87
PERTAMBANGAN DAN ENERGI

PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Page 2: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan
Page 3: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

BAB IX

PERTAMBANGAN DAN ENERGI

A. PERTAMBANGAN

1. Pendahuluan

Sejalan dengan ketetapan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan pertambangan yang dilaksanakan selama ini diarahkan pada pemanfaatan sebesar-besarnya kekayaan tambang bagi pembangunan nasional dan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, penyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, peningkatan ekspor dan penerimaan negara, serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha.

Dalam upaya melaksanakan penganekaragaman hasil tambang dan pengelolaan usaha pertambangan secara efisien telah dilakukan peningkatan dan perluasan upaya inventarisasi serta pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan tambang dengan memanfaatkan teknologi tepat guna. Dalam upaya untuk mendorong dan meningkatkan penanaman modal baik swasta nasional maupun asing, kemudahan penanaman modal di bidang pertambangan

Page 4: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

dilakukan dengan menawarkan beberapa tahap Kontrak Karya sampai dengan Generasi V, sedangkan di bidang minyak dan gas bumi dengan menerbitkan berbagai Paket Insentif sampai dengan tahap ke III.

Penguasaan teknologi pertambangan terus ditingkatkan melalui alih teknologi termasuk teknologi eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang. Di samping itu pembangunan pertambangan terus dilakukan secara terpadu dan serasi dengan pengembangan energi, pembangunan daerah dan pembangunan sektor-sektor lainnya. Usaha pertambangan rakyat tetap dibina dan dikembangkan dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah, pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan bekerja.

Sebagai hasil dari pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang pertambangan tersebut, dalam lima tahun terakhir ini perkembangan bidang minyak dan gas bumi semakin menunjukkan peningkatan. Beberapa aspek yang perkembangannya sangat menonjol, antara lain adalah pemasaran bahan bakar minyak, pemanfaatan gas bumi khususnya ekspor gas bumi. Adapun pertumbuhan setiap tahun pemasaran bahan bakar minyak adalah 19,6%, sedangkan pemanfaatan gas bumi adalah 7,9%. Dengan telah berproduksinya beberapa lapangan minyak baru, pertumbuhan produksi serta ekspor minyak bumi dan kondensat masing-masing setiap tahunnya meningkat dengan 3,0% dan 2,4% atau masing-masing mencapai 572,8 juta barel dan 374,1 juta barel pada tahun 1991/92. Dalam kurun waktu April sampai dengan Desember 1992 produksi dan ekspornya masing-masing menjadi 415,4 juta barel dan 213,5 juta barel.

Sementara itu perkembangan produksi beberapa komoditi mineral logam selama lima tahun terakhir ini secara umum juga mengalami peningkatan, meskipun perkembangan harga komoditi mineral logam di pasaran internasional kurang menguntungkan. Kapasitas produksi konsentrat tembaga telah diperluas menjadi dua kali lipat, sedangkan kapasitas produksi nikelmatte dapat ditingkatkan dengan 35%. Begitu pula dua tambang emas telah berhasil menyelesaikan proyeknya di Kalimantan Timur dan Maluku yang masing-masing berkapasitas produksi sebesar 8 dan 2 ton emas per tahun.

IX/4

Page 5: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Dalam pada itu kemajuan yang sangat pesat juga dicapai di bidang batu bara. Selama lima tahun terakhir pertumbuhan produksi rata-rata batu bara setiap tahunnya mencapai 59,3% atau mencapai 16.290,2 juta ton pada akhir tahun 1992. Hal ini dimungkinkan oleh selesainya perluasan dan telah beroperasinya beberapa tambang batu bara dengan skala besar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.

Kegiatan-kegiatan penunjang di sektor pertambangan dan energi yang meliputi pemetaan geologi bersistem, inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral, penyelidikan geologi tata lingkungan dan gunung api serta penyelidikan potensi mineral di bawah taut terus ditingkatkan. Hasil-hasil kegiatan ini di samping sangat berperan dalam meningkatkan pembangunan di sektor pertambangan juga telah berhasil menunjang kegiatan pembangunan sektor lainnya, seperti transmigrasi, pekerjaan umum, dan pertanian.

2. Perkembangan Hasil Pertambangan

a. Minyak Bumi

Dalam pembangunan nasional dewasa ini peranan minyak bumi masih besar, baik sebagai sumber penerimaan negara maupun sebagai sumber penerimaan devisa. Di samping itu peranannya sebagai sumber energi adalah sangat besar.

Kegiatan industri minyak dan gas bumi di Indonesia yang sudah mulai berkembang sejak sebelum Repelita I, mulai memasuki babak baru pembangunan sejak tahun 1968 dengan diperkenalkannya sistem Kontrak Production Sharing (KPS). Penawaran sistem KPS dalam operasi perminyakan di Indonesia sejak Repelita I telah berhasil meningkatkan minat para kontraktor asing dalam menanamkan investasinya di Indonesia.

Perkembangan produksi minyak bumi selama 25 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel IX-1. Pada tahun 1968 produksi minyak mentah berjumlah 219,9 juta barel dan sejak itu terus meningkat sehingga menjadi

IX/5

Page 6: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 11)

PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN1968 – 1992/93

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/6

Page 7: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

508,4 juta barel dan 589,2 juta barel pada tahun terakhir Repelita I dan II Produksi puncak sejak 100 tahun usia industri minyak bumi di Indonesia tercapai pada tahun keempat Repelita II dengan jumlah produksi sebanyak 616,5 juta barel. Jadi dalam sembilan tahun produksi minyak mentah meningkat dengan 180,4% jika dibandingkan dengan tahun 1968.

Perkembangan produksi minyak dunia yang kurang menguntungkan sejalan dengan melemahnya harga minyak di pasaran internasional menyebabkan negara-negara anggota OPEC sepakat untuk membatasi produksinya. Pembatasan produksi terus berlanjut dari tahun 1981/82 sampai saat ini, sehingga produksi minyak mentah Indonesia pada tahun terakhir Repelita III turun menjadi sebesar 517,6 juta barel dan terus menurun menjadi 496,9 juta barel pada akhir Repelita IV.

Dalam lima tahun terakhir sampai dengan tahun keempat Repelita V produksi minyak mentah meningkat kembali. Peningkatan itu disebabkan antara lain oleh karena membaiknya pasar minyak mentah di dunia, meningkatnya kuota OPEC, telah berproduksinya beberapa lapangan minyak baru dan meningkatnya produksi dari proyek-proyek "Enhanched Oil Recovery" (EOR). Selama empat tahun terakhir produksi minyak bumi Indonesia meningkat dari 508,0 juta barel pada tahun 1987/88 menjadi 572,8 juta barel pada tahun 1991/92. Pada akhir tahun 1992 produksi minyak bumi diperkirakan mencapai 415,4 juta barel.

Sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai sektor, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri juga semakin meningkat. Pemasaran BBM dalam negeri dari tahun 1968 sampai dengan tahun terakhir Repelita IV mengalami kenaikan cukup pesat, yakni dari 34,5 juta barel menjadi 179,0 juta barel dan terus meningkat menjadi 229,4 juta barel pada tahun 1991/92 atau meningkat dengan 564,9%. Pada akhir tahun 1992 bahan bakar minyak yang dipasarkan diperkirakan mencapai 367,0 juta barel. Di samping bahan bakar minyak, penjualan produk non BBM, seperti bahan pelumas, LPG (Liquified Petroleum Gas), aspal dan wax, juga mengalami peningkatan cukup berarti. Dalam Repelita IV telah mulai pula dipasarkan produk baru seperti kokas, methanol dan Purified Terephtalic Acid (PTA).

IX/7

Page 8: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Perkembangan pemasaran hasil-hasil minyak bumi di dalam negeri dari tahun 1968 sampai dengan tahun 1992/93 adalah seperti terlihat pada Tabel IX-2. Sejak tahun pertama Repelita I kenaikan kebutuhan BBM dalam negeri selalu diupayakan agar dapat diimbangi dengan peningkatan produksi BBM dari pengilangan di dalam negeri. jumlah minyak yang dikilang di dalam negeri telah meningkat dari 72,3 juta barel pada tahun 1968 menjadi 118,8 juta barel pada tahun terakhir Repelita I. Tetapi kapasitas pengolahan kilang di dalam negeri selama Repelita I belum memadai sehingga sampai dengan pertengahan Repelita IV sebagian minyak mentah Indonesia masih dikilang di luar negeri. Pada tahun ketiga Repelita IV perluasan kilang-kilang BBM di Balikpapan dan Cilacap dan pembangunan unit hydrocracker di Dumai telah beroperasi secara penuh. Dalam lima tahun terakhir ini jumlah minyak bumi yang dikilang di dalam negeri menunjukkan peningkatan. Pada Tabel IX-3 terlihat bahwa jumlah minyak bumi yang dikilang di dalam negeri meningkat dari 219,4 juta barel pada 1987/88 menjadi 295,7 juta barel pada 1991/92. Sementara itu dari bulan April sampai dengan Desember 1992 jumlah minyak bumi yang di kilang diperkirakan mencapai 306,9 juta barel. Meskipun sudah lebih tinggi dari tahun sebelumnya tetapi diperkirakan tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan BBM di dalam negeri terutama kebutuhan solar, karena laju pertumbuhan permintaan lebih tinggi lagi. Kekurangannya harus diimpor sedangkan sebagian minyak mentah diolah di luar negeri (crude processing deal).

