Upload
nguyenkhuong
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2. KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
KOMPETENSI INTI :Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KOMPETENSI DASAR :3.2. Menganalisis permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia
4.2. Menyajikan hasil analisis masalah ketenagakerjaan di Indonesia
PETA KONSEP
KATA KUNCI
1 Ketenagakerjaan 8 Jenis-jenis Tenaga Kerja 2 Usia Kerja 9 Peningkatan Kualitas Kerja 3 Jumlah penduduk 10 Pemagangan4 Angkatan Kerja 11 Sistem Upah 5 Tingkat Partisipasi Angkatan kerja 12 Penetapan UMR6 Kesempatan Kerja. 13 Pengangguran 7 Pasar Tenaga Kerja. 14 Tingkat Pengangguran
TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat:
1. Mendeskripsikan Pengertian ketenagakerjaan, kesempatan kerja, tenaga kerja
dan angkatan kerja
2. Mendeskripsikan Pasar Tenaga Kerja.
3. Mendeskripsikan Jenis-jenis Tenaga Kerja
4. Mendeskripsikan Upaya Peningkatan Kualitas Kerja
5. Mendeskripsikan Sistem Upah Yang Berlaku Di Indonesia
6. Mendeskripsikan Pengangguran
PENDAHULUAN
Tampak pencari kerja di sedang antri di melamar pekerjaan. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat sampai Februari 2013, jumlah total
pengangguran di Indonesia mencapai 7,17 juta orang dan 360 ribu orang
diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi.
Setelah mengamati gambar dan ilustrasi diatas. Pertanyaan-pertanyaan
apakah yang akan muncul dari diri anda. Dari pertanyaan-pertanyaan yang
muncul cobalah dijawab menurut anda sendiri. Jika anda ingin mengetahui lebih
banyak tentang jawabannya bacalah pengembangan konsep di bawah ini.
PENGEMBANGAN KONSEPSalah satu persoalan sulit sebagaimana sering dihadapi oleh pemerintah di
berbagai negara adalah penyediaan kesempatan kerja bagi penduduknya. Itulah
mengapa keberhasilan pemerintah dari suatu negara sering diukur dari
kemampuannya dalam menyediakan lapangan kerja atau menekan tingkat
penggangguran bagi penduduknya. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor
produksi yang penting, bukan hanya karena peranannya pada proses produksi, tetapi
juga karena menyangkut kesejahteraan masyarakat. Selain itu, untuk menciptakan
suasana mencari kerjaSumber gambar: http://mas-bhen.do.am
hasil produksi perlu keterpaduan antara tenaga kerja atau angkatan kerja dan
kesempatan kerja.
Pada bab ini kita akan membahas tentang Pengertian penduduk, ketenaga
kerjaan, kesempatan kerja, tenaga kerja dan angkatan kerja, Upaya meningkatkan
kualitas tenaga kerja, Sistem upah dan Pengangguran di Indonesia.
A. Pengertian ketenagakerjaan, kesempatan kerja, tenaga kerja dan angkatan kerja
Ketenagakerjaan berasal dari kata tenaga kerja, yang dalam Pasal 1
angka 2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.” Sedangkan pengertian dari ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal
1 angka 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah
“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”
Apabila kita cermati semua permasalahan dalam ketenagakerjaan, maka
kita akan menemukan hubungan yang saling berkaitan antara jumlah penduduk,
angkatan kerja, kesempatan kerja, dan pengangguran, hubungan tersebut
tampak seperti pada peraga 2.1.
Peraga 2.1. Hubungan antara Penduduk, Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Pengangguran
Tenaga Kerja. Tenaga Kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia
kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja,
mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka
yang mengurus rumah tangga. Penduduk yang bersekolah dan mereka yang
mengurus rumah tangga termasuk tenaga kerja, karena secara fisik golongan ini
mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
Usia Kerja. Usia Kerja merupakan tingkat umur seseorang yang
diharapkan dapat bekerja dan memperoleh pendapatan. Usia kerja ini sejak
Sensus Penduduk 2000 (SP2010) dan sesuai dengan ketentuan internasional,
dan Undang-Undang Wajib Belajar 9 Tahun diberlakukan, adalah penduduk
yang berusia 15 tahun atau lebih. Di luar batas tingkat umur ini disebut sebagai
penduduk di luar usia kerja, seperti anak-anak dan penduduk usia lanjut. Usia
kerja di Indonesia semula berkisar antara 10 sampai 55 tahun. Mungkin ini
disebabkan karena anak anak di Indonesia, terutama di pedesaan, sudah
bekerja pada umur yang sangat muda. Meskipun demikian,
Lalu berapa banyak jumlah tenaga kerja Indonesia saat ini? Untuk
menghitung besarnya jumlah tenaga kerja dapat dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh penduduk usia kerja (15 tahun keatas) dalam suatu
negara. Angka tersebut biasanya didapatkan dari Sensus Penduduk (terakhir
sensus penduduk tahun 2010), Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas),
dan Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas), Berdasarkan data pada tabel
3.1 kita dapat mengetahui bahwa jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas
menurut jenis kegiatan dari tahun 2011 terus mengalami kenaikan hingga bulan
Februari 2013 tercatat sebesar 175,10 juta jiwa.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 menurut hasil Sensus
Penduduk 2010 (SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia
pada Mei 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari laki- laki
sebanyak 119.630.913 orang dan perempuan sebanyak 118.010.413 orang
(Tabel 5.1). Jumlah itu tersebar di 33 provinsi dimana sekitar 57 persen dari
jumlah penduduk tersebut tinggal di Pulau Jawa. Adapun laju pertumbuhan
penduduk diproyeksikan sebesar 1,49 persen per tahun. Artinya, setiap tahun
jumlah populasi membengkak 3,5 juta hingga 4 juta orang,”, dan tahun 2013
jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 242,013.80 jiwaPiramida penduduk Indonesia tahun 2010 termasuk tipe expansive,
dimana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda. Bagian
tengah piramida cembung dan bagian atas cenderung meruncing (lihat Grafik
2.1).
Grafik 2.1Piramida Penduduk Indonesia 2010
Sumber: Sensus Penduduk 2010
Beban ketergantungan merupakan perbandingan antara penduduk
tidak produktif (umur kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64 tahun) terhadap
penduduk produktif (umur 15-64 tahun) tahun 2010 sebesar 51,3. Setiap 100
orang umur produktif menanggung beban sekitar 51 orang umur tidak produktif.
