Upload
phungthien
View
258
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
POLA BAKTERI ULKUS DIABETIKUM PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
(Skripsi)
Oleh
Haula Rizqiyah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
1
POLA BAKTERI ULKUS DIABETIKUM PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
Oleh HAULA RIZQIYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2019
2
ABSTRACT
BACTERIOLOGICAL PROFILE OF DIABETIC FOOT ULCER IN RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
By
HAULA RIZQIYAH
Background: Diabetes mellitus is a term for heterogeneous of metabolism disturbances for which the main finding is chronic hyperglycaemia. In diabetes mellitus, elevated glycaemic levels increases the risk of microvascular and macrovascular complications. These increases the risk of further complications such as peripheral neuropathy which can cause foot ulcerations. The aim of the study was to determine the bacterial profile of diabetic foot ulcer in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Method: This study was a descriptive study using a cross sectional study. Sampling was conducted at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek and examined in Microbiology-Parasitology Laboratorium in Medicine Faculty of Lampung University. The diabetic foot ulcer swab was taken to identified the bacteria. Results: In the 21 diabetic foot patients, 16 were males (76.2%) and 5 were females (23.8%) and grade-II Wagner’s ulcers were predominant. In the diabetic foot ulcers cases, 85.7% cases had monomicrobial infections while 14.3% cases had mixed bacterial infection. Gram-positive bacteria accounted for 62.5%. Staphylococcus aureus was the most frequent microorganism yielded (58%). Gram-negative rods accounted for 37.5%. Escherichia coli was the most predominant gram-negative organism (17%). Conclusion: Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Citrobacter freundii, Escherichia coli, and Proteus mirabilis were found in diabetic foot infections in the present study. Keywords: bacteria, diabetic foot ulcer, infection
3
ABSTRAK
POLA BAKTERI ULKUS DIABETIKUM PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
Oleh
HAULA RIZQIYAH
Latar Belakang: Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang heterogen dengan ditandai hiperglikemia kronis. Pada penderita Diabetes Melitus, hiperglikemia meningkatkan risiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, sehingga dapat meningkatkan risiko komplikasi terutama neuropati perifer yang dapat mengakibatkan ulkus diabetikum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola bakteri ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek dan diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sampel yaitu swab ulkus diabetikum sebanyak 21 pasien. Hasil Penelitian: Sampel didapatkan dari 16 pasien laki-laki (76.2%) dan 5 pasien perempuan (23.8%). Mayoritas derajat ulkus yang didapatkan adalah Wagner derajat II. Infeksi monomikrobial ditemukan 85.7% sedangkan infeksi polimikrobial sebanyak 14.3%. Bakteri Gram positif didapatkan 62.5% dan Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme yang paling mendominasi. Gram negatif didapatkan 37.5% dan Escherichia coli adalah bakteri yang mendominasi organisme gram negatif. Simpulan Penelitian: Bakteri penyebab ulkus diabetikum adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Citrobacter freundii, Escherichia coli, dan Proteus mirabilis. Kata Kunci: bakteri, infeksi, ulkus diabetikum
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 22 Juli 1996 sebagai anak pertama dari
tiga bersaudara dari Bapak Edi Heriyanto dan Ibu Nuni.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Kartini Bandar
Lampung pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMP Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung pada tahun 2011 dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Tunas Mekar Indonesia
Bandar Lampung pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Mandiri.
8
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan hidayah-
Nya
Dengan segala kerendahan hati
kupersembahkan skripsi ini kepada:
Ayahanda Edi Heriyanto dan Ibu Nuni tercinta
Adikku tersayang Aidilla Dasifa dan Muhammad Jihad
Terimakasih Untuk Cinta, Kasih Sayang Serta
Dukungan Yang Tiada Henti Kalian Berikan Selama Ini
“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang engkau jadikan mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah” (HR.Ibnu Hiban)
9
SANWACANA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pola Bakteri Ulkus Diabetikum pada Penderita Diabetes Melitus di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek”.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
3. dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M. Kes., selaku pembimbing pertama saya
atas kesediaannya untuk meluangkan waktu untuk selalu memberi nasihat,
masukan, motivasi, saran dan kritik yang bermanfaat dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Rizki Hanriko, S.Ked., Sp. PA., selaku pembimbing kedua atas
kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk
memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasihat, motivasi, dan
bantuannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
10
5. dr. Ety Apriliana, S.Ked., M. Biomed., selaku Penguji Utama pada ujian
skripsi, terima kasih atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang
bermanfaat agar saya terus belajar dalam melakukan penelitian;
6. dr. Merry Indah Sari, S. Ked., M. Med. Ed., selaku Pembimbing Akademik
atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang bermanfaat selama
perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini;
7. Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu,
waktu dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;
8. Seluruh staf akademik, administrasi, tata usaha Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah sangat membantu, memberikan waktu dan
tenaga serta kesabarannya selama proses penyelesaian penelitian ini;
9. Kedua orang tuaku, ayah dan ibu tercinta, untuk kasih sayang yang tulus,
cinta yang sempurna, doa yang tidak pernah putus yang selalu mengiringi
dalam setiap langkah saya hingga saat ini, terimakasih sudah menjadi
tempat bernaung bagi saya;
10. Adikku tercinta, Aidilla Dasifa dan Muhammad Jihad. Semoga kita menjadi
anak yang berbakti bagi kedua orang tua;
11. Para Sahabat saya selama berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, Anggita, Aninda, Bella, Della, Karin, Nadia, Rifda, Restu, Okta,
Sisi, Devi, Dirga, dan Zul. Terimakasih untuk segala suka dan duka selama
perkuliahan ini. Semoga tidak ada halangan bagi kita untuk mendapatkan
gelar dokter dan menjadi dokter yang profesional;
11
12. Arini, Maya, Nanda, Fidya, Achisna, Bonga, Febri, dan yang lainnya yang
tidak bisa disebutkan satu persatu yang mendukung, mendoakan, menemani
dan memberikan bantuan kepada penulis;
13. Teman-teman sejawat angkatan 2014, CRAN14L. Terimakasih atas suka
dan duka selama 4 tahun perkuliahan ini. Semoga kelak kita bisa menjadi
dokter yang profesional, amanah, dan sukses dunia akhirat;
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Bandar Lampung, 19 Januari 2019
Penulis,
Haula Rizqiyah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1.4.1 Bagi Masyarakat ..................................................................... 4
1.4.2 Bagi Rumah Sakit ................................................................... 4
1.4.3 Bagi Peneliti ........................................................................... 4
1.4.4 Bagi Peneliti Lain ................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus ............................................................................... 5
2.1.1 Definisi ................................................................................... 5
2.1.2 Epidemiologi .......................................................................... 5
2.1.3 Etiologi ................................................................................... 6
2.1.4 Patogenesis dan patofisiologi ................................................. 8
2.1.5 Tatalaksana ............................................................................. 9
2.1.6 Komplikasi ........................................................................... 13
2.2 Ulkus Diabetikum ........................................................................... 14
2.2.1 Definisi ................................................................................. 14
2.2.2 Patogenesis ........................................................................... 14
2.2.3 Klasifikasi ............................................................................. 17
2.2.4 Diagnosis .............................................................................. 18
2.2.5 Pencegahan ........................................................................... 20
2.2.6 Bakteri Penyebab Ulkus Diabetikum ................................... 22
2.3 Kerangka penelitian ........................................................................ 23
2.3.1 Kerangka Teori ..................................................................... 23
2.3.2 Kerangka Konsep ................................................................. 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 25
3.3 Subjek Penelitian ............................................................................ 25
3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................... 25
3.3.2 Kriteria Inklusi...................................................................... 26
3.3.3 Kriteria Eksklusi ................................................................... 26
3.3.4 Besar Sampel ........................................................................ 26
3.4 Teknik Sampling ............................................................................ 27
3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................... 28
3.6 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 29
3.7 Prosedur Penelitian ......................................................................... 29
3.7.1 Sterilisasi Alat ...................................................................... 29
3.7.2 Pengambilan Spesimen ......................................................... 30
3.7.3 Identifikasi Bakteri ............................................................... 30
3.8 Analisis Data Univariat .................................................................. 38
3.9 Alur Penelitian ................................................................................ 39
3.10 Etika Penelitian ............................................................................. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 41
4.1.1 Karakteristik Responden ...................................................... 41
4.1.2 Presentase Diagram .............................................................. 42
4.1.2 Tabel Bakteri dan Derajat Wagner ....................................... 43
4.2 Pembahasan ................................................................................... 44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ......................................................................................... 57
5.2 Saran… ........................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Wagner-Meggitt .............................................................................. 17
2. Klasifikasi Texas ............................................................................................... 18
3. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................................... 28
4. Karakteristik Responden Penelitian .................................................................. 42
5. Jenis Bakteri dan Derajat Wagner ..................................................................... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori.................................................................................................. 23
2. Kerangka Konsep .............................................................................................. 24
3. Alur Penelitian .................................................................................................. 39
4. Hasil Mikroorganisme Pada Ulkus Diabetikum ............................................... 43
5. Gram Positif Kokus (GP), S. aureus, dan MRSA Pada Ulkus Diabetikum ...... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Persetujuan Etik
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian RSUD Dr. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Lampiran 3. Tabel Hasil Uji Biokimia
Lampiran 4. Dokumentasi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang heterogen dengan
ditandai hiperglikemia kronis (Kerner & Bruckel, 2014). Diabetes dan
komplikasinya menjadi penyebab masalah morbiditas dan mortalitas di dunia
yang paling signifikan. Dapat di prediksi bahwa akan terdapat lebih dari 642
juta penderita dengan diabetes di tahun 2040. Pada penderita Diabetes
Melitus, hiperglikemia meningkatkan risiko komplikasi mikrovaskular dan
makrovaskular, sehingga dapat meningkatkan risiko komplikasi yang lebih
jauh, seperti retinopati, penyakit kardiovaskular, nefropati, dan neuropati
perifer yang dapat mengakibatkan ulkus diabetikum (International Diabetes
Federation, 2017). Angka kemungkinan risiko dirawat karena infeksi jaringan
lunak dan tulang pada kaki yang dimiliki penderita diabetes melitus adalah 10
kali lebih besar daripada penderita tanpa diabetes (Shanmugam, Jeya, &
Linda, 2013).