Sejak tahun 1968 volume ekspor minyak dan hasil minyak bumi terus menunjukkan peningkatan. Apabila pada tahun 1968 volume ekspor adalah sebesar 176,7 juta barel, maka pada tahun terakhir Repelita IV ekspornya meningkat menjadi 335,8 juta barel atau meningkat sekitar 90%. Namun demikian perkembangan volume ekspor ini bervariasi pada setiap akhir tahun Repelita dimana ekspor minyak bumi mencapai puncaknya pada tahun 1977. Penurunan volume ekspor setelah pertengahan Repelita IV, selain disebabkan oleh lemahnya pasar minyak dunia dan kuota produksi OPEC juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah minyak yang diolah di kilang dalam negeri. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel IX-3 dalam memasuki Repelita V volume ekspor minyak dan hasil minyak kita meningkat kembali dari 354,8 juta barel pada tahun 1987/88 menjadi 374,1 juta barel pada tahun 1991/92 atau meningkat sebesar 5,4%. Dalam pada itu jumlah ekspor

IX/8

Page 9: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 21)

REALISASI PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,1968 – 1992/93

(ribu barrel)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 19924) Angka-angka BBM adalah penjualan dalam

negeri, penjualan dalam valuta asinguntuk bunker kapal dan pesawat terbangserta pemakaian sendiri.

IX/9

Page 10: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 31)

PRODUKSI, PENGILANGAN DAN EKSPOR MINYAK BUMI1968 – 1992/93

(juta barrel)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 19924) Termasuk feedstock5) Termasuk kondensat6) Tidak termasuk LPG

IX/10

Page 11: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

dari bulan April sampai dengan Desember 1992 diperkirakan mencapai 262,7 juta barrel.

Peranan ekspor minyak terhadap penerimaan devisa sampai saat ini masih sangat penting bagi perekonomian dan upaya pembangunan di Indonesia. Kontribusi nilai ekspor minyak dan gas bumi selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama mencapai puncaknya dalam Repelita III yaitu sebesar rata-rata 75,2% terhadap total nilai ekspor Indonesia.

b. Gas Bumi

Dengan semakin mahalnya sumber energi yang berasal dari minyak bumi maka peranan gas bumi sebagai sumber energi alternatif semakin penting. Kemajuan teknologi di bidang gas bumi telah meningkatkan pemanfaatan gas bumi menjadi komoditi ekspor dalam bentuk LNG, dan sebagai bahan baku dan bahan bakar berbagai industri dalam negeri yang pada gilirannya memperluas kesempatan kerja.

Produksi dan pemanfaatan gas bumi sejak Repelita I sampai tahun keempat Repelita V mengalami kenaikan yang sangat tajam. Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi selain dimungkinkan dengan diketemukannya cadangan gas bumi dalam skala besar seperti di Arun dan Bontang juga terutama disebabkan oleh semakin meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk ekspor LNG (Liquified Natural Gas) dan LPG (Liquified Petroleum Gas), bahan baku industri pupuk, bahan bakar kilang BBM, pabrik semen dan pabrik baja serta untuk gas kota bagi pemakaian komersial dan rumah tangga. Kenaikan pemanfaatan gas kota terjadi khususnya di Cirebon, Bogor, Jakarta dan Medan. Perkembangan produksi dan pemanfaatan gas bumi tersebut dapat dilihat pada Tabel IX-4.

Pada tahun terakhir Repelita I produksi gas bumi tercatat sebesar 186,1 miliar kaki kubik, atau naik 60,4% dibanding dengan produksi tahun 1968. Sementara itu pemanfaatan gas bumi pada tahun terakhir Repelita I hanya mencapai 53,3 miliar kaki kubik. Sejak itu produksi gas bumi meningkat terus sehingga pada tahun terakhir Repelita IV menjadi 1.887,0

IX/11

Page 12: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 41)

PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI1968 – 1992/93

(miliar kaki kubik)

1) Angka tahunan2) Angka gross (termasuk gas yang diinjeksikan kembali ke reservoir)3) Angka diperbaiki4) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/12

Page 13: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

miliar kaki kubik, atau meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 16,7% setiap tahun, sedangkan pemanfaatannya naik menjadi 1.751,8 miliar kaki kubik, atau meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 26,2% setiap tahun.

Dalam lima tahun terakhir sampai dengan tahun keempat Repelita V, produksi gas bumi terus mengalami peningkatan dari 1.737,0 miliar kaki kubik pada tahun 1987/88 menjadi 2.465,5 miliar kaki kubik pada tahun 1991/92 atau meningkat sebesar 41,9%. Sementara itu pemanfaatannya juga meningkat dari 1.587,8 miliar kaki kubik menjadi 2.246,4 miliar kaki kubik dan akhir tahun 1992 diperkirakan produksi dan pemanfaatannya masing-masing mencapai 2.570,6 miliar kaki kubik dan 2.376,5 miliar kaki kubik.

Dengan jumlah cadangan gas bumi yang besar, Indonesia dikenal sebagai penghasil dan pengekspor LNG dan LPG terbesar di dunia. Pemakaian LPG sebagai energi rumah tangga sejak tahun 1977/78 di dalam negeri juga terus meningkat, terutama di daerah perkotaan.

Pada tahun terakhir Repelita IV produksi LNG Indonesia mencapai 963,2 juta MMBTU atau naik menjadi lebih empat kali lipat angka produksi pada tahun terakhir Repelita II sebesar 226,2 juta MMBTU. Produksi LNG tersebut berasal dari kilang LNG Arun dan Badak. Sementara itu produksi LPG pada tahun terakhir Repelita IV berjumlah 1,7 juta ton atau meningkat menjadi tiga setengah kali dibandingkan dengan produksi tahun terakhir Repelita II sebesar 0,49 juta ton. Produksi LPG tersebut berasal dari kilang-kilang LPG Arjuna, Santan, Rantau, Mundu, Arun dan Badak serta kilang-kilang minyak Cilacap, Balikpapan, Dumai dan Musi.

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel IX-5 dalam lima tahun terakhir produksi LNG terus meningkat dari 905,1 juta MMBTU pada tahun 1987/88 menjadi 1.186,1 juta MMBTU pada tahun 1991/92 atau meningkat sebesar 31%. Adapun produksi LNG sampai dengan Desember 1992 diperkirakan mencapai 919,2 juta MMBTU. Di samping itu produksi LPG juga meningkat dari 0,62 juta ton pada tahun 1987/88 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 1991/92 dan diperkirakan akan mencapai 2,06 juta ton selama bulan April sampai dengan Desember 1992.

IX/13

Page 14: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 51)

PRODUKSI DAN EKSPOR LNG DAN LPG,1968 – 1992/93

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/14

Page 15: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Ekspor LNG dan LPG mulai berkembang sejak tahun 1977/78. Ekspor LNG telah meningkat dari 221,7 juta MMBTU pada tahun 1978/79 menjadi 962,2 juta MMBTU pada tahun 1988/89 atau telah meningkat menjadi lebih empat kali lipat selama Repelita III dan IV. Dalam kurun waktu yang sama ekspor LPG juga telah meningkat dari 427 ribu ton pada tahun 1978/79 menjadi 1.431 ribu ton pada tahun 1988/89 atau menjadi lebih dari tiga kali lipat.

