Upload
handi-oi-akhmadi
View
52
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Mata Kuliah Pendidikan Sosial Budaya yang Membahas Tema Multikulturalisme Indonesia dalam Wujud Kebudayaan Nasional dengan Judul "Perubahan Pola Pikir Mahasiswa Pendatang Departemen Pendidikan Teknik Mesin Fptk Upi" yang diampu oleh Dr. Cik Suabuana, M.Pd.
Citation preview
PERUBAHAN POLA PIKIR MAHASISWA PENDATANG
DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FPTK UPI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan sosial budaya
yang diampu oleh
Dr. Cik Suabuana, M.Pd.
Oleh:
Ragil Randi Ratamaja P 1005223
Riezka Sayyid Ridla 1006659
Handiansyah Akhmadi 1401694
Asrianti Wahyudin 1404669
Septiyanto Prayogo 1405380
M. Caesar Moslem 1405637
Febryansyah 1406974
Agung Rusdianto 1407290
DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas tentang
multikulturalisme Indonesia dalam wujud kebudayaan nasional yang merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah pendidikan sosial budaya.
Dalam pembuatan tugas ini penyusun banyak mendapatkan kendala dan
hambatan. Tapi atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan tugas ini. Pada kesempatan ini penyusun ucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penyusun tunjukan kepada:
1. Dr. Cik Suabuana, M.Pd. sebagai dosen mata kuliah pendidikan sosial budaya.
2. Rekan-rekan mahasiswa departemen pendidikan teknik mesin yang telah
banyak membantu dan memberi masukan tentang tugas ini serta pihak lain
yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi sehingga selesainya
tugas ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat
penyusun sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa tugas yang penyusun buat ini masih terbatas
pada ilmu dan pengalaman yang penyusun miliki. Besar harapan penyusun, agar
pembaca dapat memberikan saran serta kritik yang membangun. Semoga tugas ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.
Bandung, November 2015
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
D. Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah ............................................ 3
E. Sistematika Makalah .................................................................................. 3
BAB II: KAJIAN TEORI ....................................................................................... 4
A. Multikulturalisme Indonesia ...................................................................... 4
B. Kebudayaan Nasional ................................................................................. 7
C. Pola Pikir .................................................................................................... 8
BAB III: PEMBAHASAN ................................................................................... 15
BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 19
A. KESIMPULAN ........................................................................................ 19
B. SARAN .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21
LAMPIRAN ......................................................................................................... 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara yang luas dengan berbagai
keunikannya. Indonesia memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain dimana
ciri khas tersebut melambangkan bahwa Indonesia sangat luar biasa. Ciri khas dari
Indonesia adalah budaya yang ada di Indonesia. Budaya Indonesia adalah budaya
yang memiliki keberagaman yang unik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
negara Indonesia adalah negara multikulturalisme yaitu negara yang memiliki
banyak kebudayaan.
Suasana multikultural yang dimiliki oleh Indonesia sangat dirasakan oleh
masyarakatnya, terutama kota-kota besar yang dijadikan tempat perantauan oleh
masyarakat dari suatu daerah dengan kebudayaan yang berbeda.
Lingkungan multikulturalisme yang sangat mudah dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari adalah pada dunia perkuliahan. Salah satu contoh yang
penyusun amati adalah lingkungan multikultural yang ada di Departemen
Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia (DPTM FPTK UPI) tahun angkatan 2014
Proses sosialisasi yang dilakukan mahasiswa DPTM FPTK UPI tahun
angkatan 2014 di lingkungan multikultural secara terus menerus saat melakukan
aktivitas perkuliahan maupun lingkungan tempat tinggal mengakibatkan
perubahan pola pikir mahasiswa tersebut. Perubahan tersebut adalah masalah yang
unik untuk dikaji untuk mengetahui apa yang menyebaban hal tersebut terjadi,
2
sehingga penyusun mengangkat masalah mengenai perubahan pola pikir
mahasiswa pendatang DPTM FPTK UPI tahun angkatan 2014.