Terdapat 67 publikasi termasuk 39 studi cross sectional, studi deskriptif dan
observasi, 8 studi prospektif, dan 6 studi retrospektif dengan total 801,985
2
subjek dari 33 negara. Amerika Utara memiliki prevalensi paling tinggi yaitu
13% sedangkan Oceania memiliki prevalensi paling rendah yaitu 3%.
Prevalensi di Afrika adalah 7.2% lebih tinggi dari Asia dengan prevalensi
sebesar 5.5% dan Eropa dengan prevalensi 5.1% (Zhang, Lu, Jing et al.,
2017).
Angka kematian pada penderita diabetes melitus dengan ulkus berkisar antara
17-23% dan yang diamputasi berkisar antara 15-30%. Risiko diamputasinya
penderita kaki diabetikum sebagai pilihan tatalaksana dapat menyebabkan
hilangnya estetika serta rasa percaya diri. Penyakit seperti ulkus diabetikum
dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Ketidaksanggupan
beraktivitas, disabilitas, serta rasa nyeri yang dirasakan dapat menurunkan
kualitas hidup penderita ulkus diabetikum dibandingkan dengan penderita
diabetes melitus tanpa ulkus. Masalah psikososial juga dapat mempengaruhi
kualitas hidup penderita dalam berinteraksi (Syarif, 2013).
Ulkus yang terinfeksi dapat mengakibatkan amputasi sehingga terjadi
peningkatan risiko kematian tiga kali lipat dalam waktu 18 bulan sebagai
akibat dari efek psikologis penderita. Penderita diabetes melitus dengan ulkus
diabetikum berkembang hingga 15% dan menjadi alasan untuk rawat inap
dan amputasi. Infeksi dari ulkus diabetes yang diikuti amputasi berhubungan
tidak hanya pada depresi berat dan peningkatan angka morbiditas, namun
juga berkaitan dengan angka mortalitas (Dowd, Wolcott, Sun et al., 2008).
3
Luka terbuka pada penderita diabetes melitus yang disebut ulkus diabetikum
biasanya tidak terasa dan dapat menjadi port d entrée oleh bakteri aerob
maupun anaerob yang dapat mengakibatkan infeksi. Bakteri gram positif
seperti Staphylococcus aureus, Enterococcus, dan gram negatif seperti
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella sp, Proteus sp, dan
lainnya dapat menyebabkan infeksi pada ulkus (Banu, Noorul Hasan,
Rajkumar et al., 2015).
Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai apa saja
pola bakteri ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: “Apa saja pola bakteri ulkus diabetikum pada penderita diabetes
melitus di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek?”
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pola bakteri ulkus diabetikum pada penderita diabetes
melitus di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai pola
bakteri ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
Penelitian dapat digunakan untuk pendataan dalam
penyeleksian antibiotik yang sesuai.
1.4.3 Bagi Peneliti
1. Penelitian ini dapat memberi pengalaman dan menambah
wawasan dalam penerapan ilmu yang didapat selama masa
perkuliahan.
2. Mendapatkan pengetahuan mengenai tata acara penulisan
karya ilmiah yang baik.
3. Menambah pengetahuan dalam menanam dan
mengklasifikasi bakteri.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat menjadi acuan referensi bagi penelitian
selanjutnya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia kronis sebagai akibat dari terganggunya sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya dan mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Simptom yang dapat
muncul berupa polidipsi, poliuri, polifagi, penglihatan yang kabur,
dan hilangnya berat badan. Pada beberapa kasus yang berat dapat
menyebabkan pingsan, koma, dan kematian apabila tidak di terapi
dengan efektif (WHO, 1998).
2.1.2 Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan
perhitungan proporsi penderita diabetes melitus dengan cara
mewawancara penduduk usia diatas 15 tahun dengan kriteria pernah
terdiagnosis diabetes atau terdapat gejala polidipsi, polifagi, poliuri
dan penurunan berat badan pada 1 bulan terakhir. Terdapat
6
peningkatan proporsi hampir dua kali lipat di tahun 2013
dibandingkan 2007. Didapatkan proporsi diabetes melitus sebesar
6.9%, toleransi glukosa terganggu 29,9%, dan gula darah puasa
terganggu 36,6% di Indonesia pada tahun 2013. Besar presentase
penduduk dengan usia diatas 15 tahun yang merasakan gejala diabetes
dalam 1 bulan terakhir adalah 0.6% dengan proporsi terbesar berada
di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah. Menurut
Riskesdas, diperkirakan penderita diabetes yang belum terdiagnosis
sebanyak lebih dari 8 juta orang. Terdapat peningkatan proporsi TGT
dan mencapai titik tertinggi pada kelompok usia 65-74 tahun
sedangkan titik tertinggi yang dicapai pada GDP terganggu adalah
kelompok usia 55-64 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi
wanita yang menderita diabetes mellitus dan TGT lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (Kemenkes RI, 2014).
2.1.3 Etiologi
Kelainan, gangguan, atau proses ditentukan oleh jenis etiologi yang
nantinya mengakibatkan diabetes melitus.
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena proses destruksi sel
beta dimana insulin dibutuhkan untuk bertahan hidup dalam
mencegah perkembangan ketoasidosis, koma, dan kematian. Tipe
1 atau tipe idiopati ditandai dengan adanya anti-GAD, sel pulau
7
Langerhans, atau antibodi insulin yang berperan pada proses
autoimun yang mengakibatkan kerusakan pada sel beta.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah tipe yang paling sering ditemukan
pada penderita diabetes dan ditandai dengan kelainan kerja dan
sekresi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain
a. Kelainan genetik pada fungsi sel beta
b. Kelainan genetik pada kerja insulin
c. Penyakit pankreas eksokrin
d. Endokrinopati
e. Diabetes karena obat atau bahan kimia
f. Infeksi
g. Imun
h. Sindrom genetik (WHO, 1998)
4. Diabetes melitus gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes pada wanita saat kehamilan.
Wanita dengan diabetes tipe 1 saat kehamilan dan wanita dengan
diabetes tipe 2 asimptomatik tidak terdiagnosis namun ditemukan
pada saat kehamilan diklasifikasikan sebagai diabetes melitus
gestasional (Baynest, 2015).
8
2.1.4 Patogenesis dan patofisiologi
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 ditandai dengan destruksi sel yang menghasilkan
insulin oleh sel T CD4+ dan CD8+ dan makrofag. Diabetes
melitus tipe 1 diklasifikasikan sebagai penyakit autoimun. Sekitar
85% penderita memiliki antibodi sel Langerhans dan antibodi anti-
insulin sebelum menerima terapi insulin. Pada tipe 1, antibodi sel
Langerhans bertentangan dengan glutamic acid decarboxylase
(GAD) dalam sel beta pankreas.
