33
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Ny. S Tempat, tanggal lahir : Jambi, 19 November 1965 Umur : 48 tahun Alamat : Pedurenan, mustika jaya Tanggal masuk : 8 februari 2014 No. Rekam Medis : 532265 II. ANAMNESIS Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 9 Februari 2014 jam 8.45 WIB Keluhan Utama : luka pada jari kelingking tangan kanan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Kab Bekasi dengan keluhan luka pada jari kelingking tangan kanan sejak 10 hari SMRS karena tertusuk tulang ikan, keluhan disertai lemas badan, sering terbangun pada malam hari karena ingin kencing, nyeri kepala, badan panas, mual, dan muntah 3x pada hari ini. Sebelum ke rumah sakit, pasien membeli obat penurun panas dari apotek dan rutin membersihkan luka, tapi tidak kunjung sembuh, semakin meluas dan bernanah. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 10

Diabetes Melitus Dan Ulkus Diabetikum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DM dan Ulkus DM

Citation preview

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S Tempat, tanggal lahir : Jambi, 19 November 1965 Umur : 48 tahun Alamat : Pedurenan, mustika jaya Tanggal masuk: 8 februari 2014No. Rekam Medis : 532265

II. ANAMNESISDilakukan Autoanamnesis pada tanggal 9 Februari 2014 jam 8.45 WIBKeluhan Utama :luka pada jari kelingking tangan kananRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke IGD RSUD Kab Bekasi dengan keluhan luka pada jari kelingking tangan kanan sejak 10 hari SMRS karena tertusuk tulang ikan, keluhan disertai lemas badan, sering terbangun pada malam hari karena ingin kencing, nyeri kepala, badan panas, mual, dan muntah 3x pada hari ini. Sebelum ke rumah sakit, pasien membeli obat penurun panas dari apotek dan rutin membersihkan luka, tapi tidak kunjung sembuh, semakin meluas dan bernanah. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 10 tahun yang lalu, pasien rutin mengkonsumsi glibenklamid 1x sehari sebelum sarapan. Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya . Riwayat hipertensi , alergi obat dan makanan disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit keluarga :Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal seperti yang pasien alami sekarang III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : composmentisTekananDarah: 120/70 mmHg Pernapasan: 24 x / menitNadi: 100 x / menitSuhu: 37,4 C Tinggi Badan : 160 cmBerat Badan: 60 kgStatus Generalis Kepala: Normocephale, rambut beruban dan tidak mudah dicabut.Mata : Konjungtiva anemis-/-, sclera ikterik -/-, Pupil bulat isokor, Pengelihatan kabur (-/-)Telinga: Bentuk normal, Liang telinga luas, sekret (-/-), Nyeri tekan -/-Hidung: Bentuk normal, sekret -/-, deviasi septum (-), Krepitasi (-/-)Tenggorokan: Faring tidak hiperemis, Tonsil TI-T1 tenang tidak hiperemisMulut: Bentuk normal, lidah tidak kotor,Mukosa bibir basahLeher: Tidak terdapat pembesaran KGB, Trakea berada ditengahThoraks:PARUInspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis maupun dinamisPalpasi: Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris kedua lapang paruPerkusi: Sonor pada seluruh lapang paruAuskultasi: Suara nafas vesicular(+/+), Ronkhi (-/-),Wheezing(-/-)

JANTUNG Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi: Iktus Kordis terabaPerkusi: Batas kanan jantung pada sela iga IV lineaparasternalis dekstra. Batas kiri jantung pada sela iga V linea mid klavikula sinistra. Pinggang jantung pada sela iga III linea parasternalis sinistra.Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)

ABDOMEN Inspeksi: Perut tampak datar, sikatrik(-)Auskultasi: Bising usus (+) pada seluruh kuadran abdomenPerkusi: Timpani seluruh pada kuadran abdomen Palpasi: Supel, tidak terdapat nyeri tekan dan lepas, Hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: dextrasinistra

Atas Akral hangat Edema (-) ulkus digiti 5 manus sensasi rasa normal kekuatan motorik 5 Akral hangat Edema (-) Tidak ada luka Kekuatan motorik 5

Bawah Akral hangat Edema (-) Tidak ada luka Kekuatan motorik 5 Akral hangat Edema (-) Tidak ada luka Kekuatan motorik 5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium darah tanggal 8 februari 2014 Hb 12, 1 gr/dl

