49
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung Hak cipta ada pada penulis Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung 7 Januari 2011 Balai Pertemuan Ilmiah ITB Profesor Muhammad Syahril Badri Kusuma APLIKASI DINAMIKA FLUIDA BAGI PENINGKATAN KINERJA SISTEM PENGENDALIAN BANJIR

Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Majel is Guru Besar

Inst itut Teknologi Bandung

Pidato Ilmiah Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Hak cipta ada pada penulis

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

7 Januari 2011Balai Pertemuan Ilmiah ITB

Profesor Muhammad Syahril Badri Kusuma

APLIKASI DINAMIKA FLUIDA

BAGI PENINGKATAN KINERJA

SISTEM PENGENDALIAN BANJIR

Page 2: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011 Hak cipta ada pada penulis82

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Pidato Ilmiah Guru Besar

Institut Teknologi Bandung7 Januari 2011

Profesor Muhamad Syahril Badri Kusuma

APLIKASI DINAMIKA FLUIDA

BAGI PENINGKATAN KINERJA

SISTEM PENGENDALIAN BANJIR

Page 3: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011ii iii

APLIKASI DINAMIKA FLUIDA BAGI PENINGKATAN KINERJA

SISTEM PENGENDALIAN BANJIR

Disampaikan pada sidang terbuka Majelis Guru Besar ITB,

tanggal 7 Januari 2011.

Judul:

APLIKASI DINAMIKA FLUIDA BAGI PENINGKATAN KINERJA

SISTEM PENGENDALIAN BANJIR

Disunting oleh Muhamad Syahril Badri Kusuma

Hak Cipta ada pada penulis

Data katalog dalam terbitan

Bandung: Majelis Guru Besar ITB, 2011

xii+82 h., 17,5 x 25 cm

1. Teknologi 1. Muhamad Syahril Badri Kusuma

ISBN 978-602-8468-30-5

Hak Cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara

elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan menggunakan sistem

penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu

ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama

dan/atau denda paling banyak

7 (tujuh)

tahun Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

5

(lima) tahun Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Muhamad Syahril Badri Kusuma

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji kami panjatkan pada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan

Penyayang, yang telah mengijinkan kami untuk menyelesaikan naskah

pidato ini.

Pertama-tama, kami sampaikan ucapan terima kasih dan hormat yang

sebesar-besarnya pada pimpinan dan anggota Majelis Guru Besar Institut

Teknologi Bandung yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk

pidato menyampaikan isi naskah ini di hadapan hadirin sekalian.

Materi dalam naskah ini kami susun berdasarkan kegiatan tridharma

prtguruan tinggi yang kami lakukan sekitar lima tahun terakhir,

khususnya kegiatan yang terkait dengan bidang dinamika fluida yang

kami lakukan di KK Rekayasa sumber daya air dan beberapa pusat terkait

di ITB. Beberapa materi kami peroleh dari kegiatan kerjasama dengan

kolega dari perguruan tinggi lainnya. Judul yang kami pilih adalah

. Judul dan isi naskah ini kami pilih sesuai dengan

kegiatan 5 tahun terakhir yang penulis geluti. Materi naskah tidak hanya

berisi kontribusi langsung penulis namun juga kontribusi teman-teman

dari bidang terkait pengendalian banjir, baik dari kk yang sama maupun

kk lainnya. Selain kegiatan yang telah dilakukan, disampaikan juga

"Aplikasi Dinamika Fluida Bagi Peningkatan Kinerja Sistem

Pengendalian Banjir"

Page 4: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

rencana dan keinginan kegiatan penulis dalam kedepan terkait dengan

pengendalian banjir ini.

Melalui naskah dan pidato yang akan penulis lakukan, penulis

berharap dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman serta memberikan

gambaran khusunya mengenai kegiatan terkait dengan pengendalian

banjir yang penulis tekuni sehingga dapat bermanfaat dan pendorong

pengembangan bidang yang penulis tekuni. Semoga apa yang penulis

tekuni dan tulis dalam naskah ini dapat memberikan sedikit kontribusi

yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.,

Bandung, 7 Januari 2011,

Muhammad Syahril Badri Kusuma

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

2. BANJIR DAN KERUSAKAN YANG DITIMBULKANNYA ......... 4

2.1. Banjir dan Daya Rusak Air .......................................................... 7

2.2. Berbagai Kerusakan dan Kerugian Akibat Banjir .................... 13

3. PENGENDALIAN BANJIR ............................................................... 20

3.1. Sistem Pengendalian Banjir di Indonesia .................................. 25

3.2. Sistem Pengendalian Banjir Akibat Dambreak dan

Tsunami di Indonesia ................................................................... 28

3.3. Pengendalian Gerusan, Sedimentasi dan Kualitas

Lingkungan ................................................................................... 25

4. KEGIATAN SAAT INI DAN MASA MENDATANG ..................... 36

5. KESIMPULAN ..................................................................................... 59

6. UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ 69

BAHAN RUJUKAN .................................................................................... 75

CURRICULUM VITAE .............................................................................. 83

iv v

Page 5: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kiri: contoh wilayah siklus hidrologi gunung api Banda

Neira (msbadrik 1995) kanan skema siklus hidrologi

(Msbadrik dan Arno, 2010) ................................................ 4

Gambar 2 Struktur Aliran Kiri: Lapisan Batas, Kanan Wall Jet ...... 6

Gambar 3 Ilustrasi Aliran Jet dan Aliran Wakes ............................... 6

Gambar 4 Perkebunan dan pemukiman kritis korban Merapi erosi di

Argo Mulyo (msbadrik, November 2010) ........................ 9

Gambar 5 Kiri Sedimentasi Akibat Lahar Dingin Merapi (msbadrik,

November, 2010) dan Kanan sedimentasi pada sungai dari

hasil erosi lahan, Palu (msbadrik, November 2010) ....... 9

Gambar 6 Gerusan di S Lariang di perkebunan PT Astra Agrolestari,

Kab Donggala kiri: jalan terputus, kanan: gerusan tebing

bertanah loose (msbadrik, November 2010) ................... 10

Gambar 7 Scouring pilar jembatan kereta api S Serayu, Cilacap

(msbadrik, Oktober 2010) .................................................. 10

Gambar 8 Longsor tanah permukaan tebing di Lembang, Februari

2010 (msbadrik, 2010) ......................................................... 10

Gambar 9 Runtunya Dambreak Situ Gintung, Tangerang (msbadrik,

Maret 2009 dan 2010) .......................................................... 11

Gambar 10 Bangunan terseret tsunami di Lhok Nga, Banda Aceh

(M. Syahril BK, 2005) .......................................................... 11

Gambar 11 Banjir Bandung di Bale Endah, Februari 2010 (Lap LPPM,

msbadrik, 2010) ................................................................... 12

vi vii

Page 6: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Gambar 12 Banjir Bandung, Kiri Jalan Dago (msbadrik nov 2010),

Kanan Jalan Cicalengka MSbadrik, Februari 2010) ........ 12

Gambar 13 Standar Sistem Pengelolaan Bencana Banjir Pada

Umumnya ............................................................................ 14

Gambar 14 Waduk multi fungsi yang salah satu fungsinya sebagai

pengendali banjir, kiri: Jatiluhur, Jawa Barat, Indonesia

(msbadrik, 2007), kanan Three Gorges Dam, Yichang,

China (msbadrik, 2007) ...................................................... 15

Gambar 15 Kiri Pintu dan Pompa Polder S Ciliwung Gunung Sahari,

Jakarta (msbadrik, 2008) dan Kanan pintu pengendalian

kanal banjir semarang (MSBK, 1996) ............................... 15

Gambar 16 Pembangunan Waduk Baru Penanggulangan Banjir Kiri,

Jatigede, Jabar, Indonesia (msbadrik, Maret 2009), Tengah

dan Kanan: Erfurt, Jerman (msbadrik, Nov 2009) .......... 15

Gambar 17 Konsep hidrograf banjir sintetis (kiri: bak hidrologi, kanan:

hidrograf dari bak hidrologi) ............................................ 15

Gambar 18 Konsep hidrograf satuan (msbadrik, handout, 2006) .... 15

Gambar 19 Contoh Hidrograf Satuan (HS) DAS Citarum Hulu Kiri:

distribusi hujan pada 25-11-2001, Kanan: perbandingan HS

untuk beberapa tanggal berbeda (Ariani, 2010 berdasarkan

data BBWSC) ........................................................................ 15

Gambar 20 Peta Indeks Rawan Banjir dan Kekeringan (BNPB, 2010) 21

Gambar 21 Hidrograf berdasarkan model kinematik untuk DAS

Batang Kuranji (arno dan msbadrik, 2006) ...................... 22

Gambar 22 Tata Sungai (Sumber Pemda DKI Jakarta, 2007) dan Skema

pengendalian banjir DKI Jakarta (sumber Dinas Pengairan

PU Jakarta, 2005) ................................................................. 24

Gambar 23 Banjir Jakarta Kiri: jalan thamrin Kompas 2002) dan kanan

Rob di muara Baru (Dedy Tjahyadi, 2002) ...................... 25

Gambar 24 Kurva Intensitas Hujan pada Banjir 2002 dan 2007

(M. Syahril B. K, 2007) ........................................................ 25

Gambar 25 Luas dan Volume Genangan pada Banjir Jakarta 2002

and 2007 (MSBadriK dan Rommy, 2007) ......................... 26

Gambar 26 Perubahan Tataguna Lahan DKI Jakarta dari 1995

(kiri) ke 2005 (kanan) .......................................................... 26

Gambar 27 Sampah dan Bantaran Kumuh pada S Ciliwung Jakarta

(Pemda DKI Jakarta, 2005) ................................................. 26

Gambar 28 Skema genangan/model hasil simulasi banjir tahun

2002 (Msbadrik et al, JTS 2006) .......................................... 27

Gambar 29 Koordiasi dalam sistem pengendalian banjir DKI

Jakarta (Pemda DKI Jakarta) .............................................. 28

Gambar 30 Kondisi Sungai Daerah Studi. Kiri: Bantaran Sungai

Ciliwung di Bukit Duri. Kanan: Bantaran Sungai

Ciliwung di Kebon Baru ..................................................... 29

Gambar 31 Peta Resiko Banjir Bukit Duri. (a) Indeks Hazard.

(b) Indeks Vulnerability. (c) Indeks Capacity.

(d) Indeks Risk (1 rendah-->4 tinggi) ................................ 30

Gambar 32 Dataset Turunan dari Dataset Topografi Global ............. 31

Gambar 33 Hasil Reproduksi Sebuah Kejadian banjir ....................... 32

Gambar 34 Skema Model St.Venant ..................................................... 34

Gambar 35 Komparasi model rambatan tsunami run up dengan

eksperimen Synolakis (1986) dan hasil model matematik

Yung li (2002) dan Synolakis (2002) (msbadrik et al, ICEED

viii ix

Page 7: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

2007) ...................................................................................... 34

Gambar 36 Skema simulasi kedalaman genangan banjir tsunami

sekitar masjid baiturahman (msbadrik et al,

ICTW 2008) .......................................................................... 35

Gambar 37 Hasil simulasi kedalaman genangan banjir tsunami sekitar

masjid baiturahman (msbadrik et al, ICTW 2008) .......... 35

Gambar 38 Komparasi hasil model dengan hasil eksperimen (gambar

a) dan model Soares et al (2002) untuk kedalaman (gambar

b. atas) dan kecepatan gambar (b) bawah) (msbadrik et al,

ICEED, 2007) ........................................................................ 36

Gambar 39 Bencana Keruntuhan Tanggul Situ Gintung. Kiri:

Bangunan yang Rusak. Kanan: Daerah Tersapu Banjir yang

akan Ditata Kembali ........................................................... 37

Gambar 40 Skema Model Fisik Keruntuhan Tanggul ........................ 37

Gambar 41 Model Fisik Keruntuhan Tanggul. Kiri: Saluran Terbuka.

Kanan: Reservoir dan Pintu Air ........................................ 37

Gambar 42 Profil Kedalaman Aliran Model Fisik tiap Waktu

(a) h Reservoir = 20 cm. (b) h Reservoir = 30 cm.

(c) h Reservoir = 40 cm ....................................................... 38

Gambar 43 Kiri: turbulensi pada zona resirkulasi dibalik terjunan

saluran dan kanan Two Paralel Hot Wire sebagai alat ukur

kecepatan ulang alik (msbadrik, 1992) ............................. 39

Gambar 44 Profil aliran turbulen/resirkulasi pada saluran ekspansif

Kiri ganda, Kanan tunggal (msbadrik et al, Jurnal

Proceeding of ITB, 2007) ..................................................... 41

Gambar 45 Sabo Dam Cangkringan Yogyakarta. Pengendali Daya

Rusak Lahar Dingin Merapi berdimensi lebih besar

karena densitas aliran yang mengandung lahar jauh

diatas densitas air ................................................................ 41

Gambar 46 Pengendalian erosi lahan tambang di Grassberg

(msbadrik, 2008) .................................................................. 42

Gambar 47 Historis Gerusan Pilar Jembatan KA Sungai Serayu

(Gambar ulang dari sumber DOP KA Purwokerto-

Cilacap, 2010) ....................................................................... 42

Gambar 48 Proteksi Gerusan Pilar Jembatan KA Sungai Serayu

(Gambar ulang dari sumber DOP KA Purwokerto-

Cilacap) ................................................................................ 42

Gambar 49 Kiri: Karakteristik Aliran S serayu, Sebelah jembatan

KA Cilacap (msbadrik, 2005), Tengah gerusan pilar

jembatan KA 1324 (msbadrik 2008) dan kanan gerusan

peredam enerji jembatan KA bumiayu (msbadrik 2009) 43

Gambar 50 Karakterisasi angkutan sedimen S. S ModADDA

berdasarkan distribusi ukuran butiran

(Sayoga et al, 2008) .............................................................. 43

Gambar 51 Klasifikasi distribusi jenis angkutan sedimen

S ModADDA (Sayoga et al, 2008) ..................................... 43

Gambar 52 Prediksi distribusi DO akibat rambatan banjir pada waduk

Jatiluhur berdasarkan model Kappa Epsilon 2 dimensi

(msbadrik, 2009) .................................................................. 44

Gambar 53 Model 2 dimensi Cawang Manggarai dengan FESWMS

(Finite Element Surface Water Modeling System) untuk

menunjang pengembangan rencana escape way) .......... 45

Gambar 54 Ilustrasi rambatan banjir di sekitar bangunan ................ 45

Gambar 55 Kiri :Keruntuhan Embung Blora (Lurah randu belatung,

x xi

Page 8: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011 1

APLIKASI DINAMIKA FLUIDA BAGI

PENINGKATAN KINERJA SISTEM PENGENDALIAN BANJIR

1. PENDAHULUAN

Sebagai sumber kehidupan, air selalu menentukan perkembangan

peradaban manusia di wilayah tersebut. Hal inilah yang membuat air

mendapatkan perhatian khusus dari semua penentu kehidupan (agama,

negara dan akademisi). Dalam Alquran misalnya, Allah SWT

menyebutkan berulang kali berbagai peranan air dalam kehidupan, yang

antara lain adalah “..surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-

sungai..”(Ali Imran 136, An-Nisa13, 57,122; Al-Maidah 12, 85, 119),

”..Kami curahkan hujan yang lebat untuk mereka dan Kami jadikan

sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian kami binasakan

mereka karena dosa-dosa mereka sendiri dan kami ciptakan generasi yang

lain setelah generasi mereka.."(Al-An Anam 6), “..Dia menurunkan air

dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air segala macam tumbu-

tumbuhan.."(An-Anam 99). Dari sisi rekayasa sumberdaya air, berbagai

ayat dalam alquran tersebut, menguraikan bahwa air selain berdaya guna

juga berdaya rusak bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini, air akan

bermanfaat bila dikelola dengan baik dan menimbulkan malapetaka bila

diabaikan. Kota dan wilayah yang berkembang pesat melekat pada

keberhasilan pengelolaan kekayaan potensi sumber air yang ada di

2006) dan Kanan :Embung keruk baru yang perlu di

evaluasi (msbadrik, 2008) ................................................... 46

Gambar 56 Kontur Daerah Aliran Banjir Keruntuhan Tanggul Situ

Gintung ................................................................................ 46

Gambar 57 Skema adaptasi terhadap perubahan iklim ..................... 48

xii

Page 9: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 20112 3

wilayah tersebut dan sekitarnya. Sementara itu, Indonesia yang sebagian

besar wilayahnya kaya akan sumberdaya air justru menghadapi

hambatan pembangunan yang dibangkitkan oleh daya rusak air yaitu

banjir, gerusan, sedimentasi dan penurunan kualitas lingkungan.