B. Identifikasi Masalah
Departemen pendidikan teknik mesin merupakan salah satu departemen
yang memiliki mahasiswa dari berbagai daerah. Sebagain besar mahasiswa DPTM
FPTK UPI tahun angkatan 2014 merupakan masyarakat yang berasal dari Suku
Sunda. Dengan pembawaan budaya masing-masing daerah kami melihat ada suatu
masalah yang unik untuk dikaji mengenai berubahnya pola pikir mahasiswa
dilihat saat pertama kali kuliah di DPTM FPTK UPI dan pola pikir mahasiswa
setelah menempuh pendidikan di DPTM FPTK UPI dengan mahasiswa lainnya
yang berbeda kebudayaan.
Masalah yang menonjol pada perubahan pola pikir mahasiswa DPTM
FPTK UPI tahun angkatan 2014 yang membawa kebudayaan Sunda mampu
mempengaruhi mahasiswa DPTM FPTK UPI tahun angkatan 2014 yang
membawa kebudayaan Betawi atau Melayu. Masalah ini menarik untuk dikaji
dengan mencari penyebab apa yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi.
C. Rumusan Masalah
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi berubahnya pola pikir mahasiswa DPTM
FPTK UPI tahun angkatan 2014?
2. Bagaimana solusi agar budaya mahasiswa DPTM FPTK UPI tahun angkatan
2014 yang asli dari daerahnya masing-masing dapat terjaga?
3
D. Pendekatan Metode Pemecahan Masalah
Pendekatan dan metode yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini
adalah pendekatan multiaspek/multidimensi dengan metode kuantitatif yag
dilakukan dengan kajian pustaka dan penyebaran angket.
E. Sistematika Makalah
BAB I Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah, pendekatan dan metode yang digunakan,
serta sistematika makalah.
BAB II Kajian Teori berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan
multikulturalisme Indonesia, kebudayaan nasional, dan tata bahasa.
BAB III Pembahasan berisi tentang perhitungan faktor terbesar sampai
terkecil yang berdasarkan dari penyebaran angket dan juga analisisnya.
BAB IV Kesimpulan dan Saran berisi tentang kesimpulan yang
menjawab pertanyaan pada rumusan masalah dan saran yang diberikan agar
maslah yang diangkat dapat ditanggulangi.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Multikulturalisme Indonesia
Keragaman-keragaman yang ada, sering disebutkan dengan istilah yang
berbeda-beda, Muhammad Yusri FM (2008) mengungkapkan bahwa ada tiga
istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang terdiri dari
agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda, yakni pluralitas (plurality),
keragaman (diversity), dan multikultural (multicultural). Ketiga-tiganya sama-
sama merepresentasikan hal sama yaitu keadaan lebih dari satu atau jamak. Lebih
lanjut Farida Hanum dan Setya Raharja (2011) menjelaskan bahwa
“keragaman itu berpengaruh terhadap tingkah laku, sikap, dan pola pikir
manusia, sehingga manusia memiliki cara-cara (usage), kebiasaan (folk
ways), aturan-aturan (mores) bahkan adat istiadat (customs) yang berbeda
satu sama lain.”
Bilamana keadaan di atas tidak dapat dipahami dengan baik oleh pihak satu dan
lainnya, maka akan sangat rawan terjadi persinggungan-persinggungan yang
kemudian berbuah pada adanya konflik. Disinilah perlu kiranya nilai-nilai
multikultural mengambil perannya.
Multikurturalisme secara etimologis terbentuk dari 3 kata yaitu: Multi
(banyak), Kultur (budaya), Isme (aliran/paham). Yang berarti multikulturalisme
adalah aliran atau paham tentang banyak budaya yang berarti mengarah pada
keberagaman budaya. Dalam (H.A.R Tilaar, 2004) multikulturalisme mengandung
pengertian yang sangat kompleks yaitu “multi yang berarti plural, kulturalisme
berisi pengertian kultur atau budaya”. Sedangkan Musa Asy’arie dalam Choirul
5
Mahfud (2008) berpendapat bahwa “multikulturalisme adalah kearifan untuk
melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam kehidupan
bermasyarakat”.
Istilah multikulturalisme marak digunakan pada tahun 1950 di Kanada.
