HCU wanita, ruang rawatan pria dan
ruang rawatan wanita.Penelitian dilakukan tepatnya di ruang HCU wanita.
Kapasitas penampungan tempat tidur pasien adalah sebanyak 6 tempat tidur
di masing-masih ruangan HCU pria dan wanita dan 8 tempat tidur di masing-
masing ruang rawatanpria dan wanita yang dibagi menjadi 2 tim, yaitu tim I
dan tim II. Ruangan dipimpin oleh seorang karu dan Ketua MPKP.
Diruangan tersebut ada 18 perawat pelaksana yang dibagi menjadi 3 shif t
yaitu pagi, siang, dan malam. Perawat berpendidikan S1 terdiri dari 1 orang
perawat pelaksana dan ketua MPKP. Pendidikan S2 terdiri atas satu orang
yaitu Kepala Ruangan, sementara untuk perawat yang berpendidikan D3
adalah sebanyak 17 orang. Selain perawat ruangan beberapa mahasiswa
praktik dari berbagai institusi juga ikut andil dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien.
B. Hasil
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 24 Mei – 28 Mei 2017 pada dua
partisipan, yaitu Ny.R1 dan Ny.R2 dengan diagnosis medis Stroke
Hemoragik di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. Asuhan
Keperawatan dimulai dari pengkajian, penegakkan diagnosis keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi keperawatan yang
dilakukan dengan metode wawancara, observasi, studi dokumentasi serta
pemeriksaan fisik.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dimulai pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 09.00
WIB. Hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan
dituangkan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan Partispan 1 dan Partisipan 2
Pengkajian Partisipan 1 Partisipan 2
Identitas Pasien
Studi dokumentasi dan wawancara: Seorang perempuanNy. R1, 20 th, belum menikah, pendidikan S1 di Universitas Negeri Padang, agama Islam, alamat di Belakang Balok Bukittinggi. Pasien dirawat sejak tanggal 17 Mei 2017 dengan alasan masuk penurunan kesadaran, diagnosa medis
Studi dokumentasi dan wawancara: Seorang perempuan, Ny.R2, 54 th, status kawin, pendidikan SMP, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat di Muaro Bungo, Jambi. Pasien dirawat sejak tanggal 23 Mei 2017 dengan alasan masuk penurunan kesadaran, diagnosa medis Stroke Hemoragik + DM Tipe 2 dengan No. MR: 97 9482
Stroke Hemoragik + Bronkopneumonia dengan No. MR: 97 89 27
Identitas Penanggung Jawab
Penanggung jawab Ny. R1 adalah Tn. N (ayah kandung pasien), usia 42 tahun. Alamat di Kampung Baru Keke RT 01/12 Kijang Kota Bintan Kepulauan Riau
Penanggung jawab Ny. R2 adalah Tn. K (suami pasien), usia 58 tahun
Riwayat Kesehatan a. Keluhan
Utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 10.30 WIBrujukan dari RS Ibnu Sina Bukittinggi dengan keluhan penurunan kesadaran. Awalnya ketika pasien dibangunkan dari tempat tidur masih menyahut panggilan namun anggota gerak kiri pasien terlihat lemah lalu tiba-tiba pasien muntah 3x isi makanan setelah itu baru pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke RS Ibnu Sina Bukittinggi langsung di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian saraf dengan tingkat kesadaran delirium, GCS10 (E2M5V3), terpasang infuse asering 12 jam/kolf, terpasang oksigen 5 liter, Tekanan Darah 100/70 mmHg, Nadi 79x/i, Pernapasan 21x/i, Suhu
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada tanggal 23 Mei 2017 pukul 23.30 WIB dirujuk dari RS Muaro Bungo dengan keluhan penurunan kesadaran 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit yang terjadi tiba-tiba saat pasien istirahat tidak menyahut panggilan dari keluarga dan lemah anggota gerah kanan. Pasien muntah 1x dengan warna hitam dibawa ke RS Muaro Bungo dan langsung dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian tingkat kesadaran(samnolen), GCS 8 (E2M3V3), pasien terpasang infuse asering 12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/i, Tekanan Darah 210/100 mmHg , Nadi 90x/i ,Pernapasan 24x/i, Suhu 37,1 ,terpasang NGT dan kateter
36,6°c, terpasang NGT dan kateter
b. Keluhan saat dikaji
Wawancara: Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017, pasien hari rawatan ke-8, keluarga mengatakan pasien baru bisa membuka mata 1 hari yang lalu namun masih payah diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 12 (E3M5V4), tingkat kesadaran delirium, Tekanan Darah 150/90 mmHg, Nadi 82x/i, Pernasapasan 20x/i, Suhu 37,3°c, muntah tidak ada, terpasang infuse NaCl 0,9% 12 jam/kolf terpasang NGT dengan diit MC 1800 kkal, terpasang O2 3liter, kekuatan otot
Wawancara: Pada saat dikaji pada tanggal 24 Mei 2017, keluarga mengatakan pasien belum bisa diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 8 (E2M3V3), tingkat kesadaran samnolen, Tekanan Darah 180/100 mmHg, Nadi 79x/i, Pernasapasan 27x/i, Suhu 38,1°c, muntah tidak ada, terpasang infuse Asering 12 jam/kolf, terpasang NGT dengan diit MC DD 1500 kkal, terpasang O2 5 liter, auskultasi terdapat suara tambahan pernapasan yaitu gargling, kekuatan otot
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Wawancara: Keluarga mengatakan pasien tidak pernah sebelumnya menderita sakit seperti saat ini dan pasien tidak pernah jatuh, namun pasien sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing namun tidak pernah periksa ke dokter dan pasien juga tidak rutin cek tekanan darah ke pelayanan kesehatan. Pasien juga memiliki riwayat sering marah tanpa alasan yang jelas
Wawancara: Pasien mempunyai riwayat Hipertensi sejaklima tahun yang lalu dan riwayat penyakit diabetes mellitus tipe II sejak 3 tahun yang lalu. Penyakit tsb tidak terkontrol dan pasien tidak minum obat.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat DM, Hipertensi,
444
222 444
222
111
333 111
333
DM, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan penyakit kronis lainnya.
Penyakit Jantung Koroner dan penyakit kronis lainnya.
Pola Aktivitas (ADL)
a. Pola nutrisi
Wawancara: Keluarga mengatakan saat sehat pasien makan tidak teratur sehari kadang 2x dan kadang 1x,pasien suka mengkonsumsi makanan siap saji, mie instan, makanan besantan, jeroan dan tidak suka makan sayur namun suka konsumsi buah-buahan, minum air putih sebanyak 6-7 gelas (1200 - 1500cc /hari ). Saat sakit pasien diberi diit MC 1800 kakal melalui NGT, infus NaCl 0,9% 720 cc/hari.
Wawancara: Saat sehat pasien makan 3x sehari dengan nasi + lauk + sayur, namun jarang makan buah, dan minum air putih sebanyak 8-9 gelas (1800 - 2000cc /hari ). Saat sakit pasien diberi diit MC DD 1500 kkal melalui NGT, infus Asering 720 cc/hari.
b. Pola Eliminasi
Wawancara: Keluarga mengatakan saat sehat BAB pasien lancar 1 - 2 x sehari, konsistensi lembek, tidak ada keluhan, dan BAK lancar, tidak ada keluhan, sebanyak ± 6-7 x sehari (1000 – 1400 cc perharinya). Saat sakit pasien terpasang kateter, input 2600 cc/hari, urine 24 jam 2500 cc/hariwarna kuning muda dan BAB 1x3 hari, konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan.
