Pokok Pikiran Tentang Pendidikan Karakter Bangsa

  • Upload
    anggadm

  • View
    69

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pokok Pikiran tentang Pendidikan Karakter BangsaOleh: Willy Aditya Wakil Sekjen Renlitbang Nasional Demokrat

Kalo ada pemimpin yang tidak mengerti tentang pendidikan maka ia tidak layak menjadi pemimpin. Deng Xiaoping Pembukaan UUD 1945 adalah kehendak kebudayaan bangsa kita. Sedangkan apa yang menjadi sasaran pencapaiannya sudah dirumuskan ke dalam batang tubuh UUD 1945. Sehingga, jika UUD 1945 sebagai satu keutuhan sudah tidak lagi dijadikan sebagai pijakan dan ukuran dari keberhasilan proses pembangunan itu sendiri, sebenarnya wajar saja jika bangsa kita ibarat kapal besar yang kehilangan juru mudinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu terobosan keberanian bersama untuk menjebol, merombak, dan membangunnya kembali sesuatu yang baru untuk dapat keluar dari cangkang krisis multidimensi yang tiada berkesudahan ini. Hari ini, kapitalisme telah menjadi ideologi dominan. Ia membentuk, memproduksi dan melakukan kontrol kesadaran melalui simultanitas dan intensitas frekuensi media cetak dan visual. Disamping itu, kita melihat media kapitalisme memborbardir dengan tontonan visual yang penuh daya persuasif (bujuk rayu). Kecenderungan budaya liberal hari ini tidak terlepas dari praktek-praktek hegemonisasi. Mistik dan dunia klenik yang selama ini identik dengan realitas budaya tradisional di desa, telah diproduksi dan direproduksi secara masif menjadi tontonan di perkotaan. Budaya hedon di perkotaan, telah memasuki ruang -ruang kultural di pedesaan. Tradisi budaya itu sifatnya tidak organik. Ia tidak melekat padu di dalam rutinitas dan aktivitas kehidupan riil rakyat. Akibat hegemonisasi, reifikasi dan ilusi -ilusi yang tak henti -hentinya disusupkan di ruang-ruang kesadaran rakyat oleh media-media kapitalisme. Rakyat hidup dalam tradisi budaya yang sembrawut, konsumtif dan individualistik. Budaya liberal telah membuka kemungkinan sebesar -besarnya bagi penguasaan dan pengebirian potensi kesadaran kritis, daya korektif, dan semangat resistensi rakyat. Itulah kenyataan kebudayaan kita hari ini. Melalui tontonan dan Kenyataan kebudayaan kita yang hadir saat ini memang belum memberikan kondisi yang mampu membuat rakyat lebih optimis dalam memandang masa depannya. Maka, berikut ini Raison de etre Restorasi Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih khusus, yang disampaikan Ketua Dewan Pakar Nasional Demokrat, Siswono Yudho Husodo dalam Konsinyering pertama Restorasi Indonesia di Hotel Sheraton Media (3 -4 Januari 2010): 1. Merosotnya semangat kemandirian ditandai dengan SDM yang rendah, gagap dan cenderung tidak siap menghadapi arus globalisasi. Hal ini berakibat pada krisis budaya dan identitas nasional, krisis kedaulatan, serta sikap ketergantungan pada asing. Kita terancam hanya sebagai konsumen, boneka atau pelengk ap saja dalam perubahan percaturan geopolitik, geoekonomi, geopertahanan global, dan makin kompetitifnya bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik.