Defisiensi insulin yang disebabkan oleh destruksi sel beta
pankreas menyebabkan gangguan metabolik. Akibat dari
kehilangan insulin, fungsi dari sel alfa pankreas juga terganggu
dan terjadi kelebihan sekresi glukagon pada penderita. Normalnya,
hiperglikemia dapat menekan sekresi glukagon, namun hal ini
tidak terjadi pada pasien diabetes tipe 1, melainkan tingginya level
glukagon dapat memperburuk terganggunya metabolik. Selain
defisiensi insulin, juga terdapat gangguan pada administrasi
insulin. Defisiensi insulin mengakibatkan tidak terkontrolnya
lipolisis dan peningkatan dari asam lemak bebas di plasma, yang
menekan metabolisme glukosa pada jaringan perifer, seperti otot
skeletal. Kelainan-kelainan ini mengakibatkan penurunan ekspresi
gen terhadap jaringan target untuk merespon insulin, seperti
9
glukokinase di hati dan GLUT 4 pada jaringan adiposa sehingga
terbentuk gangguan metabolik.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Pada diabetes tipe 2 terdapat gangguan sekresi insulin karena
disfungsi sel beta pankreas dan kerja insulin akibat adanya
resisten. Pada keadaan resistensi insulin, sel beta dapat
meningkatkan suplai insulin dan mengkompensasi kelebihan
kebutuhan. Konsentrasi insulin dalam plasma, baik puasa atau
setelah makan, tidak cukup untuk menjaga homeostasis glukosa
normal. Gangguan toleransi glukosa disebabkan oleh resistensi
insulin dan hiperinsulinemia.
Defisiensi insulin berhubungan dengan resisten insulin perifer.
Resisten pada insulin mengakibatkan gangguan penyerapan
glukosa di perifer (otot dan lemak), ketidaksempurnaan penekanan
glukosa hepatik, dan gangguan penyerapan trigliserida, sehingga
sel pulau Langerhans meningkatkan sekresi insulin (Baynest,
2015).
2.1.5 Tatalaksana
2.1.5.1 Penatalaksanaan Umum
1. Riwayat penyakit: ditanyakan kepada penderita mengenai
usia, karakteristik diabetes, pola makan, aktifitas fisik,
10
pengobatan sebelumnya dan yang sedang dijalani, faktor
risiko (merokok, hipertensi, obesitas, riwayat penyakit
keluarga, riwayat tumbuh kembang, riwayat komplikasi
seperti ketoasidosis diabetikum, hiperosmolar hiperglikemia,
hipoglikemia), serta riwayat infeksi.
a. Pemeriksaan fisik: pengukuran terhadap tinggi dan berat
badan, tekanan darah, funduskopi, rongga mulut dan
kelenjar tiroid, jantung, evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas.
b. Evaluasi laboratorium: pemeriksaan glukosa darah puasa
(GDP) dan 2 jam setelah TTGO, kadar HbA1c
c. Penapisan komplikasi: pemeriksaan profil lipid, tes
fungsi hati, tes fungsi ginjal, tes urin rutin, albumin urin
kuantitatif, rasio albumin-kreatinin sewaktu,
elektrokardiogram, rontgen toraks, pemeriksaan kaki
secara komprehensif.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Edukasi: materi mengenai perjalanan penyakit, perlunya
mengontrol diabetes, risiko, gejala dan penanganan awal
komplikasi, dan perawatan kaki.
b. Terapi nutrisi medis: penderita memiliki keteraturan
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan.
11
c. Jasmani: dapat berupa aerobik dengan intensitas sedang
dan teratur yaitu 3-5 hari dalam seminggu selama 30-45
menit.
d. Terapi farmakologis:
1. Obat Antihiperglikemia oral
- Insulin Secretagogue
Sebagai pemicu sekresi insulin seperti
Sulfonilurea dan Glinid.
- Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Terdapat Metformin yang bekerja dalam
glukoneogenesis dan perbaikan ambilan glukosa
di jaringan perifer serta Tiazolidinedion yang
berefek terhadap peningkatan jumlah protein
pengangkut glukosa yang dapat menurunkan
resistensi insulin, yang akan menyebabkan
peningkatan ambilan glukosa di jaringan perifer.
- Penghambat absorpsi glukosa di saluran
pencernaan
Efek yang dimiliki oleh penghambat alfa
glukosidase adalah penurunan glukosa darah
sesudah makan dengan cara memperlambat
absorpsi glukosa dalam usus halus.
12
- Penghambat Dipeptidyl Peptidase-IV (DPP-IV)
Peningkatan sekresi insulin dan penekanan
sekresi glukagon yang bergantung pada kadar
glukosa dalam darah adalah fungsi dari Glucose
Like Peptide-1 (GLP-1). Pada obat golongan ini,
seperti Sitagliptin dan Linagliptin, menjaga
konsentrasi tinggi GLP-1 dalam bentuk aktif
dengan cara menghambat kerja enzim DPP-IV.
- Penghambat Sodium Glucose Co-transporter 2
(SGLT-2)
Obat golongan ini menghambat kerja transporter
glukosa SLGT-2 menyebabkan penyerapan
kembali yang terhambat dalam tubuli distal
ginjal. Contoh obat ini adalah Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapaglifozin, Ipragliflozin.
2. Obat Antihiperglikemia Suntik
i. Insulin
- Rapid-acting insulin (insulin kerja cepat)
- Short-acting insulin (insulin kerja pendek)
- Intermediate-acting insulin (insulin kerja
menengah)
- Long-acting insulin (insulin kerja panjang)
13
- Ultra long-acting insulin (insulin kerja ultra
panjang)
- Premixed Insulin (insulin campuran tetap)
ii. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pelepasan glukagon serta nafsu makan yang
dihambat, pelepasan insulin yang meningkat,
penurunan berat badan adalah efek dari
pengobatan ini. Golongan obat ini adalah
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan
Lixisenatide (Eliana, 2015).
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Komplikasi mikrovaskular
Lemah dan rapuhnya dinding pembuluh darah dan
tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah kecil diakibatkan oleh
keadaan hiperglikemia yang persisten dan terglikasinya
pembentukkan protein, termasuk HbA1c, sehingga timbul
komplikasi mikrovaskular seperti retinopati, nefropati, dan
neuropati.
2.1.6.2 Komplikasi makrovaskular
Penyakit jantung koroner (coronary heart disease), penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
14
(peripheral vascular disease) merupakan komplikasi yang
umumnya berkembang pada penderita diabetes, terutama
penderita diabetes tipe 2 (Departemen Kesehatan RI, 2005).
2.2 Ulkus Diabetikum
2.2.1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah abnormalitas saraf dan terganggunya
pembuluh darah arteri perifer yang dapat mengakibatkan infeksi,
tukak, dan destruksi jaringan kulit pada kaki pasien diabetes melitus
(Roza, Afriant, & Edward, 2015).
Ulkus diabetikum dikenal sebagai beban baik pada aspek ekonomi,
sosial, maupun medis, dan telah menjadi alasan utama penderita
diabetes untuk berobat ke rumah sakit. Penderitaan dan penurunan
kualitas hidup merupakan penyebab utama morbiditas yang dirasakan
pada penderita ulkus diabetikum. Diperkirakan dari semua penderita
diabetes, terdapat 15% kemungkinan terjadinya ulkus diabetikum
(Brenyah, Ephraim, Eghan et al., 2014).
2.2.2 Patogenesis
Ulkus diabetikum muncul dari beberapa penyebab. Neuropati perifer
dan iskemia akibat penyakit vaskular perifer merupakan penyebab
utama yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum.