Istilah ini diderivasi dari kata multicultural yang dipopulerkan surat kabar-surat
kabar di Kanada, yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat
multikultural dan multilingual. Pengertian tentang multikulturalisme memiliki dua
ciri utama: pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition),
kedua, legitimasi keanekaragaman budaya atau pluralisme budaya. Parsudi
Suparlan menuliskan,
“Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep
keanekaragaman secara Suku-bangsa atau kebudayaan Suku-bangsa yang
menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multi-kulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai
multikulturalisme akan harus mau tidak mau akan juga mengulas berbagai
permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi,
keadilan dan penegakkan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM,
hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan
moral, dan tingkat serta mutu produktivitas” (Suparlan, 2002)
Lahirnya paham multikulturalisme berlatar belakang kebutuhan akan
pengakuan (the need of recognition) terhadap kemajemukan budaya, yang
menjadi realitas sehari-hari banyak bangsa, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
sejak semula multikulturalisme harus disadari sebagai suatu ideologi, menjadi alat
atau wahana untuk meningkatkan penghargaan atas kesetaraan semua manusia
dan kemanusiaannya yang secara operasional mewujud melalui pranata-pranata
sosialnya, yakni budaya sebagai pemandu kehidupan sekelompok manusia sehari-
hari. Pengakuan akan kesamaan derajat dari fenomena budaya yang beragam itu
6
tampak dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Ungkapan itu sendiri mengisyaratkan suatu kemauan yang kuat untuk mengakui
perbedaan tapi sekaligus memelihara kesatuan atas dasar pemeliharaan
keragaman, bukan dengan menghapuskannya atau mengingkarinya. Perbedaan
dihargai dan dipahami sebagai realitas kehidupan, hal ini adalah asumsi dasar
yang juga melandasi paham multikulturalisme.
Secara awam, kita menyadari kebutuhan untuk mengakui berbagai ragam
budaya sebagai sederajat demi kesatuan bangsa Indonesia. Namun secara filosofis,
ternyata multikulturalisme mengandung persoalan yang cukup mendasar tentang
konsep kesetaraan budaya itu sendiri. Beberapa kritikus multikulturalisme telah
bicara tentang kelemahan multikulturalisme seperti kesadaran tentang ketegangan
filosofis antara kesatuan dan perbedaan (one and many). David Miller (1995)
menulis bahwa
“multikulturalisme radikal menekankan perbedaan-perbedaan budaya antar
kelompok dengan mengorbankan berbagai persamaan yang mereka miliki
dan dengan demikian multikulturalisme akan melemahkan ikatan-ikatan
solidaritas yang berfungsi mendorong para warga negara untuk mendukung
kebijakan-kebijakan redistributif dari kesejahteraan negara.”
Hal ini akan menghancurkan kohesi sosial, melemahkan identitas nasional,
mengosongkan sebagian besar dari isi konsep kewarganegaraan. Jika telah sampai
pada titik yang berbahaya, multikulturalisme radikal akan membangkitkan
semangat untuk memisahkan diri atau separatisme dalam psike kelompok-
kelompok kultural.
7
B. Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional terdiri dari 2 kata, kata pertama adalah kata
kebudayaan dan kata kedua adalah nasional. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, kebudayaan berasal dari kata budaya dan kata budaya tersebut
mengandung arti pikiran, akal budi. Sedangkan kebudayaan menurut kamus besar
bahasa Indonesia mempunyai 2 arti, arti pertama dari kebudayaan adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian,
dan adat istiadat. Arti kedua dari kebudayaan adalah antara keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Kata kedua yaitu kata nasional yang mempunyai arti bersifat kebangsaan,
berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jadi, arti dari
kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang dianut oleh semua warga dalam
suatu Negara.
Wujud kebudayaan Indonesia
Menurut Koentjaraningrat (1979), wujud kebudayaan dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak
dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan
perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan
bersangkutan itu hidup. Contoh wujud kebudayaan dari gagasan pada
masyarakat yogyakarta ialah mempercayai adanya hal hal yang berbau mistis,
8
seperti mempercayai benda benda pusaka, makna motif batik dan lain
lainnya.
2. Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau social system,
yaitu mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Aktifitas
kegiatan/tindakan yang di lakukan masyarakat. Contoh wujud kebudayaan
dari aktifitas pada masyarakat yogyakarta ialah siraman pusaka, labuhan,
pemberian sesajen padatempat yang di anggap terdapat sesepuh yang telah
tiada, dan lainnya.
3. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukan
banyak penjelasan karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling
konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
difoto. hasil budaya ini yaitu berupa suatu peninggalan,hasil
karya/benda/fisik. Contoh wujud kebudayaan dari hasil budaya pada
masyrakat yogyakarta ialah keraton, alun-alun, batik, keris dan lainnya.
C. Pola Pikir
Menurut RUMAH KEMUNING, sebuah website yang dirancang sebagai
tempat bertemu dan bertautnya gagasan-gagasan perubahan, penghubung ide dan
inisiatif komunitas pembaharu dalam alamat websitenya
(http://rumahkemuning.com/2014/06/pengertian-pola-pikir/) dikatakan bahwa
“Pola pikir juga dikenal dengan istilah mindset adalah cara otak dan akal
menerima, memproses, menganalisis, mempersepsi, dan membuat
kesimpulan terhadap informasi yang masuk melalui indra kita. Pola pikir itu
bekerja bagaikan ramalan bintang di kepala kita. Sewaktu kita hanyut dalam
samudra informasi maka pikiran mencari arah dengan berpegangan pada
pola pikir yang sudah terbentuk sebelumnya. Pola pikir itu untuk menjaga
9
pikiran agar tetap berada pada jalur yang sudah menjadi keyakinan kita dan
mendukung pencapaian tujuan yang menjadi pilihan kita.”
Pola pikir yang sudah dimiliki masih dapat diubah apabila dirasa sudah
tidak mampu membawa diri kita sampai ke tempat tujuan dengan sukses. Untuk
mengganti pola pikir lama dengan pola pikir baru yang lebih baik diperlukan
tekad dan keberanian untuk berubah. Pola pikir baru yang dianut harus bisa
mendorong imajinasi dan kreativitas untuk berkembang. Pola pikir yang
digunakan selayaknya tidak terlalu jauh meloncat ke depan agar orang-orang di
sekitar kita tetap dapat mengikuti serta mengetahui bagaimana dan di mana
pikiran kita berada.
Pola pikir seseorang akan mudah terlihat ketika menghadapi suatu
permasalahan yang harus diselesaikan. Pola pikir itu sangat dipengaruhi oleh
faktor pendidikan, pengalaman, dan nilai-nilai yang dianut di lingkungannya.
Meskipun demikian, setiap orang bebas memilih dan menentukan pola pikir
seperti apa yang akan dijadikan pegangan bagi dirinya. Pola pikir yang sudah
teruji dan diyakini kebenarannya dapat menjadi prinsip hidup. Perlu dipahami
bahwa pola pikir itu ada yang positif dan ada pula yang negatif. Pola pikir positif
akan membawa dampak positif bagi penganutnya, sebaliknya pola pikir negatif
akan membawa dampak negatif.
Pola pikir itu ada yang bersifat umum, dan ada pula yang bersifat spesifik
sesuai dengan tuntutan bidang tertentu. Beberapa ungkapan pola pikir yang
bersifat umum, misalnya “Jadilah kita sebagai penyebab bukan sebagai akibat,
karena ,kita yang harus menentukan nasib bukan nasib yang menentukan kita”.
Setiap pikiran menjadi penyebab, dan setiap kondisi yang terjadi merupakan suatu
10
akibat. Karena itu, kita perlu mengelola pola pikir agar kondisi yang muncul
hanyalah kondisi yang kita inginkan.
Faktor yang mempengaruhi pola pikir
Menurut Wahidil Qohar (2015) dalam Kompasiana dapat dikatakan bahwa
sedikitnya ada enam faktor yang mempengaruhi pola pikir seseorang, yaitu
lingkungan keluarga, pergaulan dengan masyarakat, pendidikan, sistem
kepercayaan atau keyakinan, cita-cita, dan pengalaman.
