13
1 Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang Dilakukan Ayah Prof. Dr. E. S. Margianti, SE., MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Dr. A. M. Heru Basuki, MPsi. (Dekan FakultasPsikologi Universitas Gunadarma) Yani Amalia (Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma) ABSTRAK Ikatan emosi antara pria dan wanita tidak hanya terbentuk dalam suatu ikatan perkawinan, tetapi juga antara seorang ayah dengan anak perempuannya. Figur sang ayah yang baik di dalam keluarga, tentulah merupakan sosok yang banyak diidolakan oleh si anak, khususnya anak perempuan. Namun bila sang ayah yang mereka idolakan tersebut melakukan poligami, akan menimbulkan kekecewaan pada sang anak, khususnya anak perempuannya. Bahkan tidak jarang persepsi yang awalnya cenderung terbentuk positif pada figur sang ayah, maka akan cenderung berubah menjadi negatif. Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan yang diterima pancaindra atau data. Persepsi merupakan inti komunikasi, karena jika persepsi tidak akurat, maka tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Reaksi yang diberikan pada rangsangan tersebut dapat berbentuk perasaan yang senang atau tidak senang, juga dapat dilihat dari perilaku yang mendekati atau menghindari rangsangan tersebut. Penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi anak perempuan terhadap figur ayah yang melakukan poligami, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut dan juga proses perkembangan persepsi subjek terhadap ayahnya yang melakukan poligami tersebut. Data penelitian ini diperoleh dari tiga subjek yang terdiri dari anak perempuan yang berusia 17 hingga 22 tahun yang berstatus pelajar juga mahasiswa dan masing-masing memiliki seorang ayah yang melakukan poligami. Dari hasil analisis data yang dilakukan, maka diperoleh persepsi ketiga subjek cenderung negatif terhadap figur ayah mereka yang melakukan poligami. Banyak hal yang menyebabkan persepsi mereka cenderung terbentuk negatif, salah satunya adalah perubahan perilaku subjek, dan ekonomi keluarga yang menurun setelah sang ayah melakukan poligami dan juga renggangnya hubungan antara subjek dengan sang ayah setelah terjadi poligami. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjek dalam mempersepsi figur sang ayah yang melakukan poligami adalah karakteristik subjek itu sendiri, karakteristik sang ayah, sampai dengan faktor situasional yang melingkupi subjek saat mempersepsi figur sang ayah tersebut. Kata kunci : persepsi, poligami BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Anak perempuan belajar menghadapi pria lewat hubungannya dengan ayah mereka, apalagi bila mereka tidak memiliki saudara lelaki. Ketika sang ayah memperlakukan anak perempuannya dengan kebaikan dan kelembutan, si anak akan mencari teman lelaki yang bisa memperlakukan mereka sama seperti si ayah(Steiner dalam Sora, 2006) . Dari sang ayah si anak belajar tentang otoritas, kekuatan, persaingan kerja, cara mengungkapkan kemarahan, cara mengelola uang, mengambil resiko dan cara mengembangkan citra diri. Dan cara terbaik seorang ayah untuk menolong anak perempuannya adalah dengan mendengarkan mereka, terutama saat mereka sedang sedih, bingung ataupun penasaran akan suatu masalah. Namun sang ayah tetap harus membiarkan dan tetap

Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

  • Upload
    vonhan

  • View
    243

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

1

Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang Dilakukan Ayah Prof. Dr. E. S. Margianti, SE., MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Dr. A. M. Heru Basuki, MPsi. (Dekan FakultasPsikologi Universitas Gunadarma) Yani Amalia (Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma)

ABSTRAK Ikatan emosi antara pria dan wanita

tidak hanya terbentuk dalam suatu ikatan perkawinan, tetapi juga antara seorang ayah dengan anak perempuannya. Figur sang ayah yang baik di dalam keluarga, tentulah merupakan sosok yang banyak diidolakan oleh si anak, khususnya anak perempuan. Namun bila sang ayah yang mereka idolakan tersebut melakukan poligami, akan menimbulkan kekecewaan pada sang anak, khususnya anak perempuannya. Bahkan tidak jarang persepsi yang awalnya cenderung terbentuk positif pada figur sang ayah, maka akan cenderung berubah menjadi negatif.

Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan yang diterima pancaindra atau data. Persepsi merupakan inti komunikasi, karena jika persepsi tidak akurat, maka tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Reaksi yang diberikan pada rangsangan tersebut dapat berbentuk perasaan yang senang atau tidak senang, juga dapat dilihat dari perilaku yang mendekati atau menghindari rangsangan tersebut.

Penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi anak perempuan terhadap figur ayah yang melakukan poligami, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut dan juga proses perkembangan persepsi subjek terhadap ayahnya yang melakukan poligami tersebut. Data penelitian ini diperoleh dari tiga subjek yang terdiri dari anak perempuan yang berusia 17 hingga 22 tahun yang berstatus pelajar juga mahasiswa dan masing-masing memiliki seorang ayah yang melakukan poligami.

Dari hasil analisis data yang dilakukan, maka diperoleh persepsi

ketiga subjek cenderung negatif terhadap figur ayah mereka yang melakukan poligami. Banyak hal yang menyebabkan persepsi mereka cenderung terbentuk negatif, salah satunya adalah perubahan perilaku subjek, dan ekonomi keluarga yang menurun setelah sang ayah melakukan poligami dan juga renggangnya hubungan antara subjek dengan sang ayah setelah terjadi poligami.

Faktor-faktor yang mempengaruhi subjek dalam mempersepsi figur sang ayah yang melakukan poligami adalah karakteristik subjek itu sendiri, karakteristik sang ayah, sampai dengan faktor situasional yang melingkupi subjek saat mempersepsi figur sang ayah tersebut.