Wawancara: Keluarga mengatakan saat sehat BAB pasien lancar 1x sehari, konsistensi lembek, tidak ada keluhan, dan BAK lancar, tidak ada keluhan, sebanyak ± 7-8 x sehari (1400 – 1800 cc perharinya). Saat sakit pasien terpasang kateter, input2300 cc/hari, urine 24 jam 1500 cc/hari, warna kuning muda dan BAB 1x4 hari, konsistensi cair, berwarna kuning pekat
c. Pola Istirahat dan Tidur
Wawancara: Sehat, tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang ± 2 jam/hari. Sakit, pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat
Wawancara: Sehat, tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang ± 1 jam/hari. Saat sakit, pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat dinilai karena pasien penurunan
dinilai karena pasien lebih banyak tidur
kesadaran
d. Pola Aktivitas dan latihan
Wawancara: Keluarga mengatakan saat sehat pasien aktif mengikuti organisasi di kampusnya.Namun pada saat sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas karena terjadi penurunan kesadaran dan ADL dibantu oleh keluarga dan perawat
Wawancara: Saat sehat keluarga mengatakan pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan sesekali melakukan kegiatan berdagang sayur, namun saat sakit pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga pemenuhan ADL pasien dibantu oleh perawat keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan : Dari hasil pemeriksaan di dapatkan keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran delirium, GCS 12 E3M5V4, TD130/ 80 mmHgNadi 82 x / menit, Pernapasan 20x / menit, Suhu 37,30C. Kepala : Tidak ada lesi seperti luka/bengkak pada kepala, kulit kepala bersih, rambut hitam panjang dan bersih Wajah: Simetris, pucat N.V (Trigeminus) tidak dapat dinilai Mata: Conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil an isokor 2mm/3mm N.II (optikus) tidak dapat dinilai, N.III (okulomotoris) mata bereaksi terhadap cahaya, N.IV (troklearis) dapat mengikuti arah pena ke atas dan ke bawah, N.VI (abdusen) dapat mengikuti arah pena ke kiri dan ke kanan Hidung: Simetris kiri dan kanan, hidung bersih ,tidakada pembengkakan
Pemeriksaan : Dari hasil pemeriksaan di dapatkan keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran samnolen, GCS 8 E2M3V3, TD210/ 100 mmHg, Nadi79 x / menit, Pernapasan27x / menit, Suhu 38,10C. Kepala : Tidak ada lesi seperti luka/bengkak pada kepala, rambut pendek beruban dan sedikit kotor Wajah : Simetris, pucat N.V (Trigeminus) tidak dapat dinilai Mata : Conjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor N.II (optikus) tidak dapat dinilai, N.III (okulomotoris) mata bereaksi terhadap cahaya, N.IV (troklearis) tidak dapat dinilai, N.VI (abdusen) tidak dapat dinilai Hidung: Simetris kiri dan kanan, hidung ada sekret,tidakada pembengkakan polip, terpasang 02 5l/I, Pernapasan 27x/i, N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai Bibir, mulut dan gigi: Bibir pecah-pecah dan mukosa bibir kering, mulut bersih gigi terdapat karies gigi NVII (facialis) tidak dapat dinilai,
polip, terpasang 02 3l/I, Pernapasan 20 x/i, N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai Bibir, mulut dan gigi: Bibir pucat dan mukosa bibir kering, mulut dan gigi bersih NVII (facialis) tidak dapat dinilai N.XII (hipoglasus) dapat mengeluarkan lidak dan dapat mencongkan ke arah kiri dan kanan Telinga: Telinga bersih, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII (akustikus), telinga kanan dapat mendengar suara gesekan jari sedangkan telinga kiri tidak Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai Thorak (paru-paru) : I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan P : fremitus sama antara yang kiri dengan yang kanan P : Bunyinya Sonor A:terdengar suara tambahan (gargling) Jantung: I : Ictus Cordis tidak terlihat P : Ictus Cordis tidak teraba P : Sonor A :Irama jantung teratur 82x/i Abdomen: I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering P : tidak ada nyeri tekan P : Timpani
N.XII (hipoglasus) tidak dapat dinilai Telinga: Telinga ada serumen, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII (akustikus), tidak dapat dinilai Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai Thorak (paru-paru) : I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan, terlihat retraksi dinding dada saat bernapas P : fremitus sama antara yang kiri dengan yang kanan P : Bunyinya Sonor A : Vesikuler Jantung: I : Ictus Cordis tidak terlihat P : Ictus Cordis tidak teraba P : Sonor A :Irama jantung teratur 79x/i Abdomen: I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering P : tidak ada nyeri tekan P : Timpani A : Irama bising usus 15x/menit Genetalia: Bersih dan terpasang kateter Ekstermitas atas: Terpasang IVFD NaCL asering12 jam/kolf pada kaki sebelah kiri, tanga edema, CRT <2detik, reflek bisep kanan (-), reflek trisep kanan (-) Ekstermitasbawah : Teraba hangat,CRT<2 detik, reflek patella kanan (-), tanda lasek (+), bludinsky II (+), reflek babinsky kanan (+), reflek caddok kanan (+), reflek openhem kanan (+), reflek Gordon kanan (+), Kekuatan otot
111
333 111
333
A : Irama bising usus 15x/menit Genetalia : Bersih, terpasang kateter Ekstermitas atas : Terpasang IVFD asering12 jam/kolf pada tangan sebelah kanan, tidak ada edema, CRT <2detik, reflek bisep kiri (-), reflek trisep kiri (-) Ekstermitas bawah : Teraba hangat,CRT<2 detik, reflek patella kiri (-), tanda lasek (+), bludinsky II (+), reflek babinsky kiri (+), reflek caddok kiri (+), reflek openhem kiri (+), reflek Gordon kiri (+) kekuatan otot :
Data Penunjang Laboratorium
Studi dokumentasi: Pada tanggal 17 Mei 2017Hb 12,3gr/dl, Leukosit 7.790 mm3, Trombosit 296.000 mm3,
Ht 37%, GDS 106 mg/dl Pada tanggal 24 Mei 2017 Kalsium 7,6 mg/dl, Natrium126 Mmol/L, Kalium 2,5 Mmol/L, Klorida serum 108 Mmol/L
Studi dokumentasi: Pada tanggal 24 Mei 2017 Hb 11,1gr/dl, Leukosit 19.330mm3, Trombosit 278.000 mm3, Ht 33 %, GDS 256 mg/dl, Ureum 67 mg/dl, Kreatinin 1,9 mg/dl, Natrium 144 Mmol/L, Kalium 3,7 Mmol/L, Klorida serum 107 Mmol/L
Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal 18 Mei 2017 CT-Scan Tanggal 19 Mei Rontgen Thorax
Tanggal 24 Mei 2017 CT-Scan, cek gula darah
Terapi pengobatan
Studi dokumentasi:
IUFD NaCl 12 jam/kolf, Diit MC 1800 kkal,
Studi dokumentasi:
IUFD Asering 12 jam/kolf, Diit MC DD 1500 kkal, Asam
444
222 444
222
Kalnex 4x1, Ranitidine 2x50, Citicolin 2x250, Ceftriaxone 2x1, Flumucyl 2x1 , Ca gluconas 1x1
tranexamat 4x1, Citicolin 2x750, Ceftriaxon 1x2, Prosogan injeksi 2x1 amp, Prosogan drip 2 ampul, Drip manitol 20%, Aspilet 2x80, Simvastatin 1x 20, Nebu combivent 4x
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan diangkat berdasarkan data yang didapatkan berupa
data subjektif dan dataobjektif. Berikut ini merupakan diagnosis
keperawatan yang ditegakkan oleh perawat ruangan pada partisipan I dan
partisipan II. Ditemukan 3 diagnosis keperawatan masing-masing
partisipan
Tabel 4.2 Diagnosis Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2 1. Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
3.Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan mengacu
pada NIC dan NOC berdasarkan hasil studi dokumentasi statuspartisipan 1
dan partisipan 2adalah seperti yang tertera pada tabel dibawah ini;
Tabel 4.3 Rencana Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
Diagnosis 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC kriteria hasil 3. Status pernafasan :
d. Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
e. Irama pernafasan teratur f. Kemampuan untuk mengeluarkan
sekret 4. Tanda-tanda vital:
d. Irama pernafasan teratur e. Tekanan darah normal
(120/80mmHg) f. Tekanan nadi normal (60-100
x/menit) NIC 1. Manajemen jalan nafas
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
c. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender
d. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
e. Auskultasi suara nafas f. Posisikan untuk meringankan
sesak nafas
2. Monitor pernafasan i. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan bernafas j. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi otot
k. Monitor suara nafas tambahan l. Monitor pola nafas m. Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
Diagnosis 1 : Ketidakefektifan Pola Napas NOC kriteria hasil: 3. Status pernafasan
f. Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
g. Irama pernafasan teratur h. Suara auskultasi nafas normal i. Kepatenan jalan nafas j. Retraksi dinding dada tidak
ada
4. Tingkat kelelahan berkurang dengan kriteria hasil : e. Kelelahan tidak ada f. Nyeri otot tidak ada g. Kualitas istirahat cukup h. Kualitas tidur cukup
NIC 1. Manajemen jalan nafas
f. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
g. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
h. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
i. Auskultasi suara nafas j. Posisikan untuk meringankan
sesak nafas
2. Terapi oksigen g. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui system humidifier
h. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
i. Monitor aliran oksigen j. Monitor efektifitas terapi
oksigen k. Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi oksigen l. Konsultasi dengan tenaga
kesehatan lain mengenai
keberadaan suara nafas tambahan n. Kaji perlunya penyedotan pada
jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
o. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
p. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer)
DX 2 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. NOC kriteria hasil : f. Tanda-tanda vital normal g. Status sirkulasi lancer h. Pasien mengatakan nyaman dan tidak
sakit kepala i. Peningkatan kerja pupil j. Kemampuan komunikasi baik
NIC 16. Kaji status neurologic setiap jam 17. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS 18. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
cahaya, gerakan mata 19. Kaji reflek kornea 20. Evaluasi keadaan motorik dan
sensori pasien 21. Monitor tanda vital setiap 1 jam 22. Hitung irama denyut nadi, auskultasi
adanya murmur 23. Pertahankan pasien bedrest, beri
lingkungan tenang, batasi pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
24. Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak menekuk/fleksi
25. Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras atau mengedan
26. Pertahankan suhu normal 27. Pertahankan kepatenan jalan napas,
suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik
28. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-
penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
3. Monitor tanda-tanda vital
i. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat
j. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi
k. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
l. Monitor keberadaan nadi dan kualitas nadi
m. Monitor irama dan tekanan jantung
n. Monitor suara paru-paru o. Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban p. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-tanda vital
DX 2 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. NOC kriteria hasil : k. Tanda-tanda vital normal l. Status sirkulasi lancer m. Pasien mengatakan nyaman dan
tidak sakit kepala n. Peningkatan kerja pupil o. Kemampuan komunikasi baik NIC 31. Kaji status neurologic setiap jam 32. Kaji tingkat kesadaran dengan
GCS 33. Kaji pupil, ukuran, respon
terhadap cahaya, gerakan mata 34. Kaji reflek kornea 35. Evaluasi keadaan motorik dan
sensori pasien 36. Monitor tanda vital setiap 1 jam
45mmHg dan PaO2 >80 mmHg 29. Bantu pasien dalam pemeriksaan
diagnostic 30. Berikan obat sesuai program dan
monitor efek samping (7) Antikoagulan:heparin (8) Antihipertensi (9) Antifibrolitik : Amicar (10) Steroid, dexametason (11) Fenitoin, fenobarbital : Pelunak
feses Hambatan mobilitas fisik NOC kriteria hasil : 5. Peningkatan aktifitas fisik 6. Tidak ada kontraktur otot 7. Tidak ada ankilosis pada sendi 8. Tidak terjadi penyusutan otot NIC 10. Kaji kemampuan motorik 11. Ajarkan pasien untuk melakukan
ROM minimal 4x perhari bila mungkin
12. Bila pasien di tempat tidur, lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh d. Gunakan papan kaki e. Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4
jam f. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan alamiah
13. Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema atau tanda lain gangguan sirkulasi
14. Inspeksi kulit terutama pada daerah tertekan, beri bantalan lunak
15. Lakukan massage pada daerah tertekan
16. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
17. Kolaborasi stimulasi elektrik 18. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
37. Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur
38. Pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang, batasi pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
39. Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak menekuk/fleksi
40. Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras atau mengedan
41. Pertahankan suhu normal 42. Pertahankan kepatenan jalan
napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik
43. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
44. Bantu pasien dalam pemeriksaan diagnostic
45. Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping
(12) Antikoagulan:heparin (13) Antihipertensi (14) Antifibrolitik : Amicar (15) Steroid, dexametason (16) Fenitoin, fenobarbital :
Pelunak feses Hambatan mobilitas fisik NOC kriteria hasil : 9. Peningkatan aktifitas fisik 10. Tidak ada
kontraktur otot 11. Tidak ada
ankilosis pada sendi 12. Tidak terjadi
penyusutan otot NIC
19. Kaji kemampuan motorik 20. Ajarkan pasien untuk
melakukan ROM minimal 4x perhari bila mungkin
21. Bila pasien di tempat tidur, lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh g. Gunakan papan kaki h. Ubah posisi sendi bahu tiap
2-4 jam i. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan alamiah
22. Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema atau tanda lain gangguan sirkulasi
23. Inspeksi kulit terutama pada daerah tertekan, beri bantalan lunak
24. Lakukan massage pada daerah tertekan
25. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
26. Kolaborasi stimulasi elektrik 27. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
4. Implementasi Keperawatan
Impementasi dilakukan 5 hari untuk masing-masing partisipan.
Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah dibuat. Berikut adalah implementasi yang
dilakukan
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Partisipan 2
Implementasi yang dilakukan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak efektif adalah memantau frekuensi pernapasan, auskultasi suara napas, miring kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva, mengeluarkan tumpukan saliva dengan suction, memotivasi pasien untuk batuk efektif semampunya Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)adalah memantau tanda-tanda vital, melakukan penilaian GCS, mengelevasi kepala 15-30°, mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat, monitor adanya peningkatan TIK serta monitor obat sesuai program Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak adalah monitor nilai kekuatan otot, melatih mobilisasi dengan ROM, mengatur posisi nyaman pada pasien, miring kanan-kiri setiap 2 jam, mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi serta memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa utama ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan adalah monitor irama, frekuensi pernapasan, auskultasi bunyi napas, mempertahankan kepatenan jalan napas, mengatur peralatan oksigen, monitor aliran oksigen yang diberikan sebanyak 5 liter, mempertahankan posisi pasien agar tidak sesak, monitor tanda-tanda vital , monitor suhu, warna dan kelembapan kulit. Implementasi untuk diagnosa kedua ketidakefektifan perfusi jaringan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIKadalah memantau tanda-tanda vital, melakukan penilaian GCS, mengelevasi kepala 15-30°, mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat, monitor adanya peningkatan TIK serta monitor obat sesuai program Implementasi yang dilakukan untuk masalah keperawatan ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak adalah monitor nilai kekuatan otot, melatih mobilisasi dengan ROM, mengatur posisi nyaman pada pasien, miring kanan-kiri setiap 2 jam, mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi serta memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari selama 5 hari pada masing-masing
pasrtisipan. Berikut adalah hasil evaluasi pada kedua partisipan
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan partisipan 1 dan partisipan 2
Partisipan 1 Pasrtisipan 2
Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang
didapatkan pada diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan reflek batuk
yang tidak adekuat adalah pada
auskultasi pasien tidak lagi mengeluarkan
suara tambahan (gargling) , pasien tidak
lagi mengeluarkan saliva yang banyak
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK adalah pasien telah mengalami
peningkatan GCS, sebelumnya GCS 12
(E3M5V4) menjadi GCS 13 (E4M5V4)
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan anggota gerak
adalah nilai kekuatan otot pasien
bertambah, sebelumnya
menjadi
Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang
didapatkan pada diagnosa
ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan adalah frekuensi
pernapasan pasien 19x/menit
sebelumnya diatas batas normal,
oksigen yang diberikan sebelumnya 5
liter menjadi 3 liter, tidak terdapat
retraksi dinding dada saat bernapas
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIKadalah pasien telah mengalami
peningkatan GCS, sebelumnya GCS 8
(E2M3V3) menjadi GCS 9 (E3M3V3)
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa
hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak adalah nilai kekuatan
otot pasien bertambah, sebelumnya
menjadi
444
333 444
333 222
333 222
333
444
222 444
222
111
333 111
333
dan juga keluarga dapat merubah posisi
pasien setiap 2 jam tanpa bantuan
perawat
C. Pembahasan kasus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada 2 orang partisipan melalui
pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan
diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada
bab ini peneliti akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan
kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus Stroke Hemoragik pada
Ny.R1 dan Ny.R2 yang telah dilakukan asuhan keperawatan mulai tanggal 24
Mei-28 Mei 2017 di ruang Bangsal Syaraf RSUP Dr. M.Djamil Padang, yang
dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan,
dari pengkajian ini dapat kita lihat perbedaan kasus dengan teori yaitu:
a. Identitas pasien
Pada dua kasus diatas, terdapat perbedaan umur antara dua partisipan,
pertama yaitu Ny.R1 berusia 20 tahun sedangkan pada kasus dua yaitu
Ny.R2 berusia 54 tahun. Menurut teori Arum (2015) bahwa semakin
bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya stroke. Hal
ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih
kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh
termasuk otak .
Menurut asumsi peneliti hal ini sama dengan kejadian yang terjadi
pada Ny.R2 dimana usia nya 54 tahun. Maka pada usia tsb sangat
rentan terhadap penimbunan plak sehingga aliran darah tidak lancar
sehingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Arum juga menambahkan bahwa penyebab stroke hemoragik tidak
hanya dari hipertensi, jantung, DM, obesitas, usia dan faktor keluarga
namun ada juga dari faktor risiko medis dan faktor risiko pelaku.
Faktor risiko medis diantaranya migraine (sakit kepala) sedangkan
faktor risiko pelaku seperti kebiasaan pola makan yang tidak teratur,
suka menyantap makanan siap saji/junkfood, mie instan, makanan
berlemak, jeroan dan kurang aktifitas olahraga serta suasana hati yang
tidak nyaman seperti sering marah tanpa alasan yang jelas.
Menurut peneliti, teori yang diungkapkan Arum sejalan dengan pasien
Ny.R1 yang berusia masih 20 tahun. Dilihat pernyataan keluarga Ny.
R1 bahwa ia sering mengeluh sakit kepala dan pusing, serta menyukai
makanan siap saji dan kurang nya aktifitas olahraga sehingga menjadi
penyebab terserang nya stroke hemoragik
b. Keluhan utama
Berdasarkan pengkajian yang didapatkan pada Ny.R1, partisipan
mengalami penurunan kesadaran setelah bangun tidur, lemah anggota
gerak kiri disertai muntah 3 kali isi makanan. Sedangkan pada Ny.R2
keluhan utamanya mengalami penurunan kesadaran ketika
beristirahat, lemah anggota gerak kanan dan muntah 1x berwarna
hitam.
Menurut Tarwoto (2013) manifestasi klinis dari pasien stroke
hemoragik diantaranya adalah kelumpuhan wajah / anggota badan
sebelah (hemiparise) atau hemiplegic (paralisis) yang timbul secara
mendadak.
Menurut asumsi peneliti manifestasi tersebut sama dengan yang
terjadi pada kedua partisipan dimana pada Ny.R1 terjadi kelemahan
anggota gerak kiri, sedangkan pada Ny.R2 terjadi kelemahan pada
anggota gerak kanan. Hal itu terjadi karena kerusakan pada area
motorik di korteks bagian frontal sehingga pasien tidak bisa
melakukan gerak fleksi ataupun ekstensi.
Menurut Web Of Caution Nanda (2015-2017) dimana dijelaskan
bahwa pada pasien stroke hemoragik terjadi peningkatan TIK yang
dapat mengakibatkan herniasi serebral, pusat pencernaan mengalami
depresi sehingga terjadi gangguan pada respon gastro intestinal,
pasien mengalami mual dan terangsang muntah.
Sedangkan menurut peneliti, muntah berwarna hitam yang terjadi
pada Ny.R2 adalah karena adanya perdarahan pada lambung,
dibuktikan dari pemasangan NGT di IGD (kumbah lambung) untuk
memastikan apakah benar adanya perdarahan di lambung.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada Ny.R1 hari Rabu 24 Mei 2017,
partisipan sudah hari rawatan ke 8, tingkat kesadaran delirium, GCS
12 E3M5V4, partisipan dapat memahami lawan bicara tapi bicara
pasien masih pelo, terdapat suara napas tambahan yaitu gargling.
Sedangkanpengkajian pada Ny.R2 hari yang sama, tingkat kesadaran
samnolen, GCS 8, E2M3V3, dan pernapasan 27 x/menit, terdapat
retraksi dinding dada saat bernapas.
Menurut penelitian Misbach (2013) manifestasi seorang stroke
hemoragik diantaranya adalah hipertensi, gangguan motorik
(kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik), gangguan sensorik,
gangguan visual, gangguan keseimbangan, nyeri kepala (migrain,
vertigo), muntah, disatria (kesulitan berbicara) dan perubahan
mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, supor, koma).
Sedangkan menurut Tarwoto (2013), pasien stroke hemoragik akan
mengalami gangguan menelan (disfagia) hal ini terjadi karena
kerusakan nervus cranial IX.
Menurut peneliti, gejala-gejala penurunan kesadaran yang dirasakan
oleh kedua pasien Ny. R1 dan Ny. R2 terjadi karena perubahan
perfusi pada otak yang dapat menimbulkan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Otak yang
mengalami kekurangan oksigen dapat mengganggu fungsi dari otak
tersebut dan juga fungsi organ lainnya. Selain itu, suara gargling pada
Ny. R1 menurut peneliti terjadi karena penumpukan sekret di jalan
napas. Hal ini dikarenakan partisipan telah telah 8 hari tirah baring di
atas tempat tidur sedangkan reflek menelan terganggu. Ini terlihat dari
penumpukan saliva dan tindakan suction dilakukan pada Ny. R1
Jadi berdasarkan analisa peneliti, gejala yang dirasakan oleh Ny.R1
dan Ny.R2 samadengan teori.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat kesehatan dahulu keluarga mengatakan Ny.
R1sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing,
partsipan tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung
Koroner. Sementara pada riwayat kesehatan dahulu pasien Ny.R2,
memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan riwayat
Diabetes Mellitus sejak 3 tahun yang lalu tidak terkontrol.
Menurut penelitian Maukar,magreysti, dkk (2014) ketika seseorang
mempunyai pola makan yang baik, lebih kecil kemungkinan
seseorang terkena penyakit stroke dibanding mereka yang kurang atau
tidak baik pola makannya
Sedangkan menurut Batticaca (2008) faktor risiko terjadinya stroke
antara lain: hipertensi atau tekanan darah tinggi, hipotensi atau
tekanan darah rendah, obesitas atau kegemukan, kolesterol darah
tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit diabetes mellitus,
merokok, stress dan lainnya.
Menurut peneliti ini sama dengan yang terjadi dengan kedua
partisipan. Bedanya ialah pada Ny.R1 penyebab penyakit stroke nya
adalah karena pola makan. Hal ini berkaitandari hasil pengkajian pola
nutrisi peneliti bahwa pada Ny. R1 mempunyai pola makan yang tidak
baik seperti mengkonsumsi makanan bersantan, berminyak, mie
instan, junkfood sehingga menjadi penyebab stroke. Hal tersebut
dikarenakan apabila sering mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak, maka akan terjadi arterosklerosis, sehingga aliran
darah keotak berkurang.