- Lingkungan Keluarga
Keluarga yang mengembangkan kebiasaan makan bersama, membaca
buku, mematikan lampu setelah selesai digunakan, dan kebiasaan positif lainnya,
akan menghasilkan anggota keluarga yang memiliki pola pikir yang terwarnai
oleh nilai-nilai yang dibangun bersama oleh keluarga tadi. Pola pikir seseorang
yang berasal dari keluarga yang sarat dengan sistem nilai positif, dipastikan akan
lebih unggul dari keluarga yang tidak atau kurang membangun sistem nilainya.
- Pergaulan dengan Masyarakat
Seseorang yang banyak berteman dengan pengusaha, cenderung
memperlihatkan pola pikir seperti pengusaha. Seseorang yang berteman dengan
politikus, cenderung akan mengikuti gaya berpikir politikus. Seseorang yang
berteman dengan tukang rumpi, dia akan tertular dengan kegatalannya para
perumpi. Dan, bila seorang seseorang berteman dengan orang yang shalih, diapun
cenderung akan mengadopsi sifat-sifat dan cara berpikir orang shalih tersebut.
Konsekuensinya, bila seorang seseorang ingin memiliki pola pikir yang baik, ia
akan berhati-hati dalam memilih teman.
11
- Pendidikan
Pendidikan adalah solusi terbaik untuk membentuk pola pikir yang unggul.
Seorang seseorang tidak akan membiarkan waktunya berlalu tanpa membaca
buku. Ia akan rajin men-charge dirinya sendiri melalui seminar-seminar yang
bermanfaat. Ia akan gunakan internet untuk mencari berbagai informasi yang
dapat mendukung karirnya sebagai seorang seseorang. Ia akan berusaha untuk
meningkatkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, bukan karena selembar
ijazah atau kebanggaan menyandang sederet gelar akademik, tapi karena
kesadaran untuk terus meningkatkan kompetensi diri. Iapun Ia tidak akan
membiarkan dirinya menonton TV lebih dari satu jam sehari.
- Sistem Kepercayaan
Faktor yang paling dominan mempengaruhi pola pikir adalah sistem
kepercayaan atau keyakinan seseorang. Bukti sangat kuat bahwa sistem keyakinan
memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap pola pikir seorang
seseorang, adalah ketika ia dihadapkan pada peluang melakukan korupsi. Satu-
satunya yang sanggup mencegah perbuatan tersebut bukanlah sanksi dari atasan,
KPK, kejaksaan, atau dari kepolisian, tetapi rasa takut kepada Tuhannya. Bahwa
suatu hari nanti, setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang diperbuatnya.
Ia merasa tidak akan sanggup menghadapi murka Tuhan Yang Maha Keras
siksanya atas korupsi yang ia lakukan. Ia juga sadar bahwa azab neraka, bukanlah
akhir kehidupan yang baik.
12
- Cita–cita
Cita dan angan merupaka awal dari suatu permasalahan yang akan
dihadapi sehingga dapat membentuk karakter berpikir serta pola pikir dan
pandangan hidup dari suatu permasalahan yang timbul. Karena setiap kita bercita–
cita atau menginginkan sesuatu maka kita juga akan berpikir bagaimana meraih
dan mewujudkannya, sehingga cita – cita dapat menjadi faktor yang sangat
mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup seseorang.
- Pengalaman
Pengalaman merupakan guru terbaik yang dimiliki oleh setiap orang.
Belajar tidak hanya membaca atau mendengar dan menulis saja, Belajar yang baik
adalah memadukan ketiganya menjadi satu kesatuan yaitu melakukan dengan
melakukan maka kita akan membaca karakter permasalahan, menganalisi
permasalahan serta mencari solusi dari permasalahan yang dihadapai “analisis”
seningga dengan melalukan maka kita telah belajar baik disengaja atau tidak.
Contoh kebudayaan pola pikir
- Pola pikir Suku Sunda
Menurut Mala Nopita Sari (2012) dalam makalah analisa unsur
kebudayaan Suku Sunda dapat dirumuskan bahwa pola pikir Suku Sunda sebagai
berikut:
Masyarakat Sunda tidak pernah tertinggal tentang berpikiran mengenai mitos-
mitos yang telah mereka percaya sejak dulu.