Kata kunci : persepsi, poligami

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

Anak perempuan belajar menghadapi pria lewat hubungannya dengan ayah mereka, apalagi bila mereka tidak memiliki saudara lelaki. Ketika sang ayah memperlakukan anak perempuannya dengan kebaikan dan kelembutan, si anak akan mencari teman lelaki yang bisa memperlakukan mereka sama seperti si ayah(Steiner dalam Sora, 2006) .

Dari sang ayah si anak belajar tentang otoritas, kekuatan, persaingan kerja, cara mengungkapkan kemarahan, cara mengelola uang, mengambil resiko dan cara mengembangkan citra diri. Dan cara terbaik seorang ayah untuk menolong anak perempuannya adalah dengan mendengarkan mereka, terutama saat mereka sedang sedih, bingung ataupun penasaran akan suatu masalah. Namun sang ayah tetap harus membiarkan dan tetap

Page 2: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

2

mengawasi mereka dalam menyelesaikan masalahnya dengan jalan mereka sendiri, dengan begitu mereka merasa diperhatikan (Ustman, 2005).

Figur sang ayah yang baik seperti disebutkan di atas, tentulah merupakan sosok yang banyak diidolakan oleh anak perempuan tidak terkecuali juga oleh anak laki-laki. Bahkan sosok ayah yang seperti itu, dapat memotivasi anak perempuan untuk mendapatkan pasangan hidup seperti sang ayah yang mereka idolakan. Namun bagaimanakah jika sang ayah yang mereka sayangi melakukan poligami? Hal tersebut tentu saja dapat membuat turunnya perasaan dekat dari seorang anak, khususnya anak perempuan ke ayahnya. Sebab mereka dapat merasakan diperlakukan secara tidak adil oleh sang ayah, karena ayahnya harus mengurus dua keluarga bahkan lebih.

Disebut poligami apabila seorang suami menikah dengan lebih dari satu orang istri, tapi tidak lebih dari empat orang istri (Arfiah, 2006). Menurut Soewondo (2002), jika sang ayah melakukan poligami, akan memunculkan bahkan meningkatkan konflik dalam keluarga. Ibu dan anak akan kehilangan banyak hal, seperti identitas serta harga diri, kehilangan posisi serta status mereka. Mereka merasa dibohongi, sakit hati, kecewa, mudah marah, sensitif dan cenderung merasa curiga, sehingga kepribadian mereka dapat terganggu.

Menurut Soewondo (2002), pengaruh poligami terhadap anak sangat besar. Akan terjadi penurunan perasaan dekat dari anak ke ayahnya, karena mengetahui ayahnya kawin lagi, kehilangan hubungan baik dengan sang ayah, yang ada hanyalah perasaan negatif terhadap sang ayah, anak merasa diperlakukan secara tidak adil oleh sang ayah, karena ayahnya harus mengurus lebih dari satu unit rumah. Menurut Selamat (2003), poligami menyebabkan anak-anak tidak mendapat kasih sayang sepenuhnya dari sang ayah, karena

ayah mereka tidak dapat lagi duduk, bercanda, bercengkrama lebih lama bersama mereka, sebab harus mengurusi keluarganya yang lain, hal ini menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan bimbingan sepenuhnya.

Muthbaqoni (2005), mengatakan bahwa dalam praktek poligami, biasanya sang ayah lebih mendahulukan kepentingan keluarga istri mudanya daripada kepentingan istri dan anak-anaknya yang terdahulu. Anak perempuan akan cenderung lebih sensitif dibandingkan anak laki-laki dalam menanggapi hal tersebut. Bisa saja, seorang anak perempuan yang awalnya sangat menghormati ayahnya dapat berubah menjadi kurang bahkan tidak respect terhadap sang ayah bila mengetahui bahwa ayahnya memiliki istri, dan anak yang lain selain ibu dan dirinya. Pandangan atau persepsi mereka terhadap sang ayah pun dapat berubah secara drastis ataupun ada juga yang biasa saja dalam menanggapi masalah seperti ini.

Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau mengartikan sesuatu. Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada pancaindra atau data. Persepsi disebut sebagai inti dari komunikasi, karena jika persepsi tidak akurat maka manusia tidak mungkin berkomunikasi secara efektif. Persepsilah yang menuntun kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain (Sobur, 2003). Persepsi juga dapat mengubah perilaku seseorang, terhadap orang yang dipersepsi.

Persepsi anak terhadap ayahnya yang berpoligami tentu memberikan pengaruh yang kuat dalam hubungan anak dengan ayahnya tersebut. Persepsi anak, khususnya anak perempuan terhadap ayahnya yang berpoligami tentunya mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan mereka, khususnya keadaan

Page 3: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

3

psikologis mereka. Persepsi yang terbentuk pada anak perempuan terhadap ayahnya yang berpoligami, banyak mempengaruhi perasaan serta perilaku yang mereka miliki atau mereka tujukan pada sang ayah yang berpoligami. Contohnya mereka menjadi tidak suka pada ayahnya yang berpoligami, karena setelah berpoligami sang ayah menjadi sering bertengkar dengan sang ibu, sehingga anak menjadi stres dengan keadaan tersebut, dan memilih untuk menghindar daripada melakukan interaksi dengan sang ayah.

Oleh karena itu persepsi anak perempuan terhadap figur ayah yang melakukan poligami berbeda-beda tergantung dari perlakuan serta pengalaman yang mereka terima. Menurut Sira (dalam Avianty, 2006), persepsi seorang anak perempuan terhadap ayahnya yang melakukan poligami dapat terbentuk positif bila sang ayah berusaha keras untuk berlaku adil dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Anak perempuan selain mengagumi ketegaran sang ibu, mereka juga merasa bangga dan tidak merasa khawatir akan kehilangan figur ayah karena sang ayah dapat berlaku adil dan bertanggung jawab penuh terhadap kedua keluarganya.