Berbeda dengan Ny,R1,stroke pada Ny. R2 disebabkan adanya
riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang tidak terkontrol,
sehingga muncul plak di pembuluh darah akibatnya aliran darah
tersumbat dan tidak lancar, lama-kelamaan akan terjadi pecah nya
pembuluh darah
e. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik Ny.R1 yang bermasalah yaitu keadaan umum
pasien lemah, tingkat kesadaran delirium,pupil an isokor yaitu
2mm/3mm, auskultasi napas gargling, tanda lasek (+), reflek patella
kiri (-), reflek babinsky kirin (+) dan kekuatan otot
Sedangkan pada pemeriksaan fisik Ny.R2didapatkan keadaan umum
pasien lemah, tingkat kesadaran samnolen, frekuensi pernapasan
27x/menit, tanda lasek (+), reflek patella kanan (-), reflek babinsky
kanan (+) dan kekuatan otot
Menurut tarwoto (2013), manifestasi dari pasien dengan stroke
hemoragik diantaranya kelumpuhan wajah/anggota badan, gangguan
sensibilitas pada 1/lebih anggota badan, penurunan kesadaran
(konfusi, delirium, samnolen, letargi, stupor dan koma), kesulitan
dalam berbicara (afasia), bicara cedel/pelo (disatria), gangguan
penglihatan (diplopia), gangguan menelan (disfagia), inkontinensia
bowel dan urine, vertigo, mual, muntah, nyeri kepala.
Menurut peneliti pada kasus Ny.R1 dan Ny.R2 memiliki manifestasi
sesuai dengan teori yang di ungkapkan oleh Tarwoto. Ini dibuktikan
dari gejala yang ditimbulkan oleh Ny.R2 yaitu terjadi gangguan
penurunan kesadaran berupa samnolen, kelemahan anggota gerak
bagian kanan / hemiparise dextra, inkontinensia bowel dimana Ny.R2
BAB 1x/3 hari dimana normal BAB adalah 1x/2 hari atau 1x/1 hari.
Sedangkan pada Ny.R1 terjadi gangguan bicara pelo, hemiparise
sinistra dan penurunan kesadaran dengan tingkat delirium.
2. Diagnosa keperawatan
444
222 444
222
111
333 111
333
Kasus pada partisipan 1 (Ny.R1) dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat,
gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra cranial (TIK), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak
Kasus pada partisipan 2 (Ny.R2) dari hasil studi dokumentasi status
pasien ditemukan 3 diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan pola
napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intra cranial
(TIK), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota
gerak
Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
reflek batuk yang tidak adekuat dapat ditegakkan pada partisipan 1
(Ny.R1) karena berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yaitu pasien
penurunan kesadaran, tampak batuk, mengeluarkan saliva yang banyak,
terdengar bunyi gargling pada saat auskultasi, serta pada terapi
pengobatan dilakukan suction. Hal ini sesuai dengan NANDA 2015 yang
menjelaskan bahwa diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas
batasan karakteristiknya adalah ada batuk, ada suara napas tambahan,
sputum dalam jumlah banyak.
Diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan pada partisipan 2 (Ny.R2) ditandai dengan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 8 (E2M3V3), tingkat
kesadaran samnolen, frekuensi pernapasan 27x/menit, terdapat retraksi
dinding dada saat bernapas dan pada terapi obat diberikan combivent. Hal
ini sesuai dengan batasan karakteristik dari NANDA 2015 yaitu
dispnea/gangguan pada pernapasan, irama napas abnormal serta frekuensi
napas abnormal (normal 16-25x/menit)
Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)dapat ditegakkan pada partisipan
1 (Ny.R1) dan 2 (Ny.R2) ditandai dengan pada pasrtisipan 1 (Ny.R1)
mengalami penurunan kesadaran GCS 12 (E3M5V4) dengan tingkat
kesadaran delirium, pasien tampak gelisah, pupil an isokor yaitu
2mm/3mm dan terpasang O2 3liter, sedangkan pada partisipan 2 (Ny.R2)
juga mengalami penurunan kesadaran, GCS 8 (E2M3V3) dengan tingkat
kesadaran samnolen, badan teraba panas dengan Suhu 38,1°c, Tekanan
Darah 180/100, terpasang 02 5 liter.
Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak ditegakkan pada kedua partisipan (Ny.R1 dan Ny. R2) ini
ditandai dengan hasil pemeriksaan kekuatan otot. Pada partisipan 1
kekuatan otot : pada partisipan 2 kekuatan otot :
Hemiparise sinistra pada Ny.R1 dan hemiparise dextra pada Ny.R2. Pada
pemeriksaan fisiologis dan patologis partisipan 1 (Ny.R1) terdapat
beberapa kelainan berupa reflek bisep kiri (-), reflek trisep kiri (-), reflek
patella kiri (-), reflek caddok kiri (-), reflek openhem kiri (-), reflek
Gordon kiri (-) dan pada saat pemeriksaan tanda lasek ekstremitas bawah
kiri terdapat tahanan sehingga tidak terangkat sampai 70°. Aktifitas pasien
dilakukan diatas tempat tidur dan ADL dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Pada partisipan 2 (Ny.R2) hasil reflek bisep kanan (-), reflek trisep kanan
(-), reflek patella kanan (-), reflek caddok kanan (-), reflek openhem
kanan (-), reflek Gordon kanan (-) dan pada saat pemeriksaan tanda lasex
kaki kanan tidak terangkat sampai 70°. ADL Ny.R2 dibantu oleh keluarga
dan juga perawat.
Menurut Tarwoto (2013) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien stroke hemoragik berupa ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas reflek menelan yang
tidak adekuat,ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan infark jaringan otak,vasospasme serebral, edema serebral,
ketidakefektifan pola naps berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,
hambatan mobilitas fisik berhubungan gangguan neuromuscular
111
333 111
333 444
222 444
222
kelemahan anggota gerak, risiko jatuh berhubungan dengan penurunan
kekuatan ekstremitas, resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan
kesadaran dan penurunan reflek menelan, nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Menurut asumsi peneliti, perlu ditambahkan diagnosa resiko aspirasi pada
partisipan 1 (Ny.R1) dikarenakan pasien mengalami obstruksi jalan napas
adanya secret di saluran pernapasan dan juga pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga sangat berkemungkinan pasien akan
mengalami aspirasi. Ini diperkuat dari teori menurut Batticaca (2008)
bahwa batasan karakterisitik dari diagnosa resiko aspirasi adalah adanya
batuk, adanya demam dan adanya bunyi napas tambahan ronchi. Begitu
juga menurut Tarwoto (2013) bahwa aspirasi merupakan salah satu
komplikasi dari pasien stroke hemoragik yang mengalami penurunan
kesadaran dikarenakan terjadinya gangguan N.IX yaitu gangguan batuk
dan menelan.
Peneliti tidak mengangkat diagnosa nyeri pada kedua pasrtisipan karena
kedua partisipan masih mengalami penurunan kesadaran sehingga belum
bisa untuk berkomunikasi aktif
3. Rencana tindakan keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasrtisipan 1 (Ny.R1)pada
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah pertama
memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Rencana kedua
mengajarkan batuk efektif gunanya adalah untuk mengeluarkan sekret
yang menumpuk di jalan napas. Rencana ketiga auskultasi suara napas
karena apabila ada terdengar bunyi suara napas tambahan maka ada
sesuatu yang menyumbat di saluran pernapasan dan itu harus segera
diatasi agar tidak terjadi aspirasi. Rencana keeempatyaitu beri posisi
nyaman untuk meringankan napas dan kelima monitor suara napas
tambahan
Rencana diagnosa keperawatan pda partisipan 2 (Ny. R2) dengan
diagnosa ketidakefektifan pola napas adalah pertama posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi gunanya adalah agar pernapasan pasien
longgar dan tidak sesak, kedua auskultasi suara napas gunanya adalah
memantau apakah ada bunyi napas tambahan yang akan menyumbat jalan
napas, ketiga posisikan pasien untuk meringankan sesak napas, keempat
siapkan alat oksigen serta monitor aliran oksigen, kelima monitor tanda
hipotermi dan hipertermi hal ini dikarenakan suhu tubuh yang abnormal
disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan tubuh
kehilangan daya tahan atau mekanisme tubuh yang buruk sehingga rentan
terhadap komplikasi penyakit lain, keenam monitor irama dan tekanan
jantung, monitor warna kulit, suhu dan kelembaban, monitor perubahan
tanda tanda vital
Rencana keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral pada kedua partisipan meliputi pertama pengkajian tingkat
kesadaran dengan GCS gunanya adalah untuk melihat tingkat kesadaran
pasien yang berhubungan dengan perubahan neurologi. Rencana kedua
yaitu monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam karena perubahan tanda-tanda
vital menandakan peningkatan TIK dimana menurut Batticaca (2008)
bahwa apabila pasien mengalami peningkatan TD dan pelebaran tekanan
nadi itu merupakan tanda awal terjadinya hipoksia yang akan
memperparah keadaan pasien stroke hemoragik. Rencana ketiga yaitu
pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak
menekuk gunanya adalah memfasilitasi drainasi vena dari otak sehingga
aliran darahkedan dari otak menjadi lancar. Rencana keempat yaitu
mempertahankan suhu normal karena apabila suhu tubuh meningkat akan
meningkatkan aliran darah ke otak sehingga akan meningkatkan Tekanan
Intra Kranial. Rencana kelima adalah monitor AGD,PaCO2 serta PaO2.
Gunanya adalah melihat kadar oksigen dan karbondioksida karena apabila
karbondioksida meningkat maka akan menimbulkan vasodilatasi sehingga
perlu untuk mempertahankan oksigen guna mempertahankan metabolisme
otak. Rencana keenam yaitu pertahankan pasien bedrest untuk mencegah
kembali terjadinya perdarahan. Rencana ketujuh adalah kaji respon pupil
karena perubahan pupil menunjukkan perubahan pada tekanan pada saraf
okulomotorius dan optikus.
Rencana keperawatan pada pasien dengan diagnosa hambatan mobilitas
fisik diantaranya pertama melakukan tindakan ROM pasif. Menurut
Tarwoto (2013), mobilisasi sangat penting untuk meningkatkan kekuatan
otot, jantung dan pengembangan paru pasien stroke sehingga dapat
meminimalkan terjadinya stroke kedua. Teori ini diperkuat oleh penelitan
Ariyanti (2010) bahwa kekuatan otot dan kemampuan fungsional
meningkat secara signifikan setelah diberikan latihan. Intervensi kedua
adalah ubah posisi pasien setiap 2-4 jam gunanya untuk mencegah
terjadinya luka tekan akibat terlalu lama tidur pada satu sisi sehingga
jaringan yang tertekan akan kekuranga nutrisi yang dibawa darah melalui
oksigen. Rencana ketiga pada pasien bedrest letakkan telapak kaki di
penyangga tempat tidur, sanggah tangan dan pergelangan pada kelurusan
alamiah fungsinya adalah untuk mencegah deformitas dan mencegah
komplikasi seperti footdrop. Rencana keempat yaitu bantu pasien
menggunakan tongkat saat berjalan. Rencana kelima yaitu pasang pagar
tempat tidur setelah selesai melakukan tidakan. Rencana keenam ajarkan
pasien teknik mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL
dan rencana ketujuh yaitu ajarkan keluarga cara latihan ROM dan
perubahan posisi setiap 2-4 jam pada pasien
4. Implementasi Keperawatan
Pada diagnosa pertama partisipan 1 (Ny. R1) yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak
adekuat, tidak semua dilakukan sesuai intervensi. Tindakan yang
dilakukan adalah memposisikan pasien semi fowler, mengauskultasi suara
napas tambahan yang didapat yaitu suara gargling, melakukan tindakan
suction. Yang tidak efektif dilakukan adalah mengajarkan pasien batuk
efektif karena pasien masih mengalami penurunan kesadaran.