Angka ketergantungan terus turun dibandingkan angka hasil sensus
penduduk sebelumnya (lihat Grafik 2.2). Ketika tahun 1971 sebesar 86,8 lalu
kondisi terakhir tahun 2010 sebesar 51,3. Artinya beban besar yg harus
ditanggung tiap pelaku ekonomi (pengusaha, profesional, pedagang dll) atau
pembayar pajak di negeri ini untuk membantu mereka yg dibawah garis
kemiskinan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Grafik 2.2
Rasio Ketergantungan Penduduk Indonesia, 1971−2010
Selanjutnya dari jumlah penduduk sebanyak itu , berapakah yang
termasuk tenaga kerja? Untuk itu kita dapat menghitung tingkat persentase
tenaga kerja dengan cara membandingkan antara jumlah penduduk usia kerja
dengan total jumlah penduduk seperti rumus berikut ini:
Tabel 2.1Penduduk Berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan tahun, 2011 – 2013
(Juta orang)Jenis Kegiatan 2011 2012 2013
FebruariAgustu
sFebruari
Agustus
Februari
1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 170,66 171,76 172,87 173,93 175,10
2 Angkatan Kerja 119,40 117,37 120,42 118,05 121,19
a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(%) 69,96% 68,34% 69,66% 67,88% 69,21%
b. Bekerja 111,282 109,670 112,803 110,808 114,021
c. Penganguran Terbuka *) 8,118 7,700 7,614 7,245 7,171
d. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 6,80% 6,56% 6,32% 6,14% 5,92%
3 Bukan Angkatan Kerja 51 257 54 386 52 449 55 874 53 907
a. Sekolah 13,944 13,104 14,308 14,085 14,972
b. Mengurus Rumah Tangga 30,006 32,890 31,448 33,629 32,186
c. Lainnya 7,307 8,391 6,693 8,160 6,749
*) Pengangguran Terbuka : Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha, Merasa
Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum dimulai
Sumber :BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dimodifikasi
Angkatan Kerja. Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai
pekerjaan, baik sedang bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja
karena suatu sebab, seperti petani yang sedang menunggu panen/hujan,
pegawai yang sedang cuti, sakit, dan sebagainya. Di samping itu, mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan
dapat pekerjaan atau bekerja secara tidak optimal disebut pengangguran.
Bukan Angkatan Kerja. Bukan angkatan kerja adalah mereka yang
sedang bersekolah, pengurus rumah tangga tanpa mendapat upah, lanjut usia,
cacat jasmani dan sebagainya, dan tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat
dimasukkan ke dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja, atau mencari
pekerjaan. Untuk bulan Februari 2013 tercatat sebesar 53.9 juta jiwa yang terdiri
atas penduduk yang masih sekolah 14,9 juta jiwa, Mengurus rumah tangga 32,2
juta jiwa dan lainnya sebesar 6,7 juta jiwa.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 121,2
juta orang, bertambah sebanyak 3,1 juta orang dibanding angkatan kerja
Agustus 2012 sebanyak 118,1 juta orang atau bertambah sebanyak 780 ribu
orang dibanding Februari 2012. Adapun jumlah penduduk yang bekerja di
Indonesia pada Februari 2013 mencapai 114,0 juta orang, bertambah sebanyak
3,2 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2012 sebanyak 110,8 juta
orang, atau bertambah 1,2 juta orang dibanding keadaan Februari 2012.
Keadaan ketenagakerjaan terus membaik ditandai oleh penurunan jumlah
penganggur. Pada Februari 2013 jumlah penganggur mencapai 7,17 juta orang,
mengalami penurunan sebanyak 70 ribu orang jika dibanding keadaan Agustus
2012, dan mengalami penurunan sebanyak 440 ribu orang jika dibanding
keadaan Februari 2012.
Gambar 2.1 Pelamar kerja
Sumber : Tribunnews.com
Tingkat Angka Partisipasi Angkatan kerja (TPAK). TPAK adalah
Indikator ketenagakerjaan yang sering digunakan untuk mengukur besarnya
jumlah angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja) berbanding dengan penduduk
usia kerja (15 tahun keatas) atau disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) atau Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK). Indikator ini bermanfaat
untuk mengetahui bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau
berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan
jasa, dalam kurun waktu tertentu.
Penghitungan APAK dapat dilakukan dengan membandingkan antara
jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dengan jumlah penduduk
yang termasuk dalam usia kerja.
Berdasarkan data pada tabel 3.1, pada kondisi Februari 2013 diamana
jumlah angkatan kerja tercatat sebesar 121,19 dan jumlah penduduk berumur 15
tahun ke atas sebesar 175,10, maka besarnya TPAK adalah 69,21%. Semakin
tinggi TPAK menunjukkan semakin besar bagian dari penduduk usia kerja yang
sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif
yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu.
Gambar 2.2 Pelamar kerja
Kesempatan Kerja. Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan
tenaga kerja. Sementara itu, kebutuhan akan tenaga kerja itu dapat disebut
sebagai kesempatan kerja (demand for labor). Selain itu, kesempatan kerja juga
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya
lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari kerja.
Dari kedua definisi tersebut maka kesempatan kerja dapat juga diartikan
sebagai permintaan akan tenaga kerja atau seberapa banyak tenaga kerja yang
terserap ke dalam dunia kerja. Semakin meningkat pembangunan, semakin
besar pula kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini berarti semakin besar pula
permintaan akan tenaga kerja. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk,
semakin besar pula kebutuhan akan lowongan pekerjaan (kesempatan kerja).
Untuk menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat, pemerintah terus
berupaya meningkatkan perluasan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan.
Salah satu kebijakan di bidang kesempatan kerja adalah pemerataan
kesempatan kerja.
Gambar 2.3 Pelamar kerja
Ilustrasi : penerbit
B. Pasar Tenaga Kerja.Pasar tenaga kerja adalah keseluruhan aktivitas yang mempertemukan
penawaran tenaga kerja pencari kerja) dengan permintaan tenaga kerja
(lowongan kerja). Penawaran tenaga kerja datang dari sektor rumah tangga.
Sementara itu, permintaan tenaga kerja datang dari perusahaan atau unit-unit
usaha dan kantor- kantor pemerintah
Proses mempertemukan pencari kerja dan lowongan pekerjaan ternyata
memerlukan waktu lama. Ini terjadi antara lain karena baik pengusaha maupun
pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang tidak lengkap mengenai
kondisi pencari kerja dan kondisi perusahaan. Semakin terbatas informasi yang
diketahui oleh masing-masing pihak, semakin lama proses mempertemukan
pencari kerja dan lowongan kerja. Sebelum seseorang memutuskan untuk
menerima atau tidak menerima suatu lowongan pekerjaan, seseorang tersebut
seringkali berusaha memperoleh informasi yang benar-benar perlu. Berikut
adalah sejumlah informasi sebagaimana dibutuhkan oleh pencari kerja.
a. Jenis usaha dan gambaran umum dari perusahaan di mana lowongan
pekerjaan itu berada.
b. Kecocokan pekerjaan tersebut dengan pendidikan atau latar belakang si
pencari kerja.
c. Tingkat upah atau gaji dan lingkungan pekerjaan.
d. Keuntungan-keuntungan lain di luar gaji fringe benefits), seperti tunjangan
kesehatan, hari tua, libur, dan lain-lain.
e. Prospek masa depan seperti kemungkinan naik pangkat, kesempatan
menjadi anggota pimpinan, kesempatan latihan di dalam dan luar negeri.
Begitu pula dengan perusahaan. Setiap perusahaan tentu mencari
sejumlah calon yang paling tepat untuk mengisi lowongan yang ada. Sebelum
memutuskan untuk erekrut pegawai atau karyawan baru, perusahaan seringkali
mempertimbangkan dan memerlukan sejumlah berkaitan dengan kondisi si
pelamar tersebut. Informasi itu antara lain sebagai berikut.