Persepsi anak perempuan terhadap figur ayah yang melakukan poligami dapat juga terbentuk negatif karena menganggap bahwa ayahnya bukan orangtua yang bertanggungjawab, karena sang ayah cenderung lebih memperhatikan keluarga barunya. Mereka juga dapat menganggap bahwa ayahnya merupakan sosok yang arogan, sebab melakukan kekerasan terhadap ibu mereka karena ingin membela kepentingan istri barunya. Bahkan ada seorang anak perempuan yang berpendapat bahwa ayahnya merupakan figur yang sangat egois karena mereka dipaksa untuk menerima kehadiran ibu baru serta anaknya. Sulit bagi seorang anak, khususnya anak perempuan untuk hidup rukun dengan wanita yang

bukan ibu kandungnya sehingga kehidupan dalam keluarga menjadi tergangggu. Bahkan hubungan antara kedua keluarga menjadi tegang (Rendra, 2002).

Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran bagi para keluarga khususnya keluarga yang melakukan poligami, agar dapat memberikan pengaruh serta contoh yang baik untuk anak-anak mereka khususnya bagi anak perempuan.

B.Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran persepsi

subjek terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya?

2. Mengapa subjek memiliki persepsi yang demikian terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya?

C.Tujuan Penelitian Penulisan penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui persepsi subjek terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Tulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan masukkan atau kontribusi dalam bidang ilmu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Klinis. Selain itu hasil penelitian ini menggambarkan persepsi subjek yang cenderung negatif pada ayahnya yang melakukan poligami diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan persepsi dan perkawinan poligami.

2. Manfaat Praktis Melalui penelitian ini, maka dapat dijadikan masukkan bagi para ayah yang berpoligami, agar dapat bertanggungjawab dalam melakukan poligaminya, sehingga dapat menjaga kerukunan dalam keluarganya, sehingga perilaku sang ayah yang berpoligami tersebut dapat memberikan pengaruh dan contoh yang baik

Page 4: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

4

bagi anak-anaknya, khususnya anak perempuannya.

BAB II Tinjauan Pustaka A.Persepsi

1.Pengertian Persepsi Menurut Irwanto (2002), persepsi

adalah suatu proses penerimaan rangsangan yang menimbulkan suatu pengertian terhadap lingkungan.

Menurut Rakhmat (2002), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi.

Menurut Pareek (dalam Sobur, 2003), persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data.

2.Komponen Persepsi Menurut Fisher, dkk (dalam

Riyanti & Prabowo, 1998), komponen-komponen persepsi meliputi : komponen kognisi yang akan menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek, komponen afeksi yang memberikan evaluasi emosional terhadap objek, dan komponen konasi yang berperan dalam menentukan kesediaan atau kesiapan jawaban berupa tindakan.

3.Proses Persepsi Sobur (2003), mengemukakan

bahwa dalam memproses persepsi, terdapat tiga komponen utama, yaitu: seleksi, interpretasi dan mempersepsi.

4.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Irwanto (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu : perhatian yang selektif, ciri-ciri rangsang, nilai-nilai dan kebutuhan individu, serta pengalaman-pengalaman terdahulu. Sedangkan menurut Robbins (1990), ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang : karakteristik individu, karakteristik individu yang dipersepsi, dan faktor situasional.

5.Jenis-jenis Persepsi Sarwono (1999), membagi persepsi menjadi dua jenis, yaitu: persepsi objek dan persepsi sosial.

B.Poligami 1.Pengertian Poligami

Disebut poligami apabila seorang suami menikah dengan lebih dari satu orang istri, tapi tidak lebih dari empat orang istri (Arfiah, 2006).

Menurut Yafie (2003), poligami adalah perkawinan antar seorang pria dengan lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama.

Muthbaqoni (2005), menyebutkan bahwa poligami adalah perilaku pria (kebanyakan pria yang mapan secara ekonomi) yang memiliki lebih dari satu orang istri dalam satu waktu.

2.Faktor-faktor Poligami Menurut Arfiah (2006),

perkawinan poligami dapat terjadi karena adanya faktor-faktor sebagai berikut : kelemahan istri, suami mencintai wanita lain, suami membenci istrinya, istri yang telah diceraikan kembali, hubungan kekeluargaan.

3.Hukum Poligami Pada dasarnya Undang-Undang

Perkawinan No.1 tahun 1974 (dalam Walgito, 2004) menganut asas monogami di dalam perkawinan. Hal ini dapat dilihat pada pasal 3 ayat 1.

4.Keluarga Poligami Keluarga poligami dapat dikatakan

sebagai keluarga besar, karena memiliki jumlah istri lebih dari satu, dan anak-anak yang berasal dari istri yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, tanggungan pria yang melakukan poligami menjadi semakin banyak. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan finansial dari pria yang melakukan poligami, karena pria tersebut harus menafkahi kedua keluarganya, bahkan lebih secara bersamaan. Nafkah tersebut bukan hanya memberi makan, dan minum tetapi juga kebutuhan hidup lainnya seperti masalah pendidikan yang layak untuk anak-anaknya, rumah, dan masih banyak lagi (Eva, 2006).