15
2.2.2.1 Neuropati
Neuropati adalah penyebab yang mendasari ulkus diabetikum
dengan presentase lebih dari 60%. Jalur poliol adalah
mekanisme yang sering di jelaskan dalam hal ini. Dalam
perkembangan neuropati, terjadi peningkatan kerja enzim aldose
reduktase dan sorbitol dehidrogenase yang dapat mengkonversi
glukosa intraselular menjadi sorbitol dan fruktosa akibat
keadaan hiperglikemia. Produksi gula yang terakumulasi
menyebabkan penurunan sintesis sel saraf myoinositol, yang
dibutuhkan untuk konduksi neuron normal. Peningkatan stres
oksidatif pada sel saraf dan vasokonstriksi akan berkembang
menjadi iskemik akibat penipisan nikotinamida adenin
dinukleotida fosfat yang disebabkan oleh konversi kimia dari
glukosa. Hiperglikemia dan stres oksidatif ikut berkontribusi
dalam mengakibatkan disfungsi saraf dan iskemik. Terdapat
gejala neuropati motoris, autonom, dan sensoris pada penderita
dengan diabetes (Clayton & Elasy, 2009).
a. Neuropati sensorik
Hilangnya sensasi suhu, propriosepsi, dan trauma yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya ulkus kaki.
b. Neuropati motorik
Terbentuk deformitas pada tulang sehingga terganggunya
mobilitas dan dapat meningkatkan risiko terjadinya ulkus
akibat tekanan pada plantar kaki.
16
c. Neuropati autonom
Kulit kering dan meningkatnya pengisian kapiler sekunder
merupakan tanda dari neuropati autonom sehingga
terbentuknya fisura dan kerak kulit mengakibatkan kaki rentan
terhadap trauma. Hilangnya akson, penurunan kecepatan
induksi, parestesia, penurunan refleks otot, dan atrofi otot yang
disebabkan penimbunan sorbitol dan fruktosa juga dapat
menjadi pencetus (Kartika, 2017).
2.2.2.2 Penyakit Vaskular
Faktor yang berkontribusi dalam perkembangan ulkus
diabetikum adalah Peripheral Arterial Disease (PAD). Akibat
keadaan hiperglikemia yang persisten, sel endotel dan otot polos
menjadi tidak berfungsi. Pada hiperglikemia, terjadi
peningkatan tromboksan A2, vasokonstriktor, dan agregasi
platelet yang dapat meningkatkan risiko hiperkoagulasi.
Merokok, hipertensi, dan hiperlipidemia merupakan faktor
risiko pada penderita diabetes dan berkontribusi dalam
perkembangan PAD sehingga dapat menyebabkan iskemia pada
ekstremitas inferior dan meningkatkan risiko ulserasi pada
penderita diabetes (Clayton & Elasy, 2009).
17
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi lesi ulkus diabetikum digunakkan untuk beberapa tujuan,
terutama untuk menggambarkan, mempelajari, dan memahami lesi
penderita yang dirawat. Klasifikasi Wagner-Meggitt dan klasifikasi
Texas adalah klasifikasi ulkus diabetikum yang banyak digunakkan.
2.2.3.1 Klasifikasi Wagner-Meggitt
Tabel 1. Klasifikasi Wagner-Meggitt
Grade 0 Tidak terdapat ulkus pada kaki dengan risiko tinggi
Grade 1 Ulkus superfisial yang melibatkan seluruh lapisan kulit tanpa menyebar ke jaringan
Grade 2 Ulkus dalam, menyebar hingga mencapai ligament dan otot, tapi tidak terdapat keterlibatan dengan tulang dan pembentukan abses
Grade 3 Ulkus dalam dengan selulitis atau pembentukan abses, sering disertai osteomielitis
Grade 4 Gagren pada satu lokasi kaki
Grade 5 Ganren yang meluas hingga melibatkan seluruh kaki
Sumber: (Fahmi, 2015)
18
2.2.3.2 Klasifikasi Texas
Tabel 2. Klasifikasi Texas
Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3
Stage A Preulserasi/ postulserasi, dengan jaringan epitel yang lengkap
Luka superfisial, tidak melibatkan tendon, kapsul, atau tulang
Luka menembus ke tendon atau kapsul
Luka menembus ke tulang atau sendi
Stage B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
Stage C Iskemia Iskemia Iskemia Iskemia
Stage D Infeksi dan iskemia
Infeksi dan iskemia
Infeksi dan iskemia
Infeksi dan iskemia
Sumber: (Jain, 2012)
2.2.4 Diagnosis
Dalam mendiagnosis ulkus diabetikum, dilakukan pemeriksaan fisik
berupa pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas, penilaian
risiko insufisiensi vaskular, dan penilaian risiko neuropati perifer.
1. Ekstremitas
Daerah dengan tumpuan beban yang besar seperti tumit, area kaput
metatarsal di telapak, dan ujung jari yang menonjol (jari pertama
dan kedua) merupakan daerah yang cenderung ditemukan ulkus
diabetikum. Ulkus juga dapat ditemukan pada malleolus akibat
adanya trauma. Callus hipertropik, kuku rapuh dan pecah, kulit
kering, hammer toes, dan adanya fisura adalah kelainan lain yang
dapat ditemukan pada penderita diabetes dengan ulkus diabetikum.
19
2. Insufisiensi arteri perifer
Penurunan atau hilangnya nadi perifer dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik. Selain itu, tanda-tanda yang dapat ditemukan
yang berhubungan dengan aterosklerosis adalah adanya bising
(bruit) arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, rambut kaki yang
hilang, sianosis jari kaki, ulserasi, nekrosis iskemik, dan waktu
pengisian kapiler (capillary refill test) lebih dari 2 detik.
Pengukuran oksigen transkutan, tekanan sistolik jari kaki, dan
ankle brachial index (ABI) dengan alat Doppler merupakan
pemeriksaan vaskular non-invasif yang dapat dilakukan.
3. Neuropati perifer
Neuropati perifer ditandai dengan hilangnya sensasi rasa getar,
posisi, dan refleks tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop, atrofi
otot, dan pembentukkan callus hipertropik terutama di daerah
penekanan seperti tumit. Sensasi protektif dapat dideteksi dengan
monofilamen Semmes-Weinsten. Dalam pemeriksaan sensasi
getar, dapat dilakukan dengan menggunakan garpu tala 128 Hz
pada pergelangan kaki dan sendi metatarsofalangeal pertama
(Kartika, 2017).
20
2.2.5 Pencegahan
2.2.5.1 Pencegahan Primer
Penyuluhan yang dilakukan setiap saat ditujukan sebagai upaya
pencegahan terjadinya ulkus diabetikum. Pemeriksaan adanya
lesi pada kaki yang dilakukan secara mandiri ataupun dengan
dokter juga dilakukan dalam mencegah terjadinya ulkus sesuai
dengan tingkat risiko. Pada deformitas, yaitu ulkus stadium 2
dan 5, dikhususkan untuk menggunakan alas kaki yang dapat
meratakan tekanan pada kaki.
2.2.5.2 Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan ulkus diabetikum, ada berbagai faktor yang
harus ditangani dengan baik.
a. Wound control
Debridement yang adekuat dilakukan untuk mengurangi
jaringan nekrotik, sehingga berkurangnya produksi
pus/cairan dari ulkus diabetikum. Tindakan debridement
dapat mencegah tumbuhnya bakteri pada jaringan nekrotik
yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan luka.
Metode yang dapat digunakkan adalah mekanikal, surgikal,
enzimatik, autolisis, dan biokemis.
Metode autolysis debridement adalah metode yang paling
efektif yang dilakukan dengan cara meluruhkan jaringan
21
nekrotik dalam keadaan lembab, sehingga enzim proteolitik
dapat melepas jaringan nekrosis secara selektif. Dressing
dilakukan sesuai keadaan dan lokasi luka. Luka produktif
dan terinfeksi dapat menggunakan hydrophilic fiber dressing
atau silver impregnated dressing. Untuk mengurangi
mikroba, dapat diberikan terapi topikal dan cairan normal
saline untuk membersihkan luka. Pemberian preparat enzim
digunakkan untuk pembersihan jaringan nekrotik dengan
cepat.
b. Microbiological-infection control
Perlu dilakukan pendataan mengenai pola bakteri sehingga
dapat disesuaikan dengan pemberian antibiotik.
c. Mechanical control-pressure control
Saat berjalan, luka yang mendapat tekanan akan susah
sembuh. Dalam mengurangi tekanan, terdapat berbagai cara
surgikal yang dapat dilakukan, seperti melakukan insisi
abses sebagai dekompresi ulkus/gangren dan koreksi bedah.
(Kartika, 2017).
d. Educational control
Edukasi terkait dengan ulkus diabetikum, perawatan kulit
dan kuku, serta penggunaan alas kaki terapeutik dapat
22
mengurangi resiko amputasi akibat ulkus diabetikum
(Batista, Pinzur, Monteiro et al., 2009).