Hambatan-hambatan ini muncul karena masih lemahnya sistem

pengelolaan sumberdaya air yang ada baik dilihat dari aspek

kelembagaan, sosial ekonomi dan teknis (engineering).

Dalam sejarah peradaban manusia, dikenal berbagai kebijakan

pengelolaan air yang diawali dengan kesepakatan masyarakat pemakai

(riparian right, appropriate right dan kombinasi keduanya) sampai

dengan kebijakan pemerintah suatu negara yang dituangkan dalam

bentuk undang-undang/peraturan. Semua kebijakan pengelolaan air

yang ada tersebut, baik pada tingkat komunitas, negara maupun dunia,

disusun berdasarkan kepentingan publik. Kebijakan pengelolaan air di

Indonesia tertuang pada UU RI No. 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air

yang merupakan perbaikan dari UU RI No. 11 tahun 1974 tentang

pengairan. Undang-undang tersebut disusun berdasarkan pasal 5 ayat 1,

pasal 18, pasal 18A, pasal 20 ayat 2, pasal 22 huruf D ayat (1), ayat (2), ayat

(3), pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) UUD 1945 (Lihat UU No 7 Th 2004 tentang

sumberdaya air). Dalam UU no 7, tahun 2004 tersebut, secara ekplisit

didefinisikan dan secara rinci diuraikan, apa yang dimaksud dengan

sumberdaya air (pasal 1 ayat 1) dan bagaimana cakupan dan kebijakan

pengelolaannya (pasal 1 ayat 7). Berdasarkan definisi tersebut, sumber daya

air meliputi massa air yang terdapat dalam siklus hidrologi yang kita kenal selama

ini (lihat gambar 1), kecuali yang terdapat di laut tapi termasuk air laut yang

berada didaratan

pengelolaan sumberdaya air mencakup

upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi

penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air

dan pengendalian daya rusak air

Pengendalian daya rusak air merupakan upaya untuk mencegah, menanggulangi

dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang merugikan kehidupan

(Pasal 1 ayat 20 dan 21 UU No 7 SDA), dimana yang dimaksud daya rusak air

adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan

. Sumberdaya air dikuasai oleh negara (Pemerintah Pusat

dan/atau Pemerintah Daerah) dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Sementara itu,

. Konsep pengelolaan sumberdaya air ini

membagi wilayah Indonesia dalam beberapa Satuan Wilayah Sungai

(SWS) yang merupakan wilayah administrasi pengelolaan sumberdaya

air yang mencakup satu dan atau lebih dari satu daerah aliran sungai yang

dianggap berarea kecil atau pulau yang luasnya lebih kecil dari 2000 km2.

.

Dalam rekayasa sumber daya air, banjir biasa didefinisikan sebagai

kondisi pada saat aliran air pada suatu wilayah melampaui kapasitas

sistem pengalirannya (baik drainase maupun sistem pengendalian banjir)

sehingga menimbulkan genangan yang dapat membangkitkan daya

rusak air seperti yang dimaksud dalam UU RI no 7 tentang SDA di atas.

Dengan demikian, walaupun tidak secara eksplisit didefinisikan, banjir,

berdasarkan pasal-pasal UU RI No 7 tentang SDA tersebut diatas, dapat

Page 10: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 20114 5

dikategorikan sebagai daya rusak air dan oleh karena itu

. Selain itu, berbicara mengenai

, terutama bila kita rujuk pasal 2, 3, 4, 5 dan 6 UU no 7 tentang SDA

tersebut di atas. Kerusakan lingkungan yang merugikan kehidupan ini

harus dilihat dalam arti luas yaitu tidak hanya aspek lingkungan alamiah

tapi juga lingkungan buatan manusia pada suatu wilayah yang telah

berkembang dimana terdapat infrastruktur seperti pemukiman, jalan,

jembatan, irigasi dan waduk dan kehidupan manusia itu sendiri.

Dalam rekayasa sumberdaya air, siklus hidrologi didefinisikan

sebagai skema yang menggambarkan mekanisme proses kesetimbangan

perubahan fasa air dan pergerakan massa air dari laut, darat, dan atmosfer

(lihat kembali gambar 1). Siklus hidrologi membangkitkan cuaca wilayah

setempat (bersifat lokal) yang terkait dengan potensi bahaya banjir di

wilayah tersebut dan kondisinya sangat dipengaruhi iklim wilayah

sekitarnya (regional) yang lebih luas. Dari skema siklus hidrologis

tersebut, jelas terlihat bahwa pembangkit utama perubahan fasa dan

pergerakan air adalah radiasi matahari (temperatur dan tekanan udara)

dan gravitasi (enerji potensial aliran). Komponen/parameter siklus

hidrologi yang terbangkitkan oleh kedua sumber enerji tersebut adalah

Pergerakan Angin, Penguapan, Kondensasi, Hujan, Rembesan/Infiltrasi,

pengendalian

banjir merupakan lingkup dari pengendalian daya rusak air yang didalamnya

tercakup tidak hanya banjir yang di akibatkan hujan tapi juga banjir yang

diakibatkan oleh air laut pengendalian banjir

tidak boleh terpisahkan dari upaya konservasi dan pendayagunaan sumberdaya

air

Intersepsi, Perkolasi, Aliran Permukaan dan Tampungan. Komponen

siklus hidrologis tersebut berpotensi secara langsung (hujan misalnya)

dan/atau tidak langsung (waduk misalnya) sebagai salah satu komponen

pembangkit banjir yang berkontribusi sesuai dengan karakteristik

alaminya dan kondisi wilayah kajian. Hujan menimbulkan banjir pada

saat aliran permukaan yang dibangkitkannya melampaui kapasitas

sungai/saluran yang dilaluinya. Tampungan air (waduk dan situ) yang

runtuh (dambreak) membangkitkan banjir berupa rambatan gelombang

air. Namun demikian berdasarkan UU SDA yang ada, banjir yang harus

diperhitungkan tidak hanya yang terkait siklus hidrologi saja tapi juga

terkait dengan rambatan aliran akibat pasang tinggi dan tsunami run up

yang berpotensi menyebabkan banjir pada daerah pantai yang

dilewatinya.

Gambar 1: (Kiri) Contoh wilayah siklus hidrologi gunung api Banda Neira (msbadrik

1995) (Kanan) Skema siklus hidrologi (Msbadrik dan Arno, 2010)

Page 11: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 20116 7

Adanya potensi daya rusak banjir akibat rambatan gelombang pasang

surut (rob) dan tsunami pada daerah sekitar pantai merupakan tantangan

baru yang harus diperhitungkan dalam konsep pengendalian banjir

berbasis sws tersebut di atas. Berdasarkan pengalaman penulis selama ini,

konsep ini menimbulkan kompleksitas pengendalian banjir yang terletak

pada lebih dari satu wilayah otonomi (contoh, Citarum dan Ciliwung-

Cisadane, msbadrik, sms 2007). Kompleksitas pengendalian banjir akan

semakin tinggi/rumit untuk wilayah rawan banjir sekitar pantai.

Pergerakan massa air pada siklus hidrologis dan daerah pantai

bergantung pada karakteristik aliran air tersebut sehingga pemahaman

karakteristik aliran yang terkait dengan parameter/komponen siklus

hidrologis, rob dan tsunami merupakan prerequisit untuk memahami

karakteristik banjir yang sangat diperlukan bagi pengembangan sistem

pengendalian banjir di wilayah yang bersangkutan. Makalah ini dibatasi

hanya akan menyajikan pembahasan permasalahan banjir dan daya rusak

air yang dibangkitkannya yang diperoleh dari beberapa kegiatan tridarma

perguruan tinggi penulis selama lima tahun terakhir.

Sebagai negara kepulauan di daerah tropis yang mencakup lebih dari

17.000 pulau, Indonesia memiliki siklus hidrologis yang sangat beragam,

2. BANJIR DAN KERUSAKAN YANG DITIMBULKANNYA

2.1. Banjir dan Daya Rusak Air

sesuai dengan letak geografis, kondisi hidrotopografi dan dimensi dari

pulau tersebut. Dengan demikian, banjir yang terjadi disuatu wilayah

mempunyai karakteristik yang secara spesifik terkait dengan karakteristik

dari wilayah tersebut. Banjir dikenal sebagai pembangkit langsung daya

rusak air seperti erosi tanah permukaan DAS akibat gempuran curah

hujan, sedimentasi pada badan/muara sungai dari hasil erosi lahan di

bagian hulu, gerusan pada badan sungai dan bangunan air yang

dilewatinya selama banjir terjadi, seretan pada bangunan/media yang

dilewatinya, longsor pada tebing-tebing yang dilalui oleh aliran

permukaan akibat hujan dan penurunan kualitas lingkungan karena

sampah/polutan yang dibawanya melalui wilayah tersebut. Daya rusak

aliran banjir ini bergantung pada karakteristik pergerakan alirannya.

Dalam rekayasa sumberdaya air, dikenal beberapa tipe aliran air yang

mempunyai karakterisk dasar berbeda yaitu lapisan batas (boundary

layer), jet (semprotan), wall jet dan wake (lihat gambar 2 dan 3), namun

demikian pada umumnya aliran yang dijumpai di alam, baik pada

saluran, sungai, waduk maupun media pengaliran lainnya merupakan

gabungan dari tipe aliran tersebut. Pada umumnya aliran banjir bersifat

turbulen yang karena kekuatan pusaran massa airnya mempunyai

kapasitas tinggi dalam pencampuran larutannya dan mengangkat

material dasar/dinding media pengalirannya serta karena kekuatan

momentumnya mempunyai kapasitas tinggi untuk menyeret/mendorong

material/bangunan yang dilewatinya.

Page 12: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 20118 9

Gambar 2 Struktur Aliran : (Kiri) Lapisan Batas, (Kanan) wall jet (msbadrik, 1995)

Gambar 3 Ilustrasi aliran jet dan aliran wakes

Dalam pergerakanya banjir membangkitkan daya rusak berupa

abrasi, gerusan/erosi dan sedimentasi, serta daya percampuran

larutannya (terutama polutan dan sedimen) dengan potensi yang sangat

dipengaruhi oleh karakteristik dinamik aliran air tersebut. Distribusi

kualitas air yang melebihi ambang batas daya dukung wilayah yang

dilewatinya akan membangkitkan limbah yang memiliki daya rusak

berupa penurunan kualitas lingkungan. Sementara itu, kekeringan

a) aliran jet b) aliran wakes

merupakan daya rusak yang dibangkitkan bila distribusi massa air jauh

dibawah kapasitas sistem pembuangan wilayah yang dilewatinya. Seperti

yang telah disampaikan diatas, pergerakan air banjir dapat mengikuti

salah satu dan/atau gabungan tipe aliran dasar di atas, sehingga pada

kenyataannya bisa saja daya rusak banjir tersebut dibangkitkan oleh

gabungan dari aliran pembangkit tersebut diatas.

Lingkungan/media dimana massa air mengalir akan mengalami

kerusakan pada saat daya tahan material pembentuknya dilampaui oleh

daya rusak aliran air tersebut (Msbadrik, ssms 2006 dan 2008, ui, 2007).

Kerusakan yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan lingkungan,

kerusakan bangunan/infrastruktur dan kematian seperti yang disajikan

pada uraian dibawah ini.

Kerusakan/keruntuhan bangunan/infrastruktur pada dasarnya

disebabkan oleh gerusan, seretan dan abrasi/gempuran.

merupakan penyebab kerusakan yang paling banyak dialami

dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kerusakan akibat

gerusan banyak dijumpai pada jalan raya, jembatan, pemukiman, lahan

pada das kritis, saluran/sungai dan badan dam/tanggul waduk/situ.

Oleh karena itu, gerusan

2.2. Berbagai Kerusakan dan Kerugian Akibat Banjir

a) Kerusakan/keruntuhan bangunan/infrastruktur

Gerusan

Gerusan terjadi bila gaya seret aliran air dapat melampaui tahanan seret yang

diijinkan dari tanah/material yang dilewatinya.

Page 13: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201110 11

selalu dimulai dari bagian terlemah yaitu tanah bertahanan geser rendah,

yang biasanya merupakan pelapis saluran/sungai dan/atau pondasi

bangunan dan/atau tanah permukaan. Kerusakan bangunan akibat

gerusan biasanya bersifat tidak langsung dimana kerusakan bangunan

tersebut (baik sebagian maupun keseluruhan) terjadi setelah tanah sekitar

pondasinya hilang (Sebagian/keseluruhan). Kerusakan akibat gerusan

dapat berupa tanggul/tebing tanah longsor, terdeformasinya bangunan

dan keruntuhan bangunan. Bangunan yang dilalui aliran saluran terbuka

(permukaan) berezim kritis-super kritis memiliki kerawanan tinggi

terhadap gerusan, terutama bila pondasi bangunan tersebut berupa tanah

lepas (loose) dan/atau berdiameter kecil (misal lumpur, silt). Aliran

permukaan pada daerah curam, rambatan banjir, rambatan aliran

dambreak dan tsunami run up merupakan aliran yang berpotensi

menimbulkan seretan. Turbulensi/pusaran aliran akan menambah daya

gerus suatu aliran. Gerusan yang terkait dengan adanya

turbulensi/pusaran aliran biasanya disebut scouring (misalnya pada pilar

jembatan dll). Pada saat tanah jenuh, tekanan air dapat membangkitkan

piping yaitu aliran bawah tanah/perkolasi yang dapat menembus

permukaan tebing. Gerusan pada permukaan tanah tebing akan dapat

dibangkitkan piping bila bila butiran tanah pada permukaan tebing cukup

kecil dan loose. Proses piping yang menerus, terutama pada saat musim

hujan/tanah jenuh akan mengakibatkan butiran tanah pada alur yang

dilaluinya akan ikut terurai/tergerus membentuk bidang gelincir dari

tebing yang bersangkutan sehingga berpotensi menimbulkan

kelongsoran. Kejadian ini banyak terjadi pada daerah bukit yang

mengalami cut and fill dimana alur aliran bawah tanah mudah

terbangkitkan pada perbatasan antara lapisan permukaan tanah lunak

dan keras. Gerusan juga dapat berupa erosi lahan yang terjadi pada saat

butiran hujan jatuh di atas permukaan tanah yang tidak terlindungi

(seperti kebun sayuran, lahan pertambangan, lahan kritis dll) dan/atau

pada saat aliran permukaan mempunyai kecepatan lebih tinggi dari

tahanan seret butiran tanah permukaan (terutama pada tanah permukaan

bertebing curam dan tidak terlindungi). Wilayah dengan tipe tanah

permukaan bersifat loose/non kohesif merupakan wilayah yang rawan

terhadap daya rusak ini, sebagai contoh adalah wilayah beriklim arid

(nusatenggara barat/timur, blora dll) dan wilayah pertambangan termuka

(grassberg/timika, kaltim dll). Intesitas hujan di Negara tropis seperti

Indonesia seringkali cukup tinggi sehingga butiran hujan yang jatuh

berdiameter cukup besar untuk membangkitkan momentum benturan

saat sampai di atas permukaan tanah. Momentum benturan inilah yang

berpotensi membuat butiran tanah permukaan yang tidak terlindungi

menjadi terbelah sehingga mudah terseret/tererosi oleh aliran

permukaan.