Page 5: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

5

Johnson (1994), mengatakan bahwa biasanya yang menjadi korban dari poligami adalah anak-anak. Mereka akan merasakan kurangnya kasih sayang serta kehilangan figur salah satu dari orangtuanya. Anak akan bereaksi dengan mencoba melindungi salah satu orangtuanya dengan mengabaikan kebutuhan sendiri untuk menyenangkan mereka, tetapi lama kelamaan, si anak akan menjadi depresi, suka melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku bahkan dapat menjadi anak yang bermasalah.

Bagaimanapun bentuk dari rumah tangga poligami tersebut, tentu sangat mempengaruhi psikologis anak-anak. Belum siapnya masyarakat, hingga kini dalam menerima poligami akan melahirkan perasaan rendah diri pada anak-anak tersebut. Sikap orangtua yang tidak langsung menjelaskan bahwa ada keluarga lain yang dimiliki sang ayah, terkadang melahirkan kebohongan untuk menutupi alasan ketidakhadirannya di tengah keluarga (Eva, 2006).

Menurut Avianty (2006), anak-anak dalam keluarga poligami akan menjadi korban, karena fungsi keluarga yang baik tidak dapat dijalankan oleh orangtua mereka, anak dapat tumbuh menjadi anak yang bermasalah.

C.Persepsi Anak Perempuan

Terhadap Perilaku Poligami Yang Dilakukan Ayah

Dari sang ayah seorang anak perempuan belajar “menghadapi” pria lain. Bahkan hubungan antara sang ayah dengan anak perempuannya mempengaruhi femininitas anak perempuan tersebut. Karena anak perempuan akan meniru sang ibu dan mengamati reaksi ayahnya, dan hal itu akan membuat anak perempuan mengembangkan intuisi dan sikapnya dalam berhubungan dengan lawan jenis (Ustman, 2005).

Dari sang ayah si anak belajar tentang otoritas, kekuatan, persaingan kerja, cara mengungkapkan kemarahan, cara mengelola uang,

mengambil resiko dan cara mengembangkan citra diri. Dan cara terbaik seorang ayah untuk menolong anak perempuannya adalah dengan mendengarkan mereka, terutama saat mereka sedang sedih, bingung ataupun penasaran akan suatu masalah. Namun sang ayah tetap harus membiarkan dan tetap mengawasi mereka dalam menyelesaikan masalahnya dengan jalan mereka sendiri, dengan begitu mereka merasa diperhatikan (Ustman, 2005).

Figur sang ayah yang baik seperti disebutkan di atas, tentulah merupakan sosok yang banyak diidolakan oleh anak perempuan tidak terkecuali juga oleh anak laki-laki. Namun bagaimanakah jika sang ayah melakukan poligami? Hal tersebut tentu saja dapat membuat turunnya perasaan dekat dari seorang anak, khususnya anak perempuan ke ayahnya.

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (Rakhmat, 2002).

Oleh karena itu persepsi anak perempuan terhadap figur ayah yang melakukan poligami berbeda-beda tergantung dari perlakuan serta pengalaman yang mereka terima. Menurut Sira (dalam Avianty, 2006), persepsi seorang anak perempuan terhadap ayahnya yang melakukan poligami dapat terbentuk positif bila sang ayah berusaha keras untuk berlaku adil dan bertanggung jawab terhadap keluarganya.

Namun persepsi anak perempuan terhadap figur ayah yang melakukan poligami dapat juga terbentuk negatif karena menganggap bahwa ayahnya bukan orangtua yang bertanggungjawab, karena sang ayah cenderung lebih memperhatikan keluarga barunya. Mereka juga dapat menganggap bahwa ayahnya merupakan sosok yang arogan, sebab melakukan kekerasan terhadap ibu

Page 6: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

6

mereka karena ingin membela kepentingan istri barunya. Sulit bagi seorang anak, khususnya anak perempuan untuk hidup rukun dengan wanita yang bukan ibu kandungnya sehingga kehidupan dalam keluarga menjadi tergangggu. Bahkan hubungan antara kedua keluarga menjadi tegang (Rendra, 2002)

BAB III Metode Penelitian

A.Pendekatan Penelitian Menggunakan pendekatan

kualitatif B.Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini 3 anak perempuan yang berusia antara 17 hingga 22 tahun dan memiliki seorang ayah yang melakukan perkawinan poligami.

C.Tahap-tahap Penelitian Tahap penelitian dalam penelitian

ini terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian penelitian.

D.Teknik Pengumpulan Data Menggunakan teknik wawancara

dengan pedoman umum dan teknik observasi tidak berstruktur.

E.Alat Bantu Pengumpul Data Dalam penelitian ini menggunakan

alat bantu pedoman wawancara, alat perekam dan alat pencatat.

F.Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan

penelitian, peneliti menggunakan : triangulasi data digunakan dengan cara mencari data dari beberapa sumber subjek penelitian, dari significant other, serta pelaksanaan wawancara lebih dari satu kali, triangulasi peneliti yaitu adanya pengamat diluar penelitian yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberi masukan terhadap hasil pengumpulan data, dan triangulasi teori menggunakan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan telah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagi teori tentang persepsi seperti pengertian persepsi, komponen-komponen

persepsi, proses persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, dan jenis-jenis persepsi. Juga teori tentang poligami seperti pengertian poligami, faktor-faktor poligami, hukum poligami, serta keluarga poligami.

G.Teknik Analisis Data Proses analisis data yang

dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa dengan teknik data kualitatif yang dikemukakan oleh Marshall dan Rossman (1995), yang terdiri dari lima tahapan yaitu : mengorganisasikan data, pengelompokkan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban, menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data, mencari alternatif penjelasan bagi data, menulis hasil penelitian.

