18
19 PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM NUSANTARA Muhammad Ali Chozin dan Ahmad Jamhuri Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon Abstrak Pesantren Bendakerep berada di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti Kotamadya Cirebon. Berdiri pada 1862 oleh Kiai Muhammad Soleh Zamzami bin Kiai Muta’ad, merupakan salah satu mursyid Tarekat Syaariyah di Cirebon abad ke-19. Keberadaan Pesantren Bendakerep dengan sistem pendidikan Islam yang berbasis tradisi lokal telah membentuk keberagamaan dan perilaku masyarakat muslim, serta mewaris- kan nilai, norma, dan tata aturan Islam yang baik dari generasi ke generasi. Pengetahuan lokal (local knowledge ) seperti ini masih dipertahankan oleh masyarakat Bendakerep untuk keberlangsungan tradisinya. Sementara itu dalam melestarikan kebudayaan dan adat istiadat, masyarakat begitu taat pada nilai-nilai tradisi yang ada. Nilai-nilai tersebut berupa ketaatan terhadap wasiat sesepuh pendiri pesantren dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ini menandakan bahwa pesantren memberikan kontribusi yang besar atas penanaman nilai-nilai Islam ke dalam benak masyarakat. Beberapa sistem nilai pendidikan dan peradaban yang terbangun oleh pesantren, diantaranya kebersahajaan, pelestarian tradisi, budaya keilmuan, dan nasionalisme. Kata Kunci: Pesantren, Bendakerep, Islam Nusantara

PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

19

PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM NUSANTARA

Muhammad Ali Chozin dan Ahmad JamhuriInstitut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon

Abstrak Pesantren Bendakerep berada di Kelurahan Argasunya

Kecamatan Harjamukti Kotamadya Cirebon. Berdiri pada 1862 oleh Kiai Muhammad Soleh Zamzami bin Kiai Muta’ad, merupakan salah satu mursyid Tarekat Syattariyah di Cirebon abad ke-19. Keberadaan Pesantren Bendakerep dengan sistem pendidikan Islam yang berbasis tradisi lokal telah membentuk keberagamaan dan perilaku masyarakat muslim, serta mewaris-kan nilai, norma, dan tata aturan Islam yang baik dari generasi ke generasi. Pengetahuan lokal (local knowledge) seperti ini masih dipertahankan oleh masyarakat Bendakerep untuk keberlangsungan tradisinya. Sementara itu dalam melestarikan kebudayaan dan adat istiadat, masyarakat begitu taat pada nilai-nilai tradisi yang ada. Nilai-nilai tersebut berupa ketaatan terhadap wasiat sesepuh pendiri pesantren dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ini menandakan bahwa pesantren memberikan kontribusi yang besar atas penanaman nilai-nilai Islam ke dalam benak masyarakat. Beberapa sistem nilai pendidikan dan peradaban yang terbangun oleh pesantren, diantaranya kebersahajaan, pelestarian tradisi, budaya keilmuan, dan nasionalisme.

Kata Kunci: Pesantren, Bendakerep, Islam Nusantara

Page 2: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

20

Abstract

Pesantren Bendakerep is in Argasunya of Harjamukti of Cirebon Municipality. It was established in 1862 by Kiai Muhammad Soleh Zamzami bin Kiai Muta’ad, was one of murshid of Shattariya in Cirebon in 19th century. The existence of Pesantren Bendakerep with an Islamic education system based on local traditions has been shaped the diversity and behavior of Muslim communities, and inherited good Islamic values, norms and rules from generation to generation. Local knowledge like this is still maintained by the Bendakerep community for the continuity of its tradition. Meanwhile, in preserving culture and customs, the community is very obedient to existing traditional values. These values are in the form of obedience to the will of the founding elders of the pesantren and rejecting things that are contrary to Islamic teachings. This indicates that pesantren make a big contribution to the planting of Islamic values into the minds of the people. Some systems of education and civilization values are built by pesantren, including homeness, preservation of tradition, scientific culture, and nationalism.

Keywords: Pesantren, Bendakerep, Islam Nusantara

A. PENDAHULUAN Sejak awal, pesantren berdiri sebagai pusat studi Islam yang

paling dipercaya. Kegiatan pendidikan keagamaan di pesantren dinilai komprehensif dalam mentransfer ilmu pengetahuan berdasarkan pada pemahaman teori dan praktik ibadah secara bersamaan. Sebagai salah satu kekayaan budaya Islam Indonesia yang khas, pesantren telah terbukti menjadi barometer pertahanan moralitas umat Islam dan sekaligus sebagai lembaga pendidikan yang mampu melakukan perubahan masyarakat di lingkungan-nya ke arah transformasi nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.

Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam telah membuktikan eksistensi dan kesuksesannya dalam peningkatan sumber daya manusia. Pesantren telah memberikan nuansa dan

Page 3: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

21

khazanah kehidupan masyarakat di sekitarnya serta memberikan ilmu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adapun metode belajar dan mengajar di pesantren berbeda dengan lembaga pendidikan lain. Dalam perkembangannya, pesantren melakukan kontak dengan dunia ilmu pengetahuan yang ada di luar dan mulai mendirikan sistem sekolah dan perguruan tinggi.34

B. MEMAHAMI PESANTRENPesantren merupakan lembaga pendidikan tertua dan bahkan

dianggap sebagai lembaga asli (indigenous) Indonesia. Menurut Azzyumardi Azra yang dikutip oleh M. Misbah35 menulis:

Sebagai lembaga pendidikan indigenous, pesantren memiliki akar sosiohistoris yang cukup kuat, sehingga membuatnya mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya, sekaligus bertahan dalam berbagai gelombang perubahan. Kalau kita menerima spekulasi bahwa “pesantren” telah ada sebelum masa Islam, maka boleh jadi ia merupakan satu-satunya lembaga pendidikan dan keilmuan di luar istana. Jika ini benar, berarti pesantren merupakan semacam lembaga counter culture (budaya tandingan) terhadap budaya keilmuan yang dimonopoli kalangan istana dan elite Brahmana.