Page 14: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201112 13

Gambar 4 Perkebunan dan pemukiman kritis korban Merapi berpotensi erosi di Argo

Mulyo (msbadrik, November 2010).

Gambar 5 Kiri Sedimentasi Akibat Lahar Dingin Merapi (msbadrik, November, 2010)

dan Kanan sedimentasi pada sungai dari hasil erosi lahan, Palu (msbadrik, November

2010).

Seretan merupakan penyebab kerusakan yang banyak dijumpai pada

wilayah sepanjang alur aliran permukaan/rambatan banjir, baik

sepanjang sungai/saluran maupun pantai. Seretan terjadi bila gaya

dorong akibat momentum aliran air melebihi tahanan geser bangunan.

Kerusakan akibat seretan biasanya bersifat langsung dimana bangunan

tersebut pada akhirnya bergeser dari lokasi semula karena tercabut dari

pondasinya. Bangunan yang berbentuk tidak hidrodinamis merupakan

bangunan rawan terhadap bahaya seret. Aliran berupa rambatan banjir,

rambatan aliran dambreak dan tsunami run up merupakan aliran yang

berpotensi menimbulkan seretan.

Gambar 6 Gerusan di S Lariang di perkebunan PT Astra Agrolestari, Kab Donggala

kiri: jalan terputus, kanan: gerusan tebing bertanah loose (msbadrik, November 2010)

Gambar 7 Scouring pilar jembatan kereta api S Serayu, Cilacap (msbadrik, Oktober

2010)

Gambar 8 Longsor tanah permukaan tebing

akibat hujan di Lembang (msbadrik, Feb.

2010).

Page 15: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201114 15

Gambar 9 Runtuhnya (Dambreak) Situ Gintung, Tanggerang (msbadrik, Maret 2009)

Gambar 10 Bangunan terseret tsunami di Lhok Nga, Banda Aceh (M. Syahril BK, 2005)

Kerusakan akibat gempuran banyak terjadi pada daerah sepanjang

pantai wilayah Indonesia yang rawan akan gelombang tinggi dan

tsunami. Gempuran terjadi bila gaya hempasan massa air melebihi

ambang batas kekuatan material/konstruksi bangunan yang terkena

hempasan tersebut. Kerusakan yang bersifat langsung ini dapat

mengakibatkan keruntuhan bangunan dimulai dari bagian yang terkena

tamparan air tersebut. Gempuran juga dapat menyebabkan kerusakan

tidak langsung melalui mekanisme scouring yang terjadi pada saat massa

air jatuh setelah terhempas bangunan. Aliran permukaan rambatan banjir,

gelombang pendek, rambatan aliran dambreak dan tsunami run up

merupakan aliran yang berpotensi menimbulkan gempuran.

Hampir sebagian besar wilayah Indonesia yang telah berkembang

mengalami kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan terjadi karena

daya rusak air (gerusan, seretan, gempuran, scouring, banjir)

menyebabkan perubahan alur sungai/salurannya dan/atau kualitas airnya

sehingga perubahan lingkungan terkait melebihi ambang batas daya

dukung lingkungan tersebut. Semua tipe aliran berpotensi menimbulkan

kerusakan ini. Longsor, sedimentasi, akumulasi sampah/polutan dan

erosi akibat aliran tersebut dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Sebagai contoh, banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan berupa

akumulasi endapan lumpur bercampur polutan dari daerah industri ke

daerah genangan dan/atau tampungan/waduk. Hasil erosi lahan akan

terus dibawa oleh aliran permukaan untuk kemudian di endapkan pada

daerah datar dimana kecepatan alirannya cukup kecil dan biasanya terkait

dengan daerah rawan banjir. Kerusakan/berkurangnya fungsi

infrastruktur, menurunnya kesuburan tanah, sedimentasi dan kerusakan

lingkungan adalah kerugian yang ditimbulkan oleh erosi lahan. Erosi

lahan yang menimbulkan sedimentasi pada sistem pengendalian

banjir/drainase akan meningkatkan resiko terjadinya banjir. Sedimentasi

pada perairan pantai dapat merusak terumbu karang di daerah tersebut.

Aliran permukaan pada daerah curam yang mempunyai konsentrasi

b) Kerusakan lingkungan

Page 16: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201116 17

sedimen layang cukup tinggi akan mempunyai daya gerus yang semakin

tinggi sehingga akan mempunyai potensi lebih tinggi untuk merusak

bangunan/infrastruktur yang dilewatinya (lihat gambar 2-3).

Gambar 11 Banjir Bandung di Bale Endah, Februari 2010 (Lap LPPM, msbadrik, 2010)

Gambar 12 Banjir Bandung, Kiri Jalan Dago (msbadrik nov 2010), Kanan Jalan

Cicalengka MSbadrik, Februari 2010)

Cacat/Kematian dapat dialami oleh penduduk sekitar daerah rawan

kerusakan akibat daya rusak air tersebut diatas. Ancaman cacat/kematian

yang paling banyak dialami penduduk adalah terseret/hanyut dan

tenggelam, tertimpah/tertimbun reruntuhan bangunan/tanah longsor

dan sakit.

3. PENGENDALIAN BANJIR

Berdasarkan proses/mekanisme kejadiannya, banjir dapat diklasifi-

kasikan menjadi banjir reguler dan banjir iregular (msbadrik, sms 2006).

Banjir reguler adalah banjir yang terjadi akibat luapan aliran permukaan

dari media pengalirannya (sungai/saluran). Berdasarkan sumber

pembangkitnya, dikenal dua tipe banjir reguler yaitu banjir akibat luapan

aliran permukaan berasal dari hujan dan luapan aliran permukaan berasal

dari air pasang (rob). Sementara itu, banjir iregular adalah banjir yang

terjadi akibat rambatan gelombang tsunami ke atas daratan (tsunami run

up) atau rambatan gelombang air tumpah dari dambreak. Banjir regular,

memiliki distribusi frekuensi kejadian yang sudah dikenal metoda

analisisnya, sementara itu, banjir iregular memiliki distribusi frekuensi

kejadian yang belum begitu dikenal dan sulit ditentukan. Berdasarkan

lokasi sumber pembangkitnya, banjir dapat dibedakan atas banjir

lokal/setempat dan banjir kiriman (flash/distance flood, NOAA).

Karakterisasi banjir biasanya dikaitkan dengan frekuensi, lama,

kedalaman dan luas genangan yang ditimbulkannya. Parameter ini sering

juga disebut indeks banjir. Namun demikian, karakteristik untuk tiap tipe

banjir sangat berbeda. Seperti yang disajikan pada uraian di atas, makalah

ini hanya akan membahas pengendalian banjir yang terkait dengan banjir

yang dibangkitkan oleh kelebihan air hujan, tsunami dan dam break.

Page 17: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201118 19

3.1. Sistem Pengendalian Banjir di Indonesia

Permasalahan utama dalam pengembangan sistem pengendalian

daya rusak di Indonesia adalah rendahnya kemampuan pemerintah

dalam membangun sistem pengendalian tersebut, baik dari kapasitas

pembangunan infrastrukturnya maupun dalam penyertaaan masyarakat.

Khusus dalam aspek pembangunan infrastrukturnya, keterbatasan

pemerintah terletak tidak hanya pada alasan klasik keterbatasan dana tapi

juga pada keterbatasan pemahaman dinamika aliran air yang

membangkitkan banjir tersebut. Rendahnya pemahaman tentang korelasi

antara karakteristik dinamik banjir dengan daya rusak, mengakibatkan

hasil-hasil perencanaan sistem dan bangunan pengendalian banjir itu

menjadi kurang baik kinerjanya.

Pengembangan sistem pengendalian banjir di Indonesia sudah

tercakup upaya pengendalian gerusan dan sedimentasi tapi seringkali

tidak mencakup pengendalian polutan/kualitas airnya. Sistem

pengendalian banjir yang ada saat ini dapat dibedakan atas dua

komponen sistem yaitu bangunan pengendali dan peringatan dini. Pada

saat ini, baru sistem pengendalian banjir akibat hujan yang memiliki dua

komponen tersebut. Banjir akibat tsunami baru memiliki sistem

peringatan dini dan banjir akibat dambreak belum memiliki keduanya.

Sampai pada saat ini, pengembangan sistem pengendalian banjir pada

umumnya bersifat sentralistik pada satu stakeholdernya yaitu

pemerintah. Hal ini seringkali berpotensi untuk menghambat

keberhasilan pengelolaan sistem pengendalian tersebut (lihat gambar 13,

msbadrik ssms 2006).

Gambar 13 Standar Pengelolaan Bencana Banjir Pada Umumnya

Sistem pengendalian Banjir di Indonesia merupakan sistem

penanggulangan daya rusak air yang tertua dimana pengembangannya

telah dilakukan sejak jaman belanda. Sistem pengendalian banjir Jakarta,

Surabaya dan Semarang adalah beberapa contoh dari sistem tersebut.

Beberapa upaya dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan

pengendalian banjir saat ini dapat dilihat pada uraian dibawah ini.

Bangunan pengendalian banjir yang banyak dibangun di Indonesia

adalah perbaikan kapasitas alur sungai/saluran yang bersangkutan

(pengerukan, tanggul), pengalihan banjir berupa sudetan/kanal banjir,

pengendalian limpasan hujan lokal berupa sistem drainase, pengendalian

beban banjir dibagian hulu berupa tampungan (waduk, long storage

dengan bendung/pintu) dan pengendalian beban banjir dibagian hilir

a) Pengembangan Bangunan Pengendalian Banjir

SupportingInstitution

(Donor,Expert,

NGO etc.)

GovernmentLocal/Center

Disasterpronepeople

Stakeholder

Disaster Impact

Preparedness

Mitigation

Prevention

Response

Recovery

Redevelopment

Stake Holder

Capacity

Page 18: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201120 21

berupa polder (pompa, pintu dan tampungan).

Gambar 14 Waduk multi fungsi yang salah satu fungsinya sebagai pengendali banjir,

kiri : Jatiluhur, Jawa Barat, Indonesia (Msbadrik, 2007), kanan Three Gorges Dam,

Yichang, China (msbadrik, 2007)

Gambar 15 Kiri Pintu dan Pompa Polder S Ciliwung Gunung Saharai, Jakarta

(msbadrik, 2008) dan Kanan pintu pengendalian kanal banjir Semarang (msbadrik,

1996).

Gambar 16 Pembangunan Waduk Baru Penanggulangan Banjir Kiri, Jatigede, Jabar,

Indonesia (msbadrik, Maret 2009), Tengah dan Kanan : Erfurt, Jerman (msbadrik, Nov

2009)

Permasalahan utama yang dihadapi dalam kesesuaian pembangunan

komponen pengendalian banjir ini adalah penetapan beban banjir itu

sendiri, yang mangakibatkan ketidakakurasian penetapan jenis, kapasitas

dan tata letak komponen-komponen pengendali banjir tersebut

(msbadrik, ssms 2006-2007). Dalam rekayasa sumberdaya air, beban banjir

harus dibedakan atas beban banjir yang dibangkitkan oleh limpasan air

hujan dan beban banjir tambahan yang dibangkitkan oleh aliran

permukaan akibat banjir tersebut (sedimen akibat erosi dan

sampah/polutan).

Beban banjir akibat hujan biasanya dinyatakan dalam kurva hidrograf

aliran banjir tersebut. Kurva hidrograf banjir tersebut menggambarkan

besaran debit banjir yang melalui suatu titik kontrol dalam fungsi waktu

selama waktu pengaruh hujan pada aliran (t = time base). Komponen

hidrograf tersebut terdiri dari kurva naik (rising curve) yang

menggambarkan naiknya debit aliran permukaan sejak awal pengaruh

hujan sampai dengan tercapainya puncak, puncak aliran (peak) : debit

maksimum akibat pengaruh langsung hujan, kurva turun (recession

curve) : yang menggambarkan turunnya debit aliran permukaan sejak

tercapainya puncak sampai dengan akhir pengaruh hujan, waktu tunggu

(lag time/t ) yaitu selang waktu antara pertengahan terjadinya hujan

sampai dengan terjadinya debit puncak, waktu puncak (peak time/t )

yaitu waktu antara mulai terjadinya hujan sampai dengan terjadinya

puncak aliran dan waktu kumpul (time of concentration/ t ). Penentuan

b

L

P

c

Page 19: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201122 23

kurva hidrograf banjir yang paling tepat adalah dengan melakukan

pengukuran debit aliran permukaan dan hujan yang menyebabkannya

secara simultan, namun hal ini sangat sulit dilakukan terutama untuk

negara berkembang seperti Indonesia. Sebagai ganti metoda pengamatan

telah dikembangkan beberapa metoda analisis hidrograf sintetik

berdasarkan data-data hujan dan karakteristik DAS yang bersangkutan.

Dalam hal ini, Sherman (1932) mengusulkan konsep Hidrograf Satuan

Sintetik (HSS) yang dapat dipakai untuk suatu DAS yang memiliki

distribusi hujan seragam baik terhadap waktu dan ruang. Konsep ini

dikembangkan oleh Snyder (1938) sehingga diperoleh metoda

perhitungan HSS yang menyatakan: hidrograf aliran permukaan akibat

curah hujan R selama satu jam adalah sama dengan perkalian antara Luas

DAS sungai tersebut dengan HSS DAS tersebut. Metoda ini juga

menyatakan total hidrograf aliran permukaan pada suatu waktu ti akibat

rangkaian M hujan berturutan yang masing-masing berdurasi satu jam

mulai dari t sampai dengan t adalah konvolusi dari HSS masing-masing

hujan tersebut. Namun demikian, metoda ini hanya berlaku dengan

beberapa batasan yang sangat rigid yaitu aliran permukaan independen

dari hujan sebelumnya dan t hidrograf akibat semua hujan yang ditinjau

konstan (Johnstone dan Cross, 1949) dan sistem hidrograf adalah linear

dan time invariant (Dooge, 1973). Berdasarkan konsep tersebut, telah

dikembangkan beberapa metoda lainnya seperti Clark (1945), USBR

(1952), Nakayasu (19..) dan banyak lagi setelah tahun tersebut yang pada

1 n

b

dasarnya merupakan perbaikan dari metoda mereka. Sebagai penyeder-

hanaan DAS dianggap sebagai bak tanah berisi air yang dipakai

menampung hujan. Debit hidrograf adalah debit air yang keluar dari

lubang outlet dari bak tersebut. Kurva naik hidrograf menggambarkan

pengaruh turunnya hujan pada debit yang keluar dari outlet tersebut.

Kurva turun menggambarkan turunnya pengaruh air hujan yang

tertampung dalam bak pada debit outlet tersebut. Secara konseptual,

untuk bak kecil berisi air saja besaran debit maksimum terjadi pada saat

pengaruh hujan mengakibatkan tinggi potensial enerji dalam bak tersebut

maksimum. Namun demikian, keberadaan tanah dan pengaruh luasnya

ukuran DAS terhadap waktu rambat air ke outlet akan mengakibatkan

hubungan antara debit dan penurunan muka air dalam bak menjadi lebih

kompleks.