BAB IV Hasil dan Analisis

A.Subjek 1 1. Nama : R P C 2. TTL : Jambi,03-11-1988 3. Usia : 18 tahun 4. Agama : Islam 5. Suku : Padang 6. Pendidikan Terakhir : SLTP 7. Anak ke : 3 dari 3 bersaudara 8. Pekerjaan : Pelajar 9. Alamat : Sawangan Depok

Gambaran persepsi subjek1 yang cenderung negatif terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya terlihat dari : Komponen Kognisi Subjek1 menganggap bahwa ayahnya telah berselingkuh karena telah berpoligami dan sang ayah lebih memprioritaskan keluarganya yang baru tersebut. Subjek juga menganggap ekonomi keluarganya pun menurun setelah ayahnya berpoligami, sehingga menyebabkan sang ibu ikut menopang kehidupan keluarganya. Namun kini subjek1 lebih terbiasa dengan kehidupan keluarganya yang baru, dan berharap bisa membahagiakan sang ibu kelak. Komponen Afeksi Subjek1 sempat stres dan menyebabkannya tidak naik kelas saat mengetahui bahwa ayahnya berpoligami. Hal tersebut berpengaruh

Page 7: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

7

pada perasaan yang dimilikinya terhadap sang ayah. Subjek1 mengaku sangat sedih dan tidak lagi menghormati sang ayah, hal tersebut diperparah oleh pengakuan subjek yang menganggap bahwa ayahnya menjadi lebih pemarah setelah berpoligami. Hal ini juga mempengaruhi perasaannya bila melihat keluarga teman-temannya yang berjalan dengan normal. Ia mengaku seringkali iri bila melihat hal tersebut. Komponen Konasi Hubungan subjek1 dengan sang ayah juga semakin buruk. Ia mengaku seringkali menghindar bila ayahnya sedang datang berkunjung. Subjek1 juga menganggap bahwa ayahnya tidak memiliki inisiatif. Namun hubungannya dengan sang ayah tidak berpengaruh pada interaksinya dengan teman-teman lelakinya. Ia mengaku tetap menjalin hubungan baik dengan mereka, namun tidak bila harus menjalin hubungan khusus dengan mereka. Subjek memiliki persepsi yang cenderung negatif terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya karena dipengaruhi oleh faktor : Karakteristik Subjek Subjek1 memiliki karakter yang cenderung keras dan sensitif, sehingga lebih sulit baginya untuk menerima poligami yang dilakukan ayahnya. Ditambah lagi pengalamannya saat tidak naik kelas merupakan pengalaman yang buruk dalam hidupnya, dan menurut subjek hal tersebut merupakan pengaruh dari poligami yang dilakukan ayahnya. Karakteristik Ayah Subjek Subjek1 menganggap bahwa ayahnya pribadi yang sibuk baik sebelum dan setelah berpoligami. Sang ayah juga kurang peduli terhadap kehidupan beragama keluarganya. Setelah berpoligami pun, sang ayah memilih tinggal bersama keluarganya yang baru dan tidak memiliki inisiatif untuk berbaikan dengan subjek. Subjek juga menganggap bahwa ayahnya cebderung lebih pemarah, dan egois setelah berpoligami. Sang ayah pun tidak pernah membicarakan poligami yang dilakukannya pada subjek. Faktor Situasional

Subjek1 menganggap bahwa lingkungannya cenderung memberikan penilaian yang negatif pada keluarga yang berpoligami, sehingga ia pun membatasi interaksinya dengan lingkungannya. B.Subjek 2

1. Nama : D P D 2. TTL : Kudus, 01-07-1984 3. Usia : 22 tahun 4. Agama : Islam 5. Suku : Jawa-Arab 6. Pendidikan Terakhir: SMU 7. Anak ke : 2 dari 2 bersaudara 8. Pekerjaan : Mahasiswi 9. Alamat : Tomang Jakarta Barat

Gambaran persepsi subjek2 yang cenderung negatif terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya terlihat dari : Komponen Kognisi Subjek2 yang merupakan anak hasil perkawinan poligami tetap tidak menyetujui poligami yang dilakukan ayahnya, karena ia menganggap bahwa ayahnya bukanlah pelaku poligami yang baik, karena telah lama ayahnya melepaskan tanggungjawabnya untuk membiayai subjek dan keluarganya. Sehingga ia sangat berharap dapat membahagiakan sang ibu. Komponen Afeksi Subjek2 merasa dirinya berbeda dengan teman-temannya yang memiliki keluarga yang normal, sehingga sering merasa iri bila melihat keluarga teman-temannya tersebut. Subjek juga merasa kecewa karena ayahnya telah melepaskan tanggungjawabnya terhadap subjek dan keluarganya. Komponen Konasi Hubungan subjek2 dengan sang ayah juga semakin merenggang setelah ayahnya tidak pernah lagi membiayai subjek dan keluarga, karena subjek mengatakan bahwa ayahnya tidak pernah lagi mengunjunginya. Subjek pun merasa sangat canggung bila harus berinteraksi dengan sang ayah bila ia sedang mengunjungi ayahnya tersebut. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi hubungannya dengan lawan jenis.