Leukosit 6.600/ mm

LED 30

Ht 39,4

Trombosit 242 ribu/mm3

SGOT 34 U/l

SGPT28 U/l

Ureum 23 mg/dl

Kreatinin0,7 mg/dl

GulaDarahSewaktu304 mg/dl

Natrium 129 mEq/L

Kalium 3,7 mEq/L

Klorida 100 mEq/L

Foto rontgen palmar dekstra : tidak dilakukan pasien V. RESUME Pasien datang ke IGD RSUD Kab Bekasi dengan keluhan luka pada jari kelingking tangan kanan sejak 10 hari SMRS karena tertusuk tulang ikan, keluhan disertai lemas badan, sering terbangun pada malam hari karena ingin kencing, nyeri kepala, badan panas, mual, dan muntah 3x pada hari ini. Sebelum ke rumah sakit, pasien membeli obat penurun panas dari apotek dan rutin membersihkan luka, tapi tidak kunjung sembuh, semakin meluas dan bernanah. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 10 tahun yang lalu, pasien rutin mengkonsumsi glibenklamid 1x sehari sebelum sarapan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, suhu 37 derajat celcius, nadi 100 x / menit, pernapasan 24 x / menit. Di sekitar daerah luka teraba hangat, nyeri tekan pada luka, kulit kering disekitar luka, tidak ada pengurangan sensasi rasa, pada pemeriksaan penunjang didapatkan gula darah sewaktu meningkat GDS : 304.VI. DIAGNOSIS KLINIS Diabetes Melitus tipe II dengan Ulkus Diabetikum

VII. DIAGNOSIS KERJADiabetes Melitus dengan ulkus digiti 5 manus dekstra

VIII. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa1. Diet DM2. Edukasi pasien agar menjaga mencegah dari terjadinya luka Medikamentosa1. IVFD NaCl / 8 jam2. Ceftriaxon 2 x 1gr3. Ranitidin 2 x 1 amp inj4. Ondancentron 2 x 1 amp inj5. GP 1 x / hari IX. USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan kimia darah Foto rontgen GDS tiap 6 jam Kultur pus X. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam Quo ad sanactionam: dubia

TINJAUAN PUSTAKAA.DefinisiDiabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2009).Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan sistemik yang ditandai dengan hiperglikemia karena glukosa beredar dalam sirkulasi darah dan tidak seluruhnya masuk ke dalam sel karena insulin yang membantu masuknya glukosa ke dalam sel terganggu sekresinya, glukosa diperlukan dalam metabolisme seluler dalam proses pembentukan energi. Secara garis besar diabetes mellitus terkait dengan supply dan demand insulin berdasarkan kualitas dan kuantitas dari insulin itu sendiri (Erman, 1998 ; PERKENI, 2006).B.EtiologiDiabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun (Purnamasari, 2009).Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas.Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik (Purnamasari, 2009).Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen.Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,80-90% penderita mengalami obesitas.Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan (Purnamasari, 2009).Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), obat-obatan, racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (Purnamasari, 2009).

C.Gejala KlinisGejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita) (Purnamasari, 2009).D.PatofisiologiAwalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis.Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot.Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa decade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normogenik.Selain genetic, factor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin.Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata.Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati secara berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas (Soegondo, 2009).E.DiagnosisDiagnosis diabetes mellitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria.Guna menentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soewondo, 2011).

Kecurigaan DM perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik:- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.-Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl suda cukup untuk menegakkan diagnosis DM.2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).(Soewondo, 2011)Kriteria diagnosis Diabetes Melitus bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik DMGejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/L)Glukosa plasma sewaktu merupakan pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.Atau

Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L)Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jamAtau

Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol)TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

(Sumber:Soewondo, 2011)F.PenatalaksanaanPilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapinutrisi medic, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila terdapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dalam langkah-langkah non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu terapi medika mentosa atau intervensi farmakologi di samping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai (Soegondo, 2009).Macam-macam obat antihiperglikemik oral:a.Golongan insulin sensitizing1.BiguanidObat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar),menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Muchid,et.al., 2005).2.GlitazoneGlitazone (Thiazolidinedines), merupakan agonist peroxisome proliferator-activated reseptor gama (PPARa) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPARa terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adipose, otot, skelet dan hati. Glitazone merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposity, dan kerja insulin.Sama seperti metformin, glitazone tidak menstimulasi produksi insulin lebi besar daripada metformin.Mengingat pentingnya dalam metabolism glukosa dan lipid, glitazone dapat meningkatkan efisiensi dan respons sel beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Soegondo, 2009).b.Golongan sekretatorik insulin.1.SulfonilureaObat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjarpancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas.ang saat ini beredaradalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida,glikazida, glimepirida, dan glikuidon (Munchid,et.al.,2005)2.GlinidMekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonylurea, perbedaannya denga SUR adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek.Mengingat lama kerjanya yang pendek, maka glinid digunakan sebagai obat prandial (Soegondo, 2009).

c.Penghambat alfa glukosidaseAcarbose hamper tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan.Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, 2009).d.Golongan incretinTerdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon like peptide-I (GLP-I) kedua hormone ini dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin (Soegondo, 2009).