1. jenis dan tingkat pendidikan calon.
2. keahlian khusus yang dimiliki calon.
3. kejujuran, sikap, dan penampilan.
4. pengalaman kerja.
5. kesehatan.
Di Indonesia, penyelenggaraan bursa tenaga kerja ditangani oleh
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). Orang-orang atau lembaga-lembaga
yang membutuhkan tenaga kerja dapat melapor ke Depnaker dengan
menyampaikan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan beserta
persyaratannya. Kemudian Depnaker akan mengumumkan kepada masyarakat
umumnya tentang adanya permintaan tenaga kerja tersebut.
Gambar 2.3 Pasar Tenaga Kerja
Fungsi dan Manfaat Pasar Tenaga Kerja. Bursa tenaga kerja
mempunyai fungsi yang sangat luas, baik dalam sektor ekonomi maupun sektor-
sektor yang lain. Fungsi Pasar Tenaga Kerja yaitu :
Sebagai Sarana Penyaluran Tenaga Kerja,
Sebagai sarana untuk mendapatkan informasi tentang ketenagakerjaan,
Sebagai sarana untuk mempertemukan pencari kerja dan orang atau lembaga
yang membutuhkan tenaga kerja,
Manfaat adanya bursa tenaga kerja yaitu :
Dapat membantu para pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan sehingga dapat
mengurangi penggangguran,
Dapat membantu orang-orang atau lembaga-lembaga yang memerlukan tenaga
kerja untuk mendapatkan tenaga kerja,
Dapat membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan,
C. Jenis-jenis Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung
maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga
kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi
tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh
tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan
kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.
Gambar pasar tenaga kerja
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja terbagi atas 4 (empat) golongan,
antara lain sebagai berikut :
1. Tenaga Kerja Terdidik. Yaitu tenaga kerja yang memiliki kelebihan dengan
mengikuti pendidikan formal yang diselenggarakan oleh negara maupun swasta.
Golongan tenaga kerja seperti ini biasanya memiliki surat / ijazah yang telah
diakui. Contohnya pekerjaan guru harus memiliki ijazah pendidikan kuliah di
perguruan tinggi keguruan. Pekerjaan dokter harus memiliki ijazah pendidikan
kedokteran dari perguruan tinggi resmi.
2. Tenaga Kerja Terlatih. Yaitu tenaga kerja yang memiliki kelebihan dengan
mengikuti kepelatihan-kepelatihan yang diselenggarakan oleh negara maupun
swasta atau lembaga-lembaga tenaga kerja. Contohnya pekerjaan baby sister,
pekerjaan mekanik bengkel dan tukang potong rambut profesional. Mereka
mendapatkan pekerjaan setelah memiliki ketrampilan yang terlatih dengan baik.
3. Tenaga Kerja Terdidik dan Terlatih. Yaitu tenaga kerja yang memiliki kelebihan
selain mengikuti pendidikan resmi juga memiliki ketrampilan lain yang
menunjang dalam pekerjaan. Sebagai contoh seorang calon tenaga kerja yang
memiliki ijazah dari perguruan tinggi namun juga memiliki keahlian menguasai
komputer dan perakitannya. jenis tenaga kerja seperti inilah yang paling banyak
dibutuhkan dalam suatu perusahaan.
4. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih. Yaitu tenaga kerja yang tidak
memiliki ketrampilan maupun pendidikan, akan sangat sulit mendapatkan
pekerjaan. Selain kurang berpengalaman, tenaga kerja golongan ini juga
membebani perusahaan apabila dipekerjakan.
Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja
rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang
menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. yang produktif dalam proses produksi.
Misalnya manajer, guru, editor, konsultan, dan pengacara. Sementara itu,
tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik
dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.
D. Upaya Peningkatan Kualitas Kerja Terdapat kecenderungan pada lapangan kerja sektor modern untuk
hanya menerima angkatan kerja yang siap kerja atau siap pakai dan
berpengalaman untuk menjadi karyawannya. Sementara itu, angkatan kerja
muda tamatan sekolah menengah ataupun perguruan tinggi pada umumnya
belum mempunyai kesiapan dan pengalaman. Situasi semacam ini
mengakibatkan sejumlah angkatan kerja muda tamatan sekolah menengah
ataupun perguruan tinggi menjadi pengangguran. Perhatikan pengangguran
terbuka menurut pendidikan dan jenis kelamin tahun 2011-2013 pada Tabel 3.2.
Tabel 2.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) MenurutPendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2011–2013 (persen)
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
2011 2012 2013
Februar
i
Agustu
s
Februar
i
Agustu
s
Februar
i
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. SD kebawah 3,37 3,56 3,69 3,64 3,61
2. Sekolah Menengah Pertama 7,83 8,37 7,80 7,76 8,24
3. Sekolah Menengah Atas 12,17 10,66 10,34 9,60 9,39
4. Sekolah Menengah Kejuruan 10,00 10,43 9,51 9,87 7,68
5. Diploma I/II/III 11,59 7,16 7,50 6,21 5,65
6. Universitas 9,95 8,02 6,95 5,91 5,04
Jumlah 6,80 6,56 6,32 6,14 5,92
Sumber :BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dimodifikasi
Selain masalah kesiapan dan pengalaman di atas, rendahnya mutu kerja
tidak hanya mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja dan penghasilan,
tetapi juga menyulitkan pengolahan sumber daya alam yang melimpah.
Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan komparatif di bidang sumber daya
alam, baik sumber daya yang berada di darat maupun di laut dan jumlah tenaga
kerja. Sayangnya, mutu tenaga kerja Indonesia secara umum belum memadai,
sehingga perlu ditingkatkan supaya jumlah tenaga kerja yang besar itu
benarbenar dapat menjadi kekuatan efektif dalam pembangunan.
Upaya untuk meningkatkan mutu dan kemampuan tenaga kerja tidak
hanya berkaitan dengan umlah angkatan kerja yang perlu dididik dan dilatih,
akan tetapi juga berkaitan dengan kesesuaian antara hasil pendidikan dan
latihan dengan permintaan lapangan kerja dan persyaratan kerja. Pendidikan
formal, baik yang bersifat umum maupun kejuruan, merupakan jalur yang sangat
penting untuk membangun dan mengembangkan pengetahuan, bakat,
kepribadian, sikap mental, kreativitas, penalaran, dan kecerdasan seseorang.
Pendidikan formal itu merupakan pondasi penting untuk membangun mutu
sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain melalui pendidikan
formal, peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat juga dilakukan melalui
pendidikan nonformal. Upaya-upaya untuk meningkatkan mutu tenaga kerja
melalui pendidikan nonformal antara sebagai berikut.