Pola pikir masyarakat Sunda pun terkadang juga selalu mementingkan masa
depan atau pemikiran kedepan seperti apa.
13
Suku Sunda pun adalah sangat mencintai hasil karya keseniannya, karena dari
mencintai kesenian itu dapat menimbulkan rasa optimis, dan juga memiliki
watak yang terbuka tetapi juga terkadang memiliki sifat yang sangat perasa,
biasanya masyarakat Sunda menyebutnya dengan sifat pundung.
Pola pikir yang dijalani oleh masyarakat Suku Sunda itu memiliki sifat yang
seimbang, contohnya saja dalam hal beradaptasi. Mereka harus bisa
beradaptasi dengan baik apalagi bila mereka sudah tinggal di dalam lingkungan
yang berbeda-beda Suku secara otomatis mereka akan berpola pikir bahwa
mereka harus bersifat ramah-tamah dan saling menghargai antara sesama.
- Pola pikir Suku Betawi
Menurut Derry Ardyan (2015) dalam kompasiana dapat dirumuskan
bahwa pola pikir Suku Betawi sebagai berikut:
Etnis Betawi kukuh terhadap keyakinan dan pandangan hidup yang mereka
anut.
Nilai-nilai kebetawian yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Betawi
melahirkan karakter yang tegas dan sabar pada diri orang Betawi.
Walaupun hidup dalam kesusahan, orang Betawi tidak akan menjual keyakinan
mereka. Sesuatu yang telah mereka anut sejak kecil tidak akan mudah pudar
begitu saja hanya karena kesusahan atau iming-iming harta-benda.
Kehidupan bagi orang Betawi adalah sebuah perjuangan dan kerja keras yang
terus berlanjut hingga kematian tiba. Oleh karena itu, karakter pantang
menyerah dan selalu mencari jalan keluar adalah ciri dari orang Betawi asli.
Dalam mengatasi masalah hidup menjadi kekuatan tersendiri masyarakat
14
Betawi. Karakter ini juga melahirkan sifat berani menghadapi tantangan apa
pun pada diri orang Betawi selama mereka meyakini apa yang mereka pilih itu
benar.
Kejujuran dan keterbukaan dalam masyarakat Betawi merupakan hal yang
sangat esensial dan tampak dalam keseharian mereka, seperti terlihat dalam
komunikasi mereka sehari-hari. Kejujuran masyarakat Betawi ini terlihat
menonjol pada pola komunikasi mereka yang apa adanya, hampir jarang
ditemui kata-kata untuk memperhalus maksud pembicaraan. Jika mereka
mengatakan Hitam, maka akan dikatakan hitam, putih dikatakan putih, tidak
dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi.
Keterbukaan masyarakat Betawi menghadirkan rasa toleransi yang tinggi
mereka terhadap kaum pendatang. Hal ini sudah terjadi sejak beratus-ratus
tahun yang lalu hingga kini. Keterbukaan ini pun membuat kebudayaan Betawi
menjadi semakin semarak dengan masuknya unsur-unsur budaya kaum
pendatang yang berasimilasi dengan kebudayaan Betawi sendiri.
15
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, penyusun akan memaparkan hasil pengisian
angket (terlampir) oleh 28 responden, yaitu mahasiswa pendatang DPTM FPTK
UPI tahun angkatan 2014 dari daerah Palembang (Suku Melayu) dan Jakarta
(Suku Betawi) yang sedang melaksanakan kuliah di Kota Bandung (Suku Sunda).
Angket yang disebarkan adalah angket tentang seberapa besar faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan pola pikir mereka setelah mereka meninggalkan
daerahnya masing-masing dan melaksanakan kuliah di Kota Bandung (Suku
Sunda).
