41
EPILEPSI I. PENDAHULUAN Kata epilepsi berasal dari yunani Epilambanmein” yang berarti serangan. Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan penyaki suci. Hal ini merupakan latarbelakang adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi. 7 Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell), yang bersifat spontan (unprovoked), dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar untuk bangkitan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan occasional provoked seizures misalnya kejang atau bangkitan pada hipoglikemi. 7 II. EPIDEMIOLOGI 1

PKMRS EPILEPSI .docx

Embed Size (px)

Citation preview

EPILEPSII. PENDAHULUANKata epilepsi berasal dari yunani Epilambanmein yang berarti serangan. Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan penyaki suci. Hal ini merupakan latarbelakang adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi.7Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell), yang bersifat spontan (unprovoked), dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar untuk bangkitan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan occasional provoked seizures misalnya kejang atau bangkitan pada hipoglikemi.7 II. EPIDEMIOLOGIPada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja dan rasa pa saja.7Jumlah penderita epilepsi meliputi 1 - 2 % populasi, secara umum diperoleh gambaran bahwa insidens epilepsi menunjukkan pola bimodal, puncak insiden terdapat pada golongan anak dan lanjut usia. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000.1Di Indonesia, diperkirakan, jumlah penderita epilepsi sekitar 1 - 4 juta jiwa. Di Bagian llmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan sekitar 175 - 200 pasien baru per tahun, dan yang terbanyak pada kelompok usia 5 -12 tahun masing-masing 43,6% dan 48,670. Penelitian di RSU dr. Soetomo Surabaya selama satu bulan mendapatkan 86 kasus epilepsi pada anak. Penderita terbanyak pada golongan umur 1 - 6 tahun (46,5%), kemudian 6 - 10 tahun (29,1%), 10 - 18 tahun (16,28%) dan 0 - 1 tahun (8,14%). 1

III. ETIOLOGI1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum, penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai inteligensi normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi genetik.52. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak yang mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan pembuluh darah di otak, toksik (alkohol, obat), gangguan metabolik dan kelainan neurodegeneratif.53. Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui. Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West, Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa ensefalopati difus.5Kejang pada anak-anak memiliki banyak penyebab. Ada perbedaan penting antara sesuatu yang menyebabkan kejang, seperti demam tinggi pada anak kecil, dan sesuatu yang menyebabkan epilepsi, seperti cedera kepala berat.10Penyebab umum dari kejang pada anak atau epilepsi meliputi:10 Demam Gangguan metabolisme seperti gula darah rendah Cedera kepala Infeksi otak dan penutup nya Kurangnya oksigen ke otak Hidrosefalus Gangguan perkembangan otak

4. PATOGENESISBangkitan epilepsi terjadi apabila proses ektasi di dalam otak lebih dominan daripada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam ekstasi aferen, inhibisi, pergeseran konsentrasi ion ektraselular, dan menguatnya sinkroni neuron diatur oleh konsentrasi ioan di dalam ruang ektraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron.7Bangkitan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi, yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian mengajak neuron-neuron sekitarnya atau neuron-neuron yang berkaitan di dalam proses. Secara klinis bangkitan epilepsi akan tampak apabila ceusan lisrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersama-sama membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak.7Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.4Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.4Gambar 1. Patofisiologi Kejang

Otak merupakan pusat penerima pesan ( impuls sensorik ) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan ( impuls motorik ). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengelolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat kimia yang dinamak neutransmite. Acetylcholine dan neurotrasmiter ekstatif sedangkan zat lain yakni GABA ( gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf di sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber daya listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-neuron di sekitarnya dan dengan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebihan ( depolarisasi ). Pada keadaan ini demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada thalamus yang selanjutnya akan menyebarkan implus-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.11