Gambar 17 Konsep hidrograf banjir sintetis (kiri: bak hidrologi, kanan: hidrograf dari

bak hidrologi)

Seringkali data-data yang dibutuhkan untuk analisis hidrograf

sintetis ini juga tidak tersedia sehingga debit puncak banjir yang

Page 20: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201124 25

dibutuhkan untuk perencanaan bangunan ditentukan dengan metoda

yang dikembangkan pada tahun 1850 di Inggris (Dooge,

1973, linear theory of hydrologycal system, technical bulletin no 1468,

agricultur service, USDA, Washingthon DC). Metoda konseptual tertua

yang pertamakali dipublikasikan oleh Kuichling E (The Relation beetween

rainfall and the discharges of sewers in populous district, transaction of

ASCE vol 20, pp 1-56, 1889) ini, menyatakan bahwa debit banjir pada

dasarnya merupakan hasil perkalian antara parameter banjir DAS

tersebut yaitu : Koef konvensi satuan x Koefisien Aliran Permukaan (C) x

Intensitas Hujan (I) x Luas (A). Pada dasarnya, koefisien C ini merupakan

pendekatan untuk memperkirakan besarnya prosentase hujan yang

efektif akan langsung membangkitkan aliran banjir dengan menyeder-

hanakan estimasi pengaruh waktu rambat air hujan menuju titik

kontrol/kumpul dan besarnya rembasan air hujan yang menjadi air tanah.

Terlihat dengan jelas bahwa metoda ini mengasumsikan adanya

keseragaman karakteristik DAS yang ditinjau yang sudah tertentu hanya

bisa ditemui untuk ukuran DAS yang kecil. Berdasarkan konsep

pengembangan tersebut, metoda yang prosedur pemakiannya

dideskripsikan oleh Mulvaney (1851) ini, akan memberikan besaran debit

puncak yang konservatif atau lebih besar dari kenyataannya.

Pada saat ini, ketidak akurasian penetapan hidrograf/debit banjir di

Indonesia diakibatkan oleh kurangnya data dan kurang tepatnya

pemilihan metoda analisis yang digunakan. Data-data utama yang

metoda rasional

dibutuhkan seperti intensitas/curah hujan, debit sungai, topografi dan

tata guna lahan sangat sulit didapatkan. Kekurangan data, menyebabkan

analisis beban banjir sangat bergantung pada metoda analisis. Sementara

itu, metoda analisis yang digunakan saat ini sebagian besar dikembang-

kan di luar Indonesia yang memiliki kondisi iklim dan DAS berbeda.

Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki DAS yang relatif lebih kecil

dari DAS negara pengembang metoda tersebut. Beberapa negara

pengembang metoda analisis hidrograf seperti Jepang dan Inggris

merupakan negara kepulauan, namun ke dua negara tersebut terletak

pada wilayah subtropis yang karakteristik siklus hidrologisnya jauh

berbeda dengan Indonesia yang merupakan negara tropis. Pemakaian

metoda impor ini akan lebih akurat bila ditunjang oleh data-data yang

dapat dipakai untuk mengkalibrasi metoda tersebut. Perilaku hidrologis

tiap DAS di Indonesia sangat beragam sehingga kalibrasi ini harus

dilakukan untuk tiap analis debit banjir pada masing-masing DAS.

Ketidakakurasian analisis hidrograf dibangkitkan oleh ketidakakurasian

analisis distribusi intensitas/curah hujan dan bentuk hidrograf banjir

tersebut (waktu dan debit puncak). Berbagai data hidrograf yang berhasil

dikumpulkan oleh Ariani (desertasi, 2010) untuk DAS Citarum hulu,

Berantas, Bengawan Solo dan Kulon Progo, menunjukkan adanya

kecenderungan adanya ketidakcocokan pemakaian metoda Unit

Hidrograf terhadap hidrodraf banjir DAS tersebut (lihat gambar 16).

Ketidaksesuaian ini semakin membesar untuk DAS yang rawan terhadap

Page 21: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201126 27

banjir dan terdapat infrastruktur penampung. Berdasarkan analisis lebih

lanjut yang penulis lakukan terhadap kasus DAS tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa penerapan metoda HSS kurang tepat bagi DAS yang

terletak pada wilayah yang masih berkembang. Ketidakakurasian

penetapan hidrograf banjir inilah yang sering menjadi cikal bakal

permasalahan tersebut diatas.

b) Sistem Peringatan Dini

Pengembangan sistem peringatan dini bahaya banjir Jakarta merupa-

kan yang terlengkap di Indonesia. Namun, sistem tersebut sebetulnya

belum bisa disebut sistem peringatan dini bahaya banjir, karena kemam-

puannya baru pada taraf pemberian informasi adanya potensi banjir yang

disusun berdasarkan prediksi hujan dan informasi tambahan mengenai

ketinggian muka air di sungai pembangkit banjir yaitu sungai Ciliwung,

diantaranya ketinggian muka air di bendung Katulampa, Depok dan

pintu Manggarai. Selayaknya, sistem peringatan dini yang utuh selain

memberikan peringatan tentang adanya bahaya banjir juga harus dapat

memberikan informasi pada masyarakat mengenai indeks/resiko banjir,

peta jalur penyelamatan dan skenario tanggap darurat bila

terjadi banjir dengan resiko terkait besaran hujan yang turun.

Kompleksitas koordinasi terkait pada pelimpahan hak dan kewajiban

lintas sektoral dan atau wilayah otonomi dalam implementasi

pengambilan keputusan mengeluarkan peringatan dini banjir juga masih

menjadi permasalahan yang perlu segera diselesaikan pada tiap wilayah

rawan banjir.

(escape way)

Gambar 18 Konsep hidrograf satuan (msbadrik, handout, 2006)

Gambar 19 Contoh Hidrograf Satuan (HS) DAS Citarum Hulu Kiri : distribusi hujan

pada 25-11-2001, Kanan : perbandingan HS untuk beberapa tanggal berbeda (Ariani,

2010 berdasarkan data BBWSC) Gambar 20 Peta Indeks Rawan Banjir dan Kekeringan (BNPB, 2010)

Page 22: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201128 29

c) Metoda Analisis Banjir dan Upaya Perbaikannya Saat Ini

Beberapa penelitian untuk mencari metoda yang tepat bagi analisis

hidrograf banjir di Indonesia antara lain dilakukan oleh Bambang

Triatmojo (2008), Nataksuma et al (2006), msbadrik et al (2007, 2008, 2009

dan 2010), Arno (2007), Iwan k et al (2007) dan Ariani (2010). Bambang

Triatmojo mengusulkan fungsi gama yang cocok untuk hidrograf sungai

progo yang merupakan sumber data penelitian tersebut. Natakusumah et

al (2010, draft makalah, belum dipublikasikan) mengembangkan fungsi

ITB-1 dan ITB-2 kemudian melakukan studi komparasi dengan fungsi

Gama untuk kasus kali Serang. Pengembangkan model matematik

berbasis rambatan gelombang kinematik memberikan hasil yang cukup

baik untuk studi kasus DAS Batang Kuranji dan DAS Serayu (Hang Tuah

et al, 2006). Pengembangkan model matematik berbasis rambatan

gelombang dinamik memberikan hasil yang cukup baik untuk studi kasus

DAS Batang Kuranji (Natakusumah et al, 2006). Namun demikian, hasil-

hasil penelitian tersebut masih memerlukan penelitian lebuh lanjut agar

dapat berlaku umum untuk DAS lainnya. Namun demikian untuk

memprediksi hidrograf suatu DAS dengan rekaman data banjir dan hujan

yang pendek, penggunaan model matematik merupakan cara yang cukup

efektif bila aplikasi model tersebut ditunjang oleh pengukuran debit dan

hujan secara simultan selama musim di sungai tersebut. Oleh karena itu,

pengembangan berbagai model hujan-aliran permukaan yang aplikatif

bagi berbagai tipikal DAS akan sangat bermanfaat bagi perencanaan

bangunan dan sistem pengendalian daya rusak air di Indonesia.

Gambar 21 Hidrograf model kinematik untuk DAS Batang Kuranji (arno dan

msbadrik, 2006)

d) Pengaruh Perubahan Tata Ruang, Anomali Iklim dan

Perubahan Iklim

Karakteristik parameter/komponen siklus hidrologis tersebut, seperti

telah lama dibuktikan oleh banyak penelitian dan diketahui oleh

masyarakat, sangat dipengaruhi oleh perubahan tataguna lahan dari

wilayah dimana siklus hidrologis tersebut berlaku. Sementara itu,

berdasarkan sifat/karakter alaminya, batasan/cakupan wilayah siklus hidrologis

seringkali berbeda dan tidak bisa dikorelasikan secara linier dengan batasan

wilayah DAS/SWS dan/atau batasan wilayah administrasi pemerintahan

dan/atau batasan tingkat kemajuan pengembangan wilayah, sehingga hal ini

seringkali meningkatkan kompleksitas pengembangan sistem pengendalian daya

0

40

80

120

160

200

0 6 12 18 24 30 36

Jam

Deb

it(m

3/de

t)

Perhitungan

Pengamatan

Page 23: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201130 31

rusak air berbasis SWS yang berlaku saat ini (msbadrik, sms 2008/2009). Sebagai

contoh adalah SWS Citarum dan Bengawan Solo.

Dalam rekayasa sumberdaya air dikenal dua anomali iklim yang

sangat diperhitungkan di Indonesia yaitu La Nina dan El Nino yang

sangat mempengaruhi probabilitas dan intensitas hujan (msbadrik,

Zadrah, IUDMP, 1998). Pada saat terjadi La Nina, suhu permukaan air laut

di perairan Indonesia lebih tinggi dari kondisi normal sehingga

penguapan air lautnya pun yang lebih tinggi, hal ini mengakibatkan

terjadinya peningkatan probabilitas dan intensitas hujan di Indonesia, hal

sebaliknya akan terjadi pada saat El Nino (Zadrah, Laporan IUDMP, 1998).

Algore (2007), telah mengungkapkan adanya perubahan iklim

sebagai akibat adanya pemanasan global selama tiga dekade terakhir.

Perubahan iklim ini sudah tentu mengakibatkan terjadinya perubahan

pada parameter siklus hidrologi. Sementara itu, dalam dua dekade

terakhir, data-data hujan yang tercatat di hampir pelosok dunia termasuk

di Indonesia, mengalami perubahan distribusi baik dalam fungsi ruang

dan waktu, sehingga intensitas dan frequensi hujan cenderung

meningkat. Beberapa hasil penelitian, baik yang dilakukan penulis sendiri

(msbadrik et al, ssms 2006-2010 dll) maupun penulis lain (Slobodan P. S.

and Lanhai yi (2003), Y. Hundecha, Andra B. (2004) and Bronstert etal

(2002)), menyimpulkan bahwa peningkatan tersebut terjadi akibat

perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali dan perubahan iklim.

Kesimpulan tersebut diambil karena belum adanya metoda yang dapat

dipakai mengkuantifikasi kontribusi masing-masing dari perubahan

tataguna lahan dan perubahan iklim terhadap peningkatan intensitas dan

distribusi hujan tersebut. Dalam hal ini, berbagai kelompok/asosiasi/

institusi, antara lain seperti NOAA,AWCI, EDITORIA, NASA, melakukan

penelitian namun demikian, upaya ini masih terbentur oleh kurangnya

data yang diperlukan untuk itu. Sebagai negara kepulauan, cakupan

wilayah Indonesia terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau yang memiliki

pantai sepanjang 80.000 km sehingga banyak wilayah yang dipengaruhi

fluktuasi pasang surut yang sangat rawan terhadap ROB (banjir akibat

naiknya pasang surut). Peningkatan indeks, frekuensi dan jumlah wilayah

rawan rob juga terjadi dalam dua dekade terakhir ini. Fenomena

peningkatan rob ini, oleh akademisi selain dikaitkan dengan penurunan

tanah juga dikaitkan dengan pemanasan global.

e) Pengendalian Banjir Jakarta

Gambar 22 Tata Sungai DKI Jakarta (Sumber Pemda DKI Jakarta, 2007) dan Skema

pengendalian banjir Jakarta (sumber Dinas Pengairan PU Jakarta, 2005)

Page 24: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201132 33

Banjir besar DKI Jakarta telah terjadi beberapa kali, antara lain adalah

pada tahun 1699, 1711, 1714, 1854, 1918, 1942, 1976, 1996 , awal 2002, awal

2007 dan awal 2009 (lihat gambar 1). Pengembangan sistem pengendalian

banjir DKI Jakarta dilakukan berdasarkan pada konsep Prof. H. Van Breen

(Master Plan 1973). Menurut konsep tersebut beban limpahan hujan dari

luar Jakarta dialihkan melalui banjir kanal yang melingkari Jakarta,

sementara beban limpahan hujan dari dalam kota Jakarta dibuang melalui

jaringan drainase kota secara gravitasi pada wilayah yang cukup tinggi

dan dibuang dengan sistem polder pada daerah-daerah rendah (lihat

gambar 22) sepanjang pantai Jakarta. Berdasarkan master plan 1973,

dikembangkan master plan 1997 yang membagi sistem tersebut atas 10

zona yang dikelompokan dalam 3 wilayah pengelolaan, yaitu Barat,

Tengah dan Timur. Berdasarkan luas dan dalamnya genangan, DKI

Jakarta mengelompokkan bencana banjir dalam golongan : Berat/parah

bila luas genangan berkedalaman > 1,0 m mencapai > 10 Ha, Sedang bila

luas genangan berkedalaman 0,5 m - 1,0 m mencapai 5 – 10 Ha dan Ringan

bila luas genangan berkedalaman 0,2 m - 0,5 m mencapai 1- 5 Ha.

Gambar 23 Banjir Jakarta 2002 Kiri: jalan thamrin (Kompas) dan kanan Rob di muara

Baru (Dedy T)

Gambar 24 Kurva Intensitas Hujan DKI Jakarta pada Banjir 2002 dan 2007 (M. Syahril

BK etal, 2007)

Beberapa kajian independen yang penulis lakukan sejak tahun 1996

menunjukkan bahwa permasalahan teknis banjir Jakarta dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

• Terlalu rendahnya kapasitas sistem pengendalian banjir yang ada

untuk melayani beban drainase Jakarta dan limpasan banjir dari

bagian hulu (Bogor dan Depok). Hal ini terutama karena outlet sistem

pengendalian banjir dan drainase DKI Jakarta terletak pada daerah

pantai yang relatif datar dan sebagian besar terletak dibawah

permukaan laut rata-rata.

• Masterplan pengendalian banjir tahun 1997 belum selesai

direalisasikan sementara itu terjadi peningkatan beban banjir baik

akibat pengaruh perubahan tataguna lahan maupun perubahan iklim

(lihat gambar 22-26)

Page 25: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201134 35

Gambar 25 Luas (kiri) dan Volume (kanan) Daerah Genangan pada Banjir 2002 dan

2007 (MSBadrik dan Rommy, 2007)

Gambar 26 Perubahan Tata Guna Lahan DKI dari 1995 (kiri) ke 2005 (kanan) (Pemda

DKI, 2005).

Gambar 27 Sampah dan Bantaran kumuh di S Ciliwung DKI Jakarta (Pemda DKI,

2005)

Gambar 28 Skema model/genangan simulasi banjir 2002 (Msbadrik et al, JTS 2006)

• Penurunan kapasitas sistem drainase dan pengendalian banjir akibat

sampah, sedimentasi dan rumah kumuh pada bantaran sungai.