Selanjutnya ekspor LNG dalam lima tahun terakhir ini naik dari 894,9 juta MMBTU pada tahun 1987/88 menjadi 1.185,6 juta MMBTU pada tahun 1991/92 atau meningkat sebesar 32,5%. Sementara itu, ekspor LPG tahun 1987/88 berjumlah 0,52 juta ton meningkat menjadi 2,5 juta ton pada tahun 1991/92 atau meningkat menjadi hampir lima kali lipat. Peranan gas bumi terutama ekspor LNG dan LPG merupakan penghasil devisa sektor migas yang cukup penting, karena dalam kurun waktu 1984/85 sampai dengan 1990/91 sekitar sepertiga dari nilai ekspor migas adalah hasil devisa ekspor LNG dan LPG.

c. Panas Bumi

Dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi telah dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan energi panas bumi. Namun pemanfaatan sumber daya panas bumi sebagai energi alternatif selama ini masih terbatas pada penggunaannya sebagai pembangkit tenaga listrik yaitu sebesar 142 MW. Dari hasil survai yang telah dilaksanakan diketahui bahwa di negara kita terdapat 217 prospek lokasi panas bumi yang tersebar di seluruh Indonesia dengan potensi keseluruhan sebesar 16.035 MW. Potensi ini sangat penting artinya sebagai sumber energi alternatif dan perlu terus digali sehingga dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

d. Batu Bara

Produksi batu bara sebagai salah satu sumber energi dan penghasil devisa yang sangat potensial terus meningkat dengan tajam terutama sejak Repelita II. Upaya yang dijalankan dalam meningkatkan produksi batu

IX/15

Page 16: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

bara, antara lain, adalah meningkatkan eksplorasi, rehabilitasi dan perluasan tambang milik pemerintah, serta membuka kesempatan lebih luas bagi penanaman modal asing maupun dalam negeri. Peningkatan produksi ini selain meningkatkan pangsa batu bara sebagai sumber energi juga telah dapat meningkatkan sumbangannya terhadap penerimaan devisa negara, pembangunan daerah yang pada gilirannya memperluas kesempatan kerja.

Pada tahun terakhir Repelita I produksi batu bara tercatat sebesar 145,8 ribu ton atau menurun sebanyak 14,1 ribu ton dibanding dengan produksi tahun 1968. Namun pada akhir Repelita IV produksi batu bara telah mencapai 5.175,7 ribu ton atau meningkat dengan rata-rata 20,1% pertahun dalam kurun waktu antara 1973/74 sampai dengan 1988/89. Peningkatan produksi batu bara yang pesat tersebut terutama karena telah beroperasinya beberapa proyek pertambangan baru di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.

Selama lima tahun terakhir produksi batu bara meningkat lebih tajam dengan tingkat pertumbuhan lebih dari 52,2% pertahun yaitu dari 1.987,6 ribu ton pada tahun 1987/88 menjadi 16.290,6 ribu ton pada bulan Desember 1992. Dalam kurun waktu yang sama, ekspor batu bara juga menunjukkan peningkatan dari sebesar 994,2 ribu ton pada tahun 1987/88 menjadi 8.674 ribu ton pada tahun 1991/92 atau meningkat sekitar tujuh setengah kali dan diperkirakan akan mencapai 11.775 ribu ton selama bulan April sampai dengan Desember 1992. Sisa produksi lainnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit tenaga listrik serta pemanfaatan di sektor industri. Tabel IX-6 memperlihatkan perkembangan produksi batu bara dari tahun 1968 - 1992/93.

e. Timah

Produksi timah yang terutama dilakukan di daerah Bangka dan Belitung sejak Repelita I sampai dengan akhir Repelita IV meningkat sesuai dengan kuota yang diberikan kepada Indonesia. Produksi logam timah pada tahun terakhir Repelita IV yang mencapai 29,0 ribu ton meningkat dengan pertumbuhan 11,1% per tahun dibanding dengan produksi tahun 1968. Meskipun pada pertengahan Repelita IV harga timah di pasaran internasional

IX/16

Page 17: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 61)

PRODUKSI BATU BARA1968 – 1992/93

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/17

Page 18: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

merosot tajam, produksi ekspor logam timah Indonesia tetap dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan menjadi 23,3 ribu ton pada akhir Repelita IV.

Sejak akhir Repelita IV produksi timah maupun ekspor logam timah tidak menunjukkan suatu kenaikan yang berarti. Hal ini disebabkan selain karena adanya kuota produksi juga karena pelaksanaan restrukturisasi PT Tambang Timah. Adapun produksi timah selama empat tahun terakhir ini berkisar pada 30,0 ribu ton pertahun dan dari bulan April sampai dengan Desember 1992 diperkirakan mencapai 24,6 ribu ton. Sementara itu ekspor logam timah selama empat tahun terakhir berkisar sebesar 25,0 ribu ton per tahun dan selama bulan April sampai dengan Desember 1992 diperkirakan mencapai 19,8 ribu ton. Tabel IX-7 memperlihatkan produksi dan pemasaran timah dari tahun 1968 - 1992/93.

f. Nikel

Penambangan nikel dilakukan di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara, di pulau Gebe, Maluku Utara serta di Soroako, Sulawesi Selatan. Sebagian dari bijih nikel hasil penambangan diolah menjadi ferronikel dan nikelmatte. Dibandingkan dengan tahun 1968, produksi dan ekspor bijih nikel sejak tahun terakhir Repelita I sampai dengan tahun terakhir Repe- lita IV terus menunjukkan suatu peningkatan.

Produksi bijih nikel terus meningkat dari 1.353,3 ribu ton pada akhir Repelita III menjadi 1.830,3 ribu ton pada akhir Repelita IV, atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 7,84% setiap tahun. Sebagaimana yang terlihat pada Tabel IX-8, produksi bijih nikel selama lima tahun terakhir ini meningkat dari 1.782,1 ribu ton pada tahun 1987/88 menjadi 2.459,1 ribu ton pada tahun 1991/92 atau meningkat dengan 37,98% dan selama bulan April 1992 sampai dengan bulan Desember 1992 produksinya mencapai 2.006,8 ribu ton. Sementara itu produksi ferronikel dan nikelmatte dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan. Apabila pada akhir Repe-lita IV produksinya masing-masing 4.833,7 ton dan 29.956,0 ton, maka pada tahun ketiga Repelita V produksi ferronikel dan nikelmatte mencapai 5.400,0 ton dan 34.700,0 ton, atau meningkat masing-masing dengan pertumbuhan 3,76% dan 5,02% setiap tahun.

IX/18

Page 19: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 71)

PRODUKSI DAN PEMASARAN TIMAH1968 – 1992/93

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/19

Page 20: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 81)

PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,FERRONIKEL DAN NIKELMATTE

1968 – 1992/93

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/20

Page 21: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Pada tahun 1987/88 nilai ekspor produk-produk nikel sebesar US$ 173,0 juta telah melampaui nilai ekspor timah yaitu sebesar US$ 144,7 juta yang sebelumnya merupakan primadona komoditi pertambangan non migas.

g. Tembaga

Sejak Repelita I produksi tembaga yang berupa konsentrat yang dihasilkan di Gunung Bijih, Irian Jaya selalu meningkat secara mengesankan. Tembaga Indonesia dengan kadar tembaga yang tinggi serta kandungan emas dan perak dalam konsentrat tembaga mempunyai daya saing yang kuat di pasar dunia. Produksi konsentrat tembaga terus meningkat dari 125,9 ribu ton pada akhir Repelita I menjadi 268,4 ribu ton pada akhir Repelita IV. Dalam kurun waktu yang sama ekspornya meningkat dari 114,2 ribu ton menjadi 285,0 ribu ton.

Sejalan dengan membaiknya harga tembaga di pasaran internasional maka selama lima tahun terakhir ini, produksi maupun ekspor konsentrat tembaga meningkat dengan tajam. Di samping itu kapasitas produksi konsentrat tembaga telah berhasil ditingkatkan menjadi dua kali lipat. Sehubungan dengan hal tersebut maka apabila produksi dan ekspor konsentrat tembaga pada akhir Repelita IV masing-masing hanya 302,7 ribu ton dan 290,5 ribu ton, maka pada akhir tahun 1991/92 produksi dan ekspornya telah meningkat masing-masing menjadi 720,8 ribu ton dan 662,7 ribu ton, atau meningkat dengan laju peningkatan sebesar 33,5% dan 31,6% per tahun. Sementara itu produksi dan ekspor konsentrat tembaga dari bulan April 1992 sampai dengan bulan Desember 1992 diperkirakan akan mencapai masing-masing 708,3 ribu ton dan 815,9 ribu ton. Tabel IX-9 memperlihatkan perkembangan produksi dan ekspor konsentrat tembaga dari tahun 1973/74 - 1992/93.

h. Emas dan Perak

Produksi emas sejak tahun 1968 yaitu sebesar 129,6 kg meningkat hanya menjadi 265,1 kg pada tahun terakhir Repelita III. Memasuki Repe-lita IV perkembangan harga emas di pasar internasional sangat menggembirakan, sehingga menyebabkan produksi emas pada tahun 1987/88 mencapai 3.913,0 kg.