Pada diagnosa pertama pasrtisipan (Ny. R2) yaitu ketidakefektifan pola
napas adalah mengauskultasi suara napas, memposisikan pasien semi
fowler, memantau aliran oksigen dan air oksigen, memonitor tanda
hipotermi dan hipertermi, memonitor irama dan tekanan jantung , monitor
warna kulit, suhu dan kelembaban, monitor perubahan tanda tanda vital
Menurut observasi, implementasi yang di dilakukan oleh perawat di
ruangan telah sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
Pada kedua partisipan dengan diagnosa yang sama yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan serebralberhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK), tindakan yang dilakukan yaitu mengkaji tingkat kesadaran
dengan GCS, mempertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi
leher tidak menekuk, memantau suhu, pertahankan pasien bedrest,
membatasi kunjungan, memantau pupil.
Menurut observasi yang dilihat peneliti di ruangan, tindakan yang tidak
sesuai dengan intervensi adalah mengukur tanda-tanda vital tidak
dilakukan setiap 1 jam hanya setiap shift dinas (per 7 jam), selain itu
tindakan lainnya telah sesuai dengan rencana.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik pada kedua partisipan, tindakan
keperawatan yang dilakukan peneliti adalah melakukan ROM pasif secara
lembut/tidak kasar, mengubah posisi pasien setiap 2-4 jam, mengganjal
tangan dengan bantal, mengajarkan keluarga cara merubah posisi pasien,
cara mobilisasi ROM. Sedangkan yang tidak dilakukan peneliti
adalahpertama mengajarkan pasien cara mobilisasi/ ROM karena pasien
belum bisa berkomunikasi dan bergerak aktif, dan kedua tidak bisa
membantu mengajarkan pasien menggunakan tongkat saat berjalan karena
pasien masih dalam keadaan bedrest.
Menurut observasi peneliti, tindakan keperawatan yang tidak dijalankan
di ruangan yaitu mobilisasi ROM, perubahan posisi serta informasi pada
keluarga cara mobilisasi pada pasien sehingga keluarga tidak mengerti
apa yang harus dilakukakn pada nggota keluarga nya yang sakit.
Implementasi keperawatan yang juga tidak dilakukan pada Ny.R1 dan
Ny.R2 adalah masalah keperawatan yang menjadi penyerta diagnosa
utama. Contoh nya pada partisipan 1 (Ny.R1) dengan penyakit penyerta
bronkopneumonia dan pada partisipan 2 (Ny.R2) dengan DM Tipe II dan
hipertensi. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti sehingga peneliti
hanya berfokus pada tindakan untuk diagnosis utama penyakit stroke
hemoragik
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses yang digunakan untuk
menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang diberikan.
Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.
Pada partisipan 1 (Ny.R1) tanggal 27 Mei 2017 tidak terdengar lagi suara
ronchi, suara napas normal yaitu vesikuler lalu pada tanggal 28 Mei 2017,
GCS meningkat yaitu dari GCS 12(E3M5V4) menjadi GCS 13(E4M5V4)
dan tingkat kesadaran juga berubah yang mana sebelumnya delirium
menjadi compos metis. Kekuatan otot juga telah mengalami perubahan
yaitu dari menjadi
Pada pasrtisipan 2 (Ny.R2) tekanan darah masih tinggi, pernapasan masih
cepat namun pada hari ke-5 pernafasan normal yaitu 22x/menit, tidak lagi
terdapat retraksi dinding dada saat bernapas. Pada tanggal 27 Mei 2917
GCS pasien naik dari GCS 8 (E2M3V3) menjadi GCS 9 (E3M3V3),
kekuatan otot pun telah mengalami perubahan yaitu
dari menjadi
444
222 444
222 444
333 444
333
111
333 111
333 222
333 222
333
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke hemoragikdi Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2017, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada Ny.R1 didapatkan pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS 12 (E3M5V4), tingkat kesadaran delirium,
terdapat suara tambahan gargling, mengeluarkan saliva, batuk,
hemiparise sinistra dan kekuatan otot
Sedangkan pada Ny.R2 didapatkan pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS 8 (E2M3V3), tingkat kesadaran samnolen,
ernapasan cepat (27x/menit) terdapat retraksi dinding dada, hemiparise
dextra dengan kekuatan otot
2. Menurut teori, diagnosis keperawatan yang muncul pada kasus stroke
hemoragik adalah sebanyak 11 masalah keperawatan. Pada partisipan 1
(Ny.R1)ditemukan 3 masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak
adekuat, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
denganpeningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) serta hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak. Diagnosis
pada partisipan 2 (Ny.R2)juga ditemukan 3 diagnosis yaitu
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) dan hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak.
444
222 444
222
111
333 111
333
3. Rencana keperawatan yang disusun tergantung kepada
masalahkeperawatan yang di temukan yaitu sesuai dengan teori yang
telah ada,berdasarkan dengan Nanda NIC-NOC, namun dalam ruangan
tidak semua intervensi yang dilakukan ke pasien
4. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 24 – 28 Mei 2017
yang dilakukan pada Ny.R1 dan Ny.R2 telah sesuai dengan rencana
tindakan, diantaranya melakukan suction, mengajarkan batuk efektif,
serta miring kanan kiri untuk masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas. Masalah ketidakefektifan pola napas dengan memonitor frekuensi
pernapasan, monitor retraksi dinding dada saat bernapas serta monitor
Oksigen. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan
dengan mengatur posisi kepala 30°, memantau tanda-tanda vital dan
GCS. Diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik yang dilakukan adalah
monitor kekuatan otot, melakukan ROM pasif, merubah posisi serta
memasang pengaman tempat tidur setelah selesai melakukan asuhan
keperawatan. Namun ada tindakan yang tidak dilakukan karena
membatasi profesi peneliti diantara nya tindakan pada penyakit penyerta
diagnosa utama partisipan 1 dan 2. Tindakan peneliti hanya berfokus
pada masalah utama pasien yaitu stroke hemoragik. Maka tindakan
keperawatan yang dilakukan peneliti hanya masalah biologis pasien
dengan diagnosa stroke hemoragik saja.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama tanggal 24 – 28 Mei 2017 dalam
bentuk SOAP. Evaluasi pada masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas Ny.R1 pada hari ke-5 telah teratasi, diagnosa ketidakefektifan pola
napas pada Ny.R2 pada hari ke-5juga telah teratasi. Sedangkan diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hambatan mobilitas fisik
pada kedua partisipan belum teratasi secara maksimal, namun pada hari
ke-4 dan ke-5 telah ada perbaikan kondisi dari sebelumnya.
B. Saran
1. Bagi perawat ruangan
Diharapkan dapat memotivasi pasien serta keluarga tentang kasus stroke
hemoragik sehingga dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara
biopsikososial dan spiritual
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pembanding yang
berkaitan dengan penyakit penyerta dari masalah utama stroke hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan stroke. Yogyakarta: Dianloka
Aminoff, M.J., & Josephson, S.A. 2014. Aminoff’s Neurology and General Medicine. Elsevier
Ariyanti, D., Ismonah & Hendrajaya. 2010. Efektivitas active assestive Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik. http://download.portalgaruda.org. Diakses pada tanggal 28 Januari 2017 pada pukul 13.00 WIB.
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Asmadi. 2008. Teknik prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Profil kesehatan tahun 2011. Diakses tanggal 23 Januari 2017 dari: http://www.bps.go.id/
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Docthterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of America: Mosby Elsevier, Inc
Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Debora, O. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika
Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan. http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 15 Januari 2017 pukul 08.00 wib
Goldszmith, Adrian, dkk. 2013. Stroke esensial edisi 2. Jakarta: PT.Indeks
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Levine, P.G. 2009. Strongger after stroke: panduan lengkap dan efektif terapi pemulihan stroke. Alih bahasa: Rika Iffati Farihah. Jakarta: Etera
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition. United State Of America: Mosby Elsevier, Inc
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pambudi, Hubertus Agung. 2008. Studi Fenomenologis: Kecemasan Keluarga Pada Pasien Stroke . Jurnal Keperawatan Universitas Diponegoro Semarang. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3642-ari%20pambudi.pdf . Diakses pada tanggal 19 Januari 2017 pukul 09.00 wib
Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1 (Martha Ardiaria, Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara
Saryono, & Anggreni, MD. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Nuha Medika
Sikawin, C.A., Mulyadi., & Palendeng, H. 2013. Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Jurnal Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2174. Diakses pada tanggal 19 januari 2017 pukul 11.00 WIB
Sutrisno, A. 2007. Stroke sebaiknya anda tau sebelum anda terserang stroke. Jakarta: PT.Gramedia Utama
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta: CV.Sagung Seto.