• Rendahnya kapasitas drainase daerah rawan banjir jakarta (baik

karena belum ada dan sampah maupun karena belum mencukupi).

Dari hasil beberapa simulasi menggunakan model matematik

sederhana satu dimensi (DUFLOW) yang ditunjang dengan data

sekunder dan data lapangan sesaat (pengukuran muka air dan debit)

selama studi independen tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa

peningkatan kapasitas pompa/polder tidak begitu efektif jika tidak

diimbangi peninggkatan saluran/sungai pendukung di Jakarta Utara

(MSBadrik et al, JTS ITB, 2006), penambahan kanal banjir timur tidak

mempunyai pengaruh dalam menurunkan banjir wilayah tengah karena

WadukSetiabudi

Waduk

Melati

Anak

Kali Ciliwung

Ka

liM

uara

An

gke

Kali Banjir Kanal

Ka

liB

an

jirK

an

al

Kali

Mu

ara

Ka

rang

Waduk Pluit

LAUT

Pompa

>0.8 m

0.4-0.8 m

0.0-0.4 m

Ka

liK

rukut

Ba

wah

Kali

Besar

Kali

Cili

wun

g(K

ota

)

PA JembatanMerah

Ka

liC

iliw

un

g(K

ota

)

PA Tangki

Ka

liC

iliw

ung

(Gn.

Saha

ri)

PA Istiqlal

Kali

Cili

wung

2Kali

Cid

eng

Ba

wa

h

Ka

liB

anjir

Kan

al

PA Karet

Kali

Kru

kutA

tas

Siphon

PA Manggarai

Sourc

e:

Kali

Mam

pang

Sourc

e:

Kali

Kru

kutA

tas

Sourc

e:

Kali

Cid

eng

Ang

ke

Sourc

e:

Kali

Cili

wu

ng

1

Page 26: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201136 37

belum tersambung, solusi yang paling menjanjikan adalah dibangunnya

waduk muara yang merupakan pengganti dari sistem polder yang

sekaran (msbadrik et al, komunikasi DKI 2006, ssm 2008), pengembangan

waduk di bagian hulu hanya akan mereduksi volume genangan sebesar

17-20 % (msbadrik dan rommy m, JTS ITB, 2007). Usulan alternatif solusi

pengembangan waduk muara pada saat itu dilakukan karena adanya

beberapa keuntungan yaitu penyelesaian masalah air bersih, peningkatan

sanitasi sungai, pengurangan/pencegahan masalah penurunan tanah

akibat ekploitasi air tanah berlebihan, pemanfaatan rencana reklamasi

pantai utara jakarta dan pencegahan dampak penaikan muka air laut

akibat pemanasan global. Usulan ini juga mempunyai dampak perubahan

pengembangan wilayah dan sosial ekonomi Jakarta mengingat terdapat

beberapa infrastruktur yang harus dipindah dari daerah pantai utara

tersebut. Hasil kajian ini dilakukan berdasarkan aspek teknis pada saat itu

saja sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui

reabilitasnya.

Gambar 29 Koordiasi dalam

sistem pengendalian banjir DKI

Jakarta (Pemda DKI Jakarta)

Dalam hal sistem peringatan dini dan tindak darurat, permasalahan

yang utama adalah permasalahan koordinasi dalam pengambilan

keputusan, kurangnya alat pantau banjir dan pengabaian kapasitas

masyarakat untuk ikut berperan aktif pada saat banjir terjadi. Upaya

untuk memperbaiki kondisi tersebut, telah dilakukan melalui pilot project

PROMISE (Program for Hydro-Meteorological Risk Mitigation in

Secondary City in Asia) berupa hibah penelitian dari USAID dan ADPC.

Dari kegiatan tersebut telah berhasil disusun sistem peringatan dini

terhadap bahaya banjir yang integrasi dan berbasis pada kapasitas

masyarakat untuk tingkat kelurahan di kebon baru dan bukit duri

(harkunti et al, 2008). Salah satu pendukung dari sistem tersebut adalah

peta resiko banjir daerah studi seperti yang disajikan pada gambar 15

(msbadrik et al, 2009). Peta resiko tersebut disusun berdasarkan peta indek

banjir yang kemudian di superposisikan dengan peta kerawanan dan

ketahanan. Dalam hal ini resiko didefinisikan sebagai :

. Dalam hal ini Hazard adalah tingkat dan jenis

bencana yang terjadi, Vulnerability adalah kerentanan suatu daerah

terhadap bencana dan Capacity adalah ketahanan suatu daerah terhadap

bencana.

Hasil pengamatan pada implementasi produk kegiatan ini selama 2

tahun oleh pihak independen (diantaranya oleh undp, 2010) telah

menyimpulkan bahwa salah satu manfaat produk promise adalah

membuat masyarakat lebih siaga dan lebih tahan terhadap banjir.

Risk = Hazard x

Vulnerabitily / Capacity

Page 27: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201138 39

Gambar 30 Kondisi Sungai Daerah Studi. Kiri: Bantaran Sungai Ciliwung di Bukit

Duri. Kanan: Bantaran Sungai Ciliwung di Kebon Baru (MSBadriK dan Tia, 2008).

Salah satu permasalahan dalam memberikan peringatan dini tentang

banjir Jakarta adalah besarnya kebergantungan pada data tinggi muka air

aktual pada saat banjir telah sampai pada titik kontrol pengamatan banjir

di bendung Katulampa, Depok dan Manggarai. Hal ini terutama karena

belum adanya fasilitas prediksi banjir yang memadai. Fasilitas yang

dibutuhkan adalah data base korelasi antara hujan dan kejadian banjir

terkait. Sistem peringatan banjir yang ada hanya ditunjang oleh data-data

potensi hujan di wilayah rawan banjir tanpa mengkaitkannya dengan

resiko banjir yang dapat dibangkitkan oleh hujan tersebut pada daerah

rawan banjir tersebut.

Gambar 31 Peta Resiko Banjir Bukit Duri. (a) Indeks Hazard. (b) Indeks Vulnerability.

(c) Indeks Capacity. (d) Indeks Risk (1 rendah-->4 tinggi)

Keterbatasan data mengakibatkan sebagian besar analisis kerawanan

banjir untuk suatu DAS dilakukan dengan menggunakan model

matematik. Pada saat ini, telah banyak model yang dikembangkan untuk

keperluan analisis tersebut, baik yang berdasarkan konsep yang betitik

berat pada aspek hidrologisnya maupun pada aspek dinamis rambatan

Page 28: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201140 41

massa air tersebut. Beberapa contoh model hidrologi dengan sistem

lumped parameter antara lain: Mock's model, Dowdy-O'Donell, NAM

Model, TANK model, Simple Deterministic Model, Stanfford Model,

Hanya sedikit sekali tersedia model skala dengan parameter yang

terdistribusi untuk pemodelan NPS (non point source) dari suatu DAS,

disini termasuk ANSWERS (Huggins and Monke 1966; Dillaha dan

Beasley 1983), FESHM (Ross et al,1982), AGNPS (Young et al,1987), dan

SHE (Abott et al, 1986). Model deterministik yang terdistribusi secara

teoritis mengasumsikan bahwa DAS terstruktur oleh elemen-elemen yang

membentuk sub-DAS yang tidak begitu luas. Model yang selama ini

dikembangkan untuk memprediksi banjir di Indonesia adalah model

stokastik dan tidak terdistribusi. Model jenis stokastik cocok dengan

kondisi dimana data secara historis dicatat dengan baik, model yang tidak

terdistribusi secara alamiah akan bersifat unik di setiap kasus. Karakter

yang demikian sulit diterapkan di negara berkembang yang memiliki

keterbatasan dalam hal pencatatan data dan penelitian yang unik di setiap

kasus. Keterbatasan ini menyebabkan model yang tersedia sering

dipaksakan untuk digunakan dengan menggunakan asumsi bahwa

karakteristik wilayah satu dan wilayah lain adalah sejenis. Dalam hal ini,

dengan menggunakan hibah penelitian dari Asahi Glass Fondation,

peneliti (msbadrik dan H Kardhana, 2009) mencoba mengaplikasikan

metoda prediksi kejadian banjir dengan menggunakan lumped

distributed model untuk Sungai Ciliwung sebagai kasus utama dan

mengaplikasikan model hujan-limpasan (Asahi Glass, 2009). Dengan

memanfaatkan jaringan observasi hujan yang tersedia dapat direproduksi

kejadian banjir yang mengakibatkan bencana (lihat gambar 32 dan 33).

Gambar 32 Dataset Turunan dari Dataset Topografi Global (MSBadrik dan Hadi K,

2009)

3.2. Sistem Pengendalian Banjir Akibat Dambreak dan Tsunami di

Indonesia.

Banjir akibat dam break dan tsunami relatif merupakan bencana yang

baru dikenal kembali oleh masyarakat Indonesia. Sampai saat ini

Indonesia belum mengembangkan/memiliki bangunan/infratruktur

pengendali aliran permukaan dari kedua jenis bahaya banjir ini.

Permasalahan dalam pengembangan bangunan/infrastruktur bahaya

banjir tsunami dan dambreak adalah daya rusaknya terlalu besar sehingga

(a) Topografi (b) Sungai (c) Slope dan Arah Aliran

Pasar BaruJak Pus

Manggarai

Pondok Betung

Sawangan

Cibinong

Rancabungur

Darmaga

Cilember

Page 29: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201142 43

membutuhkan bangunan pengendali dengan biaya yang sangat mahal

dan diperdebatkan kelayakannya. Kurangnya pengetahuan/metoda

analisis dalam penentuan parameter perencanaan juga menjadi

permasalahan yang sangat signifikan.

Gambar 33 Hasil Reproduksi Sebuah Kejadian banjir (MSBadrik dan Hadi K, 2009)

Upaya pemerintah sejak tahun 2005 dalam mengembangkan sistem

peringatan dini bahaya tsunami mencapai kemajuan yang lebih pesat dari

sistem peringatan dini bahaya banjir. Sistem peringatan dini tsunami yang

dikembangkan berdasarkan end to end sistem merupakan sistem

peringatan dini terbaik pada saat ini. Untuk beberapa wilayah rawan

tsunami, sistem ini telah dilengkapi dengan peta resiko tsunami yang

antara lain disusun oleh Hamzah (2005-2010). Berdasarkan peta resiko ini,

wilayah yang telah memiliki peta resiko tersebut telah mengembangkan

peta eavakuasi, misalnya Banda Aceh dan Padang. Evaluasi status sistem

inatews (Idwan suhendra dan msbadrik, 2006) menyimpulkan adanya

hambatan implementasi pemenuhan komitmen stakeholder untuk

mengadakan detektor tsunami sesuai rencana pengembangan sistem

tersebut. Hambatan inilah yang mengakibatkan sistem Inatews yang ada

sampai akhir tahun 2010 ini belum memiliki detektor tsunami sejumlah

rencana semula. Oleh karena itu, inatews tidak mampu beroperasi dengan

kapasitas yang diharapkan dan masih perlu ditingkatkan

kemampuannya. Selain sistem pendeteksi tsunami, sistem pemberian

warning dan perencanan evacuation plan dari daerah rawan tsunami juga

perlu ditingkatkan kinerjanya (Harkunti 2006-2010). Prediksi kebutuhan

perbaikan ini terbuktikan dari beberapa kejadian gempa/tsunami seperti

tsunami pangandaran (2006), Nias (2008), Padang (2009) dan Mentawai

(2010). Pada saat gempa Padang (2009) misalnya, para penduduk

memerlukan waktu hampir 1 jam untuk menempuh jalur evakuasi yang

ada sehingga jauh lebih lama dari waktu evakuasi yang diperkirakan

(harkunti, 2010). Tsunami Mentawai/Pagai (2010) merupakan tsunami

lokal (sumber sangat dekat dengan daerah bencana) dengan waktu

rambat yang sangat pendek sehingga tenggang waktu antara peringatan

dan kedatangan tsunami runup tidak mencukupi waktu minimal yang

dibutuhkan para penduduk untuk evakuasi. Sementara itu, terjadinya

tsunami pada malam hari mengakibatkan penduduk rawan tsunami tidak

dapat turut melakukan identifikasi gejala tsunami secara visual sehingga

akan meningkatkan resiko tsunami tersebut.

Page 30: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201144 45

Perbaikan sistem dapat ditempuh baik pada aspek teknis/engineering

maupun kultural (Harkunti dan Louise, 2009 dan 2010). Salah satu

perbaikan dari aspek teknis yang terkait dengan bidang keahlian penulis

adalah meningkatkan akurasi prediksi rambatan tsunami run up pada

daerah pemukiman. Berdasarkan peta ini kemudian dapat dilakukan

perbaikan peta rencana evakuasi. Pembuatan peta genangan tsunami

pada saat ini dilakukan berdasarkan model matematik dua dimensi yang

dikembangkan untuk rambatan tsunami diperairan dalam dengan

menggunakan persamaan gelombang panjang tipe St Venant (lihat

gambar 34). Model matematik ini dipakai untuk memprediksi rambatan

diatas permukaan lahan dengan menyederhanakan pengaruh gesekan

akibat kondisi hidrotopografi lahan dan keberadaan bangunan dari

wilayah yang dilalui tsunami. Kedua kondisi yangt mampu membentuk

hambatan dan mengatur alur rambatan tsunami tersebut digantikan

dengan keofisien kekasaran dasar saluran (manning). Namun

penyederhanaan ini mengakibatkan hasil pemodelan menjadi terlalu kecil

dan/atau terlalu besar (msbadrik et al, 2007 dan 2008, lihat gambar 35-37).

Ketidakakurasian hasil model ini timbul karena terlalu kecil atau terlalu

besarnya koefisien kekasaran yang diambil. Pada saat ini, penetapan

besaran koefisien kekasaran tersebut dilakukan secara coba-coba dengan

mengandalkan komparasi hasil simulasi dengan data rambatan tsunami

yang tercatat di Aceh. Hal ini dilakukan karena belum adanya standar

dalam penentuan koefisien kekasaran yang setara dengan kedua

kompleksitas tersebut diatas. Untuk memecahkan permasalahan ini,

melalui hibah penelitian internasional (msbadrik et al, 2010) penulis

berupaya mengembangkan metoda untuk menentukan koefisien

kekasaran densitas bangunan tersebut melalui model fisik tsunami

bertipe shift log (model bertipe sejenis dengan gambar 40 tapi dengan

mekanisme pintu yang berbeda).

Gambar 34 Skema model St.Venant (tampak samping, atas dan melintang)

Gambar 35 Komparasi model rambatan tsunami run up dengan eksperimen Synolakis

(1986) dan model Yung li (2002) dan Synolakis (2002) (msbadrik et al, ICEED 2007)

Banjir akibat dambreak relatif merupakan bencana yang lebih baru

dikenal oleh masyarakat Indonesia dibanding dengan banjir lainnya.

Kasus dambreak yang belum lama ini terjadi dan terekam baik adalah Situ

Gintung pada 27 maret 2009 dan Wasior pada 4 oktober 2010. Beberapa

Page 31: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201146 47

kasus dambreak sebetulnya sudah terjadi di beberapa daerah misalnya

embung keruk di Blora pada Juni 2006. Berdasarkan observasi penulis,

potensi bahaya dambreak masih cukup tinggi bagi wilayah sekitar

waduk/embung/situ, terutama yang sudah cukup berumur dan

mempunyai masalah sedimentasi. Adanya kriteria desain baru dalam

aspek kegempaan menjadikan review mengenai kebutuhan retrovit

terhadap waduk/embung/situ yang sudah beroperasi harus dilakukan.