Pesantren merupakan lembaga lokal yang mengajarkan praktik dan kepercayaan sekaligus pelestarian tradisi36 Islam. Pesantren diyakini sebagai warisan dari wali sanga.37 Beberapa

34 Abdurrahman Mas’ud, “Kata Pengantar” dalam Ronald Alan Lukens-Bull, Jihad ala Pesantren di Mata Antropolog Amerika, (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. vi-xi.

35 M. Misbah, “Tradisi Keilmuan Pesantren Salafi”, Ibda’, Vol. 12, No. 2, Juli-Desember 2014, hlm. 245.

36 Tradisi adalah suatu perilaku atau tindakan seseorang, kelompok, atau masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan, diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan dilakukan secara berulang-ulang. Tradisi yang berkembang di masyarakat merupakan tatanan sosial yang mapan yang memberi pedoman tingkah laku dan tindakan anggota masyarakat. Abdullah Ali, Muludan Tradisi Bermakna?, (Cirebon: Lestari, 2001), hlm. 30.

37 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1979),

Page 4: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

22

budaya lokal yang diadopsi oleh wali sanga yaitu berasal dari kebiasaan biara-biara Hindu Budha yang kemudian menjelma menjadi pesantren di Jawa.38 Adapun komponen pembentuk pesantren ada enam, yaitu: kiai39, ustadz, santri, kitab, asrama/pondok, dan tajug (masjid). Keenam komponen tersebut terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, penyelenggara kegiatan. Pesantren sebagai sebuah tempat pendidikan dihuni oleh orang-orang yang mengamalkan dan mencari ilmu-ilmu keislaman. Dalam sistem pendidikan, seorang pengajar akan mentransformasikan ilmunya kepada peserta didik. Pengajar di lingkungan pesantren yaitu kiai dan ustadz. Sementara peserta didik yaitu santri. Kedua, alat dan media. Seorang kiai dan ustadz akan memberikan materi keilmuan kepada para santri sesuai dengan kitab yang dibacanya. Biasanya mereka menggunakan kitab kuning atau kitab berbahasa Arab yang dikarang oleh ulama Nusantara maupun ulama Timur Tengah. Ketiga, pusat kegiatan. Seorang santri yang memilih menetap di pesantren akan tidur dan meletakkan perlengkapan pribadinya di asrama atau pondok. Sebuah asrama atau pondok terdiri dari beberapa kamar atau bilik. Dalam sebuah bilik akan diisi oleh beberapa santri yang jumlahnya disesuaikan dengan luas kamarnya. Sementara itu dalam menuntut ilmu, mengaji, dan shalat berjamaah, kiai, ustadz, dan para santri akan melakukannya secara bersama-sama di aula, tajug40, atau masjid. Selain sebagai

hlm. 217.38 Sidney Jones, “The Javanese Pesantren: Between Elite and Peasantry” dalam

Charles F. Keyes (edt), Reshaping Local Worlds: Formal Education and Cultural in Rural Southeast Asia, (New Haven: Yale Center for International and Area Studies – Southeast Asia Studies, 1991).

39 Secara etimologi, kata kiai berasal dari “iki wae” yang berarti ‘orang yang dipilih’. Ini menunjukkan bahwa kiai adalah istimewa karena pilihan Allah atau pewaris para nabi. Gelar kiai bukan berasal dari jenjang pendidikan formal tapi gelar yang diberikan dari masyarakat. Pemberian gelar tersebut karena empat unsur, yaitu: penguasaan ilmu pengetahuan, kekuatan spiritual, keturunan (sistem kekerabatan), dan moralitas. Roland Alan Lukens-Bull, Jihad Pesantren di Mata Antropolog Amerika, (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. 88-89.

40 Tajug adalah tempat ibadah bagi umat Islam yang bentuknya lebih kecil dari masjid, biasanya digunakan untuk shalat lima waktu dan tidak untuk shalat Jumat, namun ada juga yang digunakan untuk shalat Idul Fitri dan

Page 5: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

23

tempat ibadah dan mengaji, tajug juga dipergunakan sebagai tempat belajar, berdiskusi, menghafal al-Quran, pertemuan antara santri dengan orang tua, dan tempat tidur santri yang enggan masuk ke kamarnya masing-masing.