Perhitungan
Setelah angket disebar dan diisi oleh 28 responden, dapat ditarik
perhitungan yaitu sebagai berikut:
Responden Pilihan
A B C D
1 1 3 2 4
2 4 3 1 2
3 1 2 4 3
4 4 3 2 1
5 2 3 4 1
6 4 3 1 2
7 2 4 3 1
8 1 4 2 3
9 3 4 1 2
10 4 1 2 3
11 1 4 3 2
12 2 1 3 4
13 2 3 1 4
14 4 2 3 1
15 4 3 2 1
16
16 4 2 3 1
17 3 1 4 2
18 3 2 4 1
19 3 4 2 1
20 4 3 1 2
21 1 4 3 2
22 4 2 3 1
23 4 3 2 1
24 2 1 3 4
25 4 2 3 1
26 4 2 3 1
27 2 4 3 1
28 3 4 2 1
Jumlah 80 77 70 53
Keterangan:
4 = Pilihan Pertama
3 = Pilihan Kedua
2 = Pilihan Ketiga
1 = Pilihan Keempat
Dari tabel urutan pilihan yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik
perhitungan untuk menentukan urutan faktor mana yang paling berpengaruh
terhadap perubahan tata bahasa mahasiswa pendatang DPTM FPTK UPI seperti
berikut:
No Faktor Jumlah Urutan Persentase
1 Lingkungan 80 28.58%
2 Pendidikan 77 27.50%
3 Keluarga 70 25%
4 Kepercayaan 53 18.92%
Jumlah 280 100%
17
Analisis
Berdasarkan hasil sebaran pengisian angket oleh 28 responden mahasiswa
pendatang DPTM FPTK UPI, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor terbesar
dalam perubahan pola pikir adalah faktor lingkungan dengan persentase sebesar
28,58%. Lingkungan tempat yang didiami oleh para mahasiswa pendatang akan
mempengaruhi pola pikir mereka. Contohnya, para mahasiswa pendatang
mungkin tidak dituntut untuk berpikir kritis saat SMA, tetapi setelah mendiami
lingkungan DPTM FPTK UPI para mahasiswa pendatang akan dituntut untuk
berpikir kritis dan ini akan mempengaruhi perubahan pola pikir mereka. Faktor
kedua adalah faktor pendidikan dengan persentase sebesar 27.50%. Hal ini
dibuktikan dengan semakin tingginya jenjang pendidikan seseorang maka akan
semakin kompleks juga pola pikirnya. Contohnya, mayoritas mahasiswa semester
8 akan memiliki pola pikir yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa
semester 1, hal ini juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Faktor
ketiga adalah faktor keluarga dengan persentase sebesar 25%. Keluarga yang
mengembangkan kebiasaan makan bersama, membaca buku, mematikan lampu
setelah selesai digunakan, dan kebiasaan positif lainnya, akan menghasilkan
anggota keluarga yang memiliki pola pikir yang terwarnai oleh nilai-nilai yang
dibangun bersama oleh keluarga tadi dan mahasiswa pendatang akan mempunyai
keluarga baru (orang yang sering ditemui) yaitu teman-teman kampusnya yang
akan mempengaruhi untuk berubahnya pola pikir dari mahasiswa pendatang
tersebut dan menyesuaikan dengan pola pikir keluarga barunya. Faktor keempat
adalah faktor kepercayaan dengan persentase sebesar 18.92% dimana faktor ini
sangat kecil pengaruhnya jika dibandingkan dengan faktor lain. Kepercayaan
18
seseorang sangat menentukan pola pikir seseorang dan dengan datangnya
kepercayaan atau prinsip hidup baru akan mempengaruhi berubahnya pola pokir
seseorang. Tapi, sayangnya tidak banyak mahasiswa pendatang yang terpengaruh
dengan faktor ini.
19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Faktor yang mempengaruhi berubahnya pola pikir mahasiswa pendatang
DPTM FPTK UPI jika diurut dari faktor terbesar ke faktor terkecil adalah
1. Lingkungan dengan persentase 28.58%
2. Pendidikan dengan persentase 27.50%
3. Keluarga dengan persentase 25%as
4. Kepercayaan dengan persentase 18.92%
Solusi yang dapat dilakukan untuk menekan perubahan pola pikir para
mahasiswa pendatang agar tata bahasa dan pola pikir mereka yang merupakan
salah satu bentuk kebudayaan nasional tidak hilang adalah dengan:
1. Bangga dengan kebudayaan asal daerahnya.
2. Bangga dengan tata bahasa atau dialek asal daerahnya.
3. Bangga atas warisan tata bahasa kebudayaan daerahnya.
4. Menyadari kita sebagai pewaris harus bisa melestarikan kebudayaan asal
daerahnya.