Review yang sama harus dilakukan untuk memperhitungkan pengaruh

perubahan iklim. Dalam jangka pendek, pengadaan informasi kerawanan

dan peta rencana evakuasi perlu diadakan untuk memulai upaya

pengembangan peringatan dini yang dapat mengurangi resiko dambreak.

Dalam hal ini, penulis memperoleh peluang berpartisipasi melalui

penelitian hibah paska DIKTI, penelitian ITB (msbadrik et al, 2006) dan

pengabdian pada masyarakat DIKTI (2008-2010).

Gambar 36 Skema simulasi kedalaman genangan banjir tsunami skitar masjid

baiturahman (msbadrik et al, ICTW 2008)

Gambar 37 Hasil simulasi kedalaman genangan banjir tsunami sekitar masjid

Baiturahman (msbadrik et al, ICTW 2008)

Dambreak flow biasa didekati dengan rambatan gelombang panjang

seperti pendekatan yang dilakukan pada tsunami. Perbedaan mendasar

dengan tsunami terletak pada mekanisme dan boundary condition

alirannya. Pengembangan model aliran dambreak telah banyak dilakukan

oleh beberapa pieneliti seperti Soares (2002). Model-model yang ada saat

ini sudah dapat memberikan hasil yang cukup baik untuk aliran

dambreak pada lahan kosong. Beberapa penelitian tentang rambatan

aliran dambreak pada lahan berbangunan telah dilakukan dengan konsep

pemikiran yang sama denga rambatan tsunami untuk kasus sejenis.

Penelitian tersebut antara lain adalah Francesco Macchione (2008),

Francesco Macchione and Antonella Rino, (2008), David C. Froehlich,

Ph.D., P.E., M.ASCE, (2008) dan Steven E. Yochum et al (2008). Sementara

itu, melalui kesempatan hibah penelitian internasional penulis berupaua

memperbaiki kinerja model matematik yang telah diperoleh pada tahun

sebelumnya. Upaya ini dilakukan dengan mengembangkan model fisik

Dam Break (msbadrik etal, 2010). Hasil dari model fisik untuk kasus

Page 32: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201148 49

rambatan aliran dambreak diantara bangunan ini dapat dilihat pada

gambar 41.

(b) Komparasi hasil model dengan hasil Soares et al (2002)

Gambar 38 Komparasi hasil model dengan hasil Soares et al (2002) : a) Skema

eksperimen, b atas) kedalaman dan b bawah) kecepatan (msbadrik et al, ICEED, 2007)

(a) Skema eksperimental Soares et al (2002)

Gambar 39 Bencana Keruntuhan Tanggul Situ Gintung. Kiri: Bangunan yang Rusak.

Kanan: Daerah Tersapu Banjir yang akan Ditata Kembali

Gambar 40 Skema Model Fisik Keruntuhan Tanggul (msbadrik, 2010)

Gambar 41 Model Fisik dambreak. Kiri: Saluran Terbuka. Kanan: Reservoir dan Pintu

Air

Page 33: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201150 51

Saluran terbuka dibuat berdinding kaca dengan panjang 10 meter,

lebar 1 meter, dan tinggi 0,5 meter. Dasar dibuat dari baja berkoefisien

manning 0,010 agar bisa diabaikan. Pintu baja semi automekanis dibuat

untuk mensimulasikan dambreak (lihat gambar 40-41). Pengamatan

muka air dilakukan dengan kombinasi Wave probe dan piezometer,

sementara itu pengukur kecepatan digunakan current meter, semua data

pengukuran langsung dicompile oleh dataloger. Hasil penelitian

sementara saat ini ditampilkan pada gambar 42 yang akan dijadikan dasar

untuk kalibrasi model matematik yang telah dikembangkan sebelumnya.

Gambar 42 Profil Kedalaman Aliran Model Fisik terhadap waktu

3.3. Pengendalian Gerusan, Sedimentasi dan Kualitas Lingkungan

Pengendalian gerusan, sedimen dan kualitas lingkungan pada

dasarnya harus dilakukan dengan memperhatikan karakteristik aliran

pembangkit dan karakteristik hidraulis dari tanah/polutan yang akan

terbawa oleh aliran pembangkit pada ketiga hal tersebut diatas.

Karakteristik aliran pembangkit ini terdiri dari dua komponen pentik

yaitu struktur dan rezim alirannya dan karakteristik massa airnya.

Karakteristik aliran dalam wilayah studi sangat dipengaruhi oleh dua hal

yaitu struktur aliran pada kondisi awal sebelum aliran pembangkit masuk

dalam wilayah studi dan karakteristik hidraulis dari media pengalirannya

dalam wilayah studi. Seringkali dalam rekayasa sumberdaya air dikenal

beberapa struktur aliran yaitu aliran lapisan batas, wakes, jet dan wall jet

(lihat gambar). Pada kenyataannya, aliran pada saluran terbuka sepanjang

sungai, di atas permukaan lahan, sepanjang pantai dan pada sebuah

danau/waduk, seringkali merupakan gabungan dari tipe-tipe aliran

tersebut. Sementara itu, karakteristik massa air yang mengalir sering

dikaitkan dengan kualitas dan atau konsentrasi sedimen air tersebut.

Gambar 43 Kiri : turbulensi pada zona resirkulasi dibalik terjunan saluran dan kanan

Two Paralel Hot Wire sebagai alat ukur kecepatan ulang alik (msbadrik, 1992)

Pada dasarnya pengendalian ketiga ancaman tersebut diatas dapat

dilakukan dengan salah satu dan/atau kombinasi dari upaya-upaya sbb.:

(a) (b) (c)

Page 34: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201152 53

• Mengendalikan daya rusak air pada sumber pembangkit

alirannya

• Mengendalikan pola/karakteristik awal alirannya sehingga

potensi daya rusak airnya pada wilayah studi berkurang.

• Melindungi/memperkuat bangunan/infrastruktur dari daya

rusak air yang ditimbulkan aliran tersbut.

Beberapa permasalahan pada pengendalian ketiga aspek tersebut

bermula pada kurangnya pemahaman pada karakterisk aliran

pembangkit dan karakteristik hidraulis dari sedimen/polutan yang

menjadi angkutan/dikandung aliran tersebut sehingga kebanyakan upaya

yang dilakukan saat ini terfokus pada penguatan kapasitas/daya tahan

wilayah kejadian terhadap daya rusak air tersebut. Upaya ini biasanya

tidak bertahan lama, karena aliran pembangkitnya sangat dinamis

berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan media pengalirannya.

Tipe aliran pembangkit gerusan dan penyebaran kualitas air pada saat

banjir umumnya bersifat kritis dan/atau turbulen. Aliran kritis terjadi

pada saat rambatan enerji dan kecepatan alirannya sama sehingga

mempunya daya seret/gerus tinggi terhadap material dinding dan badan

saluran, hal ini terjadi pada bagian saluran/sungai yang cukup curam.

Pada dasarnya, peran aliran turbulens, pada gerusan/scouring, selain

mempunyai momentum penggeser, adalah mengurangi tahanan material

pada dasar/tebing saluran dan sekitar bangunan terhadap geser.

Pengurangan ini ditimbulkan oleh kapasitas vorteks dalam mengangkat

material tersebut. Oleh karena itu, seringkali kita lihat adanya kasus

scouring pada daerah sekitar bangunan dan tikungan walaupun

kecepatan aliran tidak begitu besar (aliran subkritis). Kompleksitas aliran

turbulen inilah yang menjadi pemicu kesulitan pemahaman aliran

pembangkit tersebut diatas. Pengamatan aliran turbulen yang kompleks

ini membutuhkan alat berteknologi tinggi dan mahal, terutama untuk

mengukur tegangan turbulen, arah/fluktuasi dan dimensi vorteks

(eddys/turbulent coherent structure). Dalam hal ini, metoda pengukuran

yang biasa dipakai adalah metoda pengukuran non-intrusive dengan

menggunakan laser dopler. Namun demikian, alat ini selain mahal juga

kurang aplikatif bagi bidang rekaysasa sumberdaya air karena terlalu

sensitif terhadap turbiditi aliran. Untuk memecahkan hal ini, penulis

berkesempatan mengembangkan alat ukur kecepatan aliran two paralel

hot wire (lihat gambar) yang mampu mendeteksi arah kecepatan, rata-rata

fluktuasi dan dimensi vorteks, terutama pada zona resirkulasi (msbadrik

et al, 1992). Tidak seperti pada aliran pada saluran tertutup, pada aliran

saluran terbuka, terutama yang non prismatik (beragam) seringkali

dijumpai aliran turbulen dengan bilangan reynold rendah. Dalam hal ini,

turbulensi dibangkitan oleh ketidakstabilan struktur aliran yang

mendapat gangguan dari media pengalirannya (saluran). Contoh

turbulen berbilangan reynold rendah adalah aliran pada saluran ekspansi

dan/atau kontraksi tiba-tiba (lihat gambar 43 dan 44). Untuk analisis

perubahan lingkungan yang disebabkan perubahan kualitas air seringkali

Page 35: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201154 55

dibutuhkan pemahaman karakteristik aliran yang terkait dengan

kapasitasnya untuk mencampur dan menyebarkan kandungan

polutannya. Pada dasarnya, turbulensi merupakan parameter utama yang

berperan dalam pencampuran polutan tersebut dalam suatu badan aliran.

Salah satu contoh penerapan konsep ini adalah penelitian mengenai

pengaruh rambatan banjir pada distribusi kualitas air (DO) pada wadukl

Jatiluhur (2009).

Gambar 44 Tampak atas profil aliran turbulen/resirkulasi pada saluran ekspansif Kiri

ganda, Kanan tunggal (msbadrik et al, 2007)

Gerusan sering terjadi tidak hanya sepanjang tebing dan dasar sungai,

terutama di tikungan sebelah dalam, tapi juga sekitar bangunan. Pada

pilar jembatan jalan rel kereta api (KA) merupakan permasalahan yang

sangat mendesak diselesaikan pada saat ini. Permasalahan gerusan ini

muncul karena jembatan-jembatan tersebut sebagian besar telah berumur

tua sehingga parameter hidraulis sungai pada lokasi jembatan telah

berubah dan cenderung meningkatkan daya gerus menjadi lebih besar

dari kriteria desain semula. Perubahan karakteristik hidrolis terutama

disebabkan perubahan daerah hulu DAS yang bersangkutan.

Gambar 45 Sabo Dam pengendali lahar dingin (berdimensi lebih besar karena densitas

ahar jauh diatas densitas air), Cangkringan Yogyakarta (msbadrik, 2008).

Gambar 46 Pengendalian erosi lahan tambang di Grassberg (msbadrik, 2008)

Gambar 47 Historis gerusan Pilar Jembatan KA Sungai Serayu (Gambar ulang dari

sumber DOP KA Purwokerto-Cilacap, 2010)

Page 36: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201156 57

Studi korelasi karakteristik angkutan sedimen dngan karakteristik

hidraulik sungai dan rainfall-run off sangat bermanfaat untuk

mengidentifikasi kelayakan alternatif pengendalian angkutan sedimen

yang bersangkutan. Penerapan konsep ini, seperti yang telah dilakukan

pada sungai ModADDA (Sayoga et al, 2007-2009), telah membarikan hasil

yang sangat efektif dalam menunjang keputusan penentuan tindak lanjut

kebijakan pengendalian angkutan sedimen pada sungai tersebut.

Gambar 48 Proteksi Gerusan Pilar Jembatan KA Sungai Serayu (Gambar ulang dari

sumber DOP KA Purwokerto-Cilacap)

a) Jembatan #1324 Koridor Cirebon-Kroya b) Gerusan di pilar jembatan #1324

Banjir S serayu (msbadrik, 2005), dan gerusan tengah jembatan KA

1324, (msbadrik, 2008), kanan peredam enerji jembatan KA bumiayu (msbadrik 2009)

Gambar 49 Kiri :

Gambar 50 Karakterisasi angkutan sedimen S. S ModADDA berdasarkan distribusi

ukuran butiran (Sayoga et al, 2008)

Gambar 51 Klasifikasi distribusi jenis angkutan sedimen S ModADDA (Sayoga et al,

2008)

Gambar 52 Prediksi distribusi DO akibat rambatan banjir pada waduk Jatiluhur

berdasarkan model Kappa Epsilon 2 dimensi (msbadrik, 2009)

Page 37: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201158 59

4. KEGIATAN SAAT INI DAN MASA MENDATANG

Tujuan dari kegiatan ini adalah memperbaiki model dan metoda yang

sudah dikembangkan sebelumnya dan agar dapat digunakan untuk

meningkatkan publikasi dan memperkaya materi kuliah. Beberapa

kegiatan yang sedang dilakukan mempunyai potensi yang besar untuk

kegiatan penelitian mendatang. Penelitian-penelitian tersebut antara lain

a) Kajian lebih lanjut aliran permukaan 2D akibat banjir ini

dikembangkan dalam penelitian berikutnya yaitu ‘Model 2 Dimensi

Perambatan Banjir Sungai Ciliwung untuk Penyusunan Peta Indeks

Banjir Daerah Banjir Cawang – Pintu Manggarai’ (Program Penguatan

Riset Institusi ITB 2010). Fokus penelitian ini adalah pengembangan

peta indeks banjir untuk daerah banjir Jakarta di hulu daerah studi

sebelumnya yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan

infrastruktur pengontrol banjir. Metode yang berkembang adalah

pemodelan aliran permukaan akibat banjir tidak lagi menggunakan

model 1D melainkan dengan model 2D yaitu FESWMS (Finite

Element Surface Water Modeling System). FESWMS menggunakan

teknik numerik elemen hingga untuk menyelesaikan persamaan

depth averaged aliran langgeng (steady) dan tidak langgeng

(unsteady) 2D.

Gambar 53 Model 2 dimensi Cawang Manggarai dengan FESWMS

untuk menunjang pengembangan rencana escape way.

(Finite Element

Surface Water Modeling System)

b) pengembangan lebih lanjut model prediksi rambatan banjir yang

mengalir melalui daerah pemukiman. Kegiatan ini diharapkan

menghasilkan model yang dapat digunakan untuk memprediksi

indeks banjir yang diperlukan bagi penyusunan resiko banjir dan

rencana evakuasi daerah tersebut. Sebagai kasus studi, model yang

diperoleh akan diujicoba pada embung keruk/situ gintung. Kedua

embung/situ tersebut dipilih karena pernah mengalami keruntuhan

dan perlu dibangun segera karena diperlukan untuk menunjang

penduduk sekitarnya .