Page 8: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

8

Subjek2 memiliki persepsi yang cenderung negatif terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya karena dipengaruhi oleh faktor : Karakteristik Subjek Subjek2 memiliki karakter yang cenderung pasrah dalam menerima keadaan keluarganya, namun ia tetap tidak menyetujui poligami yang dilakukan ayahnya, sehingga hal tersebut menimbulkan ganjalan tersendiri dihatinya dan menimbulkan penilaian yang cenderung negatif pada sang ayah. Karakteristik Ayah Subjek Subjek2 menganggap bahwa ayahnya pribadi yang taat dalam beragama, namun tidak dapat menjalankan poligaminya dengan baik. Sang ayah yang lebih memilih tinggal bersama keluarganya yang pertama, telah lama tidak membiayai subjek dan keluarga. Subjek juga menganggap bahwa sang ayah cenderung pelit, keras dan menakutkan bila sedang marah. Sang ayah juga tidak pernah membicarakan poligami yang dilakukannya pada subjek. Faktor Situasional Subjek2 tidak mengalami masalah dengan lingkungannya, namun ia tetap beranggapan bahwa lingkungannya tetap memberikan penilaian yang cenderung negatif pada keluarganya terutama pada sang ibu yang mau dijadikan istri ketiga sang ayah. C.Subjek 3

1. Nama : N L 2. TTL : Jakarta, 31-10-1984 3. Usia : 22 tahun 4. Agama : Islam 5. Suku : Jawa 6. Pendidikan Terakhir : S1-FILKOM 7. Anak ke : 1 dari 6 bersaudara 8. Pekerjaan : Tenaga Outsource

PT.PERTAMINA 9. Alamat : Depok

Gambaran persepsi subjek3 yang cenderung negatif terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya terlihat dari : Komponen Kognisi Subjek3 menganggap bahwa ayahnya bukanlah pelaku poligami yang baik

karena tidak memiliki alasan yang kuat dalam melakukan hal tersebut, ditambah lagi sang ayah lebih memprioritaskan keluarganya yang baru. Namun setelah sang ayah memutuskan untuk mengakhiri poligaminya tersebut, subjek merasa senang dan berharap agar sang ayah tidak mengulangi perbuatannya yang sama di masa yang akan datang, dan keluarganya dapat menjadi keluarga yang bahagia. Komponen Afeksi Subjek3 sangat merasa sedih dan sangat terpukul akan keptusan ayahnya tersebut. Hal ini berpengaruh pada sifatnya yang cenderung berubah menjadi keras dan sensitif. Kesedihan subjek bertambah saat melihat kedua orangtuanya selalu bertengkar bila sedang berinteraksi. Akan tetapi sebesar apapun kekecewaan subjek3 pada ayahnya, ia tetap menghormati sang ayah. Komponen Konasi Hubungan subjek3 dengan sang ayah yang mulanya sangat dekat menjadi renggang. Ia juga mengakui, bahwa dirinya akan selalu menghindari sang ayah bila sedang berada di rumah. Poligami yang dilakukan sang ayah berpengaruh pada interaksi subjek dengan lawan jenis, subjek3 mengakui dirinya menjadi sangat benci pada laki-laki. Ia juga membatasi interaksinya dengan tetangganya, terutama yang lelaki. Subjek3 memiliki persepsi yang cenderung negatif terhadap perilaku poligami yang dilakukan ayahnya karena dipengaruhi oleh faktor : Karakteristik Subjek Subjek3 memiliki karakter yang cenderung manja, cengeng dan terbuka. Namun berubah menjadi cenderung keras, posesif dan sensitif, setelah ayahnya berpoligami. Subjek3 juga mengalami penurunan prestasi yang signifikan karena stres ayahnya berpoligami. Ia juga menjadi benci dengan semua laki-laki baik yang dikenalnya maupun tidak ia kenal. Karakteristik Ayah Subjek Subjek3 tidak menyetujui poligami yang dilakukan sang ayah, namun ia tidak dapat berbuat apapun untuk

Page 9: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

9

menghalangi sang ayah untuk berpoligami, karena menurutnya ayahnya tidak dapat dihalangi oleh siapapun bila sedang memiliki keinginan. Subjek3 juga mengatakan bahwa ayahnya cenderung cuek, pada dirinya saat memutuskan untuk berpoligami, meskipun saat itu subjek hampir terserang penyakit yang dulu pernah menyerangnya. Faktor Situasional Subjek3 langsung membatasi interaksinya dengan lingkungan saat sang ayah berpoligami. Ia tidak menyukai bila keadaan keluarganya tersebut diusik.

BAB V.Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Persepsi Subjek

Terhadap Perilaku Poligami Yang Dilakukan Ayah Mereka

Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga subjek memiliki persepsi yang cenderung negatif terhadap figur ayah mereka yang melakukan poligami. Ketiga subjek sama-sama memiliki anggapan bahwa pilihan sang ayah untuk melakukan poligami, banyak mendatangkan perubahan yang cenderung negatif pada diri mereka. Misalnya saja pada subjek 1 dan 3 mengakui bahwa penurunan prestasi di bidang pendidikan terjadi setelah sang ayah melakukan poligami, sedangkan pada subjek 2 tidak pernah merasakan partisipasi sang ayah dalam pendidikannya. Penurunan ekonomi keluarga pun dialami subjek 1 dan 2, terutama subjek 2 yang sudah tidak lagi dibiayai oleh sang ayah sejak lama. Ketiga subjek memfokuskan fikirannya pada hal-hal ataupun perbedaan yang mereka dapatkan setelah atau dalam memiliki seorang ayah yang melakukan poligami. Ketiga subjek mendapatkan sesuatu yang sifatnya cenderung merugikan diri mereka dan keluarga, sehingga mereka pun memiliki persepsi yang cenderung

negatif pada sang ayah yang melakukan poligami.

Dalam hal perasaan yang mereka miliki untuk sang ayah pun cenderung negatif. Subjek 1 dan 3 merasa sangat terpukul dan sangat sedih oleh perilaku sang ayah yang berpoligami, sehingga hubungan mereka menjadi tidak harmonis. Sedangkan subjek 2 lebih merasakan kekecewaannya yang mendalam karena sang ayah dengan gampangnya melepaskan tanggungjawabnya pada subjek dan keluarga. Namun persepsi yang cenderung kembali positif hanya dialami oleh subjek 3, yang menyatakan bahwa sang ayah memutuskan untuk mengakhiri poligaminya, dan juga mengingat bahwa ikatan emosional yang terjalin sebelumnya antara subjek 3 dengan sang ayah terjalin dengan begitu erat.