Yudha, Fajar. 2014. Pengaruh range of motion (rom) terhadap kekuatan otot dan rentang gerak pasien pasca perawatan stroke. https://www.academia.edu/8462846/Pengaruh_Range_Of_Motion_ROM_terhadap_kekuatan_otot_dan_rentang_gerak_pasien_pasca_stroke. Diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 10.00 WIB
LAMPIRAN 11
FORMAT DOKUMENTASI ASUHANKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi klien :
1) Nama : Ny. R
2) Tempat/tgl lahir : Tanjung Pinang, 10 Maret 1997
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Status kawin : Belum kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : S1
7) Pekerjaan : Mahasiswi
8) Alamat : Jln. Belakang balok, Bukittinggi
9) Diagnose medis : Stroke Hemoragik + Bronkopneumonia
b. Identifikasi penanggung jawab
1) Nama : Tn. N
2) Pekerjaan : Wiraswasta
3) Alamat : Kampung Baru Keke RT 01/12 Kijang
Kota Bintan Kepulauan Riau
4) Hubungan : Ayah Kandung
c. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD
pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 10.30 WIB rujukan dari RS
Ibnu Sina Bukittinggi dengan keluhan penurunan kesadaran,
awalnya ketika pasien dibangunkan dari tempat tidur masih
menyahut panggilan namun anggota gerak kiri pasien terlihat
lemah lalu tiba-tiba pasien muntah 3x isi makanan setelah itu
baru pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke RS
Ibnu Sina Bukittinggi langsung di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian tingkat
kesadaran, GCS 10 (E2M5V3), klien terpasang infuse asering
12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/I, Tekanan Darah 100/70
mmHg, Nadi 79x/i, Pernapasan 21x/i, Suhu 36,6°c, pasien
terpasang NGT dan kateter
b) Keluhan saat dikaji (PQRST)
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017, pasien hari rawatan ke-8, keluarga mengatakan pasien baru bisa membuka mata 1 hari yang lalu namun belum bisa diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 12 (E3M5V4), tingkat kesadaran delirium, Tekanan Darah 150/90 mmHg, Nadi 82x/i, Pernapasan 20x/i, Suhu 37,3°c, muntah tidak ada, terpasang infuse NaCl 0,9% 12 jam/kolf terpasang NGT dengan diit MC 1800 kkal, terpasang O2 3liter,saat dinilai kekuatan otot
2) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah sebelumnya menderita
sakit seperti saat ini dan pasien tidak pernah jatuh, namun pasien
sering mengeluh sakit kepala bagian belakang dan sering pusing
namun tidak pernah periksa ke dokter dan pasien juga tidak rutin
cek tekanan darah ke pelayanan kesehatan
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan penyakit
kronis lainnya.
d. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola nutrisi
Keluarga mengatakan saat sehat pasien makan tidak teratur sehari kadang 2x dan kadang 1x, pasien juga tidak suka makan sayur namun suka konsumsi buah-buahan, minum air putih sebanyak 6-7 gelas (1200 - 1500cc /hari ). Saat sakit pasien diberi diit MC 1800 kakal melalui NGT, infus NaCl 0,9% 720 cc/hari.
444
222 444
222
2) Pola eliminasi
Keluarga mengatakan saat sehat BAB pasien lancar 1 - 2 x sehari,
konsistensi lembek, tidak ada keluhan, dan BAK lancar, tidak ada
keluhan, sebanyak ± 6-7 x sehari (1000 – 1400 cc perharinya).
Saat sakit pasien terpasang kateter, input = 2600 cc/hari, urine 24
jam 2500 cc/hari warna kuning muda dan BAB 1x/ 3 hari,
konsistensi lembek, berwarna kuning kecoklatan.
3) Pola tidur dan istirahat
Sehat, tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang ± 2 jam/hari.
Sakit, pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat dinilai karena
pasien lebih banyak tidur
4) Pola aktifitas dan latihan
Keluarga mengatakan saat sehat pasien aktif mengikuti organisasi di
kampusnya.Namun pada saat sakit pasien tidak bisa melakukan
aktivitas karena terjadi penurunan kesadaran dan ADL dibantu oleh
keluarga dan perawat
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran delirium, GCS 12
E3M5V4, TD= 130/ 80 mmHg, HR= 82 x / menit, RR= 20x / menit,
Suhu = 367,30C.
2) Kepala Tidak ada lesi seperti luka/bengkak pada kepala, kulit kepala bersih, rambut hitam panjang dan bersih
3) Wajah Simetris, pucat N.V (Trigeminus) tidak dapat dinilai
4) Mata Conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil an isokor 2mm/3mm N.II (optikus) tidak dapat dinilai, N.III (okulomotoris) mata bereaksi terhadap cahaya, N.IV (troklearis) dapat mengikuti arah pena ke atas dan ke bawah, N.VI (abdusen) dapat mengikuti arah pena ke kiri dan ke kanan
5) Hidung
Simetris kiri dan kanan, hidung bersih ,tidak ada pembengkakan polip, terpasang 02 3l/I, Pernapasan 20 x/i, N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai
6) Bibir, mulut dan gigi Bibir pucat dan mukosa bibir kering, mulut dan gigi bersih NVII (facialis) tidak dapat dinilai N.XII (hipoglasus) dapat mengeluarkan lidak dan dapat mencongkan ke arah kiri dan kanan
7) Telinga Telinga bersih, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII (akustikus), telinga kanan dapat mendengar suara gesekan jari sedangkan telinga kiri tidak
8) Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai
9) Thorak (paru-paru) I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan P : fremitus antara yang kiri dengan yang kanan P : Bunyinya Sonor A:terdengar suara tambahan (ronchi)
10) Jantung I : Ictus Cordis tidak terlihat P : Ictus Cordis tidak teraba P : Sonor A :Irama jantung teratur 82x/i
11) Abdomen I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering P : tidak ada nyeri tekan P : Timpani A : Irama bising usus 15x/menit
12) Genetalia Bersih, terpasang kateter
13) Ekstermitas atas Terpasang IVFD asering 12 jam/kolf pada tangan sebelah kanan, tidak ada edema, CRT <2detik, reflek bisep kiri (-), reflek trisep kiri (-), kekuatan otot
14) Ekstermitas bawah
Teraba hangat,CRT<2 detik, reflek patella kiri (-), tanda lasek =
kaki kiri tidak dapat diangkat >70°, bludinsky II = kaki kanan tidak
terangkat, reflek babinsky kiri (+), reflek caddok kiri (+), reflek
openhem kiri (+), reflek Gordon kiri (+)
2. ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi
DS - Keluarga
mengatakan pasien sering mengeluarkan air liur
- Keluarga mengatakan pasien sering batuk berdahak
DO - pasien tampak
mengeluarkan air liur
- auskultasi terdapat suara gargling
pasien tampak batuk
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Reflek batuk yang
tidak adekuat
DS - Keluarga
mengatakan pasien baru baru bisa membuka mata 1 hari yang lalu
- Keluarga mengatakan pasien gelisah
DO - GCS 12 (E3M5V4) - Kekuatan otot
- TD 130/ 80, ND 82, P 20 x/i, S 37,3 oC
- Kulit teraba agak hangat
- Terpasang 02 3l/i
Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
Peningkatan Tekanan
Intra Kranial (TK)
DS - keluarga mengatakan
Hambatan mobilitas Kelemahan anggota
444
222 444
222
pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri
- keluarga mengatakan aktifitas pasien dibantu
DO - pasien tampak lemah - reflek bisep kiri(-)
tidak ada gerakan reflek
- reflek trisep kiri(-) - reflek patella kiri (-) - tanda lasek kiri ada
tahanan - reflek caddok kiri
(+) - reflek openhem kiri
(+) - eflek Gordon kiri (+) - pasien mengalami
hemiparise sinistra
fisik gerak
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Dipecahkan
Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan
dengan reflek batuk yang
tidak adekuat
24 Mei
2017
27 Mei
2017
2 Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK)
24 Mei
2017
28 Mei
2017
3 Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak
24 Mei
2107
28 Mei
2017
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
N
o
Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan menjadi efektif dengan kriteria hasil 5. Status pernafasan :
g. Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
h. Irama pernafasan teratur
i. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
6. Tanda-tanda vital: g. Irama
pernafasan teratur
h. Tekanan darah normal (120/80mmHg)
i. Tekanan nadi normal (60-100 x/menit)
3. Manajemen jalan nafas g. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
h. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
i. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender
j. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
k. Auskultasi suara nafas l. Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
4. Monitor pernafasan q. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
r. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi otot
s. Monitor suara nafas tambahan
t. Monitor pola nafas u. Auskultasi suara nafas,
catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara nafas tambahan
v. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
w. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
x. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer)
2 Ketidakefektifa
n perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan serebral pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil : p. Tanda-tanda vital
normal q. Status sirkulasi
lancer r. Pasien
mengatakan nyaman dan tidak sakit kepala
s. Peningkatan kerja pupil
t. Kemampuan komunikasi baik
46. Kaji status neurologic setiap jam
47. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
48. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata
49. Kaji reflek kornea 50. Evaluasi keadaan motorik
dan sensori pasien 51. Monitor tanda vital setiap
1 jam 52. Hitung irama denyut
nadi, auskultasi adanya murmur
53. Pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang, batasi pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
54. Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak menekuk/fleksi
55. Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras atau mengedan
56. Pertahankan suhu normal 57. Pertahankan kepatenan
jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih
dari 15 detik 58. Monitor AGD, PaCO2
antara 35-45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
59. Bantu pasien dalam pemeriksaan diagnostic
60. Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping
(17) Antikoagulan:heparin (18) Antihipertensi (19) Antifibrolitik : Amicar (20) Steroid, dexametason (21) Fenitoin, fenobarbital :
Pelunak feses
3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik tidak terganggu kriteria hasil : 13. Pe
ningkatan aktifitas fisik
14. Tidak ada kontraktur otot
15. Tidak ada ankilosis pada sendi
16. Tidak terjadi penyusutan otot
28. Kaji kemampuan motorik 29. Ajarkan pasien untuk
melakukan ROM minimal 4x perhari bila mungkin