Asal-usul pesantren sedikit yang membahasnya. Pigeud dan de Graaf mengulas bahwa pesantren merupakan jenis lembaga pendidikan Islam setelah masjid pada periode awal abad ke-16. Pesantren merupakan sebuah komunitas independen yang tempatnya jauh, di pegunungan, dan berasal dari sejenis zaman pra-Islam seperti mandala dan asyrama.41

Ada beberapa tujuan utama pesantren. (a) Menyiapkan santri untuk mendalami dan menguasai ilmu agama Islam (tafaqquh fi al-dîn) yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia. (b) Berdakwah menyebarkan agama Islam. (c) Benteng pertahanan umat dalam bidang akidah. (d) Berupaya meningkatkan pengembangan masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Di Indonesia, pesantren telah menjadi pusat pembelajaran dan dakwah. Ia telah memainkan peranan yang sangat penting karena diyakini sebagai lembaga pendidikan tertua. Bahkan saat ini, pesantren masih tetap bertahan sebagai model pendidikan alternatif dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan modern dan sekuler.42

Secara sosial, pesantren memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Sebagai media formal, pesantren berfungsi mentransmisikan keyakinan, norma, dan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Bahkan di masa penjajahan, pesantren berfungsi sebagai markas gerilyawan dan pejuang Nusantara. Pesantren juga sebagai mediator perubahan (agent of change) dan pusat belajar bagi masyarakat umum (community learning centre).43

Dalam dunia pesantren, pola kehidupannya termanifestasikan

Idul Adha. 41 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-

Tradisi Islam di Indonesia. (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 23-24.42 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis

Agama, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm. 97.43 ibid, hlm. 98.

Page 6: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

24

dalam “pancajiwa” yang harus diterapkan pada proses pendidikan dan pembinaan karakter santri. (a) Jiwa keikhlasan. Berkata dan berbuat tanpa meminta perhatian dan imbalan dari orang lain. (b) Jiwa kesederhanaan. Pengungkapan kesadaran batin akan pengunduran diri dari seorang santri akan kehidupan mewah dan gemerlap duniawi. (c) Jiwa kemandirian. Bersikap mandiri yang tidak bergantung kepada kerabat dan famili. (d) Jiwa ukhuwwah Islamiyah. Menjalin silaturrahim dengan sesama yang sebelumnya belum saling mengenal kemudian menganggapnya sebagai bagian dari anggota keluarga yang saling membantu, memberi motivasi dan dukungan atas aktivitas dan kegiatan yang dilakukannya. (e) Jiwa kebebasan. Melakukan tindakan sesuai dengan ilmu yang dipelajari dan kemampuan yang dimilikinya.44

Pola khas pesantren sebagai lembaga pendidikan juga mencerminkan pengaruh asing. Pesantren merupakan perpaduan dari tradisi China dan India, sedangkan madrasah berasal dari Timur Tengah. Hal ini dapat dibuktikan karena sebagian besar kiai adalah alumni Timur Tengah. Ia dianggap sebagai perantara antara tradisi keilmuan internasional dengan varian tradisi Islam lokal Indonesia.45 Pendidikan (tarbiyah) dianggap pintu efektif bagi penyebaran dakwah Islam.

C. SEJARAH PESANTREN BENDAKEREP Benda Kerep adalah nama salah satu kampung yang terletak

di pinggir Kota Cirebon dan secara administrasi termasuk bagian dari wilayah Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti. Jarak dari pusat Kota Cirebon kira-kira 9 km ke arah Selatan dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 40 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Secara geografis, terletak pada posisi 108055 Bujur Timur dan 6,790 Lintang Selatan. Bentang alamnya merupakan dataran tinggi dengan kemiringan 15-25%.

Kampung Bendakerep didirikan oleh Kiai Soleh pada sekitar

44 Abdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren. (Yogyakarta: LKiS, 2013), hlm. 44-47.

45 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, hlm. 22.

Page 7: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

25

1862 Masehi. Sebelum menjadi sebuah pemukiman, daerah ini awalnya merupakan hutan belantara milik Keraton Kanoman Cirebon. Menurut cerita masyarakat secara turun temurun bahwa pohon-pohon besar yang tumbuh di hutan ini menyimpan sejuta misteri yang jika ditebang, ia akan mengeluarkan darah segar layaknya orang yang terluka senjata tajam. Orang yang masuk ke hutan ini dipercaya tidak akan pernah keluar lagi, ia akan hilang (raib) dan sulit untuk ditemukan keberadaanya karena dibawa oleh sekelompok mahkluk gaib penghuni hutan tersebut. Sejak saat itu, wilayah ini dinamakan Cimeuweuh (bahasa: Sunda) yang secara terminologi berarti “air” (cai) dan “raib” (meuweuh).

Sebagai daerah yang sarat dengan hal-hal mistis membuat pihak Keraton Kanoman membuat sayembara bahwa barang siapa yang dapat menaklukkan “keangkeran” Cimeuweuh dengan luas kurang lebih 30 hektar, maka wilayah itu akan jadi miliknya. Dikisahkan sudah beberapa “orang sakti” mencoba menundukkan makhluk-makhluk gaib penghuni Cimeuweuh tersebut, tetapi semuanya gagal.

Informasi tentang Cimeuweuh ini akhirnya sampai ke telinga Kiai Soleh. Bersama Kiai Anwaruddin Kriyani, keduanya bertolak menuju Cimeuweuh dengan niat menaklukkan hutan tersebut dari pengaruh-pengaruh gaib di dalamnya. Kiai Soleh dan Kiai Anwaruddin selanjutnya bermunajat dan berdoa kepada Allah SWT memohon pertolongan dan keselamatan agar Cimeuweuh ini bersih dari makhluk-makhluk jahat. Atas izin Allah SWT, akhirnya makhluk-makhluk astral penghuni Cimeuweuh semuanya dapat ditaklukkan dan bersedia meninggalkan wilayah tersebut, kecuali seekor macan dan seekor ular. Kedua makhluk astral ini tidak bersedia meninggalkan Cimeuweuh, namun berjanji akan melindungi dan menjaga wilayah itu dari hal-hal yang membahayakan anak keturunan Kiai Soleh. Pihak Keraton selanjutnya menghibahkan tanah Cimeuweuh kepada Kiai Soleh dengan catatan supaya dimanfaatkan dan dijadikan sebagai sumber cahaya dan pusat penyebaran ajaran Islam.