1. Latihan Kerja. Latihan kerja merupakan proses pengembangan keahlian dan
keterampilan kerja yang langsung dikaitkan dengan pekerjaan dan persyaratan
kerja. Dengan kata lain, latihan kerja berkaitan erat dengan pengembangan
profesionalisme tenaga kerja. Terkait dengan peningkatan mutu tenaga kerja,
latihan kerja dapat berfungsi sebagai suplemen ataupun komplemen terhadap
pendidikan formal. Sistem Latihan Kerja Nasional sebagaimana telah ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja memberikan pedoman dan arahan untuk
pengembangan jalur latihan kerja, baik yang dilakukan oleh lembaga latihan
kerja maupun oleh perusahaan. Upaya-upaya pemerintah dalam melaksanakan
latihan keterampilan antara lain dilakukan melalui Balai Latihan Kerja (BLK).
Kursus dan Balai Latihan Kerja ini bertujuan untuk memberikan keterampilan dan
emampuan kepada pengikut kursus, baik untuk mengisi berbagai macam
lowongan kerja di masyarakat yang menuntut berbagai macam kemampuan dan
keterampilan tertentu, maupun kemampuan dan keterampilan untuk kerja
mandiri, seperti usaha kerajinan, perbengkelan, dan lain sebagainya. Begitu
keterampilan tersebut diperoleh, para pencari kerja dapat memenuhi
persyaratan- ersyaratan khusus sebagaimana dituntut oleh dunia kerja. Selain
itu, latihan keterampilan juga dapat dilakukan melalui kursus-kursus keterampilan
sebagaimana banyak diselenggarakan oleh masyarakat.
2. Pemagangan. Pemagangan adalah latihan kerja langsung di tempat kerja. Jalur
pemagangan ini bertujuan untuk memantapkan profesionalisme yang dibentuk
melalui latihan kerja. Dengan bimbingan dan pengalaman yang terus-menerus
dalam dunia kerja maka profesionalisme tenaga kerja akan dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan keterampilan yang dipelajari selama magang pada
suatu perusahaan.
3. Perbaikan Gizi dan Kesehatan. Perbaikan gizi dan kesehatan perlu dilaksanakan untuk mendukung
ketahanan kerja dan kemampuan belajar (kecerdasan) alam menerima
pengetahuan baru dan meningkatkan semangat kerja. Selain itu, peningkatan
kemampuan teknis melalui jalur-jalur pengembangan sumber daya manusia
perlu diupayakan agar tercipta manusia berkualitas dengan ciri taat menjalankan
agama, toleran dan saling menghargai sesama manusia, berwawasan
kepentingan nasional, berbudi luhur, ulet, tangguh, cerdas dan terampil,
produktif, disiplin dan bertanggung jawab, inovatif, dan berpandangan jauh ke
depan.
E. Sistem Upah Yang Berlaku Di Indonesia Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah
sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
per Kapita sebagai proksi (tingkat pencapaian) dari tingkat kemakmuran, dengan
kata lain berbasiskan angka Kehidupan hidup layak (KHL) dan tingkat inflasi.
Sistem pengupahan di Indonesia juga mendasarkan penentuannya
melalui mekanisme konsultasi tripartit dalam menetapkan upah minimum antara
wakil pengusaha, wakil pekerja dan wakil dari pemerintahan. Wakil pemerintahan
selain dalam fungsinya sebagai fasilitator dan mediator bila diperlukan pada
akhirnya akan juga berperan sebagai pengambil kebijakan sekaligus
mengesahkannya secara hukum.
Upah bagi pekerja merupakan hak yang harus diperoleh karena
nilai sumbangsihnya dalam proses produksi menciptakan nilai tambah. Upah
harus mencerminkan nilai jabatan yang dipangku seseorang di suatu organisasi
perusahaan dan organisasi-organisasi pada umumnya dalam suatu industri. Nilai
jabatan yang lebih tinggi akan memberikan besaran upah yang lebih tinggi.
Besarnya upah yang diterima seseorang atau perbedaan nilai jabatan harus
mencerminkan rasa keadilan dalam organisasi itu (equity) dan nilai jabatan yang
ada di pasar (kompetitif). Tidak ada kenaikan upah tanpa kenaikan nilai jabatan
kecuali bagi perusahaan yang mampu dapat melakukan penyesuaian atau
pemberian insentif untuk mempertahankan karyawan yang baik. Mekanisme
penyesuaian diatur dalam ketentuan perusahaan dengan mempertimbangkan
prestasi kerja yang telah dicapai secara individu
Tujuan pengupahan. Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja,
produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, khususnya bagi tenaga
kerja penerima upah dan gaji rendah merupakan sasaran bagi pelaksanaan
kebijaksanaan di bidang pengupahan. Dengan kebijaksanaan tersebut
diharapkan akan mempersempit perbedaan upah untuk jabatan yang sama, baik
antar wilayah, antar sektor maupun antar perusahaan.
Dalam rangka itu ketentuan upah minimum diberlakukan agar penetapan
upah berada di atas kebutuhan hidup minimum. Penetapan upah minimum
mencakup upah minimum regional, sektoral dan sub-sektoral yang sekaligus
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, meningkatkan
produktivitas serta mengupayakan pemerataan pendapatan dalam rangka
menciptakan keadilan sosial.
Penetapan UMR. Pemerintah telah resmi menandatangani Surat
Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri mengenai penetapan Upah Minimum
Regional (UMR). SKB ini intinya akan mengatur penetapan upah minimum
berdasarkan negosiasi bipartit antara manajemen dan buruh. Pemerintah kini
tidak lagi ikut campur dalam negosiasi UMR terutama dalam masa krisis global
karena kalau kondisi normal melakukan negosiasi tripartit.
Pemerintah, dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi
pekerja, perlu menetapkan upah minimum. Penetapan upah minimum itu antara
lain dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja,
tanpa mengabaikan meningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan, serta
perkembangan perekonomian pada umumnya.
Sebelum tahun 2000, Indonesia menganut sistem pengupahan
berdasarkan kawasan (regional) atau sering kita kenal sebagai Upah Minimum
Regional (UMR). Artinya, untuk kawasan yang berbeda, upah minimum yang
harus diterima oleh pekerja juga berbeda. Ini berdasarkan pada perbedaan biaya
hidup pekerja di setiap daerah. Akan tetapi, penentuan upah berdasarkan
kawasan ini masih dirasakan belum cukup untuk mewakili angka biaya hidup di
setiap daerah. Untuk itu pemerintah melakukan perubahan peraturan tentang
upah minimum.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom,
maka pemberlakuan Upah Minimum Regional (UMR) berubah menjadi Upah
Minimum Provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota. Dengan adanya
peraturan baru ini, provinsi-provinsi di Indonesia mulai menyeuaikan upah
minimum regional di daerah mereka.
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang.
Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat,
akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan
turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh
pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam provinsi
tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD
mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan.
Komponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah
minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Provinsi (UMP)
karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu provinsi. Selain itu
setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK).