Page 38: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201160 61

Gambar 54 Ilustrasi rambatan banjir di sekitar bangunan

Gambar 55 Kiri :Keruntuhan Embung Blora (Lurah randu belatung, 2006) dan Kanan

:Embung keruk baru yang perlu di evaluasi (msbadrik, 2008)

Gambar 56 Kontur Daerah Aliran Banjir

Keruntuhan Tanggul Situ Gintung

c) Sementara itu, model fisik yang digunakan untuk kalibrasi aliran

dambreak juga akan digunakan untuk melakukan kalibrasi model

rambatan tsunami. Model rambatan tsunami yang telah dikalibrasi ini

akan dibandingkan dengan model lainnya dan data lapangan daerah

rawan tsunami yang telah meimiliki data rambatan. Hasil kegiatan ini

akan digunakan untuk berpartisipasi dalam mempelajari indeks

banjir dalam beberapa wilayah rawan tsunami. Peta indeks banjir ini

kemudian akan digunakan untuk menunjang pengembangan model

matenmatik bagi optmasi rencana peta evakuasi daerah rawan

tsunami.

d) Roadmap penelitian mengenai pemodelan aliran permukaan

rambatan banjir pada saat ini di dominasi oleh pengembangan Model

Matematik Aliran Permukaan Akibat Rambatan Banjir pada

Permukaan Suatu Lahan. Namun demikian seperti telah dibahas pada

uraian sebelumnya, permasalahan banjir saat ini dan masa

mendatang akan sangan dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Fenomena ini akan mengubah karakteristik dari siklus hidrologis,

frekuensi dari banjir yang datang dan juga merubah karakteristik

hidraulis dari DAS yang ditinjau. Lebih jauh lagi, perubahan iklim

akan mengubah kebijakan mengenai recana pembangunan wilayah

masa mendatang. Hal ini tentu akan mempengaruhi kriteria

perencanaan/desain sistem pengendalian banjir bagi masa

mendatang. Sementara itu pada saat ini pengetahuan akademisi

Page 39: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201162 63

mengenai korelasi perubahan iklim terhadap besaran-besaran

hidrologis termasuk sangat minim di Asia. Pada tahun 2010, penulis

berkesempatan bergabung sebagai wakil Indonesia dengan kelompok

AWCI (Asian Water Cycle Inisiatif) yang merupakan subdivisi dari

GEOSS. Oleh karenanya, bersama kelompok itulah penulis berencana

untuk mengikuti kegiatan/program penelusuran korelasi antara

perubahan iklim global dan siklus hidrologis wilyah sungai Citarum.

Berdasarkan hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dilakukan

penentuan upaya-upaya adaptasi baik pada metoda-metoda prediksi

banjir maupun pengembangan sistem pengendalian banjir itu sendiri.

Gambar 57 Skema adaptasi terhadap perubahan iklim (Koike, AWCI, 2010)

5. KESIMPULAN

Indonesia merupakan negara kepulauan di wilayah tropis yang

sangat rawan bencana banjir, baik dari banjir yang dibangkitkan oleh

aliran permukaan akibat kelebihan curah hujan maupun banjir yang

diakibatkan rambatan gelombang aliran dambreak maupun tsunami.

Adanya fakta-fakta yang semakin banyak yang menunjukan indikasi

terjadinya perubahan iklim yang diakibatkan pemanasan global, akan

semakin memperbesar akurasi dugaan terjadinya kenaikan resiko banjir

dimasa datang. Kenaikan resiko banjir tidak hanya terjadi pada banjir

yang dbangkitkan oleh kelebihan hujan tapi juga banjir yang dibangkitkan

oleh dambreak. Hal ini mengingat sebagian besar waduk/situ yang ada di

Indonesia sudah lama sudah berumur lebih dari 20 tahun dimana pada

saat itu pembangunannya masih mengikuti kriteria perencanaan/desai

yang lama dengan besaran-besaran hidrologis jauh lebih kecil dari pada

saat ini. Untuk itu menghadapi permasalahan kedua tipe banjir ini perlu

segera dilakukan penelitian yang mampu menghasilkan metoda untuk

menentukan korelasi anatara perubahan iklim global dengan iklim dalam

skala DAS. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan tindak

lanjut adaptasi pada metoda dan sistem pengendalian banjir yang ada.

Sementara itu, metoda analisis untuk prediksi rambatan banjir pada lahan

pemukiman harus terus di perbaiki sampai diperoleh metoda yang

memberikan hasil prediksi indeks banjir yang dapat digunakan untuk

merencanakan tidak saja rencana evakuasi namun juga tindaklanjut untuk

Page 40: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201164 65

langkah-langkah penyesuaian wilayah rawan banjir menjadi wilayah

"flood friendly area". Perbaikan-perbaikan metoda analisis tersebut diatas

dapat dilakukan dengan lebih efektif bila dilakukan dengan

memperhatikan karakteristik dinamik masing-masing aliran pembangkit

dari fenomena yang dikaji, yang dalam hal ini, aplikasi bidang dinamika

fluida sangat membantu.

Pertama-tama kami ingin mengucapkan Alhamdulillahirabbal-

alamin, semoga Allah SWT dapat menerima segala puji dan syukur kami

kepadaNYA, atas Ijin dan Kasih SayangNYA, segala Rachmat dan

HiayahNYA, yang telah menghantarkan penulis dan keluarga sampai

pada posisi saat ini.

Selanjutnya, ijinkan kami untuk menyampaikan ucapan terima kasih

dan hormat yang sebesar-besarnya pada pimpinan dan anggota Majelis

Guru Besar Institut Teknologi Bandung yang telah memberikan

kesempatan pada kami untuk pidato menyampaikan isi naskah ini di

hadapan hadirin sekalian.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kami sampaikan

pada Prof Dr Edy Soewono (ITB), Prof Dr Hang Tuah (ITB), Prof Dr

Amrinsyah Nasution (ITB), Prof Dr Emmy Suparkah (ITB), Prof Dr Safwan

Hadi (ITB) dan Prof Dr Louise comfort (Univ of Pittsburg, USA) yang telah

UCAPAN TERIMA KASIH

bersedia memotivasi dan mempromosikan kami menjadi Guru Besar.

Terima kasih pada Pimpinan FTSL yaitu Dr. Ir. Puti Farida T, Dr.Ir.

Saptahari, Dr.Ir. Dwina yang telah mendukung pengusulan guru besar

kami.

Ucapan terima kasih kami sampaikan secara khusus pada seluruh

anggota KK Rekayasa Sumberdaya Air, yaitu Prof Dr Indratmo S P, Ir.

Dedy Tjahyadi Dipl H.E., Ir. Mulyana W Dipl HE, Dr Ir. Sri Legowo, Dr Ir.

M. Cahyono, Dr. Ir.Agung wiyono, Dr Ir. Dance K, Dr Ir. Iwan K, Dr Ir. Joko

N, Dr Ir. Dhemi H, Ir Hernawan M, Bapak Rachmat Lisauw, dan rekan-

rekan lainnya atas kerjasama dan persahabatan yang baik selama ini.

ucapan terima kasih juga saya sampaikan pada seluruh kolega di PKPL di

Labtek VI lantai 4 Kampus ITB, terutama Dr. Ir. Hamzah Latief, Dr Ir Hadi

K, Dr IrArno, Ir. Laksmiarti, Ir. Tia Setiawati, Ir. Bobby M, Ir. M. Wisnu B.D,

Ibu Roslaya, Bapak Samsu, Bapak Iwan. Bapak Soepardi dll.

Penelitian kami selama ini tidak akan dapat berjalan dengan baik jika

tidak didukung oleh para mahasiswa bimbingan kami, yaitu Ir. M. Bagus

AMt, Ir. M. Farid Mt, Ir. Rani Mt, Ir.Anom H, Ir. Eka Mt, Ir. Erni dll.

Terima kasih pada para pimpinan, komisi ppm, para kepala pusat dan

staf LPPM yang selama ini telah bekerjasama dalam menjalankan tugas di

LPPM, memberikan dukungan/layanan penelitian dan bersahabat

dengan baik dan tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami secara khusus ingin menyampaikan terima kasih pada rekan

Page 41: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201166 67

dan sahabat Dr. Ir. Kusmayanto Kadiman, Drs Budi Isdianto, Dr.Ir. Edwan

Kardena, Prof Dr Edy Soewono, Dr. Ir. Nyoman Aryanta, Prof Dr. Adang

Surachman, Prof Dr, Carmadi Machbub, Prof Dr. Boy Kombaitan, Prof Dr

Ketut W, Dr. Ir. Ibnu Syabri, Prof Dr Hang Tuah, Ir A. Hasan bachri Meng

dan Prof Dr Seigo Nasu yang telah bekerjasama dan menjaga tali

silaturahmi yang sangat baik selama ini.

Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan pada almahrum Prof

Ir Martono Martodiputro yang semasa hidupnya selalu membina dan

mendukung sejak kami mahasiswa hingga kami menjadi staf di ITB dan

Prof Dr Aziz Djajadiputra yang selalu mendukung dan bekerjasama

dengan baik selama ini.

Terima kasih yang tak terhingga kami haturkan pada orang tua kami

yang selalu menyayangi, mendoakan dan mendukung kami selama ini,

Almahrum H .A. Manan Badri dan H.Siti Khoiriyah. Terima kasih yang tak

kami haturkan pada mertua kami yang selalu mendukung kami selama ini

dan mertua kami H. Siti Nansyiah dan H Agoes S. Terima kasih kami

haturkan pada 3 kakak dan 8 adik kandung kami atas dukungannya

selama ini.

Secara khusus dan mendalam, kami ucapkan terima kasih kepada istri

tercinta Harkunti Pertiwi Rahayu yang telah mendampingi dengan penuh

pengertian, kesabaran dan cinta kasih, serta pada ananda tersayang

Muhammad Wisnu badri Dewantoro, yang telah menjadi motivasi hidup

kami selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Algore (2007), the inconvenient truth, film.

2. American Society of Civil Engineers, Code of Ethics, adopted

September 2, 1914 and amended November 10, 1996.

3. Angelo Leopardi, Elisa Oliveri and Massimo Greco, 2002, Two-

Dimensional Modeling of Floods to Map Risk-Prone Areas, Journal of

Water Resources Planning and management 128, pp 168-178.

4. BAPPENAS Indonesia (2008), National Development Planning for

2009-2025 year fiscal.

5. Bronstert,A., Niehoff, D., Bu¨rger, G., 2002. Effects of climate and land-

use change on storm runoff generation: present knowledge and

modeling capabilities. Hydrol. Process. 16 (2), 509–529

6. Charles T. Haan, Statistical Methods in Hydrology, The Iowa

University Press/Ames, 1977

7. David C. Froehlich, Ph.D., P.E., M.ASCE, 2008, Embankment Dam

Breach Parameters and Their Uncertainties, Journal of Hydraulic,

ASCE

8. Dedy Tjahyadi, Lambok H, Deny Juanda , M. Syahril B.K , M. bagus

and M. Farid, Riset Unggulan ITB, Teknologi Pengendalian Banjir,

Studi Kasus Sistem Drainase Kawasan Cideng DKI-Jakarta, 2004

9. Dedy Tjahyadi, M. Syahril B.K, Lambok H and Deny Juanda, 2004,

Flood Control System for Cideng Area, Jakarta, Indonesia, Research

Report of RUT ITB.

10. Dinas Pekerjaan Umum DKI-Jakarta , Pedoman Pelaksanaan

Pengendalian Banjir, 1985

11. Dinas Pekerjaan Umum DKI-Jakarta, Pedoman Pelaksanaan

Page 42: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201168 69

Pengendalian Banjir, 1998

12. Dooge, 1973, linear theory of hydrologycal system, technical bulletin

no 1468, agricultur service, USDA, Washingthon DC

13. DPU DKI Jakarta – PUSLITBANG SDA, Penataan Banjir Kanal Barat

(PintuAir Manggarai s.d. Muara), Bandung, 2002

14. DUFLOW,

, EDS Netherlands,

1995.

15. Francesco Macchione and Antonella Rino, 2008, Model for Predicting

Floods due to Earthen Dam Breaching. II: Comparison with Other

Methods and Predictive Use, Journal of Hydraulic,ASCE

16. Hale W. Thurston1, Haynes C. Goddard, David Szlag and Beth

Lemberg, 2003, Controlling Storm-Water Runoff with Tradable

Allowances for Impervious Surfaces, Journal of Water Resources

Planning and management 129, pp 409-418.

17. Idwan Suhardi & M. Syahril B. K., “Current Status Of Early Tsunami

Detection In Indonesia Workshop On Socio-Technical Aspects OfCost

Effective, Sensor-Based Infrastructure For Tsunami Monitoring And

Detection University Of California, Berkeley, November 16-17, 2006

18. Idwan Suhardi and M. Syahril B. K, “Limitation of Existing Tsunami

Early Warning System in Indonesia”, exploratory workshop on Sensor

Based Infrastructure for Early Tsunami Detection, University of

Pittsburg and NSF of USA, Maui, Hawaii February 9-10, 2006.

19. J, Wiewiora, “Involvement of Civil Engineers in Politics”, The

American Society of Civil Engineers Journal of Professional Issues in

Engineering Education and Practice,April 2005, Volume 131, No. 2

A micro-computer package for the simulation of one dimensional

unsteady flow and water quality in open channel system

20. JICA, The Study on Comprehensive River Water Management Plan in

Jabotabek, 1997

21. T Koike, Climate Change Adaptation Program, White Paper of AWCI

Meeting, Tokyo University (1010)

22. Kuichling E, 1889, The Relation beetween rainfall and the discharges

of sewers in populous district, transaction ofASCE vol 20, pp 1-56.

23. Lenny Bernstein et al, 2007, Summary for Policymakers, Synthetis

Report on Climate Change, Intergovernmental Panel on Climate

Change.

24. M Syahril BK, Dedi T,, Bagus, Farid, Evaluation Study of Central

Jakarta Flood Control System, Jurnal Teknik Sipil, Vol.14 No.1, Januari

2007.

25. M. Syahril B. K (2007), “Water Resources Infrastructures Management

in Indonesia”, Workshop on Infrastructure, UI-ITB-UGM, University

Indonesia, Jakarta.

26. M. Syahril B. K (2007), “The Role of Engineers in Disaster Risk

Reduction", International Symposium on Social Management System

2007, Yichang Hubei, China, Kochi Univ-Tsing Hua Univ, March 9-

11th, 2007.

27. M. Syahril B. K. (2006), “Flood Disaster Management in Indonesia”,

International Workshop on Disaster, Kalshure Univ-ITB, Bandung.

28. M. Syahril B. K., “ An Approach of a Proper Disaster Management”,

International Symposium on Management System for Disaster

Prevention 2006 (ISMD06), Kochi University, Kochi Japan, March 9-11,

2006.

29. M. Syahril B. K., “Risk Management Techniques for Recovery Program

Page 43: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201170 71

on Sumatra Earth Quake and Tsunami“, Training session on

Mitigation Strategy for Mega-Urban Earthquake Disaster”, Kobe

University-JICA, October 10th- November 25th 2005.

30. M. Syahril B. K., Dedy T, M. bagus & M. Farid (2006), Evaluation Study

of Hydraulic Characteristic of Jakarta Flood Control System under the

Flood Hydrograph generated by Well Distributed Rain Fall, Journal

Teknik Sipil ITB.

31. M. Syahril B.K & I. Wayan Sengara, “The impact of the Great Sumatera

Earthquake and Tsunami on the future ofAceh’s development”, World

conference on Disaster Mitigation, Special Session of EMI-UNESCO,

Kobe, 2005.

32. M. Syahril B.K, ITB Involvement In The Recovery and Reconstruction

of Banda Aceh From The Tsunami, Presented on The International

Workshop March 7 - 8, 2006, Kobe University - Kobe, Japan

33. Martin W. et al, Hydrology Quantity and Quality Control, Wiley, 1997.

34. Mulvaney, T.J, 1851, On the Use of Self Registering Rain and flood

Gauges, Inst. Civ. eng. (Ireland) Trans., vol. 4, no. pp. 1-8.

35. Myron B Fiering and Barbara B. Jackson, Synthetic Streamflows, Mc

Gregor & Werner Inc, Washington DC, 1971, 1971

36. NEDECO,

, DPU Jakarta,1973

37. Oemar Handoyo et al (2009), Suport for water scarcity in

Randublatung district of Blora Regency, Central Java Island,

Indonesia, LPPM ITB.