Pada perkembangan selanjutnya banyak masyarakat yang datang untuk berguru dan belajar tentang agama Islam kepada Kiai Soleh. Cimeuweuh yang dahulu penuh dengan aura mistis mulai tampak cahaya-cahaya Islam yang bersinar di setiap pen ju ru.

Page 8: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

26

Proses belajar mengajarpun berjalan dengan sempurna, lantunan ayat-ayat suci al-Quran kerap terdengar di tengah-tengah hutan, dan ajaran Islam yang diajarkan Kiai Soleh mampu menyentuh nilai, sikap, dan moralitas pada setiap individu murid-muridnya. Oleh karena banyaknya pohon Benda (semacam buah Sukun) yang tumbuh di sekitar tempat tersebut, nama Cimeuweuh pun akhirnya berubah dan lebih dikenal dengan nama Bendakerep.46

D. PERKEMBANGAN PESANTRENKeberadaan Pesantren Bendakerep sebagai wajah baru di

ujung selatan Kota Cirebon telah mengundang perhatian dari berbagai kalangan masyarakat Cirebon khususnya di daerah-daerah sekitarnya. Keteguhan dalam memegang prinsip-prinsip akidah dan ajaran tasawuf sebagai implementasi dari ajaran Islam membuat banyak orang berniat untuk belajar dan berguru kepada Kiai Soleh. Beliaupun dikenal sebagai salah seorang mursyid dari salah satu terkat mu’tabarah, yaitu Tarekat Syattariyah di Cirebon abad ke-19.47

Meskipun tidak terlalu jauh dari pusat Kota Cirebon, lokasi Pesantren Bendakerep berbeda dengan pesantren-pesantren pada umumnya. Akses untuk masuk ke pesantren harus menyeberangi sungai selebar kurang lebih 5 meter dan tak ada jembatan

46 Wawancara dengan Kiai Muhammad Miftah Faqih pada 10 Oktober 2017 di kediamannya.

47 Ijazah tarekat Kiai Soleh didapat dari Kiai Anwaruddin Kriyani dari Kiai Asy’ari Kaliwungu Kendal dari Syekh As’ad dari Syekh Muhammad Sa’id Thohir al-Madani dari Syekh Ibrahim Thohir dari Syekh Muhammad Thohir dari Syekh Manala Ibrahim dari Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Syekh Ahmad al-Syanawi (Tartar) dari dari Sayyid Shibghatallah dari Sayyid Wajibaddin ‘Alawi dari Sayyid Muhammad Ghauts dari Syekh Haji Khudhari dari Syekh Hidayatullah Sarmasat dari Syekh Qadhi Syathari dari Syekh Abdullah Syathari dari Syekh Muhammad ‘Arif dari Syekh Muhammad ‘Asyiq dari Syekh al­Hadzaqili dari Syekh Abu Hasan al­Harqani dari Syekh Abu Hasan al­Muzhaffar al­Turki dari Syekh Yazid al­‘Isyqi dari Syekh Muhammad al-Maghrabi dari Syekh Abu Yazid al-Busthami dari Sayyid Imam Ja’far al­Shadiq dari Imam Muhammad al­Baqir dari Imam Zainal Abidin dari Sayyidina Husain al-Syahid dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib dari Rasulullah Muhammad SAW dari Malaikat Jibril dari Allah SWT.

Page 9: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

27

sebagai alat penghubung. Antara tepi sungai yang satu dengan tepi lainnya hanya dihubungi petak-petak batu yang disusun bersisian di dasar sungai. Jarak antar petak-petak batu itu sekitar 40 centimeter, sehingga tidak bisa dilalui sepeda motor, apalagi mobil. Pijakan batu-batu itupun hanya bisa dilewati ketika sungai kering. Sungai tersebut merupakan satu-satunya akses menuju pesantren yang hanya dapat dilewati dengan berjalan kaki, dan harus menunggu surut kalau sungai tengah meluap.

Sebenarnya ada jalur lain, yakni melalui desa Lebakngok, tetapi jaraknya lumayan jauh, sekitar 4 kilometer. Jalur ini hanya dipakai jika kondisi darurat, seperti ketika air sungai tak surut-surut sedangkan santri butuh membeli bahan makanan di luar desa. Pengelola pesantren sengaja tidak membangun jembatan di atas sungai itu. “Mbah Soleh berwasiat supaya tak ada jembatan di sungai itu, mungkin hikmahnya agar pesantren dan santrinya tidak terkontaminasi pengaruh luar,” kata Kiai Miftah. Tidak mengherankan jika kemudian Pesantren Bendakerep dikenal sebagai Pesantren yang tidak adaptif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal unik dan menjadi catatan khusus bagi penulis. Pertama, pesantren menolak kehadiran media elektronik dan cetak, semisal: pesawat televisi, radio, surat kabar, alat pengeras suara, dan pembangunan jembatan. Hari-hari memang berjalan sunyi saat penulis tinggal di Pesantren Bendakerep. Bahkan suara azdan yang berkumandang dari masjid yang terletak di tengah-tengah pesantrenpun hanya terdengar sayup-sayup karena tanpa pengeras suara. Dengan kata lain, keheningan memang dijaga ketat di pesantren yang berusia hampir dua abad ini. Kedua, pesantren tidak menyelenggarakan sistem pendidikan formal (sekolah).