Pemberian InsulinInsulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat. Hiperglikemia yang berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetic. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Hiperglikemia dengan asidosis laktat. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke). Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestational yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

G.KomplikasiKomplikasi kronik akibat DM akan meningkatkan angka kematian dan kesakitan; dapat dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi vaskular dan non vaskular.Komplikasi vaskulardibagi menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.Komplikasi makrovaskular adalah penyakit jantung koroner,cerebrovascular disease, gangguan pembuluh darah perifer.Komplikasi mikrovaskular adalah retinopati, neuropati, nefropati.Komplikasi non vaskularmisalnya : gangguan fungsi seksual, gastroparesis, dan gangguan pada kulit. Peningkatan risiko terjadinya komplikasi ini berhubungan dengan hiperglikemi jangka lama; biasanya terjadi pada dekade kedua setelah melalui masa asimtomatik (Singgih,et.al., 2003).ULKUS DIABETIKUM Definisi Kaki Diabetes Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus yang tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi. Kaki diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan ulkus kaki diabetika yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene, yang pada penderita diabetes mellitus disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006). Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).Klasifikasi Kaki Diabetes Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh Edmonds dari Kings College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi wagner, klasifikasi texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular, infeksi, neuropatik, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan baik (Waspadji, 2006). Klasifikasi Edmonds (2004 2005) - Stage 1 : Normal foot - Stage 2 : High Risk Foot - Stage 3 : Ulcerated Foot - Stage 4 : Infected Foot - Stage 5 : Necrotic Foot - Stage 6 : Unsalvable Foot

Derajat keparahan ulkus kaki diabetes menurut Wagner Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses. Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki Klasifikasi Liverpool Klasifikasi primer : - Vascular - Neuropati - Neuroiskemik Klasifikasi sekunder : - Tukak sederhana, tanpa komplikasi - Tukak dengan komplikasiTanda dan Gejala Tanda dan gejala ulkus kaki diabetes seperti sering kesemutan, nyeri kaki saat istirahat., sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering (Misnadiarly, 2006 ; Subekti, 2006). Diagnosis Kaki Diabetes Diagnosis kaki diabetes meliputi : 1. Pemeriksaan Fisik : Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka / ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi / rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. 2. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2006).

Patogenesis Kaki Diabetes Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu : iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita diabetes mellitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi dan menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006). Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006). Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan / inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis (Tambunan, 2006). Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus kaki diabetes, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium Septikum (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetes Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah : 1. Umur Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 2. Lama Menderita Diabetes Mellitus 10 tahun. Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neurophati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

Faktor-faktor risiko yang dapat diubah : 1. Neurophati (sensorik, motorik, perifer). Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 2. Obesitas. Pada obesitas dengan index massa tubuh 23 kg/m2 (wanita) dan IMT (index massa tubuh) 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 3. Hipertensi. Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol. Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

5. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol. Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45 mg/dl). Kadar trigliserida 150 mg/dl, kolesterol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 6. Kebiasaan Merokok. Pada penderita diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 7. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus. Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 8. Kurangnya Aktivitas Fisik. Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi. Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan mencengkram pada jari jari kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin dan teratur terutama pada saat kaki terasa dingin. (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 9. Pengobatan Tidak Teratur. Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara rutin (Waspadji, 2006). Pengobatan tidak teratur termasuk di dalamnya pemeriksaan terhadap kaki Penggolongan dari kaki diabetes berdasarkan risiko terjadinya yang dapat dijadikan acuan dalam memeriksa kaki penderita diabetes mellitus dan tindakan pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Sensasi normal tanpa deformitas 2. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi 3. Insensitivitas tanpa deformitas 4. Iskemia tanpa deformitas 5. Kombinasi antara adanya insensitivitas, deformitas dan / atau iskemia (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). 10. Perawatan Kaki Tidak Teratur. Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau bantal panas (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). Perawatan luka sejak pasien datang harus ditangani dengan baik dan teliti, klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam Dressing (pembalut) yang masing masing dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka dan letak luka tersebut, teapi jangan lupa tindakan debridement merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka, debridement yang baik and adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh sehingga membantu mengurangi produksi pus/ cairan dari ulkus / gangrene diabetik (Waspadji, 2006). Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka. Selama proses inflamsi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi sampai epitealisasi. Untuk menacapai suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin 11. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman untuk penderita diabetes mellitus. Penggunaan alas kaki yang tepat harus memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit, sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Dep.Kes.RI.Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 8 Mei 2012.http://m.depkes.go.id/index.php.Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara Terpadu.DalamSeminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta.Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005.Pharmaceutical CareUntuk Penyakit Diabetes Mellitus.Jakarta: Direktorat Bina Rarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan.Purnamasari, D. 2009.Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus.. Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4.Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Riaz, S. 2009.Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular Genetics. Pakistan: Punjab University.Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003.Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140.Soegondo, S. 2009.Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitu Tipe 2.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit. Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1884-91.Soewondo, P. 2011.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007.Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3Suyono,S. 2009.Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1877-84.Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi.. Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.