5. KLASIFIKASI EPILEPSIEpilepsi pada bayi dan anak dianggap sebagai suatu sindrom. Yang dimaksud sindrom epilepsi adalah epilepsi yang ditandai dengan adanya sekumpulan gejala dan klinis yang terjadi bersama-sama meliputi jenis serangan, etiologi,anatomi, factor pencetus, umur onset, dan berat penyakit . Dikenal 4 kelompok usia yang masing-masing mempunyai korelasi dengan sindrom epilepsi dapat dikelompokan sebagai berikut:1 1. Kelompok neonatus sampai umur 3 bulanSerangan eilepsi pada anak berumur kurang dari 3 bulan bersifat fragmentaris, yaitu ebagian dari manifestasi serangan epileptik seperti muscular twitching : mata berkedip sejenak biasanya asimetris dan mata berbalik keatas sejenak, lengan berkedut-kedut, badan melengkung / menekuk sejenak. Serangan epilepsi disebabkan oleh lesi organik struktural dan prognosis jangka panjangnya buruk. Kejang demam sederhana tidak dijumpai pada kelompok ini. 12. Kelompok umur 3 bulan sampai 4 tahunPada kelompok ini sering terjadi kejang demam, karena kelompok ini sangat peka terhadap infeksi dan demam. Kejang demam bukan termasuk epilepsi, tetapi merupakan faktor risiko utama terjadinya epilepsi. Sindrom epilepsi yang sering terjadi pada kelompok ini adalah sindrom Spasme Infantile atau Sindrom West dan sindrom Lennox-Gestaut atau epilepsi mioklonik.13 Kelompok umur 4 - 9 tahunPada kelompok ini mulai timbul manifestasi klinis dari epilepsi umum primer terutama manifestasi dari epilepsi kriptogenik atau epilepsi karena focus epileptogenik heriditer. Jenis epilepsi pada kelompok ini adalah Petitmal, grand mal dan Benign epilepsy of childhood with Rolandic spikes (BECRS). Setelah usia 17 tahun anak dengan BECRS dapat bebas serangan tanpa menggunakan obat.14.Kelompok umur lebih dari 9 tahun.a. Kelompok epilepsi heriditer : BERCS, kelompok epilepsi fokal atau epilepsy umum lesionik.1b. Kelompok epilepsi simtomatik : epilepsi lobus temporalis atau epilepsi psikomotor. Kecuali BECRS, pasien epilepsi jenis tersebut dapat tetap dilanda bangkitan epileptic pada kehidupan selanjutnya. Epilepsi jenis absence dapat muncul pada kelompok ini.1

Klasifikasi epilepsi berdasarkan International League Against Epilepsi (ILAE1981) :21. Epilepsi ParsialA. Epilepsi parsial sederhana (tanpa hilangnya kesadaran)Epilepsi dengan gejala motorik atau sensorik atau dengan panca indera, seperti halusinasi, perasaan seperti dijalari listrik atau melihat cahaya berkedip. Epilepsi dengan gejala gangguan fungsi otonomik tubuh seperti wajah kemerahan, pucat, rasa tidak enak ulu hati, berkeringat. Epilepsi dengan gejala psikis seperti ilusi, halusinasi, keadaan seperti bermimpi (dreamy state).2B. Epilepsi Parsial Kompleks (dengan hilangnya kesadaran)Pada awalnya berupa epilepsi parsial sederhana tetapi diikuti dengan hilangnya kesadaran. C. Epilepsi Umum Sekunder.Epilepsi parsial sederhana atau kompleks yang berkembang menjadi epilepsi umum.2. Epilepsi UmumA. Absens B. Epilepsi mioklonikC. Epiklepsi klonikD. Epilepsi tonikE. Epilepsi atonikF. Epilepsi tonik-klonik3. Epilepsi yang tidak diklasifikasikan

Klasifikasi Sindrom Epilepsi menurut ILAE 1989 : 5Berkaitan dengan letak fokus1. Idiopatik (primer)1. Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna)1. Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital1. Primary reading epilepsy.1. Simptomatik (sekunder)1. Lobus temporalis1. Lobus frontalis1. Lobus parietalis1. Lobus oksipitalis1. Kronik progesif parsialis kontinua1. KriptogenikUmum1. Idiopatik (primer)1. Kejang neonatus familial benigna1. Kejang neonatus benigna1. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi1. Epilepsi absans pada anak1. Epilepsi absans pada remaja1. Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.1. Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.1. Kriptogenik atau simptomatik.1. Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).1. Sindroma Lennox Gastaut.1. Epilepsi mioklonik astatik1. Epilepsi absans mioklonik1. Simptomatik1. Etiologi non spesifik1. Ensefalopati mioklonik neonatal1. Sindrom Ohtahara1. Etiologi / sindrom spesifik.1. Malformasi serebral.1. Gangguan Metabolisme.Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum 1. Serangan umum dan fokal1. Serangan neonatal1. Epilepsi mioklonik berat pada bayi1. Sindroma Taissinare1. Sindroma Landau Kleffner1. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum1. Epilepsi berkaitan dengan situasi1. Kejang demam1. Berkaitan dengan alkohol1. Berkaitan dengan obat-obatan1. Eklampsi.1. Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)6. MANIFESTASI KLINIK Kejang parsial simplekSerangan di mana pasien akan tetap sadar.Pasien akan mengalami gejala berupa:4 deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih tertentu. Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu Halusinasi Kejang parsial (psikomotor) kompleks Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:4 Gerakan seperti mencucur atau mengunyah Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang Berbicara tidak jelas seperti menggumam. Kejang tonik klonik Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.4