Dua ciri unik ini merupakan sesuatu yang langka mengingat arus modernisasi semakin deras yang mana berbagai tatanan kehidupan di berbagai tempat mengalami perubahan. Masyarakat Bendakerep masih tetap mempertahankan tradisi lokalnya tanpa harus banyak terpengaruh oleh kemajuan modern dan sampai sekarang masih tetap eksis. Sebuah jalan hidup yang asing karena hampir semua orang di dunia ini merasa tak bisa hidup tanpa televisi, radio, komputer, telepon, dan internet. Kesunyian

Page 10: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

28

yang semula begitu asing namun perlahan membuat para santri kerasan.

Pembelajaran di pesantren ini pada prinsipnya sama seperti pesantren-pesantren pada umumnya dengan menggunakan dua metode, yaitu sorogan48 dan bandongan (wetonan).49 Ilmu yang dipelajarinya khusus mempelajari agama Islam dengan rujukan kitab kuning. Pada setiap harinya, dengan sistem bandongan maupun sorogan, para kiai sudah siap melayani kebutuhan santri untuk mengaji berbagai kitab.

Ada beberapa pola umum dalam pendidikan Islam tradisional ala pesantren Indonesia. Pertama, adanya hubungan yang akrab antara kiai dan santri. Kedua, tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang santri terhadap kiai. Ketiga, pola hidup sederhana (zuhud). Keempat, kemandirian atau indenpendensi. Kelima, berkembangnya iklim dan tradisi tolong-menolong dan suasana persaudaraan. Keenam, disiplin ketat. Ketujuh, berani menderita untuk mencapai tujuan. Kedelapan, kehidupan dengan tingkat religiusitas yang tinggi.50 Berikut beberapa kitab kuning yang dikaji di Pesantren Bendakerep:

Ibtidaiyah Tsanawiyah Aliyah1. Tashilul Amani 1. Sharaf 1. Alfiyah Syarh Ibnu Hamdun2. Qathrul Ghaits 2. Nihayatuz Zain 2. Busyral Karim3. Tijan Al-Darari 3. Tafsir Jalalain 3. Minhajul ‘Abidin4. Syu’bul Iman - -

48 Metode sorogan yaitu cara yang mana santri satu persatu mengajukan setoran hafalan, bacaan, atau pelajaran yang langsung dikoreksi oleh kiai di aula, tajug, masjid atau di rumah kiai. Melalui sorogan, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kiai secara utuh. Dia dapat memberikan tekanan pengajaran kepada santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka.

49 Metode bandongan atau wetonan yaitu cara yang mana kiai menjelaskan isi kitab kuning atau pelajaran tertentu kepada para santri yang telah siap menerima materi-materi keislaman. Melalui bandongan, kiai akan memberikan ilmu pengetahuan, nasehat, perjalanan kehidupan, dan hal-hal yang dibutuhkan oleh santri selama tinggal di pesantren yang kemudian diamalkan di dalam kehidupannya sekarang dan yang akan datang.

50 Abdurahman Mas’ud dkk. Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 14.

Page 11: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

29

Peran Pesantren dan Masyarakat Bendakerep Dalam Menjaga Kearifan Lokal

Pesantren merupakan jenis pendidikan nonformal. Menurut Pasal 1 Ayat 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebut-kan bahwa “pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”. Pengertian ini sesuai dengan pola pendidikan di pesantren. Adapun fungsinya sebagaimana tercantum dalam Pasal 26, yaitu: “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional”.

Fungsi tersebut telah lama ditanamkan di Pesantren Bendakerep. Dengan mengajarkan baca tulis Arab, diharapkan masyarakat dapat membaca al-Quran dan kitab-kitab kuning yang menberi-kan ilmu pengetahuan keislaman yang komprehensif. Pertama, pola pengajaran kitab kuning di Pesantren Bendakerep masih tetap mempertahankan tradisinya. Seorang kiai tetap mendominasi dalam pengajaran kitab kuning. Ia membacakan, menerjemahkan, dan menjelaskan materi kitab kuning. Sementara aktivitas santri yaitu mengharakati materi teks kitab kuning, ngapsai (menulis arti kata dengan mengikuti kaidah bahasa Arab), dan menyimak penjelasan kiai. Materi yang diajarkan menekankan pada penguasaan ilmu agama Islam dan ilmu alat. Materi tersebut meliputi beberapa bidang studi, seperti: nahwu, sharaf, fikih, tauhid, hadits, akhlak, dan tarikh. Dalam hal ini, pesantren tetap menerapkan prinsip al-muhâfazhah ‘alâ al-qadîmi ash-shâlih wa al-akhzu bi al-jadîd al-ashlah (mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).