2.2.6 Bakteri Penyebab Ulkus Diabetikum
Penelitian yang telah dilakukan di Poli Kaki RSUP Prof. Dr. R. D
Kandou Manado, Staphylococcus aureus merupakan bakteri
terbanyak yang dapat ditemukan dengan presentase 27,8%, diikuti
Pseudomonas sp (16,6%) (Waworuntu, Porotuo, & Homenta, 2016).
Sebuah penelitian yang dilakukan di Malaysia, telah diisolasi patogen
yang paling banyak yaitu bakteri gram negatif dengan presentase
52%, termasuk Proteus spp. sebanyak 28%, Pseudomonas aeruginosa
25%, Klebsiella pneumoniae 15%, dan Escherichia coli 9%. Bakteri
gram positif diisolasi sebanyak 45%, dengan Staphylococcus aureus
yang dominan yaitu 44%, diikuti Streptococci group b 25%, dan
Enterococcus spp. sebanyak 9%. Penelitian di Peshawar, Pakistan,
telah dilakukan isolasi dengan hasil Staphylococcus aureus dengan
presentase paling tinggi, yaitu 38.6% diikuti Pseudomonas aeruginosa
dengan presentase 27.3% (Rahim, Ullah, Ishfaq et al., 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudhir K. Jain dan Rashmisnata
Barman di India Utara-Timur, telah didapatkan Staphylococcus spp
dengan presentase 25%, diikuti Escherichia coli sebesar 20%, dan
Enterococcus spp sebesar 15% (Jain & Barman, 2017).
23
2.3 Kerangka Penelitian
2.3.1 Kerangka Teori
Penurun jumlah insulin dan atau resistensi insulin
Hiperglikemia
Angiopati diabetikum
Makroangiopati Mikroangiopati
Terganggunya aliran darah ke kaki
Penurunan asupan nutrisi dan O2
Trauma
Diabetes melitus
Luka sulit sembuh
Neuropati perifer
Gangguan sensorik motorik
Trauma
Ulkus
Infeksi
Mikroorganisme
Pola bakteri
24
Keterangan:
variabel yang tidak diteliti variabel yang diteliti
Sumber: (Fauci, Kasper, Longo et al., 2012)
Gambar 1. Kerangka Teori (Fauci, Kasper, Longo et al., 2012)
2.3.2 Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 2. Kerangka konsep
Pola bakteri Ulkus diabetikum
25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola bakteri ulkus
diabetikum pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Penelitian
dilakukan pada bulan Maret-Mei 2018 di Laboratorium Mikrobiologi-
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah penderita diabetes melitus dengan
komplikasi ulkus diabetikum.
26
3.3.2 Kriteria inklusi
3.3.3.1 Pasien diabetes melitus yang telah mempunyai komplikasi
ulkus diabetikum.
3.3.3.2 Bersedia menjadi responden.
3.3.3 Kriteria ekslusi
3.3.3.1 Pasien koma diabetikum
3.3.4 Besar Sampel
Besar sampel penelitian ini dengan menggunakan perhitungan
deskriptif kategorik dan didapatkan jumlah sampel dengan rumus
Lemeshow (Dahlan, 2013):
𝑛 = 𝑍𝑎&𝑥𝑃𝑥𝑄
𝑑&
Dimana:
n = jumlah sampel
Zα = tingkat kemaknaan (90%=1.64)
P = proporsi kejadian ditemukan bakteri (16%) (Meta, 2009)
Q = proporsi kejadian tidak ditemukan adanya bakteri (1-P)
d = presisi (15%)
27
Sehingga diperoleh sampel:
𝑛 = 𝑍𝑎&𝑥𝑃𝑥𝑄
𝑑&
𝑛 = 1,64&𝑥0,16𝑥0,84
0,15&
𝑛 = 2,6896𝑥0,16𝑥0,84
0,15&
𝑛 = 0,3614820,0225
𝑛 = 16,06
Maka jumlah sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah 16
orang. Ditambah 10% untuk menghindari drop out sebanyak 2 sampel
sehingga besar sampel yang digunakan adalah 18 sampel.
3.4 Teknik Sampling
Teknik pemilihan sampel yang akan digunakan adalah teknik consecutive
sampling, yaitu semua pasien dengan kriteria inklusi akan dipilih untuk
dijadikan sampel sampai jumlah sampel minimum yang diperlukan terpenuhi
(Dahlan, 2013).
28
3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Skala
Variabel independent
Ulkus diabetikum.
Abnormalitas saraf dan terganggunya pembuluh darah arteri perifer yang dapat mengakibatkan infeksi, tukak, dan destruksi jaringan kulit pada kaki penderita diabetes melitus (Roza, Afriant, & Edward, 2015).
1. Keadaan umum ekstremitas 2. Insufisiensi arteri perifer 3. Neuropati perifer
Ada atau tidaknya ulkus diabetikum (+/-)
Kategorik
Variabel dependen Pola bakteri Gambaran bakteri yang
ada di daerah infeksius dengan pemeriksaan mikroskopis
Identifikasi bakteri dengan pewarnaan gram, kultur dan tes biokimia
1. Pewarnaan gram: gram (+/-) 2. Pertumbuhan pada Agar darah dan Mac Conkey (+/-) 3. Tes biokimia: a. TSIA: fermentasi gula dan sulfur (+/-) b. Simmon’s citrate: fermentasi sitrat (+/-) c. SIM: penghasil H2S, pembentukkan indol, motilitas (+/-) d. Uji katalase: penghasil enzim katalase (+/-) e. Uji DNAse: aktivitas DNA (+/-) f. MSA: fermentasi mannitol (+/-) g. Uji gula-gula (+/-)
Kategorik
29
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, dibutuhkan beberapa alat penelitian. Alat
penelitian yang digunakan adalah sarung tangan, autoklaf, swab steril, object
glass, cover glass, cawan petri, rak tabung reaksi, tabung reaksi, tabung
Erlenmeyer, gelas kimia, ose bulat, ose jarum, lampu Bunsen, pipet tetes,
mikroskop, dan inkubator. Adapun bahan yang digunakan adalah pewarnaan
gram (kristal violet, iodin, alkohol 70%, safranin), alkohol 70%, nutrient
broth, SIM agar (sulfur, indol, motilitas), TSIA (triple sugar iron agar),
Simon Citrate agar, Mannitol Salt Agar, gula-gula (glukosa, sukrosa, laktosa,
mannitol, dan maltosa), dan akuades.
3.7 Prosedur penelitian
3.7.1 Sterilisasi alat
Sterilisasi dilakukan untuk mematikan organisme yang terdapat pada
suatu alat sehingga tidak ada mikroorganisme lain yang dapat
mengkontaminasi media serta menjadi syarat keberhasilan kerja
dalam melakukan penelitian ini. Sterilisasi alat akan dilakukan dengan
cara dicuci bersih dengan menggunakan sabun dan dipanaskan dengan
menggunakan autoklaf selama 10 menit pada suhu 121°C dengan
tekanan 1 atm. Untuk ose bulat dapat dilakukan sterilisasi dengan cara
membakar diatas Bunsen sebelum digunakan (Sultana, 2007).
30
3.7.2 Pengambilan Spesiemen Swab Pada Ulkus
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode swab. Pasien akan
diberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
dapat dilanjutkan apabila pasien bersedia.
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan yaitu sarung
tangan steril, masker, dan swab wooden stick.
2. Cuci tangan WHO.
3. Memakai sarung tangan steril dan masker.
4. Membersihkan ulkus dengan kain kasa steril yang telah dibasahi
NaCl fisiologis secara hati-hati, kemudian ulang perlakuan
sebanyak tiga kali.
5. Mengusapkan swab wooden stick ke bagian ulkus tanpa mengenai
tepi ulkus.
6. Memasukkan swab wooden stick ke dalam tabung steril.
7. Menutup tabung dengan erat dan diberi label.
8. Sampel usap ulkus dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi-
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
9. Spesimen yang telah diambil dapat dibiakan pada media nutrient
agar (NA) dan diinkubasi dalam 24 jam (Nur & Marissa, 2016).
3.7.3 Identifikasi Bakteri
Identifikasi bakteri dilakukan dengan cara melakukan pewarnaan
Gram dan uji biokimiawi. Bakteri Gram positif akan dilakukan uji
31
glukosa, uji katalase, dan tes DNAse. Bakteri Gram negatif dilakukan
uji sitrat, uji TSIA, dan uji SIM.