IX/21

Page 22: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 91)

PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA,1968 – 1992/93(ribu ton kering)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/22

Page 23: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Dengan semakin banyaknya penanam modal baik asing maupun dalam negeri yang menanamkan modalnya di bidang pertambangan emas dan perak, maka sejak lima tahun terakhir produksi emas meningkat dengan pesat. Apabila produksi emas pada akhir Repelita IV hanya sebesar 5.096,3 kg maka produksinya sampai akhir tahun 1991/92 meningkat menjadi lebih dari tiga kali lipat yaitu 16.646,0 kg dan selama bulan April 1992 sampai dengan bulan Desember 1992 diperkirakan akan mencapai 20.748,3 kg. Dalam Tabel IX-10 diperlihatkan perkembangan produksi dan penjualan logam emas dan perak dari tahun 1968 - 1992/93 yang selalu meningkat.

i. Bauksit

Ekspor dan produksi bauksit yang dihasilkan di pulau Bintan dan pulau-pulau sekitarnya, yaitu pulau Tembiling, Kelong dan Dendang, sejak akhir Repelita I masing-masing menunjukkan kecenderungan menurun sampai dengan akhir Repelita IV. Hal ini disebabkan antara lain karena adanya restrukturisasi industri alumina di negara pengimpor bauksit, terutama Jepang, yang menyebabkan permintaan bauksit ikut menurun, dan pada gilirannya menyebabkan ekspor dan produksi bauksit Indonesia juga menurun.

Namun sejak lima tahun terakhir perkembangan produksi dan ekspor bauksit kembali menunjukkan adanya peningkatan yang cukup mengesankan sebagai pertanda dari membaiknya permintaan luar negeri.

j. Pasir Besi

Unit pertambangan pasir besi PT Aneka Tambang mengusahakan penambangan pasir besi di daerah Cilacap, Kutoarjo dan sekitarnya. Produksi pasir besi pada tahun terakhir Repelita I sebesar 321,7 ribu ton, kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus menurun menjadi 164,9 ribu ton pada tahun terakhir Repelita IV. Penurunan produksi pasir besi ini terus berlanjut pada tahun pertama Repelita V dengan jumlah produksi 140,1 ribu ton. Tetapi sejak tahun kedua Repelita V produksi pasir besi mulai meningkat mencapai jumlah 142,6 ribu ton dan pada tahun 1991/92 produksinya mencapai 191,7 ribu ton. Sejak terhentinya ekspor pasir besi

IX/23

Page 24: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 101)

PRODUKSI DAN PENJUALAN EMAS DAN PERAK,1968 – 1992/93

(kilogram)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 19924) Termasuk emas dalam kondensat tembaga 5) Termasuk ekspor emas yang terkandung dalam kondensat tembaga6) Termasuk perak dalam kondensat tembaga

IX/24

Page 25: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

pada tahun 1987, produksi pasir besi sangat dipengaruhi oleh produksi semen, karena pasir besi dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi semen.

Perkembangan produksi dan ekspor bauksit dan pasir besi dari tahun 1968 - 1992/93 dapat diikuti dalam Tabel IX-11.

k. Batu Granit

Batu granit dihasilkan di daerah sekitar pulau Karimun (Riau), pulau Bangka, Belitung dan di daratan Kalimantan Barat. Batu granit yang dihasilkan di daerah tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu batu granit untuk bahan bangunan dan batu granit untuk poles.

Produksi batu granit yang terutama diarahkan untuk ekspor mengalami kenaikan yang cukup berarti selama Repelita I hingga Repe- lita III. Namun dalam Repelita IV telah terjadi penurunan produksi sebagai akibat munculnya saingan dari Malaysia. Tetapi dalam empat tahun pertama Repelita V terlihat adanya indikasi bahwa produksi batu granit kembali meningkat. Sebagaimana terlihat pada Tabel IX-12, produksi maupun ekspor batu granit dalam lima tahun terakhir telah meningkat dengan tajam. Apabila pada akhir Repelita IV produksi dan ekspor baru granit masing-masing hanya mencapai 1.259,3 ribu ton dan 776,0 ribu ton, maka pada tahun 1991/92 produksi dan ekspornya masing-masing meningkat menjadi 2.976,2 ribu ton dan 2.311,4 ribu ton, atau lebih tinggi dari angka produksi dan ekspornya pada akhir Repelita III.

Apabila pada tahun terakhir Repelita I produksi batu granit adalah sebesar 415 ribu ton, maka jumlah produksinya pada tahun ketiga Repe- lita V telah meningkat menjadi lebih dari tujuh kali lipat. Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama ekspor batu granit telah meningkat menjadi lebih dari lima belas kali lipat. Tabel IX-12 memperlihatkan perkembangan produksi, ekspor dan penjualan dalam negeri batu granit tahun 1968 - 1992/93.

IX/25

Page 26: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 111)

PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT DAN PASIR BESI,1968 – 1992/93

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 19924) Tidak ada ekspor sejak 1987/88

IX/26

Page 27: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 121)

PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT,1968 – 1992/93

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/27

Page 28: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

1. Bahan-bahan Tambang Lainnya

Bahan-bahan tambang lainnya yang digolongkan dalam bahan galian golongan C meliputi aspal, asbes, belerang, batu gamping, bentonit, fosfat, felspar, pasir kuarsa, kaolin dan yodium. Pengembangan pertambangan bahan galian golongan C mempunyai peranan cukup besar dalam menunjang pembangunan di daerah dan dalam menyediakan lapangan kerja.

Produksi beberapa bahan galian golongan C seperti kaolin, marmer, gamping, lempung sejak Repelita I hingga tahun keempat Repelita V menunjukkan adanya kenaikan. Kenaikan produksi ini disebabkan oleh meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan fisik dan sektor industri yang membutuhkan bahan baku yang berasal dari bahan galian golongan C. Tabel IX-13 memperlihatkan perkembangan produksi bahan tambang yang diusahakan oleh swasta nasional, perusahaan daerah dan usaha lainnya.

m. Kegiatan Penunjang

Di bidang geologi dan sumber daya mineral, kegiatan-kegiatan penunjang yang telah dilakukan meliputi pemetaan geologi bersistem di seluruh Indonesia, inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral, penyelidikan geologi tata lingkungan, pengamatan gunung api, dan penyelidikan geologi serta potensi mineral di bawah laut. Kegiatan-kegiatan ini sangat penting artinya untuk mengarahkan pengembangan pertambangan, menyusun perencanaan wilayah serta menunjang kegiatan pembangunan sektor-sektor lainnya seperti transmigrasi, pekerjaan umum dan pertanian.

Pemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan pertambangan. Sejak Repelita I hingga saat ini telah dilaksanakan tiga macam kegiatan pemetaan geologi, yaitu pemetaan geologi bersistem pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000, pemetaan geologi bersistem luar pulau Jawa dengan skala 1 : 250.000 serta kompilasi peta geologi Indonesia dengan skala 1 : 1.000.000. Dewasa ini telah berhasil diselesaikan seluruh peta geologi pulau Jawa dan sebagian besar peta geologi luar pulau Jawa. Di samping itu telah diselesaikan pula peta-peta gaya berat

IX/28

Page 29: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 131)

PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONALPERUSAHAAN DAERAH DAN LAINNYA,

1968 – 1992/93

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/29

Page 30: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

dan penyelidikan geofisika udara terpadu untuk memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai sumber daya mineral.

Penyelidikan geologi bawah laut dan potensi sumber daya mineral yang dikandungnya telah dilakukan di daerah perairan dalam dan di zona ekonomi eksklusif sejak Repelita IV. Untuk itu dilakukan pemetaan geologi dasar laut berskala 1 : 250.000 yang secara keseluruhan direncanakan mencapai jumlah 365 lembar. Sampai dengan tahun ketiga Repelita V, secara kumulatif telah dapat diselesaikan 12 lembar peta geologi dasar laut dengan daerah survai seluas 170.000 km2.

Inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral telah dilaksanakan di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut terutama ditujukan untuk mengetahui potensi bahan galian logam dan non logam yang dapat menunjang pertumbuhan industri dalam negeri dan ekspor. Beberapa temuan penting hingga tahun keempat Repelita V ini adalah ditemukannya endapan tembaga profir mengandung emas di pulau Bacan (Maluku), logam mulia kromit di Maluku Utara dan Kalimantan serta logam mulia di Jampang Kulon (Jawa Barat). Selain itu juga ditemukan cadangan batu bara di Aifat (Irian Jaya), Kanamit (Kalimantan Tengah), serta di Kototuo (Sumatera Barat). Sedangkan endapan gambut telah diselidiki pada beberapa daerah seperti di Kanamit (Kalimantan Tengah), Malangke (Sulawesi Selatan) serta di Airsugihan (Sumatera Selatan).