Kedua, tujuan pendidikan dan pengajaran di Pesantren Bendakerep yaitu tafaqquh fi ad-dîn (memberikan pemahaman keagamaan) melalui penguasaan kitab kuning, sehingga aspek ilmu alat dan mufradât menjadi hal yang harus dikuasai oleh santri. Ilmu alat dan mufradât dianggap sebagai alat utama yang dapat mengantarkan santri untuk mampu membaca, menerjemah, dan memahami materi kitab kuning, sehingga selalu diterapkan dalam pengajaran kitab kuning. Pengajaran kitab kuning dan bahasa Arab bersifat melekat dan sulit untuk dipisahkan.

Page 12: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

30

Sementara itu, pesantren sebagai salah satu sub sistem pendidikan asli (indigenous) Indonesia memiliki keunggulan dan karakteristik khusus dalam menerapkan pendidikan karakter santri. Pendidikan tersebut berlandaskan atas: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah Islamiyah, kebebasan dalam menentukan lapangan perjuangan dan kehidupan.51

Adapun jika ditelusuri sejarah berdirinya Kampung Bendakerep yaitu dimulai sejak pertama kali Kiai Soleh membuka pesantren di Cimeuweuh, yang sekarang berganti nama dengan Bendakerep. Seiring dengan perjalanan waktu, banyak santri yang datang dari jauh enggan pulang ke kampung halamannya. Mereka hendak mengabdi kepada kiai panutannya dengan mendirikan rumah di sekitar pesantren. Dengan demikian, orang-orang yang mendiami Kampung Bendakerep yaitu keturunan dan santri Kiai Soleh yang kemudian membangun rumah tangga di sekitar pesantren.

Jika mengambil teori Clifford Geertz52 dalam Agama Jawa, maka penduduk Bendakerep adalah varian santri. Keberadaan golongan sosio-religius seperti santri didasarkan pada sikap religius para anggotanya. Ada tiga cara untuk meneliti hubungan antara agama dengan masyarakat. Pertama, masyarakat Bendakerep berperan serta dalam kegiatan upacara keagamaan, bahkan membuka rumah-rumah mereka bagi para jamaah yang bermalam untuk mengikuti ritual keagamaan tersebut, seperti: muludan53, haul54, dan syawalan55. Kedua, sistem kepercayaan dan upacara keagamaan menandai ciri khas masyarkat Bendakerep.

Saat baru memasuki Kampung Bendakerep, tidak nampak

51 Zamzami Amin, Baban Kana: Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin dalam Kancah Sejarah Untuk Melacak Perang Nasional Kedongdong 1802-1919, (Bandung: Pustaka Aura Semesta, 2014), hlm. 261.

52 Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2013).

53 Kegiatan untuk memperingati tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW dan kemudian artinya meluas menjadi bulan kelahiran Nabi.

54 Kegiatan untuk memperingati tanggal meninggalnya seorang ulama atau orang yang berjasa di suatu daerah atau komunitas tertentu.

55 Kegiatan untuk mengungkapkan rasa syukur setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan ditambah dengan 6 hari di bulan Syawal.

Page 13: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

31

bangunan megah asrama atau pondok layaknya sebuah pesantren pada umumnya. Sepanjang jalan setapak, terlihat sebelah kanan dan kiri rumah-rumah warga yang terasnya dijadikan warung, seperti: bakso, mie ayam, dan warung kelontong, tidak nampak bangunan khusus asrama santri. Baru setelah berada di dekat masjid, nampak bangunan tegak berdiri, yaitu sebuah asrama pondok putra dan aula yang diperuntukkan untuk para santri mengaji kitab kuning. Sementara santri putri berada di belakang rumah kiai.

Masyarakat sekitar ikut mengaji kitab kuning di pesantren, dan tidak berani membuka pengajian sendiri. Keengganan ini dikarenakan takdzim pada kiai dan keturunannya yang merupakan guru-guru para orang tua penduduk Bendakerep sekaligus bentuk terima kasih yang telah diperkenankan untuk menetap.

Pesantren dan masyakarat masih kuat dalam menjaga tradisi leluhurnya. Ini dibuktikan dengan baru masuknya aliran listrik pada akhir dekade 1990-an. Sebelumnya, masyarakat menggunakan cempor (obor atau lampu minyak), ceplik, atau teplok56, sementara jembatan masih ditolak oleh masyarakat. Alasan penolakannya karena jika dibuat jembatan, maka otomatis banyak kendaraan yang melintasi jalan setapak yang membuat suasana kampung menjadi bising. Alasan itu pula yang dipegang ketika menolak toa atau pengeras suara. Keheningan kampung harus dijaga betul sebagai bentuk dari kearifan lokal. Meskipun televisi dan radio tidak boleh dimiliki oleh masyarakat, tetapi beberapa remaja Bendakerep telah memiliki telepon genggam dengan model terbaru yaitu android. Saat ini pada jejeran warung di Bendakerep sudah ada yang jualan pulsa.

Islam di Bendakerep adalah Islam yang bernuansa khas, yang telah melakukan akomodasi dengan tradisi-tradisi lokal, seperti keyakinan numerologi atau hari-hari baik untuk melakukan aktivitas baik ritual maupun non ritual, meyakini tentang makhluk-makhluk halus, serta berbagai ritual yang telah memperoleh sentuhan ajaran Islam.