Persepsi ketiga subjek yang cenderung negatif pada figur ayah mereka yang melakukan poligami, juga ditunjukkan dengan sikap atau perilaku yang mereka berikan terhadap sang ayah. Ketiga subjek menunjukkan perilaku pada sang ayah seperti menghindar untuk tidak melakukan interaksi dalam bentuk apapun dengan sang ayah, yang dilakukan oleh subjek 1 dan 3. Sedangkan subjek 2 tidak ingin mengunjungi sang ayah meskipun tahu di mana sang ayah berdomisili. Namun subjek 3 ingin segera kembali mendekatkan kembali hubungannya dengan sang ayah, setelah ayahnya memutuskan untuk mengakhiri poligaminya.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Subjek Terhadap Perilaku Poligami Yang Dilakukan Ayah

Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi subjek terhadap figur ayahnya yang melakukan poligami, antara lain: a. Karakteristik Subjek

Persepsi ketiga subjek yang cenderung negatif terhadap figur sang ayah yang melakukan poligami dipengaruhi oleh karakter mereka masing-masing. Subjek 1 dan 3 merupakan pribadi yang

Page 10: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

10

cenderung keras dan sensitif sehingga lebih sulit untuk menerima kenyataan bahwa sang ayah memilih untuk melakukan poligami. Sedangkan subjek 2 cenderung lebih pasrah dalam menerima keadaan sang ayah yang melakukan poligami tetap memiliki persepsi yang cenderung negatif, karena ia tetap tidak menyetujui perilaku ayahnya tersebut. serta pengalaman yang tidak menyenangkan dialami subjek 1 dan 2 yang berkaitan dengan perilaku sang ayah yang berpoligami. Subjek 1 mengatakan bahwa kegagalannya untuk naik kelas dikarenakan sang ayah, dan hal tersebut merupakan pengalaman yang memalukan bagi subjek, termasuk dalam memiliki seorang ayah yang berpoligami. Sedangkan subjek 2 memiliki pengalaman yang buruk sewaktu masih kecil dan menjadi pelampiasan kemarahan sang ibu yang tidak kuat terhadap keadaan keluarganya. Dalam memiliki ayah yang berpoligami, subjek 1 dan 2 merasakan kurangnya kebutuhan akan rasa aman, karena mengalami penurunan dalam ekonomi keluarganya, sedangkan kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayang dirasakan ketiga subjek, karena kurang bahkan hilangnya figur ayah pada diri mereka. Ketiga subjek memiliki penilaian yang hampir sama dalam memandang poligami, umumnya mereka mengatakan bahwa poligami merupakan bentuk ketidaksetiaan suami terhadap istrinya.Akan tetapi persepsi subjek 3 cenderung kembali positif pada sang ayah, setelah sang ayah memutuskan untuk mengakhiri poligaminya dan kembali pada keluarga subjek.

b. Karakteristik Ayah Subjek Persepsi ketiga subjek yang

cenderung negatif terhadap figur sang ayah yang melakukan poligami juga dipengaruhi oleh karakter dari sang ayah itu sendiri.

Subjek 1 menganggap sang ayah cenderung tidak peduli terhadap kehidupan keagamaan keluarganya, dan setelah berpoligami sang ayah cenderung menjadi lebih pemarah dan tidak memiliki inisiatif untuk kembali mendekatkan diri dengan anak-anaknya. Saat memutuskan untuk berpoligami, sang ayah cenderung tidak memperdulikan perasaan keluarga, dan setelah berpoligami lebih memprioritaskan keluarganya yang baru, dan ini juga dialami oleh subjek 3, namun subjek 3 menambahkan bahwa setelah berpoligami sang ayah menjadi lebih pendiam. Sedangkan subjek 2 menganggap bahwa ayahnya lebih memilih tinggal dengan istri pertamanya, dan sang ayah cenderung keras, pemarah dan juga pelit. Apalagi sang ayah sudah tidak lagi menjalankan tanggungjawabnya untuk membiayai subjek 2 dan keluarga. Namun pada subjek 3, persepsinya cenderung kembali positif, selain karena keputusan sang ayah yang mengakhiri poligaminya, juga lebih dipengaruhi oleh karakter sang ayah yang cenderung baik bagi subjek 3.

c. Faktor Situasional Persepsi ketiga subjek yang

cenderung negatif terhadap figur sang ayah yang melakukan poligami juga dipengaruhi oleh faktor situasional yang melingkupi mereka. Mereka memiliki masalah yang berbeda namun berkaitan dengan perilaku sang ayah yang berpoligami. Subjek 1 tidak naik kelas dan menyalahkan sang ayah, subjek 2 menjadi pelampiasan kemarahan sang ibu sewaktu masih kecil, dan subjek 3 yang sempat mengalami kondisi kesehatan yang menurun karena kaget mendengar keputusan sang ayah untuk berpoligami. Walaupun hal ini tidak berpengaruh terhadap subjek 2, namun subjek 1 dan 3 sangat

Page 11: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

11

merasakan pengaruhnya setelah sang ayah melakukan poligami. Subjek 1 dan 3 mulai membatasi interaksi mereka dengan lingkungan rumahnya, karena menganggap bahwa keadaan sang ayah yang berpoligami membuat mereka dan keluarga menjadi bahan pemberitaan yang menarik untuk dibahas di lingkungannya tersebut.