Gambar 2. Fase kejang tonik dan klonikMengenai bangkitan kejang yang timbul perlu diketahui mengenai pola serangan, keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan, lama serangan, frekuensi serangan, waktu serangan terjadi dan faktor-faktor atau keadaan yang dapat memprovokasi atau menimbulkan serangan. Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan, agar dapat diketahui fokus serta klasifikasinya. Ditanyakan apakah ada prodromal, aura, keadaan selama serangan (di mana atau bagaimana kejang mulai, bagaimana penjalarannya) dan keadaan sesudah kejang (parese Todd, nyeri kepala, segera sadar, mengacau, kesadaran menurun).9Ditanyakan pula lama (duration) masing-masing keadaan tersebut, waktu serangan (pagi, siang malam, waktu mau tidur, sedang tidur, mau bangun, sedang bangun). apakah ada rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan (provokasi) serangan, misalnya melihat televisi, bernafas dalam, lapar, letih, menstruasi, obat-obatan tertentu dan sebagainya.9Riwayat keluarga. Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit saraf dan penyakit lainnya. Ditanyakan mengenai keadaan ibu waktu hamil (riwayat kehamilan), misalnya penyakit yang dideritanya, perdarahan per-va-ginam, obat yang dimakan. Secara teliti ditanyakan pula mengenai riwayat kelahiran penderita, apakah letak kepala, letak sungsang, mudah atau sukar, apakah digunakan cunam atau vakum ekstraksi tau seksio kaesar, apakah terdapat pendarahan anterpartum, ketuban pecah dini, asfiksia. Penyakit apa saja yang pernah diderita (trauma kapitis, radang selaput otak dan radang otak, ikterus, reaksi terhadap imunisasi, kejang demam). Bagaiman perkembangan (milestones) kecakapan mental dan motorik.9Dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Diperiksa keaadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa, anggota gerak dan sebagainya. 9Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motorik dan mental, tingkah laku, berbagai gejala proses intra kranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sisitem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parestesia, hipestesia, anestesia) refleks patologis dan fisiologis. Bila perlu dilakukan tap subdural, pada anak dengan ubun-ubun yang masih terbuka, untuk melihat adanya hematoma subdural atau efusi subdural dan pungsi lumbal untuk memperoleh cairan serebrospinalis.9

7. DIAGNOSISDiagnosis epilepsi di dasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasl EEG dan radiologi.1

KEJANG

1. Konrol ABC2. Monitor tanda vital3. Monitor pulse oximetry dan fungsi jantung4. Lakukan uji glukosa darah 5. R/ Kejang ( sesuai protokol )

Pasang Infus

Beri glukosa : 5 ml/kgbb Dextore 10 % ( Jika hipoglikemia )

(anak)

Terapi antikonvulsanAnamnesis dan Pem. Fisik Epilepsi ? Trauma ? Tanda neurologis ? Infeksi penyakit hati/ginjal, narkobaPemeriksaan penunjang Darah lengkap Elektrolit Fungsi hepar dan ginjal Toksikologi EEG dan radologi

Etiologi Terapi

Tabel 1. Algoritma Identifikasi Epilepsi Pada Anak

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi sudah dapat ditegakkan.1

1. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:- Pola / bentuk serangan- Lama serangan- Gejala sebelum, selama dan paska serangan- Frekwensi serangan- Faktor pencetus- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang- Usia saat serangan terjadinya pertama- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga1

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.1

3. Pemeriksaan penunjang

a. Elektro ensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.11) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.1Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).1