30. Bila pasien di tempat tidur, lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh j. Gunakan papan kaki k. Ubah posisi sendi
bahu tiap 2-4 jam l. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan alamiah
31. Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema atau tanda lain gangguan sirkulasi
32. Inspeksi kulit terutama pada daerah tertekan, beri bantalan lunak
33. Lakukan massage pada daerah tertekan
34. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
35. Kolaborasi stimulasi elektrik
36. Kolaborasi dalam penggunaan tempat tidur anti dekubitus
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No
Tanggal Diagnosis
Tindakan Keperawatan
1 24 Mei 2017
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat
1. memantau frekuensi pernapasan
2. auskultasi suara napas
3. miring kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva
4. mengeluarkan tumpukan saliva dengan suction
5. memotivasi pasien untuk batuk efektif semampunya
S : keluarga mengatakan masih terdengar batuk berdahak pada pasien O : 1. suara napas
tambahan gargling (+)
2. tampak banyak penumpukan saliva
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
1. Memantau tanda-tanda vital
2. Melakukan penilaian GCS
3. Mengelevasi kepala 15-30°
4. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
5. Memonitor adanya peningkatan TIK
6. Memonitor obat sesuai program
S : keluarga mengatakan pasien bicara masih pelo dan belum nyambung apa yang dibicarakan O : 1. Pelo (+) 2. Tingkat
kesadraan delirium
3. GCS 12 (E3M5V4)
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
1. Monitor nilai kekuatan otot
2. Melatih mobilisasi dengan ROM
3. Mengatur posisi
S : keluarga mengatakan ADL pasien masih dibantu O : 1. ADL dibantu
nyaman pada pasien
4. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
5. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
6. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
keluarga dan perawat
2. Kekuatan otot A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2 25 Mei 2017
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat
1. mengeluarkan tumpukan saliva dengan suction
2. memantau frekuensi pernapasan
3. miring kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva
4. memotivasi pasien untuk batuk efektif semampunya
S : keluarga mengatakan pasien masih batuk O : 1. suara napas
tambahan gargling (+)
2. pernapasan 23 x/i
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
1. Memantau tanda-tanda vital
2. Melakukan penilaian GCS
3. Mengelevasi kepala 15-30°
4. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
5. Memonitor adanya peningkatan TIK
6. Memonitor obat sesuai program
S : keluarga mengatakan pasien masih sering mengantuk O : 1. Pelo (+) 2. Banyak
menutup mata 3. Tingkat
kesadaran delirium
4. GCS 12 (E3M5V4)
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
444
222 444
222
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
1. Monitor nilai kekuatan otot
2. Melatih mobilisasi dengan ROM
3. Mengatur posisi nyaman pada pasien
4. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
5. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
6. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
S : keluarga mengatakan pasien masih lemah O : 1. ADL dibantu
keluarga dan perawat
2. Kekuatan otot
A : maslaah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
26 Mei 2017
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat
1. mengeluarkan tumpukan saliva dengan suction
2. miring kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva
3. memantau frekuensi pernapasan
4. memotivasi pasien untuk batuk efektif semampunya
S : keluarga mengatakan pasien masih batuk O : 1. suara napas
tambahan gargling (+)
2. pernapasan 21 x/i
3. sudah bisa batuk 4. penumpukan
saliva sedikit A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
1. Memantau tanda-tanda vital
2. Melakukan penilaian GCS
3. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
4. Mengelevasi kepala 15-30°
5. Memonitor adanya
S : keluarga mengatakan pasien sudah bias nyambung sedikit sedikit O : 1. Pelo (+) 2. Tingkat
kesadaran delirium
3. GCS 12 (E3M5V4)
444
222 444
222
peningkatan TIK 6. Memonitor obat
sesuai program
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
1. Monitor nilai kekuatan otot
2. Mengatur posisi nyaman pada pasien
3. Melatih mobilisasi dengan ROM
4. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
5. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi setiap
6. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan
S : keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat O : 1. ADL dibantu
keluarga dan perawat
2. Kekuatan otot
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
27 Mei 2017
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat
1. mengeluarkan tumpukan saliva dengan suction
2. memantau frekuensi pernapasan
3. miring kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva
4. memotivasi pasien untuk batuk efektif semampunya
S : keluarga mengatakan pasien tidak batuk O : 1. suara napas
tambahan gargling (-)
2. pernapasan 22 x/i
3. penumpukan saliva hanya sedikit
A : masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
1. Memantau tanda-tanda vital
2. Melakukan penilaian GCS
3. Mengelevasi kepala 15-30°
4. Mengompres lipatan tubuh
S : keluarga mengatakan pasien sudah bias membuka mata tanpa dipanggil O : 1. Pelo (+) 2. Tingkat
kesadaran
444
222 444
222
dengan handuk hangat
5. Memonitor adanya peningkatan TIK
6. Memonitor obat sesuai program
compos metis 3. GCS 13
(E4M5V4) A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
1. Monitor nilai kekuatan otot
2. Melatih mobilisasi dengan ROM
3. Mengatur posisi nyaman pada pasien
4. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
5. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
6. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
S : keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat O : 1. ADL dibantu
keluarga dan perawat
2. Kekuatan otot A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
28 Mei 2017
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
1. Memantau tanda-tanda vital
2. Melakukan penilaian GCS
3. Mengelevasi kepala 15-30°
4. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
5. Memonitor adanya peningkatan TIK
6. Memonitor obat sesuai program
S : keluarga mengatakan pasien sudah bisa membuka mata tanpa dipanggil O : 1. Pelo (+) 2. Tingkat
kesadaran letargi
3. GCS 13 (E4M5V4)
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
1. Monitor nilai kekuatan otot
2. Melatih mobilisasi dengan ROM
3. Mengatur posisi
S : keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat O :
444
333 444
333
nyaman pada pasien
4. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
5. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
6. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
1. ADL dibantu keluarga dan perawat
2. Kekuatan otot A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dihentikan
444
333 444
333
LAMPIRAN 12
FORMAT DOKUMENTASI ASUHANKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi klien :
1) Nama : Ny. R2
2) Tempat/tgl lahir : Muaro Bungo, 05 Agustus 1962
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Status kawin : Kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMP
7) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8) Alamat : Muaro Bungo, Jambi
9) Diagnose medis : Stroke Hemoragik + DM Tipe II
b. Identifikasi penanggung jawab
1) Nama : Tn. K
2) Pekerjaan : Wiraswasta
3) Hubungan : Suami
4) Riwayat kesehatan :
c. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada
tanggal 23 Mei 2017 pukul 23.30 WIB dirujuk dari RS Muaro
Bungo dengan keluhan penurunan kesadaran 12 jam sebelum
masuk Rumah Sakit yang terjadi tiba-tiba saat pasien istirahat
tidak menyahut panggilan dari keluarga dan lemah anggota gerah
kanan. Pasien muntah 1x dengan warna hitam dibawa ke RS
Muaro Bungo dan langsung dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian tingkat
kesadaran (samnolen), GCS 8 (E2M3V3), pasien terpasang
infuse asering 12 jam/kolf, terpasang oksigen 5l/i, Tekanan
Darah 210/100 mmHg , Nadi 90x/i ,Pernapasan 24x/i, Suhu 37,1
,terpasang NGT dan kateter
2) Keluhan saat dikaji (PQRST)
Pada saat dikaji pada tanggal 24 Mei 2017, keluarga mengatakan
pasien belum bisa diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 8
(E2M3V3), tingkat kesadaran samnolen, Tekanan Darah 180/100
mmHg, Nadi 79x/i, Pernasapasan 27x/i, Suhu 38,1°c, muntah
tidak ada, terpasang infuse Asering 12 jam/kolf, terpasang NGT
dengan diit MC DD 1500 kkal, terpasang O2 5 liter, auskultasi
terdapat suara tambahan pernapasan yaitu gargling, kekuatan otot
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mempunyai riwayat Hipertensi sejak lima tahun yang lalu dan
riwayat penyakit diabetes mellitus tipe II sejak 3 tahun yang lalu.
Penyakit tsb tidak terkontrol dan pasien tidak minum obat.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat DM, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan penyakit
kronis lainnya.
f. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola nutrisi
Saat sehat pasien makan 3x sehari dengan nasi + lauk + sayur,
namun jarang makan buah, dan minum air putih sebanyak 8-9
gelas (1800 - 2000cc /hari ).
Saat sakit pasien diberi diit MC DD 1500 kkal melalui NGT,
infus Asering 720 cc/hari.
2) Pola eliminasi
111
333 111
333
Keluarga mengatakan saat sehat BAB pasien lancar 1x sehari,
konsistensi lembek, tidak ada keluhan, dan BAK lancar, tidak
ada keluhan, sebanyak ± 7-8 x sehari (1400 – 1800 cc
perharinya).
Saat sakit pasien terpasang kateter, input 2300 cc/hari, urine 24
jam 1500 cc/hari, warna kuning muda dan BAB 1x4 hari,
konsistensi cair, berwarna kuning pekat
3) Pola tidur dan istirahat
Sehat, tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang ± 1 jam/hari.
Saat sakit, pola tidur dan istirahat pasien tidak dapat dinilai
karena pasien penurunan kesadaran
4) Pola aktifitas dan latihan
Saat sehat keluarga mengatakan pasien merupakan seorang ibu
rumah tangga dan sesekali melakukan kegiatan berdagang sayur,
namun saat sakit pasien mengalami penurunan kesadaran
sehingga pemenuhan ADL pasien dibantu oleh perawat keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien lemah, tingkat kesadaran samnolen, GCS 8 E2M3V3, TD
210/ 100 mmHg, Nadi 79 x / menit, Pernapasan 27x / menit,
Suhu 38,10C.