3.7.3.1 Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram bertujuan untuk mengidentifikasi apakah
bakteri termasuk golongan bakteri gram positif atau negatif.
Langkah-langkah dalam pewarnaan Gram adalah:
1. Memakai sarung tangan.
2. Memberikan label pada object glass.
3. Membersihkan object glass dengan alkohol 70% dan
melewatkan beberapa kali diatas api Bunsen.
4. Memanaskan ose diatas api Bunsen, kemudian ditunggu
hingga dingin.
5. Mengambil isolat bakteri secara aseptis dan mengoleskan
pada object glass.
6. Memfiksasi spesimen dengan melwatkan object glass
diatas Bunsen sebanyak tiga kali.
7. Meneteskan zat warna kristal violet pada object glass
hingga menutupi permukaan sediaan dan didiamkan
selama 60 detik. Kemudian cuci dengan akuades selama
lima detik.
8. Meneteskan larutan iodin dan didiamkan selama 60 detik.
Kemudian cuci dibawah air mengalir selama lima detik.
9. Melakukan dekolorisasi dengan meneteskan alkohol 95%.
32
10. Membilas preparat dengan air selama lima detik untuk
menghentikan aktivitas dekolorisasi.
11. Meneteskan object glass dengan zat warna safranin dan
didiamkan selama 60 detik. Kemudian bilas dengan air
selama lima detik.
12. Mengeringkan object glass dengan cara diangin-anginkan.
13. Melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop
hingga perbesaran 1000x untuk melihat sel dan sifat
bakteri terhadap zat warna.
14. Menentukkan golongan bakteri. Apabila bakteri berwarna
biru/ungu menandakan bakteri gram positif dan apabila
bakteri berwarna merah menandakan bakteri gram negatif
(Reynolds, Moyes, & Breakwell, 2009).
3.7.3.2 Penanaman pada agar Mac Conkey dan Agar Darah
Agar Darah digunakan untuk menanam bakteri gram positif
dan Mac Conkey digunakkan untuk menanan bakteri gram
negatif. Pengamatan pertumbuhan bakteri dapat dilakukan
setelah bakteri diinkubasi pada suhu 37° selama 18-24 jam
(Erhadestria, 2017).
33
3.7.3.3 Uji Biokimia
a. Uji Katalase
Enzim katalase yang diproduksi oleh sebagian bakteri
bersifat sebagai penetralisir efek bakterisidal dari hidrogen
peroksida dan digunakan sebagai pertahanan dari zat
hidrogen peroksida. Uji yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat
menghasilkan enzim katalase adalah uji katalase. Uji
katalase ini dilakukan untuk membedakan bakteri, seperti
Staphylococcus sp dan Mikrokokus yang positif katalase
dengan bakteri Diplococcus pneumonia dan Streptococcus
sp yang negatif katalase. Hasil positif ditandai dengan
ditemukannya gelembung udara pada object glass. Uji ini
dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
i. Meneteskan satu tetes H2O2 10-30% diatas object
glass.
ii. Mengoleskan 2-3 tetes suspensi isolat koloni bakteri
pada object glass.
iii. Mengamati ada tidaknya gelembung (Reiner, 2016).
b. Uji DNAse
Tujuan dari uji DNAse adalah untuk melihat aktivitas
deoksiribonuklease dan koagulase positif pada bakteri.
34
Bakteri yang telah dikultur akan diinokulasi pada DNAse
agar plate, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam. Apabila pertumbuhan bakteri tidak terlalu baik, maka
waktu inkubasi ditambah 24 jam. Setelah diinkubasi, agar
plate digenangi dengan HCl 1 M selama 5 menit. Hasil
yang positif apabila ditemukan zona bening disekitar
koloni yang menandakan terdapat aktivitas DNAse yang
menghidrolisis deoksiribonuklease. Bakteri yang memiliki
aktivitas DNAse positif antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Serratia marcescens, dan
Enterobakter. Terdapat juga bakteri yang memberikan
reaksi DNAse yang lemah seperti Staphylococcus capitis.
Sedangkan bakteri yang memiliki aktivitas DNAse negatif
antara lain S. epidermidis dan Klebsiella pneumonia
(Kateete, Kimani, Katabazi, et al. 2010).
c. Mannitol Salt Agar (MSA)
Penanaman pada media MSA dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri patogen Staphylococcus aureus
dengan cara mengusapkan satu ose biakan yang diambil
dari media blood agar pada media MSA dan diinkubasi
pada suhu 35°C selama 18-72 jam. Bakteri yang
memfermentasikan mannitol seperti S. aureus membentuk
koloni berwarna kuning dengan zona kuning pada media.
35
Sedangkan bakteri yang tidak memfermentasikan mannitol
seperti S. epidermidis membentuk koloni berwarna merah
muda hingga merah tanpa adanya perubahan warna kuning
pada medium (Shittu, Lin, Morrison et al. 2006)
d. Sulfide Indole Motility (SIM)
Media SIM digunakan untuk menilai adanya produksi
hidrogen sulfida, pembentukan indol akibat enzim
triptofanase yang ditandai dengan berubahnya larutan
kovac menjadi merah, serta motilitas atau pergerakan
bakteri. Inokulasi pada tabung dilakukan dengan cara
menusukkan jarum dengan bakteri secara vertikal tepat di
tengah medium tabung. Kemudian medium SIM diinkubasi
dalam waktu 18-24 jam. Uji ini dilakukan untuk
mengidentifikasi mikroorganisme enterik seperti
Eschericia coli, Salmonella enteretica, dan Salmonella
paratyphi (Woodland, 2004).
e. Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media TSIA merupakan media diferensial pada bakteri
Gram negatif basil enterik. Cara penanaman pada media
TSIA ini adalah dengan mengambil spesimen bakteri dari
agar Mac Conkey dengan menggunakan ose jarum dan
36
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Adanya
fermentasi gula (glukosa, sukrosa, dan laktosa) ditunjukkan
pada pembentukkan warna merah menjadi kuning.
Perubahan warna menjadi kuning menunjukkan suasana
asam dan jika media berubah menjadi merah menunjukkan
suasana basa. Interpretasi bakteri dicocokkan berdasarkan
kriteria perubahan warna pada lereng dan atau dasar media,
pembentukan H2S ditandai dengan adanya presipitasi
berwarna hitam dan pembentukan gas ditandai dengan
adanya gelembung atau retaknya media (Pradhan, 2013)
f. Simmon’s Citrate
Terdapat beberapa bakteri yang memiliki kemampuan
untuk menggunakan natrium sitrat sebagai sumber utama
metabolisme dan pertumbuhan. Dengan melakukan uji
pada medium Simmon’s Citrate dapat membantu
mendiferensiasi bakteri Gram negatif enterik seperti
Salmonella, Klebsiella, dan Enterobakter yang positif
dengan Escherichia coli, Shigella, dan Yersinia yang
negatif. Positif apabila agar sitrat yang semula berwarna
hijau berubah menjadi biru yang timbul akibat suasana
asam. Langkah-langkah penanaman pada media Simmon’s
Citrate adalah:
37
i. Mengambil biakan dari NA miring dengan
menggunakan ose steril dan menanamkannya pada
media Simmon’s Citrate agar miring.
ii. Menggoreskan ose secara zig-zag pada permukaan
media, ditengah media, tidak terlalu keatas atau
kebawah dan tidak terlalu ke kanan ataupun ke kiri.
iii. Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam (Aryal, 2015).
g. Uji Gula-gula
Media yang digunakan pada uji gula-gula adalah glukosa,
mannitol, sukrosa, maltose, dan laktosa. Bakteri
diinokulasi ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan
ose. Tabung reaksi yang sudah diinokulasi dengan bakteri
disimpan pada inkubator 37°C selama 24 jam. Hasil
fermentasi glukosa positif apabila media berubah warna
dari biru menjadi kuning dan hasil positif menghasilkan
gas apabila terdapat gelembung pada tabung durham (Putri,
2016).
38
3.8 Analisis Data Univariat
Data akan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan akan dianalisis secara
deskriptif dengan menggunakan analisis univariat disertai gambaran dalam
presentase berupa diagram lingkaran mengenai banyaknya bakteri yang
dapat ditemukan.