Data Pasien A : Pasien A berusia 22 tahun berjenis kelamin perempuan, mempunyai riwayat kesehatan mengeluh sakit kepala semenjak berusia 15 tahun, disertai dengan kaku kuduk,umur 9 tahun kepalanya jatuh terbentur dan pada usia lima tahun pernah kesrempet mobil, dan pernah pingsan berulang hingga lima kali. Pasien A didiagnosis menderita chepalgia kronis dan dilakukan perekaman EEG dalam keadaan sadar dan bisa berkomunikasi.14Data Pasien B : Pasien B berusia empat tahun mempunyai riwayat kejang dan pernah kejang disertai suhu tinggi dan berulang hingga dua kali. Pasien B direkam dalam keadaan tidur.14HasilData rekaman EEG dari kedua pasien hanya diambil pada chanel yang memungkinkan untuk dilakukan digitasi dan chanel tersebut didiagnosis dokter sebagai chanel yang memberikan aktivitas berbeda dari biasanya. Sampling rate data menggunakan frekuensi 100 Hz dan analisis frekuensi dilakukan dengan menggunakan program matlab. Hasil analisis frekuensi untuk masing-masing pasien sebagai berikut :Terdapat empat buah bentuk dasar dari gelombang otak yaitu gelombang alpha, beta, theta dan delta yang dibedakan berdasarkan frekuensinya. Gelombang alpa berkisar pada frekuensi 8-13 Hz, gelombang beta berada di atas 13 Hz, gelombang delta frekuensinya kurang dari 4 Hz dan gelombang teta berada pada frekuensi 4-7 Hz. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa hanya dua gelombang yang menonjol perbedaannya yaitu gelombang tetha dan gelombang alpha.14b. Rekaman video EEGRekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.1

c. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.1

8. PENATALAKSANAAN Pengobatan kausal.Pada tiap penderita epilepsi harus diselidiki apakah ia menderita penyakit yang masih aktif, misalnya tumor serebri, hematoma subdural klonik. Bila demikian, kelainan ini harus segera diobati. Kadang-kadang ditemukian lesi aktif/progresif yang belum ada obatnya, misalnya penyakit degeneratif. Pada sebagian besar penderita epilepsi, kita tidak dapat menentukan adanya lesi (idiopatik, kriptogenik) atau lesinya sudah inaktif (sekuele), misalnya sekuele karena trauma lahir, meningoensefalitis. Dalam hal seperti ini, pengobatan ditunjukan terhadap gejala epilepsinya.9 Pengobatan rumatDosis serta macam antikonvulsan yang digunakan bersifat individual, bergantung kepada hasil pengobatan. Sebaiknya dimulai dengan satu macam antikonvulsan dengan dosis rendah. Bila hasilnya kurang memuaskan dosis dapat ditinggikan. Bila perlu antikonvulsan dapat diganti atau ditambahkan dengan antikonvulsan lainnya. Mengenai lama pengobatan masih didapatkan perbedaan pendapat. Umumnya berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan kejang.9 Pengobatan masa akut Status epileptikus merupakan keadaan gawat darurat sehingga bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan kematian atau cacat di otak. Kejang yang terjadi pada seorang anak harus segera diberantas, sedapat-dapatnya diberi antikonvulsan yang bekerja cepat, misalnya diazepam. Karena masa kerja diazepam singkat, pemberiannya perlu diikuti obat antikonvulsan lainnya (misalnya fenobarbital intramuskular). Bila tidak ada diazepam, dapat diberikan fenobarbital (luminal).9

Tabel 3 : obat yang dipakai untuk epilepsiObatPemberianDosisUlanganEfek samping

DiazepamIV, IO0,3 mg/kgMaks 10 mg5 menitSakit kepala, mengantuk, mulut kering, mual, lelah, anoreksia.

DiazepamRektal0,5 mg/kgtiap 5-10 menitSakit kepala, mengantuk, mulut kering, lelah, anoreksia.

LorazepamSL0,1 mg/kg maks 4 mg2 kali tiap 10 menitHipotensi, depresi nafas

MidazolamIM0,2 mg/kg Maks 10 mg2 kali tiap 5-10 menitHipoensi, depresi nafas

FenitoinIV, IO20 mg/kg Maks 1000 mg (30mg/kg)Tambahkan 5 mg/kg iv bila masih kejangHipotensi, Aritmia

FenobarbitalIV20 mg/kg Maks 600 mg (30mg/kg)Depresi nafas

Kejang pada anak harus segerah ditangani, pertama dengan pemberian diazepam dosis 0,3-0,5 mg/kgbb. Kemudian apabila kejang tak teratasi selama 15 menit di tambahkan dengan Fenitoin 20 mg/kg/bb. Pada menit ke 30 diberikan Fenobarbital dosis 20 mg/kgbb. Dan kemudian pada menit ke 45 apabila kejang belum teratasi diberikan Midazolam diberikan secara bolus 0,2 mg/kgbb dilanjutkan dengan drip 0,02-0,4 mg/kgbb.