2) Kepala
Tidak ada lesi seperti luka/bengkak pada kepala, rambut pendek
beruban dan sedikit kotor
3) Wajah Simetris, pucat N.V (Trigeminus) tidak dapat dinilai
4) Mata Conjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor N.II (optikus) tidak dapat dinilai, N.III (okulomotoris) mata bereaksi terhadap cahaya, N.IV (troklearis) tidak dapat dinilai, N.VI (abdusen) tidak dapat dinilai
5) Hidung Simetris kiri dan kanan, hidung ada sekret, tidak ada pembengkakan polip, terpasang 02 5l/I, Pernapasan 27x/i, N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai
6) Bibir, mulut dan gigi Bibir pecah-pecah dan mukosa bibir kering, mulut bersih gigi terdapat karies gigi NVII (facialis) tidak dapat dinilai, N.XII (hipoglasus) tidak dapat dinilai
7) Telinga
Telinga ada serumen, sejajar daun telinga kiri dan kanan, N.VIII (akustikus), tidak dapat dinilai
8) Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, N.X (vagus) tidak dapat dinilai
9) Thorak (paru-paru) I : Simetris antara yang kiri dengan yang kanan, terlihat retraksi dinding dada saat bernapas P : fremitus sama antara yang kiri dengan yang kanan P : Bunyinya Sonor A : Vesikuler
10) Jantung I : Ictus Cordis tidak terlihat P : Ictus Cordis tidak teraba P : Sonor A :Irama jantung teratur 82x/i
11) Abdomen I : Perut tidak buncit, kulit perut tampak kering P : tidak ada nyeri tekan P : Timpani A : Irama bising usus 15x/menit
12) Genetalia Bersih, terpasang kateter
13) Ekstermitas atas Terpasang IUFD NaCL asering 12 jam/kolf pada kaki sebelah kiri, tanga edema, CRT <2detik, reflek bisep kanan (-), reflek trisep kanan (-)
14) Ekstermitas bawah Teraba hangat,CRT<2 detik, reflek patella kanan (-), tanda lasek (+), bludinsky II (+), reflek babinsky kanan (+), reflek caddok kanan (+), reflek openhem kanan (+), reflek Gordon kanan (+), Kekuatan otot
2. ANALISA DATA
111
333 111
333
Data Masalah Etiologi
DS - Keluarga
mengatakan napas pasien sesak
DO - Irama pernapasan
tidak teratur - Frekuensi
pernapasan 27x/menit
- Terdapat retraksi dinding dada saat bernapas
- Terpasang O2 non rebrething
Ketidakefektifan opola
napas
Depresi pusat
pernapasan
DS - Keluarga
mengatakan pasien belum sadarkan diri
- Keluarga mengatakan pasien terasa panas
DO - TD 210/ 100
mmHg - Nadi 79 x / menit - Pernapasan 27x /
menit, - Suhu 38,10C. - Kulit teraba agak
hangat - Terpasang 02 5
liter
Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
Peningkatan Tekanan
Intra Kranial (TK)
DS - keluarga mengatakan
pasien mengalami kelemahan anggota gerak kanan
- keluarga mengatakan aktifitas pasien dibantu
DO - pasien tampak lemah - reflek bisep kanan(-)
Hambatan mobilitas
fisik
Kelemahan anggota
gerak
tidak ada gerakan reflek
- reflek trisep kanan(-) - reflek patella kanan
(-) - tanda lasek kanan
(+) - reflek caddok kanan
(+) - reflek openhem
kanan (+) - reflek Gordon kanan
(+) - pasien mengalami
hemiparise dextra - kekuatan otot
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Dipecahkan
Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Ketidakefektifan pola
napas berhubungan dengan
depresi pusat pernapasan
24 Mei
2017
27 Mei
2017
2 Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK)
24 Mei
2017
28 Mei
2017
3 Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak
24 Mei
2107
28 Mei
2017
111
333 111
333
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil: 5. Status
pernafasan k. Frekuensi
pernafasan normal (16-25x/menit)
l. Irama pernafasan teratur
m. Suara auskultasi nafas normal
n. Kepatenan jalan nafas
o. Retraksi dinding dada tidak ada
6. Tingkat
kelelahan berkurang dengan kriteria hasil : i. Kelelahan
tidak ada j. Nyeri otot
tidak ada k. Kualitas
istirahat cukup
l. Kualitas tidur cukup
Manajemen jalan nafas k. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi l. Identifikasi kebutuhan
aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
m. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
n. Auskultasi suara nafas o. Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
Terapi oksigen m. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui system humidifier
n. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
o. Monitor aliran oksigen p. Monitor efektifitas terapi
oksigen q. Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi oksigen
r. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
Monitor tanda-tanda vital q. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat
r. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk dan berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi
s. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
t. Monitor keberadaan nadi
dan kualitas nadi u. Monitor irama dan tekanan
jantung v. Monitor suara paru-paru w. Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban x. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-tanda vital
2 Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan serebral pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil : u. Tanda-tanda
vital normal v. Status sirkulasi
lancer w. Pasien
mengatakan nyaman dan tidak sakit kepala
x. Peningkatan kerja pupil
y. Kemampuan komunikasi baik
61. Kaji status neurologic setiap jam
62. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
63. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata
64. Kaji reflek kornea 65. Evaluasi keadaan motorik
dan sensori pasien 66. Monitor tanda vital setiap
1 jam 67. Hitung irama denyut nadi,
auskultasi adanya murmur 68. Pertahankan pasien
bedrest, beri lingkungan tenang, batasi pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
69. Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak menekuk/fleksi
70. Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras atau mengedan
71. Pertahankan suhu normal 72. Pertahankan kepatenan
jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik
73. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
74. Bantu pasien dalam pemeriksaan diagnostic
75. Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping
(22) Antikoagulan:heparin (23) Antihipertensi (24) Antifibrolitik : Amicar (25) Steroid, dexametason (26) Fenitoin, fenobarbital :
Pelunak feses
3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik tidak terganggu kriteria hasil : 17. P
eningkatan aktifitas fisik
18. Tidak ada kontraktur otot
19. Tidak ada ankilosis pada sendi
20. Tidak terjadi penyusutan otot
37. Kaji kemampuan motorik 38. Ajarkan pasien untuk
melakukan ROM minimal 4x perhari bila mungkin
39. Bila pasien di tempat tidur, lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh m. Gunakan papan kaki n. Ubah posisi sendi
bahu tiap 2-4 jam o. Sanggah tangan dan
pergelangan pada kelurusan alamiah
40. Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema atau tanda lain gangguan sirkulasi
41. Inspeksi kulit terutama pada daerah tertekan, beri bantalan lunak
42. Lakukan massage pada daerah tertekan
43. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
44. Kolaborasi stimulasi elektrik
45. Kolaborasi dalam penggunaan tempat tidur anti dekubitus
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No
Tanggal Diagnosis Tindakan
Keperawatan Evaluasi
1 24 Mei 2017
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
1. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. auskultasi suara napas
3. ketiga posisikan pasien untuk meringankan sesak napas
4. keempat siapkan alat oksigen
5. monitor aliran oksigen
6. monitor tanda hipotermi dan hipertermi
7. monitor irama dan tekanan jantung
8. monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
9. monitor perubahan tanda tanda vital
S : keluarga mengatakan napas pasien masih sesak O : 3. pernapasan 27
x/menit 4. terdapat retraksi
dinding dada saat bernapas
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
7. Memantau tanda-tanda vital
8. Melakukan penilaian GCS
9. Mengelevasi kepala 15-30°
10. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
11. Memonitor adanya
S : keluarga mengatakan pasien belum sadar O : 4. Tingkat
kesadaran samnolen
5. GCS 8(E2M3V3)
A : masalah belum teratasi P : Intervensi
peningkatan TIK 12. Memonitor
obat sesuai program
dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
7. Monitor nilai kekuatan otot
8. Melatih mobilisasi dengan ROM
9. Mengatur posisi nyaman pada pasien
10. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
11. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
12. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
S : keluarga mengatakan ADL pasien dibantu O : 3. ADL dibantu
keluarga dan perawat
4. Kekuatan otot A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2 25 Mei 2017
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
1. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. auskultasi suara napas
3. ketiga posisikan pasien untuk meringankan sesak napas
4. keempat siapkan alat oksigen
5. monitor aliran oksigen
6. monitor tanda hipotermi dan hipertermi
7. monitor irama dan tekanan jantung
8. monitor warna kulit, suhu dan
S : keluarga mengatakan napas pasien masih pendek O : 3. pernapasan 29
x/menit 4. terdapat retraksi
dinding dada A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
111
333 111
333
kelembaban 9. monitor
perubahan tanda tanda vital
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
7. Memantau tanda-tanda vital
8. Melakukan penilaian GCS
9. Mengelevasi kepala 15-30°
10. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
11. Memonitor adanya peningkatan TIK
12. Memonitor obat sesuai program
S : keluarga mengatakan pasien masih terasa panas O : 5. Tingkat
kesadaran samnolen
6. GCS 8 (E2M3V3)
7. Tekanan darah 180/90 mmHg
8. Suhu 38,7° A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
7. Monitor nilai kekuatan otot
8. Melatih mobilisasi dengan ROM
9. Mengatur posisi nyaman pada pasien
10. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
11. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
12. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
S : keluarga mengatakan ADL pasien dibantu O : 3. ADL dibantu
keluarga dan perawat
4. Kekuatan otot
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
3 26 Mei 2017
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
1. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler)
2. auskultasi suara
S : keluarga mengatakan napas pasien masih sesak O : 1. pernapasan 27
x/menit
111
333 111
333
napas 3. ketiga posisikan
pasien untuk meringankan sesak napas
4. keempat siapkan alat oksigen
5. monitor aliran oksigen
6. monitor tanda hipotermi dan hipertermi
7. monitor irama dan tekanan jantung
8. monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
monitor perubahan tanda tanda vital
2. terdapat retraksi dinding dada
3. terpasang O2 non rebrething 8 liter
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
7. Memantau tanda-tanda vital
8. Melakukan penilaian GCS
9. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
10. Mengelevasi kepala 15-30°
11. Memonitor adanya peningkatan TIK
12. Memonitor obat sesuai program
S : keluarga mengatakan pasien sudah bisa membuka mata apabila dipanggil keras O : 4. Tingkat
kesadaran samnolen
5. GCS (E3M3V3)
6. Tekanan darah 190/80 mmHg
A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
7. Monitor nilai kekuatan otot
8. Mengatur posisi nyaman pada pasien
9. Melatih mobilisasi dengan ROM
10. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap
S : keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat O : 3. ADL dibantu
keluarga dan perawat
4. Kekuatan otot 111
333 111
333
2 jam 11. Mengajarkan
pada keluarga bagaimana cara merubah posisi setiap
12. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
4 27 Mei 2017
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
1. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler)
2. auskultasi suara napas
3. ketiga posisikan pasien untuk meringankan sesak napas
4. keempat siapkan alat oksigen
5. monitor aliran oksigen
6. monitor tanda hipotermi dan hipertermi
7. monitor irama dan tekanan jantung
8. monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
monitor perubahan tanda tanda vital
S : keluarga mengatakan sesak napas pasien berkurang O : 1. pernapasan 25
x/menit 2. tidak terdapat
retraksi dinding dada
A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
7. Memantau tanda-tanda vital
8. Melakukan penilaian GCS
9. Mengelevasi kepala 15-30°
10. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
S : keluarga mengatakan pasien sudah bias membuka dengan dipanggil keras namun belum bisa diajak berkomunikasi O : 4. Tingkat
kesadaran
11. Memonitor adanya peningkatan TIK
12. Memonitor obat sesuai program
samnolen 5. GCS 9
(E3M3V3) A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
7. Monitor nilai kekuatan otot
8. Melatih mobilisasi dengan ROM
9. Mengatur posisi nyaman pada pasien
10. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
11. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
12. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
S : keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat O : 3. ADL dibantu
keluarga dan perawat
4. Kekuata otot A : masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
5 28 Mei 2017
Ketidakefektifan pola napas berhubungan depresi pusat pernapasan
1. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler)
2. auskultasi suara napas
3. ketiga posisikan pasien untuk meringankan sesak napas
4. keempat siapkan alat oksigen
5. monitor aliran oksigen
6. monitor tanda hipotermi dan hipertermi
7. monitor irama
S : keluarga mengatakan sesak napas pasien tidak ada O : 1. pernapasan 22
x/menit 2. tidak terdapat
retraksi dinding dada
A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
222
333 222
333
dan tekanan jantung
8. monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
9. monitor perubahan tanda tanda vital
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
7. Memantau tanda-tanda vital
8. Melakukan penilaian GCS
9. Mengelevasi kepala 15-30°
10. Mengompres lipatan tubuh dengan handuk hangat
11. Memonitor adanya peningkatan TIK
12. Memonitor obat sesuai program
S : keluarga mengatakan pasien sudah bias membuka dengan dipanggil keras namun belum bisa diajak berkomunikasi O : 1. Tingkat
kesadaran samnolen
2. GCS 9 (E3M3V3)
A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
7. Monitor nilai kekuatan otot
8. Melatih mobilisasi dengan ROM
9. Mengatur posisi nyaman pada pasien
10. Membantu pasien miring kanan-kiri setiap 2 jam
11. Mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi
12. Memasang pagar tempat tidur setiap selesai melakukan tindakan,
S : keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat O : 3. ADL dibantu
keluarga dan perawat
4. Kekuata otot
222
333 222
333