Berikut beberapa ritual keagamaan yang sudah menjadi

56 Sejenis penerangan yang terbuat dari seng dan kaca yang diisi minyak tanah sebagai bahan bakarnya.

Page 14: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

32

tradisi dan masih dijalankan hingga sekarang. Para jamaahnya datang dari sekitar Cirebon dan luar Cirebon, seperti: Kuningan, Majalengka, Indramayu, Subang dan bahkan ada yang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertama, muludan atau pelal57. Tradisi muludan adalah sebuah ritual memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw yang diselenggarakan setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, diisi dengan pembacaan al-Barzanji tanpa alat pengeras suara secara berjamaah di Masjid Kramat Bendakerep. Pembacaan al-Barzanji ini dilakukan dua kali yaitu pada malam tanggal 12 Rabiul Awwal yang mana pembacaannya terfokus pada satu orang yang ditunjuk kiai secara bergiliran dan jamaah mengikuti atau menjawab bacaan tersebut. Pada saat itu, benda-benda pusaka seperti: pedang, keris, dan tombak dikeluarkan untuk ditaruh di depan para kiai dan jamaah yang berada di serambi masjid. Keesokan harinya (tanggal 12 Rabiul Awwal), diadakan kembali pembacaan al-Barzanji dengan masing-masing kelompok memiliki pembacanya masing-masing sehingga sering bersahut-sahutan satu kelompok dengan kelompok lain dalam menjawab bacaan al-Barzanji tersebut. Setelah selesai, mereka mendapatkan berkat58 yang sudah dipersiapkan.

Kedua, syawalan, raya cilik atau lebaran kupat. Ini merupakan perayaan dan syukuran setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan ditambah dengan puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal. Kegiatan ini diselenggarakan pada 8 Syawal dengan membaca tahlil dan doa bersama. Setelah selesai, mereka mendapatkan berkat yang sudah dipersiapkan.

Ketiga, haul. Setiap pesantren pasti menyelenggarakan haul, sebuah kegiatan rutin untuk mengenang jasa pendiri pesantren tersebut. Di Bendakerep, pelaksanaan haul diselenggarakan pada 12, 13 dan 14 Dzulhijjah. Kegiatan ini diisi dengan semaan al-Quran, ziarah kubur dan puncaknya yaitu tahlil bersama di Masjid

57 Masyarakat Cirebon sering menyebut kegiatan muludan atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan istilah pelal.

58 Kata berkat berasal dari bahasa Arab “barokah”. Kata ini mengandung arti bahwa setelah melakukan kegiatan keagamaan, seperti: pembacaan tahlil, maulid diba’, al-barzanji, kendurenan, dll. para jamaah akan membawa berkat. Berkat ini merupakan bingkisan makanan baik itu masih mentah atau sudah matang.

Page 15: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

33

Bendakerep. Setelah selesai, mereka mendapatkan berkat yang sudah dipersiapkan.

Selain kegiatan keagamaan tahunan di atas, Pesantren Bendakerep juga menyimpan ragam tradisi yang berbentuk bangunan, benda, dan kesenian lokal sebagaimana pesantren-pesantren tradisional miliki. Pertama, masjid dan makam. Bagi masyarakat Benda Kerep, masjid dan makam adalah dua tempat yang tidak bisa dipisahkan dalam proses melestarikan tradisi. Masjid memiliki peran sebagai tempat ibadah dan melakukan kegiatan ritual keagamaan serta menjadi pusat kebudayaan. Pusat kegiatan-kegiatan seperti: muludan, syawalan, dan haul bertempat di masjid. Adapun makam merupakan tempat pengetahuan mukasyafah (terbukanya tabir rahasia) dan musyahadah (kehadiran kepada Allah), pengokohan adat atau pusat pengembangan spiritualitas dan kebudayaan. Dasar para peziarah yang mengunjungi makam Kiai Soleh yaitu berdasarkan hadis Nabi, “Barangsiapa yang berziarah ke maqom-ku, seolah-olah mengunjungiku ketika aku masih hidup” yang tercantum dalam Kitab Syawahidul Haq. Masyarakat yang berziarah yakin akan hayatun tarzakiyyah (arwah yang benar-benar hidup). Roh orang-orang yang telah meninggal –terutama orang saleh- dapat diajak komunikasi, baik melalui mimpi maupun langsung.59

Kedua, hadrah. Hadrah merupakan suatu bentuk seni suara yang bernafaskan Islam dengan diiringi instrumen musik rebana60 dan disertai tarian dari para penabuh rebana. Ciri khasnya menggunakan rebana sebagai alat musik. Lagu yang dinyanyikan berupa puji-pujian kepada Allah dan Rasul. Rebana adalah sejenis alat kesenian tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya dilubangi, kemudian lubang tersebut ditutup dengan kulit binatang (kambing, kerbau, atau sapi) yang telah dibersihkan bulu-bulunya. Jenis musik ini berkembang di kalangan pesantren. Hadrah diyakini sebagai warisan dari wali sanga ketika menyebarkan agama Islam di

59 Tim Penulis Jamaah Nahdliyin Mataram (JNM) bekerjasama dengan Panitia Muktamar NU Ke-33, Gerakan Kultural Islam Nusantara. (Yogyakarta: jamaah Nahdliyin Mataram, 2015), hlm. 177-178.