39
3.9 Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
Pasien DM dengan komplikasi ulkus
diabetikum
Penanaman pada media
Negatif (-)
• TSIA • Sitrat • SIM • Uji Gula-gula
Pengambilan sampel dengan metode
swab
Nutrient agar Inkubasi 37oC, 24 jam
Pewarnaan Gram
Kultur di Mac Conkey Agar
• Katalase • DNAse • MSA
Positif (+)
Kultur di Blood Agar
40
3.10 Etika Penelitian
Penelitian telah dikaji dan disetujui oleh tim Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan Surat Keterangan Lolos Kaji
Etik Nomor: 3386/UN26.18/PP.05.02.00/2018
57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pola bakteri ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek yang mengalami ulkus diabetikum yaitu Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, Citrobacter freundii, Escherichia coli,
dan Proteus mirabilis.
5.2 Saran
1. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mencari bakteri
dengan sampel yang besar, serta faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan pola bakteri pada ulkus diabetikum.
2. Bagi Rumah Sakit, perlu dipertimbangkan untuk memberikan antibiotik
yang sesuai dengan pola bakteri sehingga mengurangi dampak terjadinya
resistensi obat.
3. Bagi masyarakat, perlu diadakannya sosialisasi mengenai macam-macam
bakteri yang ada pada ulkus diabetikum, faktor risiko, pencegahannya dan
penggunaan antibiotik yang rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel, W., Hegazy, H. (2016). Diclofenac inhibits virulence of Proteus mirabilis
isolated from diabetic foot ulcer. Afr J Microbiol Res.10(21):733–43. doi:
10.5897/AJMR2016.8043.
Anand, A., Biswal, I., Soni, R. K., Sinha, A., Rynga, D., Deb, M. (2016). Int Surg
J.3(2):669-73
Aryal, S. 2015. Citrate utilization test- principle, media, procedure and result
[internet]. Tersedia dari https://microbiologyinfo.com/citrate-utilization-
test-principle-media- procedure-and-result/.
Bader, M. S. (2008). Diabetic Foot Infection. American Family Physician.78(1).
Banu, A., Noorul Hassan, M. M., Rajkumar, J., Srinivasa, S. (2015). Spectrum of
bacteria associated with diabetic foot ulcer and biofilm formation: a
prospective study. AMJ.8(9):280–5. doi: 10.4066/AMJ.2015.2422.
Batista, F., Pinzur, M., Monteiro, A., Taira, R. (2008). Education for diabetic foot.
Einstein.7(1):24–7.
Baynest, H. W. (2015). Classification, pathophysiology, diagnosis and
management of Diabetes Mellitus. J Diabetes Metab.6:542. doi:
10.4172/2155-6156.1000541.
Bengalorkar, G. M., Kumar, T. N. (2011). Culture and sensitivity pattern of
micro-organism isolated from diabetic foot infections in a tertiary care
hospital. Int J Cur Biomed Phar Res.1(2):34–40.
Brenyah, R. C., Ephraim, R. K., Eghan, B. A., Asamoah, J. (2014). Bacterial
profile of diabetic foot ulcers of patients visiting a specialist diabetic clinic
at komfo anokye teaching hospital, kumasi, ghana. British Journal of
Medicine & Medical Research.4(27):4501–10.
Cardoso, N. A., Cisnerios, L. L., Machado, C. J., Cenedezi, J. M., Procopio, R. J.,
Navarro, T. P. (2017). Bacterial genus is a risk factor for major amputation
in patients with diabetic foot. Rev Col Bras Cir.44(2):147–53. doi:
10.1590/0100-69912017002007.
Cengkareng Tahun 2013-2014 [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Chopdekar, K. A., Joshi, A. A., Shivram, S., Bharadwaj, R. S., Mukadam, I. S.,
Hulyalkar, V. S. (2011). Bacteriological analysis of diabetic foot infection.
Bombay Hospital Journal.53(4):706–11.
Citron, D. M., Goldstein, E. J., Merriam, C. V., Lipsky, B. A., Abramson, M. A.
(2007). Bacteriology of moderate-to-severe diabetic foot infections and in
vitro activity of antimicrobial agents. J Clin Microbiol.45(9):2819–28. doi:
10.1128/JCM.00551-07.
Clayton, W., Elasy, T. A. (2009). A review of the pathophysiology, classification,
and treatment of foot ulcers in diabetic patients. Clinical
Diabetes.27(2):52–8.
Dahlan, S. M. (2013). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:
Salemba Medika
Damir, A. 2011. Diabetic Foot Infections. JIMSA.24(4).
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes
mellitus.
Dowd, S. E., Wolcott, R. D., Sun, Y., McKeehan, T., Smith, E., Rhoads, D.
(2008). Polymicrobial nature of chronic diabetic foot ulcer biofilm
infections determined using bacterial tag encoded FLX amplicon
pyrosequencing (bTEFAP). PLoS ONE.3(10). doi:
10.1371/journal.pone.0003326.
Dunyach-Remy, C., Essebe, C. N., Sotto, A., Lavigne, J. P. (2016).
Staphylococcus aureus toxins and diabetic foot ulcers: role in pathogenesis
and interest in diagnosis. Toxins.8(7):209. doi: 10.3390/toxins8070209.
Dwedar, R., Ismail, D. K., Abdulbaky, A. (2015). Diabetic foot infection:
microbiological causes with special reference to their antibiotic resistance
pattern. Egyptian Journal of Medical Microbiology. 24(3):95-102.
Eliana, F. (2015). Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni 2015. Satelit
Simposium 6.1 DM Update Hb1C.1-7
Erhadestria, S. (2017). Uji kepekaan bakteri yang diisolasi dari urin pengguna
kateter pasien ruang rawat intensif RSUD Dr. H. Abdul Moeloek [Skripsi].
Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Fahmi, M. A. (2015). Profil Pasien Ulkus Diabetik di Rumah Sakit Umum Daerah
Farrag, H. A., El-Rehim, H. A., Hazaa, M. M., El-Sayed, S. (2016). Prevalence of
pathogenic bacterial isolates infecting wounds and their antibiotic
sensitivity. J Infec Dis Treat.2:2
Fauci, A. S., Kasper, D. L., Longo, D. L., Losalzo, J., Hauser, S. L., Jameson, L.
(2012). Harrison‘s Principles of Internal Medicine. 18th
Edition. New
York: McGraw Hill.
Foris, L. A., Snowden, J. (2018). StatPearls Publishing LLC.
Gaol, Y. E., Erly, Sy, E. (2017). Pola resistensi bakteri aerob pada ulkus diabetik
terhadap beberapa antibiotika di laboratorium mikrobiologi RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2011-2013. Jurnal Kesehatan Andalas.6(1).
International Diabetes Federation (2017) Clinical practice recommendation on the
diabetic foot: A guide for health care professionals.
Jain, A. K. (2012). A new classification of diabetic foot complications: a simple
and effective teaching tool. The Journal of Diabetic Foot
Complications.4(1):1–5.
Jain, S. K., Barman, R. (2017). Bacteriological profile of diabetic foot ulcer with
special reference to drug-resistant strains in a tertiary care center in North-
East India. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism.21(2):765–
75. doi: 10.4103/ijem.IJEM.
Kartika, R. W. (2017). Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. CDK-248.44(1):18–
22.
Kateete, D. P., Kimani, C. N., Katabazi, F. A., Okeng, A., Okee, M. S., Nanteza,
A., et al. (2010). Identifiation of staphylococcus aureus: dnase and
mannitol salt agar improve the efficiency of the tube coagulase test.
Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials.9:23
Kavitha, K. V., Tiwari, S., Purandare, V. B., Khedkar, S., Bhosale, S. S.,
Unnikrishnan, A. G. (2014). Choice of wound care in diabetic foot ulcer:
A practical approach. World J Diabetes.5(4):546–56. doi:
10.4239/wjd.v5.i4.546.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. doi: 24427659.
Kerner, W., Bruckel, J. (2014). Classification and diagnosis of diabetes mellitus.
Exp Clin Endocrinol Diabetes.122:384-86. doi: 10.1016/B978-0-323-
18907-1.00038-X.
Konar, J., Das, S. (2013). Bacteriological profile of diabetic foot ulcers, with a
special reference to antibiogram in a tertiary care hospital in Eastern India.
Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences.2(48):9323–28.
Ling, X. U., McLennan, S. V., Lisa, L. O., Natfaji, A., Bolton, T., LIU, Y. et al.
(2007). Bacterial load predicts healing rate in neuropathic diabetic foot
ulcers. Diabetes Care.30(2):378–80. doi: 10.2337/dc06-1383.