1

2. Kepemimpinan yang mengabaikan Karakter Kebudayaan Nasional. Kepemimpinan nasional telah mengalami disfungsi dan pembusukan, berbagai kasus yang penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para pejabat publik kita hampir-hampir telah merata di seluruh lembaga negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, yang terjadi baik di tingkat daerah maupun nasional. Hal ini makin diperparah dengan adanya krisis kepemimpinan yang lemah, yang tidak berkarakter dan mengabaikan karakter kebudayaan bangsa. Ketidakadilan dan lemahnya pertahanan nasional. Di bidang maritim, menjadi salah satu sumber persoalan, sehingga kebijakan yang berlaku sama dan setara bagi semua anak bangsa baru sebatas impian. 3. Menurunnya Pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara. Pancasila sebagai nilai dasar belum terjelma dalam etika politik. Sehingga kita gamang dalam bernegara, kondisi kelembagaan negara kita telah menjadi semacam power struggle . Banyak hal dalam perubahan sistem politik dan tata pemerintahan yang sebenarnya tidak selaras dengan Pancasila sebagai normanya. Sebab, atas nama demokrasi, bisa saja kaum mayoritas memaksakan kehendaknya untuk meminggirkan kaum minoritas. Atas nama suara terbanyak, hukum bisa dibuat guna memarginalkan kaum dengan suara yang kecil. 4. Lemahnya semangat Bhinneka Tunggal Ika. Begitu banyak isu seputar pluralisme dan keragaman bangsa, muncul kekhawatiran. Masyarakat kita, terutama secara kolektif, tidak tahu disiplin, tidak tahu apa itu fairness, tidak biasa berpikir panjang, berperasaan picik-sektarian-kesukuan, tidak menunjukkan pandangan jauh ke depan, lemah dalam kepedulian sosial. Tantangan mewu judkan sikap menghargai perbedaan seringkali terusik oleh adanya pemaksaan dan penghakiman sekelompok pihak tertentu terhadap pihak yang lain. Selain itu, manusia Indonesia, sebagai aktor budaya, acapkali terjebak dalam pola pikir kepura-puraan terhadap keberagaman. Ini menandakan, bahwa Bhineka Tunggal Ika sebagai sebuah fakta dan spirit belum sepenuhnya diterima. 5. Belum tumbuhnya etos modern yang beradab. Tampak dalam kemerosotan nilai nilai peradaban modern dengan menguatnya hedonisme, memuja materi, mengabaikan nilai-nilai luhur budaya dan agama, mengejar keuntungan dengan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan serta lebih mengutamakan mengejar komisi dengan mengabaikan etika. Sebagai akibatnya generasi muda bangsa Indonesia terancam oleh dua bahaya, konsumerisme hedonistik dan ekstremisme keagamaan. 6. Politik yang bersifat transaksional yang disambut rakyat. Kepercayaan (trust) dalam politik makin memudar sehingga potensial mengundang disintegrasi nasional. Selain itu, ruang kosong di Indonesia belum terisi, baik oleh partai, organisasi, dan institusi-institusi lainnya. Godaan ingin berkuasa secara cepat, kaya secara cepat, dan sebagainya. Ruang kosong tersebut adalah nation character (karakter bangsa) Indonesia. Untuk mengatasi kondisi dan situasi tersebut, dibutuhkan langkah Restorasi, bukan sekedar langkah konvensional, dan juga bukan langkah yang penuh kepura -puraan. Manusia Indonesia sebagai makhluk budaya menjalankan pembangunan di segala bidang dengan dilandasi nilai -nilai luhur kebudayaan nasional seba gai sukmanya. Dan kebangkitan bangsa di masa depan, sangat ditentukan visi pemimpinnya dalam melihat

2

arah perkembangan dunia. Tujuan Restorasi Indonesia adalah mengembalikan (restore) cita-cita pendiri republik untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia . Agenda Restorasi Pendidikan Karakter Bangsa: a. Dalam Konstitusi Negara (UUD 1945 dan Pancasila) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab Negara dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa artinya mewujudkan bangsa yang cerdas. b. Visi Pendidikan harus berangkat dari Nation and Character Building seperti di Amerika Serikat dari warna kulit dan agama apapun anak didik mengatakan I am American! Di masa 1949 1965, Indonesia membuka Sekolah Indonesia di Jepang, Thailand, Korea, Belanda dan Mesir . Tujuannya adalah dimanapun anak Indonesia harus menjadi manusia Indonesia dan mendapatkan pendidikan Indonesia. c. Pendidikan harus mencerminkan realitas objektif masyarakat. Bila kondisi sosial, ekonomi dan geografi Indonesia adalah maritim maka bagaimana kesadaran dan sistem maritim melekat dalam kurikulum pendidikan. d. Pendidikan dan Kebudayaan adalah bagian yang integral. Dimana pendidikan memiliki tujuan kebudayaan dengan memanusiakan manusia. Bukan menciptakan mentalitas mesin atau buruh dengan sistem koorporasi yang industrilis. Dari bangku sekolah, kebuyaan dibangun sebagai jembatan bagi integrasi sosial dan bangsa. Bukan media yang menumbuhkembangkan deskriminasi dengan pembedaan kasta sosial dengan 4 wilayah : blok A kaya dan pintar, blok B kaya tapi bodoh, blok C miskin tapi pintar, blok D miskin dan bodoh. Kastanisasi juga berlaku dalam standar sekolah seperti sekolah Nasional, sekolah Internasional, Percontohan dsb. e. Indonesia pernah punya arah pendidikan yang bagus yang tertuang dalam UU 17/1962 namun tidak dibarengi dengan Model Pendidikan yang tepat. Model pendidikan yang berkembang sejak 1998 adalah Model Pendidikan Bank Dunia dengan 3 ciri pokok: pengembangan sumber ekonomi, diperlukan modal, diperlukan tenaga terampil yang dihasilkan negara . Artinya produk pendidikan dijadikan sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia menteri pendidikan lebih sering berganti daripada menteri keuangan nya. Ini menunjukan kecendrungan turn over Sistem Pendidikan yang tinggi dan Menteri Pendidikan dijadikan hadiah politik. f. Membuat program nasional penerjemahan semua buku -buku asing yang penting ke dalam bahasa Indonesia oleh negara. Meniru jejak langkah modernisasi Jepang sejak Restorasi Meiji, dalam memajukan kebudayaan nasional negara pertamatama harus memberikan concern dan prioritas pada proses penerjemahan buku buku asing yang penting ini sebagai bagian dari pengembangan sistem pendidikan nasional kita. Langkah ini adalah signifikan untuk m enjembatani jurang keterjarakan budaya antara kita dengan negara -negara maju. Selain itu, agar harga buku ini terjangkau oleh semua kalangan, ada baiknya pemerintah mempertimbangkan untuk membuat percetakan daerah untuk akses buku murah bagi masyarakat di daerah.

3