Penyelidikan mineral logam juga telah menghasilkan potensi cadangan antara lain, cadangan bijih nikel 972 ton; timah 2,25 juta ton; tembaga 22 juta ton; emas 1.500 ton dan perak 200 ribu ton. Hasil penyelidikan mineral industri telah menghasilkan potensi cadangan antara lain, batu gamping 9,5 miliar ton; dolomit 815 juta ton; pasir kuarsa 4 miliar ton; kaolin 197 juta ton dan bentonit 347 juta ton. Seiring dengan penyelidikan-penyelidikan sumber daya mineral tersebut sejak Repelita I telah dilakukan dan akan dilanjutkan pemetaan sumber daya mineral, yang meliputi peta sebaran mineral logam, mineral industri dan batu mulia, serta pemetaan batu bara dan gambut.

IX/30

Page 31: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 141)

HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,1968 – 1992/93

1) Angka kumulatif sejak tahun 1968 kecuali butir 6 dan 14 (1978/79), butir 16 (1988/89)2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/31

Page 32: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Pengamatan secara terus menerus telah dilakukan pada sebagian besar dari 129 gunung api. Jika sebelum Repelita I pengamatan tersebut dilakukan baru terhadap 21 gunung api, pengamatan secara terus menerus ini selalu ditingkatkan hingga pada akhir Repelita IV dapat dipantau sebanyak 35 buah gunung api dan pada tahun ketiga Repelita V pemantauan tersebut mencapai jumlah 53 bush. Selain itu, di bidang kegunungapian sejak sebelum Repe- lita I telah dilakukan pemetaan daerah bahaya gunung api, geologi gunung api dan topografi puncak gunung api.

B. E N E R G I

1. Pendahuluan

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa pengembangan dan pemanfaatan energi diarahkan pada pengelolaan energi secara hemat dan efisien, dan dilaksanakan berdasarkan kebijaksanaan energi yang menyeluruh serta terpadu dengan memperhitungkan peningkatan kebutuhan, baik untuk ekspor maupun untuk pemakaian dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang.

Kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka pembangunan energi antara lain meliputi kegiatan intensifikasi yaitu usaha untuk mencari cadangan sumber energi, kegiatan diversifikasi yaitu usaha untuk menganekaragamkan penggunaan energi di dalam negeri dan kegiatan konservasi yang merupakan usaha untuk menghemat penggunaan energi dengan mengarahkan agar penggunaan energi dilakukan secara cermat dan efisien.

Dalam pada itu pembangunan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, serta untuk mendorong kegiatan ekonomi khususnya industri.

2. Pengembangan Energi

Penggunaan energi di dalam negeri dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan yang sangat berart i sejalan dengan lajunya

IX/32

Page 33: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

keberhasilan pembangunan nasional. Namun pemakaian energi tersebut sebagian besar masih berupa penggunaan minyak bumi, yang selain diandalkan sebagai komoditi ekspor utama untuk sumber pendapatan dan devisa negara juga mempunyai kendala tertentu yaitu cadangannya terbatas.

Adapun perkembangan penggunaan energi dalam negeri sejak tahun 1968 adalah sebagaimana terlihat pada Tabel IX-15. Apabila pada tahun 1968 konsumsi energi hanya berjumlah 40,72 juta SBM (Setara barel Minyak), maka pada akhir Repelita IV meningkat menjadi 300,92 juta SBM atau meningkat lebih enam kali lipat dengan laju pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 10,5%.

Dalam lima tahun terakhir, konsumsi energi terus meningkat dari 283,75 juta SBM pada 1987/88 menjadi 300,92 juta SBM pada 1988/89 atau naik sekitar 6,0%, meningkat menjadi 325,2 juta SBM pada tahun 1989/90 atau meningkat 8,1% dari tahun sebelumnya, menjadi 357,43 juta SBM pada 1990/91 yang berarti naik 9,9% dari tahun 1989/90, dan meningkat 9,8% atau menjadi 392,34 juta SBM pada tahun 1991/92. Konsumsi energi dari bulan April sampai dengan akhir Desember 1992 diperkirakan mencapai 382,76 juta SBM. Peningkatan konsumsi energi ini adalah sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat.

Dalam rangka meningkatkan penyediaan energi untuk mengimbangi laju penggunaan energi tersebut, telah dilakukan usaha intensifikasi atau mencari cadangan-cadangan baru sumber energi. Pencarian cadangan baru tersebut meliputi seluruh jenis sumber energi yang ada seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara, panas bumi, tenaga air. Selain itu juga dikembangkan kemungkinan pemanfaatan energi setempat yang terbarukan, khususnya untuk daerah pedesaan dan daerah-daerah yang lokasinya relatif terpencil, yaitu seperti tenaga surya, tenaga angin, biomassa dan biogas.

Kegiatan lain yang dilakukan dalam pembangunan energi adalah usaha penganekaragaman atau diversifikasi penggunaan energi. Tujuan utama dari kegiatan diversifikasi ini adalah untuk mengurangi peranan minyak bumi sebagai sumber energi di dalam negeri. Penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi memang selalu meningkat jumlahnya, namun

IX/33

Page 34: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 151)

KONSUMSI SUMBER ENERGI,1968 – 1992/93

Keterangan :SBM = Setara Barrel Minyak

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/34

Page 35: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

GRAFIK IX – 1KONSUMSI SUMBER ENERGI,

1968 – 1992/93

IX/35

Page 36: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

pangsanya dalam konsumsi energi secara keseluruhan diupayakan untuk ditekan dengan cara mengganti penggunaannya dengan sumber energi lain. Konsumsi minyak bumi telah meningkat dari 34,57 juta SBM pada 1968 menjadi 188,28 juta SBM pada akhir Repelita IV atau meningkat dengan laju pertumbuhan 8,8% rata-rata pertahun. Namun dalam kurun waktu yang sama pangsanya menurun dari 84,9% menjadi 62,6%.

Penggunaan minyak bumi dalam lima tahun terakhir ini terus mengalami kenaikan, bahkan pada tiga tahun terakhir pangsanya dalam penggunaan energi juga sedikit meningkat. Peningkatan pangsa minyak bumi ini disebabkan meningkatnya penggunaan untuk pembangkit tenaga listrik, seiring dengan meningkatnya permintaan tenaga listrik dan adanya keterbatasan kapasitas pembangkit yang menggunakan sumber energi bukan minyak. Selain itu dengan relatif rendahnya harga minyak bumi di dalam negeri telah mendorong adanya kecenderungan penggunaan yang kurang efisien. Pada tahun 1987/88 pemakaian minyak bumi berjumlah 180,54 juta SBM naik menjadi 262,53 juta SBM pada 1991/92 atau meningkat rata-rata 9,8% pertahun. Sementara itu pangsanya turun dari 63,6% pada tahun 1987/88 menjadi 62,6% pada 1988/89 dan turun lagi menjadi 61,7% pada 1989/90, namun meningkat kembali menjadi 64,3% pada tahun 1990/91 dan menjadi 67,0% pada 1991/92. Adapun pemakaian minyak bumi dari bulan April sampai dengan bulan Desember 1992 diperkirakan sebesar 243,25 juta SBM dengan pangsa konsumsi sebesar 63,6%.

Sebagai hasil usaha diversifikasi penggunaan energi, peranan sumber energi bukan minyak telah dapat ditingkatkan. Penggunaan batu bara telah meningkat dengan tajam setelah beroperasinya PLTU batu bara Suralaya pada akhir Repelita IV. Dalam lima tahun terakhir ini, penggunaan batu bara terus mengalami peningkatan, yaitu dari 15,72 juta SBM pada 1987/88 menjadi 20,47 juta SBM pada tahun 1988/89 atau meningkat 30,2%. Selanjutnya pada tahun 1989/90 penggunaannya meningkat menjadi 25,48 juta SBM atau naik 24,5% dan dalam tahun 1990/91 meningkat lagi sekitar 7,4% yaitu menjadi 27,36 juta SBM. Penggunaan batu bara ini pada tahun 1991/92 meningkat lagi menjadi 29,51 juta SBM atau naik sekitar 7,9% dibandingkan tahun sebelumnya, dan bulan April sampai dengan bulan Desember 1992 konsumsi batu bara adalah sekitar 25,58 juta SBM.