38. Parkin, G., O’Donnell, G., Ewen, J., Bathurst, J.C., O’Connell, P.E.,

Lavabre, J., 1996. Validation of catchment models for predicting land-

MASTERPLAN for DRAINAGE and FLOOD CONTROL of

JAKARTA

use and climate change impacts. 1. Case study for a Mediterranean

catchment. J. Hydrol. 175, 595–613.

39. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Flood

simulation in Jakarta west control system, Bandung Jawa Barat, 2002

40. Ranzi, R., Bochicchio, M., Bacchi, B., 2002. Effects on floods of recent

afforestation and urbanisation in the Mella River (Italian Alps).

Hydrol. Earth Syst. Sci. 6 (2), 239–253.

41. Rommy M, 2007, The effectiveness of reservoir development in the

upper Ciliwung River for reducing flood discharge in Jakarta, Master

Thesis, Civil Engineering Department of ITB.

42. Sherman, L.K., 1932, "Stream Flow from Rainfallby the Unit-Graph

Method", Eng. News-Rec, vol 108, pp. 318-333.

43. Slobodan P. Simonovic, M.ASCE,1 and Lanhai Li, 2003, Methodology

for Assessment of Climate Change Impacts on Large-Scale Flood

Protection System, Journal Of Water Resources Planning And

Management 129, Pp 361-371.

44. Snyder, F.F, 1938, "Synthetic Unit Hydrograph", Trans. AGU, vol. 19,

pp. 447-454.

45. Steven E. Yochum, P.E.1; Larry A. Goertz, P.E.2; and Phillip H. Jones,

P.E., M.ASCE3, Case Study of the Big Bay Dam Failure: Accuracy and

Comparison of Breach Predictions, Journal of Hydraulic,ASCE

46. Syamsul Maarif, 2006, The Implementation of regional development

in Central Java Province, Ministry of UnderdevelopedArea.

47. UNDP (2005), Country Programme for Indonesia in 2005-2010.

48. United Nation Development Assistance (2006), Frame work

Indonesia.

Page 44: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

CURRICULUM VITAE

Nama: MUHAMAD SYAHRIL BADRI KUSUMA

Lahir di : Surabaya

Tanggal : 22 April 1958

Nama Istri : Harkunti Pertiwi Rahayu

Nama Anak : Muhammad Wisnu Badri Dewantoro

NIP : 131 571 038 / 195804221986011002

Divisi Riset : KK Teknik Sumberdaya Air, FTSL ITB

Alamat Kantor : Jalan Ganesha 10, Bandung, 40132

1. RIWAYAT PENDIDIKAN:

2. RIWAYAT PEKERJAAN:

1. S1 (Ir.) Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, 1984.

2. S2 (DEA) Fluid Dynamic, Ecole Centrale de Nantes, Perancis,

1990.

3. S3 (Dr.) Fluid Dynamic, Ecole Centrale de Nantes, Perancis, 1993.

1. Kepala Laboratorium: Fluida dan Hidrodinamika PAU

1994–1997, Kelautan 1995–1998 dan Uji Hidraulik 1998–2000.

2. Ketua Kelompok Keahlian Manajemen Sumberdaya Air ITB, 2001

– 2005.

3. Sekretaris Bidang Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian

72 73

49. Wayan Sengara, M. Syahril B. K. & Hamzah Latief (2006), “Earthquake

and Tsunami Microzonation in Meurexa Distric, Banda Aceh City,

International Workshop on Great Sumateran Earthquake and

Tsunami, UNSYIAH University, BandaAceh.

50. Yeshewatesfa Hundecha, Andra´s Ba´rdossy, 2004, Modeling of the

effect of land use changes on the runoff generation of a river basin

through parameter regionalization of a watershed model, Journal of

Hydrology 292, pp 281-295.

Page 45: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011 7574

Masyarakat (LPPM) ITB, 2001 – 2003.

4. Wakil Ketua LPPM ITB, 2003 – 2004 dan Ketua LPPM ITB, 2004 –

2005.

5. Staf Ahli Kerjasama Penelitian : WRLM/LPPM ITB, 2005 – 2007,

WRRIM/LPPM ITB, 2007 – 2008 dan WRRI 2010.

1. , Harkunti P. R. dan Hadi K, 2009, Studi

Pengembangan Peta Resiko Banjir: Studi Kasus pada Kelurahan

Bukit Duri Jakarta, Riset ITB.

2. dan Hadi K, 2009, The Development of A

Distributed Runoff Model for Flood Warning, Research Grant of

Asahi Glass Fondation.

3. , M. Cahyono dan Hadi K, 2009, Studi Karakteristik

Angkutan Sedimen Akibat Tailing di Sungai, Program Hibah

Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch I DIKTI.

4. Harkunti PR, , Anin, Inin, M. Bagus, M. Farid,

2008, The Development of Flood Risk Assessment Map in Sub-sub

District of Bukit Duri and Kebon Baru of Jakarta City, PROMISE

(Program for Hydro-Meteorological Risk Mitigation in Secondary

Cities inAsia), LPPM-ADPC-USAID.

5. , M. Bagus, M. Farid, Iwan K dan M. Cahyono, 2007

– 2008, Kajian Model Matematik Aliran Permukaan Akibat

3. RIWAYAT PENELITIAN:

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K

M. Syahril B. K

M. Syahril B. K

Rambatan Banjir Pada Suatu Lahan, Hibah Pasca Sarjana-HPTP V

DIKTI.

6. M. Cahyono, Hadi K, 2007, 2008 dan 2010, Studi

Karakteristik Hidraulik dan Sedimentasi Sungai ModADA, PSLH

ITB.

7. , M. Cahyono, Hadi K dan Hendra, 2006, Studi

Pemodelan Aliran Turbulen Pada Bangunan Terjun (Backward

Stepping Flow), Riset ITB.

8. M. Farid, M.Bagus, Hadi K, Tia S, Rasmiaditya S,

Arno A.K., 2007 - 2010, Perlindungan Pilar Jembatan Bagi

Pembangunan Jalur KeretaApi Dari Bahaya Gerusan dan Banjir.

9. Wayan Sengara, dan Hamzah Latief, Studi

Mikrozonasi Gempa dan Tsunami Meureksa, BRR.

10. Louise Comfort, D. Mosse, and T. Znati, Harkunti PR,

and Idwan Suhardi, 2005-2007, Exploring the Dynamic

Interaction among Physical, Constructed, and Organizational

Systems in the Great Sumatran Earthquake and Tsunami Disaster

on 26 December 2004, Small Grant for Exploratory Research

(SGER) of National Science Foundation (NSF).

11. Rani, Anom dan M. Cahyono, 2005 – 2006,

Modeling Reservoir Water Quality Based on Kappa Epsilon

Model,Asahi Glass Foundation.

12. Dance K, , M. Bagus dan M. Farid, 2005, Pemodelan

M. Syahril B. K,

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K,

M. Syahril B.K

M. Syahril

B. K

M. Syahril B. K,

M. Syahril B.K

Page 46: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201176 77

Hubungan Hujan Dan Aliran Permukaan Pada Suatu DAS

Dengan Metode Beda Hingga, Riset ITB.

13. Hernawan dan , 2005, Studi Kurva Hidrograf

Aliran dalam Pengendalian Banjir, Riset KK ITB.

14. Iwan K, dan Dantje K, 2005, Pemodelan Rainfall-

Runoff-Sediment denganArtificial Neural Network, Riset ITB.

15. Penelitian Kelautan mengenai Breakwater (2007-2008), Tsunami

(2006-2007), Morfologi Muara (2005-2006) dan Sedimentasi

Pelabuhan (2005-2006).

16. 1993, Etude Experimentale D’Un Ecoulement

Turbulent En Aval D’Une Mache Descendate: Cas D’Un Jet

Parietal Et De La Couche Limite, PhD Thesis, Ecole Centrale de

Nantes.

17. , 1992, Profil des Vitesses Moyenes d’une

Ecoulement au Passage d’une Marche Descendante, Premier

collogue des Etudiant doctorants des Ecoles Central de Nantes,

Nantes.

1. ., Rani A., Anom and M. Cahyono, 2009,

Development Study of Turbulen?-e Model For Recirculation Flow

III : Two Dimension Recirculation Flow in ARecervoir, ITB Journal

of Engineering Science, Vol 41 No.I, hal 1-17.

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K,

M. Syahril B. K

4. PUBLIKASI (JURNAL, PROSIDING DAN SEMINAR):

M. Syahril BK

2. , Ibnu Syabri, Edy Soewono, M Cahyono, Rani A

and Anom H, 2009, The Application of Two Dimension

Mathematical Model for Assessing Water Quality Distribution of

Jatiluhur Reservoir, International Symposium on Society Social

Management System (SSMS) 2009, Kochi Japan Organized by

Kochi University Japan, 5 - 7 March.

3. , M Bagus and M. Farid, 2008, Numerical Model

Study of Two Dimension Flow Generated by a Dam Break,

Proceeding of International Conferences on Earthquake

Engineering and Disaster, ICEED.

4. . , 2008, The Environmental Issue in Infrastructure

Development Program: a Case Study in Indonesia as a Developing

Country, International Conferences on Social Management

System for Infrastructure and Environment (ISMS2008), Kochi

University, Kochi, Japan, 6-9 March.

5. 2008, The Development of Flood Control System

in Jakarta, International Conferences on Social Management

System (SMS) 2008, Kochi University, Kochi, Japan, 6-9 March.

6. 2007, An Approach for developing a Sustainable

Flood Control System in Indonesia, Proceeding of 1st IRSA

Conferences, Bandung.

7. . , 2007, Engineer’s Responsibility to Risk

Management toward Future Sustainable Development,

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K

M. Syahril B.K,

M. Syahril B. K. ,

M. Syahril B.K

Page 47: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

International Conferences on Social Management System (SMS)

2007 for Disaster Management (ISMD07), Three Gorges Dam,

Yichang, China, Organized by Kochi University Technology and

Tsing Hua University, China, 9-11 March.

8. ., Rani H, Hadi K and M. Cahyono, 2007, Studi

Pengembangan Model Turbulen ?-e untuk Sirkulasi Arus II:

Aliran Turbulen Dua Dimensi pada Saluran Ekspansi, Proc.

(journal) ITB Sains & Tek. Vol. 39A, No. 1&2.

9. 2007, Water Resources Infrastructure

Management in Indonesia, Proceeding of National Conferences

on Infrastructur, Organized by UI-ITB-UGM, Jakarta, October

25th.

10. Dance k, M. Farid and M. Bagus, 2007, Pemodelan

2 Dimensi Aliran Permukaan Akibat Hujan Dengan Metoda Beda

Hingga, Proc. ITB Sains & Tek. Vol.39ANo.1 & 2, p 97-123.

11. , Iwan dan Rommy, 2007, Kajian Model Matematik

Pengaruh Pemanfaatan Waduk Pada Kapasitas Sistem

Pengendalian Banjir Jakarta Wilayah Tengah, JTS ITB, Vol 14 No 4.

12. Dedi T, M. Bagus, M. Farid, 2007, Kajian Sistem

Pengendalian Banjir Wilayah Tengah DKI – Jakarta, Jurnal Teknik

Sipil, Vol.14 No.1 Januari.

13. ., Rani, Hendra, Hadi K and M. Cahyono, 2006,

Numerical Simulation of Two Dimensional Turbulent Flow in

M. Syahril B.K

M. Syahril B. K.,

M. Syahril B.K.,

M. Syahril B.K

M Syahril BK,

M. Syahril B.K

Division Box of an Irrigation Channel Based on ?-e Model,

Proceeding of International Conference on Fluid and Thermal

Energy Conversion, Jakarta, December 10th-14th.

14. , M. Bagus, M. Farid and Dance K, 2006,

Mathematical Model Study of 2D Overland Flow Generated by

Well Distributed Rain Fall on Catchment Area, Proceeding of

International conference on Fluid and Thermal Energy

Conversion, Jakarta, December 10th-14th.

15. . , 2006, An Approach of a Proper Disaster

Management, Proceeding of ISMD06, Kochi University, Kochi

Japan, March 9-11.

16. 2006, Flood Disaster Management in Indonesia,

International Workshop on Disaster, ITB-Karlsruhe University,

Bandung-Indonesia, March 3-5.

17. Iwan K, , Dance K and Sugeng S, 2006, Pemodelan

Curah Hujan-Limpasan-Sedimen Dengan Menggunakan

Jaringan Saraf Tiruan, Berkala Ilmiah Teknik Keairan, No 2 Tahun

13, Desember.

18. , Hang Tuah Salim dan Aditya Riadi G, 2006,

Kajian Model Angkutan Sedimen Pada DAS Serayu Berdasarkan

Model Matematik 1 Dimensi, Jurnal Teknik Sipil UNDIP, Vol 14

No. 3, Edisi XXXVI.

19. Hang Tuah Salim, and Nazili, 2006, Pemodelan

M. Syahril B.K.

M. Syahril B. K

M. Syahril B. K,

M. Syahril B.K

M. Syahril Badri K.

M. Syahril B.K

78 79

Page 48: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Hubungan Hujan Limpasan dan Kapasitas Erosi pada Suatu DAS

yang Masuk Ke Palung Sungai, Proceeding ITB Vol 38A, No.1.

20. Publikasi Kelautan mengenai Tsunami (2005-2008), Morfologi

Muara (2007) dan Penampungan Ikan (2008).

21. , 1992, Visualization of Backward Facing Step

Flows, Proc. Of Euromech 276, Dynamics of The Urban

Atmosphere, Nantes, Perancis.

22. 1993, Etude Experimentale D’Un Ecoulement

Turbulent En Aval D’Une Mache Descendate: Cas D’Un Jet

Parietal Et De La Couche Limite, PhD Thesis, Ecole Centrale de

Nantes.

23. 1992, Profil des Vitesses Moyenes d’une

Ecoulement au Passage d’une Marche Descendante, Premier

collogue des Etudiant doctorants des Ecoles Central de Nantes,

Nantes.

1. Anggota Asian Water Cycle Inisiative (AWCI) dari GEOSS), sejak

2010.

2. Anggota HimpunanAhli Teknik Hidraulik Indonesia, sejak 1986.

3. Anggota Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut ITB,

sejak 1997.

4. Anggota Capacity Building Unit of Tsunami Early Warning

M. Syahril B. K.

M. Syahril B.K,

M. Syahril B. K,

5. ANGGOTA ASOSIASI/PUSAT PENELITIAN:

System, sejak 2008.

5. Anggota dan Pendiri, International Forum of International

Construction Management Forum for Construction Management

Education and Research inAsia, sejak 2008.

1. Berkontribusi dalam satgas ITB bagi bencana Banjir, tsunami dan

gempa.

2. Berkontribusi dalam satgas ITB untuk pengembangan sistem

suplai air dan irigas bagi pengentasan kemisikinan Blora.

3. Anggota, Review Undang-undang Nasional Sumberdaya Air,

DPR RI, 2004-2006.

4. Kordinator, RAPID (University-Industrial Research Cooperaion),

DIKTI, 2003-2005.

5. Kordinator, Satgas ITB Pelaksanaan Kegiatan Kerjasama

Pendidikan Infrastruktur UI-ITB-UGM, 2006-2008.

6. Terlibat dalam berbagai program perencanaan bagi

pembangunan infrastruktur air sejak 1982 sampai sekarang

dengan kementrian PU, Pertanian dan PEMDA dll. Sebagai

contoh Dam Muara Rempang (1996).

6. RIWAYAT PENGABDIAN MASYARAKAT:

80 81

Page 49: Pidato ilmiah Prof Badri Kusu

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Majelis Guru Besar

Institut Teknologi Bandung

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 2011

Prof. Muhamad Syahril Badri Kusuma

7 Januari 201182 83