Lipsky, B. A., Aragon-Sanchez, J., Embil, J., Kono, S., Lavery, L., Senneville, E.,
et al. (2015). IWGDF guidance on the diagnosis and management of foot
infections in persons with diabetes. IWGDF Working Group on Foot
Infections. doi: 10.1002/dmrr.2696.
Lipsky, B. A., Berendt, A. R., Deery, H. G., Embil, J. M., Joseph, W. S.,
Karchmer, A. W., et al. (2004). Diagnosis and treatment of diabetic foot
infections. Clinical Infectious Diseases.39(7):885–910. doi:
10.1086/424846.
Liu, L. H., Wang, N. Y., Jung Wu, A. Y., Lin, C. C., Lee, C. M., Liu, C. P.
(2016). Citrobacter freundii bacteremia: Risk factors of mortality and
prevalence of resistance genes. Elsevier Taiwan LLC. 51:565-72
Malepati, S., Vakamudi, P., Kandati, J., Satish, S. (2018). Bacteriological study of
diabetic foot ulcer according to Wagner ‘ s classification: a one-year study.
Int Surg J.5(1):98–104.
Manda, V., Sreedharan, J., Muttappallymyalil, J., Das, R., Hisamatsu E. (2012).
Foot ulcers and risk factors among diabetic patients visiting surgery
department in a University Teaching Hospital in Ajman, UAE.
IJMEDPH.2(3):34–8. doi: 10.5530/ijmedph.2.3.8.
Meta, D. T., Endriani, R., Sembiring, L. P. (2014). Identidikasi dan resistensi
bakteri Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dari ulkus
diabetikum derajat I dan II Wagner di bagian penyakit dalam RSUD Arifin
Achmad.
Nabiel, Y., Barakat, G. (2017). Correlation of virulence determinants of
staphylococcus aureus to the severity of diabetic foot ulcers in a tertiary
care centre, Egypt. MRJI.20(6):1–8. doi: 10.9734/MRJI/2017/34789.
Nageen, A. (2016). The most prevalent organism in diabetic foot ulcers and its
drug sensitivity and resistance to different standard antibiotics. Journal of
the College of Physicians and Surgeons—Pakistan.26(4):293–6. doi: 2294.
Navarro-Peternella, F. M., Torquato Lopes, A. P., Arruda, G. O., Teston, E. F.,
Marcon, S. S. (2016). Differences between genders in relation to factors
associated with risk of diabetic foot in elderly persons: A cross-sectional
trial. Elsevier inc.6:30-6.
Nube, V., Frank, G., White, J., Stubbs, S., Nannery, S., Pfrunder, L., et al. (2016)
Hard-to-heal diabetes-related foot ulcers: current challenges and future
prospects. Chronic Wound Care Management and Research.3:133–146.
Nur, A., Marissa, N. (2016). Gambaran bakteri ulkus diabetikum di Rumah Sakit
Zainal Abidin dan Meuraxa tahun 2015. Buletin Penelitian
Kesehatan.44(3):187–96.
Otto, M. (2009). Staphylococcus epidermidis-the ―accidental‖ pathogen. Nat Rev
Microbiol.7(8):555-67.
Ozer, B., Kalaci, A., Semerci, E., Duran, N., Davul, S., Yanat, A. N. (2010).
Infections and aerobic bacterial pathogens in diabetic foot. Afr J Microbiol
Res.4(20):2153–60.
Pal, B., Gupta, S. K. (2016). A study on the relation of the severity of diabetic
foot ulcers with the type of bacterial flora isolated from the wounds. Int
Surg J.3(1):189–94.
Parthasarathy, K., Raveendran, S. R., Syed Safina, S. S. (2017). Common
bacterial isolates of diabetic foot ulcer in an Indian tertiary care hospital.
IOSR-JDMS.16(4):38-40
Pradhan, P. 2013. Triple sugar iron agar test (tsi test): principle, procedure and
interpretation [internet]. Tersedia dari:
http://microbesinfo.com/2013/05/triple-sugar-iron-agar-tsi- test/.
Putri, R. W. 2016. Identifikasi bakteri eschericia coli dan salmonella sp. pada
jajanan batagor di sekolah dasar negeri di kelurahan pisangan, cirendeu,
dan cempaka putih kecamatan ciputat timur. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Rahim, F., Ullah, F., Ishfaq, M., Afridi, A. K., Rahman, S., Rahman, H. (2016).
Frequency of common bacteria and their antibiotic sensitivity pattern in
diabetics presenting with foot ulcer. J Ayub Med Coll
Abbottabad.28(3):528–33.
Reiner, K. 2016. Catalase test protocol. Sudbury: Bartlett Publishers.
Reynolds, J., Moyes, R. B., Breakwell, D. P. (2009). Differential staining of
bacteria: gram strain. Current Protocols in Microbiology.
Roza, R. L., Afriant, R., Edward, Z. (2015). Faktor risiko terjadinya ulkus
diabetikum pada pasien diabetes mellitus yang dirawat jalan dan inap di
RSUP Dr. M. Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas.4(1):243–8.
Shahi, S. K., Singh, V. K., Kumar, A. (2013). Detection of Escherichia coli
and associated β-Lactamases genes from diabetic foot ulcers by
multiplex PCR and molecular modeling and docking of SHV-1, TEM-1,
and OXA-1 β-Lactamases with clindamycin and piperacillin
Tazobactam. PLoS ONE.8(7). doi: 10.1371/journal.pone.0068234.
Shanmugam, P., Jeya M., Linda, S. S. (2013). The bacteriology of diabetic foot
ulcers, with a special reference to multidrug resistant strains. Journal of
Clinical and Diagnostic Research.7(3):441-5. doi:
10.7860/JCDR/2013/5091.2794.
Shittu, A., Lin, J., Morrison, D., Kolawole, D. 2006. Identification and molecular
characterization of mannitol salt positive, coagulasenegative staphylococci
from nasal samples of medical personnel and students. J Med
Microbiol.55(3):317-24.
Smith, K., Collier, A., Townsend, E. M., O‘Donnel, L. E., Bal, A. M., Butcher, J.,
et al. (2016). One step closer to understanding the role of bacteria in
diabetic foot ulcers: characterising the microbiome of ulcers. BMC
Microbiology.16(54). doi: 10.1186/s12866-016-0665-z.
Spichler, A., Hurwitz, B. L., Armstrong, D. G., Lipsky, B. A. (2015).
Microbiology of diabetic foot infections: from louis pasteur to ‗crime
scene investigation‘. BMC Medicine, 13(2). doi: 10.1186/s12916-014-
0232-0.
Sultana, Y. (2007). Pharmaceutical microbiology and biotechnology. New Delhi:
Faculty of Pharmacy Jamia Hamdard
Syarif, H. (2013). Kualitas hidup pasien ulkus diabetik di poliklinik endokrin
RSUDZA, Banda Aceh. Idea Nursing Journal.4(1).
Universitas Sanata Dharma. (2016). Panduan pratikum mikrobiologi 2016.
Wahab, N. H., Samsudin, I. N., Nordin, S. A., Ahmad, Z., Mat Noor, L. A.,
Devnani, A. S. (2015). Clinical presentation and microorganisms
sensitivity profile for diabetic foot ulcers: a pilot study. Med J
Malaysia.70(3).
Waworuntu, P. J., Porotuo, J., Homenta, H. (2016). Pola aakteri aerob pada pasien
ulkus diabetikum di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal
KEDOKTERAN KLINIK (JKK).1(2):53–7.
Woodland, J. 2004. Bacteriology. Nwfhs Laboratory Procedures Manual. Edisi
ke-2. Arizona: USFWS – Pinetop Fish Health Center.
World Health Organization. (1998). Definition, diagnosis and classification of
diabetes mellitus and its complications.
Xie, X., Bao, Y., Ni, L., Liu, D., Niu, S., Lin, H., et al. (2017). Bacterial profile
and antibiotic resistance in patients with diabetic foot ulcer in Guangzhou,
Southern China: Focus on the differences among different wagner‘s
grades, IDSA/IWGDF grades, and ulcer types. Int J Endocrinol. doi:
10.1155/2017/8694903.
Zhang, P., Lu, J., Jing, Y., Tang, S., Zhu, D., Bi, Y. (2017). Global epidemiology
of diabetic foot ulceration: a systematic review and meta-analysis. Annals
of Medicine.49(2):106–16. doi: 10.1080/07853890.2016.1231932.