Berikut Daftar Provinsi yang telah menetapkan Upah Minimum Provisini
UMP Tahun 2014 Terbaru berdasarkan data Kemenakertrans, antara lain:
Tabel 2.3. Upah Minimum Provisini UMP Tahun 2014
Propinsi 2014 Kenaikan 2013
1. Kalimantan Tengah Rp 1,723,970.00 11 % Rp 1,553,127.00
2. Kalimantan Barat Rp 1,380,000.00 30 % Rp 1,060,000.00
3. Jambi Rp 1,502,300.00 15,56 % Rp 1,300,000.00
4. Sulawesi Tenggara Rp 1,400,000.00 24,42 % Rp 1,125,207.00
5. Sumatera Barat Rp 1,490,000.00 10,37 % Rp 1,350,000.00
6. Bangka-Belitung Rp 1,640,000.00 29,64 % Rp 1,265,000.00
7. Papua Rp 1,900,000.00 11,11 % Rp 1,710,000.00
8. Bengkulu Rp 1,350,000.00 45 % Rp 930,000.00
9. NTB Rp 1,210,000.00 10 % Rp 1,100,000.00
10. DKI Jakarta Rp 2,441,301.00 9 % Rp 2,200,000.00
Sumber:http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/viewpdf.php?id=294
Sanksi bagi pelanggar. Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, pegusaha yang tidak membayarkan upah sesuai
ketentuan UMP dianggap sebagai pelaku kejahatan dengan ancaman sanksi
penjara dari satu hingga empat tahun dan denda minimal Rp100 juta dan
maksimal Rp400 juta.
UMP yang ditetapkan merupakan gaji pokok bagi pekerja yang masih
belum menikah dan punya masa kerja 0-12 bulan. Dalam hal komponen upah
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-
dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan
tunjangan tetap.
Apakah Anda mengetahui apa saja yang termasuk dalam komponen
upah?
Berikut adalah pengertian dari gaji pokok, tunjangan tetap dan tunjangan
tidak tetap menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-07/Men/1990
tentang Pengelompokan Upah dan Pendapatan Non Upah :
a. Gaji Pokok
Gaji pokok adalah adalah imbalan dasar (basic salary) yang dibayarkan
kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
b. Tunjangan Tetap
Tunjangan tetap adalah pembayaran kepada pekerja yang dilakukan
secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja atau
pencapaian prestasi kerja tertentu (penjelasan pasal 94 UU No. 13/2003).
Tunjangan tetap tersebut dibayarkan dalam satuan waktu yang sama
dengan pembayaran upah pokok, seperti tunjangan isteri dan/atau
tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan daerah tertentu.
c. Tunjangan Tidak Tetap
Tunjangan Tidak Tetap adalah pembayaran yang secara langsung atau
tidak langsung berkaitan dengan pekerja yang diberikan secara tidak tetap
dan dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu
pembayaran upah pokok, seperti tunjangan transpor dan/atau tunjangan
makan yang didasarkan pada kehadiran.
F. Pengangguran Pada keadaan ideal, besarnya kesempatan kerja sama dengan besarnya
angkatan kerja, sehingga semua angkatan kerja akan mendapatkan pekerjaan.
Meskipun demikian, keadaan tersebut pada kenyataannya sulit untuk dicapai.
Secara umum, kesempatan kerja lebih kecil daripada angkatan kerja, sehingga
tidak semua angkatan kerja akan mendapatkan pekerjaan. Itulah mengapa
timbul penggangguran. Pengangguran tidak hanya disebabkan oleh kurangnya
lowongan pekerjaan, tetapi juga disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang
dimiliki pencari kerja. Selain itu, persyaratan persyaratan yang dibutuhkan oleh
dunia kerja juga tidak dapat dipenuhi oleh pencari kerja.
1. Jumlah dan Tingkat Pengangguran
Jumlah pengangguran menurut BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) tahun 2011-2013 pada Tabel 3.1. menunjukkan jumlah
pengangguran terbuka pada Agustus tahun 2012 mencapai 7,245 juta jiwa dan
terus menurun di bulan Februari 2013 sebesar Rp 7,171 juta jiwa dari angkatan
kerja sebanyak 121,19 juta orang.
Tingkat Pengangguran adalah hubungan jumlah penduduk berusia 15
tahun atau lebih yang sedang mencari pekerjaan, dengan jumlah penduduk yang
termasuk dalam angkatan kerja yang yang dinyatakan dalam persen yaitu :
Berdasarkan data pada tabel 3.1 maka tingkat atau angka pengangguran
terbuka tahun 2013 dapat kita hitung :
Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang
luas karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin
tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan
sosial yang ditimbulkannya contohnya kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah
angka pengangguran terbuka maka semakin stabil kondisi sosial dalam
masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan indikator ini
sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Selain itu Proporsi atau jumlah
pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah
bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend indikator ini akan
menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun.
2. Jenis Pengangguran Secara garis besar, pengangguran dapat dibedakan menjadi dua
golongan, menurut lama waktu kerja dan menurut penyebabnya.
a. Jenis Pengangguran menurut Lama Waktu Kerja
Seseorang dapat dianggap bekerja penuh atau ‘full employed’’ apabila
dia bekerja 39-48 jam per minggu. Petani seringkali bekerja lebih dari 40 jam
seminggu, dan seringkali tidak mengenal hari libur. Sebaliknya, banyak orang
yang bekerja sepenggal waktu, ada juga orang yang tidak bekerja sama sekali.
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja
tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.4 .
Tabel 2.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seluruhnya, 2011-2013 (juta orang)
Jumlah jam ker per minggu 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1-7 1.37 1.44 1.55 1.46 1.61
8-14 4.79 5.2 5.31 5.16 5.43
15-24 12.63 12.89 12.67 12.79 13.02
25-34 15.4 15.06 16.02 14.89 15.65
1-35 34.19 34.59 35.55 34.3 35.71
35+ *) 77.09 75.08 77.25 76.51 78.31
*) termasuk sementara tidak bekerja
Sumber : Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th. XVI, 6 Mei 2013
Pengangguran jika dilihat dari tolok ukur berdasarkan lama waktu kerja
maka dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut.
1) Pengangguran Terbuka (Open Unemployment). Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak
mempunyai pekerjaan, meskipun mereka sedang mencari pekerjaan.
Pengangguran ini terjadi apabila seseorang belum mendapat pekerjaan padahal
telah berusaha secara maksimal, sementara lapangan kerja yang tersedia tidak
cocok dengan latar belakang pendidikannya, atau ada juga yang karena malas
mencari pekerjaan atau malas bekerja. Tabel 1.5 memperlihatkan jumlah
penganggur terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15
Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Tabel 2.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2011-2013 (persen)
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
2012 2013
Februari Agustus Februari Agustus
1. SD ke bawah 3.69 3.64 3.61 3.51
2. Sekolah Menengah Pertama 7.80 7.76 8.24 7.60
3. Sekolah Menengah Atas 10.34 9.60 9.39 9.74
4. Sekolah Menengah Kejuruan 9.51 9.87 7.68 11.19
5. Diploma I / II / III 7.50 6.21 5.65 6.01
6. Universitas 6.95 5.91 5.04 5.50
6.32 6.14 5.92 6.25
Sumber : Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th. XVI, 6 Mei 2013
2) Setengah Menganggur (Underemployment). Setengah menganggur terjadi apabila tenaga kerja tidak bekerja secara
optimum karena ketiadaan lapangan kerja atau pekerjaan. Sejumlah pendapat
mengatakan bahwa tenaga kerja setengah menganggur ini adalah tenaga kerja
yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Sebagai contoh, seorang
petani setelah musim tanam biasanya tidak bekerja secara optimum. Mereka
hanya menunggu musim penyiangan dan setelah musim penyiangan lewat
mereka kembali menganggur sampai ke musim panen. Contoh lain lagi adalah
seorang buruh bangunan yang telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek
untuk sementara menganggur sambil menunggu proyek berikutnya.
3) Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment).Pengangguran terselubung terjadi apabila tenaga kerja tidak bekerja
secara optimum karena tidak memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat
dan kemampuannya. Sebagai contoh, suatu kantor memperkerjakan sepuluh
orang karyawan padahal pekerjaan dalam kantor itu dapat dikerjakan dengan
baik walau hanya dengan delapan orang karyawan saja, sehingga terdapat
kelebihan dua orang tenaga kerja. Orang-orang semacam itu disebut sebagai
pengangguran terselubung. Keadaan ini nampak jelas di pedesaan. Orang yang
tidak memperoleh pekerjaan sering membantu di sawah, di mana sebidang
sawah yang sempit dikerjakan oleh banyak orang. Mereka itu kelihatannya
bekerja, tetapi sebenarnya tidak memberikan tambahan hasil apa-apa.
Barangkali dalam konteks perekonomian Indonesia, orang yang menganggur itu
sama sekali tidak ada, karena mereka yang tidak bekerja ini boleh menumpang
membantu seadanya pada keluarganya
b. Jenis Pengangguran menurut PenyebabPengangguran jika dilihat dari penyebabnya maka dapat digolongkan
menjadi pengangguran struktural, siklikal, musiman, dan friksional. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut dari masing-masing jenis pengangguran tersebut
(lihat Tabel 1.6).
1) Pengangguran Struktural. Pengangguran struktural disebabkan oleh ketidakcocokan antara
keterampilan (kualifikasi) tenaga kerja yang dibutuhkan dan keterampilan tenaga
kerja yang tersedia. Latar belakang ketidakcocokan itu karena perubahan
struktur ekonomi yang berasal dari beberapa faktor, seperti perubahan teknologi
atau adanya perubahan komposisi angkatan kerja, antara lain berupa perubahan
truktur permintaan-penawaran dalam jangka panjang sebagai dampak kemajuan
teknologi, perubahan selera, dan persaingan antarperusahaan. Sebagai contoh,
karena ingin transportasi yang lebih cepat, permintaan terhadap jasa kendaraan
bermotor meningkat, sementara permintaan terhadap jasa tukang becak
menurun. Padahal jumlah tukang becak lebih banyak daripada jumlah
pengemudi kendaraan. Perubahan permintaan itu menimbulkan ketidakcocokan
antara keterampilan yang dibutuhkan (mengemudi kendaraan) dan keterampilan
yang tersedia (mengemudi becak). Sebaliknya akibatnya, sejumlah tukang becak
terpaksa menganggur.
2) Pengangguran Siklikal. Pengangguran siklikal berkaitan dengan naik-turunnya aktivitas atau
keadaan perekonomian suatu negara (business cycle). Suatu ketika,
perekonomian mengalami masa pertumbuhan (menaik). Di saat lain,
mengalami resesi (menurun) atau bahkan depresi. Pada saat krisis ekonomi,
daya beli masyarakat mengalami penurunan sehingga tingkat permintaan
terhadap barang dan jasa juga menurun. Turunnya permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa memaksa produsen untuk menurunkan kegiatan
produksi. Produsen melakukan ini antara lain dengan cara mengurangi
pemakaian faktor produksi, termasuk tenaga kerja. Itulah mengapa, pada saat
krisis ekonomi, kita menyaksikan banyaknya pegawai atau buruh terkena PHK
sehingga menganggur. Oleh karena itu, pengangguran yang diakibatkan oleh
menurunnya aktivitas perekonomian ini sering dinamakan pengang guran
siklikal (siklus).
3) Pengangguran Musiman. Pengangguran musiman disebabkan oleh perubahan permintaan
terhadap tenaga kerja yang sifatnya berkala. Pengangguran seperti ini biasa
terjadi pada tenaga kerja paruh waktu (part time). Mereka ini irekrut saat ada
pekerjaan (proyek) yang membutuhkan banyak tenaga. Setelah proyek selesai,
mereka tidak lagi dibutuhkan dan kembali menganggur. Contoh penganggur
musiman adalah para tukang bangunan. Mereka bekerja selama ada proyek
bangunan, entah berupa gedung atau perumahan. Setelah proyek selesai,
tukang itu kembali menganggur sampai ada pekerjaan yang sesuai dengan
keahlian mereka. Contoh lain lagi adalah penjaga stand pameran. Mereka
bekerja selama pameran berlangsung. Setelah pameran selesai, mereka
menunggu proyek berikutnya.
4) Pengangguran Friksional. Pengangguran friksional disebabkan oleh pergantian pekerjaan atau
pergeseran tenaga kerja. Sering kita jumpai tenaga kerja yang berpindah dari
satu perusahaan ke perusahaan lain, atau berpindah dari jenis pekerjaan
tertentu ke jenis pekerjaan lain. Perpindahan itu tidak terjadi begitu saja.
Tenaga kerja yang bersangkutan membutuhkan sementara waktu untuk
mencari pekerjaan atau perusahaan yang cocok. Selama waktu pencarian itu,
tenaga kerja tersebut menganggur. Pengangguran friksional disebut juga
pengangguran sukarela (voluntary unemployment) yaitu pengangguran secara
sukarela tidak mau bekerja dengan alasan sudah mampu dan berkecukupan.
Berbeda dengan tiga jenis pengangguran sebelumnya, pengangguran ini
muncul dari kemauan tenaga kerja yang bersangkutan. Ia menganggur untuk
sementara aktu dalam rangka mencari pekerjaan yang lebih baik, menantang,
dan menunjang karirnya.
3. Dampak Negatif Pengangguran Terhadap Lingkungan Sosial Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai
kondisi yang cukup memprihatinkan, antara lain ditandai oleh jumlah
pengangguran dan setengah pengangguran yang besar, pendapatan yang relatif
rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah
pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi
yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan,
dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat
menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pengangguran adalah merugikan baik bagi yang bersangkutan maupun
bagi masyarakat itu sendiri. Berikut adalah kerugian-kerugian sebagaimana
ditimbulkan oleh pengangguran.
a. Produktivitas.
Tenaga kerja akan menurun produktivitasnya jika tidak dimanfaatkan.