60 Masyarakat Cirebon menyebut rebana dengan istilah ‘genjring’.

Page 16: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

34

Pulau Jawa. Keunikan musik hadrah yaitu hanya ada satu macam alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul secara langsung oleh tangan pemain tanpa menggunakan alat pukul lain. Variasi pukulan hadrah sangatlah kaya, sehingga cocok dimainkan oleh siapapun untuk mengiringi nyanyian dzikir atau sholawat yang bertemakan pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial budaya. Umumnya menggunakan bahasa Arab, tapi belakangan banyak yang mengadopsi bahasa lokal untuk kesenian ini.

Ketiga, kentong dan bedug. Kentong adalah sebuah alat yang terbuat dari bambu atau kayu yang dilubangi tengahnya agar mengeluarkan suara atau bunyi saat dipukul dengan alat pukul. Kentong yang terbuat dari bambu biasanya ditaruh di poskamling atau pos ronda. Adapun kentong yang terbuat dari kayu pohon biasanya berukuran besar memanjang ditaruh di tajug dan masjid untuk dijadikan tanda masuknya waktu sembahyang atau shalat lima waktu. Di Masjid Bendakerep, kentong dan bedug ditaruh beriringan di pojok teras masjid yang berada di antara pintu masuk sebelah timur dan selatan. Bila sudah masuk waktu shalat fardhu, salah seorang pengurus masjid memukul kentong dan bedug secara bergantian agar mengeluarkan suara irama yang khas. Setelah itu, terdengar suara muadzin tanpa menggunakan alat pengeras suara yang berdiri di antara dua pintu masuk ruang tengah masjid sebelah timur. Tak berapa lama, masyarakat dan santri berbondong-bondong untuk melakukan shalat fardhu berjamaah.

Keempat, bencet. Bencet yaitu sebuah alat untuk mendeteksi masuknya waktu shalat dengan bantuan sinar matahari. Alat ini dibuat bersamaan dengan berdirinya Masjid Bendakerep. Dibuat secara berundag dengan besi di atasnya. Letaknya di pelataran masjid sekitar 10 meter dari teras terluar masjid atau di sebelah tenggara kentong dan bedug. Ini menandakan bahwa sang pemukul bedug mengetahui masuk atau belumnya waktu shalat dengan melihat posisi bayangan besi yang berada di atas undag-undagan bencet tersebut.

Kelima, sarung, kopiah, udeng, tapih batik, dan kerudung. Masyarakat Bendakerep memiliki cara berpakaian yang sangat sederhana dan Islami. Bagi laki-laki memakai sarung dan kopiah hitam atau udeng, sedangkan bagi perempuan memakai baju

Page 17: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

35

lengan panjang, tapih atau sarung batik, dan kerudung. Sementara itu, celana panjang dipakai laki-laki ketika hendak berkebun atau sebagai daleman sarung, dan bagi anak-anak yang belum baligh. Adapun ketika hendak memasuki masjid harus memakai sarung dan kopiah tidak boleh bercelana kecuali dirangkap dengan sarung.

E. PENUTUPKerjasama antara keluarga pesantren dan masyarakat

Bendakerep dalam melestarikan tradisi turun temurun sangat dipegang erat. Mereka tidak berkeinginan untuk mencari celah dan berusaha melawan tradisi yang sudah dijalankan turun temurun. Hal ini karena ta’dzim dan menghormati jasa-jasa sesepuh yang telah membuka dan mengembangkan Kampung Bendakerep ini. Dua hal yang masih dipegang teguh yaitu tidak ingin membangun jembatan penyeberangan, menggunakan alat pengeras suara, dan alat-alat eletronika seperti televisi dan radio. Di samping itu, masyarakat bahu membahu dan siap siaga ketika hendak diadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang banyak, seperti: muludan, syawalan, dan haul.

F. DAFTAR PUSTAKAAbdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren: Studi Transformasi

Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: LkiS, 2013.

Abdullah Ali, Muludan Tradisi Bermakna?, Cirebon: Lestari, 2001.Abdurahman Mas’ud, dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah,

Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2002.__________, “Kata Pengantar” dalam Ronald Alan Lukens-Bull,

Jihad ala Pesantren di Mata Antropolog Amerika, Yogyakarta: Gama Media, 2004.

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, Yogyakarta: LkiS, 2007.

Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa, Jakarta: Komunitas Bambu, 2013.

M. Misbah, “Tradisi Keilmuan Pesantren Salafi”, Ibda’, Vol. 12, No.

Page 18: PESANTREN BENDAKEREP SEBAGAI PENJAGA TRADISI ISLAM …

Volume 01, Nomor 01, Tahun 2019/1440

36

2, Juli-Desember 2014.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:

Mutiara, 1979.Martin van Bruinessen, 1999, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat:

Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1999.Roland Alan Lukens-Bull, Jihad Pesantren di Mata Antropolog

Amerika, Yogyakarta: Gama Media, 2004. Sidney Jones, “The Javanese Pesantren: Between Elite and

Peasantry” dalam Charles F. Keyes (edt), Reshaping Local Worlds: Formal Education and Cultural in Rural Southeast Asia, New Haven: Yale Center for International and Area Studies – Southeast Asia Studies, 1991.

Tim Penulis Jamaah Nahdliyin Mataram (JNM) bekerjasama dengan Panitia Muktamar NU Ke-33, Gerakan Kultural Islam Nusantara, Yogyakarta: Jamaah Nahdliyin Mataram, 2015.

Zamzami Amin, Baban Kana: Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin dalam Kancah Sejarah Untuk Melacak Perang Nasional Kedongdong 1802-1919, Bandung: Pustaka Aura Semesta, 2014.