B. Saran

Dari hasil penelitian tentang gambaran persepsi anak perempuan terhadap figur sang ayah yang melakukan poligami, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk ayah yang melakukan

poligami sebaiknya : a. Memberitahukan kepada

semua anggota keluarga, khususnya pada anak perempuan mereka, dengan arahan yang baik serta penuturan yang lembut, dan mengemukakan alasan yang kuat untuk melakukan poligami

b. Memperhatikan pendapat yang masuk dari anak-anak mereka khususnya anak perempuan mengenai poligami yang akan atau yang sedang mereka lakukan. Terutama untuk anak yang merupakan hasil dari perkawinan poligami, pendapat serta perasaannya harus lebih diperhatikan, meskipun besar kemungkinannya untuk lebih terbiasa dalam menerima keadaan sang ayah dibandingkan dengan anak yang bukan merupakan hasil perkawinan poligami.

c. Walaupun sulit, dalam berpoligami sang ayah harus bisa berlaku dengan adil terhadap keluarga-keluarga yang mereka miliki, sehingga anak-anaknya khususnya

anak perempuan dapat melihat usaha sang ayah dalam menjalankan kewajiban serta tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga.

2. Untuk anak dalam perkawinan

poligami, khususnya anak perempuan sebaiknya : a. Selalu menjaga hubungan

baik dengan sang ayah agar hubungan keduanya tidak merenggang.

b. Bila ingin membicarakan pendapat ataupun keluhan yang mereka rasakan tentang perilaku sang ayah yang berubah setelah berpoligami, diharapkan dapat disampaikan langsung pada sang ayah dengan bahasa yang sopan dan lembut.

3. Untuk para ibu yang mengalami

perkawinan poligami, diharapkan untuk tidak menghindar bila si anak ingin bertanya atau mendiskusikan tentang poligami yang dilakukan sang ayah, dan memberikan penjelasan serta pengarahan yang baik, sehingga tidak memunculkan kebencian si anak pada sang ayah.

4. Bagi masyarakat yang berada

satu lingkungan dengan keluarga yang berpoligami, diharapkan tidak mencampuri urusan keluarga tersebut, agar interaksi yang terjadi diantara mereka pun dapat berlangsung dengan baik.

5. Untuk penelitian selanjutnya

agar dapat : a. Melakukan penelitian dengan

subjek penelitian yang memiliki persepsi yang positif pada figur sang ayah yang melakukan poligami.

b. Mengembangkan penelitian mengenai persepsi, misalnya mencari gambaran persepsi anak laki-laki terhadap figur

Page 12: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

12

ayahnya yang melakukan poligami.

c. Mengembangkan variabel penelitian, misalnya harga diri anak perempuan yang berasal dari perkawinan poligami.

d. Mengembangkan metodelogi penelitian, misalnya menggunakan teknik observasi partisipan.

DAFTAR PUSTAKA

Arfiah, Y. (2006). Adil terhadap para istri

(etika berpoligami). Jakarta: Darus Sunnah Pres.

Avianty, I. (2006). Fenomena & Apologi

Bijak Poligami. Jakarta: Zikrul Hakim.

Eva, D. (2006). Poligami, jalan lain

menuju surga. Majalah Paras, 33 (III), 27-29.

Ibrahim, Z. (2005). Psikologi Wanita.

Bandung: Pustaka Hidayah. Irwanto. (2002). Psikologi umum.

Jakarta: PT Prenhallindo. Johnson, G. W. (1994). Marriage and

Divorce in Islamic South-east Asia. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Hilda, S. (1998). Penyesuaian

perkawinan antar etnik: Studi kualitatif pada wanita batak yang menikah dengan pria suku lain. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Marshall, C & Rossman, G. (1995).

Designing qualitative research. California: Stage Publications, Inc.

Moleong, L. J. (2000). Metodologi

penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muthbaqoni, M. S. (2005). Beristri 2,3, atau 4?. Jakarta: Cakrawala Publishing.

Narbuko, C & Achmadi, A. (2004).

Metodologi penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Poerwandari, K. (2001). Pendekatan

kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Penelitian Psikologi Universitas Indonesia.

Rakhmat, J. (2002). Psikologi

komunikasi edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rendra, W. S. (2002). Poligami tak baik

buat keluarga dan anak. Http://suaramerdeka.com/harian/0402/07/dar26.htm. 150207

Riyanti & Prabowo. (1998). Psikologi

umum 2. Jakarta:Gunadarma. Robbins. (1990). Social psychology.

California: John Willey & Sos, Inc.

Sarwono, S. W. (1999). Psikologi sosial.

Jakarta: Balai Pustaka. Schultz, D. (1991). Psikologi

pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Selamat, K. (2003). Pedoman

mengayuh bahtera rumah tangga. Jakarta: Kalam Muka.

Setiawan, W. (2005). Poligami kebijakan

suami istri. Banten: Ciung Wanara Press.

Sobur, A. (2003). Psikologi umum.

Bandung: Pustaka Setia. Soehartono, I. (2002). Metode penelitian

sosial: Suatu tehnik penelitian bidang kesejahteraan sosial lainnya. Bandung : Rosdakarya.

Page 13: Persepsi Anak Perempuan Terhadap Perilaku Poligami Yang

13

Soewondo, S. (2002). Keberadaan pihak ketiga, poligami dan permasalahan perkawinan. Jakarta: UI Press.

Sora. (2006). Ayah, i love you. Koran

Warta Kota, No 18, (9), 16. Ustman, A. M. (2005). 25 Kiat

membentuk anak hebat. Jakarta: Gema Insani.

Walgito, B. (2000). Bimbingan dan

konseling perkawinan. Edisi ke 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Yafie, M. A. (2003). Satu istri tak cukup.

Jakarta: PT Khazanah.