IX/36

Page 37: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Selain batu bara, penggunaan air sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik juga mengalami peningkatan yang cukup besar. Peningkatan yang relatif besar terjadi pada akhir Repelita III yaitu naik dari 3,83 juta SBM pada akhir Repelita II, menjadi 11,64 juta SBM yang berarti meningkat tiga kali lipat. Pada akhir Repelita IV, penggunaan tenaga air ini meningkat menjadi 20,23 juta SBM atau meningkat 73,8% dalam kurun waktu Repelita tersebut. Namun penggunaan tenaga air ini sangat tergantung pada keadaan musim serta kemampuan pembangkit tenaga listrik yang beroperasi. Apabila terjadi musim kering yang panjang, maka potensi tenaga air yang dapat dimanfaatkan akan turun. Hal ini terjadi pada lima tahun terakhir ini, yaitu jika pada 1987/88 penggunaan tenaga air adalah 21,73 juta SBM, maka tahun 1988/89 penggunaannya menurun menjadi 20,23 juta SBM atau turun sekitar 6,9%. Pada tahun 1989/90 penggunaan tenaga air meningkat kembali menjadi 23,97 juta SBM atau naik sekitar 18,5% dibanding tahun sebelumnya, akan tetapi pada tahun 1990/91 penggunaan tenaga air kembali turun menjadi 20,96 juta SBM atau turun sekitar 12,6% yang disebabkan adanya pemeliharaan dan perbaikan beberapa PLTA yang beroperasi. Jumlah ini hampir tidak mengalami perubahan pada tahun 1991/92 yaitu sebesar 20,76 juta SBM meskipun debit air berkurang sebagai akibat musim kemarau yang cukup panjang. Pemanfaatan tenaga air dari bulan April sampai dengan bulan Desember 1992 diharapkan mencapai 33,02 juta SBM.

Pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik diawali pada Repelita III dengan mulai dioperasikannya pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang unit 1 (1 x 30 MW) di Jawa Barat tahun 1982/83. Pada akhir Repelita III, konsumsi panas bumi adalah sekitar 410 ribu SBM dan pada akhir Repelita IV 'telah meningkat lima kali lipat yaitu menjadi 2,07 juta SBM. Selama tahun 1987/88 sampai dengan 1990/91 penggunaan panas bumi meningkat dengan rata-rata pertahun sebesar 16,1 % sehingga mencapai 2,25 juta SBM pada tahun 1990/91. Sementara itu pada tahun 1991/92, konsumsi panas bumi mengalami penurunan sekitar 6,8% yaitu menjadi 2,10 juta SBM karena adanya gangguan pada mesin PLTP Kamojang. Penggunaan pada tahun 1992/93 dari bulan April sampai dengan bulan Desember 1992 adalah sekitar 1,30 juta SBM.

IX/37

Page 38: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Penggunaan gas bumi sebagai sumber energi pada mulanya hanya terbatas untuk memenuhi keperluan bahan bakar pada rumah tangga dan industri. Pada perkembangan selanjutnya, gas bumi juga digunakan sebagai sumber energi pada pembangkit tenaga listrik dan transportasi yang disebut bahan bakar gas (BBG). Pelonjakan penggunaan gas bumi terjadi pada Repelita II, yaitu jika pada akhir Repelita I penggunaannya baru sekitar 5,72 juta SBM, maka pada akhir Repelita II penggunaan tersebut meningkat menjadi 22,44 juta SBM atau meningkat hampir empat kali. Pada akhir Repelita III, konsumsi gas bumi telah mencapai 43,31 juta SBM atau meningkat menjadi hampir dua kali tingkat konsumsi pada akhir Repelita II dan pada akhir Repelita IV, meningkat lagi menjadi 69,87 juta SBM atau sebesar 61,3% di atas angka konsumsi pada akhir Repelita sebelumnya. Adapun konsumsi gas bumi sebagai sumber energi dalam lima tahun terakhir juga selalu meningkat. Apabila pada 1987/88 konsumsi gas bumi mencapai 64,32 juta SBM maka pada 1991/92 penggunaan gas bumi tersebut mencapai 77,44 juta SBM, atau meningkat sebesar 20,4%. Sementara itu penggunaan gas bumi pada 1992/93 dari bulan April sampai dengan Desember 1992 diperkirakan sebesar 79,61 juta SBM.

3. Tenaga Listrik

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinyatakan bahwa pembangunan tenaga listrik perlu dilanjutkan dan ditingkatkan dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sehubungan dengan itu, perlu terus ditingkatkan pembangunan prasarana dan sarana tenaga listrik serta efisiensi dalam pengelolaan, sehingga diperoleh tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan mutu yang dapat diandalkan.

Keadaan tenaga listrik pada permulaan Repelita I sangat memprihatinkan baik dilihat dari besarnya kapasitas yang tersedia dibandingkan dengan pemakai/calon pemakai, maupun dilihat dari kualitasnya.

Pembangunan tenaga listrik dilakukan dengan membangun pusat-pusat pembangkit tenaga listrik baru, merehabilitasi pusat-pusat

IX/38

Page 39: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

pembangkit yang telah ada, mengembangkan dan meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi, serta meningkatkan peralatan-peralatan kontrol. Perencanaan pembangunan tenaga listrik ini selalu diselaraskan dan dipadukan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain, seperti kebijaksanaan energi, kebijaksanaan pengembangan wilayah, serta kebijaksanaan pembangunan sektor-sektor lain.

Di samping itu dilaksanakan pula usaha-usaha untuk optimasi pemanfaatan pembangkit tenaga listrik dan meningkatkan keandalannya, antara lain dengan membangun interkoneksi sistem-sistem kelistrikan melalui pengembangan jaringan transmisi menjadi suatu sistem yang terpadu.

Pembangunan tenaga listrik tidak hanya dilaksanakan di daerah perkotaan tetapi juga menyebar di desa-desa di seluruh pelosok tanah air. Program listrik masuk desa ini telah dimulai sejak Repelita II dan secara lebih intensif dilaksanakan mulai awal Repelita III.

Sebagai hasil pembangunan tenaga listrik, maka secara bertahap kemampuan sarana penyediaan tenaga listrik telah dapat ditingkatkan. Hasil-hasil pelaksanaan pembangunan tenaga listrik ini dari 1968/69 sampai dengan 1992/93 dapat dilihat pada Tabel IX-16.

Dalam kurun waktu 1968 sampai dengan tahun terakhir Repelita IV laju pertumbuhan sarana pembangkit tenaga listrik mencapai 13,6% rata-rata pertahun. Begitu pula laju pertumbuhan pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk mencapai laju pertumbuhan terpasang masing-masing sebesar 8,5% dan 14,3% rata-rata setiap tahun. Selanjutnya laju pertumbuhan pembangunan jaringan tegangan menengah dan tegangan rendah serta gardu distribusi masing-masing mencapai 13,9%, 9,5% dan 7,8% rata-rata setiap tahun. Dalam pada itu program listrik masuk desa yang dimulai dalam Repelita II telah mencapai 18.794 desa pada akhir Repelita IV atau berhasil memberi aliran listrik pada kira-kira 1.250 desa setiap tahunnya. Dengan adanya listrik di daerah pedesaan, maka kondisi sosial dan ekonomi dapat lebih ditingkatkan, yang pada akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah pedesaan.

IX/39

Page 40: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 161)

HASIL PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK,1968 – 1992/93

1) Angka kumulatif 5 tahunan untuk setiap kolom yang bertuliskan Akhir Repelita, yang lain adalah angka tahunan2) Posisi pada tahun bersangkutan3) Angka diperbaiki4) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/40

Page 41: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Sementara itu, dalam kurun waktu lima tahun terakhir pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik terus ditingkatkan guna melayani permintaan, terutama dari sektor industri yang terus meningkat. Permintaan akan tenaga listrik oleh sektor industri begitu besarnya, sehingga pada tahun-tahun pertama Repelita V permintaan tersebut tidak dapat dilayani seluruhnya. Besarnya permintaan yang di luar perkiraan tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan semula. Usaha-usaha untuk menanggulangi permintaan ini telah dilakukan antara lain dengan mempercepat pembangunan pembangkit yang sedang dilaksanakan dan membangun pembangkit-pembangkit baru yang relatif cepat waktu pembangunannya, yaitu pusat listrik tenaga gas (PLTG).

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir sampai dengan Desember 1992, kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik telah dapat ditingkatkan sebesar 3.903,9 MW. Sementara itu jaringan transmisi telah bertambah sepanjang 3.023,1 kms dan kapasitas gardu induk meningkat sebesar 8.358 MVA. Selain itu sarana distribusi juga telah dapat ditingkatkan, yang meliputi jaringan tegangan menengah sepanjang 34.735,7 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 37.494,5 kms .dan kapasitas gardu distribusi sebesar 2.051,7 MVA. Dalam kurun waktu tersebut, jumlah desa yang dapat dialiri listrik telah meningkat dengan 9.030 desa, dengan tambahan pelanggan sebanyak 3.352.293 konsumen.