KEJANG

KEJANG (+)Diazepam rektal

(5 menit)------------------------------------------------------------------------------------------------------------10 20 menitDi Rumah SakitPencarian akses venaLaboratorium : darah tepi, gula darah, natrium, kalsium, magnesium, ureum, kreatinin

KEJANG (+)IV 0,3 0,5 mg/kgBB ( hati-hati depresi pernapasan )

KEJANG (+)KEJANG (+) IV 0,3 0,5 mg/kgBBLanjutkan OAE dengan ( hati-hati depresi pernapasan )menaikkan dosis

KEJANG (+)Rumatan Fenitoin IV 5 7 mg/kgBB/hari, 12 jam kemudian------------------------------------------------------------------------------------------------------------Status epileptikus KEJANG (+)Transfer ke ruang perawatan intensifPhenobarbital 5 15 mg/kg/BB/hariBolus IV dilanjutkan dengan dosis 1 6 mg/kg menit drip atau midazolam 0,2 mg/kg dilanjutkan dengan 0,1 - 0,4 mg/kg/jam

Tabel 4. Algoritma tata laksana status epileptikusSumber : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 2013

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni: OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.4Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi : Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA) Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan .Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:4 Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama

Tabel 4 : Mekanisme kerja OAE 4

9. PROGNOSISEpilepsi merupakan kondisi neurologic kronik oleh bangkitan kejang berulang. Yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik aktivitas neuron di korteks otak yang bersifat abnormal, berlebihan, berulang, dan biasanya akan berhenti dengan sendirinya.7Perlu diketahui bahwa tidak semua kejadian yang bersifat paroksismal merupakan bangkitan epilepsy. Identifikasi yang keliru tentang kejadian paroksismal tadi dapat mengakibatkan kelirunya terapi, dan prognosis sebenarnya. Didalam prognosis epilepsy terdapat dua hal pening, ialah kesempatan untuk mencapai remisi bangkitan serta kemungkinan terjadinya kematian secara premature.7Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsi akan sembuh, dan kurang lebih separuh pasien akan bisa lepas dari obat, 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis dan pengobatannya semakin sulit, 5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Pasien dengan lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologic dan prognosisnya jelek.11

KESIMPULAN8. Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan, yang bersifat spontan (unprovoked), dan berkala.8. Bangkitan epilepsi terjadi apabila proses ektasi di dalam otak lebih dominan daripada proses inhibisi.8. Diagnosis epilepsi di dasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil EEG dan radiologi.8. Status epileptikus merupakan keadaan gawat darurat sehingga bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan kematian atau cacat di otak.8. Kejang pada anak harus segerah ditangani, pertama dengan pemberian diazepam, bisa juga dengan menggunakan lorazepam atau midazolam, kemudian fenitoin dan fenobarbital.8. Identifikasi yang keliru tentang epilepsi dapat mengakibatkan kelirunya terapi, dan prognosis sebenarnya

DAFTAR PUSTAKA

1. Raharjo B Tri. Faktor-faktor resiko epilepsy pada anak di bawah usia 6 tahun, Semarang : Agustus 2007

2. Marpaung Vera. Depresi pada penderita epilepsy umum dengan kejang tonok klonik dan epilepsy. Sumatra Utara : 2003

3. Nurviana, Siswati, Dewi S Kartika. UNDIP

4. Dr.P.Satischandra, Dr.G.Gururaj, Dr.Q.D.Mohammed, dkk. World Health Organization. Epilepsy: A Manual for Physicians. 2004

5. Sunarno Utoyo, DIAGNOSIS EPILEPSI. Probolinggo: 2007

6. Purba Sudir Jan. Epilepsi permasalahan di Reseptor atau neurotransmier. Penerbit: Mediacinus. Jakarta : November 2008

7. Hantoro Rudi, Buku Pintar Keperawatan Epilepsi, Penerbit: Cakrawala ilmu. Yokyakarta: Januari 2013

8. Ginsberg Lionel, Lecture Notes Neurologi edisi Kedelapan, penerbit Erlangga. Ciracas Jakarta : 2007

9. Hasan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : FKUI, 1985

10. NYOU Langone medical centre. Epilepsy and children causes

11. Damiyati Yazid, Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak, Medan : 2006

12. Adiputra Andrew, Epilepsi, Bandung: 2008

13. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. SMF Anak RS. DR. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: 2013

14. Maya Genisa, Yeni Zulhamidah, Edward Syam. Karakterisasi dan Digitalisasi Frekuensi Signal EEG Penderita Epilepsi. Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol.2, No.126