Peningkatan rasa frustasi, patah semangat, dan perasaan tidak berdaya, yang
terjadi pada pengangguran, dalam jangka panjang akan menumbuhkan sikap
masa bodoh. Para penganggur tidak mampu lagi mengelola dirinya sendiri dan
tidak mampu menangkap peluang yang ada secepatnya. Mereka ‘tidak siap
bekerja’. Jadi, pengalaman dan pelatihan yang telah diperoleh sebelumnya,
apalagi dengan biaya yang besar pula, menjadi sia-sia. Jika pengalaman dan
pelatihan tersebut diperoleh dari perusahaan atau pemerintah (misalnya BLK),
maka berapa rupiah uang negara yang hilang percuma? Biaya yang besar harus
dikeluarkan lagi karena pemerintah arus menyediakan berbagai
sarana/prasarana kesehatan jiwa bagi para penganggur.
b. Standar Kehidupan.
Jika pekerja menganggur, maka pendapatannya anjlok dan standar
kehidupannya menurun. Sebagian pekerja mungkin dapat meminta bantuan
kepada pasangannya atau pihak lain untuk membuka usaha, tetapi kebanyakan
dari mereka terpaksa harus melakukan penghematan besar-besaran. Jika
banyak orang menganggur maka akan mengakibatkan permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa turun. Lebih jauh, pengeluaran masyarakat akan turun,
sehingga akan mengakibatkan pengangguran berikutnya di perusahaan lain.
c. Penerimaan Negara.
Semakin besar jumlah pengangguran, semakin menurun pendapatan
negara dari pajak penghasilan. Begitu pendapatan menurun, semakin menurun
pula kemampuan pemerintah melayani kebutuhan warganya.
d. Aktivitas Ekonomi Keseluruhan.
Pengangguran akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga
permintaan terhadap barang-barang hasil produksi berkurang. Hal ini akan
menurunkan para penanam modal atau para pengusaha untuk memperluas
usahanya. Sebagai akibatnya, aktivitas perekonomian dan pertumbuhan
ekonomi akan terhambat.
e. Biaya Sosial.
Pengangguran mengakibatkan masyarakat harus menanggung sejumlah
biaya sosial, antara lain ada kaitan erat antara peningkatan pengangguran dan
kejahatan. Selain itu, masyarakat harus menanggung biaya pengangguran
melalui peningkatan tugas-tugas medis yang berkaitan dengan perawatan
psikologis, peningkatan kualitas pengamanan wilayah, dan peningkatan volume
proses peradilan karena meningkatnya tindak kejahatan.
4. Cara-Cara Mengatasi Pengangguran Cara paling utama untuk mengatasi pengangguran adalah melakukan
perluasan kesempatan kerja. Itulah mengapa perluasan kesempatan kerja
sangat penting untuk tenaga kerja karena menyangkut pemenuhan
kesejahteraan hidup. Bagi tenaga kerja yang bekerja, pemenuhan kesejahteraan
hidup itu antara lain dipenuhi melalui balas jasa berupa upah atau gaji. Jadi,
kesempatan kerja merupakan kesempatan untuk memperoleh penghasilan bagi
tenaga kerja. Sejumlah upaya dapat dilakukan untuk mengatasi pengangguran.
Meskipun demikian, upaya itu juga berbeda-beda tergantung pada jenis
pengangguran itu. Berikut ini akan dibahas cara mengatasi pengangguran pada
beberapa jenis pengangguran.
Gambar 2.4 Aktivitas Tenaga Kerja pada suatu perusahaan
Sumber : penerbit
a. Peningkatan Mobilitas Tenaga Kerja dan Modal. Peningkatan mobilitas tenaga kerja dilakukan dengan memindahkan
pekerja ke kesempatan kerja yang lowong dan melatih ulang keterampilannya
sehingga dapat memenuhi tuntutan kualifikasi di tempat baru. Peningkatan
mobilitas modal dilakukan dengan memindahkan industri (padat karya) ke
wilayah yang mengalami masalah pengangguran parah. Cara ini baik digunakan
untuk mengatasi masalah pengangguran struktural. Untuk cara ini, harus
ditingkatkan pembangunan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja (padat
karya) di wilayah yang mengalami masalah pengangguran parah, seperti
pembangunan berbagai macam proyek pengairan, pembangkit listrik,
pembangunan jalan raya, dan lainnya.
b. Pengelolaan Permintaan Masyarakat. Pemerintah dapat mengurangi pengangguran dengan cara melakukan
pengelolaan permintaan masyarakat dengan cara membuka proyek yang bersifat
umum, seperti membangun jalan, jembatan, irigasi, dan kegiatan lainnya. Cara
lain adalah dengan mengarahkan permintaan masyarakat untuk membeli barang
dan jasa, serta memperluas pasar barang dan jasa.
Cara ini paling cocok untuk, mengatasi pengangguran siklikal (siklis)
dimana kegiatan perekonomian menurun karena resesi. Penurunan kegiatan
perekonomian umumnya dimulai dengan melemahnya permintaan akan barang.
Akibat penurunan permintaan, produksi barang juga akan berkurang. Dampak
pengurangan produksi adalah terjadinya penurunan investasi.
c. Penyediaan Informasi Tentang Kebutuhan Tenaga Kerja. Untuk mengatasi pengangguran musiman, perlu ada pemberian informasi
yang cepat mengenai empat-tempat mana yang sedang memerlukan tenaga
kerja. Masalah pengangguran dapat muncul karena orang tidak tahu perusahaan
apa saja yang membuka lowongan kerja, atau perusahaan seperti apa yang
cocok dengan keterampilan yang dimiliki. Masalah tersebut dalah persoalan
informasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diadakan sistem informasi
yang memudahkan orang mencari pekerjaan yang cocok. Sistem seperti itu
antara lain dapat berupa pengumuman lowongan kerja di kampus dan media
massa. Bisa juga berupa pengenalan profil perusahaan di sekolah-sekolah
kejuruan, kampus, dan balai latihan kerja.
d. Pertumbuhan Ekonomi. Kesempatan kerja juga berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan nasional. Pendapatan nasional merupakan jumlah barang dan jasa
yang dihasilkan penduduk suatu negara dalam satu tahun (Gross Domestic
roduct). Semakin banyak barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara,
semakin tinggi pendapatan nasional. Pendapatan nasional tinggi memungkinkan
pembentukan modal menjadi Iebih besar melalui tabungan perorangan maupun
tabungan perusahaan serta tabungan pemerintah. Tabungan-tabungan tersebut
memberikan kesempatan membentuk investasi yang menyebabkan perluasan
usaha, yang berarti menciptakan kesempatan kerja baru.
e. Program Pendidikan dan Pelatihan Kerja. Pengangguran terutama disebabkan oleh masalah tenaga kerja yang
tidak terampil dan ahli. Perusahaan lebih menyukai calon pegawai yang sudah
memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Masalah tersebut amat relevan di
negara kita, mengingat sejumlah besar penganggur adalah orang yang belum
memiliki keterampilan atau keahlian ertentu. Untuk mengatasi masalah tersebut,
perlu digalakkan lembaga yang mendidik tenaga kerja menjadi siap pakai. Yang
paling penting dalam pendidikan dan latihan kerja itu adalah kesesuaian program
dengan kualifikasi yang dituntut oleh kebanyakan perusahaan.
f. Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri.
Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri merupakan salah satu pilihan
dalam usaha memperluas kesempatan kerja sekaligus dapat menghasilkan
devisa bagi negara.
g. Wiraswasta. Selama orang masih tergantung pada upaya mencari kerja di perusahaan
tertentu, pengangguran akan tetap menjadi masalah pelik. Masalah menjadi gak
terpecahkan apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha
sendiri atau berwiraswasta. Fakta memperlihatkan cukup banyak wiraswasta
yang berhasil. Meskipun demikian, wiraswasta pun bukanlah hal yang mudah.
Kendala utama wiraswasta adalah modal dan peluang. Seseorang dengan
keterampilan dan keahlian tertentu tidak sanggup berbuat apapun apabila
seseorang ersebut tidak memiliki modal dan peluang usaha, karena bidang
usaha yang menguntungkan hampir pasti telah dikuasai oleh perusahaan
raksasa. Itulah mengapa upaya menggerakkan wiraswasta perlu disertai
keleluasan memperoleh modal dan peluang bisnis.
EKONOMIKA
Empat Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Suasana UI Career & Scholarship Expo XIV. (Foto: Marieska/Okezone)
Kamis, 20 September 2012 15:37 wib |
Marieska Harya Virdhani - Okezone
DEPOK - Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemenekertrans Firdaus Badrun mengungkap, ada empat permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Permasalahan pertama yakni terbatasnya kesempatan kerja.
Menurut Firdaus, situasi perekonomian Indonesia pada tahun yang akan datang dipenuhi dengan tantangan yang cukup berat dengan adanya krisis ekonomi yang melanda negara Eropa saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir diklaim meningkat, terlihat pada triwulan kedua 2012 mencapai 6,4 persen.
"Namun tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut tidak dapat menyerap angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja dan jumlah penganggur yang telah ada," ujarnya saat membacakan sambutan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam acara UI Career and Scholarship Expo XIV di Balairung, Kampus Depok, Kamis (20/9/2012).
Permasalahan kedua, kata dia, yakni rendahnya kualitas angkatan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Februari 2012, rendahnya kualitas angkatan kerja terindikasi dari perkiraan komposisi angkatan kerja yang sebagian
besar berpendidikan SD ke bawah yaitu 47,87 persen, SMP 18,28 persen dan yang berpendidikan lebih tinggi termasuk perguruan tinggi hanya 9,72 persen.
"Hal ini berdampak kepada daya saing dan kompetensi dalam memperoleh kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar negeri," paparnya.
Permasalahan selanjutnya, imbuh Firdaus, yakni besarnya pengangguran. Pada Februari 2012, angkatan kerja Indonesia berjumlah 120,41 juta orang. Dari jumlah itu, pengangguran terbuka mencapai 7,61 juta orang atau 6,32 persen.
"Permasalahan keempat yakni globalisasi arus barang dan jasa, permasalahan ini dangat terkait dengan bidang ketenagakerjaan. Sebagai contoh dalam sistem perdagangan bebas baik dalam kerangka WTO, APEC, dan AFTA mempengaruhi perpindahan manusia untuk bekerja dari suatu negara ke negara lain yang telah menjadi salah satu modalitas perdagangan jasa yang harus ditaati oleh setiap anggota," ungkapnya.
Karena itu, kata dia, untuk mengantisipasinya maka pemerintah harus meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. "Dengan banyaknya bursa tenaga kerja bisa membantu percepatan pertemuan antara pencari kerja dan lowongan kerja yang tersedia," tandasnya. (rfa)
RANGKUMAN1. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,
yaitu mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan,
mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga.
2. Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang bekerja
maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti
petani yang sedang menunggu panen/ hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit,
dan sebagainya.
3. Pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang
mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan, juga termasuk dalam
kelompok angkatan kerja.
4. Bukan Angkatan adalah mereka yang sedang bersekolah, mengurus rumah
tangga tanpa mendapat upah, lanjut usia, cacat jasmani dan sebagainya, dan
tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam kategori
bekerja, sementara tidak bekerja, atau mencari pekerjaan.
5. Usia Kerja, umur angkatan kerja di Indonesia ditetapkan menjadi maksimum 15
sampai 16 tahun.
6. Kesempatan Kerja (demand for labor) adalah suatu keadaan yang
menggambarkan tersedianya lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari
kerja.
7. Pasar Tenaga Kerja adalah keseluruhan aktivitas yang mempertemukan
penawaran tenaga kerja (pencari kerja) dengan permintaan tenaga kerja
(lowongan kerja).
8. Upaya peningkatan kualitas kerja dapat melalui latihan kerja, pemagangan,
perbaikan gizi dan kesehatan.
9. Jenis pengangguran menurut lama waktu kerja dibagi menjadi pengangguran
terbuka, setengah menganggur, dan pengangguran terselubung.
10. Jenis pengangguran menurut penyebab yaitu pengangguran struktural,
pengangguran siklikal, pengangguran musiman, dan pengangguran friksional.
11. Cara mengatasi pengangguran dapat melalui peningkatan mobilitas tenaga kerja
dan modal, pengelolaan permintaan masyarakat, penyediaan informasi tentang
kebutuhan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, program pendidikan dan
pelatihan kerja, wiraswasta.
12. Tenaga Kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja yang siap
melakukan pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang
sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang
mengurus rumah tangga.
13. Usia Kerja. Usia Kerja merupakan tingkat umur seseorang yang diharapkan
dapat bekerja dan memperoleh pendapatan, yaitu penduduk yang berusia 15
tahun atau lebih.
14. Tingkat Angka Partisipasi Angkatan kerja (TPAK) adalah besarnya jumlah
angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja) berbanding dengan penduduk usia
kerja (15 tahun keatas)
15. Kesempatan Kerja. adalah kebutuhan akan tenaga kerja, suatu keadaan yang
menggambarkan tersedianya lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari
kerja.
16. Pasar tenaga kerja adalah keseluruhan aktivitas yang mempertemukan
penawaran tenaga kerja pencari kerja) dengan permintaan tenaga kerja
(lowongan kerja).
17. Jenis tenaga kerja meliputi Tenaga Kerja Terdidik, Tenaga Kerja Terlatih, Tenaga
Kerja Terdidik dan Terlatih, Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih.
18. Latihan kerja merupakan proses pengembangan keahlian dan keterampilan kerja
yang langsung dikaitkan dengan pekerjaan dan persyaratan kerja.
19. Pemagangan adalah latihan kerja langsung di tempat kerja. Jalur pemagangan
ini bertujuan untuk memantapkan profesionalisme yang dibentuk melalui latihan
kerja.
20. Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem
yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per
Kapita
21. Upah Minimum Regional (UMR) adalah sistem upah ini ditetapkan berdasarkan
biaya hidup pekerja di setiap daerah.
22. Tingkat Pengangguran adalah jumlah penduduk berusia 15 tahun atau lebih yang
sedang mencari pekerjaan dibagi angkatan kerja
23. Pengangguran menurut lamanya meliputi pengangguran terbuka Setengah
menganggur dan pengangguran terselubung
24. Pengangguran menurut penyebabnya meliputi pengangguran struktural
Pengangguran siklikal, Pengangguran musiman, Pengangguran friksional