Hasil pembangunan tenaga listrik dalam tahun 1988/89 adalah berupa penyelesaian pembangunan sejumlah pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas seluruhnya 1.626,5 MW. Penambahan jaringan transmisi yang dapat diselesaikan sepanjang 616,4 kms dengan gardu induk yang kapasitas seluruhnya 3.977,5 MVA. Pembangunan jaringan distribusi yang diselesaikan terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 5.029,3 kms, jaringan tegangan rendah 5.354,8 kms dan gardu distribusi dengan kapasitas 396,4 MVA. Selanjutnya dalam rangka program listrik pedesaan, pada tahun 1988/89 itu telah dilistriki 2.021 desa dengan 754.254 konsumen.

Dalam tahun 1989/90, pelaksanaan pembangunan tenaga listrik telah menyelesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas

IX/41

Page 42: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

609,8 MW, jaringan transmisi sepanjang 585,1 kms, gardu induk dengan kapasitas 832,0 MVA, jaringan tegangan menengah 8.500,3 kms, jaringan tegangan rendah 9.766,9 kms dan gardu distribusi dengan kapasitas 594,2 MVA. Dalam pada itu jumlah desa yang mendapat aliran listrik bertambah dengan 1.765 desa yang mencakup 732.044 konsumen baru.

Selanjutnya hasil-hasil pembangunan tenaga listrik pada tahun 1990/91 adalah tambahan daya terpasang baru pembangkit tenaga listrik sebesar 185,9 MW, perluasan jaringan transmisi sepanjang 873,1 kms, dan peningkatan kapasitas gardu induk sebesar 1.452,0 MVA. Sementara itu jaringan distribusi yang dapat diselesaikan adalah jaringan tegangan menengah sepanjang 8.423,0 kms, jaringan tegangan rendah 8.788,5 kms dan gardu distribusi sebesar 497,3 MVA. Dalam pada itu jumlah desa yang dapat dialiri listrik meningkat dengan 2.583 desa, mencakup 870.280 konsumen baru.

Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik pada tahun 1991/92 adalah berupa penyelesaian pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 110,2 MW. Selain itu juga dapat menyelesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 572,8 kms dan gardu induk sebesar 1.102,0 MVA. Jaringan distribusi yang dapat diselesaikan terdiri atas jaringan tegangan menengah 8.605,4 kms, jaringan tegangan rendah 8.577,9 kms dan gardu distribusi 333,1 MVA. Program listrik masuk desa telah dapat menambah jumlah desa yang dilistriki dengan 1.747 desa dengan tambahan pelanggan 533.085 konsumen.

Dalam pada itu, untuk tahun 1992/93 dari bulan April sampai dengan bulan Desember 1992, beberapa unit pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas seluruhnya 1.371,5 MW telah pula diselesaikan pembangunannya. Selain pembangkit tenaga listrik juga telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 375,7 kms, gardu induk 994,5 MVA, jaringan tegangan menengah 4.177,7 kms, jaringan tegangan rendah 5.026,4 kms, serta gardu distribusi 230,7 MVA. Pelaksanaan program listrik masuk desa juga telah menambah desa yang dapat dialiri listrik dengan 914 desa meliputi 462.630 konsumen.

IX/42

Page 43: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Sebagai hasil pembangunan tersebut di atas, maka sarana penyediaan tenaga listrik pada akhir Desember 1992 telah meningkat sekali dibandingkan dengan keadaan sebelum Repelita I. Kapasitas pembangkit tenaga listrik yang pada tahun 1968/69 hanya sebesar 661,6 MW, telah meningkat menjadi 10.793,0 MW pada akhir Desember 1992 atau meningkat menjadi lebih dari enam-belas kali lipat. Pada kurun waktu yang sama panjang jaringan transmisi bertambah dari 2.800,0 kms menjadi 16.590,9 kms atau meningkat menjadi hampir enam kali lipat dan gardu induk dari 1.300,0 MVA menjadi 23.133,1 MVA atau meningkat menjadi sekitar delapan belas kali lipat. Panjang jaringan tegangan menengah juga telah meningkat dari 5.060,0 kms menjadi 97.604,2 kms atau meningkat menjadi sekitar sembilan belas kali lipat, panjang jaringan tegangan rendah dari 13.400,0 kms menjadi 113.961,2 kms atau meningkat menjadi delapan setengah kali lipat, serta gardu distribusi dari 2.300 MVA menjadi 12.041,9 MVA atau meningkat menjadi lebih dari lima kali lipat. Sementara itu, sampai dengan bulan Desember 1992, jumlah desa yang dapat dilistriki adalah sebanyak 25.803 desa atau sekitar 41,6% dari jumlah seluruh desa.

Sejalan dengan penyelesaian pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik maka produksi tenaga listrik juga meningkat terus dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengusahaan tenaga listrik pada Tabel IX-17. Produksi tenaga listrik telah meningkat dari 1.780.460 MWh pada tahun 1968/69 menjadi 39.736.800 MWh dalam tahun 1991/92 atau meningkat menjadi lebih dari dua puluh kali lipat. Sementara itu perkembangan produksi tenaga listrik dalam lima tahun terakhir adalah seperti diuraikan di bawah ini. Produksi tenaga listrik pada tahun 1988/89 telah berjumlah 25.622.754 MWh, naik sekitar 14,9% dari produksi tahun 1987/88 sebesar 22.305.912 MWh. Pada tahun 1989/90 produksi tenaga listrik meningkat menjadi 29.570.105 MWh atau meningkat 15,4% dibanding tahun sebelumnya. Produksi ini meningkat lagi pada 1990/91 menjadi 34.867.940 MWh, yang berarti meningkat 17,9% dari tahun 1989/90. Dalam tahun 1991/92 produksi tenaga listrik mencapai 39.736.800 MWh atau naik 14,0% dibanding produksi tahun 1990/91. Adapun produksi tenaga listrik dari bulan April sampai bulan Desember 1992 telah mencapai 31.992.000 MWh.

IX/43

Page 44: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 171)

PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,1968 – 1992/93

Keterangan :MWh = Mega Watt HourkVA = Kilo Volt AmperekW = Kilo Watt

1) Angka tahunan2) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/44

Page 45: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Sejalan dengan perkembangan produksi di atas, penjualan tenaga listrik juga telah mengalami peningkatan. Penjualan tenaga listrik yang pada tahun 1968/69 berjumlah 1.204.382 MWh, telah meningkat menjadi 31.481.122 MWh pada 1991/92 yang berarti menjadi dua puluh enam kali lipat. Selanjutnya perkembangan penjualan tenaga listrik selama lima tahun terakhir adalah sebagai berikut. Apabila pada tahun 1987/88 penjualan tenaga listrik adalah sebesar 17.076.800 MWh, maka pada tahun 1988/89 penjualan meningkat menjadi 20.027.296 MWh atau meningkat sebesar 17,3%. Angka penjualan pada akhir Repelita IV di atas sudah mencapai enam belas setengah kali lebih tinggi dari angka penjualan listrik pada permulaan Repelita I. Pada tahun 1989/90, penjualan tenaga listrik terus meningkat mencapai 23.434.752 MWh yang berarti naik 17,0% dibandingkan tahun sebelumnya. Penjualan ini meningkat lagi sebesar 18,4% menjadi 27.740,959 MWh pada tahun 1990/91 dan naik 13,5% yaitu menjadi 31.481.122 MWh dalam tahun 1991/92. Sementara itu dari bulan April sampai dengan bulan Desember 1992, penjualan tenaga listrik tercatat sebesar 25.689.500 MWh. Peningkatan penjualan tenaga listrik ini juga disebabkan semakin kecilnya susut jaringan atau kehilangan tenaga listrik. Dalam kurun waktu yang sama susut jaringan telah turun dari 16,9% menjadi 12,9% pada tahun 1992/93.

Dalam pada itu meningkatnya kebutuhan tenaga listrik juga dapat dilihat dari perkembangan kenaikan daya tersambung. Daya tersambung sebelum dilaksanakannya Repelita I adalah sebesar 594.483 kVA, telah meningkat menjadi 17.317.601 kVA pada tahun 1991/92 atau meningkat menjadi dua puluh sembilan kali lipat. Selama lima tahun terakhir sampai dengan Desember 1992 daya tersambung telah meningkat dari 10.710.660 kVA pada 1987/88 menjadi 18.412.229 kVA atau meningkat rata-rata 11,4% pertahun. Daya tersambung pada tahun 1988/89 telah mencapai 12.233.729 kVA atau naik 14,2% dibandingkan daya tersambung tahun 1987/88, atau telah meningkat menjadi lebih dari dua puluh kali lipat daya terpasang pada permulaan Repelita I. Daya tersambung ini meningkat lagi menjadi 13.966.420 kVA pada tahun 1989/90, yang berarti meningkat 14,2% dari tahun 1988/89. Dalam tahun 1990/91, daya tersambung tenaga listrik adalah sebesar 16.177.566 kVA atau meningkat 15,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1991/92, daya tersambung hanya

IX/45

Page 46: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

mencapai 17.317.601 kVA, atau hanya naik 7,4% dari tahun 1990/91. Hal ini disebabkan keterbatasan daya terpasang, sehingga dilakukan pembatasan penyambungan. Sementara itu dari bulan April sampai dengan bulan Desember 1992, daya tersambung tenaga listrik adalah sebesar 18.412.229 kVA.