5. Menyadari bahwa “bhineka tunggal ika” bukan hanya hiasan pada lambang
negara kita, melaikan suatu semboyan yang menyatukan berbagai budaya dan
kita harus menghargainya.
20
B. Saran
Sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki banyak bentuk kebudayaan,
kita harus menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang.
Semboyan “bhineka tunggal ika” harus kita sadari dan hargai, karena dengan
semboyan itulah kita dapat hidup dengan satu dalam suatu kebudayaan nasional
Indonesia yang dibentuk oleh berbagai kebudayaan daerah.
Kita harus bisa menghargai perbedaan kebudayaan di setiap wilayah
Indonesia, bisa hidup rukun tanpa ada gesekan satu sama lain, seperti contohnya
suku Batak yang cenderung lebih keras nada berbicaranya dan suku Sunda yang
lebih lemah lembut, perbedaan seperti itulah yang harus kita maklumi dan hargai.
Kita juga harus bisa menjunjung nilai-nilai yang terkandung dalam
“Bhineka Tunggal Ika” supaya kita bisa hidup rukun tentram dan juga bisa
bertukar pikiran dan saling berbagi ciri khas kebudayaan masing-masing antara
tiap-tiap komponen masyarakat yang bertemu dalam suatu tempat atau wilayah,
dan akhirnya bisa menghasilkan pengalaman baru, pengetahuan baru, dan yang
utamanya bisa mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan.
21
DAFTAR PUSTAKA
........... (2014). Pengertian Pola Pikir. [online]. Diakses dari:
http://rumahkemuning.com/2014/06/pengertian-pola-pikir/.
Abdulaziz96. (2015). Wujud wujud kebudayaan. [online]. Diakses dari:
https://abdulaziz96.wordpress.com/2015/03/23/wujud-wujud-kebudayaan/
Qohar, Wahidil. (2015). Manusia dan Pola Pikir Serta Pandangan Hidup [online].
Diakses dari: http://www.kompasiana.com/wahidilqohar/manusia-dan-pola-
pikir-serta-pandangan-hidup_54ffb8dda33311894c511051
H.A.R. Tilaar. (2004). MULTIKULTURALISME: Tantangan-tantangan Global
Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Hanum, Farida dan Setya Raharja. (2011). “Pengembangan Model Pembelajaran
Pendidikan Multikultural Menggunakan Modul Sebagai Suplemen Pelajaran
IPS di Sekolah Dasar”. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, Volume 04,
Nomor 2. Hlm 113-128.
Mahfud, Choirul. (2008). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Miller, David. (1995). On Nationality. Oxford: Oxford University Press.
Suparlan, Parsudi. (2002). ”Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”.
Jurnal Antropologi Indonesia, Tahun XXVI, No. 69, UI dan Yayasan Obor
Indonesia.
Yusri FM, Muhammad. (2008). “Prinsip Pendidikan Multikulturalisme dalam
Ajaran Agama-agama di Indonesia”. Jurnal Kependidikan Islam Jurusan
22
Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Vol. 3, No.2. Hlm 1-22.
Koentjaraningrat. (1979). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Sari, Mala Nopita. (2012). “Analisa Unsur Kebudayaan Suku Sunda”. Makalah
Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Pamulang.
Ardyan, Derry. (2015). Kelakuan Orang Betawi. [online]. Diakses dari:
http://www.kompasiana.com/derry.ardian/kelakuan-orang-
betawi_550d4e68813311bf36b1e24e
23
Lampiran
ANGKET
Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan pola pikir seseorang
berubah. Silahkan pilih faktor paling besar yang menyebabkan pola pikir
anda berubah. (Urutkan dari yang terbesar ke terkecil)
A. Faktor Lingkungan
B. Faktor Pendidikan
C. Faktor Keluarga
D. Faktor Kepercayaan
E. Faktor . . . . . . . . . . . .