Selanjutnya meningkatnya kebutuhan tenaga listrik juga dapat dilihat dari peningkatan jumlah pelanggan permulaan Repelita I sampai dengan tahun keempat Repelita V. Jumlah pelanggan pada tahun 1968/69 baru sebesar 874.656 konsumen, meningkat menjadi 12.396.716 konsumen pada 1991/92 yang berarti meningkat menjadi empat belas kali lipat. Adapun dalam kurun waktu lima tahun terakhir sampai dengan bulan Desember 1992, jumlah pelanggan telah mengalami peningkatan dari 8.203.349 konsumen pada tahun 1987/88, menjadi 13.180.300 konsumen atau meningkat rata-rata sekitar 9,9% pertahun. Jumlah pelanggan tahun 1988/89 adalah 9.275.938 konsumen atau naik sebesar 13,1% dibandingkan tahun 1987/88. Jumlah pelanggan pada akhir Repelita IV itu lebih sepuluh kali besarnya jumlah pelanggan pada permulaan Repelita I. Jumlah pelanggan ini terus meningkat selama empat tahun pertama Repelita V yaitu naik menjadi 10.316.945 konsumen pada tahun 1989/90 atau meningkat sekitar 11,2% dari tahun sebelumnya, naik lagi menjadi 11.463.738 konsumen dalam tahun 1990/91 yang berarti naik 11,1% dibanding tahun 1989/90 dan menjadi 12.396.716 konsumen dalam tahun 1991/92 atau meningkat 8,1% dibanding dengan tahun sebelumnya. Jumlah pelanggan yang tercatat dari bulan April sampai dengan Desember 1992 mencapai 13.180.300 konsumen.

Adapun perkembangan daya terpasang dan produksi tenaga listrik untuk setiap wilayah kerja Perum Listrik Negara selama 1968/69 sampai dengan 1992/93 adalah sebagaimana terlihat pada Tabel IX-18.

4. Tenaga Gas

Kegiatan pengembangan tenaga gas selama Repelita I sampai dengan Repelita V diarahkan pada upaya peningkatan peranan tenaga gas sebagai sumber energi alternatif untuk keperluan industri, pembangkit tenaga listrik,

IX/46

Page 47: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 181)

PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH,1968/69 – 1992/93

Keterangan :Kit. J.J. - Mega Pembangkit Jabar JayaDis. Jabar - Distribusi Jawa BaratDis. Jaya - Distribusi Jakarta Raya

1) - Produksi, angka tahunan- Daya terpasang, angka kumulatif sejak 1968

2) Angka sementara s/d Desember 19923) Total KJT + Dis. Jatim + Dis. Jateng

IX/47

Page 48: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

bahan bakar kendaraan bermotor dan keperluan rumah tangga. Sejalan dengan kebijaksanaan diversifikasi energi dan konservasi minyak bumi, kegiatan pengembangan tenaga gas dilakukan dengan meningkatkan sarana penyaluran gas bumi yang meliputi jaringan transmisi gas (tekanan tinggi) dan jaringan distribusi gas (tekanan menengah).

Dalam pada itu, kapasitas terpasang prasarana gas meningkat dengan tajam dari tahun ke tahun. Apabila pada tahun 1968 kapasitas terpasang adalah 193,1 ribu m3/hari, maka pada tahun ketiga Repelita V kapasitas terpasang sudah naik menjadi 6,4 juta m3/hari, sedangkan sampai tahun terakhir 1992 diperkirakan sebesar 6,9 juta m3/hari atau meningkat tiga puluh enam kali dibanding kapasitas terpasang tahun 1968.

Sementara itu, sarana penyalur tenaga gas juga telah dapat ditingkatkan. Pada tahun terakhir Repelita I panjang jaringan distribusi gas dan jaringan transmisi gas masing-masing adalah 922,0 km dan 27,4 km, pada tahun terakhir Repelita IV panjang jaringan distribusi gas meningkat menjadi 1.047,0 km dan jaringan transmisi gas meningkat menjadi 330,5 km. Selama lima tahun terakhir sampai tahun keempat Repelita V panjang jaringan transmisi dan distribusi meningkat terus dari 1.071 km dan 385 km pada tahun 1989/90 menjadi 1.138 km dan 508 km. Perkembangan kapasitas terpasang dan jaringan tenaga gas dari tahun 1968 sampai tahun 1992/93 dapat dilihat pada Tabel IX-19.

Sejalan dengan meningkatnya pembangunan fisik jaringan pipa gas, hasil pengusahaan tenaga gas juga mengalami peningkatan. Penjualan gas yang pada tahun 1968 hanya mencapai sebesar 27.826 ribu m3 meningkat menjadi 223.861 ribu m3 pada tahun terakhir Repelita IV. Sedangkan dalam pelaksanaan Repelita V pada tahun 1989/90 penjualan gas sebesar 284.179,4 ribu m3 meningkat menjadi 544.483 ribu m3 pada tahun 1991/92, dan sebesar 443.732,4 ribu m3 dari bulan April sampai dengan Desember 1992. Sementara itu jumlah konsumen meningkat dari 25,2 ribu pelanggan pada tahun 1989/90 menjadi 30,3 ribu pada akhir tahun 1992. Peningkatan penjualan gas yang jauh lebih besar dari peningkatan jumlah konsumen disebabkan karena semakin meningkatnya pemakai gas pada sektor industri dan komersial yang pada umumnya merupakan konsumen menengah dan besar.

IX/48

Page 49: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 191)

KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN TENAGA GAS,1968 – 1992/93

1) Angka kumulatif sejak tahun 1968 kecuali butir 1c dan 2b (1973/74), butir 1e (1987/88)2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/49

Page 50: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

TABEL IX – 201)

PENGUSAHAAN TENAGA GAS,1968 – 1992/93

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara s/d Desember 1992

IX/50

Page 51: PERTAMBANGAN DAN ENERGI - Bappenas · Web viewPemetaan geologi dilaksanakan untuk memperoleh data dasar mengenai potensi sumber daya mineral dan energi yang diperlukan dalam perencanaan

Sejak tahun 1991/92 Perum Gas Negara (PGN) tidak lagi memproduksi gas buatan, tetapi selain menyalurkan gas bumi PGN sejak tahun 1987 juga telah menyalurkan LPG melalui jaringan pipa gas dan dengan tabung. Penyaluran LPG melalui pipa dilakukan di kota Surabaya, sedangkan penjualan LPG tabung dilakukan di Semarang, Bandung dan Ujung Pandang untuk mempertahankan pelanggan sementara menunggu disalurkannya gas bumi ke kota-kota tersebut. Di samping itu, sejak tahun 1989 juga telah mulai disalurkan secara komersial bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan bermotor di Jakarta.

Penyaluran gas bumi pada tahun 1968 sebesar 8,5 juta m3 meningkat terus menjadi 231,6 juta m3 pada akhir Repelita IV. Dalam pada itu selama lima tahun terakhir penyaluran gas bumi meningkat tentu dari tahun ke tahun sejalan dengan terlaksananya program diversifikasi di bidang energi. Apabila pada tahun 1987/88 penyaluran gas bumi hanya mencapai 183,5 juta m3 maka pada tahun 1991/92 penyalurannya meningkat menjadi 560,4 juta m3 atau meningkat dengan sebesar 205%. Sedangkan dari bulan April sampai dengan Desember 1992 penyaluran gas bumi diperkirakan sebesar 456.8 juta m3.

Selain usaha meningkatkan penyaluran dan penjualan gas, telah dilakukan pula upaya untuk menekan kehilangan gas pada saat penyaluran. Kehilangan gas yang cukup besar terjadi pada tahun terakhir Repelita III, yaitu sebesar 29,1 %. Kehilangan gas ini disebabkan banyaknya jaringan pipa yang sudah tua dan mengalami kebocoran ketika dialiri gas bumi yang mempunyai tekanan lebih besar dari gas buatan. Penggantian jaringan pipa yang sudah tua selama Repelita IV telah menurunkan jumlah kebocoran menjadi 9,5% pada tahun terakhir Repelita IV dan menjadi 2,9% pada tahun 1991/92 dan pada akhir tahun 1992 jumlah kebocoran diperkirakan sama dengan tahun sebelumnya. Perkembangan pengusahaan tenaga gas dari tahun 1968 sampai tahun 1992/93 dapat dilihat pada Tabel IX-20.

IX/5I